BAB I
PENDAHULUAN
Industri tahu saat ini telah menjadi salah satu industri rumah tangga yang
tersebar luas baik di kota-kota besar maupun kecil. Dalam proses produksinya,
industri tahu menghasilkan limbah padat dan cair (Rossiana,2006). Limbah padat
sebagai bahan pembuatan oncom dan bahan makanan ternak. Limbah cairnya
Limbah cair tahu dapat diolah dengan cara fisika, kimia, maupun biologi.
dasar fungsional dalam proses penanganan (Citroreksono, 1996). Hal utama dalam
mikoorganisme yang cocok (Jenie & Rahayu, 1993). Vegetasi tingkat rendah
mulai dari permukaan hingga ke batas daya tembus cahaya di badan air tersebut
(Mulyadi, 1999).
Mikroalga ini mampu merombak nutrient yang terkandung di dalam limbah cair
tahu menjadi biomassa. Steenblock (1987 dalam Sriharti dan Carolina, 2000)
2
esensial, asam lemak esensial, enzim, beta karoten dan klorofil. Sebagai salah satu
sumber daya hayati, mikroalga ini memiliki beberapa potensi yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia, antara lain sebagai pakan alami (jenis udang, ikan),
indikator pencemaran air serta sebagai agen bioremediasi (Prihantini dkk, 2007).
Pengolahan limbah cair tahu dengan mikroalga telah dilakukan oleh Johari
pada tahun 1999 dengan menggunakan Chlorella. Hasil dari penelitian tersebut
medium limbah cair tahu, sehingga dapat diasumsikan bahwa limbah cair tahu
sp.
Tujuan makalah ini adalah cara Memanfaatkan limbah cair tahu sebagai
sel Scenedesmus sp. dalam budidaya perairan. Manfaat makalah, diharapkan dapat
memberikan solusi terhadap penanganan limbah cair tahu dan limbah cair tahu
juga dapat digunakan sebagai medium alternatif untuk kultur sel Scenedesmus sp.
3
BAB II
ISI
Dalam Bold dan Wyne (1985), Scenedesmus sp. diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Scenedesmaceae
Genus : Scenedesmus
membentuk koloni yang terdiri dari 2,4, atau 8 bahkan bisa mencapai 16 sel
sampai 32 sel pada setiap koloninya (Gambar 2.). Sel berbentuk silindris, oval,
bulat, dengan ujung sel berbentuk bulat atau lancip (John dkk, 2002). Sel
Scenedesmus memiliki 1 inti sel, dan kloroplas yang terdapat satu pyrenoid
Pada bagian terminal sel Scenedesmus terdapat ornamen sel yang disebut
(predator) atau juga dapat membantu sel dalam mencapai tempat yang memiliki
cahaya dan nutrien yang optimum (Graham dan Wilcox, 2000). Scenedesmus
berwarna hijau rumput karena adanya klorofil a dan b yang lebih dominan
tahanterhadap cahaya panas. Dinding sel lapisan luar terbentuk dari bahan pektin
hijau yang terdistribusi secara luas. Terdapat pada hampir semua tipe perairan dan
dengan cara memecah dinding sel induk, tiap koloni yang dihasilkan mempunyai
pada masing-masing sel induk. Dua buah sel gamet akan melebur dan membentuk
zigot. Zigot kemudian akan tumbuh menjadi koloni anak dan akhirnya menjadi sel
induk.
5
dan komponen lainnya (Setiawan dkk, 2008). Namun dalam kondisi tanpa cahaya,
menggunakan energi kimia dari degradasi simpanan pati atau minyak, atau dari
6
konsumsi protoplasma alga itu sendiri (Saeni, 1989). Menurut (Muslimin, 1995)
sumber energi dan CO2 sebagai sumber karbonnya. Pada proses ini CO2 akan
1. Koleksi
Proses koleksi ini bertujuan untuk mendapatkan satu atau beberapa jenis
mikroalga yang diinginkan yang berasal dari alam untuk dikultur secara murni.
2. Isolasi
Metode yang akan dilakukan bila jumlah organisme yang terkumpul sangat
banyak dan ada salah satu spesies yang dominan. Cara ini dilakukan dengan
suhu dan cahaya yang cocok untuk pertumbuhan fitoplankton yang akan diisolasi.
Metode ini dilakukan jika organisme yang terkumpul jumlah dan jenisnya
sedikit sehingga dilakukan kultur pada media dengan komposisi hara, suhu dan
intensitas cahaya yang sesuai untuk pertumbuhan fitoplankton yang akan disolasi.
Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan sampel sebanyak 10-15 tetes
sampel air pada salah satu tetesan media dengan pipet kapiler steril, kemudian
diinginkan.
dengan sampel air, kemudian dipanaskan hingga mendidih dan terlarut sempurna
dan berwarna kuning jernih. Larutan agar-agar ini disterilisasi dan dituangkan
kedalam cawan petri atau tabung reaksi yang sudah steril. Setelah agar membeku
dengan menggunakan ose. Bibit fitoplankton digoreskan pada agar dengan pola
pada rak kultur yang disinari dengan lampu TL 40 watt secara terus menerus.
8
Setelah beberapa hari fitoplankton akan tumbuh pada goresan agar, tetapi masih
yang telah murni. Hasil Kultur murni dari media agar dikembangkan dalam media
3. Perbanyakan
Kultur skala laboratorium dimulai dari volume 0,5 liter hingga 5 liter.
Pupuk yang digunakan adalah stok pupuk cair dengan unsur-unsur hara yang
lengkap baik hara makro (N, P, K, S, Mg) maupun hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn,
Mo, Si, dan unsur mikro lainnya). Untuk pemeliharaanya dilakukan pada rak
Kultur ini dimulai dari volume 30 liter hingga 100 liter dalam wadah
sama dengan pupuk pada skala laboratorium yang diberikan sesuai takaran yang
dibutuhkan.
Kultur skala massal out-door ini dimulai dari volume 1 ton hingga 20 ton
atau lebih. Pada kultur skala massal out-door ini pupuka yang digunakan adalah
dengan ketersedian hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi
Kurniastuty, 1995).
a.) Nutrien
pertumbuhannya. Beberapa unsur ini dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar
(Kalium) dan Ca (kalsium). Selain hara makro diperlukan juga hara mikro (micro-
mikro ini berupa unsur-unsur kelumit (trace elements) yang diperlukan dalam
pembentukan dinding sel atau cangkang. Vitamin B12 banyak digunakan untuk
Kurniastuty, 1995).
b.) Suhu
10
dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh suhu. Peningkatan suhu sampai batas
tertentu akan menaikkan laju fotosintesis (Nontji, 2006). Suhu optimal kultur
fitoplankton secara umum antara 20-24 °C. hampir semua fitoplankton toleran
c.) Cahaya
tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux
cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas 5000-10000 lux untuk
volume yang lebih besar (Cotteau, 1998; Taw, 1990). Pertambahan intensitas
cahaya pada mulanya akan membantu proses awal pertumbuhan sel, namun
setelah intensitas cahaya meningkat melebihi batas optimum bisa menjadi faktor
d.) pH
fisiologis sel.
Pertumbuhan jasad hidup, dapat ditinjau dari dua segi, yaitu pertumbuhan
bagian-bagian lainnya dan diartikan pula sebagai penambahan kuantitas isi dan
Untuk mengisolasi spesies yang diinginkan dari alam, diambil 5 liter air
wadah isolasi berupa akuarium dan ditambahkan dengan pupuk NPK yang
tersebut diletakkan di tempat terbuka yang terkena sinar matahari dan dimasukkan
12
selang aerator. Pembiakan mikroalga ini ditunggu hingga hari ke-4 setelah
Sebelum membuat MBB, terlebih dahulu dibuat larutan stok MBB yang
terdiri atas :
a) NaNO3
b) CaCl2.2H2O
c) MgSO4.7H2O
d) K2HPO4
e) NaCl
Co(No3)2.6H2O
Larutan stok MBB ini dibuat dengan cara melarutkan bahan kimia sesuai
Damayanti, 2006), Pembuatan Medium Basal Bold (MBB) dilakukan dengan cara
ml biakan Scenedesmus dari hasil isolasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
tersebut diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi ke dua. Proses ini
kultur dan diinkubasi selama 14 hari. Kultur Scenedesmus yang tumbuh dengan
baik dan murni (tanpa kontaminan) diperbanyak lagi secara bertahap hingga
Tauge kacang hijau seberat 100 gram dicuci di bawah air mengalir sampai
bersih, kemudian direbus di dalam air sebanyak 500 ml selama 1 jam. Air rebusan
tauge disaring dengan menggunakan kain kasa untuk diambil air rebusannya
121oC. Medium ekstrak tauge yang dinginkan adalah dengan MET dengan
Pemberian ekstrak tauge ini dilakukan secara kontinyu setiap 3-4 hari sebanyak
yaitu, konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40%, masing-masing perlakuan
dibutuhkan sebanyak 250 ml. Pembuatan limbah cair tahu adalah sebagai berikut :
a. 0% (250 ml medium MBB tanpa limbah cair tahu) sebagai kontrol positif
Sel Scenedesmus sp. dari hasil pemurnian yang ditumbuhkan pada medium
ekstrak tuage (MET) disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit
dibuang dan endapan sel diinokulasikan ke dalam medium perlakuan kontrol dan
limbah cair tahu dengan jumlah sel antara 5x 104sel/ml. Berikut ini cara
dibutuhkan: 50.000 sel/ml Volume kultur : 250 ml Total sel yang dibutuhkan :
pada setiap perlakuan akan dimasukkan 4,30 sel/ml kultur sel Scenedesmus sp. ke
dalam 250 medium perlakuan. Labu kultur diletakkan di rak kultur dan diberi
Pemeliharan kultur sel Scenedesmus sp. dilakukan pada ruang kultur dengan
kondisi yang disesuaikan untuk pertumbuhan sel Scenedesmus sp. Suhu ruangan
kultur selama penelitian berkisar antara 20-22 0C. Suhu tersebut masih berada
dalam kisaran suhu yang optimal bagi pertumbuhan sel Scenedesmus sp.
awalnya berwarna hijau muda kemudian setelah hari ketujuh kultur Scenedesmus
sp. menjadi berwarna hijau tua yang pekat. Menurut Agustini dan Kabinawa
(1993), kadar klorofil meningkat sejalan dengan waktu kultur. Warna hijau pada
kultur menandakan bahwa pigmen fotosintesis (klorofil) ini yang dominan dalam
sel mikroalga tersebut (Sze, 1993). Sel Scenedemus sp. yang dihasilkan pada
medium ekstrak tauge ini tumbuh sangat baik dengan bentuk sel yang utuh tanpa
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemeliharan kultur sel Scenedesmus sp. dilakukan pada ruang kultur dengan
kondisi yang disesuaikan untuk pertumbuhan sel Scenedesmus sp. Suhu ruangan
kultur selama penelitian berkisar antara 20-22 0C. Suhu tersebut masih berada
dalam kisaran suhu yang optimal bagi pertumbuhan sel Scenedesmus sp.
awalnya berwarna hijau muda kemudian setelah hari ketujuh kultur Scenedesmus
sp. menjadi berwarna hijau tua yang pekat. Menurut Agustini dan Kabinawa
(1993), kadar klorofil meningkat sejalan dengan waktu kultur. Warna hijau pada
kultur menandakan bahwa pigmen fotosintesis (klorofil) ini yang dominan dalam
sel mikroalga tersebut (Sze, 1993). Sel Scenedemus sp. yang dihasilkan pada
medium ekstrak tauge ini tumbuh sangat baik dengan bentuk sel yang utuh tanpa
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, N.W.S dan I.N.K. Kabinawa 1993. Pengaruh Konsentrasi Nitrat sebagai
Sumber N dalam Media Kultur terhadap Pembentukan As. Arakidonat
dari Mikroalga Poryphyridium cruentum. Jurnal: Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI, Bogor.
Bold, H.C dan M, J. Wynne. 1985. Introduction to The Algae Structure and
Reproduction. Prentice-Hall Inc,New Jersey.
Johari, A.I. 1999. Pengaruh Beberapa Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap
Pertumbuhan Chlorella sp. Skripsi: Univ. Indonesia, Depok.
John, D.M., B.A. Whitton dan A.J. Brook. 2002 . The Freshwater AlgaFlora of
the British Isles. The Natural History & The British Phycological
Society, United Kingdom.
Nurtiyani. 1998. Sistem Skala Kecil Limbah Cair Tahu Berbasis Mikroalga
Chorella sp. Tahap 1. Laporan Penelitian : Univ. Indonesia, Depok.
18
Sriharti dan Carolina. 2000. Pengaruh Media Terhadap Kualitas Alggae Bersel
Tunggal (Scenedesmus sp.) Jurnal: Seminar Nasional Biologi. 877-882.