ABSTRAK
Salami adalah produk pangan yang terdiri atas campuran daging, lemak, garam, bahan-bahan curing
dan bumbu yang dimasukkan ke dalam casing, kemudian difermentasi dan dikeringkan. Penelitian mengenai
Pengaruh Dosis Starter Yogurt Terhadap Mutu Fisik dan Oganoleptik Salami (Sosis Fermentasi) Daging Kelinci
dilaksanakan pada bulan Januari 2016 bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan
(TPPP) Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh
penggunaan starter yogurt terhadap mutu fisik dan organoleptik salami daging kelinci dan mendapatkan dosis
starter yogurt yang menghasilkan mutu fisik salami daging kelinci terbaik dan secara organoleptik disukai.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan tiga perlakuan dosis starter yogurt (1%, 2% dan 3%), setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan Analisis Sidik Ragam terhadap mutu fisik dan Uji Kruskall-
Wallis terhadap organoleptik, serta untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan Uji Tukey terhadap
mutu fisik dan Uji Mann-Whitney terhadap organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
dosis starter yogurt berpengaruh terhadap daya ikat air, aroma, rasa, tekstur dan total penerimaan salami daging
kelinci, tapi tidak berpengaruh terhadap keempukan, susut masak dan warna. Penggunaan dosis starter yogurt
3% menghasilkan salami daging kelinci dengan mutu fisik terbaik (keempukan 54,95 mm/g/10dtk, susut masak
15,20%, daya ikat air 17,13%) dan secara organoleptik disukai.
Kata kunci: salami daging kelinci, starter yogurt, mutu fisik, organoleptik
ABSTRACT
Salami is food product made from a mixture of meat, fat, salt, curing ingredient and seasoning in the
casing and then fermented and dried. The study of the effect of yoghurt starter dose on physical quality and
organoleptic of rabbit salami was held on January 2016 at Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk
Peternakan (TPPP), Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. The aim of the study was to determine the
effect of yoghurt starter dose on physical quality and organoleptic of rabbit meat salami and to find out dose of
yoghurt starter that produce the best physical quality (water holding capacity, weight loss and tenderness) and
organoleptically preferably (color, aroma, texture, flavor, and overall acceptability). This research was conducted
using a Complete Randomize Design (CRD) with three treatments (yoghurt starter dose at 1%, 2% and 3%) with
six replications. Physical quality was analized using ANOVA and organolaptic was analized using Kruskall-
Wallis test, and for the difference between treatment was analized using Tukey test (physical quality) and Mann-
Whitney test (organoleptic). The result showed that yoghurt starter dose gives effect on water holding capacity,
aroma, flavor, texture and overall acceptability, but does not gives effect on tenderness, weight loss and colour.
Yoghurt starter dose at 3% gives the highest physical quality of rabbit meat salami (tenderness 54,95
mm/g/10second, weight loss 15,20% and water holding capacity 17,13%) and organoleptically preferably.
Keyword : rabbit meat salami, yoghurt starter, physical quality, organoleptic
I. PENDAHULUAN
Produk pangan hasil peternakan bersifat mudah rusak atau perishable, hal ini
disebabkan kandungan gizi yang terdapat dalam produk tersebut merupakan sumber nutrisi
dengan bahan kering 95,7% Freez dried culture (Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus acidophilus 1:1:1) merk Lyo-San .Inc – Canada dan Aquades.
Bahan yang digunakan dalam proses pengasapan yaitu batok kelapa kering dan minyak tanah.
2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain inkubator, oven, wadah stainless
steel, mesin penggiling (grinder), sarung tangan, piping bag, casing dengan diameter 7 cm,
food processor, pisau, talenan, termometer, loyang, timbangan berkapasitas 10 kg, timbangan
digital berkapasitas 2 kg, timbangan analitik berkapasitas 200 g, tungku, penetrometer,
stopwatch, pelat kaca, beban sebesar 35 kg, dan kertas saring Whatman no. 42.
kemudian diikat. Selanjutnya pada proses conditioning, adonan salami yang telah dimasukkan
kedalam casing kemudian digantung pada rak dan didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar.
Proses fermentasi dilakukan selama 6 hari pada suhu kamar. Fermentasi diselingi dengan
proses pengasapan. Proses pengasapan dilakukan setiap 2 hari sekali selama 1 jam pada suhu
27 - 30° C dengan menggunakan batok kelapa kering sebagai bahan bakar.
KA (%) =
Keterangan : w1 = Berat cawan
w2 = Berat cawan + salami sebelum pengeringan
w3 = Berat cawan + salami sesudah pengeringan
4. Organoleptik
Pengujian organoleptik berdasarkan skala hedonik (warna, aroma, tekstur, rasa dan
total penerimaan) pada skala 1 – 5 menggunakan 15 orang panelis agak terlatih. Prosedur
pengujian organoleptik yang dilakukan yaitu sampel salami yang telah difermentasi selama 6
hari disiapkan. Sampel diletakkan di atas piring yang telah diberi kode 3 digit yang berbeda
untuk masing-masing perlakuan dan 1 gelas air dipersiapkan. Alat tulis dan kuisioner telah
disiapkan untuk panelis. Panelis diberi arahan atau penjelasan singkat tentang cara pengujian
organoleptik. Panelis memberikan penilaian terhadap sampel dan kesan yang diberikan ditulis
pada kuisioner. Kuisioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan dilakukan
pengumpulan data. Data selanjutnya dianalisis secara statistik.
Data Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai pada berbagai perlakuan tidak berbeda nyata.
Hal ini disebabkan oleh nilai pH yang dicapai oleh ketiga perlakuan tidak jauh berbeda yaitu
pada dosis 1% (4,70), 2% (4,56) dan 3% (4,53). Ketiganya termasuk ke dalam pH rendah,
sehingga keempukan ketiganya tidak berbeda, daging dengan pH tinggi (lebih besar dari 6,0)
mempunyai keempukan yang lebih tinggi dari daging dengan pH rendah (lebih kecil dari 5,8)
(Penny, dkk., 1963; Bouton, dkk., 1971). Keempukan dipengaruhi oleh bahan pengisi, kadar
air, lemak dan protein (Lukman, 1995). Lemak pada produk salami ini berperan sebagai
shortening agent, jika tercampur dengan protein jaringan daging, akan mengempukkan
produk.
Pada penelitian terdahulu diketahui bahwa nilai keempukan salami daging domba
dengan starter yogurt dosis 2-5% berkisar antara 17,20-23,67 mm/g/10detik (Hikmatunnafiah,
2014), lebih rendah daripada hasil penelitian ini. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik
dari daging yang digunakan berbeda. Daging kelinci memiliki karakteristik serat yang halus
dan kandungan protein lebih tinggi, selain itu lemak yang digunakan sebagai campuran pada
penelitian ini lemak sapi, sedangkan penelitian terdahulu menggunakan lemak domba.
Pengaruh Dosis Starter Yogurt Terhadap Susut Masak Salami Daging Kelinci
Data Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan berbagai dosis starter yogurt pada
salami daging kelinci tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak. Hal tersebut
diduga karena nilai pH yang diperoleh ketiga perlakuan tidak jauh berbeda yaitu pada dosis
1% sebesar 4,70, 2% sebesar 4,56 dan 3% sebesar 4,53. Nilai pH yang tidak jauh berbeda
tersebut disebabkan oleh produksi asam laktat yang dihasilkan oleh ketiga perlakuan tidak
jauh berbeda pula, selain itu, diduga Interval pemberian dosis kurang jauh untuk memberikan
pengaruh nyata terhadap susut masak salami kelinci. Sesuai dengan pendapat Bouton dkk
(1971) Nilai pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi susut masak.
Susut masak disebabkan terjadinya penguapan air bebas dari salami karena pengaruh
pengasapan dan selongsong salami yang bersifat permeabel terhadap air dan udara sehingga
air pada lapisan monolayer sosis akan lebih mudah untuk keluar. Selain itu, penambahan
garam dan gula dalam pembuatan salami juga dapat berpengaruh dalam penyusutan berat.
Menurut Arief (2000), NaCl dan sukrosa berfungsi sebagai humektan sehingga air yang
terikat dalam daging keluar karena adanya perbedaan tekanan osmosis.
Menurut Ace (2005) susut berat salami daging sapi menggunakan starter yogurt
sebesar 20,85%, sedangkan salami daging domba sebesar 22,01%. Hasil penelitian tersebut
mempunyai nilai susut yang lebih banyak daripada penelitian salami daging kelinci, hal
tersebut disebabkan waktu fermentasi yang lebih lama pada penelitian terdahulu yaitu selama
30 hari, sedangkan pada penelitian salami daging kelinci lama fermentasi 6 hari. Semakin
lama waktu fermentasi maka semakin besar nilai susut masak.
Pengaruh Dosis Starter Yogurt Terhadap Daya Ikat Air Salami Daging Kelinci
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan berbagai dosis starter yogurt
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya ikat air salami daging kelinci. Penambahan dosis
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 6
Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W
starter sebanyak 3% (P3) menghasilkan daya ikat air yang nyata lebih tinggi (P<0,05)
dibandingkan dosis starter 2% (P2), namun tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan dosis
starter 1% (P1). Tingginya nilai daya ikat air pada perlakuan dosis 3% dikarenakan nilai pH
yang dicapai paling rendah yaitu sebesar 4,53, semakin jauh pH dari titik isoelektrik protein-
protein daging yaitu 5,0-5,1, maka ruang untuk molekul-molekul air lebih banyak, dengan
begitu maka Daya Ikat Air akan meningkat. Menurut Soeparno (2005), pada pH lebih rendah
dari titik isoelektrik protein-protein daging, terdapat ekses muatan positif yang
mengakibatkan penolakan miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul-
molekul air.
Pada perlakuan dosis starter 2%, daya ikat air yang dihasilkan paling rendah (10,54%),
hal ini disebabkan pada pembahasan sebelumnya perlakuan dosis starter 2% memiliki susut
masak sebesar 16,14%. Bila dibandingkan dengan perlakuan dosis starter 2%, perlakuan dosis
starter 1% memiliki nilai daya ikat air yang lebih tinggi (16,42%), hal tersebut disebabkan
nilai susut masak yang diperoleh sebesar 14,95%. Pada perlakuan dosis starter 3% dihasilkan
nilai daya ikat air yang lebih tinggi (17,13%) dibandingkan perlakuan dosis starter 2%
disebabkan nilai susut masaknya sebesar 15,20%.
Menurut Soeparno (2005), banyak faktor yang mempengaruhi daya mengikat air dari
daging, yaitu pH, bangsa, pembentukan aktomiosin (rigormortis, temperatur dan kelembaban,
pelayuan karkas atau daging, type dan lokasi otot, fungsi otot, umur, pakan dan lemak
intramuskuler atau marbling.
3.2 Organoleptik
Hasil uji organoleptik Salami Daging Kelinci dengan berbagai perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Uji Organoleptik Perlakuan
P1 P2 P3
Warna 3,73 a 3,67 a 3,87a
Aroma 3,67b 3,87ab 4,33a
Tekstur 3,60 b 3,80b 4,27a
Rasa 3,73 b 3,87 b 4,40 a
Total Penerimaan 3,80 b 4,00 b 4,47 a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang berbeda kearah baris pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata
Menurut Soeparno (2005), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi warna daging yaitu
konsentrasi mioglobin dan kondisi kimia serta fisik komponen lain dalam daging. Untuk
daging cured, warna yang stabil dan diinginkan adalah warna merah muda atau jambon
nitosilhemokrom yang terbentuk melalui reaksi kimia pigmen-pigmen heme di dalam proses
curing. Pada pemanasan daging atau daging proses cured, metmioglobin denaturasi
dikonversikan menjadi nitrosilhemokrom. Pada kondisi tertentu (misalnya terdapat
pertumbuhan mikroorganisme tertentu) nitrosil hemokrom dapat dioksidasi menjadi substansi
porfirin berarna hijau, kuning atau tak berwarna. Ketika daging dimasak, mioglobin akan
teroksidasi membentuk metmioglobin dan setelah denaturasi protein terjadi, akan terbentuk
warna daging yang selanjutnya disebut metmiokromogen. Senyawa ini bertanggungjawab
dalam pembentukan warna coklat ketika daging diawetkan atau dimasak (Tarladgis, 1962).
terjadi dari mikroba yang ditambahkan selama proses penyimpanan juga terhadap perlakuan
pengasapan. Menurut Montel dkk (1996) penggunaan starter kultur akan meningkatkan sifat
organoleptik seperti warna, tekstur dan kualitas higienis dari suatu produk.
4.1 Kesimpulan
1. Penggunaan dosis starter yogurt berpengaruh terhadap daya ikat air, aroma, rasa,
tekstur dan total penerimaan salami daging kelinci.
2. Penggunaan dosis starter yogurt 3% menghasilkan salami daging kelinci dengan mutu
fisik terbaik (keempukan 54,95 mm/g/10dtk, susut masak 15,20%, daya ikat air
17,13%) dan secara organoleptik disukai.
4.2 Saran
1. Penggunaan dosis starter yogurt sampai 3% disarankan untuk pembuatan salami.
2. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai mutu kimia dan total
bakteri asam laktat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
berlangsungnya penelitian ini sehingga selesai sesuai dengan yang diharapkan yaitu Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran, Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan,
Prof. Dr. Ir. Kusmajadi Suradi, MS dan Prof. Dr. Ir. Husmy Yurmiati, MS selaku pembimbing
dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ace, I. S. 2005. Sifat Fisik dan Kimia Salami Daging Domba dan Sapi dengan Penambahan
Wortel. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Arief, I. I. 2000. Pengaruh Aplikasi Kultur Kering Dengan Beberapa Kombinasi Mikroba
Terhadap Kualitas Fisiko-Kimia dan Mikrobiologi Sosis Fermentasi. Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Astawan, M.W., dan Astawan, M. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.
Akademika Pressindo : Jakarta.
Bendall, J. R. 1962. Recent Advances in Food Science. Vol. 1. Butterworth, London. Hal. 58
Bouton, P.E., P.V. Harris, and W.R. Shorthose. 1971. The Effect of Ultimat pH Upon The
Water-Holding Capacity and Tenderness of Mutton. J. Food Sci. 36, 435.
Bylund, G. 1995. Dairy Processing Handbook Tetrapack Processing System AB. Lund.
Swedia. 243-257.
Girrard, J.P. and C. Bucharles. 1992. Acid Fermentation di dalam Technology of Meat and
Meat Products. JP. Girard (ed). Ellis Horwoond. New York.
Hartati Chairunnisa. 2007. The Chemical Characteristics and Acceptability of Set Yogurt
Made from Caprine Milk as Fermented Heath Drinks. Seminar Nasional PATPI
Bandung 2007. Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran: Sumedang. 522.
Helferich, W. and D. Westoff. 1980. All About Youghurt. New Jersey. USA:Prentice Hall, inc.
Hikmatunnafiah. 2014. Pengaruh Dosis Starter Yoghurt Terhadap Mutu Fisik dan
Akseptabilitas Salami (Sosis Fermentasi) Daging Domba. Universitas Padjadjaran.
Sumedang. http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/4054 (Diakses 3 September
2015 jam 13:00 WIB)
Lukman, H. 1995. Perbedaan Karakteristik Daging, Karkas dan Sifat Olahannya Antara Itik
Afkir dan Ayam Petelur Afkir. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bathara Karya Aksara. Jakarta. 45-55, 77-79
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 167,
253, 289-297.