ASLAB
DOSEN
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM BIOPROSES
Materi :
Isolasi Enzim
Group :
5 - Selasa
LABORATORIUM BIOPROSES
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN
LABORATORIUM BIOPROSES
TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS DIPONEGORO
Telah diterima dan disetujui oleh Prof. Ir. Abdullah M.S., Ph.D. selaku dosen
pengampu pada:
Hari : SENIN
Tanggal : 25 APRIL 2022
Semarang,
Mengetahui,
Dosen Pengampu
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan Laporan resmi Praktikum Bioproses berjudul Isolasi Enzim
dengan lancar dan tepat waktu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan
dan kerja sama dari berbagai pihak, maka laporan ini tidak dapat terselesaikan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Aprilina Purbasari, S.T., M.T. selaku penanggung jawab Laboratorium
Mikrobiologi Industri Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
2. Bapak Prof. Ir. Abdullah M.S., Ph.D. selaku dosen pengampu materi Bakteri Asam
Laktat.
3. Ibu Jufriyah, S.T. selaku pranata laboratorium pendidikan Laboratorium
Mikrobiologi Industri.
4. Ayu Puspita Dewi selaku Koordinator Asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri
Teknik Kimia Universitas Diponegoro.
5. Wakhyu Nur Afni dan Alfan Fatir Fatikah selaku asisten pengampu materi Isolasi
Enzim di Laboratorium Mikrobiologi Industri Teknik Kimia Universitas
Diponegoro.
6. Seluruh asisten Laboratorium Mikrobiologi Industri Teknik Kimia Universitas
Diponegoro.
7. Teman - teman yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung
Demikianlah proposal praktikum ini dibuat. Meskipun telah berusaha untuk
menghindarkan kesalahan, penulis menyadari bahwa laporan ini masih memilik
kekurangan. Karena itu, penulis berharap agar pembaca berkenan menyampaikan kritik
dan saran. Akhir kata, laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi pembaca.
Semarang,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Akhir-akhir ini, penelitian tentang isolasi enzim sangat menarik perhatian
karena kaitannya dengan pengembangan industri. Hingga saat ini sebagian besar
enzim yang digunakan dalam industri di Indonesia masih mengandalkan impor.
Keadaan ini tentunya sangat merugikan jika ditinjau secara ekonomi, padahal
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan sumber alam hayati, terutama
mikroba penghasil enzim.
Melihat kondisi ini sangatlah penting untuk mengembangkan teknik
produksi, pemurnian dan teknik untuk meningkatkan kestabilan enzim, sehingga
dapat memenuhi tuntutan industri agar tidak selalu tergantung pada sumber dari
luar negeri. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
melakukan praktikum mengenai isolasi enzim dengan bahan baku limbah alam
yaitu serbuk gergaji. Pada praktikum ini akan menganalisis waktu inkubasi, rasio
sampel, dan volume starter.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Enzim
Enzim merupakan kelompok protein yang bersifat katalis dan mengatur
perubahan senyawa kimia dalam sistem biologis. Enzim dapat dihasilkan oleh
hewan, tumbuhan dan mikroorganisme. Secara katalitik, enzim menjalankan
fungsinya dalam berbagai reaksi seperti hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerasi,
adisi, transfer gugus, dan kadang-kadang pemutusan rantai karbon (Sumardjo, 2006
dalam Sulistyowati dkk., 2016). Enzim telah banyak digunakan dalam berbagai
proses kimiawi, baik dalam bidang industri maupun dalam bidang bioteknologi.
Seiring dengan peningkatan penggunaan enzim, berbagai eksplorasi penelitian
tentang enzim telah banyak dilakukan (Falch, 1991 dalam Sulistyowati dkk., 2016).
3
(Mursalim dkk., 2019)
Serbuk gergaji kayu sebenarnya memiliki sifat yang sama dengan kayu, hanya
saja wujudnya yang berbeda. Kayu adalah sesuatu bahan yang diperoleh dari hasil
pemotongan pohon – pohon dihutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut
dan dilakukan pemungutan, setelah diperhitungkan bagian – bagian mana yang
lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan penggunaan. Tanaman kayu
dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok Gymnospora,
yaitu yang biasa disebut dengan Softwood dan kelompok Angiospora yang dikenal
dengan Hardwood (Windyasari, 2004 dalam Billah, 2009). Di Indonesia ada tiga
macam industri kayu yang secara dominan mengkonsumsi kayu dalam jumlah
yang relatif besar, yaitu : penggergajian, vinir atau kayu lapis, dan
pulp atau kertas. Sejauh ini, limbah biomassa dari industri tersebut telah
dimanfaatkan kembali dalam proses pengolahannya sebagai bahan bakar guna
melengkapi kebutuhan energinya (Billah dkk., 2009). Kandungan kimia yang
terdapat dalam serbuk gergaji kayu antara lain sellulosa, hemisellulosa dan lignin.
(Dumanauw.J.F, 2002 dalam Ansori, 2017)
4
Gambar 2.2 Koloni Aspergillus Niger (Sumber : (Noverita, 2009 dalam Irma,
2015))
Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili
Monoliaceae, ordo Monoliales, kelas Deuteromycetes, dan divisi Eumycetes
(Hardjo dkk, 1989 dalam Irma, 2015).
A.niger merupakan jamur yang dapat menghasilkan protease. Protease dari
cendawan Aspergillus memiliki lebih banyak keuntungan daripada protease bakteri
dalam pemisahan enzim karena miselium dapat dihapus hanya dengan filtrasi.
Protease yang dihasilkan oleh A. niger lebih baik karena menghasilkan protease
yang lebih tinggi, waktu produksinya lebih singkat dan biayanya relatif murah. Di
beberapa negara Asia, genus Aspergillus banyak digunakan untuk memproduksi
5
makanan fermentasi tradisional (Indratiningsih dkk., 2013 dalam Irma, 2015).
Pengujian aktivitas enzim amilase kasar dilakukan dengan cara mengkultur bakteri
B. cepacia pada mediam MSM cair yang ditambahkan 0,5% substrat daun papaya
sebagai sumber karbohidrat. Persamaan regresi kurva kalibrasi yang diperoleh
yaitu y = 0,0003x – 0,081 (Gambar 2). Perhitungan aktivitas enzim dilakukan
dengan mensubtitusikan absorbansi larutan yang diperoleh pada pengujian
aktivitas enzim ke dalam persamaan regresi kurva kalibrasi larutan standar
glukosa (Tabel 1). Aktivitas enzim dari ekstrak kasar enzim yaitu 101,853 Unit
dengan konsentrasi glukosa sebesar 6111,18 µmol. Suarni dan Patong (2007)
menyatakan bahwa 1 unit enzim amilase sama dengan besarnya aktivitas enzim
yang dibutuhkan untuk membebaskan 1 µmol glukosa per menit per mL enzim
(Melisha dkk., 2016).
Tabel 2. Data Pengukuran Standar Glukosa
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
250 0,0210
700 0,0870
750 0,1520
1250 0,3410
1500 0,4440
7
Gambar 2.3 Grafik absorbansi larutan kurva standar larutan glukosa
8
BAB III
METODE PERCOBAAN
Serbuk gergaji
300 gram
9
g. Starter (basis 150 ml) (anaerob)
Tabel 3.1 Starter
Glukosa NaCl KH2PO4 CaCl2 MgSo4
10 gr 1 gr/L 2 gr/L 0,2 gr/L 1,7 gr/L
h. Rasio volume filtrat : CMC = 1:1 (basis 50 ml)
i. Sentrifugasi dengan 2500 rpm selama 20 menit
2. Variabel Bebas
a. Fermentasi (basis 100 ml, aerob)
Tabel 3.2 Fermentasi
Variabel 1 2 3 4
Rasio 15%b/V 10%b/V 15%b/V 15%b/V
sampel/air
Volume 10% 10% 15% 10%
starter
b. T uji kadar glukosa (15, 30, 45, 60) menit
3. Variabel Terikat
a. Aktivitas enzim
b. Volume dan konsentrasi titran
c. Volume starter
10
3.3. Gambar Alat
Tabel 3.3 Gambar alat praktikum
No. Nama Alat Gambar Alat
1. Beaker Glass
2. Corong buchner
3. Kuvet
4. Kertas saring
5. Kompor listrik
6. Buret
10
8. Pompa vakum
9. Shaker
10. Termometer
12. Inkubator
13. Timbangan
11
dan volume 150ml,
3. Campuran dipanaskan pada suhu konstan 90oC selama 1 jam, sambil
diaduk,
4. Keringkan bahan baku menggunakan oven pada suhu 110oC selama 1
malam.
3.4.2. Pembuatan Starter
1. Media inokulum dibuat dengan menyiapkan larutan media volume
tertentu dalam erlenmeyer. Media terdiri dari 10 gr/L glukosa, 1 gr/ml
NaCl, 2 gr/L KH2PO4, 0,2 gr/L CaCl2, 1,7 gr/L MgSO4. Setelah itu
tambahkan Aspergillus niger ke dalam campuran. Tutup erlenmeyer
menggunakan alumunium foil,
2. Starter diinkubasi menggunakan shaker pada temperatur ruangan
selama 1 malam.
3.4.3. Fermentasi
1. Sampel dicampur menggunakan air dengan rasio sampel-air untuk
variable 1,3, dan 4 sebesar 15%b/V dan variable 2 sebesar 10%b/V,
kemudian diaduk,
2. Atur pH masing-masing variabel sampai dengan 7,
3. Tambahkan ke dalam larutan urea dan starter dengan 100 ml,
4. Fermentasi dilakukan secara aerob selama 1 malam.
3.4.4. Panen
1. Hasil dari fermentasi disentrifugasi pada kecepatan 2500rpm dan waktu
20 menit,
2. Setelah sentrifugasi, cairan disaring menggunakan pompa vakum,
untuk diperoleh filtratnya (crude enzyme),
3. Filtrat yang diperoleh, dicampur CMC dengan perbandingan 1:1,
4. Campuran diinkubasi selama waktu 1 malam,
5. Sebelum dan sesudah inkubasi, dilakukan uji kadar glukosa pada
sampel.
3.4.5. Uji Kadar Glukosa
1. Membuat larutan glukosa standar dengan melarutkan 1,25 gram
glukosa dalam 500 ml aquades. Ambil 5 ml glukosa standar, kemudian
diencerkan sampai 25 ml dan diambil 5 ml, setelah itu pH dinetralkan.
Lakukan standarisasi glukosa dengan mencampurkan 5 ml glukosa
encer, 5 ml fehling A, dan 5 fehling B. Campuran ini dipanaskan sampai
60oC, dan dititrasi dengan larutan glukosa standar sampai warna biru
hampir hilang. Tambahkan dua tetes indikator MB. Lanjutkan titrasi
12
sampai warna merah bata yang tidak hilang setelah pengocokan. Catat
kebutuhan titran (F).
2. Ambil 5 ml sampel, lalu diencerkan hingga 25 ml. Ambil 5 ml sampel
encer, dan dinetralkan pHnya, setelah itu tambahkan 5 ml fehling A, 5
ml fehling B, serta 5 ml glukosa standar. Atur pH campuran hingga
netral. Kemudian lakukan pemanasan campuran sampai 60oC dan titrasi
dengan larutan glukosa standar sampai warna biru hampir hilang.
Tambahkan dua tetes indikator MB. Lanjutkan titrasi sampai warna
merah bata yang tidak hilang setelah pengocokan. Catat kebutuhan
titran (M).
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
8,5
8
7,5
7
6,5
Aktivitas Enzim
6
5,5
5 Variabel 1
4,5
4 Variabel 2
3,5
3 Variabel 3
2,5
2 Variabel 4
1,5
1
0,5
0
0 10 20 30 40
Waktu (Menit)
Gambar 4.1 Grafik hubungan pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas enzim
15
9
8,5
8
7,5
7
Aktivitas Enzim
6,5
6
5,5
5
4,5
4 Variabel 1
3,5
3
2,5 Variabel 2
2
1,5
1
0,5
0
0 10 20 30 40
Waktu (Menit)
Gambar 4.2 Pengaruh Rasio Sampel Banding Air Terhadap Aktivitas Enzim
Dari grafik diatas, untuk variable 1 dengan rasio sebesar 15%b/V
didapatkan data berturut-turut yaitu 8,472; 5,27; 4,398; 3,4372. Dari data tersebut
didapatkan grafik yang cenderung turun. Sementara, untuk variable 2 dengan rasio
sebesar 10%b/V didapatkan data berturut-turut yaitu 1,527; 0,83; 1,018; 1,1
didapatkan grafik yang fluktuatif.
Berdasarkan teori yang kami dapat, air dapat meningkatkan polaritas
pelarut. Di sisi lain, untuk menetukan jumlah air yang optimal ini perlu
mempertimbangkan seperti jenis reaksi dan media reaksi, jenis enzim pendukung,
sifat reaktan dan produk dari reaksi, serta kondisi oiperasional seperti tekanan dan
suhu. Konsentrasi air terendah ada pada aktivitas enzim tertinggi dan konsentrasi
air tertinggi ada pada aktivitas enzim terendah. Semakin besar konsentrasi yang
ditambahkan maka semakin cepat reaksi pada enzim. Disisi lain, rasio sampel
banding yang besar juga akan mempercepat sisi aktif enzim (Rezaei dkk., 2007).
Dari penjelasan tersebut, rasio sampel banding air bebrarti memliki arti
yang sama dengan konsentrasi substrat. Sehingga, variable 2 memiliki rasio
sampel banding air lebih kecil dari variable 1. Hal ini karena semakin besar
konsentrasi substrat, reaksi akan berjalan cepat dan aktivitas enzim akan semakin
tinggi. Namun, saat sisi aktif enzim sudah terisi seluruhnya, maka penambahan
konsentrasi substrat tidak akan mempengaruhi pertumbuhan aktivitas enzim.
16
terlihat pada gambar 4.3 berikut.
6,5
6
5,5
5
4,5
Aktivitas Enzim
4
3,5
3 Variabel 3
2,5
Variabel 4
2
1,5
1
0,5
0
0 10 20 30 40
Waktu (Menit)
17
enzim selulase yang tinggi karena tingginya aktivitas enzim tersebut. Namum,
aktivitas enzim yang dihasilkan pada waktu 40 menit dari variabel 3 lebih kecil
daripada variabel 4, Penurunan ini disebabkan pertumbuhan enzim selulase
mengalami fase kematian yang ditandai dengan penurunan aktivitas enzim.
18
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Isolasi enzim selulase menggunakan Aspergillus niger dengan substrat serbuk
gergaji melalui proses fermentasi.
19
2. Aktivitas enzim pada variabel 1 dengan waktu inkubasi 10 menit, 20 menit, 30
menit, dan 40 menit berturut-turut 8,472 mg/ml menit, 5,27 mg/ml menit, 4,398
mg/ml menit, dan 3,4375 mg/ml menit. Aktivitas enzim pada variabel 2 dengan
waktu inkubasi 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit berturut-turut 1,527
mg/ml menit, 0,83 mg/ml menit, 1,018 mg/ml menit, dan 1,111 mg/ml menit.
Aktivitas enzim pada variabel 3 dengan waktu inkubasi 10 menit, 20 menit, 30
menit, dan 40 menit berturut-turut 6,111 mg/ml menit , 3,541 mg/ml menit,
2,592 mg/ml menit, dan 1,909 mg/ml menit. Aktivitas enzim pada variabel 4
dengan waktu inkubasi 10 menit, 20 menit, 30 menit, dan 40 menit berturut-
turut 2,083 mg/ml menit, 2,291 mg/ml menit, 2,176 mg/ml menit, dan 2,256
mg/ml menit.
3. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh lamanya waktu inkubasi, rasio serbuk
gergaji/air, dan penambahan volume starter. Pengaruh waktu inkubasi terhadap
aktivitas enzim berbanding lurus hingga titik maksimal waktu tertentu, semakin
lama waktu inkubasi maka aktivitas enzim yang dihasilkan semakin besar.
Pengaruh rasio serbuk gergaji/air terhadap aktivitas enzim adalah semakin
besar konsentrasi substrat, reaksi akan berjalan cepat dan aktivitas enzim akan
semakin tinggi. Namun, saat sisi aktif enzim sudah terisi seluruhnya, maka
penambahan konsentrasi substrat tidak akan mempengaruhi pertumbuhan
aktivitas enzim. Pengaruh volume starter terhadap aktivitas enzim adalah
semakin banyak volume starter yang ditambahkan maka akan dihasilkan enzim
selulase yang tinggi karena tingginya aktivitas enzim.
5.2 Saran
1. Memperkecil luas permukaan serbuk gergaji agar hasil yang didapatkan lebih
maksimal.
2. Pastikan bahan baku telah dikeringkan dan tidak mengandung air lagi.
3. Melakukan penimbangan secara cermat agar hasil yang diperoleh lebih akurat
dan tidak terjadi galat saat perhitungan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ansori, A. (2017). Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Sengon (Albizia falcataria) dan
Kotoran Kambing Sebagai Bahan Baku Pupuk Organik Cair dengan
Penambahan EFFECTIVE MICROORGANISM-4 (EM4). Skripsi. Program
Studi Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Anonymous. (2022). Enzyme Activity. Available at :
https://chem.libretexts.org/@go/page/16022 [Accessed April 11, 2022]
Billah, M. (2009). Bahan Bakar Alternatif Padat (BBAP) Serbuk Gergaji Kayu.
Cetakan 1. Surabaya : UPN Press.
Dhillon, A., Sharma, K., Rajulapati, V., Goyal, A. (2017). Proteolytic Enzymes 7.1-2.
Elawati, N, E., Pujiyanto, S., Kusditantini, E. (2018). Karakteristik dan Sifat Kinetika
Enzim Kitinase Asal Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana,5 (1).
Gao, S., Lewis, G, D., Ashokkumar, M., Hemar, Y. (2014). Inactivation of
microorganism by low-frequency high-power ultrasound : 1. Effect of growth
phase and capsule properties of the bacteria (21) 446-453
Indah Rahmawati. (2016). Laporan Praktikum Biokimia 1. Laporan Praktikum.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Irma. (2015). Optimasi Media Pertumbuhan Aspergillus niger Dengan Menggunakan
Tepung Singkong. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi. UIN
Alauddin Makassar, Makassar.
Khasanah, L. U., Utami, R., Anandhito, B. K., & Nugraheni, A. E. (2014). Pengaruh
perlakuan pendahuluan fermentasi padat dan fermentasi cair terhadap rendemen
dan karakteristik mutu minyak atsiri daun kayu manis. agriTECH, 34(1), 36-42.
Maier, Raina M., Ian L. Pepper, and Charles P. Gerba. 2000. Environmental
microbiology. New Delhi: Elsevier.
Melisha., Harpeni, E., Supono. (2016). Produksi dan Pengujian Aktivitas Amilase
Burkholderia cepacian Terhadap Substrat yang Berbeda, 5(1).
Murni, S. W., Kholisoh, S. D., DL, T., & EM, P. (2011, February). Produksi,
karakterisasi, dan isolasi lipase dari Aspergillus niger. In Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” 2011.
Mursalim., Munir., Fitriani., & Novieta, I, D. (2019). Kandungan Selulosa,
Hemiselulosa dan Lignin Serbuk Gergaji Kayu Jati (Tectona grandits L.F) dan
Daun Murbei (Morus alba) yang Dikombinasikan Sebagai Pakan Ternak (2).
Pawestri, A. M., & Fitri, N. (2019). Effect of Adding Aspergillus niger Mushroom on
Patchouli Fermentation Process. EKSAKTA: Journal of Sciences and Data
Analysis, 19(1), 15-25.
21
Purkan., Purnama, H, D., Sumarsih, S. (2015). Produksi Enzim Selulase dari
aspergillus niger Menggunakan Sekam Padi dan Ampas Tebu sebagai Induser,16
(2). 95-102.
Renge, V. C., Khedkar, S. V., Nandurkar, N. R. (2012). Enzyme Fermentation Method.
A Review. 2(6), 585-590.
Rezaei, K., Jenab, E., Temelli, F. (2007). Effects of Water on Enzyme Performance with
Emphasis on The Reaction in Supercritical Fluids, (27). 183-195. DOI :
10.1080/07388550701775901
Sunaryanto, R & Marasabessy, A. (2016). Optimalisasi Media Produksi
Amiloglukosidase Menggunakan Fermentasi Media Padat (3). 1.
Sulistyowati, E., Salirawati, D., Amantie. (2016). Karakterisasi Beberapa Ion Logam
Terhadap Aktivitas Enzim Tripsin, 21(2).
Yandri, A.S. Herasari, D., Suhartati, T. (2007). Isolasi, Pemurnian dan Karakterisasi Enzim
Proeatasi Termostabil dari Bakteri Isolat Lokal Bacillus subtilist ITBCCB148 (13). 2.
100-106
22
LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM BIOPROSES
Materi :
Isolasi Enzim
Group :
5 - Selasa
LABORATORIUM BIOPROSES
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
A-1
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengisolasi enzim selulase dari serbuk gergaji menggunakan aspergillus miger
2. Mengetahui pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas enzim di serbuk
gergaji
3. Mengetahui pengaruh rasio serbuk gergaji/air terhadap aktivitas enzim
II. PERCOBAAN
2.1 Bahan yang Digunakan
1. Serbuk gergaji 300 gram 7. KH2PO4
2. NaOH` 8. CaCl2
3. HCl 9. NaCl
4. Aspergillus niger 10. Urea
5. Glukosa 11. Aquadest
6. MgSO4 12. CMC
2.2 Alat yang Dipakai
1. Beaker glass 9. Buret
2. Termometer 10. Statif dan klem
3. Gelas Ukur 11. Kuvet
4. Pengaduk 12. Kertas Saring
5. Inkubator 13. Corong Bucher
6. Timbangan 14. Shaker
7. Indikator pH 15. Pompa vakum
8. Kompor Listrik 16. Erlenmeyer penghisap
2.3 Cara Kerja
2.3.1 Persiapan Bahan Baku
1. Haluskan bahan baku, lalu timbang sesuai yang dibutuhkan, yaitu
serbuk gergaji sebanyak 300 gram
2. Masukkan bahan baku ke dalam larutan NaOH atau HCl normalitas
dan volume 150ml,
3. Campuran dipanaskan pada suhu konstan 90oC selama 1 jam,
sambil diaduk,
4. Keringkan bahan baku menggunakan oven pada suhu 110oC selama
1 malam.
2.3.2 Pembuatan Starter
1. Media inokulum dibuat dengan menyiapkan larutan media volume
tertentu dalam erlenmeyer. Media terdiri dari 10 gr/L glukosa, 1 gr/L
NaCl, 2 gr/L KH2PO4, 0,2 gr/L CaCl2, 1,7 gr/L MgSO4. Setelah itu
A-2
tambahkan Aspergillus niger ke dalam campuran. Tutup erlenmeyer
menggunakan alumunium foil,
2. Starter diinkubasi menggunakan shaker pada temperatur ruangan
selama 1 malam.
2.3.3 Fermentasi
1. Sampel dicampur menggunakan air dengan rasio sampel-air tertentu
untuk variable 1,3, dan 4 sebesar 15%b/V dan variable 2 sebesar
10%b/V, kemudian diaduk,
2. Atur pH masing-masing variabel sampai dengan 7,
3. Tambahkan ke dalam larutan urea dan starter dengan 100ml,
4. Fermentasi dilakukan secara aerob selama 1 malam.
2.3.4 Panen
1. Hasil dari fermentasi disentrifugasi pada kecepatan 2500rpm dan
waktu 20 menit,
2. Setelah sentrifugasi, cairan disaring menggunakan pompa vakum,
untuk diperoleh filtratnya (crude enzyme),
3. Filtrat yang diperoleh, dicampur CMC dengan perbandingan 1:1,
4. Campuran diinkubasi selama waktu 1 malam,
5. Sebelum dan sesudah inkubasi, dilakukan uji kadar glukosa pada
sampel.
2.3.4 Uji Kadar Glukosa
1. Membuat larutan glukosa standar dengan melarutkan 1,25 gram
glukosa dalam 500 ml aquades. Ambil 5 ml glukosa standar,
kemudian diencerkan sampai 25 ml dan diambil 5 ml, setelah itu pH
dinetralkan. Lakukan standarisasi glukosa dengan mencampurkan 5
ml glukosa encer, 5 ml fehling A, dan 5 fehling B. Campuran ini
dipanaskan sampai 60oC, dan dititrasi dengan larutan glukosa
standar sampai warna biru hampir hilang. Tambahkan dua tetes
indikator MB. Lanjutkan titrasi sampai warna merah bata yang tidak
hilang setelah pengocokan. Catat kebutuhan titran (F).
2. Ambil 5 ml sampel, lalu diencerkan hingga 25 ml. Ambil 5 ml
sampel encer, dan dinetralkan pHnya, setelah itu tambahkan 5 ml
fehling A, 5 ml fehling B, serta 5 ml glukosa standar. Atur pH
campuran hingga netral. Kemudian lakukan pemanasan campuran
sampai 60oC dan titrasi dengan larutan glukosa standar sampai
warna biru hampir hilang. Tambahkan dua tetes indikator MB.
Lanjutkan titrasi sampai warna merah bata yang tidak hilang setelah
A-3
pengocokan. Catat kebutuhan titran (M).
Data analisis
Sebelum inkubasi T0
M 24
Variabel 1 C 2,5
M 21,2
Variabel 2 C 9,5
M 22,6
Variabel 3 C 6
M 23,3
Variabel 4 C 6,75
B) Hari ke 4
F = 28 mL
A-4
Data
Analisis
Setelah Inkubasi T1 T2 T3 T4
M 20.9 19,4 17,8 17,1
Variabel 1
C 17,75 21,5 4,389 3,472
M 23,1 23 22 21
Variabel 2
C 12,2 12,5 15 17,5
5
M 21,2 20,5 20 20,1
Variabel 3
C 17 18,75 20 19,75
M 24,8 23 21,6 19,8
Variabel 4
C 8 12,5 16 20,5
13 Mei 2022
Semarang, 13
PRAKTIKAN ASISTEN
April
Ardeliana Azlya Luke Nur Ahlina Hasan Mustafa Widayat Wakhyu Nur Afni
NIM. 21030120140066 NIM. 21030120130094 NIM. 21030120140182 NIM. 21030118120038
A-5
LEMBAR PERHITUNGAN
• Sebelum inkubasi
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
1. Variabel 1
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 × ×
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 2,5
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(25−24)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 2,5 𝑚𝑔
𝑚𝑙
2. Variabel 2
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(25−21,2)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 9,5 𝑚𝑔
𝑚𝑙
3. Variabel 3
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 × ×
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 2,5
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(25−22,6)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 6 𝑚𝑔
𝑚𝑙
4. Variabel 4
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 × ×
𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 2,5
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(25−22,3)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 6,75 𝑚𝑔
𝑚𝑙
• Setelah Inkubasi
1. Variabel 1
a. t = 10 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−20,9)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 17,75 𝑚𝑔
𝑚𝑙
B-1
AE = 8,472 unit/ml.menit
b. t = 20 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−19,4)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 21,5 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 5,27 unit/ml.menit
c. t = 30 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−17,8)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 25,5 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 4,398 unit/ml.menit
d. t = 40 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−17,1)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 27,25 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 3,472 unit/ml.menit
2. Variabel 2
a. t = 10 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
B-2
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−23,1)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 12,25 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 1,527 unit/ml.menit
b. t = 20 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−23,)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 12,5 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 0,83 unit/ml.menit
c. t = 30 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−22)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 15 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 1,018 unit/ml.menit
d. t = 40 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−21)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = `17,5 𝑚𝑔
𝑚𝑙
B-3
Perhitungan Aktivitas Enzim (AE)
∆𝐶 1000 1 𝑢𝑛𝑖𝑡
AE = × ×
𝑇 𝐵𝑀 𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 1𝜇𝑚𝑜𝑙
(17,5−9,5)𝑚𝑔/𝑚𝑙 1000 1 𝑢𝑛𝑖𝑡
AE = × ×
40 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 180 𝑔𝑟/𝑚𝑜𝑙 1𝜇𝑚𝑜𝑙
AE = 1,1 unit/ml.menit
3. Variabel 3
a. t = 10 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−21,2)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 17 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 6,111 unit/ml.menit
b. t = 20 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−20,5)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 18,75 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 3,541unit/ml.menit
c. t = 30 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−20)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 20 𝑚𝑔
𝑚𝑙
B-4
AE = 2,592 unit/ml.menit
d. t = 40 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−20,1)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 19,75 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 1,909 unit/ml.menit
4. Variabel 4
e. t = 10 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−24,8)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 8 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 2,083 unit/ml.menit
f. t = 20 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−23)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 12,5 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 2,291 unit/ml.menit
g. t = 30 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
B-5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−21,6)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 16 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 2,176 unit/ml.menit
h. t = 40 menit
Perhitungan Kadar Glukosa (C)
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝐹−𝑀 ×
× 𝑉 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
C= 𝑉 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 × 2,5
𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
20 𝑚𝑙 25 𝑚𝑙
(28−19,8)𝑚𝑙 × ×
5 𝑚𝑙 5 𝑚𝑙
C= 20 𝑚𝑙 × 2,5
C = 20,5 𝑚𝑔
𝑚𝑙
AE = 2,257 unit/ml.menit
B-6
D-1
in the reaction rate, due to denaturation of the protein structure and disruption of the active site (part (a) of Figure 18.7.2). For
many proteins, denaturation occurs between 45°C and 55°C. Furthermore, even though an enzyme may appear to have a maximum
reaction rate between 40°C and 50°C, most biochemical reactions are carried out at lower temperatures because enzymes are not
stable at these higher temperatures and will denature after a few minutes.
Figure 18.7.2: Temperature and pH versus Concentration. (a) This graph depicts the effect of temperature on the rate of a reaction
that is catalyzed by a fixed amount of enzyme. (b) This graph depicts the effect of pH on the rate of a reaction that is cata lyzed by a
fixed amount of enzyme.
At 0°C and 100°C, the rate of enzyme-catalyzed reactions is nearly zero. This fact has several practical applications. We sterilize
objects by placing them in boiling water, which denatures the enzymes of any bacteria that may be in or on them. We preserve our
food by refrigerating or freezing it, which slows enzyme activity. When animals go into hibernation in winter, their body
temperature drops, decreasing the rates of their metabolic processes to levels that can be maintained by the amount of energy stored
in the fat reserves in the animals’ tissues.
Summary
Initially, an increase in substrate concentration leads to an increase in the rate of an enzyme-catalyzed reaction. As the enzyme
molecules become saturated with substrate, this increase in reaction rate levels off. The rate of an enzyme-catalyzed reaction
increases with an increase in the concentration of an enzyme. At low temperatures, an increase in temperature increases the rate of
an enzyme-catalyzed reaction. At higher temperatures, the protein is denatured, and the rate of the reaction dramatically decreases.
An enzyme has an optimum pH range in which it exhibits maximum activity.
E-1
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
Beauveria bassiana is one of the entomopathogenic fungi that produces chitinase when
infecting the host. Chitinase is widely used as biocontrol agents because it can degrade
chitin into an environmentally friendly product. This study aims to characterize and test the
kinetics of chitinase from B. bassiana. This characterization includes determination of pH and
optimum temperature, enzyme stability and enzyme kinetics test by determining Km and Vmax
value with Lineweaver-Burk equations. The result of experiment showed that the chitinase B.
bassiana had pH and optimum temperature of 5 and 40ºC respectively. This enzyme was
stable until 90 minutes incubation at 40ºC. The Km and Vmax values were 0.181 mg/L and
0.022 mg/L.sec respectively. The Km value is higher than Vmax, which means the affinity of
the enzyme to the lower substrate requiring high substrate concentration to increase the
reaction rate. It can be concluded that the chitinase activity of B. bassiana is still low.
ABSTRAK
Beauveria bassiana merupakan salah satu jamur entomopatogen yang memproduksi
kitinase saat menginfeksi inangnya. Enzim kitinase saat ini banyak digunakan sebagai agen
biokontrol karena dapat mendegradasi kitin menjadi produk yang ramah lingkungan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi dan menguji kinetika enzim kitinase asal
jamur B. bassiana. Metode yang digunakan dalam karakterisasi ini mencakup penentuan pH
dan suhu optimum, kestabilan enzim pada suhu optimumnya, dan uji kinetika enzim yang
mencakup penentuan nilai Km dan Vmaks dengan persamaan Lineweaver-Burk. Hasil
penelitian karakterisasi menunjukkan bahwa enzim kitinase B. bassiana mempunyai pH dan
suhu optimum masing-masing 5 dan 40ºC. Enzim ini stabil sampai pada 90 menit inkubasi
pada suhu 40ºC. Nilai Km diperoleh 0,181 mg/L dan V maks sebesar 0,022 mg/L.detik. Nilai Km
lebih tinggi daripada Vmaks, yang artinya afinitas enzim terhadap substrat rendah sehingga
membutuhkan konsentrasi substrat yang tinggi untuk meningkatkan kecepatan reaksi, maka
dapat disimpulkan bahwa aktivitas kitinase dari B. bassiana masih tergolong rendah.
Kata kunci: Beauveria bassiana, entomopatogen, enzim kitinase, karakteristik dan kinetik,
Lineweaver-Burk
E-7
Received: 12 January 2018 Accepted: 16 March 2018 Published: 05 June 2018
e
Aktivitas enzim (U/mL)
1.,2 d
6 Buffer fosfat 0.,30
1.,0 c
0.,8 9 Buffer glisin b.c b.c
0.,20 b
0.,6 d
c a
0.,4 b 0.,10 a
a
0.,2 a a
0.,00
0.,0 25 30 35 40 45 50 55 60
4 5 6 7 8 9 aktivitas kitinase
pH
Gambar 2. Grafik pengaruh berbagai pH terhadap
E-8
Gambar 3. Grafik pengaruh suhu terhadap aktivitas
Suh kitinase
u
(°C)
E-9
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 1 Thn 2018
120
Aktivitas enzim (U/mL)
0.,10 b 100
0.,08 b
a.b 80 Slope=
a c
0.,06 60 Km/Vma
0.,04 40
1/Km 20
0.,02 1/Vmaks
0 1/S
0.,00 -10 -5 -20 0 5 10 15
15 30 60 90 120
-40
Waktu inkubasi (menit)
Gambar 4. Grafik pengaruh waktu inkubasi terhadap Gambar 5. Kurva double reciprocal Lineweaver-Burk
aktivitas kitinase
E-10
E-11
E-12
E-13
E-14
E-15
E-16
OPTIMASI MEDIA PERTUMBUHAN Aspergillus niger DENGAN
MENGGUNAKAN TEPUNG SINGKONG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sains Jurusan
Biologi pada Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Alauddin Makassar
Oleh :
IRMA
NIM. 60300111022
E-17
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
Aspergillus merupakan salah satu marga tertua jamur (Raper dan Fennel,
fertile, koloni kompak, konidiofora septa, atau nonsepta, muncul dari “foot cell”
vesikel pada ujungnya dan membentuk stigmata dimana tumbuh konidia, sterigmata
biasanya sederhana, bewarna atau tidak bewarna, konidia membentuk rantai yang
E-18
10
dimanfaatkan untuk memproduksi asam oksalat dan asam glukonat (Rymowicz and
lenart, 2003).
A. niger mempunyai fungsi utama untuk proses saccharifikasi zat pati beras.
seperti kecap asin, miso (tauco) dan untuk industri fermentasi seperti industri
dalam pemisahan enzim karena miselium dapat dihapus hanya dengan filtrasi.
Protease yang dihasilkan oleh A. niger lebih baik karena menghasilkan protease
yang lebih tinggi, waktu produksinya lebih singkat dan biayanya relatif murah. Di
disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks
aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel. A. niger
bersifat toleran terhadap aktivitas air rendah, mampu tumbuh pada substrat dengan
E-19
E-20
E-21
E-22
E-23
e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan
Volume V No 1 Oktober 2016
ISSN: 2302-3600
ABSTRAK
Pati atau amilum merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk
menyimpan kelebihan glukosa sebagai produk fotosintesis. Burkholderia cepacia
merupakan bakteri yang mampu menghidrolisis pati, karena bakteri tersebut
memiliki enzim amilase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian substrat yang berbeda terhadap pertumbuhan, indeks amilolitik dan
aktivitas enzim amilase bakteri B. cepacia. Penelitian ini menggunakan rancangan
acak lengkap dengan 3 perlakuan (substrat daun singkong, daun pepaya dan sente)
dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri B. cepacia mampu
hidup dengan baik pada substrat daun pepaya. Pemberian substrat daun sente
memberikan pengaruh terhadap indeks amilolitik yang ditunjukkan dengan adanya
zona bening sebesar 9,8 mm. Aktivitas enzim amilase pada penelitan ini adalah
101,8 unit dan konsentrasi protein sebesar 0,094 mg/ml.
*
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
†
e-mail: melisha035@gmail.com
‡
Dosen Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
E-24
Melisha, Esti Harpeni dan Supono 563
E-25
564 Pengujian Aktivitas Amilase pada Substrat yang Berbeda
kasar enzim yaitu 101,853 Unit dengan enzim amilase dilakukan dengan
konsentrasi glukosa sebesar 6111,18 mensubtitusikan absorbansi larutan
µmol. Suarni dan Patong (2007) yang diperoleh pada penentuan kadar
menyatakan bahwa 1 unit enzim amilase protein enzim ke dalam persamaan
sama dengan besarnya aktivitas enzim regresi kurva kalibrasi larutan standar
yang dibutuhkan untuk membebaskan 1 protein (Tabel 2). Kadar protein enzim
µmol glukosa per menit per mL enzim. yang diperoleh dari kurva tersebut,
selanjutnya digunakan untuk
menentukan aktivitas spesifik enzim.
Tabel 1. Data Pengukuran Standar
Ekstrak kasar enzim amilase B. cepacia
Glukosa
memiliki konsentrasi protein sebesar
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
250 0,0210 0,0948 mg/ml dan aktivitas spesifiknya
500 0,0870 sebesar 537,199 U/mg.
750 0,1520
1 250 0,3410 Tabel 2. Data Pengukuran Larutan
1500 0,4440 Standar BSA dan Larutan Enzim
Penentuan Kadar Protein Enzim Konsentrasi BSA Absorbansi
(mg/ml)
Amilase 0,02 0,086
Pengukuran kadar protein dalam 0,04 0,198
0,06 0,284
enzim ditentukan dengan menggunakan 0,08 0,399
metode Lowry dan larutan standar BSA 0,10 0,456
(Bovine Serum Albumin) dengan Sampel Enzim 0,448
variasi konsentrasi standar yang diukur
pada panjang gelombang maksimum
750 nm sehingga diperoleh kurva Uji Proksimat
standar. Dari kurva standar ini Analisis proksimat dilakukan
kemudian dibuat persamaan garis lurus untuk mengetahui komponen utama dari
untuk menghitung kadar protein suatu bahan seperti air, abu, protein,
amilase. karbohidrat, dan lemak yang terkandung
pada daun tersebut. Uji proksimat
dilakukan pada ketiga substrat yaitu
daun singkong, daun pepaya dan daun
sente yang menjadi sumber karbohidrat
bagi bakteri B. cepacia (Tabel 3).
E-26
E-27
E-28
E-29
E-30
E-31
Jurnal ILMU DASAR Vol. 16 No. 2, Juli 2015 : 95 – 102 95
Production of Cellulase Enzyme from aspergilus niger using Rice Husk and
Bagasse as Inducer
ABSTRACT
Aspergillus niger is fungi can produce cellulase enzyme with agriculture waste as natural inducers.
The purpose of this study was to compare the natural inducers potential between rice husk and
bagasse to produce cellulase enzyme from Aspergillus niger. Production of cellulase enzyme was
done with variety of inducers such as CMC, rice husk, and bagasse. The optimization of enzyme
production includes optimum production time, inducer type, and optimum concentration of
inducer. Furthermore, the enzyme also was characterized in pH and temperature. Enzyme activity
test using the DNS method with CMC as substrate. According of this test result show that highest
cellulase enzyme activity has production time for 108 hours with rice husk as inducer. The
optimum rice husk concentration was needed of 2.5%. The cellulase enzyme was induced by rice
husk has optimum activity at pH 4 and 50°C of 0.709 IU/mL.
E-32
E-33
E-34
Critical Reviews in Biotechnology, 27:183–195, 2007
Copyright Ⓧ
c Informa Healthcare USA, Inc.
ISSN: 0738-8551 print / 1549-7801 online
DOI: 10.1080/07388550701775901
krezaee@ut.ac.ir
E-35
I
N
T
R
O
D
U
C
T
I
O
N
Although organic solvents have
been used quite extensively in the
processing of biomaterials,
concerns over their use in the food
industry as well as environ- mental
issues related to their use in
industrial and analytical
applications are also growing
(Ikeda, 1992; Lusas and Gregory,
1996; Snyder, King and Jackson,
1996). For this reason, during the
last two decades there has been
growing at- tention to the use of
compressed gases, in particular
supercritical or near-critical fluids
(Figure 1). Their adjustable solvent
power and the possibility to
eliminate solvent residues when
using these fluids make them more
advantageous than organic
solvents for biocatalysis (Almeida
et al., 1998). The lower viscosity
and the higher diffusivity of
supercritical fluids (SCFs) result in
easier transport of substrates
within the pores of enzyme
support and easier access to the
enzyme
183
E-36
800
700
600
Number of pubications
500
400
300
200
100
0
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Publication year
FIGURE 1 The growth pattern of the number of articles published on the use of supercritical fluids from 1990 through 2006 (according
to “Science Citation Index Expanded”).
sites leading to a higher level of reaction rates in SCFs To determine the optimal amount of water for en-
than in organic solvents (Cernia, Palocci and Soro, zymatic reactions, such parameters as type of the re-
1998; Lin, Chen and Chang, 2006; Romero et al., 2005; action and the reaction medium, type of the enzyme
Srivastava, Madras and Modak, 2003). support, the nature of the reactants and the products of
The finding that enzymes can maintain their activi- the reaction as well as the operational conditions (pres-
ties at high pressures (e.g., that of a SCF) has encour- sure and temperature) have to be considered. Several
aged their use as catalysts for their specific reactions reviews have been published on different aspects of en-
under supercritical conditions. However, to retain their zymatic reactions in SCFs, introducing various param-
activities, enzymes require certain amounts of bound eters influencing the reaction rate in SCFs (Aaltonen
water within their structures. For example, in the trans- and Rantakyla, 1991; Ballesteros et al., 1995; Kamat,
esterification of butanol and ethyl butyrate, optimum Beckman and Russell, 1995; Knez and Habulin, 2002;
water activities for lipases obtained from five different Matsuda et al., 2005; Mesiano, Beckman and Russell,
sources ranged from 0.3 to 0.5 (Chowdary and Prapulla, 1999; Rezaei, Temelli and Jenab, 2007). However, de-
2002). Moreover, regardless of its optimum level for the spite the significant importance of water in enzymatic
enzyme performance, water is one of the reactants in reactions in SCFs, there has not been a recent review
hydrolytic reactions and as a result its presence is of publication focusing specifically on this aspect of enzy-
vital importance to the reaction kinetics. Furthermore, matic reactions. Therefore, the objectives of this review
water can act as a modifier of the SCF and, therefore, were to study the effects of water on the enzymatic
it can improve the polarity of the solvent and thus the reactions with a perspective in those reactions in super-
solubility of the reactants as well as those of the prod- critical fluid media.
ucts. On the other hand, reactions such as esterification
result in water accumulation in the reaction medium, WATER ACTIVITY AS RELATED
which has a retarding influence on the reaction kinetics. TO THE TYPE OF REACTIONS
Therefore, considering such opposite effects, an opti-
mum level of water has to be supplied in each type of To perform their functionalities, enzymes require
reaction (Figure 2). certain levels of water to sustain their conformational
E-37
120 70
Esterification reaction
Hydrolysis reaction 60
100
50
velocity (%)
80
( ) Conversion (%)
40
(•) Relative 60
30
40
20
20 10
0 0
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35
FIGURE 2 Effect of water on the rate of myristic acid esterification with ethanol using an immobilized lipase from Mucor miehei (Turner
et al., 2001) and on the conversion of retinylpalmitate (Dumont et al., 1992) in hydrolysis reaction using the same enzyme in SCCO 2.
structures. In the acidolysis of triolein with stearic acid solvent with Candida antarctica lipase type B (CALB),
in a continuous reactor at 29.4 MPa and 50 ◦ C with dif- Humeau et al. (1998) showed that the drop in the ini-
ferent residence times (22, 45 and 91 s) in the presence tial rate of ascorbyl palmitate production by increas-
of Lipozyme IM 20, Nakamura (1994) reported that ing the initial water activity level might be explained
the reaction reached to the equilibrium when the resi- by a hydrolysis side-reaction favored at the above con-
dence time was 45 s and the concentration of water was ditions. The enantioselective esterification of racemic
higher than 16 Mm. They showed that the formation of 1-phenyl ethanol with vinyl acetate was studied using
mono- and di-substituted triglycerides increased when
crystallized enzyme of CALB in SCCO2 at 40◦ C and
water level was increased up to 4 Mm for a residence 90 bar in a continuous operation with a fixed residence
times of 45 and 91 s. They also reported that the change time of 13 min was studied by Dijkstra et al. (2006).
of residence time from 91 s to 22 s caused the optimum They found that the highest enzyme activity was ob-
water concentration level to shift from 4 Mm to 12 tained at the lowest water concentration (0.05 g/L) and
Mm. Therefore, they concluded that the higher water as water concentration increased (up to 2 g/L), the en-
concentration was favorable to promote the reaction zyme activity was decreased. Furthermore, in the same
of the short residence times. Also, Chi, Nakamura and study when substrates were used with 0.05 g/L water
Yano (1988) reported an increase in the initial rate of the concentration and CO2 as the reaction medium was
lipase-catalyzed acidolysis of triolein with stearic acid dried before its introduction to the reaction chamber,
and hydrolysis of triolein with an increase in water con- enzyme activity decreased within 9 days to about one
tent in both n-hexane and supercritical CO2 (SCCO2). third of the initial value because of the CO2 strip-
They reported that water had 100-fold higher solubility ping effect of essential water from the enzyme struc-
in SCCO2 than in n-hexane. ture. Such results emphasize the need for optimal water
In the esterification of myristic acid with ethanol, concentration to assure the best performance for the
Dumont et al. (1992) showed that the initial rate could enzyme.
be increased by a factor of 2–3 just by changing water However, the water produced during an esterifica-
level. The maximum initial rates were obtained at 25–55 tion reaction could lower the esterification rate, unless
mM concentration of water in SCCO2 and at 1.1 mM the produced water can be continuously removed from
concentration of water in n-hexane, above which initial the reaction environment to rectify the problem. Nage-
rates decreased substantially. Also, in the transesterifi- sha, Manohar and Sankar (2004) used this approach for
cation production of ascorbyl palmitate in an organic
E-38
the esterification of free fatty acids of hydrolyzed soy
E-39
water content around the enzyme, leading to similar re- pounds are also higher and therefore it was not unusual
sults as those reported by Hampson and Foglia (1999). to have an increased partition coefficient as observed
At the higher CO2 flow rate (3.9 L/min), however, the above. The unusual part of their results, however, was
monolayer of water surrounding the enzyme can be that a higher partition of water between the support and
more easily stripped away from the enzyme sites, re- the solvent was also observed at higher pressures, which
sulting in a lack of water around the enzyme, which was not consistent with the effect of pressure on the
in turn results in reduced functionality of the enzyme. vapor pressure of the compounds In fact, they found
Hampson and Foglia (1999) reported that the immo- that the increase in the water level at higher pressures
bilized lipase from Candida antarctica lost 2–6% of its due to the increased solvating power of the supercriti-
water content per hour in SCCO 2 at 27 MPa and 60◦ C cal medium at higher pressures exceeded the reduction
with 0.5 or 1 L/min CO2 flow rate. For the on-line expected by the influence on water’s vapor pressure.
extraction-reaction of canola oil, Martinez, Rezaei and Yu, Rizvi and Zollweg (1992) observed that adding
Temelli (2002) found that excessive water had a nega- 1 mL water to 1 g immobilized C. cylindracea lipase at
tive effect on the hydrolysis of extracted oil from a 3.0 13.6 MPa and 40 ◦ C resulted in a maximum conversion
g batch of canola flakes at 24.0 MPa and 35◦ C. They of 30% for the esterification of ethanol and oleic acid to
reported a maximum conversion of 97% (based on TG produce ethyl oleate. Relying on their previous experi-
consumption) when a water flow rate of 0.002 mL/min ments with methyl oleate, Yu, Rizvi and Zollweg (1992)
was applied. concluded that the enzyme support adsorbed some wa-
In the enzymatic esterification of 1-octanol with oleic ter because of its hydrophilic nature, in which case, a
acid using Lipozyme RM IM in SCCO2 as reaction hydrolysis (of ethyl oleate to ethanol and oleic acid)
medium, Laudani et al. (2007) reported that an opti- was also possible with the presence of extra water on
mum water level was necessary for sufficient enzyme the immobilized lipase.
hydration, resulting in the accessibility of enzyme’s ac- Vidinha et al. (2003) studied the transesterification
tive sites. But, they demonstrated that water concentra- of vinyl butyrate and 2-phenyl-1-propanol catalyzed by
tion above such level resulted in a decrease in enzyme Fusarium solani pisi cutinase immobilized on the zeo-
activity due to the formation of a hydrophilic barrier lites NaA and NaY and on Accurel PA-6 in acetonitrile
around the enzyme and also due to shifting the equi- as an organic solvent. They observed that with any of
librium towards the ester hydrolysis. They reported that the enzyme supports used in their experiments, initial
enzyme denaturation could also occur in this case. rates of the transesterification were higher at water ac-
tivity of 0.2 than those observed at water activity of 0.7,
WATER ACTIVITY AS RELATED TO but for the hydrolysis reaction the opposite trends were
observed. When using Accurel, the most hydrophobic
THE TYPE OF ENZYME SUPPORT
enzyme support, at aw=0.2, the transesterification re-
The type of enzyme support used for the immobiliza- action was promoted to a higher extent than when using
tion of the enzyme has also been shown to influence the the two zeolite supports NaA and NaY. In agreement
optimum water level for the reaction. The matrix, pore with Vidinha et al. (2003), Valivety et al. (1994) reported
size, surface area and the hydrophobicity of the enzyme that in the synthesis of dodecyl decanoate when using
support are among the factors controlling water parti- lipase from Candida rugosa on the hydrophobic porous
tion between the enzyme or support and the solvent. glass support the relative reaction rate decreased at all aw
As a consequence, these factors can influence all water- except at the highest level of aw=1.0). Similarly, lipase
dependent properties of the reaction system. A negative from Rhizomucor miehei immobilized on the hydropho-
temperature effect was reported by Marty, Chulalak- bic porous glass and on a polyamide support showed
sananukul and Condoret (1992) on the adsorption of significantly different activity/a w profiles compared to
water to the enzymatic solid support, macroporous an- other supports used (polypropylene, anion-exchange
ionic resin beads. They justified such a loss of water resin and celite), which exhibited similar activity/a w pro-
from the enzyme support to be due to the increased files. Valivety et al. (1994) speculated that those differ-
partition coefficient of water between the supercritical ences in the synthesis of dodecyl decanoate catalyzed
phase and the solid support at higher temperatures. At by Rhizomucor miehei and Candida rugosa lipase immo-
higher temperatures, the vapor pressures of the com- bilized on the above supports might be related to the
E-40
KARAKTERISASI BEBERAPA ION LOGAM
TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum enzim tripsin dan
mengetahui pengaruh penambahan ion logam Ag+ (dalam bentuk senyawa AgNO3 ),
ion logam Cu2+ (dalam bentuk senyawa CuCl 2), ion logam K+ (dalam bentuk senyawa
KHPO ), dan ion logam Zn2+ (dalam bentuk senyawa ZnSO ) dalam berbagai
4 4
variasi konsentrasi terhadap aktivitas enzim tripsin dengan substrat kasein. Aktivitas
enzim tripsin dengan substrat kasein ditentukan dengan metode Anson pada kondisi
optimum. Analisis data secara deskriptif kualitatif. Hasil yang diperoleh menunjukkan
aktivitas enzim tripsin dengan substrat kasein 10 mg/mL pada kondisi optimum pada
pH 8,37°C, waktu inkubasi 20 menit dengan penambahan ion logam (Ag+, Cu2+, Zn2+,
K+) pada berbagai variasi konsentrasi. Berdasarkan hasil penelitian terbukti secara
empiris adanya kecenderungan ion logam Ag+ dan Cu2+ bersifat inhibitor dan ion
logam Zn2+ dan K+ bersifat aktivator terhadap aktivitas enzim tripsin pada substrat
kasein.
Abstract
This study was aimed at determining the optimal conditions of the trypsine enzyme
and the effect of metal ion Ag+(in the form of AgNO3 ), metal ion Cu2+ (in the form
of CuCl2), K+ metal ions (in the form of KHPO4), and ion Metal Zn2+ (in the form
of ZnSO4) in various concentrations towards trypsin enzyme activity using casein
substrate. The activity of trypsin enzyme was determined by Anson method in
optimum conditions. The data were analyzed using qualitative descriptive. The
results show that the activity of trypsin enzyme with substrate casein 10mg/mL
in pH 8.37°C, incubation time of 20 minutes with the additional of ion (Ag +, Cu2+,
Zn2+, K+) at various concentrations. Based on the research results, it was empirically
proven that they were tendency of Ag+ dan Cu2+ to act as inhibitors and metal ions
Zn2+ and K+ to act as activators to trypsine enzyme activity at casein substrat.
E-41
Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 21, Nomor 2, Oktober 2016
PENDAHULUAN
Enzim merupakan kelompok protein
yang bersifat katalis dan mengatur perubahan
senyawa kimia dalam sistem biologis. Enzim
dapat dihasilkan oleh hewan, tumbuhan dan
mikroorganisme. Secara katalitik, enzim
menjalankan fungsinya dalam berbagai
reaksi seperti hidrolisis, oksidasi, reduksi,
isomerasi, adisi, transfer gugus, dan
kadang-kadang pemutusan rantai karbon
(Sumardjo, 2006). Enzim telah banyak
digunakan dalam berbagai proses kimiawi,
baik dalam bidang industri maupun dalam
bidang bioteknologi. Seiring dengan
peningkatan penggunaan enzim, berbagai
eksplorasi penelitian tentang enzim telah
banyak dilakukan (Falch, 1991).
Enzim tripsin merupakan salah satu
enzim yang termasuk dalam golongan
enzim proteolitik atau protease serin. Enzim
ini mengkatalisis reaksi pemecahan protein
dengan menghidrolisis ikatan peptidanya
menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana. Tripsin dalam tubuh diproduksi
di dalam pankreas. Situmorang (2014) me-
maparkan aktivitas enzim dipengaruhi oleh
konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat.
Pengaruh aktivator, inhibitor, dan kofaktor
dalam beberapa keadaan juga merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas
enzim. Bailey dan Ollis (1988) menjelaskan
salah satu karakteristik aktivitas enzim
E-42
koordinasi logam menyebabkan logam
adalah memerlukan kofaktor,
dapat ikut serta dalam pengikatan substrat
yaitu gugusnon protein dari
atau koenzim ke enzim dan menimbulkan
enzim yang menentukanaktivitas
polarisasi gugus reaktif di tempat aktif. Ion
katalitiknya. Kofaktor dapat
logam dapat mendukung efisiensi katalitik
berupakoenzim yang tidak terikat
enzim. Ion logam dapat membantu reaksi
kuat dalam enzimyang biasanya
katalitik dengan cara mengikat substrat pada
berupa molekul organik, dan
sisi pemotongan. Selain berperan dalam
gugus prostetik yang terikat kuat
pengikatan enzim dengan substrat, beberapa
dalamenzim yang biasanya berupa molekulanorganik (ion-ion logam), seperti ion logamFe2+, Mn2+, Zn2+ d
ion logam juga dapat mengikat enzim secara
menghambat aktivitas enzim
langsung untuk menstabilkan konformasi
disebut inhibitor enzim
aktifnya atau menginduksi formasi situs
(Sumardjo, 2006).Kemampuan
pengikatan atau situs aktif suatu enzim
logam tertentu untuk berikatan
(Baehaki, Rinto, & Budiman, 2011).
dengan banyak ligan
dalam bidang
108
E-43
LEMBAR ASISTENSI
DIPERIKSA
KETERANGAN TANDA TANGAN
NO TANGGAL
1. 15/3/2022 Pengumpulan proposal
2. 25/3/2022 Pengumpulan P0
3. 10/04/2022 Pengumpulan P1
4. 11/04/2022 Pengumpulan P2
5. 13/04/2022 Pengumpulan laporan
ke dosen
66. 13/04/2022
25/04/2022 ACC laporan
Pengumpulan revisi ke
dosen
F-1