Anda di halaman 1dari 11

Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................

Rifa Rafi’atu Sya’bani W

PENGARUH DOSIS STARTER YOGURT TERHADAP MUTU FISIK


DAN ORGANOLEPTIK SALAMI (SOSIS FERMENTASI) DAGING
KELINCI
EFFECT OF YOGHURT STARTER DOSE ON PHYSICAL QUALITY
AND ORGANOLEPTIC OF RABBIT MEAT SALAMI (FERMENTED
SAUSAGE)
Rifa Rafi’atu Sya’bani W*, Kusmajadi Suradi**, Husmy Yurmiati**
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Sumedang 45363
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016
**Staff Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
email : rafiatu225@gmail.com

ABSTRAK

Salami adalah produk pangan yang terdiri atas campuran daging, lemak, garam, bahan-bahan curing
dan bumbu yang dimasukkan ke dalam casing, kemudian difermentasi dan dikeringkan. Penelitian mengenai
Pengaruh Dosis Starter Yogurt Terhadap Mutu Fisik dan Oganoleptik Salami (Sosis Fermentasi) Daging Kelinci
dilaksanakan pada bulan Januari 2016 bertempat di Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan
(TPPP) Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh
penggunaan starter yogurt terhadap mutu fisik dan organoleptik salami daging kelinci dan mendapatkan dosis
starter yogurt yang menghasilkan mutu fisik salami daging kelinci terbaik dan secara organoleptik disukai.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan tiga perlakuan dosis starter yogurt (1%, 2% dan 3%), setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan Analisis Sidik Ragam terhadap mutu fisik dan Uji Kruskall-
Wallis terhadap organoleptik, serta untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan digunakan Uji Tukey terhadap
mutu fisik dan Uji Mann-Whitney terhadap organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
dosis starter yogurt berpengaruh terhadap daya ikat air, aroma, rasa, tekstur dan total penerimaan salami daging
kelinci, tapi tidak berpengaruh terhadap keempukan, susut masak dan warna. Penggunaan dosis starter yogurt
3% menghasilkan salami daging kelinci dengan mutu fisik terbaik (keempukan 54,95 mm/g/10dtk, susut masak
15,20%, daya ikat air 17,13%) dan secara organoleptik disukai.
Kata kunci: salami daging kelinci, starter yogurt, mutu fisik, organoleptik

ABSTRACT
Salami is food product made from a mixture of meat, fat, salt, curing ingredient and seasoning in the
casing and then fermented and dried. The study of the effect of yoghurt starter dose on physical quality and
organoleptic of rabbit salami was held on January 2016 at Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk
Peternakan (TPPP), Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. The aim of the study was to determine the
effect of yoghurt starter dose on physical quality and organoleptic of rabbit meat salami and to find out dose of
yoghurt starter that produce the best physical quality (water holding capacity, weight loss and tenderness) and
organoleptically preferably (color, aroma, texture, flavor, and overall acceptability). This research was conducted
using a Complete Randomize Design (CRD) with three treatments (yoghurt starter dose at 1%, 2% and 3%) with
six replications. Physical quality was analized using ANOVA and organolaptic was analized using Kruskall-
Wallis test, and for the difference between treatment was analized using Tukey test (physical quality) and Mann-
Whitney test (organoleptic). The result showed that yoghurt starter dose gives effect on water holding capacity,
aroma, flavor, texture and overall acceptability, but does not gives effect on tenderness, weight loss and colour.
Yoghurt starter dose at 3% gives the highest physical quality of rabbit meat salami (tenderness 54,95
mm/g/10second, weight loss 15,20% and water holding capacity 17,13%) and organoleptically preferably.
Keyword : rabbit meat salami, yoghurt starter, physical quality, organoleptic

I. PENDAHULUAN
Produk pangan hasil peternakan bersifat mudah rusak atau perishable, hal ini
disebabkan kandungan gizi yang terdapat dalam produk tersebut merupakan sumber nutrisi

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 1


Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Pengolahan dan


pengawetan melalui fermentasi merupakan salah satu cara untuk menghambat kerusakan yang
disebabkan oleh bakteri, salah satu diantaranya melalui pembuatan salami. Proses fermentasi
dalam pembuatan salami menyebabkan terjadinya perubahan daging menjadi produk baru
yang mempunyai karakteristik berbeda dan masa simpan yang lebih lama karena asam yang
terbentuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen.
Produk fermentasi sudah banyak yang diminati dan dikenal masyarakat, seperti yogurt
dan keju, namun masih ada produk fermentasi lain yang belum dikenal khususnya di
Indonesia yaitu sosis fermentasi yang disebut salami. Produk ini telah lama dikenal di luar
negeri khususnya Itali yang pada umumnya dibuat dari daging babi atau campuran daging
babi dan sapi dengan menambahkan bakteri asam laktat sebagai starter, namun dapat pula
digunakan daging dari jenis ternak lainnya, diantaranya daging kelinci.
Kelinci merupakan ternak yang mempunyai potensi besar sebagai penyedia daging,
namun belum terimbangi dengan penyerapan produknya. Hal tersebut disebabkan daging
kelinci belum banyak diminati masyarakat, disamping itu olahan daging kelinci masih
terbatas. Oleh karena itu untuk menambah variasi produk olahan daging kelinci maka perlu
dilakukan penelitian salami daging kelinci dengan harapan produknya dapat diterima oleh
masyarakat.
Proses pembuatan salami sangat dipengaruhi aktivitas starter yang digunakan. Bakteri
asam laktat yang biasa digunakan pada pembuatan salami diantaranya berasal dari golongan
Streptococcus, Lactobacillus dan golongan Micrococcus. Penggunaan kombinasi starter
yogurt seperti Streptococcus thermophilus, Lactobacillus bulgaricus dan Lactobacillus
acidophilus akan mempercepat proses fermentasi dan menghasilkan total asam yang lebih
banyak, sehingga diperoleh produk dengan kesasaman yang tinggi. Keasaman mempengaruhi
mutu fisik dan organoleptik salami daging kelinci. Jika total asam tidak tepat, maka tidak
didapatkan mutu fisik salami terbaik dan secara organoleptik bila terlalu asam tidak dapat
diterima oleh panelis.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi proses fermentasi adalah dosis kultur bakteri
asam laktat yang digunakan. Penggunaan dosis yang berbeda diduga akan mempengaruhi
mutu fisik dan organoleptik salami daging kelinci. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik
melakukan penelitian Pengaruh Dosis Starter Yogurt terhadap Mutu Fisik (Daya Ikat Air,
Susut Masak, Keempukan) dan Organoleptik Salami Daging kelinci.

II. BAHAN DAN METODE


2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daging kelinci jenis lokal umur 1,5 –
2 tahun sebanyak 5 kilogram diperoleh dari 7 ekor kelinci jantan, lemak sapi 1260 gram,
garam, gula, lada, pala, ketumbar, bawang putih, jahe, bahan curing, susu skim bubuk merk
Prolac (Diimpor oleh C.V. Cakra Mas) diperoleh dari Setiabudi Supermarket Bandung
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2
Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

dengan bahan kering 95,7% Freez dried culture (Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus acidophilus 1:1:1) merk Lyo-San .Inc – Canada dan Aquades.
Bahan yang digunakan dalam proses pengasapan yaitu batok kelapa kering dan minyak tanah.

2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain inkubator, oven, wadah stainless
steel, mesin penggiling (grinder), sarung tangan, piping bag, casing dengan diameter 7 cm,
food processor, pisau, talenan, termometer, loyang, timbangan berkapasitas 10 kg, timbangan
digital berkapasitas 2 kg, timbangan analitik berkapasitas 200 g, tungku, penetrometer,
stopwatch, pelat kaca, beban sebesar 35 kg, dan kertas saring Whatman no. 42.

2.3 Pelaksanaan Penelitian


1. Pembuatan Mother Culture (Modifikasi Lyo-San Inc., 2015)
Pembuatan mother culture diawali dengan pembuatan bahan baku susu skim cair
(bahan kering 12%) (BSNI, 2009) dengan cara melarutkan susu skim bubuk sebanyak 31,35 g
ke dalam 250 ml akuades, lalu dipanaskan pada suhu 90-950C selama 30 menit dengan
metode batch (Bylund, 1995), kemudian suhunya diturunkan hingga mencapai 420C, lalu
diinokulasikan secara steril starter (campuran S. thermophilus, L. bulgaricus, dan L.
acidophilus) dalam bentuk freezed dried sebanyak 5 gram, kemudian diinkubasi pada suhu
420C selama 4,5 jam hingga terbentuk penggumpalan sempurna tanpa sineresis atau
pemisahan cairan dari padatan susu (wheying off).

2. Pembuatan Bulk Culture (Modifikasi Lyo-San Inc., 2015)


Pembuatan Bulk culture diawali dengan pembuatan bahan baku susu skim cair (bahan
kering 20%) (Hartati, 2007), dengan cara mencairkan 209 g susu skim bubuk dengan 1000 ml
akuades kemudian dipanaskan pada suhu 90-95oC selama 30 menit dengan metode batch
(Bylund, 1995), selanjutnya suhu diturunkan hingga mencapai 420C. Lalu diinokulasikan
mother culture yang mengandung S. thermophiles, L. bulgaricus, dan L. acidophilus sebanyak
5% (v/v) dan inkubasi pada suhu 420C selama 4,5 jam hingga terbentuk penggumpalan yang
sempurna tanpa sineresis.
3. Pembuatan Salami
Pembuatan salami dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu pembuatan adonan salami,
conditioning, fermentasi, pengasapan. Proses pembuatan adonan salami yaitu daging
sebanyak 250 gram dan lemak sebanyak 70 gram digiling secara bersamaan, kemudian daging
dan lemak tersebut dibekukan. Daging yang telah digiling dan dibekukan kemudian digiling
dalam food processor bersama dengan bumbu-bumbu, garam, gula, lalu dimasukkan starter
yogurt (S. thermophilus, L. bulgaricus dan L. acidophilus dengan perbandingan 1:1:1) dalam
bentuk bulk culture sebanyak 1%, 2% dan 3%, diaduk hingga tercampur rata. Setelah
tercampur rata, adonan yang telah jadi dimasukkan kedalam casing yang berdiameter 7 cm,

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 3


Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

kemudian diikat. Selanjutnya pada proses conditioning, adonan salami yang telah dimasukkan
kedalam casing kemudian digantung pada rak dan didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar.
Proses fermentasi dilakukan selama 6 hari pada suhu kamar. Fermentasi diselingi dengan
proses pengasapan. Proses pengasapan dilakukan setiap 2 hari sekali selama 1 jam pada suhu
27 - 30° C dengan menggunakan batok kelapa kering sebagai bahan bakar.

2.4 Pengukuran Variabel


1. Keempukan
Pengujian yang dilakukan untuk menguji keempukan salami menggunakan alat
penetrometer dengan cara sebagai berikut (Sumarmono, 2012): Penetrometer disiapkan pada
tempat yang datar dan pasang universal cone. Disiapkan sampel salami dengan ukuran p x l x
t cm dan diletakkan pada dasar penetrometer. Jarum penunjuk diatur sehingga permukaan
sampel tepat bersinggungan dengan ujung universal cone dan jarum pada skala menunjukkan
angka nol. Tuas (lever/clutch) penetrometer ditekan selama 10 detik. Membaca skala pada
alat yang menunjukkan kedalaman penetrasi universal cone ke dalam sampel. Satuan
keempukan salami adalah mm/g/10 detik.
2. Susut Masak
Susut masak adalah berat yang berkurang selama proses fermentasi. Pengujian
dilakukan dengan cara ditimbang berat awal salami sebelum difermentasi dan berat akhir
salami setelah difermentasi selama 6 hari. Perhitungan susut masak dapat dilakukan seperti
berikut:
Susut masak =

3. Daya Ikat Air


Pengujian Daya Ikat Air dilakukan dengan Metode Hamm (1972). Prosedur
pengujiannya yaitu disiapkan 0,3 gram sampel salami diletakkan pada bagian tengah kertas
saring, dihimpit diantara dua buah plat kaca dan dibebani dengan beban 35 kg selama 5 menit.
Tandai area yang tertutup sampel dan luas area basah di sekelilingnya pada kertas saring.
Area basah yaitu luas area basah pada kertas saring dikurangi luas area tertutup sampel. Luas
area basah dan tertutup sampel dihitung menggunakan rumus luas lingkaran yaitu 3,14 x (r1)2..
Daya ikat air salami dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

KA (%) =
Keterangan : w1 = Berat cawan
w2 = Berat cawan + salami sebelum pengeringan
w3 = Berat cawan + salami sesudah pengeringan

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 4


Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

4. Organoleptik
Pengujian organoleptik berdasarkan skala hedonik (warna, aroma, tekstur, rasa dan
total penerimaan) pada skala 1 – 5 menggunakan 15 orang panelis agak terlatih. Prosedur
pengujian organoleptik yang dilakukan yaitu sampel salami yang telah difermentasi selama 6
hari disiapkan. Sampel diletakkan di atas piring yang telah diberi kode 3 digit yang berbeda
untuk masing-masing perlakuan dan 1 gelas air dipersiapkan. Alat tulis dan kuisioner telah
disiapkan untuk panelis. Panelis diberi arahan atau penjelasan singkat tentang cara pengujian
organoleptik. Panelis memberikan penilaian terhadap sampel dan kesan yang diberikan ditulis
pada kuisioner. Kuisioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan dilakukan
pengumpulan data. Data selanjutnya dianalisis secara statistik.

2.5 Analisis Statistika


Penelitian dilaksanakan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan tiga perlakuan yaitu penggunaan dosis starter 1% (P1), 2% (P2) dan 3% (P3).
Setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali, sehingga diperoleh 18 unit percobaan yang akan
diuji mutu fisik serta organoleptiknya. Selanjutnya untuk menguji perbedaan antar perlakuan
dilakukan pengujian menggunakan Uji Tukey. Pengaruh perlakuan terhadap sifat organoleptik
(warna, rasa, bau, tekstur dan total penerimaan) salami dapat diketahui dengan melakukan Uji
Kruskal-Wallis dan untuk mengetahui tingkat perbedaan setiap perlakuan diuji dengan Uji
Mann-Whitney.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Mutu Fisik Salami


Pengaruh perlakuan terhadap mutu fisik (keempukan, susut masak dan daya ikat air)
salami dapat dilihat pada Tabel 1.
Peubah yang Diamati Perlakuan
P1 P2 P3
Keempukan (mm/g/10detik) 05,25a 52,79a 54,95a
Susut Masak (%) 14,95 a 16,14 a 15,20 a
Daya Ikat Air (%) 16,42 a 10,54b 17,13 a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang berbeda kearah baris pada kolomyang sama menunjukan berbeda nyata
P1 : Dosis Starter 1%
P2 : Dosis Starter 2%
P3 : Dosis Starter 3%

Pengaruh Dosis Starter Yogurt Terhadap Keempukan Salami Daging Kelinci

Data Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai pada berbagai perlakuan tidak berbeda nyata.
Hal ini disebabkan oleh nilai pH yang dicapai oleh ketiga perlakuan tidak jauh berbeda yaitu
pada dosis 1% (4,70), 2% (4,56) dan 3% (4,53). Ketiganya termasuk ke dalam pH rendah,

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 5


Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

sehingga keempukan ketiganya tidak berbeda, daging dengan pH tinggi (lebih besar dari 6,0)
mempunyai keempukan yang lebih tinggi dari daging dengan pH rendah (lebih kecil dari 5,8)
(Penny, dkk., 1963; Bouton, dkk., 1971). Keempukan dipengaruhi oleh bahan pengisi, kadar
air, lemak dan protein (Lukman, 1995). Lemak pada produk salami ini berperan sebagai
shortening agent, jika tercampur dengan protein jaringan daging, akan mengempukkan
produk.
Pada penelitian terdahulu diketahui bahwa nilai keempukan salami daging domba
dengan starter yogurt dosis 2-5% berkisar antara 17,20-23,67 mm/g/10detik (Hikmatunnafiah,
2014), lebih rendah daripada hasil penelitian ini. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik
dari daging yang digunakan berbeda. Daging kelinci memiliki karakteristik serat yang halus
dan kandungan protein lebih tinggi, selain itu lemak yang digunakan sebagai campuran pada
penelitian ini lemak sapi, sedangkan penelitian terdahulu menggunakan lemak domba.

Pengaruh Dosis Starter Yogurt Terhadap Susut Masak Salami Daging Kelinci

Data Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan berbagai dosis starter yogurt pada
salami daging kelinci tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak. Hal tersebut
diduga karena nilai pH yang diperoleh ketiga perlakuan tidak jauh berbeda yaitu pada dosis
1% sebesar 4,70, 2% sebesar 4,56 dan 3% sebesar 4,53. Nilai pH yang tidak jauh berbeda
tersebut disebabkan oleh produksi asam laktat yang dihasilkan oleh ketiga perlakuan tidak
jauh berbeda pula, selain itu, diduga Interval pemberian dosis kurang jauh untuk memberikan
pengaruh nyata terhadap susut masak salami kelinci. Sesuai dengan pendapat Bouton dkk
(1971) Nilai pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi susut masak.
Susut masak disebabkan terjadinya penguapan air bebas dari salami karena pengaruh
pengasapan dan selongsong salami yang bersifat permeabel terhadap air dan udara sehingga
air pada lapisan monolayer sosis akan lebih mudah untuk keluar. Selain itu, penambahan
garam dan gula dalam pembuatan salami juga dapat berpengaruh dalam penyusutan berat.
Menurut Arief (2000), NaCl dan sukrosa berfungsi sebagai humektan sehingga air yang
terikat dalam daging keluar karena adanya perbedaan tekanan osmosis.
Menurut Ace (2005) susut berat salami daging sapi menggunakan starter yogurt
sebesar 20,85%, sedangkan salami daging domba sebesar 22,01%. Hasil penelitian tersebut
mempunyai nilai susut yang lebih banyak daripada penelitian salami daging kelinci, hal
tersebut disebabkan waktu fermentasi yang lebih lama pada penelitian terdahulu yaitu selama
30 hari, sedangkan pada penelitian salami daging kelinci lama fermentasi 6 hari. Semakin
lama waktu fermentasi maka semakin besar nilai susut masak.

Pengaruh Dosis Starter Yogurt Terhadap Daya Ikat Air Salami Daging Kelinci
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan berbagai dosis starter yogurt
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya ikat air salami daging kelinci. Penambahan dosis
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 6
Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

starter sebanyak 3% (P3) menghasilkan daya ikat air yang nyata lebih tinggi (P<0,05)
dibandingkan dosis starter 2% (P2), namun tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan dosis
starter 1% (P1). Tingginya nilai daya ikat air pada perlakuan dosis 3% dikarenakan nilai pH
yang dicapai paling rendah yaitu sebesar 4,53, semakin jauh pH dari titik isoelektrik protein-
protein daging yaitu 5,0-5,1, maka ruang untuk molekul-molekul air lebih banyak, dengan
begitu maka Daya Ikat Air akan meningkat. Menurut Soeparno (2005), pada pH lebih rendah
dari titik isoelektrik protein-protein daging, terdapat ekses muatan positif yang
mengakibatkan penolakan miofilamen dan memberi lebih banyak ruang untuk molekul-
molekul air.
Pada perlakuan dosis starter 2%, daya ikat air yang dihasilkan paling rendah (10,54%),
hal ini disebabkan pada pembahasan sebelumnya perlakuan dosis starter 2% memiliki susut
masak sebesar 16,14%. Bila dibandingkan dengan perlakuan dosis starter 2%, perlakuan dosis
starter 1% memiliki nilai daya ikat air yang lebih tinggi (16,42%), hal tersebut disebabkan
nilai susut masak yang diperoleh sebesar 14,95%. Pada perlakuan dosis starter 3% dihasilkan
nilai daya ikat air yang lebih tinggi (17,13%) dibandingkan perlakuan dosis starter 2%
disebabkan nilai susut masaknya sebesar 15,20%.
Menurut Soeparno (2005), banyak faktor yang mempengaruhi daya mengikat air dari
daging, yaitu pH, bangsa, pembentukan aktomiosin (rigormortis, temperatur dan kelembaban,
pelayuan karkas atau daging, type dan lokasi otot, fungsi otot, umur, pakan dan lemak
intramuskuler atau marbling.

3.2 Organoleptik
Hasil uji organoleptik Salami Daging Kelinci dengan berbagai perlakuan dapat dilihat
pada Tabel 2.
Uji Organoleptik Perlakuan
P1 P2 P3
Warna 3,73 a 3,67 a 3,87a
Aroma 3,67b 3,87ab 4,33a
Tekstur 3,60 b 3,80b 4,27a
Rasa 3,73 b 3,87 b 4,40 a
Total Penerimaan 3,80 b 4,00 b 4,47 a
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf kecil yang berbeda kearah baris pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata

Pengaruh Perlakuan terhadap Warna Salami Daging Kelinci


Data Tabel 2 menunjukkan bahwa penggunaan berbagai dosis starter pada salami
daging kelinci tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap warna salami daging kelinci.
Warna yang terlihat memang tidak terlalu berbeda antar perlakuan yaitu bagian pinggir salami
berwarna kecoklatan akibat dari proses pengasapan, sedangkan pada bagian tengah salami
berwarna putih kekuningan dikarenakan warna dari daging kelinci pucat dan tergolong ke
dalam daging putih dengan kandungan mioglobin yang rendah yaitu 0,02% dari berat segar
(Bendall, 1962).
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 7
Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

Menurut Soeparno (2005), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi warna daging yaitu
konsentrasi mioglobin dan kondisi kimia serta fisik komponen lain dalam daging. Untuk
daging cured, warna yang stabil dan diinginkan adalah warna merah muda atau jambon
nitosilhemokrom yang terbentuk melalui reaksi kimia pigmen-pigmen heme di dalam proses
curing. Pada pemanasan daging atau daging proses cured, metmioglobin denaturasi
dikonversikan menjadi nitrosilhemokrom. Pada kondisi tertentu (misalnya terdapat
pertumbuhan mikroorganisme tertentu) nitrosil hemokrom dapat dioksidasi menjadi substansi
porfirin berarna hijau, kuning atau tak berwarna. Ketika daging dimasak, mioglobin akan
teroksidasi membentuk metmioglobin dan setelah denaturasi protein terjadi, akan terbentuk
warna daging yang selanjutnya disebut metmiokromogen. Senyawa ini bertanggungjawab
dalam pembentukan warna coklat ketika daging diawetkan atau dimasak (Tarladgis, 1962).

Pengaruh Perlakuan terhadap Aroma Salami Daging Kelinci


Data Tabel 2 menunjukkan bahwa penggunaan dosis starter yogurt 3% nyata lebih
tinggi (P<0,05) dibandingkan penggunaan dosis 1% (P1), namun tidak berbeda nyata dengan
penggunaan dosis 2% (P2). Demikian pula perlakuan dosis starter 2% (P2) dengan perlakuan
dosis 1% (P1) tidak berbeda nyata. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya kandungan asam
laktat pada penggunaan dosis starter 3% sehingga aroma asam lebih tercium bila
dibandingkan dengan perlakuan dosis starter 2% (P2) dan 1% (P1).
Aroma yang berpengaruh pada salami terutama adalah asam laktat, rempah dan
bumbu, serta komponen volatil lain yang dihasilkan selama proses fermentasi. Aroma salami
disebabkan adanya asam amino, peptida, asam lemak rantai pendek serta senyawa volatil
karbonil (Girard dan Bucharles 1992).

Pengaruh Perlakuan terhadap Tekstur Salami Daging Kelinci


Data Tabel 2 menunjukkan bahwa tekstur salami daging kelinci dengan penggunaan
dosis starter yogurt 3% nyata lebih tinggi daripada penggunaan dosis starter 1% (P1) dan 2%
(P2). Hal tersebut diduga karena banyaknya dosis starter yang diberikan menghasilkan pH
yang paling rendah sehingga melunakan tekstur daging, selanjutnya menurut Astawan dan
Astawan (1989) melunaknya tekstur daging diakibatkan oleh penurunan pH. Pada kondisi pH
yang rendah (turun), daya adhesi antara serabut-serabut otot menghilang dan melonggarkan
struktur protein serat otot. Menurut Ace (2005) reaksi yang terjadi dari mikroba yang
ditambahkan selama proses penyimpanan berpengaruh terhadap tekstur salami, jika
pemberian bakteri asam laktat tinggi, maka kandungan asam laktat yang dihasilkan relatif
tinggi dan pH yang dicapai rendah sehingga tekstur yang dihasilkan halus.
Tekstur dipengaruhi oleh umur dan bangsa ternak, otot dengan serabut-serabut yang
kecil tidak menunjukkan kekasaran tekstur (Soeparno, 2005). Menurut Ace (2005), tekstur
salami erat kaitannya dengan keseimbangan campuran lemak dan protein serta reaksi yang

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 8


Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

terjadi dari mikroba yang ditambahkan selama proses penyimpanan juga terhadap perlakuan
pengasapan. Menurut Montel dkk (1996) penggunaan starter kultur akan meningkatkan sifat
organoleptik seperti warna, tekstur dan kualitas higienis dari suatu produk.

Pengaruh Perlakuan terhadap Rasa Salami Daging Kelinci


Data Tabel 2 menunjukkan rasa salami daging kelinci menggunakan dosis starter 3%
nyata lebih tinggi dibandingkan dosis 2% (P2) dan 1% (P1). Hal tersebut disebabkan oleh
tingginya kadar asam laktat pada perlakuan starter dosis 3% sehingga rasa asamnya lebih
terasa dibandingkan dengan perlakuan starter 2% (P2) dan 1% (P1).
Penggunaan dosis starter yogurt yang berbeda menghasilkan salami dengan kadar
asam laktat yang berbeda pula. Menurut Helferich dan Westhoff (1980), pada proses
fermentasi, starter kultur yogurt bertanggungjawab untuk memproduksi senyawa-senyawa
yang berkontribusi pada flavor, terutama asam laktat dan senyawa karbonil. Pembentukan
asam laktat diawali dengan perubahan senyawa karbohidrat menjadi gula sederhana atau
glukosa. Glukosa yang dihasilkan melalui jalur EMP (Embden Meyerhoff Parnas) diubah
menjadi asam piruvat dan akhirnya menjadi asam laktat. Semakin banyak dosis yang
diberikan, maka semakin banyak pula kadar asam laktat yang terkandung sehingga rasanya
semakin asam.

Pengaruh Perlakuan terhadap Total Penerimaan Salami Daging Kelinci


Hasil uji statistik menunjukkan bahwa salami daging kelinci dengan menggunakan
starter 3% (P3) nyata lebih tinggi skala numeriknya dibandingkan dosis 2% (P2) dan 1% (P1).
Hal ini disebabkan pada tingkat kesukaan terhadap aroma, rasa dan tekstur menunjukkan
bahwa penggunaan dosis 3% mempunyai skala numerik yang paling tinggi dan disukai. Total
penerimaan salami dipengaruhi oleh penilaian sebelumnya yaitu aroma, rasa dan tekstur. Hal
tersebut ditunjang oleh Soekarto (1985) total penerimaan merupakan pertimbangan terakhir
konsumen dalam menerima suatu produk baru.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Penggunaan dosis starter yogurt berpengaruh terhadap daya ikat air, aroma, rasa,
tekstur dan total penerimaan salami daging kelinci.
2. Penggunaan dosis starter yogurt 3% menghasilkan salami daging kelinci dengan mutu
fisik terbaik (keempukan 54,95 mm/g/10dtk, susut masak 15,20%, daya ikat air
17,13%) dan secara organoleptik disukai.

4.2 Saran
1. Penggunaan dosis starter yogurt sampai 3% disarankan untuk pembuatan salami.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 9


Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

2. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai mutu kimia dan total
bakteri asam laktat.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
berlangsungnya penelitian ini sehingga selesai sesuai dengan yang diharapkan yaitu Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran, Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan,
Prof. Dr. Ir. Kusmajadi Suradi, MS dan Prof. Dr. Ir. Husmy Yurmiati, MS selaku pembimbing
dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ace, I. S. 2005. Sifat Fisik dan Kimia Salami Daging Domba dan Sapi dengan Penambahan
Wortel. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Arief, I. I. 2000. Pengaruh Aplikasi Kultur Kering Dengan Beberapa Kombinasi Mikroba
Terhadap Kualitas Fisiko-Kimia dan Mikrobiologi Sosis Fermentasi. Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Astawan, M.W., dan Astawan, M. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.
Akademika Pressindo : Jakarta.

Badan Standardisasi Nasional. 2009. Syarat Mutu Yogurt. SNI 2981:2009.

Bendall, J. R. 1962. Recent Advances in Food Science. Vol. 1. Butterworth, London. Hal. 58

Bouton, P.E., P.V. Harris, and W.R. Shorthose. 1971. The Effect of Ultimat pH Upon The
Water-Holding Capacity and Tenderness of Mutton. J. Food Sci. 36, 435.

Bylund, G. 1995. Dairy Processing Handbook Tetrapack Processing System AB. Lund.
Swedia. 243-257.
Girrard, J.P. and C. Bucharles. 1992. Acid Fermentation di dalam Technology of Meat and
Meat Products. JP. Girard (ed). Ellis Horwoond. New York.

Hartati Chairunnisa. 2007. The Chemical Characteristics and Acceptability of Set Yogurt
Made from Caprine Milk as Fermented Heath Drinks. Seminar Nasional PATPI
Bandung 2007. Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran: Sumedang. 522.

Helferich, W. and D. Westoff. 1980. All About Youghurt. New Jersey. USA:Prentice Hall, inc.

Hikmatunnafiah. 2014. Pengaruh Dosis Starter Yoghurt Terhadap Mutu Fisik dan
Akseptabilitas Salami (Sosis Fermentasi) Daging Domba. Universitas Padjadjaran.
Sumedang. http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/4054 (Diakses 3 September
2015 jam 13:00 WIB)

Lyo-San Inc. 2015. Yogurmet (Frezee-dried) Yogurt Starter. Kanada.

Lukman, H. 1995. Perbedaan Karakteristik Daging, Karkas dan Sifat Olahannya Antara Itik
Afkir dan Ayam Petelur Afkir. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 10


Pengaruh Dosis Starter Yogurt ............................................................................................Rifa Rafi’atu Sya’bani W

Penny, I. F., C. A. Voyle and R. A. Lawrie. 1963. A Comparison of Freeze-dried Beef-muscle


of High r Low Ultimate pH. J. Sci. Fd. Agric. 14. 535.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bathara Karya Aksara. Jakarta. 45-55, 77-79

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 167,
253, 289-297.

Sumarmono, J. 2012. Pengukuran Keempukan Daging dengan Penetrometer. Fakultas


Peternakan. UNSOED. Purwokerto.

Tarladgis, B. G. 1962. Interpretation of the spectra of meat pigments. I. Cooked meats.


J.Sci.Food Agric. 13:481.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 11

Anda mungkin juga menyukai