Anda di halaman 1dari 18

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerupuk Udang dan Potensi Kulit Udang

Menurut Wahyono (2002), kerupuk dibuat dari bahan baku dan bahan

tambahan. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam jumlah besar dan

fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan lain. Bahan tambahan adalah bahan

yang diperlukan untuk melengkapi bahan baku dalam proses produksi. Sumber

bahan baku yang digunakan untuk membuat kerupuk adalah bahan pangan dengan

kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu pati. Pati yang digunakan sebagai

bahan baku dalam pembuatan kerupuk disebut sebagai puffable material. Puffable

material adalah bahan yang memegang peranan utama dalam proses pemekaran

produk. Bahan tambahan yang digunakan yaitu sebagai bahan penimbul cita rasa,

berupa bahan pangan yang mengandung protein, lemak, penambah rasa manis,

rasa gurih dan air untuk membentuk adonan kerupuk. Bahan baku kerupuk udang

adalah tepung tapioka, sedangkan bahan tambahan yang digunakan adalah garam

dan bawang putih.

Kerupuk udang adalah salah satu aplikasi produk pangan pengolahan udang.

Proses pembuatan kerupuk udang pada umumnya adalah menggunakan bahan

baku udang dan tepung tapioka dengan ditambahkan bumbu-bumbu atau bahan

lainnya dengan melalui proses pengadonan, pencetakan, pengukusan,

pemotongan, dan pengeringan (Subekti, 1998)

6
Kerupuk udang adalah kerupuk yang bahannya terdiri dari adonan tepung

dan udang. Kerupuk udang mempunyai beberapa kualitas bergantung pada

komposisi banyaknya udang yang terkadung dalam kerupuk. Semakin banyak

jumlah udang yang terkandung dalam kerupuk semakin baik kualitasnya.

Kerenyahan kerupuk udang sangat ditentukan oleh kadar airnya, semakin banyak

mengandung air kerupuk udang akan semakin kurang renyah. Demikian apabila

presentase kandungan tepung lebih banyak dibanding udangnya, maka daya

kembang kerupuk akan semakin berkurang. Sebaliknya apabila perbandingan

tepung dengan udang seimbang, maka daya kembang kerupuk akan semakin besar

Udang di Indonesia pada umumnya diekspor dalam bentuk beku yang

telah dibuang kepala, ekor dan kulitnya. Banyak orang yang sering membuang

kulit udang ketika mengonsumsi makanan laut tersebut, sedangkan kulit udang

baik untuk di konsumsi karena mengandung kitosan. Kulit udang mengandung

protein (25-40%), kitin (15-20%) dan kalsium karbonat (45-50%) dari berat

udang. Kitosan merupakan suatu polimer yang tidak dapat dicerna oleh tubuh

sehingga lemak dalam tubuh yang berikatan dengan zat ini juga tidak akan dicerna

dan diserap oleh tubuh. Selain mampu berikatan dengan lemak, kitosan juga

bermanfaat dalam menghambat penyerapan kolesterol dalam tubuh. Kitosan juga

akan mengikat lemak dan kolesterol jika zat yang ada dalam kulit udang tersebut

terkena asam lambung. Ikatan senyawa kitosan dengan lemak dan kolesterol ini

juga dapat memperlambat pencernaan lemak dan kolesterol dalam tubuh sehingga

jumlah kolesterol dalam tubuh berkurang (Suranto, 2011).

7
Tabel 1. Komponen Kimia Kulit Udang

Komponen Utama Komposisi


Protein 30-40%
Kalsium Karbonat 40-50%
Kitin 15-20%
Sumber: Focher, 1992
.

1. Bahan Baku

Bahan baku yang diperlukan pada proses pembuatan kerupuk udang

adalah tepung tapioka, udang segar, air dan bumbu-bumbu. Tepung tapioka

dengan kualitas yang baik akan menghasilkan kerupuk yang berkualitas baik.

Udang yang digunakan sebagai bahan baku kerupuk udang yaitu udang yang

masih segar sehingga dapat menghasilkan kerupuk udang dengan cita rasa

yang enak.

a. Udang

Udang merupakan komoditas ekspor non migas yang dapat

dihandalkan dan bernilai ekonomis tinggi. Udang putih memiliki nama

lain yaitu udang jerbung, udang peci, dan udang berat. Udang putih ada

yang dibudidayakan di tambak, namun ada pula yang hidup di laut

termasuk diantaranya udang rebon. Udang rebon adalah udang putih yang

berukurang sangat kecil (1 cm) dan tidak dapat tumbuh menjadi besar.

Udang sebagai bahan baku kerupuk udang dapat memberikan cita rasa

dan aroma yang khas, semua jenis udang kecuali udang rebon dapat

digunakan sebagai bahan baku kerupuk udang. Udang yang digunakan


8
sebagai bahan baku kerupuk harus dalam keadaan segar dan berukuran

sedang (sekitar ukuran jari kelingking orang dewasa) (Suprapti, 2005).

Udang vannamei memiliki nama atau sebutan yang beragam di

masing-masing negara. Udang putih pasifik atau yang dikenal dengan

udang vannamei digolongkan dalam :

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Sub filum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Sub kelas : Eumalacostraca

Super ordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Dendrobrachiata

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

9
Gambar 1. Udang Vannamei

Ciri khusus yang dimiliki oleh udang vannamei adalah adanya pigmen

karotenoid yang terdapat pada bagian kulit. Kadar pigmen ini akan

berkurang seiring dengan pertumbuhan udang, karena saat mengalami

molting sebagian pigmen yang terdapat pada kulit akan ikut terbuang.

Keberadaan pigmen ini memberikan warna putih kemerahan pada tubuh

udang (Haliman dan Adijaya, 2005).

Tabel 2. Komponen Kimia Udang Vannamei

Komponen Komposisi
Air 78.20%
Lemak 0.80%
Protein 18.10%
Karbohidrat 1.40%
Kalsium (Ca) 145-320 mg/100 g
Magnesium (Mg) 40-105 mg/100 g
Fosfor (F) 270-350 mg/100 g
Besi (Fe) 1.6 mg/100 g
Natrium (Na) 140 mg/ 100 g
Kalium (K) 220 mg/ 100 g
Sumber: Hardiwiyoto, 1993

10
b. Tepung Tapioka

Tepung tapioka biasa disebut juga sebagai tepung kanji. Tepung

tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan dihaluskan.

Tepung tapika memiliki fungsi sebagai bahan pengental (thickener),

bahan emadat atau pengisi (filler), dan bahan pengikat atau perekat.

Dalam penyimpanan, daya awet tepung tapioka mencapai 1 hingga 2

tahun. Daya awet ini dipengaruhi oleh kadar air produk, pengemasan, dan

penyimpanannya. Kadar air tepung tapioka yang diharapkan adalah 8%.

Umumnya tepung tapioka hanya dikemas dengan menggunakan karung

goni yang berlubang-lubang kecil. Kualitas tepung tapioka ditentukan

oleh tingkat atau derajat keputihan, tingkat kehalusan, kadar air tersisa,

dan ada tidaknya kandungan unsur-unsur berbahaya. Kandungan gizi

yang terdapat pada tepung tapioka berdasarkan hasil penelitian dari

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, tahun 1981 adalah 0,50 g

protein: 361 kal kalori; 0,30 lemak; 86,90 g karbohidrat; dan 12 g air

(Purnowati, dkk 2008).

11
Tabel 3. Komponen Kimia Tepung Tapioka

No Jenis uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II Mutu III


1 Kadar air % Maks. 15.0 Maks. Maks. 15.0
15.0
2 Kadar abu % Maks. 0.60 Maks. Maks. 0.60
0.60
3 Serat dan benda % Maks. 0.60 Maks. Maks. 0.60
asing 0.60
4 Derajat putih % Min. 94.5 Min. <92
(BaSO4=100%) 92.0
5 Derajat asam Volume Maks. 3 Maks. 3 Maks. 3
NaOH
1N/100g
6 Cemaran logam Maks. 1.0 Maks. Maks 1.0
-Timbal mg/kg Maks. 10.0 1.0 Maks. 10.0
-Tembaga mg/kg Maks. 40.0 Maks. Maks. 40.0
-Seng mg/kg Maks. 0.05 10.0 Maks. 0.05
-Raksa mg/kg Maks. 0.5 Maks. Maks. 0.5
-Arsen mg/kg 40.0
Maks.
0.05
Maks.
0.5
7 Cemaran Koloni/g Maks. 1.0 x Maks. 1.0
mikroba Koloni/g 106 x 106
-Angka lempeng Koloni/g - Maks. 1.0
total Maks. 1.0 x x 104
- E. Coli 104
-Kapang
Sumber : SNI Tepung Tapioka 013451 1994

Pada proses pembuatan kerupuk udang, penggunaan tepung

tapioka memiliki peranan yang penting. Penggunaan tepung tapioka

tersebut memungkinkan membuat kerupuk untuk mengembang 3-5 kali

lipat pada saat digoreng (Indraswari, 2007). Tepung tapioka adalah pati

yang diperleh dari ekstraksi ubi kayu melalui proses pemarutan,


12
pemerasan, penyaringan, pengendapan pati dan pengeringan (Astawan

2003). Tepung tapioka memiliki daya ikat yang tinggi dan

kemampuannya dalam membentuk struktur sangat kuat. Adonan tepung

tapioka berbentuk kental, mudah kering dan kadar airnya berkurang

karena tepung tapioka bersifat higrokopis dan menyerap air. Tepung

tapioka tersusun atas dua komponen yang tidak larut dalam air yaitu

amilosa 23% dan amilopektin 77%. Dua komponen ini dapat menyerap

air dan mengembang jika ditambahkan dengan air dan dilakukan

pemanasan. Proses tersebut disebut dengan proses gelatinisasi. Amilosa

dan amilopektin memberikan pengaruh daya kembang terhadap kerpuk.

Amilopektin berfungsi meningkatkan daya kembang kerupuk, sedangkan

amilosa bersifat sebaliknya yaitu mengurangi daya kembang kerupuk

(Nanin, 2011).

Gambar 2. Struktur Kimia Amilosa dan Amilopektin

13
c. Air

Industri pengolahan bahan makanan atau minuman ditetapkan

peraturan mengenai standar kualitas air, jenis dan dosis bahan tambahan

kimia yang diizinkan serta jenis bahan yang dinyatakan dilarang

digunakan karena membahayakan kesehatan konsumen. Standar kualitas

air, air yang digunakan untuk mencuci bahan, alat dan kemasan maupun

air yang dicampurkan dalam proses pengolahan atau pengawetan

makanan dan minuman harus memenuhi standar air minum. Adapun

syarat standar air minum antara lain; tidak berasa, tidak berwarna, tidak

berbau (bersih dan jernih), tidak mengandung logam atau bahan kimia

berbahaya dan memiliki derajat kesadahan nol (Suprapti, 2004).

Gambar 3. Gambar Struktur Kimia Air

d. Telur

Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi, yang

dibutuhkan oleh tubuh manusia. Di samping mengandung kadar protein

yang tinggi, telur juga merupakan sumber zat besi, beberapa mineral lain

dan vitamin, sehingga telur merupakan bahan pangan hewani yang dapat

dikonsumsi oleh manusia. Putih telur merupakan protein yang terdiri dari

14
serat ovomucin dan berada dalam larutan encer, jenis protein dalam

albumin terdiri dari ovalbumen, conalbumen, ovomucoid, lysozyme,

ovomucin, avidin, ovoglubulin, ovoinhibitor, dan flavoprotein. Putih telur

merupakan protein yang berkualitas tinggi karena tidak mengandung

unsur lemak. Sedangkan seluruh kandungan lemak terdapat pada bagian

kuning telur. Lemak dalam kuning telur berupa lipoprotein, yang terbagi

menjadi; High Density Lypoprotein, Low Density Lypoprotein dan Very

Low Density Lypoprotein (Wirakusumah, 2005).

Tabel 4. Komponen Kimia Telur

Komponen Telur Utuh Telur Putih Kuning Telur


(%) (%) (%)
Air 75 88 48
Protein 13 10.5 16
Lipid 11.3 0.03 34
Karbohidrat 0.8 0.8 0.9
Abu 0.9 0.7 1.1

Sumber : (Muctadi, dkk. 2010)

e. Garam

Penambahan garam, selain sebagai pemberi cita rasa, juga

berfungsi sebagai pengawet tergantung pada konsentrasi yang

ditambahkan. Garam adalah senyawa yang terbentuk dari reaksi asam dan

basa. Terdapat beberapa contoh garam, antara lain: NaCl, CaCL2, ZnSO4,

dan lain-lain. Contoh garam yang dapat ditemukan dalam kehidupan

sehari-hari adalah garam dapur (NaCl) yang biasa digunakan untuk

15
keperluan memasak. Garam dibuat dengan cara penguapan dan

kristalisasi, garam yang diperoleh kemudian diproses iodisasi sehingga

diperoleh garam beriodium (Sugiyarto, 2008).

f. Bawang Putih

Bawang putih memiliki manfaat dan kegunaan yang besar bagi

kehidupan manusia. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan

utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia. Kandungan senyawa yang

sudah ditemukan pada bawang putih diantaranya adalah allisin dan sulfur

amino acid alliin. Sulfur ammonia acid allin ini oleh enzim allisin liase

diubah menjadi asam piruvat, ammonia, dan allisin anti mikroba.

Selanjutnya allisin mengalami perubahan menjadi diallil sulfide. Senyawa

allisin dan diallil sulfide inilah yang memiliki banyak kegunaan dan

berkhasiat obat (Rukmana, 1995).

2. Proses Pembuatan Kerupuk Udang

a. Proses pembuatan

Proses pembuatan kerupuk udang pada umumnya adalah

menggunakan bahan baku udang dengan ditambah bumbu-bumbu dan

bahan tambahan lainnya dengan melalui proses pengadonan, pencetakan,

pengukusan, pemotongan dan pengeringan. Fungsi dari teknologi

pembuatan kerupuk udang adalah untuk mendapatkan produk hasil

perikanan yang mempunyai rasa renyah dan gurih serta dapat memenuhi

selera masyarakat.

16
Udang

Pencucian, penghancuran

Bawang Pencampuran bumbu


putih, garam,
telur, air
Mixing Tepung
tapioka

Pencetakan

Pengukusan 1-2 jam

Pendinginan

Pemotongan

Pengeringan

Penggorengan

Kerupuk Udang

Gambar 4. Diagram Proses Pembuatan Kerupuk Udang

Sumber : (Tabaka, 2004)

Tahapan pertama udang segar dibersihkan dengan cara dibuang

kulitnya dan dicuci bersih. Setelah itu udang dihancurkan dengan mesin

penggiling dan dicampur dengan tepung tapioka dan bumbu-bumbu serta

bahan pelengkap lainnya. Adonan yang sudah dicampur, kemudian

17
diaduk dan diuleni hingga menjadi adonan yang halus. Tahapan

selanjutnya adalah proses pencetakan adonan, proses ini dilakukan untuk

mempermudah dalam proses pemotongan. Setelah proses pencetakan,

dilanjutkan dengan proses pengukusan dengan waktu satu hingga dua

jam, setelah adonan matang dilakukan proses pendinginan. Proses

selanjutnya adalah pemotongan yang dilakukan menggunakan pisau.

Tahapan terakhir adalah proses penjemuran atau pengeringan dengan

menggunakan sinar matahari (Dian, 2013).

b. Reaksi Kimia

Menurut Koswara (2009) dalam Zaky (2014), pada proses

pembuatan kerupuk terdapat adanya reaksi kimia. Reaksi kimia pada

proses pembuatan kerupuk salah satunya terjadinya browning. Reaksi

pencoklatan adalah perubahan warna menjadi kecoklatan pada saat

diolah atau selama penyimpanan yang terjadi pada bahan dan produk

pangan, pembentukan warna coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas

enzim atau reaksi kimia. Reaksi pencoklatan terdari dari reaksi

pencoklatan enzimatis dan reaksi pencoklatan non enzimatis.

1. Reaksi pencoklatan enzimatis

Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang

dikatalis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim

ini dapat mengkatalis reaksi oksidasi senyawa fenol (misalnya katekol)

yang dapat menyebabkan perubahan warna menjadi coklat.

18
2. Reaksi pencoklatan non enzimatis

Pada umunya ada tiga jenis reaksi pencoklatan non enzimatis, yaitu

reaksi maillard, karamelisasi dan pencoklatan akibat oksidasi dari

vitamin C. Dalam proses pembuatan kerupuk, warna kerupuk yang

dihasilkan dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Perubahan

warna terjadi pada adonan kerupuk setalah mengalami proses

pengukusan. Perubahan warna ini disebabkan oleh adanya proses

browning dari protein dan karbohidrat, yang merupakan reaksi

pencoklatan non enzimatis. Kandungan protein mempengaruhi intensitas

reaksi pencoklatan tersebut. Jenis dan komposisi bahan baku dan bahan

tambahan yang bervariasi merupakan faktor yang mengakibatkan adanya

perbedaan warna pada kerupuk.

Warna gelap akibat dari reaksi Maillard yaitu reaksi pencoklatan

yang disebabkan lama penggorengan, suhu penggorengan, dan komponen

kimia bahan pangan itu sendiri. Semakin tinggi karbohidrat, maka

semakin cepat terjadi reaksi pencoklatan. Pada proses pemanasan juga

terjadi reaksi Browning yang dapat menyebabkan timbulnya warna yang

tidak diinginkan atau coklat akibat pemanasan yang terlalu lama atau

penggunaan suhu yang terlalu tinggi (Badarudin, 2009).

c. Tingkat Pengembangan

Pengembangan kerupuk merupakan proses ekspansi tiba-tiba dari

uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang

19
volumenya mengembang dan porus. Pada dasarnya kerupuk mentah

diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan,

selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan. Pada proses penggorengan

akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati akibat peningkatan

suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi

pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada

kerupuk yang telah digoreng (Koswara, 2009).

3. Standar Mutu Kerupuk

Kerupuk merupakan produk makanan kering yang dibuat dari tepung

tapioka atau sagu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan

tambahan lain yang diizinkan. Pengawasan mutu merupakan program atau

kegiatan yang tak terpisahkan dengan dunia industri, yaitu dunia usaha yang

meliputi proses produksi, pengolahan dan pemasaran produk. Faktor-faktor

yang mempengaruhi mutu kerupuk udang, antara lain adalah kadar air,

volume pengembangan, dan kemasan. Kerenyahan kerupuk udang sangat

ditentukan oleh kadar airnya. Semakin banyak mengandung air, kerupuk

udang akan semakin kurang renyah. Demikian pula jika presentase

kandungan tepung lebih banyak dibanding udangnya, maka daya kembang

kerupuk akan semakin berkurang (Afifah, 2012).

20
Syarat mutu kerupuk yang digunakan sebagai acuan yaitu syarat mutu

kerupuk ikan, seperti tertera dalam SNI 01-2713-2009.

Tabel 5. Syarat Mutu Kerupuk

Persyaratan Kerupuk Persyaratan Kerupuk


Kriteria Uji Satuan
Non Protein Protein
Bau, rasa, - Normal Normal
Warna
Benda asing %/b/b Tidak nyata Tidak nyata
Abu %/b/b Maks 2 Maks 2
Air %/b/b Maks 12 Maks 12
Protein %/b/b - Min 6
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2009)

B. STPP

STPP (Sodium Tripoliposfat) adalah salah satu bahan tambahan makanan

pada pembuatan kerupuk. STPP digunakan sebagai bahan pengikat air agar air

dalam adonan tidak mudah menguap sehingga permukaan adonan tidak cepat

mengering dan mengeras. Sodium tripolifosfat dapat digunakan untuk

menggantikan penggunaan boraks pada makanan. STPP bereaksi dengan pati.

Ikatan antara pati dengan fosfat diester atau ikatan silang antar gugus hidroksil

(OH), akan menyebabkan ikatan pati menjadi kuat, tahan terhadap pemanasan,

dan asam sehingga dapat menurunkan derajat pembengkakan granula, dan

meningkatkan stabilitas adonan. Selain itu ikatan STPP dengan tepung terigu

tidak sebaik berikatan dengan STPP karena tepung rerigu memiliki kekurangan

21
yang sering menghambat aplikasinya di dalam proses pengolahan pangan seperti

kemampuan membentuk gel yang tidak seragam (konsisten), tidak tahan pada

pemanasan suhu tinggi, tidak tahan pada kondisi asam, tidak tahan proses

mekanis, dan mudah mengalami sineresis (BeMiller, 1997).

STPP dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada kerupuk sehingga

mengurangi kerusakan bahan makanan akibat mikroba, hal ini disebabkan

penurunan Aw (water activity) bahan dan terjadinya pengikatan kation logam

yang bersifat esensial bagi pertumbuhan bakteri. Perbandingan STPP dan bleng

(boraks) adalah STPP lebih aman untuk digunakan dalam makanan dan

penggunaannya diatur dalam Permenkes Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999

dengan membatasi 3 gram per kilogram berat adonan. Menurut FDA (Food and

Drug Administration) penggunaan alkali fosfat adalah 0,5 % pada produk.

Penggunaan melebihi dosis 0,5% akan menurunkan penampilan produk, yaitu

terlalu kenyal seperti karet dan terasa pahit (Ernawati, 2010).

Gambar. 5 Stuktur Sodium Tripoliposfat

22
C. Hipotesis

Penambahan kulit udang dan bahan tambahan pangan STPP dengan

konsentrasi yang berbeda diduga berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, dan

tingkat kesukaan kerupuk udang terbaik.

23

Anda mungkin juga menyukai