Anda di halaman 1dari 140

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM BIOPROSES

Materi :
Bakteri Asam Laktat

Group :
5 - Selasa

Anggota : 1. Ardeliana (NIM. 21030120140138)


2. Azlya Luke Nur Ahlina (NIM. 21030120120023)
3. Hasan Mustafa Widayat (NIM. 21030120130082)

LABORATORIUM BIOPROSES
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LABORATORIUM BIOPROSES
TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS DIPONEGORO

Laporan praktikum Bakteri Asam Laktat yang disusun oleh:


Kelompok : 5 - Selasa
Anggota : 1. Ardeliana (NIM. 21030120140138)
2. Azlya Luke Nur Ahlina (NIM. 21030120120023)
3. Hasan Mustafa Widayat (NIM. 21030120130082)

Telah diterima dan disetujui oleh Prof. Dyah Hesti Wardhani, S.T., M.T., Ph.D. selaku
dosen pengampu pada:
Hari :
Tanggal :

Semarang,
Mengetahui,
Dosen Pengampu

Prof. Dyah Hesti Wardhani, S.T., M.T., Ph.D.


NIP. 197605282000122001

ii
RINGKASAN

Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah sejenis bakteri gram positif, tidak
menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang dan memproduksi asam laktat
sebagai produk akhir metabolik utama selama proses fermentasi. Pada praktikum ini
akan diamati mengenai pertumbuhan bakteri asam laktat dan mencari tahu mengenai
bagaimana hubungan bakteri asam laktat dengan berbagai variabel seperti pengaruh
pH terhadap hasil fermentasi, penambahan nutrisi, dan penambahan konsentrasi
strater.
Yoghurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling tua
dan cukup populer di seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetapi dengan
rasa agak asam. Selain dibuat dari susu segar, yoghurt juga dapat dibuat dari susu
skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu
bergantung pada kekentalan produk yang diinginkan. Proses titrasi fehling merupakan
metode untuk menentukan konsentrasi asam atau basa dengan menetralkan analit
dengan asam atau basa yang konsentrasinya diketahui. Factor yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri asam laktat adalah pH, suhu, oksigen terlarut, tingkat agitasi,
dan nutrisi.
Bahan yang digunakan adalah Susu diamond fullcream, starter biokul plain,
gula pasir, HCl dan NaOH, biokul, glukosa standar, fehling A dan fehling B, indikator
MB, indicator PP dan aquadest. Sedangkan alat yang digunakan adalah erlenmeyer,
pipet tetes, gelas ukur, beaker glass, buret, statif, klem, termometer, dan kompor listrik,
pengaduk, indikator pH universal, aluminium foil, baskom, dan autoclave. Prosedur
percobaan dimulai dari pembuatan yoghurt, analisa, yang terdiri dari; analisa
glukosa, mengukur kadar glukosa sampel, dan analisa asam laktat.
Dari hasil praktikum ini didapatkan pengaruh perbedaan media, konsentrasi
starter dan pH pemeraman pada kualitas yoghurt yang dihasilkan. Semakin tinggi
konsentrasi media maka nilai densitas dan asam laktat semakin meningkat, pH dan
kadar glukosa semakin menurun. Semakin tinggi konsentrasi starter yang diberikan
maka densitas dan kadar asam laktat semakin naik, pH akhir dan kadar glukosa
semakin turun. Serta, semakin tinggi pH pemeraman yang diberikan maka nilai pH
akan semakin turun, densitas kadar glukosa dan kadar asam laktat semakin meningkat.
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutnya adalah
Menghindarkan penggunaan larutan fehling A dan fehling B dari sinar matahari
langsung untuk mencegah terjadinya kerusakan pada larutan Melakukan titrasi
dengan benar sehingga tidak terjadi penyimpangan kadar glukosa dan asam laktat,
dan Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan dalam lemari inokulasi agar sampel
tidak tercemar oleh kontaminan.

iii
PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Bioproses berjudul Bakteri Asam Laktat
dengan lancar dan tepat waktu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan
dan kerja sama dari berbagai pihak, maka laporan ini tidak dapat terselesaikan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Aprilina Purbasari, S.T., M.T. selaku penanggung jawab Laboratorium
Mikrobiologi Industri Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
2. Prof. Dyah Hesti Wardhani, S.T., M.T., Ph.D selaku dosen pengampu materi Bakteri
Asam Laktat.
3. Jufriyah, S.T. selaku pranata laboratorium pendidikan Laboratorium Mikrobiologi
Industri.
4. Ayu Puspita Dewi selaku Koordinator Asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri
Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
5. Nadia Taradissa Maheswari dan Leonardo Subianto selaku asisten pengampu materi
Bakteri Asam Laktat di Laboratorium Mikrobiologi Industri Teknik Kimia
Universitas Diponegoro.
6. Seluruh asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri Teknik Kimia Universitas
Diponegoro.
7. Teman - teman yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
Demikianlah laporan praktikum ini dibuat. Meskipun telah berusaha untuk
menghindarkan kesalahan, penulis menyadari bahwa laporan ini masih memilik
kekurangan. Karena itu, penulis berharap agar pembaca berkenan menyampaikan kritik
dan saran. Akhir kata, laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi pembaca.

Semarang, Februari 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
RINGKASAN ......................................................................................................... iii
PRAKATA .............................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................2
1.3 Tujuan Praktikum .....................................................................................2
1.4 Manfaat Praktikum ...................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Bakteri Asam Laktat .................................................................................3
2.2 Yoghurt .....................................................................................................3
2.3 Proses Pembuatan Yoghurt .......................................................................5
2.4 Mekanisme Reaksi Pembuatan Yoghurt ...................................................7
2.5 Proses Titrasi Fehling ...............................................................................7
2.6 Proses Titrasi Asam Basa .........................................................................8
2.7 Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat ......................8
BAB III METODE PRAKTIKUM .......................................................................10
3.1 Rancangan Praktikum ..............................................................................10
3.1.1 Skema Rancangan Praktikum .........................................................10
3.1.2 Variabel Operasi .............................................................................11
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan .............................................................11
3.2.1 Bahan ..............................................................................................11
3.2.1 Alat ..................................................................................................11
3.3 Gambar Alat.............................................................................................12
3.4 Prosedur Praktikum .................................................................................15
3.4.1 Pembuatan Yoghurt ........................................................................15
3.4.2 Analisa ............................................................................................15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................18
4.1 Pengaruh Konsentrasi Media terhadap Kualitas Yoghurt .......................18
4.1.1 Pengaruh Media terhadap Densitas Yoghurt ..................................18

v
4.1.2 Pengaruh Media terhadap pH Yoghurt ...........................................20
4.1.3 Pengaruh Media terhadap Kadar Glukosa (%S) Yoghurt ..............21
4.1.4 Pengaruh Media terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (%AL)
Yoghurt ..........................................................................................23
4.2 Pengaruh Starter terhadap Kualitas Yoghurt ...........................................24
4.2.1 Pengaruh Starter terhadap Densitas Yoghurt..................................24
4.2.2 Pengaruh Starter terhadap pH Yoghurt ..........................................26
4.2.3 Pengaruh Starter terhadap Kadar Glukosa (%S) Yoghurt ..............28
4.2.4 Pengaruh Starter terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (%AL)
Yoghurt ..........................................................................................29
4.3 Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kualitas Yoghurt ..........................30
4.3.1 Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Densitas Yoghurt ................31
4.3.2 Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap pH Yoghurt .........................33
4.3.3 Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kadar Glukosa (%S)
Yoghurt ..........................................................................................34
4.3.4 Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kadar Asam Lemak Bebas
Yoghurt ..........................................................................................35
BAB V PENUTUP ..................................................................................................36
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................36
5.2 Saran ........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................37
LAMPIRAN

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Gambar alat ..............................................................................................12

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Reaksi karbohidrat pereduksi dengan pereaksi fehling .........................7


Gambar 3.1 Skema rancangan pembuatan yoghurt..................................................10
Gambar 3.2 Rangkaian alat titrasi ............................................................................14
Gambar 4.1 Pengaruh konsentrasi media terhadap densitas ....................................18
Gambar 4.2 Pengaruh konsentrasi media terhadap pH yoghurt ...............................20
Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi media terhadap %S yoghurt ..............................21
Gambar 4.4 Pengaruh konsentrasi media terhadap %AL yoghurt ...........................23
Gambar 4.5 Pengaruh starter terhadap densitas yoghurt ..........................................24
Gambar 4.6 Pengaruh starter terhadap pH yoghurt ..................................................26
Gambar 4.7 Pengaruh starter terhadap %S yoghurt .................................................28
Gambar 4.8 Pengaruh starter terhadap %AL yoghurt ..............................................29
Gambar 4.9 Pengaruh suhu terhadap densitas..........................................................31
Gambar 4.10 Pengaruh suhu terhadap pH yoghurt ..................................................32
Gambar 4.11 Pengaruh suhu terhadap %S yoghurt .................................................33
Gambar 4.12 Pengaruh suhu terhadap %AL ............................................................34

viii
DAFTAR LAMPIRAN

LAPORAN SEMENTARA ................................................................................... A-1


LEMBAR PERHITUNGAN ...................................................................................B-1
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN .................................................................C-1
LEMBAR KUANTITAS REAGEN ...................................................................... D-1
REFERENSI ........................................................................................................... E-1
LEMBAR ASISTENSI ........................................................................................... F-1

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroorganisme probiotik terdiri dari spesies yang berbeda, termasuk
beberapa bakteri asam laktat, Bifiobacterium spp., ragi, dan beberapa strain gram
negatif tertentu. Bakteri asam laktat adalah kelompok mikroorganisme gram positif
dan katalase-negatif yang sangat heterogen. Secara tradisional, mereka telah
banyak digunakan dalam proses fermentasi, mengubah karbohidrat menjadi asam
laktat dan menghasilkan senyawa biologis aktif lainnya, seperti asam organik,
diacetyl, acetoin, poliol, hidrogen peroksida, peptida antijamur, dan antibakteri.
Sebagian besar bakteri asam laktat memiliki status ‘Generally Recognized As Safe'
(GRAS) menurut Food and Drug Administration (FDA) AS. European Food Safety
Authority (EFSA) juga telah memberikan status “Qualified Presumption of Safety”
(QPS) untuk banyak spesies bakteri asam laktat, termasuk genus Carnobacterium,
Lactococcus, Leuconostoc, Oenococcus Pediococcus, Streptococcus, dan genus
Lactobacillus, baru-baru ini diklasifikasi kembali menjadi dua puluh lima genus
baru (Barcenilla et al., 2021).
Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah sejenis bakteri gram positif, tidak
menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang dan memproduksi asam laktat
sebagai produk akhir metabolik utama selama proses fermentasi (Ramesh, 2015
dalam Okfrianti dkk., 2018). Bakteri asam laktat dapat berfungsi sebagai
bakteriosin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Bakteriosin adalah komponen
ekstraseluler berupa peptide atau senyawa yang berupa protein antimikroba yang
memperlihatkan suatu respon berlawanan terhadap bakteri tertentu (Jagadesswari,
2010 dalam Okfrianti dkk., 2018). Bakteri asam laktat juga disebut probiotik
(Emmawati, 2015 dalam Okfrianti dkk., 2018).
Yoghurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling
tua dan cukup populer di seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetapi
dengan rasa agak asam. Selain dibuat dari susu segar, yoghurt juga dapat dibuat
dari susu skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan
tertentu bergantung pada kekentalan produk yang diinginkan. Selain dari susu
hewani, belakangan ini yoghurt juga dapat dibuat dari campuran susu skim dengan
susu nabati (susu kacang-kacangan) (Sumantri, 2004 dalam Fatmawati dkk.,
2013). Yohgurt dapat dikelompokan menjadi 5 jenis, yang meliputi set-type
yoghurt, stirred-type yoghurt, drink-type yoghurt, frozen-type yohgurt dan
concentrated yoghurt (Sumarmono, 2016).

1
1.2 Rumusan Masalah
Penggunaan bakteri asam laktat sangat bermanfaat untuk berbagai
jenis makanan bahkan minuman. Salah satu fermentasi bakteri asam laktat
adalah yoghurt. Yoghurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu
yang paling tua dan cukup populer di seluruh dunia. Menurut Hartati et al.
(2012), sejumlah gula dapat ditambahkan ke dalam susu sebelum fermentasi
untuk meningkatkan viabilitas Bakteri Asam Laktat (BAL). Semakin banyak
jumlah gula dalam susu, semakin tinggi keasaman yang didapat dari minuman
yoghurt. Namun, terlalu banyak gula pada susu dapat menghambat
pertumbuhan BAL. Menurut Souza et al. (2021) Semakin besar penambahan
konsentrasi susu full cream sebagai media maka kandungan glukosanya juga
akan semakin besar, sehingga pertumbuhan mikroba akan semakin cepat dan
aktivitasnya dalam mendegradasi glukosa dan bahan organik lain menjadi
asam laktat semakin tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, praktikum ini akan mengamati
pertumbuhan bakteri asam laktat pada susu diamond full cream dan
menganalisa hubungan bakteri asam laktat dengan berbagai variabel, seperti
penambahan konsentrasi media, konsentrasi starter, suhu pemeraman terhadap
kadar asam laktat yang dihasilkan dari fermentasi yoghurt dengan bahan susu
diamond full cream.

1.3 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui pengaruh penambahan media terhadap bakteri asam laktat yang
dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh penambahan jumlah starter terhadap bakteri asam laktat
yang dihasilkan.
3. Mengetahui pengaruh suhu pemeraman terhadap bakteri asam laktat yang
dihasilkan.

1.4 Manfaat Praktikum


1. Mahasiswa memahami pengaruh penambahan media terhadap bakteri asam
laktat yang dihasilkan.
2. Mahasiswa memahami pengaruh penambahan jumlah starter terhadap bakteri
asam laktat yang dihasilkan.
3. Mahasiswa memahami pengaruh pH fermentasi terhadap bakteri asam laktat
yang dihasilkan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakteri Asam Laktat


Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah sejenis bakteri gram positif, tidak
menghasilkan spora, berbentuk bulat atau batang dan memproduksi asam laktat
sebagai produk akhir metabolik utama selama proses fermentasi (Ramesh, 2015
dalam Okfrianti dkk., 2018). Bakteri asam laktat dapat berfungsi sebagai
bakteriosin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Bakteriosin adalah komponen
ekstraseluler berupa peptide atau senyawa yang berupa protein antimikroba yang
memperlihatkan suatu respon berlawanan terhadap bakteri tertentu (Jagadesswari,
2010 dalam Okfrianti dkk., 2018). Bakteri asam laktat juga disebut probiotik
(Emmawati, 2015 dalam Okfrianti dkk., 2018).
Probiotik yaitu mikroorganisme hidup yang memberi manfaat kesehatan
terhadap inangnya apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Prinsip kerja
probiotik yaitu dengan memafaatkan kemampuan organisme tersebut dalam
menguraikan rantai panjang karbohidrat, protein, dan lemak. Kemampuan ini
diperoleh karena adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki oleh mikroorganisme
untuk memecah ikatan dari molekul kompleks menjadi molekul sederhana
sehingga mempermudah penyerapan oleh saluran pencernaan manusia (Williams,
2010 dalam Okfrianti dkk., 2018).
Bakteri asam laktat (BAL) sebagai sumber probiotik mengandung asam amino
pendek yang mampu menurunkan tekanan darah, meningkatkan kekebalan tubuh,
dan menghambat kerja enzim pembentuk kolesterol sehingga menurunkan
kolesterol tubuh (Beltrán-Barrientos dkk., 2016 dalam Okfrianti dkk., 2018).
Manfaat lain adalah kandungan senyawa dalam bakteri asam laktat juga dapat
mencegah terjadinya kanker. Bakteri asam laktat banyak terdapat pada produk
susu fermentasi (dadih, yoghurt), produk asinan sayur buah, dan produk-produk
fermentasi lainnya (Ramesh, 2015 dalam Okfrianti dkk., 2018).

2.2 Yoghurt
Yoghurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling
tua dan cukup populer di seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim
tetapi dengan rasa agak asam. Selain dibuat dari susu segar, yoghurt juga dapat
dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan
perbandingan tertentu bergantung pada kekentalan produk yang diinginkan.
Selain dari susu hewani, belakangan ini yoghurt juga dapat dibuat dari campuran

3
susu skim dengan susu nabati (susu kacang-kacangan) (Sumantri, 2004 dalam
Fatmawati dkk., 2013).
Yoghurt dikenal memiliki peranan penting bagi kesehatan tubuh, di
antaranya bermanfaat bagi penderita lactose intolerance yang merupakan gejala
malabsorbsi laktosa yang banyak dialami oleh penduduk, khususnya anak-anak,
di beberapa negara Asia dan Afrika. Yoghurt juga mampu menurunkan kolesterol
darah, menjaga kesehatan lambung dan mencegah kanker saluran pencernaan.
Berbagai peranan tersebut terutama karena adanya bakteri yang digunakan dalam
proses fermentasi yogurt (Andayani, 2007 dalam Fatmawati dkk., 2013).
Yohgurt dapat dikelompokan menjadi 5 jenis, yang meliputi set-type
yoghurt, stirred-type yoghurt, drink-type yoghurt, frozen-type yohgurt dan
concentrated yoghurt (Sumarmono, 2016).
a. Set-type Yoghurt
Yoghurt tipe ini dibuat dan diinkubasi langsung pada wadah individual
yang juga berfungsi sebagai kemasan primer, tidak ada proses pengadukan
dan berbentuk kental seperti jeli (Sumarmono, 2016).
b. Stirred-type Yoghurt
Setelah proses inkubasi, yoghurt tipe ini dilakukan sedikit pengadukan
untuk memecah gumpalan protein atau koagulum sebelum dipindahkan ke
dalam wadah atau kemasan kecil dan didinginkan. Yoghurt tipe ini
memiliki tekstur dan kekentalan yang lebih rendah dibanding dengan set-
type yoghurt, atau lebih mirip krim susu kental (Sumarmono, 2016).
c. Drink-type Yoghurt
Jika stirred-type yoghurt hanya mengalami sedikit pengadukan, maka
pengadukan pada yoghurt tipe ini dilakukan secara intensif atau sangat
intensif dengan mesin pengaduk kecepatan tinggi. Yoghurt tipe ini tidak
kental/encer, memiliki tekstur yang halus dan koagulum tidak terbentuk lagi
selama proses penyimpanan (Sumarmono, 2016).
d. Frozen-type Yoghurt atau Froyo
Yoghurt tipe ini dibuat sebagaimana halnya stirred-type yoghurt,
kemudian didinginkan dengan cara memompanya melalui alat
pendingin/pembeku seperti pada proses pembuatan es krim. Tekstur froyo
ditentukan oleh alat pendingin dan ukuran kristal es yang terbentuk
(Sumarmono, 2016).
e. Concentrated Yoghhurt/Strained Yoghurt
Concentrated yoghurt atau labneh atau Greek-style yoghurt merupakan
merupakan yoghurt semi-padat seperti pasta dengan total padatan antara 22-

4
40%. Cara menghasilkan produk dengan total padatan tinggi salah satunya
adalah dengan cara menggantung yoghurt dalam kain sehingga air atau
whey menetes. Lama penggantungan biasanya antara 24 sampai dengan 48
jam (Sumarmono, 2016).

2.3 Proses Pembuatan Yoghurt


Menurut Sumarmono, (2016), inti dari proses pembuatan yogurt terdapat
pada proses fermentasi atau pengasaman susu oleh bakteri asam laktat. Bakteri
asam laktat bersumber dari bibit yogurt. Oleh karena itu, untuk menghasilkan
yogurt dengan karakteristik yang diinginkan, faktor-faktor yang mempengaruhi
proses fermentasi harus dikendalikan dengan baik. Diagram alir proses
pembuatan yogurt dari susu segar disajikan pada Gambar 1.
Tahapan proses pembuatan yogurt (stirred type yogurt) secara garis besar
meliputi 6 tahapan:
a. Pemilihan dan Penyiapan Susu
Yoghurt dapat dibuat dari berbagai jenis susu. Susu segar dari sapi,
kambing, domba, kuda, kerbau dan yak merupakan bahan ideal untuk
membuat yoghurt. Selain itu, yoguhrt juga dibuat dari susu rekonstitusi,
misalnya susu steril Ultra High Temperature (UHT) yang mudah dibeli di
berbagai pasar swalayan dan minimarket. Susu penuh (whole milk), susu
skim (skim milk), dan susu rendah lemak (low fat milk) dapat diolah
menjadi yoghurt dan concentrated yoghurt.
b. Pemanasan Susu
Sebelum diolah menjadi yoghurt, susu perlu dipanaskan terlebih
dahulu. Secara teknis, pemanasan susu yang akan diolah lebih lanjut
disebut sebagai pasteurisasi, sesuai dengan nama orang yang
mengembangkan metode tersebut yaitu Louis Pasteur (1822-1895).
Pemanasan dilakukan pada temperatur sedang (dibawah titik didih) dengan
tujuan untuk membunuh sel-sel vegetatif bakteri pembusuk dan bakteri
patogen. Pemanasan juga meng-inaktifkan enzim-enzim susu dan juga
berpengaruh terhadap tekstur dan nilai gizi produk. Pemanasan yang
optimal pada susu yang akan diolah menjadi yogurt adalah pada temperatur
85oC selama 5 – 10 menit.
c. Pencampuran Susu dengan Bibit Yoghurt
Sebelum ditambah dengan bibit yoghurt, temperatur susu perlu
diturunkan terlebih dahulu pada rentang 32 sampai dengan 49oC.
Temperatur susu yang ideal pada saat penambahan bibit adalah 43oC atau

5
hangat-hangat kuku. Cara paling mudah untuk menurunkan temperatur
adalah dengan menempatkan wadah berisi susu di dalam air dingin sambil
diaduk pelan-pelan. Setelah susu mencapai temperatur yang diinginkan
kemudian bibit dicampurkan dan diaduk rata.
d. Fermentasi
Setelah susu ditambah dengan bibit yoghurt, tahap selanjutnya
adalah melakukan inkubasi pada temperatur 40-43oC. Tujuan inkubasi
adalah untuk memberikan lingkungan yang memadai bagi pertumbuhan
bakteri asam laktat dan melakukan proses fermentasi. Wadah berisi
campuran susu dan bibit yogurt ditutup rapat. Pada saat inkubasi inilah
bakteri yoghurt akan mengubah laktosa diubah menjadi asam laktat
melalui proses glikolisis. Penumpukan asam laktat menyebabkan pH susu
menjadi turun menjadi 4.6 atau lebih rendah.
e. Pengadukan dan Penambahan Perisa.
Pengadukan atau stirring bertujuan untuk menghasilkan yoghurt
yang lebih cair sehingga dapat dikonsumsi sebagai minuman segar (drink
yoghurt). Pengadukan dapat dilakukan dengan menggunakan pengaduk
atau mikser rumah tangga. Lama pengadukan cukup 3 sampai dengan 5
menit dengan kecepatan sedang. Pada saat pengadukan juga sekaligus
ditambah dengan gula atau perisa makanan.
f. Pengemasan dan Penyimpanan
Setelah tahap inkubasi dan susu telah mengalami pengasaman
maka yoghurt sudah jadi. Yoghurt dapat dikemas dalam bentuk plain
(plain yogurt) atau sudah ditambah dengan gula supaya rasanya tidak
terlalu asam atau perisa/pewarna supaya lebih menarik. Kemasan yogurt
dapat berupa gelas/kap plastik atau botol. Jika tidak dikemas maka
yoghurt yang disajikan dengan baik akan lebih disukai oleh konsumen.

2.4 Mekanisme Reaksi Pembuatan Yoghurt


Yoghurt merupakan produk fermentasi yang menggunakan jasa bakteri.
Mekanisme biokimiawi pembentukan asam laktat oleh L. bulgaricus dan S.
thermophilus terjadi melalui proses pembentukan glukosa menjadi asam laktat
yang berlangsung dalam keadaan anaerob. Proses glikolisis turut berperan dalam
terbentuknya asam laktat melalui jalur EMP. Enzim yang terlibat meliputi enzim
glukokinase, phosfoglukoisomerase, phosfofruktokinase, a-ldolase, gliseraldehid-
3- phosfatdehidroginase, phosfogliserat kinase, phosfgliseromutase, enolase,
piruvatkinase dan dehydrogenase. Optimalisasi Lactobacillus bulgaricus dan

6
Streptococcus thermophilus pada proses pengolahan yoghurt yang berkualitas
dapat diperhatikan 2 faktor utama yang mempengaruhi yaitu suhu pertumbuhan
kedua bakteri (42°C) serta pH yang optimal (6,15). Indonesia sendiri sudah
memiliki standar dalam memproduksi yoghurt yang berkualitas yaitu sesuai
dengan SNI (Hendarto dkk., 2019).

2.5 Proses Titrasi Fehling


Pereaksi Fehling terdiri atas dua larutan yaitu Fehling A (larutan CuSO4)
dan Fehling B (campuran larutan kalium natrium tartrat dan NaOH). Keduanya
disimpan terpisah dan dicampur menjelang digunakan sehingga diperoleh suatu
larutan berwarna biru tua. Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai ion
kompleks. Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO. Reaksi aldehida
dengan Fehling menghasilkan endapan merah bata dari Cu2O (Rohmaningsih,
2008).
Prinsip : Gugus aldehida dan keton bebas dalam molekul karbohidrat dapat
mereduksi Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi Fehling menjadi Cu+ berupa
endapan merah Cu2O (Hanum, 2017).
Pereaksi Fehling ditambahkan karbohidrat pereduksi, kemudian
dipanaskan, akan terjadi perubahan warna dari biru → hijau → kuning →
kemerah-merahan dan akhirnya terbentuk endapan merah bata kupro oksida bila
jumlah karbohidrat pereduksi banyak. Pada reaksi ini, Karbohidrat pereduksi akan
diubah menjadi asam onat yang membentuk garam karena adanya basa, sedangkan
pereaksi fehling akan mengalami reduksi sehingga Cu2+diubah menjadi Cu+
(Hanum, 2017).

Gambar 2.1 Reaksi karbohidrat pereduksi dengan pereaksi fehling


(Fessenden,1986 dalam Hanum, 2017).

2.6 Proses Titrasi Asam Basa


Titrasi asam basa merupakan salah satu metode analisis kuantitatif untuk
menentukan konsentrasi dari suatu zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan dalam
titrasi asam-basa sangat ditentukan oleh kinerja indikator yang mampu
menunjukkan titik akhir dari titrasi. Indikator merupakan suatu zat yang
ditambahkan ke dalam larutan sampel sebagai penanda yang menunjukkan telah

7
terjadinya titik akhir titrasi pada analisis volumetrik. Suatu zat dapat dikatakan
sebagai indikator titrasi asam basa jika dapat memberikan perubahan warna sampel
seiring dengan terjadinya perubahan konsentrasi ion hidrogen atau perubahan pH
(Day & Underwood, 1986 dalam Ratnasari dkk., 2016).

2.7 Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat


Proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan bakteri
asam laktat. Oleh karena itu, perlu dibuat kondisi yang ideal bagi pertumbuhan
bakteri tersebut. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
bakteri asam laktat antara lain adalah suhu, nilai pH, kadar garam, dan karbohidrat
(Agus, 2016). Faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
asam laktat adalah garam empedu (Okfrianti dkk., 2018).
Suhu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan juga pembentukan
produk oleh mikroba. Hal ini berhubungan dengan jenis mikroba yang dominan
selama fermentasi (Fardiaz, 1988 dalam Agus, 2016).
Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan bakteri adalah nilai pH.
Bakteri memerlukan suatu pH optimum untuk tumbuh optimal. Pengaruh pH
terhadap pertumbuhan bakteri ini berkaitan dengan aktivitas enzim. Enzim
dibutuhkan oleh bakteri untuk mengkatalis reaksi-reaksi yang berhubungan
dengan pertumbuhan bakteri. Apabila pH dalam suatu medium/lingkungan tidak
optimal, maka akan menggangu kerja dari enzim-enzim tersebut, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri itu sendiri (Agus, 2016).
Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optium mikroorganisme bervariasi,
tergantung dari sifat dinding sel dan tekanan osmotik internalnya (Fardiaz, 1988
dalam Agus, 2016).
Karbohidrat merupakan sumber energi bagi bakteri asam laktat.
Penambahan karbohidrat akan membuat lingkungan yang baik bagi pertumbuhan
bakteri tersebut selama fermentasi, karbohidrat akan diuraikan menjadi senyawa-
senyawa yang sederhana seperti asam laktat, asam asetat, asam propionat, dan etil
alcohol. Senyawa-senyawa ini yang menyebabkan rasa ayam pada produk dan
dapat berfungsi sebagai pengawet (Rahayu dkk, 1992 dalam Agus, 2016).
Ketahanan Bakteri Asam Laktat (BAL) terhadap garam empedu
merupakan suatu karakteristik yang penting, karena akan berpengaruh pada
aktivitas BAL dalam saluran pencernaan, terutama saluran usus bagian atas tempat
empedu disekresikan. Empedu bersifat sebagai senyawa aktif permukaan. Sifat ini
yang menyebabkan aktifnya enzim lipolitik yang disekresikan pankreas. Enzim
lipolitik bereaksi dengan asam lemak pada membran sitoplasma BAL, sehingga

8
mengakibatkan perubahan struktur membran dan sifat permeabilitasnya.
Keragaman struktur asam lemak pada membran sitoplasma bakteri menyebabkan
perbedaan permeabilitas dan karakteristiknya sehingga mungkin mempengaruhi
ketahanannya terhadap garam empedu (Okfrianti dkk., 2018).

9
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Rancangan Praktikum


3.1.1 Skema Rancangan Praktikum

Pasteurisasi bahan baku dan nutrisi

Pendinginan hingga suhu kamar

Pengaturan pH sesuai variabel

Penambahan starter

Pemeraman selama 3 hari

Menganalisa kadar glukosa dengan


membuat glukosa standar, lalu
menstandarisasi glukosa standar,
kemudian mengukur kadar glukosa
sampel

Menganalisa kadar asam laktat


dengan membuat NaOH 0,025 N
yang digunakan sebagai titran lalu
mengukur kadar asam sitrat sampel

Gambar 3.1 Skema rancangan pembuatan yoghurt

10
3.1.2 Variabel Operasi
a. Variabel Tetap :
• Nutrisi : Gula pasir 5%w
• pH :7
• Basis : 219 mL
b. Variabel Bebas :
• Media Susu Diamond Full Cream : 13%v, 19%v, dan 23%v
• Starter biokul plain : 5%v, 7.5%v, dan 12%v
• Suhu : 17 oC,30 oC, dan 37oC
c. Variabel Respon
• Kandungan asam laktat
• Kandungan glukosa
• Densitas
• pH akhir fermentasi

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan


3.2.1 Bahan
1. Susu Diamond Full Cream
2. Starter Biokul Plain
3. Nutrisi gula pasir
4. HCl dan NaOH
5. Glukosa standar
6. Fehling A dan Fehling B
7. Indikator Methylen Blue
8. Indikator Fenolftalein
9. Aquadest
3.2.2 Alat
1. Erlenmeyer
2. Gelas ukur

11
3. Beaker glass
4. Buret, statif, dan klem
5. Pipet tetes
6. Kompor listrik
7. Termometer
8. Pengaduk
9. Indikator pH universal
10. Aluminium foil
11. Baskom
12. Autoclave

3.3 Gambar Alat


Tabel 3.1 Gambar alat

No. Nama Alat Gambar Alat


1. Erlenmeyer

2. Gelas ukur

3 Beaker glass

12
4. Buret, statif, dan klem

5. Pipet tetes

6. Kompor listrik

7. Termometer

8. Pengaduk

9. Indikator pH universal

13
10. Aluminium foil

11. Baskom

12. Autoclave

Gambar 3.2 Rangkaian alat titrasi


Keterangan :
1. Statif
2. Klem
3. Buret
4. Erlenmeyer

14
3.4 Prosedur Praktikum
3.4.1 Pembuatan Yoghurt
1. Susu Diamond Full Cream, aquadest, dan nutrisi gula pasir dengan
variabel 13%v, 19%v, dan 23%v dipasteurisasi hingga suhu 60°C-70°C
selama 15 menit.
2. Selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
3. Atur Atur pH menggunakan NaOH atau HCl kemudian tambahkan
starter biokul dengan variabel 5%v, 7.5%v, dan 12%v.
4. Selanjutnya tuangkan campuran tersebut ke dalam erlenmeyer dan
tutup dengan menggunakan aluminium foil.
5. Masukkan ke dalam lemari pemeraman sesuai suhu dan waktu yang
diinginkan.
3.4.2 Analisa
1. Analisa Glukosa
a. Pembuatan glukosa standar
1) Ambil 2,5 gram glukosa.
2) Encerkan hingga 1000 ml.
b. Standarisasi kalar glukosa
1) Ambil 5 mL glukosa standar, encerkan hingga 100 ml, lalu ambil
5 ml dan masukkan ke dalam erlenmeyer.
2) Netralisasi dengan menggunakan HCl/NaOH.
3) Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B.
4) Panaskan hingga suhu 60°C s.d. 70°C.
5) Titrasi dengan glukosa standar sambal dipanaskan 60°C s.d. 70°C
hingga warna biru hampir hilang, lalu teteskan 2 tetes Methylen
Blue.
6) Titrasi lagi dengan glukosa standar sambal dipanaskan 60°C s.d.
70°C hingga warna biru menjadi merah bata.
7) Catat kebutuhan titran.
F = Volume titran yang dibutuhkan

15
2. Mengukur Kadar Glukosa Sampel
a. Ambil 5 ml yoghurt, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 mL dan
netralkan pH nya.
b. Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 mL fehling B, tambahkan 5 ml
glukosa standar yang telah diencerkan.
c. Panaskan hingga 60°C s.d. 70°C.
d. Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan hingga 60°C s.d.
70°C sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB.
e. Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60°C s.d.
70°C sampai warna biru menjadi merah bata.
f. Catat kebutuhan titran.
M = Volume titran
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
(𝐹 − 𝑀) ( ( )
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 × 0,0025 × 100%
)
%𝑆 =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝜌
3. Analisa Asam Laktat
a. Pembuatan NaOH 0,025 N
1) Ambil NaOH 0,5 gram.
2) Encerkan hingga 500 ml.
3) Masukkan larutan ke dalam buret.
b. Mengukur kadar asam laktat sampel
1) Ambil 10 ml sampel, encerkan hingga 100 ml, ambil 10 ml.
2) Tambahkan 3 tetes fenolftaelin.
3) Titrasi dengan NaOH 0,025 N hingga warna merah muda hampir
hilang.
4) Catat kebutuhan titran.
𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐴 × 𝐵 × 90 × ( )
𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
%𝐴𝐿 = × 100%
𝐶 × 100
Keterangan :
A = Volume NaOH yang terpakai (ml)

16
B = Konsentrasi NaOH (N)
C = Volume sampel yang dianalisis (ml)
90 = BE asam laktat (90g/ekivalen)

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Media terhadap Kualitas Yoghurt


4.1.1 Pengaruh Media terhadap Densitas Yoghurt
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh grafik
hubungan waktu dengan densitas pada variasi penambahan konsentrasi
media.

1,104
1,102
1,1
Densitas (gr/ml)

Variabel 1
1,098 (Media 13%V)
1,096 Variabel 2
1,094 (Media 19%V)
1,092 Variabel 3
(Media 23%V)
1,09
1,088
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.1 Pengaruh media terhadap densitas


Gambar 4.1 di atas merupakan grafik hubungan antara waktu
fermentasi dengan densitas pada variabel penambahan media secara
berturut-turut sebesar 13%V, 19%V, dan 23%V mengalami kenaikan
densitas seiring dengan bertambahnya waktu pemeraman. Densitas yoghurt
secara berturut-turut pada hari ke-0, ke-1, ke2, dan ke-3, pada konsentrasi
media 13%V yaitu 1,102 gr/ml, 1,098 gr/ml, 1,1 gr/ml, dan 1,096 gr/ml. Pada
konsentrasi media 19%V yaitu 1,098 gr/ml, 1,098 gr/ml, 1,096 gr/ml, dan
1,092 gr/ml. Sedangkan pada konsentrasi media 23%V yaitu 1,09 gr/ml,
1,092 gr/ml, 1,096 gr/ml, dan 1,094 gr/ml. Urutan densitas akhir yoghurt dari
yang terkecil ke terbesar yaitu pada penambahan konsentrasi media 13%V,
19%V, dan 23%V. Sehingga diperoleh hasil bahwa mengalami kenaikan

18
densitas seiring bertambahnya konsentrasi media dan waktu pemeraman.
Namun pada penambahan konsentrasi media 13% dan 19% mengalami
penurunan.
Menurut Wakhidah dkk. (2017), peningkatan total asam disebabkan
karena terbentuknya asam laktat oleh bakteri asam laktat, sehingga kasein
mengalami koagulasi pembentuk gel. Semakin banyak konsentrasi susu UHT
yang ditambahkan sebagai media, maka asam laktat yang dihasilkan oleh
bakteri asam laktat dan kasein yang mengalami koagulasi pembentuk gel
menjadi yoghurt jugaakan semakin banyak. Hal itu mengakibatkan tekstur
menjadi semi solid sehingga viskositasnya naik. Hubungan viskositas dengan
densitas adalah berbanding lurus. Jadi, meningkatnya nilai viskositas akan
menyebabkan nilai densitas juga ikut meningkat. Hubungan viskositas
dengan densitas dapat dilihat dari persamaan bilangan Reynold (Re) berikut:
Keterangan :
ρvD
𝑅𝑒 =
η
Re = Bilangan Reynold
ρ = Densitas
v = Kelanjuan
η = Viskositas
(Jati dkk., 2010)
Dengan demikian, hasil percobaan yang dilakukan telah sesuai
dengan teori yang ada, dimana semakin banyak penambahan konsentrasi
susu Diamond full cream sebagai media maka densitas dari yoghurt juga
akan meningkat. Namun pada penambahan konsentrasi media 13% dan 19%
tidak sesuai dengan teori. Hal itu dikarenakan, Penurunan pH yang sangat
tajam meningkatkan interaksi kasein-kasein yang dapat meningkatkan
viskositas. Peningkatan keasaman susu yang disertai dengan penurunan pH
menyebabkan protein susu terkoagulasi membentuk gumpalan yang
kompak (Tamime & Marshall, 1999). Berdasarkan hal tersebut, dapat

19
diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin rendah pH yang
didapat dan mengakibatkan peningkatan viskositas. Semakin tinggi
viskositas atau semakin kental suatu larutan maka semakin tinggi
densitasnya. Peningkatan densitas asam laktat juga berpengaruh pada
konsentrasi medianya.

4.1.2 Pengaruh Media terhadap pH Yoghurt


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh grafik
hubungan waktu terhadap pH yoghurt pada variasi penambahan konsentrasi
media.

8
7
6
5 Variabel 1
(Media 13%V)
pH

4
3 Variabel 2
2 (Media 19%V)
1 Variabel 3
0 (Media 23%V)
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.2 Pengaruh konsentrasi media terhadap pH yoghurt


Berdasarkan grafik di atas, dapat diketehui bahwa pada penambahan
konsentrasi media secara berturut-turut sebanyak 13%V, 19%V, dan 23%V
mengalami penurunan pH yoghurt seiring bertambahnya waktu pemeraman.
pH yoghurt secara berturut-turut pada hari ke-0, ke-1, ke-2 dan ke-3 pada
konsentrasi media 13% yaitu 7, 6, 5, dan 4. Pada penambahan konsentrasi
media 19% yaitu 7, 6, 5, dan 3. Sedangkan pada penambahan konsentrasi
media 23% yaitu 7, 5, 4, dan 3.
pH dalam proses pembuatan yoghurt semakin hari akan semakin turun
atau semakin asam karena pada proses fermentasi, aktivitas dari bakteri

20
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dapat mengubah
glukosa dalam susu UHT menjadi asam laktat. Bakteri asam laktat yang
dihasilkan dapat menyebabkan kondisi asam (pH 4,5 sampai 3) dan
menimbulkan rasa asam untuk menghambat pertumbuhan bakteri lain
termasuk bakteri pembusuk (Machmud dkk., 2011).
Dengan demikian, hasil percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan
teori yang ada, dimana semakin banyak penambahan konsentrasi susu
Diamond full cream sebagai media, maka pH yoghurt akan semakin
mengalami penurunan atau semakin asam seiiring bertambahnya waktu
pemeraman. Hal itu terjadi karena semakin banyak asam laktat yang
dihasilkan pada proses fermentasi susu Diamond full cream dari bakteri
Lactobacillus bulgaris dan Strepcoccus thermophilus, sehingga kondisinya
akan semakin asam dan akhirnya menurunkan pH.
4.1.3 Pengaruh Media terhadap Kadar Glukosa (%S) Yoghurt
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh grafik
hubungan waktu terhadap kadar glukosa (%S) yoghurt pada variasi
penambahan konsentrasi media.

5
Kadar Glukosa (%S)

3 Variabel 1
(Media 13%V)
2 Variabel 2
(Media 19%)V
1 Variabel 3
(Media 23%V)
0
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.3 Pegaruh konsentrasi media terhadap pH yoghurt


Berdasarkan grafik di atas, pada penambahan konsentrasi media
13%V, 19%V, dan 23%V diperoleh gambaran kadar glukosa (%S) yoghurt

21
secara berturut-turut pada hari ke-0, ke-1, ke-2, dan ke-3. Pada konsentrasi
media 13%V yaitu 3,6297%, 2,7322%, 1,800%, dan 0,0912%. Pada
konsentrasi media 19%V yaitu 3,6429%, 3,6429%, 2,7372%, dan 1,8315%.
Sedangkan pada konsentrasi 23%V yaitu 4,5871%, 4,5787%, 4,5620%, dan
3,6563%. Sehingga dapat dilihat bahwa grafik tersebut mengalami
penurunan kadar glukosa seiring bertambahnya waktu pemeraman. Urutan
kadar glukosa pada yoghurt dari yang terkecil ke terbesar yaitu pada
penambahankonsentrasi media 5%w, 10%w, dan 15%w.
Pada proses pembuatan yoghurt dengan bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, kadar glukosa yang dihasilkan
pada yoghurt akan berkurang. Hal itu dikarenakan pada proses fermentasi
susu Diamond full cream menjadi yoghurt, bakteri Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophilus menyerap dan memecah kandungan
glukosa dalam susu UHT untuk digunakan sebagai nutrisi atau sumber
energi dalammelakukan fermentasi. Jika bakteri Lactobacillus bulgaricus
dan Streptococcus thermophilus kekurangan nutrisi, maka akan
menghambat pertumbuhan bakteri dan proses fermentasi menjadi
terhambat. Semakin banyak penambahan konsentrasi susu UHT sebagai
media, maka akan semakin banyak glukosa yang digunakan sebagai nutrisi
selama proses fermentasi, sehingga kadar glukosa yang dihasilkan menjadi
rendah (Murti,2010 dalam Machmud dkk., 2011).
Dengan demikian, percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan teori
yang ada, dimana kadar glukosa yang dihasilkan akan mengalami
penurunan seiring bertambahnya waktu pemeraman. Hal itu dikarenakan,
kandungan glukosa dalam susu Diamond full cream digunakan sebagai
nutrisi atau sumber energi oleh bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus dalam melakukan fermentasi. Aktivitas
antibakteri tersebut dapat merusak membran sitoplasma sehingga terjadi
kebocoran sel dan sitosol keluar. Pada sitosol terdapat kandungan glukosa,
sehingga apabila sitosol keluar, kandungan glukosanya akan bercampur

22
dengan glukosa pada yoghurt (Khikmah, 2015).

4.1.4 Pengaruh Media terhadap Kadar Asam Laktat (%AL) Yoghurt


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh grafik
hubungan waktu terhadap kadar glukosa (%S) yoghurt pada variasi
penambahan konsentrasi media.

8
7,5
Kadar Asam Laktat (%AL)

7
6,5
6
5,5
5 Variabel 1
4,5 (Media 13%V)
4
3,5 Variabel 2
3
2,5 (Media 19%V)
2
1,5 Variabel 3
1
0,5 (Media 23%V)
0
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.4 Pengaruh konsentrasi media terhadap pH yoghurt


Berdasarkan grafik di atas, dapat diketehui bahwa pada penambahan
konsentrasi media secara berturut-turut sebanyak 13%V, 19%V, dan 23%V.
Kadar asam laktat (%AL) yoghurt secara berturut-turut pada hari ke-0, ke-
1, ke-2, dan ke-3, pada konsentrasi media 13%V yaitu 5,175%, 5,4%,
5,625%, dan 5,85%. Pada konsnetrasi media 19% yaitu 5,625%, 5,85%,
6,075%, dan 6,975%. Sedangkan pada konsentrasi 23% yaitu 6,075%,
6,525%, 6,75%, dan 6,975%. Sehingga dapat dilihat bahwa grafik tersebut
mengalami kenaikan kadar asam laktat seiring bertambahnya waktu
pemeraman. Urutan kadar asam laktat pada yoghurt dari yang terkecil ke
terbesar yaitu pada penambahan konsentrasi media 5%w, 10%w, dan
15%w.
Pada proses pembuatan yoghurt, aktivitas dari bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dapat mengubah glukosa dalam

23
susu Diamond full cream menjadi asam laktat. Semakin besar penambahan
konsentrasi susu Diamond full cream sebagai media maka kandungan
glukosanya juga akan semakin besar,sehingga pertumbuhan mikroba akan
semakin cepat dan aktivitasnya dalam mendegradasi glukosa dan bahan
organik lain menjadi asam laktat semakin tinggi. Dengan begitu, asam laktat
yang dihasilkan juga akan semakinbanyak (Machmud dkk., 2011).
Dengan demikian, percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan teori
yang ada. K adar asam laktat akan meningkat seiring bertambahnya
konsentrasi susu diamond full cream sebagai media dan waktu pemeraman.
Hal itu dikarenakan, akan semakin banyak glukosa yang digunakan sebagai
nutrisi untuk pertumbuhan mikroba sehinggapertumbuhan mikroba menjadi
lebih cepat dan meningkatkan aktivitas mikroba dalam mendegradasi
glukosa dan bahan organik lain menjadi asam laktat.

4.2 Pengaruh Starter terhadap Kualitas Yoghurt


4.2.1 Pengaruh Starter terhadap Densitas yoghurt
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh grafik
hubungan waktu terhadap densitas yoghurt pada variasi konsentrasi starter.

1,15
1,14
1,13
Densitas (gr/ml)

1,12 Variabel 4
(Starter 5%V)
1,11
Variabel 5
1,1 (Starter 7,5%V)
1,09 Variabel 6
1,08 (Starter 12%V)
1,07
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.5 Pengaruh starter terhadap densitas yoghurt

24
Hubungan antara waktu fermentasi dan densitas yoghurt dengan
berbagai variasi konsentrasi starter (5%v, 7,5%v, dan 12%v) dapat dilihat
pada Gambar 4.5. Pada variabel 4 dengan starter 5%v, didapatkan densitas
yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3 secara berturut-turut, 1,080 gr/mL, 1,091
gr/mL, 1,114 gr/mL, dan 1,123 gr/mL. Pada variabel 5 dengan starter
7,5%v, didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3 secara berturut-
turut, yaitu 1,090 gr/mL, 1,100 gr/mL, 1,113 gr/mL, dan 1,134 gr/mL. Pada
variabel 6 dengan starter 12%v, didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1,
2, dan 3 secara berturut-turut, yaitu 1,103 gr/mL, 1,123 gr/mL, 1,133 gr/mL,
dan 1,139 gr/mL.
Penambahan starter dapat berpengaruh pada jumlah bakteri asam
laktat pada proses fermentasi yoghurt. Semakin banyak jumlah starter
(Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus) yang
ditambahkan, maka jumlah bakteri asam laktat yang berperan dalam
fermentasi susu (mengonsumsi laktosa dalam susu) menjadi yogurt juga
akan semakin banyak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Kuswinarto (2017), didapatkan hasil total bakteri asam laktat sebesar 0,17 x
107 pada pemberian 0% starter, 1,47 x 107 pada pemberian 3% starter, dan
7,8 x 107 pada pemberian 5% starter. Mikroba pada proses fermentasi akan
mengalami 4 fase pertumbuhan, yaitu fase lag, fase eksponensial, fase
stasioner, dan fase kematian. Semakin lama waktu fermentasi, maka fase
pertumbuhan mikroba akan mencapai pada fase eksponensial, dimana
mikroba akan semakin banyak (Himeoka dan Kaneko, 2017). Konsentrasi
starter yang ditambahkan akan membuat pertumbuhan mikroba semakin
cepat dan banyak, terlebih pada fase eksponensial. Hal ini yang
menyebabkan densitas akan terus meningkat seiring bertambahnya waktu
fermentasi. Semakin lama waktu fermentasi dan banyak nutrisi yang
ditambahkan dalam proses fermentasi, maka pertumbuhan mikroba semakin
cepat dan banyak, sehingga menyebabkan densitas meningkat.
Berdasarkan data hasil percobaan, dapat dilihat bahwa untuk

25
penambahan starter 5%v, 7,5%v dan 12%v menunjukkan kenaikan nilai
densitas seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi dan semakin
banyak jumlah starter yang ditambahkan. Berdasarkan teori yang telah
dijelaskan, hal ini sudah sesuai dengan teori dimana densitas akan
meningkat dikarenakan semakin banyak jumlah starter (bakteri asam laktat)
yang ditambahkan untuk melakukan fermentasi susu menjadi yoghurt dan
mikroba yang melakukan proses fermentasi telah berada di fase
eksponensial.
4.2.2 Pengaruh Starter terhadap pH Yoghurt
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh grafik
hubungan waktu terhadap pH yoghurt pada variasi konsentrasi starter.

8
7
6
5 Variabel 4
(Starter 5%V)
pH

4
Variabel 5
3
(Starter 7,5%V)
2
Variabel 6
1 (Starter 12%V)
0
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.6 Pengaruh starter terhadap pH yoghurt


Hubungan antara waktu fermentasi dan pH yoghurt dengan berbagai
variasi konsentrasi starter (5%v, 7,5%v, dan 12%v) dapat dilihat pada
Gambar 4.5. Pada variabel 4 dengan starter 5%v, didapatkan densitas
yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3 secara berturut-turut 7, 5, 4, dan 3. Pada
variabel 5 dengan starter 7,5%v, didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1,
2, dan 3 secara berturut - turut, yaitu 7, 6, 4, dan 4. Pada variabel 6 dengan
starter 12%v, didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3 secara

26
berturut-turut, yaitu 7, 4, 3, dan 3.
Penambahan konsentrasi starter menyebabkan pH yoghurt menjadi
semakin asam atau menjadi semkain kecil. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Santoso et al. (2020), didapatkan pH sebesar 4,00 pada
penambahan 2% starter setelah dilakukan inkubasi selama 6 jam dan sebesar
3,937 pada penambahan 5% starter setelah dilakukan inkubasi selama 6 jam.
Penurunan pH terjadi karena aktivitas Lactobacillus bulgarius,
Streptococcus thermophilus, dan Lactobacillus achidophilus sebagai bakteri
asam laktat, yang akan memecah laktosa dalam susu menjadi asam laktat
(Santoso et al.,). Hal ini akan mengakibatkan semakin banyaknya laktosa
yang dipecah oleh bakteri menjadi asam laktat yang menyebabkan pH pada
yoghurt turun.
Berdasarkan data hasil percobaan, dapat dilihat bahwa pada
penambahan starter 5%v, 7,5%v dan 12%v menunjukkan penurunan nilai
pH seiring dengan bertambahnya waktu fermentasi. Berdasarkan teori yang
telah diuraikan, hal ini sudah sesuai dengan teori dimana pH akan menurun
dikarenakan semakin banyak jumlah konsentrasi starter (bakteri asam
laktat) yang ditambahkan untuk melakukan fermentasi susu menjadi yogurt.
Hal ini dikarenakan semakin banyaknya laktosa yang dipecah oleh bakteri
menjadi asam laktat.

27
4.2.3 Pengaruh Starter terhadap Kadar Glukosa pada (%S)Yoghurt
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh grafik
hubungan waktu terhadap kadar glukosa (%S) pada variasi konsentrasi
starter.

Kadar Glukosa (%S) 5


4
Variabel 4
3 (Starter 5%V)

2 Variabel 5
1 (Starter
7,5%V)
0
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.7 Pengaruh starter terhadap kandungan glukosa (%S) yoghurt


Hubungan antara waktu fermentasi dan kandungan glukosa (%S)
yoghurt dengan berbagai variasi konsentrasi starter (5%v, 7,5%v, dan 12%v)
dapat dilihat pada Gambar 4.5. Pada variabel 4 dengan starter 5%v,
didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3 secara berturut-turut
5,5%, 4,5829%, 4,4883%, dan 3,5618%. Pada variabel 5 dengan starter
7,5%v, didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3 secara berturut -
turut, yaitu 5,5045%, 5,45%, 4,4923%, dan 3,5273%. Pada variabel 6
dengan starter 12%v, didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3
secara berturut-turut, yaitu 4,5331%, 3,5618%, 2,6478%, dan 2,6338%.
Semakin tingi konsentrasi starter dan semakin lama waktu fermentasi
akan menyebabkan kadar glukosa (%S) yoghurt semakin kecil. Peningkatan
konsentrasi starter diikuti dengan peningkatan kadar asam karena
peningkatan konsentrasi starter menandakan peningkatan jumlah mikroba
dalam media. Peningkatan ini juga diikuti peningkatan aktivitas mikroba dan
pertumbuhan mikroba yang menyebabkan pemecahan laktosa menjadi asam

28
laktat meningkat (Santoso et al., 2020). Pemecahan laktosa oleh bakteri
asam laktat seperti Lactobacillus bulgarius inilah yang menyebabkan kadar
glukosa menurun.
Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa hasil percobaan sesuai dengan teori yang ada. Hubungan
konsentrasi starter terhadap kadar glukosa yang dihasilkan pada tiap
variabelnya sudah sesuai dengan teori, yaitu semakin lama waktu fermentasi
akan membuat kadar glukosa menurun.
4.2.3 Pengaruh Starter terhadap Kadar Asam Laktat (%AL) pada Yoghurt
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh grafik
hubungan waktu terhadap kadar asam laktat (%AL) pada variasi konsentrasi
starter.

8
7,5
7
Kadar Asam Laktat (%AL)

6,5
6
5,5
5 Variabel 4
4,5 (Starter 5%V)
4
3,5 Variabel 5
3 (Starter 7,5%V)
2,5
2 Variabel 7
1,5 (Starter 12%V)
1
0,5
0
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.8 Pengaruh starter terhadap kadar ssam saktat (%AL) yoghurt
Hubungan antara waktu fermentasi dan kandungan asam laktat (%AL)
yoghurt dengan berbagai variasi konsentrasi starter (5%v, 7,5%v, dan 12%v)
dapat dilihat pada Gambar 4.5. Pada variabel 4 dengan starter 5%v,
didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3 secara berturut-turut
6,975%, 6,75%, 6,3%, dan 5,625%. Pada variabel 5 dengan starter 7,5%v,

29
didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3 secara berturut - turut,
yaitu 7,2%, 7,425%, 7,65%, dan 7,2%. Pada variabel 6 dengan starter 12%v,
didapatkan densitas yoghurt pada hari 0, 1, 2, dan 3 secara berturut-turut,
yaitu 7,425%, 7,2%, 7,28%, dan 6,975%.
Konsentrasi starter sangat memengaruhi kandungan asam laktat dalam
yoghurt. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Santoso et al., (2020),
didapatkan kadar asam laktat 1,12 pada penambahan 2% starter setelah
dilakukan inkubasi selama 6 jam dan didapatkan kadar asam laktat 1,23 pada
penambahan 5% starter setelah dilakukan inkubasi selama 6 jam.
Peningkatan konsentrasi starter diikuti dengan peningkatan kadar asam
karena peningkatan konsentrasi starter menandakan peningkatan jumlah
mikroba dalam media. Peningkatan ini juga diikuti peningkatan aktivitas
mikroba dan pertumbuhan mikroba yang menyebabkan pemecahan laktosa
menjadi asam laktat meningkat (Santoso et al., 2020).
Berdasarkan uraian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil
analisis data percobaan kurang sesuai dengan teori yang ada. Peningkatan
kadar asam laktat pada yoghurt dipengaruhi oleh waktu fermentasi dan
konsentrasi penggunaan starter. Lamanya waktu fermentasi dan banyaknya
konsentrasi starter pada fermentasi pembuatan yoghurt akan meningkatkan
aktivitas dan jumlah bakteri asam laktat sehingga menghasilkan banyaknya
asam laktat pada yoghurt. Namun masih dijumpai penurunan yang terjadi
pada penambahan starter 5%v, 7,5%v, dan 12%. Hal ini disebabkan pada
awal fermentasi, bakteri akan memproduksi asam laktat dari laktosa sebagai
sumber utama atom karbon. Setelah itu, bakteri akan menggunakan sumber
karbon cadangan yang lain sehingga terjadi penurunan total asam laktat
(Hasan et al., 2014).

30
4.3.Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kualitas Yogurth
4.3.1. Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Densitas Yoghurt
Dalam pembuatan yoghurt terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas yoghurt salah satunya adalah suhu pemeraman. Suhu
pemeraman berpengaruh terhadap densitas yang dihasilkan dan bergantung
besarnya suhu.

1,22
1,2
Densitas (gr/ml)

1,18
Variabel 7
1,16 (Suhu 17 ℃)
1,14 Variabel 8
(Suhu 30 ℃)
1,12
Variabel 9
1,1 (Suhu 37 ℃)
1,08
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.9 Pengaruh suhu terhadap densitas


Gambar 4.9 diatas merupakan gambar grafik yang mempengaruhi
fermentasi terhadap densitas dengan berbagai variasi suhu yaitu 17OC, 30OC,
dan 37OC. Grafik diatas menunjukkan bahwa kurva pada grafik
mengindikasikan adanya peningkatan densitas pada proses fermentasi
karena mengalami kenaikan. Pada suhu 37OC mengalami densitas yang
paling besar pada hari ketiga yaitu 1,1345g/cm3. Pada suhu 17 OC mengalami
densitas yang paling kecil pada hari ketiga yaitu 1,098 g/cm3.
Perlakuan panas memiliki sejumlah efek menguntungkan karena akan
menghancurkan mikroorganisme yang ada dalam campuran susu atau yogurt
yang berpotensi menggangguproses fermentasi yang akan mengubah sifat
protein whey yang akan menghasilkan tubuh dan tekstur yang lebih baik,
dan akan melepaskan senyawa dalam susu yang merangsang pertumbuhan
kultur starter mikroorganisme. Selain itu, ini akan membantu beberapa

31
bahan untuk mencapai keadaan yang diperlukan untuk membentuk gel dan
kisi protein, yang mempengaruhi tekstur akhir dan viskositas produk sambil
membantu dalam menghilangkan oksigen terlarut dalam susu. Dengan
demikian dapat membantu pertumbuhan kultur starter karena sensitif
terhadap oksigen (Weerathilake dkk., 2014). Berdasarkan rumus bilangan
ρvD
Reynold 𝑅𝑒 = didapatkan bahwa viskositas berbanding lurus dengan
μ

densitas. Sehingga didapat bahwa semakin tinggi viskositas yang dihasilkan


semakin besar juga densitas yang dihasilkan (Rehm dkk., 2009).
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa grafik yang diperoleh sesuai
dengan teori tersebut karena semakin besar suhu maka semakin besar
densitas yang didapat.
4.3.2 Pengaruh Suhu Pemeraman Terhadap pH Yoghurt
pH berpengaruh terhadap proses fermentasi dan kualitas dalam
pembuatan yogurt. Suhu pemeraman akan mempengaruhi pH yoghurt yang
dihasilkan.

1,22
1,2
1,18
Variabel 7
1,16 (Suhu 17 ℃)
pH

1,14 Variabel 8
(Suhu 30 ℃)
1,12
Variabel 9
1,1 (Suhu 37 ℃)
1,08
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.10 Pengaruh suhu terhadap pH


Berdasarkan gambar di atas, ditunjukkan bahwa pengaruh suhu
terhadap pH pada kualitas yoghurt berbeda-beda pada setiap variabel. Pada
variabel 7 didapatkan pH secara berturut-turut adalah 7; 6; 6; 5. Pada variabel
8 didapatkan pH 7; 6; 5; 4. Pada variabel 9 didapatkan pH 7; 5; 5; 4.

32
Menurut Tamitayo dkk., 2016 dengan meningkatnya suhu inkubasi,
viskositas yoghurt akan meningkat, persentase gula berkurang, pH
berkurang, dan keasaman yang dapat dititrasi akan meningkat. Oleh karena
itu, suhu inkubasi merupakan peran utama dalam menentukan kualitas
yoghurt yang dibuat.
Dari teori diatas, percobaan yang dilakukan sudah sesuai dengan teori
karena saat bertambahnya suhu pH yang didapat pun semakin lama semakin
berkurang seperti pada grafik.
4.3.3 Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kadar Glukosa (%S) Yoghurt
Suhu pemeraman juga dapat menyebabkan pengaruh pada %S yogurt
dan kualitas yoghurt. %S atau kadar glukosa yang didapat pada percobaan
ini adalah seperti pada gambar.

8
7
Kadar Glukosa (%S)

6
5 Variabel 7
4 (Suhu 17 ℃)
3 Variabel 8
(Suhu 30 ℃)
2
Variabel 9
1 (Suhu 37 ℃)
0
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.11 Pengaruh suhu terhadap kadar glukosa (%S)


Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa pengaruh suhu
terhadap kadar glukosa yang dihasilkan adalah fluktuatif. %S pada suhu
17oC, 30 oC, dan 37 oC beturut-turut adalah 5,4995%; 4,5537%; 6,3600%;
7,2529% pada 17oC, 4,5829%; 4,5372%; 3,6264%; 4,5040%S pada 30 oC.
5,4446%; 6,2949%; 4,9586% pada 37 oC.
Menurut Tamitayo dkk., 2016 dengan meningkatnya suhu inkubasi,
viskositas yoghurt akan meningkat, persentase gula berkurang, pH

33
berkurang, dan keasaman yang dapat dititrasi akan meningkat. Oleh karena
itu, suhu inkubasi merupakan peran utama dalam menentukan kualitas
yoghurt yang dibuat.
Namun, dapat hal yang terjadi pada gambar tidak sesuai dengan teori
yang disebutkan. Suhu pemeraman mempengaruhi lama waktu fermentasi
karena pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh suhu lingkungan fermentasi.
Mikroa memiliki kriteria pertumbuhan yang berbeda-beda. Menurut Duhan
(2013), Saccharomyces cerevisae memiliki suhu pertumbuhan antara 20-30
o
C dan puncak produksi glukosa pada suhu 30 o. Jika suhu terlalu rendah,
maka fermentasi tidak akan berlangsung atau berlangsung lebih lama dan
jika terlalu tinggi maka Saccharomyces cerevisae akan mati. Dengan begitu,
mempengaruhi keasaman yoghurt karena suhu inkubasi yang digunakan
dapat menyebabkan kadar glukosa berkurang dan menyebabkan aktiftas
asam laktat mengubah menjadi BAL (Temitayo et al., 2016).
4.3.4 Pengaruh Suhu Pemeraman terhadap Kadar Asam Laktat (%AL)
Yoghurt
Suhu juga dapat berpengaruh terhadap kadar asam laktat yang
dihasilkan. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan didapatkan hasil
percobaan sebagai berikut.

8
7,5
Kadar Asam Laktat (%AL)

7
6,5
6
5,5
5 Variabel 7
4,5 (Suhu 17 ℃)
4
3,5 Variabel 8
3 (Suhu 30 ℃)
2,5
2 Variabel 9
1,5
1 (Suhu 37 ℃)
0,5
0
0 1 2 3
Waktu (Hari)

Gambar 4.12 Pengaruh suhu terhadap kadar asam laktat (%AL)

34
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan pengaruh suhu terhadap
kadar asam laktat cenderung naik. Pada suhu 17oC didapatkan hasil berturut-
turut adalah 1,5750; 2,0250; 2,700; 3,1500. Pada suhu 30 oC didapatkan hasil
berturut-turut adalah 1,570; 1,800; 3,3750; 4,500. Pada suhu 37oC
didapatkan hasil berturut-turut adalah 1,5750; 3,3750; 4,0500; 5,1750.
Menurut percobaan yang dilakukan Putri dkk., (2020). Suhu 37 oC
ditemukan sebagai suhu optimal untuk fermentasi karena tingkat asam
organik yang lebih tinggi. Tingkat asam laktat sangat ditentukan dengan
suhu dan waktu inkubasi. Suhu yang diberikan pada memungkinkan bakteri
asam laktat untuk tumbuh secara optimal, sehingga produksi asam laktat
dapat berlebih. Semakin lama waktu fermentasi juga memberikan
kesempatan Bal untuk menghasilkan lebih banyak asam laktat dari laktosa.
Dari percobaan yang kami lakukan sudah sesuai teori karena secara
berturut-turut baik dari suhu rendah maupun tinggi produksi asam laktat
menunjukkan peningkatan.

35
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar konsentrasi yang ditambahkan sebagai media, maka densitas
semakin tinggi, pH semakin menurun, kadar glukosa (%S) semakin menurun,
dan asam laktat (%AL) semakin meningkat.
2. Semakin besar konsentrasi starter yang ditambahkan, maka densitas semakin
tinggi, pH semakin menurun, kadar glukosa (%S) semakin menurun, dan asam
laktat (%AL) semakin meningkat.
3. Semakin tinggi suhu yang ditambahkan, maka densitas semakin tinggi, pH
semakin menurun, kadar glukosa (%S) semakin menurun, dan asam laktat
(%AL) semakin meningkat.

5.2 Saran
1. Menghindarkan penggunaan larutan fehling A dan fehling B dari sinar
matahari langsung untuk mencegah terjadinya kerusakan pada larutan.
2. Melakukan titrasi dengan benar sehingga tidak terjadi penyimpangan kadar
glukosa dan asam laktat.
3. Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan dalam lemari inokulasi agar sampel
tidak tercemar oleh kontaminan.

36
DAFTAR PUSTAKA

Agus, A. (2016). Kemampuan Tumbuh Isolat Bakteri Asam Laktat Asal Saluran
Pencernaan Broiler Umum Tiga Hari Pada Berbagai Uji Probiotik. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar.
Barcenilla, C., Ducic, M., Lopez, M., Prieto, M., Ordonez, A.A. (2021). Application of
lactic acid bacteria for the biopreservation of meat products: A systematic review.
Meet Science, 183.
Duhan, J., A, K., & Tanwar, S. (2013). Bioethanol production from starchy part of
tuberous plant (potato) using saccharomyces cerevisiae mtcc-170 Afri. J.
Microbiol, 7(46), 5253-5260.
Fatmawati, U., Prasetyo, F, I., T. A Mega, S., Utami, A, N., (2013). Karakteristik
Yogurt yang Terbuat dari Berbagai Jenis dengan Penambahan Kultur Campuran
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Vol. 6 (2). 1-9.
Galuh, R, H. (2017). Biokimia Dasar. Sidoarjo : Umsida Press.
Hartati, A. I., Pramono, Y. B., dan Legowo, A. M. (2012). Lactose and Reduction
Sugar Concentrations, pH and The Sourness of Date Flavored Yoghurt Drinks
aPrebiotic Beverage. Journal of Applied Food Technology, 1(1), 1 – 3.
https://scholar.google.com/
Hasan, A. E. Z., Artika, I. M., & Abidin, S. (2014). Produksi asam laktat dan pola
pertumbuhan bakteri asam laktat dengan pemberian dosis rendah propolis trigona
spp asal pandeglang indonesia. Current Biochemistry, 1(3), 126-135.
Hendarto, D, R., Handayani, A, P., Esterelita, E., Handoko, Y, A., (2019). Mekanisme
Biokimiawi dan Optimalisasi Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus dalam Pengolahan Yoghurt yang Berkualitas. 8(1). 13-19.
Himeoka, Y., & Kaneko, K. (2017). Theory for transitions between exponential and
stationary phases: universal laws for lag time. Physical Review X, 7(2), 021049.
Jati, B. M. E., Karyono, Supriyatin. 2010. Equalizing The Value Of The Viscosity To
The Refractive Index Of The Liquid Is Clear. Periodically Physics, 13(4) : 119
– 124.

37
Khikmah, N. 2015. Antibacterial test Fermented Milk Commercial on Pathogenic
Bacteria. Research Journal Of Science 20(1): 45-52.
Kuswinarto, R. R. (2017). Pengaruh konsentrasi starter dan lama fermentasi terhadap
karakteristik Fruitghurt sari kulit Pisang Ambon (Musa paradisiaca
L.) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Machmud, N. A., Y. Retnowati, dan W. D. Uno. 2011. The activity of Lactobacillus
bulgaricus on the Fermentation of Milk Corn (Zea Mays) with the Addition of
Sucrose and Lactose: 1-10
Okfrianti, Y., Darwis., Pravita, A. (2018). Bakteri Asam Laktat Lactobacillus
Plantarum C410LI dan Lactobacillus Rossiae LS6 yang Diisolasi dari Lemea
Rejang terhadap Suhu, pH, dan Garam Empedu Berpotensi sebagai Prebiotik.
Vol. 6 (1). 49-58.
Putri, Y, D., Setiani, N, A., Warya, S. (2020). The Effect of Temperature, Incubation
and Storage Time on Lactic Acid Content, pH and Viscosity of Goat Milk Kefir.
2(1). 101-104
Ratnasari, S., Suhendar, D., Amalia, V. (2016). Studi Potensi Ekstrak Daun Adam
Hawa (Rhoeo discolor) Sebagai Indikator Titrasi Asam-Basa. Vol. 4 (1). 39-46.
Rehm, B., et al. (2008). Managed Pressure Drilling. Houston : Gulf Publising
Company.
Santoso, A., Retnosari, R., Pramudita, V., Wijaya, A. R., Anisa, T. N., & Sanjaya, E.
H. (2021, May). The effect of starter concentration and incubation time on yogurt
characteristics. In AIP Conference Proceedings (Vol. 2353, No. 1, p. 030080).
AIP Publishing LLC.
Souza, W.F.C., Amaral,C.R.S., & Bernardino, P.D.L.S. (2021). The addition of skim
milk powder and dairy cream influences the physicochemical properties and the
sensory acceptance of concentrated Greek-style yogurt. International Journal of
Gastronomy and Food Science, 24, 100349. DOI:
https://doi.org/10.1016/j.ijgfs.2021.100349
Sumarmono, J. (2016). Yogurth & Concentrated Yogurth Makan Fungsional dari Susu.
Thesis. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

38
Tamime, A.Y. and V. M. E. Marshall, 1999. Microbiology and Tecnology of
Fermented Milks. In Microbiology and Biochemistry of Cheese and Fermented
Milk. Eds. B. A. Law. Blackie. Acad. Prof. London.
Temitayo, E., Iyi-eweka, O., Obanla, O, R., Odigure, J, O. (2016). Effects of Incubation
Temperature on the Physical and Chemical Properties of Yogurth.
Wakhidah, N., G. Jati, dan R. Utami. 2017. Yogurt Fresh Cow's Milk with the Addition
of the Extract of the Pulp of the Ginger Essential Oil Distillation. Proceeding
Biology Education Conference, 14(1): 278-284.

39
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM BIOPROSES

Materi :

Bakteri Asam Laktat

Group :

5 - SELASA

Anggota : 1. Ardeliana (NIM. 21030120140138)


2. Azlya Luke Nur Ahlina (NIM. 21030120120023)
3. Hasan Mustafa Widayat (NIM. 21030120130082)

LABORATORIUM BIOPROSES
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022

A-1
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui pengaruh media terhadap bakteri asam laktat yang dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh penambahan jumlah starter terhadap bakteri asam laktat
yang dihasilkan.
3. Mengetahui pengaruh suhu pemeraman terhadap bakteri asam laktat yang
dihasilkan.

II. PERCOBAAN
2.1 Bahan yang Digunakan
1. Susu Diamond Full Cream
2. Starter Biokul Plain
3. Nutrisi gula pasir
4. HCl dan NaOH
5. Glukosa standar
6. Fehling A dan Fehling B
7. Indikator Methylen Blue
8. Indikator Fenolftalein
9. Aquadest

2.2 Alat yang Dipakai


1. Erlenmeyer
2. Gelas ukur
3. Beaker glass
4. Buret, statif, dan klem
5. Pipet tetes
6. Kompor listrik
7. Termometer
8. Pengaduk
9. Indikator pH universal
10. Aluminium foil
11. Baskom
12. Autoclave

A-2
2.3 Cara Kerja
2.3.1 Pembuatan Yoghurt
1. Susu Diamond Full Cream, aquadest, dan nutrisi gula pasir dengan
variabel 13%v, 19%v, dan 23%v dipasteurisasi hingga suhu 60°C-
70°C selama 15 menit.
2. Selanjutnya didinginkan hingga mencapai suhu kamar.
3. Atur pH menggunakan NaOH atau HCl kemudian tambahkan starter
biokul dengan variabel 5%v, 7.5%v, dan 12%v.
4. Selanjutnya tuangkan campuran tersebut ke dalam erlenmeyer dan
tutup dengan menggunakan aluminium foil
5. Masukkan ke dalam lemari pemeraman sesuai suhu dan waktu yang
diinginkan.
2.3.2 Analisa
1. Analisa Glukosa
a. Pembuatan glukosa standar
1) Ambil 2,5 gram glukosa.
2) Encerkan hingga 1000 ml.
b. Standarisasi kadar glukosa
1) Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml, lalu
ambil 5 ml dan masukkan ke dalam erlenmeyer.
2) Netralisasi dengan menggunakan HCl/NaOH.
3) Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B.
4) Panaskan hingga suhu 60°C s.d. 70°C.
5) Titrasi dengan glukosa standar sambal dipanaskan 60°C s.d.
70°C hingga warna biru hampir hilang, lalu teteskan 2 tetes
Methylen Blue.
6) Titrasi lagi dengan glukosa standar sambal dipanaskan 60°C
s.d. 70°C hingga warna biru menjadi merah bata.
7) Catat kebutuhan titran.
F = Volume titran yang dibutuhkan.
2. Mengukur Kadar Glukosa Sampel
a. Ambil 5 ml yoghurt, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml dan
netralkan pH nya.
b. Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, tambahkan 5 mL
glukosa standar yang telah diencerkan.
c. Panaskan hingga 60°C s.d. 70°C.

A-3
d. Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan hingga 60°C
s.d. 70°C sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes
MB.
e. Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60°C
s.d. 70°C sampai warna biru menjadi merah bata.
f. Catat kebutuhan titran.
M = Volume titran
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
(𝐹 − 𝑀) ( ( )
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ) 𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 × 0,0025 × 100%
%𝑆 =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝜌
3. Analisa Asam Laktat
a. Pembuatan NaOH 0,025 N
1) Ambil NaOH 0,5 gram.
2) Encerkan hingga 500 ml.
3) Masukkan larutan ke dalam buret.
b. Mengukur kadar asam laktat sampel
1) Ambil 10 ml sampel, encerkan hingga 100 ml, ambil 10 ml.
2) Tambahkan 3 tetes fenolftaelin.
3) Titrasi dengan NaOH 0,025 N hingga warna merah muda
hampir hilang.
4) Catat kebutuhan titran.
𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐴 × 𝐵 × 90 × ( )
𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
%𝐴𝐿 = × 100%
𝐶 × 100
Keterangan :
A = Volume NaOH yang terpakai (ml)
B = Konsentrasi NaOH (N)
C = Volume sampel yang dianalisis (ml)
90 BE asam laktat (90g/ekivalen)

A-4
2.4 Hasil Percobaan
Massa piknometer = 32,35 gram
Massa pikno + aq = 57,95 gram
Data Hasil Analisa Awal
Variabel t to t1 t2 t3
F 36 34 35 34
Variabel 1 (Media ρ 1,102 1,098 1,100 1,096
13%v; Starter pH 7 6 5 4
7,5%v; Suhu 30℃) M 32 31 33 33
A 2,3 2,4 2,5 2,6
Variabel 2 (Media ρ 1,098 1,098 1,096 1,092
19%v; Starter pH 7 6 5 3
7,5%v; Suhu 30℃) M 32 30 32 32
A 2,5 2,6 2,7 3,1
Variabel 3 (Media ρ 1,090 1,092 1,096 1,094
23%v; Starter pH 7 5 4 3
7,5%v; Suhu 30℃) M 31 29 30 30
A 2,7 2,9 3 3,1
Variabel 4 (Media ρ 1,080 1,091 1,114 1,123
19%v; Starter 5%v; pH 7 5 4 3
Suhu 30℃) M 31 29 30 30
A 3,1 3 2,8 2,5
Variabel 5 (Media ρ 1,090 1,100 1,113 1,134
19%v; Starter pH 7 6 4 4
7,5%v; Suhu 30℃) M 30 28 30 30
A 3,2 3,3 3,4 3,2
Variabel 6 (Media ρ 1,103 1,123 1,133 1,139
13%v; Starter 12%v; pH 7 4 3 3
Suhu 30℃) M 31 30 32 31
A 3,3 3,2 3,2 3,1
Variabel 7 (Media ρ 1,091 1,098 1,094 1,103
19%v; Starter 12%v; pH 7 6 6 5
Suhu 17℃) M 30 29 28 26
A 0,7 0,9 1,2 1,4
ρ 1,091 1,102 1,103 1,110
pH 7 6 5 4

A-5
Variabel 8 (Media M 31 29 31 29
19%v; Starter 12%v; A 0,7 0,8 1,5 2,3
Suhu 30℃)
Variabel 9 (Media ρ 1,102 1,112 1,114 1,210
19%v; Starter 12%v; pH 7 5 5 4
Suhu 37℃) M 30 27 30 28
A 0,7 1,5 1,8 2,3

Semarang, 1 Maret 2022


Praktikan ASISTEN

Ardeliana Azlya Luke N.A. Hasan M.W Nadia Taradissa Maheswari


21030120140138 21030120120023 21030120130082 21030119130124

A-6
LEMBAR PERHITUNGAN

A. Perhitungan Kuantitas Terhadap Variabel Media


 Densitas
Rumus :
(𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑎𝑞) − (𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜)
𝑉𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 =
𝜌 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
(𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑠) − (𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜)
𝜌=
𝑉 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

1. Variabel 1 (Media 13%v, Starter 7,5%v, pH 7)


t0 t1 t2 t3
ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL
m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,75 gr m pikno = 32,75 gr
m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr
m pikno+s = 60,675 gr m pikno+s = 60,575 gr m pikno+s = 60,625 gr m pikno+s = 60,525 gr
(57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr)
Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL
(60,675gr)−(32,35gr) (60,575gr)−(32,35gr) (60,625gr)−(32,35gr) (60,525gr)−(32,35gr)
ρ= ρ= ρ= ρ= =
25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL
ρ = 1,102 gr/mL ρ = 1,098 gr/mL ρ = 1,100 gr/mL ρ = 1,096 gr/mL

2. Variabel 2 (Media 19%v, Starter 7,5%v, pH 7)


t0 t1 t2 t3
ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL
m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr
m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr

B-1
m pikno+s = 60,575 gr m pikno+s = 60,575 gr m pikno+s = 60,525 gr m pikno+s = 60,425 gr
(57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr)
Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL
(60,575gr)−(32,35gr) (60,575gr)−(32,35gr) (60,525gr)−(32,35gr) (60,425gr)−(32,35gr)
ρ= ρ= ρ= ρ=
25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL
ρ = 1,098 gr/mL ρ = 1,098 gr/mL ρ = 1,096 gr/mL ρ = 1,092 gr/mL3. Variabel 3
(Media 23%v, Starter 7,5%v, pH 7)
t0 t1 t2 t3
ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL
m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr
m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr
m pikno+s = 60,375 gr m pikno+s = 60,425 gr m pikno+s = 60,525 gr m pikno+s = 60,475 gr
(57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr)
Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL Vpikno = 0,996 gr/mL
= 25,7 mL
(60,375gr)−(32,35gr) (60,425gr)−(32,75gr) (60,525gr)−(32,35gr) (60,475gr)−(32,35gr)
ρ= ρ= ρ= ρ=
25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL
ρ = 1,09 gr/mL ρ = 1,092 gr/mL ρ = 1,096 gr/mL ρ = 1,094 gr/mL

 Kadar Glukosa (%S)


Rumus :
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
(𝐹 − 𝑀) (
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ) (𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 ) × 0,0025 × 100%
%𝑆 =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝜌

1. Variabel 1 (Media 13%v, Starter 7,5%v, pH 7)


t0 t1 t2 t3
F = 36 F = 34 F = 35 F = 34
M = 32 M = 31 M = 33 M = 33

B-2
V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL
V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL
ρ = 1,102 gr/mL ρ = 1,098 gr/mL ρ = 1,100 gr/mL ρ =
1,096 gr/mL
219 100 219 100 219 100
(36−32)( )( )× 0,0025 × 100% (34−31)( )( )× 0,0025 × 100% (35−33)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5 5 5 5 5
%S = %S = %S = %S =
219 × 1,102 219 × 1,098 219 × 1,100
219 100
(34−33)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5
219 × 1,096
%S = 3,6297% %S = 2,7322% %S = 1,8% %S = 0,0912%

2. Variabel 2 (Media 19%v, Starter 7,5%v, pH 7)


t0 t1 t2 t3
F = 36 F = 34 F = 35 F = 34
M = 32 M = 30 M = 32 M = 32
V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL
V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL
ρ = 1,098 gr/mL ρ = 1,098 gr/mL ρ = 1,096 gr/mL ρ =
1,092 gr/mL

B-3
219 100 219 100 219 100
(36−32)( )( )× 0,0025 × 100% (34−30)( )( )× 0,0025 × 100% (35−32)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5 5 5 5 5
%S = %S = %S = %S =
219 × 1,098 219 × 1,098 219 × 1,096
219 100
(34−32)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5
219 × 1,092
%S = 3,6429% %S = 3,6429% %S = 2,7372% %S = 1,8315%

3. Variabel 3 (Media 23%w, Starter 7,5%v, pH 7)


t0 t1 t2 t3
F = 36 F = 34 F = 35 F = 34
M = 31 M = 29 M = 30 M = 30
V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL
V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL
ρ = 1,09 gr/mL ρ = 1,092 gr/mL ρ = 1,096 gr/mL ρ =
1,094 gr/mL
219 100 219 100 219 100
(36−31)( )( )× 0,0025 × 100% (34−29)( )( )× 0,0025 × 100% (30−25)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5 5 5 5 5
%S = %S = %S = %S =
219 × 1,09 219 × 1,092 219 × 1,096
219 100
(34−30)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5
219 × 1,094
%S =4,5871 % %S = 4,5787% %S = 4,5620% %S = 3,6563%

 Kadar Asam Laktat (%AL)


Rumus:
𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐴 × 𝐵 × 90 × ( ) × 100%
𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
%𝐴𝐿 =
𝐶 × 100

B-4
1. Variabel 1 (Media 13%v, Starter 7,5%v, pH 7)
t0 t1 t2 t3
A = 2,3 mL A = 2,4 mL A = 2,5 mL A = 2,6 mL
B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N
C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL
100mL 100mL 100mL
2,3mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 2,4mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 2,5mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL 10mL 10mL
%AL = %AL = %AL = %AL =
10 mL × 100 10 mL × 100 10 mL × 100
100mL
2,6mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
5mL
10 mL × 100
%AL = 5,175% %AL = 5,4% %AL = 5,625% %AL = 5,85%

2. Variabel 2 (Media 19%v, Starter 7,5%v, pH 7)


t0 t1 t2 t3
A = 2,5 mL A = 2,6 mL A = 2,7 mL A = 3,1 mL
B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N
C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL
100mL 100mL 100mL
2,5mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 2,6mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 2,7mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL 10mL 10mL
%AL = %AL = %AL = %AL =
10 mL × 100 10 mL × 100 10 mL × 100
100mL
3,1mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL
10 mL × 100
%AL = 5,625% %AL = 5,85% %AL = 6,075% %AL = 6,975%

3. Variabel 3 (Media 23%v, Starter 7,5%v, pH 7)


t0 t1 t2 t3

B-5
A = 2,7 mL A = 2,9 mL A = 3 mL A = 3,1 mL
B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N
C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL
100mL 100mL 100mL
2,7mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 2,9mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 3mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL 10mL 10mL
%AL = %AL = %AL = %AL =
10 mL × 100 10 mL × 100 10 mL × 100
100mL
3,1mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL
10 mL × 100
%AL = 6,075% %AL= 6,525% %AL = 6,75% %AL = 6,975%

ρ (gr/mL) pH S (%) AL (%)


Variabel
t0 t1 t2 t3 t0 t1 t2 t3 t0 t1 t2 t3 t0 t1 t2 t3
1 1,102 1,098 1,100 1,096 7 6 5 4 3,6297 2,7322 1,8 0,0912 5,175 5,4 5,625 5,85
2 1,098 1,098 1,096 1,092 7 6 5 3 3,6429 3,6429 2,7372 1,8315 5,625 5,85 6,075 6,975
3 1,090 1,092 1,096 1,094 7 5 4 3 4,5871 4,5787 4,5620 3,6563 6,075 6,525 6,75 6,975

B. Perhitungan Kuantitas Terhadap Variabel Starter


 Densitas
Rumus :

B-6
(𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑎𝑞) − (𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜)
𝑉𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 =
𝜌 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
(𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑠) − (𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜)
𝜌=
𝑉 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

1. Variabel 4 (Nutrisi 5%w, Starter 5%v, suhu 30℃))


t0 t1 t2 t3
ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL
m pikno = 32,35gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr
m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr
m pikno+s = 60,125 gr m pikno+s = 60,4 gr m pikno+s = 60,975 gr m pikno+s = 61,225 gr
(57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr)
Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL
0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL
(60,125 gr)−(32,35gr) (60,4 gr)−(32,35gr) (60,975gr)−(32,35gr) (61,225 gr)−(32,35gr)
ρ= ρ= ρ= ρ=
25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL
ρ = 1,080 gr/mL ρ = 1,091 gr/mL ρ = 1,114 gr/mL ρ = 1,123 gr/mL

2. Variabel 5 (Nutrisi 5%w, Starter 7,5%v, suhu 30℃)


t0 t1 t2 t3
ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL
m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr
m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr
m pikno+s = 60,375 gr m pikno+s = 60,625 gr m pikno+s = 60,975 gr m pikno+s = 61,5 gr
(57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr)
Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL
0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL
(60,375 gr)−(32,35gr) (60,625 gr)−(32,35gr) (60,975 gr)−(32,35gr) (61,5 gr)−(32,35gr)
ρ= ρ= ρ= ρ=
25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL

B-7
ρ = 1,090 gr/mL ρ = 1,100 gr/mL ρ = 1,113 gr/mL ρ = 1,134 gr/mL

3. Variabel 6 (Nutrisi 5%w, Starter 12 %v, suhu 30℃)


t0 t1 t2 t3
ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL
m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr
m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr
m pikno+s = 60,7 gr m pikno+s = 61,2 gr m pikno+s = 61,475gr m pikno+s = 61,625 gr
(57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr)
Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL
0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL
(60,7 gr)−(32,75gr) (61,2 gr)−(32,35gr) (61,475 gr)−(32,35gr) (61,625 gr)−(32,35gr)
ρ= ρ= ρ= ρ=
25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL
ρ = 1,103 gr/mL ρ = 1,123 gr/mL ρ = 1,133 gr/mL ρ = 1,139 gr/mL

 Kadar Glukosa (%S)


Rumus :
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
(𝐹 − 𝑀) (
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ) (𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 ) × 0,0025 × 100%
%𝑆 =
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝜌

1. Variabel 4 (Nutrisi 5%w, Starter 5%v, suhu 30℃)


t0 t1 t2 t3
F = 36 F = 34 F = 35 F = 34
M = 30 M = 29 M = 30 M = 30
V total = 219 mL V total = 225 mL V total = 219 mL V total = 219 mL

B-8
V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL
ρ = 1,080 gr/mL ρ = 1,091 gr/mL ρ = 1,114 gr/mL ρ =
1,123 gr/mL
219 100 219 100 219 100
(36−30)( )( )× 0,0025 × 100% (34−29)( )( )× 0,0025 × 100% (35−30)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5 5 5 5 5
%S = %S = %S = %S =
219 × 1,080 219 × 1,091 219 × 1,114
219 100
(34−30)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5
219 × 1,123
%S = 5,5% %S = 4,5829% %S = 4,4883% %S = 3,5618 %

2. Variabel 5 (Nutrisi 5%w, Starter 7,5%v, suhu 30℃)


t0 t1 t2 t3
F = 36 F = 34 F = 35 F = 34
M = 30 M = 28 M = 30 M = 30
V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL
V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL
ρ = 1,090 gr/mL ρ = 1,085 gr/mL ρ = 1,114 gr/mL ρ =
1,134 gr/mL
219 100 225 100 219 100
(36−30)( )( )× 0,0025 × 100% (34−22)( )( )× 0,0025 × 100% (35−30)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5 5 5 5 5
%S = %S = %S = %S =
219 × 1,090 219 × 1,100 219 × 1,113
219 100
(34−30)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5
219 × 1,134
%S = 5,5045 % %S = 5,45 % %S = 4,4923 % %S = 3,5273 %

3. Variabel 6 (Nutrisi 5%w, Starter 12%v, suhu 30℃)


t0 t1 t2 t3

B-9
F = 36 F = 34 F = 35 F = 34
M = 31 M = 30 M = 32 M = 31
V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL
V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL
ρ = 1,103 gr/mL ρ = 1,123gr/mL ρ = 1,133 gr/mL ρ =
1,139gr/mL
219 100 219 100 219 100
(36−31)( )( )× 0,0025 × 100% (34−30)( )( )× 0,0025 × 100% (35−32)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5 5 5 5 5
%S = %S = %S = %S =
219 × 1,103 219 × 1,123 219 × 1,133
219 100
(34−31)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5
219 × 1,139
%S = 4,5331 % %S = 3,5618 % %S = 2,6478 % %S = 2,6338%

 Kadar Asam Laktat (%AL)


Rumus:
𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐴 × 𝐵 × 90 × ( ) × 100%
𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
%𝐴𝐿 =
𝐶 × 100

1. Variabel 4 (Nutrisi 5%w, Starter 5%v, suhu 30℃)


t0 t1 t2 t3
A = 3,1 mL A = 3 mL A = 2,8 mL A = 2,5 mL
B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N
C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL

B-10
100mL 100mL 100mL
3,1 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 3,mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 2,8 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL 10mL 10mL
%AL = %AL = %AL = %AL =
10 mL × 100 10 mL × 100 10 mL × 100
100mL
2,5 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL
10 mL × 100
%AL = 6,975 % %AL = 6,75 % %AL = 6,3 % %AL = 5,625 %

2. Variabel 5 Nutrisi 5%w, Starter 7,5%v, suhu 30℃)


t0 t1 t2 t3
A = 3,2 mL A = 3,3 mL A = 3,4 mL A = 3,2 mL
B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N
C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL
100mL 100mL 100mL
3,2 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 3,3 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 3,4 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL 10mL 10mL
%AL = %AL = %AL = %AL =
10 mL × 100 10 mL × 100 10 mL × 100
100mL
3,2 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL
10 mL × 100
%AL = 7,2 % %AL = 7,425 % %AL = 7,65 % %AL = 7,2 %

3. Variabel 6 (Nutrisi 5%w, Starter 12%v, suhu 30℃)


t0 t1 t2 t3
A = 3,3 mL A = 3,2 mL A = 3,2 mL A = 3,1 mL
B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N
C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL

B-11
100mL 100mL 100mL
3,3 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 3,2 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 3,2 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL 10mL 10mL
%AL = %AL = %AL = %AL =
10 mL × 100 10 mL × 100 10 mL × 100
100mL
3,1 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL
10 mL × 100
%AL = 7,425 % %AL = 7,2 % %AL = 7,2 % %AL = 6,975%

ρ (gr/mL) pH S (%) AL (%)


Variabel
t0 t1 t2 t3 t0 t1 t2 t3 t0 t1 t2 t3 t0 t1 t2 t3
4 1,080 1,091 1,114 1,123 7 5 4 3 5,5000 4,5829 4,4883 3,5618 6,975 6,75 6,3 5,625
5 1,090 1,100 1,113 1,134 7 6 4 4 5,5045 5,4500 4,4923 3,5273 7,2 7,425 7,65 7,2
6 1,103 1,123 1,133 1,139 7 4 3 3 4,5331 3,5618 2,6478 2,6338 7,425 7,2 7,2 6,975

C. Perhitungan Kuantitas Terhadap Variabel Suhu Pemeraman


 Densitas

B-12
Rumus :
(𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑎𝑞) − (𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜)
𝑉𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 =
𝜌 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
(𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜 + 𝑠) − (𝑚 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜)
𝜌=
𝑉𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜

1. Variabel 7 (Nutrisi 5%w, Starter 8 %v, suhu 17 ℃)


t0 t1 t2 t3
ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL
m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,75 gr
m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr
m pikno+s = 60,4 gr m pikno+s = 60,575 gr m pikno+s = 60,625 gr m pikno+s = 60,7 gr
(57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr)
Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL
0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL
(60,4gr)−(32,35gr) (60,575 gr)−(32,35gr) (60,625gr)−(32,35gr) (60,7 gr)−(32,35gr)
ρ= ρ= ρ= ρ=
25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL
ρ = 1,091 gr/mL ρ = 1,098 gr/mL ρ = 1,100 gr/mL ρ = 1,103 gr/mL

2. Variabel 8 (Nutrisi 5%w, Starter 8 %v, suhu 30 ℃)

t0 t1 t2 t3
ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL
m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr
m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr
m pikno+s = 60,4 gr m pikno+s = 60,675 gr m pikno+s = 60,7 gr m pikno+s = 60,9 gr
(57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr)
Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL Vpikno = = 25,7 mL
0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL 0,996 gr/mL

B-13
(60,4 gr)−(32,35gr) (60,675 gr)−(32,35gr) (60,7 gr)−(32,35gr) (60,9 gr)−(32,35gr)
ρ= ρ= ρ= ρ=
25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL
ρ = 1,091 gr/mL ρ = 1,102 gr/mL ρ = 1,103 gr/mL ρ = 1,110 gr/mL

3. Variabel 9 (Nutrisi 5%w, Starter 8 %v, suhu 37 ℃)

t0 t1 t2 t3
ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL ρ aquadest = 0,996 gr/mL
m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr m pikno = 32,35 gr
m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr m pikno+aq = 57,95 gr
m pikno+s = 60,675 gr m pikno+s = 60,925 gr m pikno+s = 61 gr m pikno+s = 63,45 gr
(57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr) (57,95gr)−(32,35gr)
Vpikno = gr = 25,7 mL Vpikno = gr = 25,7 mL Vpikno = gr = 25,7 mL Vpikno = gr = 25,7 mL
0,996 0,996 0,996 0,996
mL mL mL mL
(60,675 gr)−(32,35gr) (60,925 gr)−(32,35gr) (61 gr)−(32,35gr) (63,45 gr)−(32,35gr)
ρ= ρ= ρ= ρ=
25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL 25,7 mL
ρ = 1,102 gr/mL ρ = 1,112 gr/mL ρ = 1,114 gr/mL ρ = 1,210 gr/mL

 Kadar Glukosa (%S)


Rumus :
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎 𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
(𝐹 − 𝑀) (
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 ) (𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 ) × 0,0025 × 100%
%𝑆 =
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝜌

1. Variabel 7 (Nutrisi 5 %w, starter 8%v, suhu 17 ℃)

B-14
t0 t1 t2 t3
F = 36 F = 34 F = 35 F = 34
M = 30 M = 29 M = 28 M = 26
V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL
V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL
ρ = 1,091 gr/mL ρ = 1,098 gr/mL ρ = 1,100 gr/mL ρ =
1,103 gr/mL
219 100 219 100 219 100
(36−30)( )( )× 0,0025 × 100% (34−29)( )( )× 0,0025 × 100% (35−28)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5 5 5 5 5
%S = %S = %S = %S =
219 × 1,091 219 × 1,098 219 × 1,100
219 100
(34−26)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5
219 × 1,103
%S = 5,4995 % %S = 4,5537% %S = 6,36 % %S = 7,2529%

2. Variabel 8 (Nutrisi 5 %w, starter 8%v, suhu 30 ℃)


t0 t1 t2 t3
F = 36 F = 34 F = 35 F = 34
M = 31 M = 29 M = 31 M = 29
V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL V total = 219 mL
V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL
ρ = 1,091 gr/mL ρ = 1,102 gr/mL ρ = 1,103 gr/mL ρ =
1,110 gr/mL

B-15
219 100 219 100 219 100
(36−31)( )( )× 0,0025 × 100% (34−29)( )( )× 0,0025 × 100% (35−31)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5 5 5 5 5
%S = %S = %S = %S =
219 × 1,091 219 × 1,102 219 × 1,103
219 100
(34−29)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5
219 × 1,110
%S = 4,5829 % %S = 4,5372 % %S = 3,6264 % %S = 4,504%

3. Variabel 9 (Nutrisi 5 %w, starter 8%v, suhu 37 ℃)


t0 t1 t2 t3
F = 36 F = 34 F = 35 F = 34
M = 30 M = 27 M = 30 M = 28
V total = 219 mL V total = 225 mL V total = 219 mL V total = 219 mL
V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL V titrasi = 5 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL V yang diambil = 5 mL
ρ = 1,102 gr/mL ρ = 1,112 gr/mL ρ = 1,114 gr/mL ρ =
1,210 gr/mL
219 100 219 100 219 100
(36−30)( )( )× 0,0025 × 100% (34−27)( )( )× 0,0025 × 100% (35−30)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5 5 5 5 5
%S = %S = %S = %S =
219 × 1,102 219 × 1,112 219 × 1,114
219 100
(34−28)( )( )× 0,0025 × 100%
5 5
219 × 1,210
%S = 5,4446 % %S = 6,2949 % %S = 4,4883 % %S = 4,9586 %

 Kadar Asam Laktat (%AL)


Rumus:
𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐴 × 𝐵 × 90 × ( ) × 100%
𝑉 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
%𝐴𝐿 =
𝐶 × 100

B-16
1. Variabel 7 (Nutrisi 5 %w, starter 8%v, suhu 17 ℃)
t0 t1 t2 t3
A = 0,7 mL A = 0,9 mL A = 1,2 mL A = 1,4 mL
B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N
C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL
100mL 100mL 100mL
0,7mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 0,9 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 1,2 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL 10mL 10mL
%AL = %AL = %AL = %AL =
10 mL × 100 10 mL × 100 10 mL × 100
100mL
1,4 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL
10 mL × 100
%AL = 1,575% %AL = 2,025% %AL = 2,7% %AL = 3,15%

2. Variabel 8 (Nutrisi 5%w, Starter 8 %v, suhu 30 ℃)


t0 t1 t2 t3
A = 0,7 mL A = 0,8 mL A = 1,5 mL A = 2 mL
B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N
C = 10 Ml C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL
100mL 100mL 100mL 100mL
0,7mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 0,8 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 1,5 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 2 mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL 10mL 10mL 10mL
%AL = %AL = %AL = %AL =
10 mL × 100 10 mL × 100 10 mL × 100 10 mL × 100
%AL = 1,575% %AL = 1,8% %AL = 3,375% %AL = 4,5%

3. Variabel 9 (Nutrisi 5%w, Starter 8 %v, suhu 30 ℃)


t0 t1 t2 t3

B-17
A = 0,7 mL A = 1,5 mL A = 1,8 mL A = 2,3 mL
B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N B = 0,025 N
C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL C = 10 mL
V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL V pengenceran = 100 mL
V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL V yang diambil = 10 mL
100mL 100mL 100mL 100mL
0,7mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 1,5mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 1,8mL × 0,025N × 90 × ( )× 100% 2,3mL × 0,025N × 90 × ( )× 100%
10mL 10mL 10mL 10mL
%AL = 10 mL × 100
%AL = 10 mL × 100
%AL = 10 mL × 100
%AL = 10 mL × 100

%AL = 1,575% %AL = 3,375% %AL = 4,05% %AL = 5,175%

ρ (gr/mL) pH S (%) AL (%)


Variabel
t0 t1 t2 t3 t0 t1 t2 t3 t0 t1 t2 t3 t0 t1 t2 t3
7 1,091 1,098 1,094 1,103 7 6 6 5 5,4995 4,5537 6,3600 7,2529 1,5750 2,0250 2,7000 3,1500
8 1,091 1,102 1,103 1,110 7 6 5 4 4,5829 4,5372 3,6264 4,5040 1,5750 1,8000 3,37500 4,5000
9 1,102 1,112 1,114 1,210 7 5 5 4 5,4446 6,2949 4,4883 4,9586 1,5750 3,3750 4,0500 5,1750

B-18
LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN

A. Perhitungan Basis
Basis volume = 219 ml
Basis massa = 𝜌 𝑥 𝑉 = 0,996 gr/ml x 219 ml = 218,124 gr

B. Kebutuhan Tiap Variabel


Variabel 1 (Media 13%v, starter 7,5%v, suhu 30 oC )
Media = 13% x 219 ml = 28,47 ml
Nutrisi = 5% x 218,124 gr = 10,91 gr
Starter = 7,5% x 219 ml = 16,425 ml
Aquadest = (219 – 28,47 – 10,91 – 16,425)ml = 163,195 ml

Variabel 2 (Media 19%v, starter 7,5%v, suhu 30 oC)


Media = 19% x 219 ml = 41,61 ml
Nutrisi = 5% x 218,124 gr = 10,91 gr
Starter = 7,5% x 219 ml = 16,425 ml
Aquadest = (219 – 41,61 – 10,91 – 16,425)ml = 150,055 ml

Variabel 3 (Media 23%v, starter 5%v, suhu 30 oC)


Media = 23% x 219 ml = 50,37 ml
Nutrisi = 5% x 218,124 gr = 10,91 gr
Starter = 5% x 219 ml = 10,95 ml
Aquadest = (219 – 50,37 – 10,91 – 10,95)ml = 146,77 ml

Variabel 4 (Media 19%v, starter 5%v, suhu 30 oC)


Media = 19% x 219 ml = 41,61 ml
Nutrisi = 5% x 218,124 gr = 10,91 gr
Starter = 5% x 219 ml = 10,95 ml
Aquadest = (219 – 41,61 – 10,91 – 10,95)ml = 155,53 ml

C-1
Variabel 5 (Media 19%v, starter 7,5%, suhu 30 oC)
Media = 19% x 219 ml = 41,61 ml
Nutrisi = 5% x 218,124 gr = 10,91 gr
Starter = 7,5% x 219 ml = 16,425 ml
Aquadest = (219 – 41,61 – 10,91 – 16,425)ml = 150,055 ml

Variabel 6 (Media 19%v, starter 12%v, suhu 30 oC)


Media = 19% x 219 ml = 41,61 ml
Nutrisi = 5% x 218,124 gr = 10,91 gr
Starter = 12% x 219 ml = 26,28 ml
Aquadest = (219 – 41,61 – 10,91 – 26,28)ml = 140,2 ml

Variabel 7 (Media 19%v, starter 7,5%v, suhu 17 oC)


Media = 19% x 219 ml = 41,61 ml
Nutrisi = 5% x 218,124 gr = 10,91 gr
Starter = 7,5% x 219 ml = 16,425 ml
Aquadest = (219 – 41,61 – 10,91 – 16,425)ml = 150,055 ml

Variabel 8 (Media 20%v, starter 8%v, suhu 30 oC)


Media = 20% x 219 ml = 43,8 ml
Nutrisi = 5% x 218,124 gr = 10,91 gr
Starter = 8% x 219ml = 17,52 ml
Aquadest = (219 – 43,8 – 10,91 – 17,52)ml = 146,77 ml

Variabel 9 (Media 20%v, starter 8%v, suhu 37 oC)


Media = 20% x 219 ml = 43,8 ml
Nutrisi = 5% x 218,124 gr = 10,91 gr
Starter = 8% x 219 ml = 17,52 ml
Aquadest = (219 – 43,8 – 10,91 – 17,52)ml = 146,77 ml

C-2
C. Total Kebutuhan Reagen
- Media = 5(19% × 219 𝑚𝑙) + 2(20% × 219 𝑚𝑙) + (13% × 219 𝑚𝑙) +
(23% × 219 𝑚𝑙)
= 208,05 𝑚𝑙 + 87,6𝑚𝑙 + 28,47 𝑚𝑙 + 50,3 𝑚𝑙
= 373,89 𝑚𝑙
- Starter = 4(7,5% × 219 𝑚𝑙) + 2(5% × 219 𝑚𝑙) + 2(8% × 219 𝑚𝑙)
(12% × 219 𝑚𝑙)
= 65,7 𝑚𝑙 + 21,9 ml + 35,04 ml + 26,28 ml
= 148,92 ml
- Nutrisi = 9(5% × 241,032 gr)
= 98,55𝑔𝑟
- Aquadest = 3 x 150,055 ml + 3 x 146,77 ml + 163,195 ml + 155,53 ml +
140,2 𝑚𝑙
= 450,165 𝑚𝑙 + 440,31 ml + 458,925 𝑚𝑙
= 1.349,4 𝑚𝑙

C-3
LEMBAR KUANTITAS REAGEN
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI
TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS DIPONEGORO

PRAKTIKUM KE :1
MATERI : Bakteri Asam Laktat
HARI : Selasa
TANGGAL : 1 Maret 2022
KELOMPOK :5
NAMA : Ardeliana
Azlya Luke Nur Ahlina
Hasan Mustafa Widayat
ASISTEN : Nadia Taradissa Maheswari
KUANTITAS REAGEN :

Variabel : Media, Starter, Suhu pemeraman

Media (%V) Starter (%V) Suhu (oC)


13; 19; 23 7,5 30
19 5; 7,5; 12 30
19 7,5 17, 30, 37

Basis : 219 ml Keterangan :


Densitas : 0,996 gr/ml Media : Susu Diamond Full Cream
pH :7 Starter : Biokul Plain
Nutrisi : Gula Pasir
V

TUGAS TAMBAHAN:

Mencari jurnal internasional 3 judul dan membuat ringkasannya


• Pembentukan antibakteri pada fermentasi BAL
• Proses Mekanisme Reaksi Fermentasi BAL membentuk asam laktat
• Proses Produksi Yoghurt skala industri

Semarang, 24 Februari 2022


ASISTEN

Nadia Taradissa Maheswari


NIM. 2103011913012

D-1
KEMAMPUAN TUMBUH ISOLAT BAKTERI
ASAM LAKTAT ASAL
BERBAGI UJI PROBIOTIK

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar


Sarjana Peternakan (S.Pt) pada Jurusan Ilmu Peternakan
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar

Oleh

ARFIANDI AGUS
NIM. 60700111018

JURUSAN ILMU
PETERNAKAN
FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI
ALAUDDINMAKASS
AR 2016

E-1
22

dan rantai dari sel-selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam

dari pada jenis-jenis Pediococcus atau Streptococcus dan oleh karenanya menjadi

lebih banyak terdapat pada sayuran. Pada hewan ternak lain seperti sapi bali dapat

ditemukan bakteri asam laktat seperti Lactobacillus lactis dan Lactobacillus

brevis.

Penyimpanan isolat mikrobia dimaksudkan supaya mikrobia tidak mengalami

mutasi dan kehilangan sifat-sifat unggul. Cara yang digunakan untuk menyimpan

isolat menurut (Fardiaz, 1993)

E. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri Asam Laktat

Proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan bakteri

asam laktat. Oleh karena itu, perlu dibuat kondisi yang ideal bagi pertumbuhan

bakteri tersebut. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan

bakteri asam laktat antara lain adalah suhu, nilai pH, kadar garam, dan

karbohidrat. Suhu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan juga

pembentukan produk oleh mikroba. Hal ini berhubungan dengan jenis mikroba

yang dominan selama fermentasi (Fardiaz, 1988).

Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan bakteri adalah nilai pH.

Bakteri memerlukan suatu pH optimum untuk tumbuh optimal. Pengaruh pH

terhadap pertumbuhan bakteri ini berkaitan dengan aktivitas enzim. Enzim

dibutuhkan oleh bakteri untuk mengkatalis reaksi-reaksi yang berhubungan

dengan pertumbuhan bakteri. Apabila pH dalam suatu medium/lingkungan tidak

optimal, maka akan menggangu kerja dari enzim-enzim tersebut, yang pada akhirnya

akan mempengaruhi pertumbuhan bakteri itu sendiri.

E-2
23

Kebutuhan garam untuk pertumbuhan optium mikroorganisme bervariasi,

tergantung dari sifat dinding sel dan tekanan osmotik internalnya (Fardiaz, 1988).

Karbohidrat merupakan sumber energi bagi bakteri asam laktat. Penambahan

karbohidrat akan membuat lingkungan yang baik bagi pertumbuhan bakteri

tersebut selama fermentasi, karbohidrat akan diuraikan menjadi senyawa-senyawa

yang sederhana seperti asam laktat, asam asetat, asam propionat, dan etil alcohol.

Senyawa-senyawa ini yang menyebabkan rasa ayam pada produk dan dapat

berfungsi sebagai pengawet (Rahayu dkk, 1992).

Berbagai rintangan yang harus dihadapi mikroba dalam saluran pencernaan

dari mulut sampai anus. Pada perjalannya melintasi berbagai sistem pencernaan

khususnya yang dijumpai diantaranya enzim lisosom pada air liur, asam lambung,

garam empedu dan senyawa metabolit oleh BAL terutama asam laktat. Pada usus

besar hampir tidak ditemukan lagi hambatan yang cukup berarti kecuali terjadinya

kompetisi terhadap nutrisi. Bakteri probiotik harus mampu bertahan menghadapi

rintangan-rintangan tersebut, agar mencapai usus dalamkeadaan hidup dalam jumlah

yang cukup memadai untuk berkembangbiak dalam menyeimbangkan mikrobiota

usus (Surono, 2004).

Usus pada ternak unggas ibarat sebuah tabung reaksi yang berisi beragam

bakteri dan berbagai nutrisi yang disuplai melalui makanan yang dikonsumsi Dalam

saluran pencernaan ayam, mikroba terdapat hampir di sepanjang usus.

Mikroorganisme utama yang terdapat dalam tembolok, usus halus dan ceca adalah

golongan bakteri Lactobacilli yang khusus menghasilkan asam laktat dan asam asetat.

Sehingga pH dalam tembolok ayam yang baik antara pH 4 – 5 akibatnya

E-3
E-4
E-5
BIOEDUKASI
ISSN : 1693-2654
Volume 6, Nomor 2
Agustus 2013
Halaman 1-9

KARAKTERISTIK YOGURT YANG TERBUAT DARI BERBAGAI


JENIS SUSU DENGAN PENAMBAHAN KULTUR CAMPURAN
Lactobacillus bulgaricus DAN Streptococcus thermophillus
1Umi Fatmawati, 2Faisal I. Prasetyo, 3Mega Supia T.A, 4Ardiyanti Nur Utami
Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret SurakartaJl.
Ir. Sutami No.36A Kentingan Surakarta
E-mail: umifatmawati84@yahoo.com

ABSTRACT-Yoghurt is one of fermented milk product with the addition of


lactic acid microbes such as Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus
thermophillus. The aim of this experiment is determining the characteristics of
yogurt made from five different dairy ingredients, each of them are added with
a mixture of bacteria Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophillus.
The dairy ingredients used are: fresh cow's milk, skim milk, UHT milk, soy
bean milk, and goat's milk. Starter was given with mixing two species of lactic
acid bacteria with the ratio 1:1 and the provision of starter concentration is 5%
(v / v). The parameters’ have been observed for lactic acid levels, pH and total
number of microbes carried out during 14 days of storage. To examine the
effect of different kinds of milk and storage time toward the changes in lactic
acid level, pH and total number of microbes, we analyzed with ANAVA by two
factorial test and if there are any significant effect, it followed by DMRT test.
The results obtained from yogurt product quality were yoghurt made from UHT
milk was the best quality because it has the lowest average pH of 4,67, the
highest lactic acid content of 1,2 % and most stable total microbial 3,05 x108
cells / ml during the preservation time.

Key words: lactobacillus, streptococcus, milk, yogurt, lactid acid.

Pendahuluan bergantung pada kekentalan produk


Yogurt merupakan salah satu yang diinginkan. Selain dari susu
produk hasil fermentasi susu yang hewani, belakangan ini yogurt juga
paling tua dan cukup populer di seluruh dapat dibuat dari campuran susu skim
dunia. Bentuknya mirip bubur atau es dengan susu nabati (susu kacang-
krim tetapi dengan rasa agak asam. kacangan) (Sumantri, 2004).
Selain dibuat dari susu segar, yogurt Yogurt dikenal memiliki
juga dapat dibuat dari susu skim (susu peranan penting bagi kesehatan tubuh,
tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air di antaranya bermanfaat bagi penderita
dengan perbandingan tertentu lactose intolerance yang merupakan

E-6
gejala malabsorbsi laktosa yang banyak diperbanyak melalui inkubasi pada

dialami oleh penduduk, khususnya media susu sapi yang nantinya akan
anak-anak, di beberapa negara Asia dan dijadikan starter yogurt dan
Afrika. Yogurt juga mampu diujicobakan pada bahan dasar susu

menurunkan kolesterol darah, menjaga yang berbeda, diantaranya: susu sapi


kesehatan lambung dan mencegah segar, susu skim, susu UHT, susu
kanker saluran pencernaan. Berbagai kedelai, dan susu kambing. Pemberian
peranan tersebut terutama karena starter dilakukan dengan mencampur
adanya bakteri yang digunakan dalam dua jenis bakteri dengan perbandingan
proses fermentasi yogurt (Andayani, 1:1 dan konsentrasi pemberian starter
2007). 5% (v/v). Langkah-langkah pembuatan
Berdasarkan paparan mengenai yogurt mengacu metode yang dilakukan
manfaat dan proses pembuatan yogurt, oleh Ginting (2005).
maka dalam penelitian ini dilakukan Bahan dasar susu sebelum
pembuatan yogurt dengan diinokulasikan dengan starter harus
menggunakan lima macam bahan dasar dipanaskan selama 30 menit pada suhu
susu, diantaranya: susu sapi segar, susu 85°C, hal ini bertujuan untuk
skim nabati, susu kedelai, susu UHT, menghilangkan bakteri lain yang hidup
dan susu kambing. Bahan dasar susu ini dalam susu agar tidak mengganggu
difermentasikan dengan campuran pertumbuhan bakteri asam laktat, selain
kultur bakteri asam laktat yaitu itu juga menguapkan kadar air dalam
Lactobacillus bulgaricus dan susu agar lebih kental. Setelah
Streptococcus thermophillus. Data yang dipasteurisasi, starter ditambahkan
diambil selama 14 hari masa inkubasi. sebanyak 5% dari bahan dasar susu
yang digunakan. Inkubasi atau
Metode Penelitian fermentasi yogurt pada suhu 37°C
Pembuatan Yogurt selama 15 jam dalam keadaan tertutup
Pembuatan yogurt dengan rapat, setelah 15 jam keluarkan dari
menggunakan kombinasi dua jenis ikubator dan simpan dalam lemari
starter bakteri yaitu: Lactobacillus pendingin.
bulgaricus dan Streptococus
thermophyllus. Masing-masing bakteri Uji Kualitas Produk Yogurt

E-7
1
1 BUKU AJAR BIOKIMIA DASAR
2
3
4 Penulis
5 Galuh Ratmana Hanum, S.Si., M.Si
6
7
8

9
10

E-8
11 Diterbitkan oleh
12 UMSIDA PRESS
13 Jl. Mojopahit 666 B SidoarjoISBN: 978-979-3401-62-1
14 Copyright©2017.
15 Authors
16 All rights reserved
17
18
19
20
21
22
23
24

E-9
BUKU AJAR BIOKIMIA DASAR

Penulis :
Galuh Ratmana Hanum, S.Si., M.Si

ISBN :
978-979-3401-62-1
Editor :
Septi Budi Sartika, M.Pd

M. Tanzil Multazam , S.H., M.Kn.


Copy Editor :
Fika Megawati, S.Pd., M.Pd.
Design Sampul dan Tata Letak :
Mochamad Nashrullah, S.Pd
Penerbit :
UMSIDA Press
Redaksi :
Universitas Muhammadiyah SidoarjoJl. Mojopahit No 666B
Sidoarjo, Jawa TImur
Cetakan pertama, Agustus 2017

© Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dengan suatu apapuntanpa ijin tertulis dari penerbit.

E-10
B. Uji Khusus Karbohidrat Pereduksi
1. Uji Fehling
Prinsip : Gugus aldehida dan keton bebas dalam molekul karbohidrat dapat mereduksi
Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi Fehling menjadi Cu+ berupa endapan merah Cu2O
Pereaksi Fehling ditambahkan karbohidrat
pereduksi, kemudian dipanaskan, akan terjadi
perubahan warna dari biru → hijau → kuning →
kemerah-merahan dan akhirnya terbentuk endapan
merah bata kupro oksida bila jumlah karbohidrat
pereduksi banyak. Pada reaksi ini, Karbohidrat
pereduksi akan diubah menjadi asam onat yang
membentuk garam karena adanya basa, sedangkan
pereaksi fehling akan mengalami reduksi sehingga
Cu2+diubah menjadi Cu+.

Gambar 2.25 Reaksi Karbohidrat Pereduksi denganPereaksi Fehling (Fessenden,1986)

E-11
E-12
E-13
E-14
J. Sains Dasar 2019 8 (1) 13 - 19

MEKANISME BIOKIMIAWI DAN OPTIMALISASI Lactobacillus bulgaricus


DAN Streptococcus thermophilus DALAM PENGOLAHAN YOGHURT YANG
BERKUALITAS

BIOCHEMISTRY MECHANISM AND OPTIMIZATION Lactobacillus bulgaricus


AND Streptococcus thermophilus IN PROCESSING QUALITY YOGHURT
David Richard Hendarto1,*), Arita Putri Handayani1, Elisa Esterelita1, Yoga Aji Handoko1
1
Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga, Indonesia
*email korespondensi: yoga.handoko@uksw.edu

Abstrak

Yoghurt merupakan produk olahan susu menjadi minuman asam terfermentasi yang terbuat dari starter bakteri asam laktat.
Beberapa manfaat mengkonsumsi yoghurt adalah dapat menurunkan kadar kolesterol darah, menjaga kesehatan lambung dan
mencegah penyakit kanker pada saluran pencernaan. terdapat dua bakteri yang merupakan kombinasi kultur paling bagus untuk
pembuatan yoghurt yaitu Lactobacillus bulgaricus dengan kondisi optimum untuk pertumbuhannya adalah pH 5,5 dengan suhu
37°C dan Streptococcus thermophilus dengan kondisi optimum untuk pertumbuhannya adalah pH 6,8 dengan suhu 37°C.
Mekanisme biokimiawi pembentukan asam laktat oleh L. bulgaricus dan S. thermophilus terjadi melalui proses pembentukan
glukosa menjadi asam laktat yang berlangsung dalam keadaan anaerob. Proses glikolisis juga turut berperan dalam terbentuknya
asam laktat melalui jalur EMP. Enzim-enzim yang terlibat meliputi enzim glukokinase, phosfoglukoisomerase,
phosfofruktokinase, a-ldolase, gliseraldehid-3-phosfatdehidroginase, phosfogliserat kinase, phosfgliseromutase, enolase,
piruvatkinase dan dehydrogenase. Optimalisasi L. bulgaricus dan S. thermophilus pada proses pengolahan yoghurt yang
berkualitas dapat diperhatikan 2 faktor utama yang mempengaruhi yaitu suhu pertumbuhan kedua bakteri yang harus optimal
42°C serta pH yang optimal 6,15.

Kata kunci : Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Biokimiawi, Optimalisasi, Yoghurt

Abstract

Yogurt is a dairy product that becomes a fermented acidic drink made from a starter of lactic acid bacteria. Some of the
benefits of consuming yogurt can reduce blood cholesterol levels, maintain stomach health and prevent cancer of the digestive
tract. There are two bacteria which are the best combination of cultures for making yogurt, namely Lactobacillus bulgaricus
with optimum conditions for its growth is pH 5.5 with a temperature of 37°C and Streptococcus thermophilus with optimum
conditions for growth is pH 6.8 with a temperature of 37°C. The formation of lactic acid by L. bulgaricus and S. thermophilus
occurs through the process of forming glucose into lactic acid which takes place under anaerobic conditions. The glycolysis
process also plays a role in the formation of lactic acid via the EMP pathway. The enzymes involved include the enzyme
glucokinase, phosphoglucoisomerase, phosphofructokinase, a-ldolase, glyceraldehyde-3- phosphatdehydroginase,
phosphoglycerate kinase, phosphoglyceromutase, enolase, pyruvatkinase and dehydrogenase. Optimization of L. bulgaricus and
S. thermophilus in the processing of quality yogurt can be considered 2 main factors that influence the growth temperature of the
two bacteria that must be optimal 42°C and optimal pH 6.15.

Keywords: Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Biochemistry, Optimalitation, Yogurt

Pendahuluan beberapa jam akan ditumbuhi bakteri sehingga


menjadi cepat basi. Berbeda dengan yoghurt yang
Yoghurt merupakan produk olahan susu dapat bertahan hingga beberapa hari jika dibiarkan.
menjadi minuman asam terfermentasi yang terbuat Asam laktat dari bakteri pada yoghurt,
dari starter bakteri asam laktat [1]. Bakteri yang menyebabkan lingkungan yang asam sehingga
hidup dalam yoghurt juga menyumbang enzim banyak bakteri lain yang terhambat
laktase yang diperlukan untuk mencerna sisa gula pertumbuhannya [3].
susu yang ada dalam yoghurt. Tingkat keawetan Beberapa manfaat mengkonsumsi yoghurt
yoghurt lebih tinggi bila dibandingkan dengan adalah dapat menurunkan kadar kolesterol darah,
tingkat keawetan susu segar, karena di dalam menjaga kesehatan lambung dan mencegah
yoghurt terdapat asam laktat yang mampu penyakit kanker pada saluran pencernaan. Enzim
memberikan keawetan pada yoghurt sehingga asam laktase pada usus halus dapat memfermentasikan
laktat tersebut dapat dikatakan sebagai pengawet laktosa pada yoghurt ke dalam asam laktat,
alami yoghurt [2]. Susu segar jika dibiarkan dalam sehingga aman untuk dikonsumsi. Yoghurt

E-15
18 David Richard Hendarto, dkk./ J. Sains Dasar 2019 8 (1) 13 - 19

Tabel 4. Konsentrasi asam laktat pada PHE dan suhunya dikurangi hingga 35°C -
Konsentrasi Asam Laktat 40°C. Tahap berikutnya adalah pengaliran susu ke
Sampel (gram/liter) dalam tangki inkubasi yang memiliki daya
0 jam 8 jam tampung 8.000 liter. Inkubasi dilakukan dengan
A (1:1) 0,2838 0,2651 suhu sekitar 42°C. Kemudian ditambahkan susu
B (1:3) 0,0509 0,0583 skim dan biakan bakteri (kultur) dengan
Keterangan : pengenceran kedua yang sudah homogen. Dalam
A = perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus = 1:1 proses inkubasi dibutuhkan waktu sekitar 5-6 jam.
B = perbandingan L. bulgaricus dan S. thermophilus = 1:3
pH yoghurt sudah ditentukan untuk tingkat
keasamanya yaitu 6,15 [23].
Proses pembuatan yoghurt yang berkualitas
Tahapan selanjutnya adalah pencampuran
dilakukan melalui serangkaian proses berurutan
bahan-bahan tambahan pada yoghurt. Dalam
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.
pembuatan yoghurt tentunya memiliki bahan
tambahan seperti bahan pemanis (gula), pewarna,
flavor dan pektin (pengental) untuk memberikan
rasa yang enak pada yoghurt. Sebelum dilakukan
pengemasan, dilakukan pengujian kualitas yoghurt
diantaranya uji pH, organoleptik, temperatur,
alkohol, pemalsuan susu (glukosa, pati, lemak
nabati), kadar lemak, padatan total, antibiotik,
serta Methylen Blue Reduction Test (MBRT).
Tahap berikutnya adalah pengemasan dan
pendingin, dalam pengemasanya dibutuhkan
bahan dari polypropylene (PP) yang bersifat ringan
dan kuat. Setelah melakukan proses pengemasan
kemudian dimasukkan ke dalam krat agar mudah
didistribusikan kepada konsumen dan yoghurt
disimpan ke dalam cold storage [23].
Produk yang sudah dikemas, sebelum
dipasarkan terlebih dahulu dikontrol kualitasnya
Gambar 4. Proses pembuatan yoghurt [23] untuk memastikan produk yoghurt memiliki
kualitas baik dan aman dikonsumsi. Pengambilan
Pada Gambar 4 dapat diuraikan proses sampel dilakukan saat yoghurt sudah dikemas.
produksi yoghurt: tahapan pertama adalah Pengambilan sampel ini dilakukan sebagai bentuk
persiapan bahan baku seperti susu sapi segar yang kontrol mutu pada produk sebelum dipasarkan ke
sudah dilakukan pengujian sampel di laboratorium konsumen pada hari ke-0. Pengujian yang
untuk mengetahui kelayakan susu dalam dilakukan diantaranya adalah uji organoleptik,
pembuatan yoghurt, pewarna, flavor, susu skim alkohol, pH, suhu, kandungan lemak total, brix, uji
dan biang yoghurt. Tahapan kedua adalah proses tekstur, kekentalan dan padatan total. Tahapan
pembuatan starter yang dilakukan sebanyak dua terakhir pendistribusian yoghurt [23].
kali sampai F2, pembuatan starter F1 dilakukan
dengan cara memanaskan susu skim dan bubuk Simpulan
starter instan “yoghurtmet” dicampur rata Mekanisme biokimiawi pembentukan asam
kedalam aquades dengan suhu 42oC. Kemudian laktat oleh L. bulgaricus dan S. thermophilus
diinkubasi di dalam oven selama 5 jam pada suhu terjadi melalui proses pembentukan glukosa
42oC. Pada prinsipnya pembuatan starter F2 menjadi asam laktat yang berlangsung dalam
hampir sama dangan pembuatan starter F1. keadaan anaerob. Proses glikolisis turut berperan
Tahapan ketiga adalah proses pengolahan susu dalam terbentuknya asam laktat melalui jalur
menjadi yoghurt. Susu yang digunakan yaitu susu EMP. Enzim yang terlibat meliputi enzim
segar yang mengandung antibiotik negatif glukokinase, phosfoglukoisomerase,
kemudian dicampurkan melalui PHE (Plate Heat phosfofruktokinase, a-ldolase, gliseraldehid-3-
Exchanger) dengan suhu 55°C-60°C dengan phosfatdehidroginase, phosfogliserat kinase,
selang waktu 15 menit. Kemudian, proses yang phosfgliseromutase, enolase, piruvatkinase dan
berikutnya adalah pasteurisasi susu lalu dialirkan dehydrogenase. Optimalisasi Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus pada

E-16
19 David Richard Hendarto, dkk./ J. Sains Dasar 2019 8 (1) 13 - 19

proses pengolahan yoghurt yang berkualitas dapat [11] ITIS Standard Report Page: Lactobacillus
diperhatikan 2 faktor utama yang mempengaruhi delbrueckii bulgaricus. (1919).
yaitu suhu pertumbuhan kedua bakteri (42°C) serta Lactobacillus delbrueckii bulgaricus (Orla-
pH yang optimal (6,15). Indonesia sendiri sudah Jensen, 1919) Weiss et al., 1984.
memiliki standar dalam memproduksi yoghurt https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/Single
yang berkualitas yaitu sesuai dengan SNI. Rpt?search_topic=TSN&search_value=96949
3#null
Pustaka [12] ITIS Standard Report Page : Streptococcus
thermophilus. (1919). Streptococcus
[1] A.S, Suharyono dan M. Kurniadi. (2010). thermophilus (Orla-Jensen, 1919).
Pengaruh Konsentrasi Starter Streptococcus https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/Single
thermophillus dan Lama Fermentasi Terhadap Rpt?search_topic=TSN&search_value=96647
Karakteristik Minuman Laktat dari 7#null
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus). Jurnal [13] Hutkins, R.W. 2006. Microbiology and
Teknologi Hasil Pertanian. 1(1) : 51-58. Technology of Fermented Foods. Blackwell
[2] Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan Publishing : USA.
M. Wootton. (2007). Ilmu Pangan [14] Amaliah, A. (2002). Pembuatan Soyghurt
(Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono). dengan Media Ekstrak Tempe (skripsi).
Universitas Indonesia Press: Jakarta. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
[3] Widodo, Wahyu. (2002). Bioteknologi [15] Hofvendahl, K. dan B. H. Haegerdal. (2000).
Fermentasi Susu. Pusat Pengembangan Factors affecting the fermentative lactic acid
Bioteknologi Universitas Muhammadiyah : production from renewable resources.
Malang. Enz.Microb Technol. 26: 87-107.
[4] Ginting, N. dan E. Pasaribu. (2005). Pengaruh [16] Malaka, R. (2010). Pengantar Teknologi
Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Susu. Masagena Press : Makassar.
Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan [17] Badan Standarisasi Nasional (BSN). (2009).
Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus SNI Yoghurt.
Thermophilus. Jurnal Agribisnis Peternakan. https://www.academia.edu/16510989/475184
1(2) : 73-77. 97-SNI-Yogurt.
[5] Hafsah & Astriana. (2012). Pengaruh Variasi [18] Oberman, H. (1985) . Fermented milks . In :
Starter Terhadap Kualitas Yoghurt Susu Sapi. microbioloy of Fermented Foods vol 2 .
Jurnal Bionature. 13(2) : 96-102. Elsiever applied science. Publishers :
[6] El-Abbassy, M.Z. & Sitohy, M. (1993). England.
Metabolic interaction between Streptococcus [19] Beal, C., L. Philippe, C. Georges. (1989).
thermophilus and Lactobacillus bulgaricus in Influence Controlled pH and Temperature on
single and mixed starter yoghurt. Journal of The Growth and Acidification of Pure
Food / Nahrung. 37(1) : 53-58. Cultures of Streptococcus thermophilus 404
[7] Syainah, E., S. Novita & R. Yanti. (2014). and Lactobacillus bulgaricus 398. Appl
Kajian Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Microbiol Biotechnol. 32: 148-154.
Jenis Susu dan Inkubasi yang Berbeda [20] Anjasari, B. (2010). Pangan Hewani
Terhadap Mutu dan Daya Terima. Jurnal Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi.
Skala Kesehatan. 5(1): 1-8. Penerbit Graha Ilmu : Yogyakarta.
[8] Sneath, P.H.A., Mair, N.S., Sharpe, M.E. & [21] Helferich, W. & D.C . Westhoff. (1980). All
Holt, J.G. (1986). Bergey’s Manual of Abaout Yoghurt. Prentice-Hall Inc : New
Systematic Bacteriology, vol. 2. Baltimore: York.
Williams & Wilkins. [22] Muawanah, A. (2007). Pengaruh Lama
[9] Sofia. (2004). Lactobacillus bulgaricus - The Inkubasi dan Variasi Jenis Starter Terhadap
Magic Bulgarian bacillus. Kadar Gula, Asam Laktat, Total Asam, dan
https://www.novinite.com/articles/33678/Lact pH Yoghurt Susu Kedelai. Jurnal Kimia
obacillus+Bulgaricus+The+Magic+Bulgarian Valensi. 1(1) : 1-6.
+Bacillus. [23] Paramitha, C. V. (2016). Proses Produksi dan
[10] Science Photo Library. (2009). Pengawasan Mutu Yoghurt pada CV. Cita
https://www.sciencephoto.com/media/13031/ Nasional Salatiga. Laporan Kerja Praktek.
view/streptococcus-thermophilus-in-yogurt. Universitas Katolik Soegijapranata:
Semarang.

E-17
E-18
E-19
E-20
E-21
E-22
E-23
E-24
E-25
E-26
E-27
E-28
Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan
Vol 6, No 1, September 2018,
ISSN: 2338-9095 (Print) ISSN:
2338-9109 (online)

Bakteri Asam Laktat Lactobacillus Plantarum C410LI dan Lactobacillus


Rossiae LS6 yang Diisolasi dari Lemea Rejang terhadap Suhu, pH dan
Garam Empedu Berpotensi sebagai Prebiotik

Yenni Okfrianti1, Darwis2, Ayu Pravita3


Poltekkes Kemenkes Bengkulu
yenni79okfrianti@gmail.com

Artikel history
Dikirim, Jun 22nd, 2018
Ditinjau, Aug 21st, 2018
Diterima, Aug 28th, 2018

ABSTRACT
Based on previous research it was found that lemea (traditional food rejang) was proven to
contain 2 types of lactic acid bacteria (BAL) namely L.aplantarum C410L1 and L. crossiae LS6
which could be probiotic and beneficial for health. The development of lemea as a potential
probiotic must be proven its resistance to bile acids and salts as an indication of being able to
survive in the gastrointestinal tract. This study aims to determine the resistance of BAL isolated
from lemea against low pH, bile acids, and temperature. This research is an experimental study
with all research units controlled. Analysis of BAL resistance to high temperatures, low pH, and
bile salts was carried out in the Bengkulu Polytechnic Health Polytechnic laboratory. The total
BAL colonies increased at 49 ° C and decreased at 64 ° C. The increase in the total number of
BAL colonies within 0-30 hours occurred at pH 5 and pH
6. There was no increase or decrease in the total number of BAL colonies in salts 0.30%, 0.60%,
and 0.90%. The diisolate lactic acid (BAL) bacteria from lemea have a temperature resistance of
42 ° C to 64 ° C, pH 2 to pH 7, have a salt resistance concentration of 0.30% to 0.90%. Lactic
acid bacteria (BAL) which are diisolate from lemea have the potential as probiotics.

Keywords: salt, pH, temperature, time, lactic acid bacteria

ABSTRAK
Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa lemea (makanan tradisional rejang) terbukti
mengandung 2 jenis bakteri asam laktat (BAL) yaitu L.aplantarum C410L1 dan L.rossiae LS6
yang dapat bersifat probiotik dan bermanfaat untuk kesehatan. Pengembangan lemea sebagai
probiotik potensial wajib dibuktikan ketahanannya terhadap asam dan garam empedu sebagai
indikasi mampu bertahan hidup dalam saluran cerna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
ketahanan BAL yang diisolasi dari lemea terhadap pH rendah, asam empedu, dan suhu.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan semua unit penelitian dikontrol. Analisis
ketahanan BAL terhadap suhu tinggi, pH rendah, dan garam

E-29
Yenni O, Darwis, dan Ayu P, Bakteri Asam Laktat Lactobacillus Plantarum C410LI dan 50
Lactobacillus Rossiae LS6 yang Diisolasi dari Lemea Rejang terhadap Suhu, pH dan Garam
Empedu Berpotensi sebagai Prebiotik

empedu dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Poltekkes Kemenkes Bengkulu. Total koloni


BAL mengalami peningkatan pada suhu 49°C dan penurunan pada suhu 64°C. Peningkatan
jumlah total koloni BAL dalam waktu 0-30 jam terjadi pada pH 5 dan pH 6. Tidak terjadi
peningkatan atau penurunan jumlah total koloni BAL pada garam 0,30 %, 0,60%, maupun
0,90%. Bakteri asam laktat (BAL) yang diisolat dari lemea memiliki ketahanan terhadap suhu
42°C sampai 64°C, pH 2 sampai pH 7, memiliki ketahanan terhadap garam konsentasi 0,30%
sampai 0,90%. Bakteri asam laktat (BAL) yang diisolat dari lemea memiliki potensi sebagai
probiotik.

Kata Kunci: garam, pH, suhu, waktu, bakteri asam laktat

PENDAHULUAN
Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah sejenis adanya enzim-enzim khusus yang dimiliki
bakteri gram positif, tidak menghasilkan oleh mikroorganisme untuk memecah
spora, berbentuk bulat atau batang dan ikatan dari molekul kompleks menjadi
memproduksi asam laktat sebagai produk molekul sederhana sehingga
akhir metabolik utama selama proses mempermudah penyerapan oleh saluran
fermentasi (Ramesh, 2015). Bakteri asam pencernaan manusia (Williams, 2010).

laktat dapat berfungsi sebagai bakteriosin


Bakteri asam laktat (BAL) sebagai sumber
yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.
probiotik mengandung asam amino
Bakteriosin adalah komponen ekstraseluler
pendek yang mampu menurunkan tekanan
berupa peptide atau senyawa yang berupa
darah, meningkatkan kekebalan tubuh, dan
protein antimikroba yang memperlihatkan
menghambat kerja enzim pembentuk
suatu respon berlawanan terhadap bakteri
kolesterol sehingga menurunkan kolesterol
tertentu (Jagadesswari, 2010). Bakteri
tubuh (Beltrán-Barrientos et al., 2016).
asam laktat juga disebut probiotik
Manfaat lain adalah kandungan senyawa
(Emmawati, 2015).
dalam bakteri asam laktat juga dapat
Probiotik yaitu mikroorganisme hidup mencegah terjadinya kanker. Bakteri asam
yang memberi manfaat kesehatan terhadap laktat banyak terdapat pada produk susu
inangnya apabila dikonsumsi dalam fermentasi (dadih, yoghurt), produk asinan
jumlah yang cukup. Prinsip kerja probiotik sayur buah, dan produk-produk fermentasi
yaitu dengan memafaatkan kemampuan lainnya (Ramesh, 2015).
organism tersebut dalam menguraikan
Manfaat yang bisa diperoleh dari kebiasaan
rantai panjang karbohidrat, protein, dan mengkonsumsi probiotik yaitu mampu
lemak. Kemampuan ini diperoleh karena meningkatkan pertahanan imunitas

E-30
51 Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, Vol 6 Nomor 1, September 2018, hlm : 49 - 58

nonspesifik. Probiotik dari jenis Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang
Lactobaccillus casei dan Lactobacilus sudah dilakukan oleh Abdel-Rahman et al
bulgaricus diketahui dapat meningkatkan (2013) dan Aghababaie et al (2015) pada
produksi makrofag dan mengaktifkan penelitian ini yakni terdapat pengaruh pH,
fagosit baik penelitian pada manusia suhu, dan salisitas terhadap pertumbuhan
maupun pada tikus percobaan. Proses dan produksi asam laktat 3 jenis isolat
fagositosis merupakan respon awal dari bakteri asam laktat pada bahan makanan
sistem pertahanan tubuh sebelum tubuh fermentasi.
membentuk antibodi. Fagosit akan
Makanan sejenis bekasam dapat ditemukan
menyingkirkan agen-agen toksik yang
di Provinsi Bengkulu yakni Lemea. Lemea
masuk ke dalam tubuh sehingga dapat
adalah makanan fermentasi tradisional
menurunkan tekanan darah dan membantu
Suku Rejang yang terbuat dari campuran
menurunkan kolesterol (Widiyaningsih,
ikan air tawar dan rebung yang dicacah,
2011).
selanjutnya difermentasi selama 3-4 hari
Bakteri asam laktat merupakan fastidious pada suhu 25,17oC. Lemea mengandung
organism, tumbuh dengan baik pada kadar air yang sangat tinggi yakni sebesar
medium kompleks. Asam laktat diproduksi 90,87% dan rasa asam yang khas dengan
sebagai metabolit primer, sehingga pH 4,55 (Nurutami et al., 2014). Selain itu
termasuk growth-associated product. juga lemea diketahui mengandung bakteri
Produksi Bakteri asam laktat mempunyai genus Pediococcus (Rianti et al., 2014)
hubungan linier dengan laju pertumbuhan. dengan koloni bakteri sebanyak 118,67x10
4
Hal ini menunjukkan bahwa untuk dapat koloni /gram (Nurutami et al, 2014).
dikatakan probiotik pertumbuhan bakteri
Pada penelitian tahap 1 yang sudah
asam laktat sangat dipengaruhi oleh
dilakukan sebelumnya diketahui lemea
komposisi media pertumbuhan dan faktor
yang sudah difermentasikan dengan bahan
lingkungannya (Williams, 2010).
dasar ikan betok mengandung BAL
Faktor yang dapat mempengaruhi sebanyak 1,7x108 koloni/g dengan
pertumbuhan dan produksi asam laktat diperoleh jenis bakterinya yakni
adalah pH, suhu dan garam empedu. Setiap Lactobacillus plantarum C410L1 dan
spesies bahkan strain dapat memiliki nilai Lactobacillus rosiiae LS6. Penelitian
pH dan suhu terbaik yang berbeda untuk sebelumnya yakni untuk membuktikan
pertumbuhan dan produksi asam laktat. lemea memiliki potensi sebagai makanan

E-31
Yenni O, Darwis, dan Ayu P, Bakteri Asam Laktat Lactobacillus Plantarum C410LI dan 56
Lactobacillus Rossiae LS6 yang Diisolasi dari Lemea Rejang terhadap Suhu, pH dan Garam
Empedu Berpotensi sebagai Prebiotik

Pada penelitian tahap 1 yang sudah dilakukan Laktat (BAL) terhadap garam empedu
sebelumnya diketahui lemea yang sudah merupakan suatu karakteristik yang
difermentasikan dengan bahan dasar ikan penting, karena akan berpengaruh pada
betok mengandung BAL sebanyak 1.7 x 108 aktivitas BAL dalam saluran pencernaan,
koloni/g dengan diperoleh jenis bakterinya terutama saluran usus bagian atas tempat
yakni Lactobacillus plantarum C410L1 dan empedu disekresikan. Empedu bersifat
Lactobacillus rosiiae LS6. sebagai senyawa aktif permukaan. Sifat ini
yang menyebabkan aktifnya enzim
Penelitian yang dilakukan oleh Emmawati
lipolitiklipolitik
Enzim yang bereaksi
disekresikan
denganpankreas.
asam
et al (2015) menunjukkan bahwa bakteri
lemak pada membran sitoplasma BAL,
yang tahan terhadap garam 0,50 % dan
sehingga mengakibatkan perubahan
suhu pH 2 berpotensi sebagai probiotik. struktur membran dan sifat
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
permeabilitasnya. Keragaman struktur
yang dilakukan oleh Sunaryanto dan
asam lemak pada membran sitoplasma
Marwoto (2012) telah diperoleh lima isolat bakteri menyebabkan perbedaan
Lactobacillus DH1, DH2, DH3, DH3, dan
permeabilitas dan karakteristiknya
DH5 sebagai kandidat probiotik yang
sehingga mungkin mempengaruhi
diisolasi dari dadih susu kerbau. Hasil ketahanannya terhadap garam empedu.
identifikasi secara fenotip dan secara
molekuler menggunakan 16S rRNA, isolat SIMPULAN
DH2 teridentifikasi sebagai Lactobacillus Bakteri asam laktat (BAL) yang diisolat
plantarum dan memiliki karakteristik yang dari lemea memiliki ketahanan terhadap
dapat digunakan sebagai kandidat suhu 42°C sampai 64°C. Bakteri asam
probiotik. Isolat DH2 mampu bertahan laktat (BAL) yang diisolat dari lemea
hidup sampai dengan pH 2, konsentrasi memiliki ketahanan terhadap pH 2 sampai
garam empedu sampai dengan 0,5% (b/v). pH 7. Bakteri asam laktat (BAL) yang
diisolat dari lemea memiliki ketahanan
Penelitian lain oleh Adawiyah et al (2015)
terhadap garam konsentasi 0,30% sampai
menunjukkan bahwa Bakteri Asam Laktat
0,90%.
isolat susu sapi asli dangke L. fermentum
dan L. acidophillus memiliki ketahanan
garam empedu. Ketahanan Bakteri Asam

E-32
ORIGINAL RESEARCH ARTICLE

Current Research on Biosciences and Biotechnology 2 (1) 2020 101-104

Current Research on Biosciences and


Biotechnology
www.crbb-journal.com

The effect of temperature, incubation and storage time on lactic acid


content, pH and viscosity of goat milk kefir
Yola Desnera Putri*, Nur Asni Setiani, Sohadi Warya
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, Bandung, West Java, Indonesia

ABSTRACT

Kefir is a fermented beverage that has probiotic properties and often used as a cosmetic or Article history:
ointment raw material. Its lactic acid content is classified as AHA (alpha hydroxy acid) which is Received 20 Jul 2020
known good for skin health. The objectives were to study the influence of temperature, Revised 25 Aug 2020
fermentation and storage time on the amount of lactic acid, pH and viscosity of kefir. Accepted 26 Aug 2020
Fermentation of kefir was performed at two different temperatures (room temperature and 37 oC) Available online 31 Aug 2020
for 24 and 48 h. Storage condition of kefir products was performed at cold and room temperature
for 4 to 28 d. The content of lactic acid was based on the total organic acid determined using Keywords:
acid-base titration. The results showed that the average content of lactic acid in 48 h-fermented Kefir
kefir at room temperature and 37oC were 0.9 to 2.2% with pH and viscosity characteristics were goat milk
4.1 to 4.3 and 1400 to1600 cPs, respectively. Meanwhile, during 24 d of storage, the average lactic acid
content of lactic acid was 1.97 to 3.54%, where pH and viscosity characteristics were 3.5 to 4.5 pH
and 3400 to 6400 cPs, respectively. The optimum storage time of goat milk kefir is obtained on viscosity
days 4 to 12 and they can be stored for up to 24 days without deterioration of kefir products.
*Corresponding author:
yoladesnera@stfi.ac.id

DOI: 10.5614/crbb.2020.2.1/HPMQ5042 e-ISSN 2686-1623/© 2020 Institut Teknologi Bandung. All rights reserved

1. Introduction Kefir is generally stored in a refrigerator, where cold


temperature decreases the metabolism of kefir grains, thereby
Kefir is an acidic-alcoholic fermented milk product with little affecting the product characteristics. Increasing the population of
acidic taste and creamy consistency that was originated in the microorganisms that produce lactic acid and other compounds
Balkans, in Eastern Europe, and in the Caucasus (Angulo et al., during fermentation has contributed to the characteristic of kefir
1993). Kefir beverage is commonly manufactured by fermenting (Abraham et al., 1999). Temperature and storage time affect the
milk with kefir grains. This process is supported with a complex viability of lactic acid bacteria and yeast, and also contribute to the
microbial symbiotic mixture of lactic acid bacteria (e.g., development of pH, titratable acidity, and taste of the product.
Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc and Streptococcus) and This study was conducted to determine the effect of
yeasts (e.g., Kluyveromyces and Saccharomyces) (Magalhães et al., temperature and incubation time during kefir production and the
2010). effect of storage time on the kefir products by analyzing the content
The main products of kefir fermentation are lactic acid, ethanol of lactic acid and their physicochemical properties e.g. pH and
and carbon dioxide which confer the beverage with viscosity, viscosity as supporting indicators.
acidity and low alcohol content (Firdausi et al., 2010). Kefir is a
fermented product like yoghurt that has health benefits. Kefir is a 2. Materials and methods
dairy product produced by fermentation of various animal milk
(i.e., goat and cow) with kefir grain (Yilmaz-Ersan et al., 2016). Materials
Kefir grains have a complex composition of microbial species such
Pure goat milk was obtained from Palalangon Farm, kefir grain
as the predominance of lactic acid bacteria, acetic bacteria, yeasts,
was from Rumah Kefir Bandung, distilled water, buffer pH 4.7 and
and fungi (Pogačić et al., 2013).
9.0 for calibration, indicators of phenolphthalein, oxalic acid and
Fatty grains in goat's milk are between 1 to 10 millimicrons the
NaOH were purchased from Brataco, Bandung. The tools and
same as cow's milk. However, the number of small diameter and
instruments were thermometer, stir bar, 100 g of ointment pot,
homogeneous fat granules is more common in goat's milk, so that
erlenmeyer (Pyrex), beaker glass (Pyrex), incubator, refrigerator,
goat's milk is more easily digested by human digestive organs and
pH meter (Mettler Tolledo), analytical balance (Ohaus), and
does not cause diarrhea to people who consume it. Physically, the
viscometer (Brookfield).
difference between goat's milk and cow's milk can be seen from its
color, where goat's milk is whiter than cow's milk, because goat's Kefir production
milk does not contain carotene (Je-Ruei Liu et al., 2005; Rattray
and O’Connell, 2011). Amount of 2.5 l of kefir starter was added into 47.5 l goat milk
to make 50 l of mixture containing 5% of kefir. It was then divided

E-33
Current Research on Biosciences and Biotechnology 2 (1) 2020 101-104

into four containers (10 l of each). Two respective containers were fermented kefir compared to the kefir fermented for 24 h. It was
fermented in an incubator at 37oC and at room temperature for 48 related to the amount of organic acid content in Table 1. The longer
h. The remaining mixture of milk was filtered again and washed the fermentation time, the lower the pH value due to the high level
with boiled water to obtain kefir starter for the next fermentation. of lactic acid. Lund and Eklund (2000), reported that lactic acid
The kefir products from each fermentation (room and incubator) bacteria convert lactose to lactic acid, thereby reducing the pH of
were divided into smaller pots consisted of 14 pots where each pot the substrate which is beneficial for the growth of lactic acid
contained 100 grams of kefir. Seven respective pots were kept at bacteria. As said that the pH of growth of lactic acid bacteria is 4.82
low temperature (5 to 10°C) and room temperature. to 4.39.

Determination of lactic acid content, pH and viscosity Table 2. Effect of temperature and incubation time on the pH of goat milk
The observations of kefir product were the measurement of pH, kefir
organic acid content, and viscosity. Unfermented goat milk was a pH
negative control. The measurement was performed at intervals of Temperature
24 h 48 h
24 and 48 h of fermentation. In addition, the effect of storage time
of kefir was observed for 4, 8, 12, 16, 20, and 24 d. The level of RT 4.34 4.10
lactic acid in this study referred to the amount of organic acid. 37oC 4.33 4.17
According to Underwood (1989), organic acid content was RT: room temperature
determined using the acid-base titration method which was carried
Effect of temperature and incubation time on the
out by filling the burette with NaOH 0.1 N. Kefir was weighed in 18
viscosity of goat milk kefir
grams in Erlenmeyer, then added 10 drops of 1% phenolphthalein
as an indicator. Kefir has a characteristic pH of 3.77 to 4.19. The The viscosity of goat milk kefir during storage is shown in Table
pH of goat milk kefir was directly measured without dilution. The 3. The increase of the viscosity was time-dependent. The optimum
viscosity of kefir was measured by Brookfield viscometer with a viscosity was obtained after 48 h fermentation at 37oC which was
speed of 30 rpm. 1600 cPs, while the lowest viscosity value was 1400 cPs at room
temperature for 24 h fermentaion. Harjiyanti et al. (2013) stated
3. Results and discussion that the formation of lactic acid by lactic acid bacteria cause an
increase in total acid so that casein undergoes coagulation with gel
Effect of temperature and incubation time on the lactic formation. The formation of the gel causes the texture to become
acid content of goat milk kefir semi-solid thereby increasing the viscosity of fermented milk. In
Optimization of the incubation time and temperature was addition, after a decrease in pH, the gel was formed followed by an
required to obtain the optimal amount of lactic acid during kefir increase in viscosity.
fermentation with the addition of 5% (w/v) starter. After 24 h of
fermentation, the amount of organic acid was 0.9 and 1.3% at room Table 3. Effect of temperature and incubation time on the viscosity of goat
milk kefir.
temperature and 37oC, respectively (Table 1). The result was
consistent with Tamime's statement and Robinson that good culture Viscosity (cPs)
Temperature
will produce 0.4 to 1.0% lactic acid after 12 to 20 h and the standard 24 h 48 h
requirement for the amount of organic acid for fermented milk is at
RT 1400 1480
least 0.3% (Codex, 2003). 37oC 1500 1600
RT: room temperature
Table 1. Effect of temperature and incubation time on the amount of lactic
acid in goat milk kefir
Effect of temperature and storage time on the lactic acid
Lactic acid content, % content of goat milk kefir
Temperature
24 h 48 h The relationship between storage time, temperature and the
RT 0.906 1.52 lactic acid content in kefir products is shown in Table 4. It can be
37oC 1.35 2.2 seen that the lowest lactic acid was 1.97% which was obtained from
RT: room temperature kefir fermented in an incubator and stored at room temperature for
16 d. While the highest total lactic acid was up to 3.54% which was
The length of fermentation affected the product, i.e. the longer obtained from kefir fermented at room temperature and stored at
the incubation time, the more substrates that can be overhauled by cold temperature for 24 d. However, too high lactic acid content is
the starter. This was found by the value of the amount of organic not good when compared to the Indonesian National Standard (SNI)
acid that increased after 48 h of fermentation, where the amount of of yogurt which is also applied for kefir standardization. According
organic acid produced by 1.5% at room temperature and 2.2% at to SNI, the total level of lactic acid that meets the quality standards
37oC. These were greater than the results from 24 h fermentation. is between 0.5 to 2.0%.
Temperature at 37oC was found to be the optimal temperature for
kefir fermentation due the higher organic acid level. Table 4. Effect of temperature and storage time on lactic acid content of
To our results, the level of organic acid was highly determined goat milk kefir
by the temperature and incubation time. The temperature above
Lactic acid content (%) on the storage time
30oC enabled lactic acid bacteria to optimally grow, hence produced Storage Temperature
more lactic acid. The longer time for fermentation also gave the 4d 8d 12 d 16 d 20 d 24 d
chance of bacteria to generate more lactic acid from lactose Cold 2.94 2.77 2.85 2.46 2.5 2.27
contained in goat milk . Incubator
RT 2.53 2.80 2.44 1.97 - -
Cold 2.82 2.82 2.72 2.78 3.46 2.18
Effect of temperature and incubation time on the pH of Room
RT 2.72 2.65 2.93 2.56 2.49 3.54
goat milk kefir RT: room temperature, -: kefir has gone bad, all kefir products have gone bad on 28 d

Table 2 showed pH of goat milk kefir produced from different


temperature and incubation time. Lower pH was observed in 48 h-

E-34
Studi Potensi Ekstrak Daun Adam Hawa (Rhoeo discolor) Sebagai Indikator Titrasi Asam- BasaRatnasari, S.,
Suhendar, D., Amalia, V.

STUDI POTENSI EKSTRAK DAUN ADAM HAWA (Rhoeo discolor) SEBAGAI


INDIKATOR TITRASI ASAM-BASA
Sinta Ratnasari*, Dede Suhendar, Vina Amalia

Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Jalan A.H.Nasution
No. 105 Bandung 40614
*Alamat Korespondensi: sinta.ratnasari19@gmail.com

Abstrak: Daun adam hawa memiliki pigmen warna ungu yang diduga berasal dari antosianin. Pigmen antosianinini
bersifat larut dalam air sehingga mampu bereaksi baik dengan asam maupun basa. Karakterisitik perubahan warna
ini menjadi potensi ekstrak daun adam hawa sebagai indikator dalam menentukan titik akhir pada titrasi asam basa.
Perbandingan pelarut etanol 70% : ekstrak daun adam hawa (2:1) mampu mengekstrak metabolit sekunder secara
optimal dengan metode ekstrasi teknik maserasi selama 24 jam. Karakterisasi indikator ini meliputi uji perubahan
warna dalam berbagai pH, titrasi asam basa konvensional dan autotitrator, perbandingannya dengan indikator
fenolftalein (PP) dan metil jingga (MJ), identifikasi menggunakan spektrofotometer sinar tampak dan FTIR serta uji
waktu simpan indikator. Hasil karakterisasi menunjukkan, indikator memiliki perubahan warna dari jingga
kemerahan-hijau kecoklatan dengan trayek pH 4,75-6,75 pada daerah serapan λ maksimum 510,01-591,99 nm,
memiliki persentase selisih dengan indikator PP sebesar 0,915% dan indikator MJ sebesar 0,925%, serta dapat
digunakan sampai empat minggu.

Kata kunci: indikator, titrasi asam basa; trayek pH; antosianin.

Abstract: Adam hawa leaf has purple pigment that comes from anthocyanin. Anthocyanin pigment is soluble in
water so it can react with acid or base substances. Color change in different pH value made this leave extract can
be used as an indicator to determine end point of acid-base titration. Comparison of 70% ethanol: adam hawa leaf
extract (2: 1) capable of extracting secondary metabolites optimally with maceration techniques for 24 hours.
Characterization of indicator include tests color changes at various pH level, acid-base titration using
conventional titration and autotitrator methods, comparison with phenolphthalein (PP) and methyl orange (MJ)
indicator, identification using visible and FTIR spectrophotometer and retention time of indicator. Results showed,
the indicator color changed from reddish orange to brownish green with pH stretch of 4.75-
6.75 with maximum wavelength of 510.01-591.99 nm, has 0.915 and 0.925% difference with PP and MJ,
respectively. The indicator can be used up to four weeks.

Keywords: indicators; acid-base titration; pH stretch; anthocyanin.

PENDAHULUAN akhir titrasi pada analisis volumetrik. Suatu zat dapat


Daun adam hawa (Rhoeo discolor) merupakan dikatakan sebagai indikator titrasi asam basa jika
tanaman yang mudah dijumpai di Indonesia. Pigmen dapat memberikan perubahan warna sampel seiring
merah dan pigmen hijau yang menjadi ciri khas dari dengan terjadinya perubahan konsentrasi ion
tumbuhan tersebut dihasilkan dari senyawa flavonoid hidrogen atau perubahan pH (Day & Underwood,
yaitu antosianin dan pigmen klorofil (Kadir, 2008). 1986).
Senyawa yang berperan dalam perubahan warna Indikator asam basa yang sering digunakan di
indikator alami adalah antosianin yang juga laboratorium untuk titrasi asam basa merupakan
merupakan metabolit sekunder golongan flavonoid indikator sintetis contohnya fenolftalein (PP) dan
dan termasuk pigmen yang larut dalam air secara metil jingga (MJ). Setiap indikator sintetis memiliki
alami sehingga memiliki kemampuan untuk bereaksi harga yang cukup mahal, serta dapat menyebabkan
baik dengan asam maupun dengan basa. Antosianin polusi lingkungan. Harga indikator titrasi asam basa
berwarna merah dalam media asam, dan berubah yang mahal membuat terbatasnya percobaan titrasi
menjadi ungu dan biru pada media basa (Winarno, tersebut terutama di sekolah-sekolah yang berada
1992). jauh dari perkotaan.
Titrasi asam basa merupakan salah satu metode Kandungan antosianin yang terdapat pada daun
analisis kuantitatif untuk menentukan konsentrasi adam hawa menyimpan potensi besar sebagai
dari suatu zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan indikator titrasi asam basa.
dalam titrasi asam-basa sangat ditentukan oleh Ekstraksi menggunakan teknik maserasi yang
kinerja indikator yang mampu menunjukkan titik merupakan metode yang paling umum digunakan
akhir dari titrasi. Indikator merupakan suatu zat yang untuk memisahkan kandungan senyawa kimia pada
ditambahkan ke dalam larutan sampel sebagai jaringan tumbuhan. Etanol 70% merupakan pelarut
penanda yang menunjukkan telah terjadinya titik yang baik untuk ekstraksi flavonoid khususnya

39

E-35
40
Chimica et Natura Acta Vol.4 No.1, April 2016: 39-46

antosianin karena memiliki sifat polar yang mampu panjang gelombang maksimal setiap sampel
melarutkan senyawa polar. menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan
Dengan demikian studi penelitian dari potensi pengukuran 1 kali seminggu pada panjang
ekstrak daun adam hawa ini diharapkan dapat gelombang 378–780 nm.
memberikan sumbangsih dalam ilmu kimia tingkat
dasar khususnya untuk praktikum titrasi asam basa. Pengujian dengan FTIR
Indikator alami dapat dijadikan sebagai bahan Sampel ekstrak dikeringkan dengan cara
alternatif indikator yang mudah didapatkan dengan dipanaskan pada suhu 40°C dengan penambahan
perbandingan biaya yang jauh lebih hemat etanol absolut selama 3 hari, diperoleh ekstrak
dibandingkan dengan indikator sintetis, namun tetap kering. Ekstrak kering ditambahkan pelet KBr ±1mg,
memiliki manfaat dan tujuan yang sama untuk titrasi kemudian dianalisis menggunakan FTIR pada
asam basa pada umumnya. bilangan gelombang 400–4000 cm-1.

BAHAN DAN METODE Uji waktu simpan dan aplikasi indikator


Bahan yang digunakan yaitu etanol 70% (CV. Ekstrak disimpan 20 mL dalam botol gelap yang
Brataco) sebagai pelarut ekstraksi, natrium diberi label 1-4 yang menandakan penyimpanan
hidroksida (99%, Merck), asam klorida (36%, Merck) selama empat minggu dengan pengecekan warna, pH
dan asam oksalat dihidrat (99,5%, Merck) digunakan dan pengujian kelayakan indikator dengan titrasi
dalam titrasi. Bahan lain yang digunakan yaitu asam basa konvensional setiap 1 minggu sekali.
akuades komersial, indikator fenolftalein (Merck) Selanjutnya, dilakukan titrasi asam basa (HCl 0,1
dan indikator metil jingga (Merck). N dan NaOH 0,1 N) dengan menggunakan sampel
Alat-alat yang digunakan meliputi alat-alat gelas indikator dan dibandingkan dengan indikator sintetis,
yang umum digunakan di laboratorium, blender, serta dilakukan titrasi dengan autotitrator.
neraca analitik, pH-meter, dan kertas saring
(Whatman 40), spektrofotometer UV-Vis untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
pengujian panjang gelombang maksimum antara 370
–780 nm, spektrofotometer FTIR untuk Hasil ekstraksi sampel perubahan warna sampel
mengidentifikasi gugus fungsi dan autotitrator untuk indikator
menentukan titik ekuivalen titrasi. Proses penghalusan pada daun adam hawa
dilakukan untuk memperluas permukaan, sehingga
Preparasi sampel mempercepat proses ekstraksi.
Daun adam hawa dibersihkan dengan air mengalir Pelarut etanol 70% digunakan pada proses
untuk menghilangkan kotoran yang menempel, ekstraksi, karena merupakan pelarut polar yang dapat
kemudian semua sampel dipotong tipis lalu menarik komponen yang bersifat polar yaitu
dihaluskan dengan blender selama 15–20 detik. antosianin.
Ekstrak sampel dapat dilihat pada Gambar 1.
Pembuatan ekstrak Warna yang dihasilkan oleh sampel ekstrak adalah
Daun adam hawa (AH) diekstraksi menggunakan warna ungu pekat.
teknik maserasi menggunakan etanol 70%.
Perbandingan yang digunakan antara etanol 70% dan
daun adam hawa (2 : 1). Kemudian daun adam hawa
dimasukkan ke dalam beaker glass lalu tambahkan
pelarut etanol 70% sebanyak 100 mL, selanjutnya
campuran didiamkan selama 24 jam dan disaring
untuk memperoleh ekstrak. Ekstrak tersebut disimpan
dalam botol gelap dan suhu ruangan serta disimpan di
lemari es untuk pengawetan ekstrak selama 1 bulan.

Uji warna ekstrak dari sampel dalam berbagai pH


Sebanyak 10 tetes sampel ekstrak dimasukkan ke
dalam 5 mL larutan pH 1–10 dan diamati perubahan
warna yang terjadi. Setelah diketahui perbedaan Gambar 1. Ekstrak daun adam hawa
warna secara kasat mata yang menunjukkan
kemungkinan trayek pH, maka dibuat kembali larutan Pada ekstrak sampel kemudian dilakukan
pH ± 0,5 dari pH yang sebelumnya menunjukkan pengujian warna dalam berbagai pH, hal ini
perubahan warna yang signifikan. dilakukan untuk mengetahui sejauh manakah
perubahan warna yang dihasilkan sampel dalam
Pengujian dengan Spektofotometer UV-Vis rentang pH tertentu dan perubahan warna signifikan
Sampel ekstrak dalam berbagai pH dan ekstrak yang dapat menunjukkan kemungkinan trayek pH
yang disimpan selama empat minggu ditentukan sampel ekstrak indikator. Larutan pH yang digunakan

E-36
E-37
E-38
Situational Problems in MPD 59

and pipe movement cause the major variations in APL due to fluid
velocity.
With the pump on, as the pipe is lowered, as after a connection,
the velocity past the bottom-hole assembly (BHA) and drill pipe
must increase, increasing the APL. When the pipe is raised, the
velocity decreases as some of the drilling fluid fills the voided space,
and this decreases the APL. The APL is finally affected by the
speed of the pipe movement.
With the pump off, as the pipe is lowered, as after a connection,
the APL and the velocity past the BHA and drill pipe are increased,
caused by displacement of fluid from the open bore. Likewise, if the
pipe is raised with the pump off, the APL goes negative.

Reynolds Number
The Reynolds number is the ratio of inertial forces to viscous
forces. The Reynolds number is a dimensionless number used to
categorize the fluids systems in which the effect of viscosity is
important in controlling the velocities or the flow pattern of a fluid.
Mathematically, the Reynolds number, NRe, is defined as
vd
N = ,
Re
(2.6)

where

 = density
v = velocity
d = diameter
μ = viscosity

The Reynolds number is used to determine whether a fluid is in


laminar or turbulent flow. Based on the API 13D recommenda-
tions, it is assumed that a Reynolds number less than or equal to
2100 indicates laminar flow, and a Reynolds number greater than
2100 indicates turbulent flow. In field units, the equation for calcu-
lating the Reynolds number becomes

928vd
N Re = , (2.7)

E-39
E-40
E-41
E-42
E-43
YOGURT & CONCENTRATED YOGURT
Makanan Fungsional Dari Susu
JUNI SUMARMONO

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS JENDERAL


SOEDIRMAN
2016

E-44
Gambar 1. Dadih atau dadiah merupakan produk susu fermentasi yang dibuat dari susu
kerbau di Sumatra Barat. Produk ini dibuat dengan proses fermentasi yang
mengandalkan mikroorganisme yangsecara alamiah terdapat pada susu, bambu dan
daun pisang

Jenis-Jenis Yogurt

Yogurt dapat dikelompokan menjadi 5 jenis, yang meliputi set-type

yogurt, stirred-type yogurt, drink-type yogurt, frozen-type yogurt danconcentrated yogurt[6].

• Set-type Yogurt

Yogurt tipe ini dibuat dan diinkubasi langsung pada wadahindividual yang juga

berfungsi sebagai kemasan primer, tidak

ada proses pengadukan dan berbentuk kental seperti jeli.

E-45
• Stirred-type Yogurt

Setelah proses inkubasi, yogurt tipe ini dilakukan sedikit

pengadukan untuk memecah gumpalan protein atau koagulum

sebelum dipindahkan ke dalam wadah atau kemasan kecil dan

didinginkan. Yogurt tipe ini memiliki tekstur dan kekentalan

yang lebih rendah dibanding dengan set-type yogurt, atau lebih

mirip krim susu kental.

• Drink-type Yogurt

Jika stirred-type yogurt hanya mengalami sedikit pengadukan,

maka pengadukan pada yogurt tipe ini dilakukan secara

intensif atau sangat intensif dengan mesin pengaduk kecepatan

tinggi. Yogurt tipe ini tidak kental/encer, memiliki tekstur yang

halus dan koagulum tidak terbentuk lagi selama proses

penyimpanan.

• Frozen-type Yogurt atau Froyo

Yogurt tipe ini dibuat sebagaimana halnya stirred-type yogurt,

kemudian didinginkan dengan cara memompanya melalui alat

pendingin/pembeku seperti pada proses pembuatan es krim.

E-46
Tekstur froyo ditentukan oleh alat pendingin dan ukuran

kristal es yang terbentuk.

• Concentrated Yogurt/Strained Yogurt

Concentrated yogurt atau labneh atau Greek-style yogurt

merupakan merupakan yogurt semi-padat seperti pasta

dengan total padatan antara 22-40%. Cara menghasilkan

produk dengan total padatan tinggi salah satunya adalah

dengan cara menggantung yogurt dalam kain sehingga air atau

whey menetes. Lama penggantungan biasanya antara 24

sampai dengan 48 jam.

Yogurt Sebagai Makanan Fungsional

Selain memiliki citarasa yang khas, yogurt dapat dikategorikan sebagai makanan

fungsional karena mengandung komponen, zat, senyawa atau metabolit yang bermanfaat

bagi kesehatan. Menurut Institute of Food Technologists, makanan fungsional

didefinisikan sebagai makanan atau komponen makanan yang memberikan manfaat

kesehatan selain karena manfaat zat-zat gizi dasar atau

E-47
BAB 3. PROSES PEMBUATAN
YOGURT
Enam Tahap Membuat Yogurt

Inti dari proses pembuatan yogurt terdapat pada proses fermentasi

atau pengasaman susu oleh bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat

bersumber dari bibit yogurt. Oleh karena itu, untuk menghasilkan

yogurt dengan karakteristik yang diinginkan, faktor-faktor yang

mempengaruhi proses fermentasi harus dikendalikan dengan baik.

Diagram alir proses pembuatan yogurt dari susu segar disajikan pada

Gambar 4.

Tahapan proses pembuatan yogurt (stirred type yogurt) secara garis

besar meliputi 6 tahapan:

• Pemilihan dan penyiapan susu


• Pemanasan susu
• Pencampuran susu dengan bibit yogurt
• Fermentasi
• Penambahan gula dan perisa
• Pengemasan dan Penyimpanan

E-48
Susu S egar Bibit yogurt kering

Pemanasan Susu skim


((8855 ooCC,,55--1100m
meenniitt))
rekonstitusi (43oC)
Inkubasi 6 jam
Didinginkan hingga 43oC

Penambahan Starter 10% v/v Bibit Yogurt Praktis

Inkubasi
Yogurt
(43oo , jam) Gula cair &(K
peerm
isaas dan Simpan)

Yogurt Tawar(Plain Yogurt)


Aduk

Gambar 4. Proses pembuatan yogurt dimulai dari memanaskan susu,penambahan bibit


yogurt, inkubasi (fermentasi) dan diakhiri denganpengemasan dan penyimpanan.

E-49
Tahap 1. Pemilihan dan Penyiapan Susu

Yogurt dapat dibuat dari berbagai jenis susu. Susu segar dari sapi,

kambing, domba, kuda, kerbau dan yak merupakan bahan ideal untuk

membuat yogurt. Selain itu, yogurt juga dibuat dari susu rekonstitusi,

misalnya susu steril Ultra High Temperature (UHT) yang mudah dibeli

di berbagai pasar swalayan dan minimarket. Susu penuh (whole

milk), susu skim (skim milk), dan susu rendah lemak (low fat milk)

dapat diolah menjadi yogurt dan concentrated yogurt.

Gambar 5. Susu kambing yang diperah dengan cara higienismerupakan bahan


ideal untuk membuat yogurt

Jika menggunakan susu segar maka kualitas susu harus benar-benardiperhatikan.

Susu harus berasal dari ternak yang sehat, tidak sedang


17

E-50
dalam pengobatan karena infeksi atau diberikan antibiotik. Selain itu, susu juga diperah

dengan teknik pemerahan yang benar dengan menggunakan peralatan yang bersih dan

higienis. Setelah proses pemerahan susu segar dapat segera diolah menjadi yogurt, atau

jika harus disimpan terlebih dahulu maka susu harus segera disimpan dalam kondisi

dingin (<8oC). Tujuannya adalah untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang

terdapat di dalam susu.

Tahap 2. Pemanasan Susu

Panaskan susu hingga temperatur 85oC


selama 10 menit
Sebelum diolah menjadi yogurt, susu perlu dipanaskan terlebih

dahulu. Secara teknis, pemanasan susu yang akan diolah lebih lanjut

disebut sebagai pasteurisasi, sesuai dengan nama orang yang

mengembangkan metode tersebut yaitu Louis Pasteur (1822-1895).

Pemanasan dilakukan pada temperatur sedang (dibawah titik didih)

dengan tujuan untuk membunuh sel-sel vegetatif bakteri pembusuk

dan bakteri patogen. Pemanasan juga meng-inaktifkan enzim-enzim

susu dan juga berpengaruh terhadap tekstur dan nilai gizi produk.

Pemanasan yang optimal pada susu yang akan diolah menjadi yogurt

adalah pada temperatur 85oC selama 5 – 10 menit.

E-51
Keuntungan melakukan pemanasan susu yang akan diolah menjadi yogurt meliputi (1)

memberi kesempatan bakteri starter untuk tumbuh dengan optimal karena

berkurangnya kompetitor, dan (2) meningkatkan masa simpan dan aspek keamanan

produk dari bakteri patogen. Bakteri patogen merupakan bakteri yang dapat

menyebabkan penyakit, misalnya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan

penyakit TBC.

Proses melakukan pemanasan susu adalah sebagai berikut:

1. Susu segar dipanaskan dengan api sedang hingga mencapai temperatur 85oC

selama 5-10 menit. Gunakan termometer batang untuk mengontrol temperatur

susu. Jika memungkinkan panaskan susu di dalam panci B yang dimasukan dalam

panci A yang berisi air sehingga membentuk double boiler (Gambar 6). Susu

diaduk perlahan-lahan selama proses pemanasan guna menghindari sebagian

susu menjadi gosong.

E-52
Gambar 6. Alat untuk memanaskan susu dengan menggunakan dua buah panci dengan
satu panci berukuran sedikit lebih besar sehinggamembentuk double boiler.

Tahap 3. Pencampuran Susu dengan Bibit Yogurt

Tambahkan bibit yogurt praktis(10%)pada


susu dengan temperatur 43oC

Sebelum ditambah dengan bibit yogurt, temperatur susu perlu

diturunkan terlebih dahulu pada rentang 32 sampai dengan 49oC. Temperatur susu yang ideal

pada saat penambahan bibit adalah 43oC

E-53
atau hangat-hangat kuku. Cara paling mudah untuk menurunkan

temperatur adalah dengan menempatkan wadah berisi susu di dalam air dingin sambil

diaduk pelan-pelan. Setelah susu mencapai temperatur yang diinginkan kemudian bibit

dicampurkan dan diaduk rata.

Bibit yogurt yang ditambahkan dapat berupa bibit yogurt kering yang dapat

ditambahkan langsung ke dalam susu (direct-set starter). Satu saset bibit yogurt kering

(2.5 gr) dapat ditambahkan pada 2 liter susu. Volume susu dapat lebih banyak, namun

akan menyebabkan proses fermentasi yang lebih lama.

Jika bibit yang digunakan adalah yogurt plain dalam kondisi dingin, sebaiknya bibit

tersebut dikeluarkan terlebih dahulu dari lemari pendingin dan dibiarkan dalam suhu

ruang selama paling tidak 30 menit. Tujuannya supaya tidak terjadi stress pada bakteri

akibat perbedaan temperatur yang tinggi.

E-54
Tahap 4. Fermentasi

Fermentasi selama 4 jam pada


temperatur 43oC

Setelah susu ditambah dengan bibit yogurt, tahap selanjutnya adalah

melakukan inkubasi pada temperatur 40-43oC. Tujuan inkubasi

adalah untuk memberikan lingkungan yang memadai bagi

pertumbuhan bakteri asam laktat dan melakukan proses fermentasi.

Wadah berisi campuran susu dan bibit yogurt ditutup rapat. Pada saat

inkubasi inilah bakteri yogurt akan mengubah laktosa diubah menjadi

asam laktat melalui proses glikolisis. Penumpukan asam laktat

menyebabkan pH susu menjadi turun menjadi 4.6 atau lebih rendah.

Lama dan temperatur inkubasi menentukan tingkat keasaman yogurt yang dihasilkan.

Proses fermentasi berlangsung lebih cepat pada temperatur yang lebih tinggi sehingga

susu menjadi lebih cepat asam. Demikian juga, semakin lama waktu inkubasi maka

semakin banyak asam laktat yang dihasilkan sehingga pH yogurt lebih rendah. Oleh

karena itu, pengaturan temperatur dan lama inkubasi menjadi hal penting untuk

diperhatikan untuk menghasilkan yogurt dengan tingkat keasaman yang diinginkan.

E-55
Tahap 5. Pengadukan dan Penambahan Perisa

Pengadukan atau stirring bertujuan untuk menghasilkan yogurt yang

lebih cair sehingga dapat dikonsumsi sebagai minuman segar (drink

yogurt). Pengadukan dapat dilakukan dengan menggunakan

pengaduk atau mikser rumah tangga. Lama pengadukan cukup 3

sampai dengan 5 menit dengan kecepatan sedang. Pada saat

pengadukan juga sekaligus ditambah dengan gula atau perisa makanan (Gambar 9).

Yogurt tawar atau yogurt plain memiliki rasa asam yang menonjol dengan aroma yang

khas yaitu aroma produk fermentasi. Tidak semua orang menyukai yogurt plain,

sehingga yogurt perlu ditambah dengan bahan pemanis dan juga perisa. Beberapa yogurt

komersial yang dijual di pasaran telah ditambah dengan bahan pengental misalnya

pektin, tepung, gum, atau gelatin untuk mengatur konsistensinya.

Jumlah bahan pemanis yang perlu ditambahkan disesuaikan dengan selera atau tingkat

kemanisan yang diinginkan. Bahan pemanis dapat berupa gula pasir, gula halus, gula cair,

sirup atau pemanis buatan. Lebih disarankan untuk menambahkan pemanis/gula alami

dibandingdengan pemanis buatan, kecuali yogurt yang ditujukan untuk tujuan

E-56
Tahap 6. Pengemasan dan Penyimpanan

Yogurt dapat dikemas dalam kemasanberupa kap


plastik, botol PET,
maupun tetrapak

Setelah tahap inkubasi dan susu telah mengalami pengasaman maka

yogurt sudah jadi. Yogurt dapat dikemas dalam bentuk plain (plain

yogurt) atau sudah ditambah dengan gula supaya rasanya tidak

terlalu asam atau perisa/pewarna supaya lebih menarik. Kemasan

yogurt dapat berupa gelas/kap plastik atau botol (Gambar 10). Jika

tidak dikemas maka yogurt yang disajikan dengan baik akan lebih

disukai oleh konsumen (Gambar 11).

Gambar 10. Mengemas yogurt aneka rasa dan warna dalam kemasangelas plastik (A) dan
botol (B)

E-57
E-58
E-59
3rd International Conference on African Development Issues (CU-ICADI 2016)

Effects of Incubation Temperature on the Physical


and Chemical Properties of Yoghurt

Temitayo. E. Oladimeji, Iyi-Eweka. E., Oyinlola. R. Joseph. O. Odigure


Obanla Department of Chemical Engineering,
Department of Chemical Engineering, Federal University of Technology,
Covenant University, Minna, Nigeria
Ota, Nigeria josephodigure@futminna.edu.ng
temitayo.fatoki@covenantuniversity.edu.ng

Abstract—Deterioration of milk-based products such as yogurt. The leftover watery liquid is the whey. The two
yoghurt is associated with changes in the environmental bacteria most commonly used to make yogurt are
parameters during storage. The chemical and physical properties Lactobacillusbulgaricus and Streptococcus thermophilus. The
or characteristics of the yoghurt are affected by the production starters' milk can be inoculated in various forms using virgin
technological parameters like incubation temperature. This bacteria or as in this project, by already-made yoghurt.
research investigated the effect of various incubation
temperature on the quality of yoghurt. The milk sample was The quality of Yoghurt produced is highly affected by
prepared and a starter culture was inoculated at 40oC various factors which include the incubation temperature,
temperature into the samples. Incubations were performed also amount of starter inoculated and the time or period of
at various temperatures. The pH of fermented sample, viscousity incubation. These are reflected in the yogurts pH (acidity),
and titrable acidity (TTA) were also determined. Results showed titrable acidity, viscosity and Brix of the product gotten.
decrease in the pH value as the TTA (acid molecules) and Researches showed that milk composition, applied thermal
viscousity increased with increasing incubation temperature. An treatment and the incubation temperature influenced the
optimum production temperature of 35ᵒC is recommended for acidification process and the characteristics of the final yogurt
the production of yoghurt. [3, 7, 5, 6]. As the incubation temperature is increased the
viscosity of the yoghurt increases, the brix (percentage sugar)
Keywords—Incubation temperature; Yoghurt; Viscousity;
reduces, the pH reduces and titerable acidity increases. This
Titrable acidity; Milk
results in a thicker gel more firmness and adhesiveness as
I. INTRODUCTION incubation temperature is increased. Hence incubation
temperature plays a major role in determining the quality of
A number of reports have emphasized the significance of yogurt made.
food fermentation mainly because of the degradation or
inactivation of anti-nutritive factors, toxins, as well as an Viscous yogurt is the product of an ideal temperature of
improvement of the digestibility of foods that leads their major yogurt milk and the stimulation of bacteria in starter culture.
role in the diet of different regions [4]. Fermentation in food During the fermentation of milk, the yoghurt formed exhibits
processing is the conversion of carbohydrates to alcohol and certain qualities that ascertain if it is fit for consumption or of
carbon dioxide or organic acids using yeast and/or bacteria, good quality. During the process if the incubation temperature
under anaerobic condition [8]. is not properly maintained the quality of the yoghurt produced
may be of low or poor quality, hence the rate of reaction will
Yogurt is believed to be one of the oldest fermentation be dependent on the incubation temperature. This determines
products known to humans, originating in the Middle East and the gel thickness and adhesiveness. This research investigates
Asia [1]. Yogurt is the resultant curd formed, during the the optimum temperature at which quality yoghurt can be
fermentation reaction of lactose (milk sugar) in the milk and produced and the effect of the incubation temperature on the
bacterial enzymes under certain conditions. This fermentation quality of the yoghurt.
process is anaerobic. Lactose is a compound sugar, made up of
the two simple sugars glucose and galactose. During the II. MATERIALS AND METHODS
making of yogurt, the lactose is broken down by the lactase
A small amount of the milk sample was dissolved in distilled
enzyme. In the course of the action of the bacterial enzyme on
water and the pH was determined. 67.90g of the milk samples
the lactose, lactic acids and acetaldehyde are produced which
(cowbell milk) were weighed separately into each empty
in turn lowers the pH of the milk causing it to have a sour taste
beaker. Distilled water at 90ᵒC was used to fill the beakers
or tart taste [2]. The pH of milk is about 6.7. However, during
containing the milk samples to its 500ml mark and stirred
fermentation process the pH drops between 3.6-4.5, depending
properly.The samples were cooled to 40ᵒC. Plain yoghurt
on the operating technological conditions. The lower pH
bought from the supermarket was used as the starter culture.
affects the casein (milk protein), causing it to coagulate and
precipitate, forming the solid or thick curd that makes up the

E-60
3rd International Conference on African Development Issues (CU-ICADI 2016)

In general, the two quality parameters used to assess yogurt As samples were incubated at different temperatures there was
are the pH and the titrable acid. The pH is a measure of the a change and difference in their sensory attributes which
hydrogen ion concentration, while titrable acid (TTA) is the includes taste, feel and smoothness. The samples incubated at
total number of acid molecules and determines the actual 30ᵒC were observed to have a creamy and non-tangy taste. The
hydrogen ion available. The pH value of the yoghurt samples texture was very smooth but not as viscous as those at the
produced are presented in Table 2. The Table shows a drop in others produced at lower temperatures. In the other samples
the value of the pH for both samples produced. This results produced as the incubation temperature increased the taste
shows a decline in pH values as the incubation temperatures became increasingly sour and tangy, samples also became
increased, i.e. the pH value of the yoghurt is affected by the very thick but less smooth.
incubation temperature. The decrease of pH during the
storage can be attributed to the high bacterial metabolic IV. CONCLUSION
activity with the consumption of lactose and lactic acid Yogurt production is affected by the production technological
production which occurred because the increment in conditions. Increase in the incubation temperature (42-45ᵒC)
incubation temperature was favourable this was similarly resulted to increase in the coagulation of the milk protein
observed. present (induced by themophilic bacteria) and viscousity. This
The use of high incubation temperature resulted in a decrease also resulted in increased acidity of the yoghurt. Yoghurt
in gelation time and pH values [5]. This decline in the pH should not be produced below 35ᵒC as to ensure health safety.
results also shows that the incubation temperature affects the Hence the incubation temperature determines both the
acidity of yoghurt. As the incubation temperature was physical and chemical properties (pH and TTA) of yoghurt as
increased the pH of the samples dropped, and the samples it facilitates the bacteria in the starter to produce viscous
became very acidic. Hence the higher the incubation yoghurt.
temperature, the higher the acidity of yoghurt.
During fermentation process, it was observed that the pH of REFERENCES
the milk samples dropped from 6.7 to about 4.51 to 3.33. This [1] A.Y. Tamime, R. R. (1999). Yoghurt science and
implies an increase in the acid production and this in turn Technoloy . CRC Press,1999.
inhibits the growth of pathogenic organisms which can cause [2] Eneger, E. F. (1997). “The Chemistry and Ecology of
food spoilage, food poisoning and disease.
Yogurt Production”. In E. F. Eneger, Laboratory
(b) Effects of the Incubation Temperature on the Titrable
Acidity (TTA) of Yoghurt Manual:Concepts in Biology, eight edition (pp. 95-97).
Westminster: Brown Publishers.
The titrable acidity which measures the acid molecules present [3] Jumah, R., Shaker, R. and Abu-Jdayil, B. 2001. “Effect
was carried out on the samples and an opposite trends were of milk source on the rheological properties of yoghurt
observed in the level of titratable acidity in the yoghurt during during the gelation process”. International Journal of
analysis. The titrable acidity shows an increase in the TTA
Dairy Technology 54: 89-93.
(acid molecules) of the yoghurt as the incubation temperature
was increased. This shows that there is a proportional [4] Mathara.J.M., S. K. (2008). “Functional properties of
relationship between the incubation temperature of the yoghurt Lactobacillus platarum strains isolated from Maasai
and the titrable acidity. The volume sodium hydroxide traditional fermented milk produced in Kenya”. Current
required to neutralize the yoghurt samples increases with Microbiology, 315-321.
increasing incubation temperature hence there is an increase [5] Lee, W. and Lucey, J. 2010. “Formation and physical
in the acidity of the yoghurt.
properties of yoghurt”. Asian-Australian Journal of
(c). Effects of the Incubation Temperature on the Viscousity Animal Science 23: 1127 – 1136.
of Yoghurt
[6] Loveday, S., Sarkarb, A. and Singh, H. 2013.
The OFIT Viscometer was used to determine the apparent
“Innovative yoghurts: novel processing technologies for
viscousities of the yoghurt samples at 28ᵒC in centipoise (cp).
improving acid milk gel texture”. Trends in Food
The results of the variation of viscousity and incubation
Science and Technology 33: 5-20.
temperature are presented in Table 4.5. The viscousity of the
[7] Lucey, J. 2004a. “Formation, structure, properties and
yoghurt increases as the incubation temperature is increased. It
was observed that as the incubation temperature was increased rheology ofacid-coagulated milk gels”. In: P. F. Fox
the gel structure of the yoghurt was firmer and thicker. This in (Ed.), Cheese: Chemistry, physics and microbiology
turn caused the yoghurt to be more viscous. (3rd ed.). (pp. 105-122) Oxford: Elsevier Academic.
The viscosity is highly affected by the particular temperature [8] William.C.F, D. (2011). In Food Microbiology, fourth
of incubation, as some bacteria do not grow well in certain
temperatures. It was observed that for two samples incubated edition (p. 330). india: McGraw Hill.
at 30ᵒC had certain properties different from other samples
which were very viscous and not slimy.
(d) Change in Sensory Attribute

Copyright © 2016 by Covenant University Press E-61


International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 4, Issue 4, April 2014 1
ISSN 2250-3153

The evolution, processing, varieties and health benefits of


yogurt
W.A.D.V. Weerathilake*, D.M.D. Rasika*, J.K.U. Ruwanmali* and M.A.D.D. Munasinghe**

* Department of Livestock & Avian Sciences, Faculty of Livestock Fisheries & Nutrition, Wayamba University of Sri Lanka, Makandura,
Gonawila 60170, Sri Lanka
**Faculty of Agriculture, University of Peradeniya, Peradeniya 20400, Sri Lanka

Abstract- Yogurt or yoghurt is one of the most popular fermented producing bacteria, Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus
dairy products worldwide which has great consumer thermophilus [3].Yogurt should contain at least 3.25% of milk fat
acceptability due to its health benefits other than its basic and 8.25% of Milk Solids Non Fat (MSNF) with a titratable
nutrition. In general, yogurt is considered as a nutrition-dense acidity of not less than 0.9 percent, expressed as lactic acid [3].
food due to its nutrient profile and is a rich source of calcium that The composition requirement for milk fat and MSNF is applied
provides significant amounts of calcium in bio-available form. In to the yogurt prior to the addition of bulky flavoring ingredients
addition, it provides milk proteins with a higher biological value according to the USDA specifications for yogurt [4].
and provides almost all the essential amino acids necessary to Traditionally yogurt is made of cow, water buffalo, goat and
maintain good health.Yogurt is considered as a probiotic carrier sheep milk. However, milk from mare and camel is also used in
food that can deliver significant amounts of probiotic bacteria yogurt making in some of the regions in the world.
into the body which can claim specific health benefits once
ingested. These are usually marketed as bio-yogurts. Moreover, According to the available literature, it can be suggested that the
yogurt is reported to claim improved lactose tolerance, immune health benefits associated with yogurt consumption is well
enhancement and prevention of gastrointestinal disorders. known for centuries [5, 6, 7].Yogurt is considered as healthy
Because of these known health benefits of yogurt,consumer food due to its high digestibility and bioavailability of nutrients
demand for yogurt and yogurt related products has been and also can be recommended to the people with lactose
increased and became the fastest growing dairy category in the intolerance, gastrointestinal disorders such as inflammatory
global market. Yogurts are now being manufactured in a bowel disease and irritable bowel disease, and aids in immune
numerous styles and varieties with different fat contents, flavors function and weight control [8, 9]. Because of these health
and textures suitable for different meal occasions and plates as a benefits associated with yogurt consumption, there is an
snack, dessert, sweet or savory food. increasing trend for yogurt and is the fastest growing dairy
category in the market in particular, standard yogurt and yogurt
drinks [10]. Moreover, yogurt represented $51 billion in global
Index Terms- bio-yogurt; health benefits; probiotics; yogurt spending in 2011, whereas Switzerland and Saudi Arabia were
among the leading per head yogurt consumers globally that
accounts for 28.8 and 22.1 kg of yogurt per head per year in 2008
[11]. The history of yogurt, manufacturing process, varieties and
I. INTRODUCTION types of yogurts available in the market, and its associated health
benefits are reviewed in this article.
Y ogurt is one of the most popular fermented dairy products
which has a wide acceptance worldwide whereas its
nutritional and health benefits are well known for centuries. The
origin of yogurt is dated back to the 6000 B.C. when the Neolitic II. HISTORY OF THE YOGURT MAKING
people in the Central Asia transformed from a status of a food Milk fermentation is one of the oldest methods practiced by the
gatherer to a food producer where they began the practice of human beings to preserve milk with an extended shelf life. The
milking their animals. It is generally accepted that the fermented exact origination of milk fermentation is not clear; however, it
milk products including yogurt have been discovered seems that it is dated back to the dawn of the civilization. It has
accidentally when they used to store milk in sheep-skin bags and been reported that the early civilizations such as the Samarians,
has been evolved over centuries into commercial yogurt making Babylonians, Pharoes and Indians were well advanced in
which paved the pavement for different commercially available agricultural and animal husbandry practices [5]. This can be
varieties with a range of flavors, forms and textures [1, 2]. supported by the findings of Copley et al., 2003 in which the
According to the Code of Federal Regulations of the United dairy fat residues were found in pottery fragments from Neolitic
States Food & Drug Administration (FDA), yogurt can be Bronze-age and Iron-age settlements, which suggests that the
defined as a food produced by culturing one or more of the practice of dairying had existed in Britain approximately 6500
optional dairy ingredients namely, cream, milk, partially years ago [12]. However, it is questionable that the milk
skimmed milk, and skim milk, used alone or in combination with fermentation was practiced during this period. Therefore, the
a characteristic bacterial culture that contains lactic acid origination of the fermented milk products including yogurt

E-62
www.ijsrp.org
International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 4, Issue 4, April 2014 4
ISSN 2250-3153

regulations of many countries [5].According the Codex determined time period. The time-temperature combinations for
Alimentarius Commissionyogurt should have a minimum protein the batch heat treatments that are commonly employed in the
content of 2.7% and a maximum fat content of 15% [14]. In commercial yogurt making include 85 º for 30 min and 90-95 ºC
order to achieve this, the FAO/WHO standards specifies that for 5 min [5].Alternative time-temperature combinations
milk should be standardized with the minimum SNF and milk fat available for the milk pasteurization are summarized in the Table
content of 8.2% and 3% respectively for yogurt manufacture. 2. Despite the time-temperature combination used, it is a must to
The average composition of bovine milk comprised of 4.5% fulfill the minimum requirement to destroy the most heat
lactose, 3.3% protein, 3.5% of fat and 0.7% mineral matter. resistant pathogen currently recognized in milk, Coxiella
Therefore, it is obvious that the composition of yogurt is varied burnetii that cause Q-fever in humans [16]. Heat treatment of
according to the variety, and yogurt mixture should therefore milk is important to destroy unnecessary pathogenic organisms
standardize accordingly in such a way that produce an end and enzymes present in milk.
product with not less than 2.7% of protein and less than 15% of
milk fat with a titratable acidity not less than 0.3% expressed as Table 2Time-temperature combinations for milk pasteurization
percentage of lactic acid[14]. Stabilizers such as pectin and
gelatin are added to the yogurt mix in order to attain the Type of Process Temperature Holding
Pasteurization (ºC) time
characteristic properties of yogurt namely, texture, mouth feel,
appearance, viscosity and to inhibit the whey separation [5, 13]. Low Temperature Batch 62.8 30 min
However, both over-stabilization and under-stabilizationmay Long Time (LTLT)
causequality defects as the over-stabilization results a“jello-like” High Temperature Continuous 71.7 15 s
springy body of yogurt, whereas the under-stabilization causes Short Time (HTST)
“runny body” or whey separation [13]. Higher Heat Shorter Continuous 88.3 1s
Time (HHST)
Homogenization Ultra-pasteurization Continuous 137.8 2s
Ultra High Aseptic 135-150 4-15 s
Homogenization treatment reduces the diameter of fat globules to Temperature (UHT)
less than 1µm and ensures uniform distribution throughout the Source: Food and Drug Administration, 2011 [19]
food matrix, thus considered as an important processing step
especially for yogurt with high fat content. Consequently, it Inoculation and Fermentation
results no distinct creamy layer on surface of the yogurt and
improves consistency of the yogurt [15]. Homogenization is After the heat treatment, the yogurt mixture is cooled to 43-46 ºC
accomplished by using a homogenizer or viscolizer where the prior to the addition of yogurt starter culture bacteria at a
milk is forced through small openings at a high pressure in which concentration of about 2 % (v/v). This temperature range is
the fat globules are broken up due to the shearing forces [16]. optimal for the thermophilic microorganisms used in the yogurt
Typically, milk is homogenized using pressures of 10-20 and 5 starter culture [16]. The typical standard yogurt culture consists
MPa in first and second stages, respectively for over 10-17 min of S. thermophilus and L. delbrueckii subsp. bulgaricus in 1:1
[13]. More recently, ultra-high pressure homogenization has been ratio. Inoculation of starter cultures usually takes place in a
introduced to the commercial yogurt manufacture leading to an sealed hygienic stainless steel vessel. However, the place of
increase in yogurt firmness and water holding capacity fermentation is different to each other in set-and stirred yogurt
comparatively to that of the conventional homogenization manufacture. It is usually occurred in individual containers and
process [17, 18]. in large hygienic stainless steel vats in set- and stirred yogurt
manufacturing processes, respectively. Incubation temperature is
Heat Treatment maintained and monitored at optimal level throughout the
fermentation process for few hours (2.5-3 h) until the pH and
It is generally considered that the heat treatment of milk is an acidity reached their desired levels prior to discontinue the
essential step in yogurt manufacturing process that greatly fermentation process by rapid cooling. During the fermentation
influences the microstructure and physical properties of yogurt. process, due to the metabolic activity of the lactic acid bacteria
Heat treatment has a number of beneficial effects as it will used, lactose converts into lactic acid which coagulates milk
destroy the microorganisms present in milk or yogurt mixture proteins along with the production of certain volatile compounds
which can potentially interfere with the controlled fermentation that gives its characteristic flavor and aroma.
process, will denature the whey proteins that will give the final
product a better body and texture, and will release the Cooling
compounds in milk that stimulate growth of the starter culture
microorganisms. In addition, it will help some ingredients to When yogurt has reached the desired pH (4.5-4.6), it will then
achieve the required state to form gels and protein lattice, that often blast chilled to refrigerated temperatures (<10 ºC) in order
affects the final texture and viscosity of the product while aids in to stop the fermentation process and thereby stops further acid
removing dissolved oxygen in the milk and thereby assists the development [5]. In the manufacture of set-yogurt, yogurts are
starter culture growth as they are sensitive to oxygen [13, 16]. directly transferred to a cold store or blast chilled in cooling
Heat treatment is a continuous- or batch-process involves heating tunnels. On the other hand, in the manufacture of stirred-yogurt,
of milk to relatively high temperature and hold in there for pre- cooling is first performed by agitating the coagulum in the

E-63
www.ijsrp.org
LEMBAR ASISTENSI

DIPERIKSA
KETERANGAN TANDA TANGAN
NO TANGGAL
1. 8/3/2022 Pengumpulan P0 Asisten
2. 12/03/2022 Pengumpulan P1 Asisten
3. 13/03./2022 Pengumpulan P2 Asisten
4. 20/03/2022 Pengumpulan P3 Asisten
5. 26/03/2022 Pengumpulan P4 Asisten
6. 27/03/2022 Pengumpulan P5 Asisten
7. 30/03/2022 Pengumpulan Laporan

F-1

Anda mungkin juga menyukai