Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM

BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM

Disusun oleh:

Wiwi Juliansyah Putra

14/366664/PT/06770

Kelompok XXVII

Asistan Pendamping: Nurul Azizah Jamiil

LABORATORIUM TEKNOLOGI MAKANAN TERNAK


DEPARTEMEN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Usaha pengembangan peternakan merupakan salah satu kebijakan
yang ditetapkan pemerintah dalam usaha memenuhi kebutuhan protein
yang berasal dari ternak, yang selama ini secara nasional masih berada di
bawah ambang batas atau standar yang normal. Banyak cara yang telah
dilakukan dalam upaya meningkatkan produksi dalam negeri tersebut.
Misalnya dengan mendatangkan bibit unggul, memperbaiki potensi
genetik ternak yang telah ada, perbaikan padang pengembalaan dengan
penyediaan hijauan pakan yang cukup dan berkualitas serta perbaikan
sistem pemeliharaan.
Salah satu yang digunakan untuk meningkatkan produktifitas ternak
yaitu dengan memenuhi kebutuhannya melalui pakan. Hal inilah yang
menyebabkan praktikum bahan pakan formulasi ransum perlu dilakukan
untuk mengetahui pengelompokkan bahan pakan berdasarkan kandungan
nutriennya. Bahan pakan yang kandungan nutriennya telah diketahui
dapat dengan mudah dibuat ransum untuk memnuhi kebutuhan ternak.
Dalam pakan terdapat beberapa fraksi yang bermanfaat untuk
ternak. Fraksi-fraksi tersebut meliputi air, abu, protein kasar, serat kasar,
lemak kasar, dan ETN. Masing-masing fraksi tersebut memiliki kadar
yang berbeda dalam suatu bahan pakan.
Kandungan dari tiap bahan pakan yang diberikan kepada ternak
bervariasi bergantung pada jenis, macam, dan keadaan bahan. Metode
yang dapat dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrien dalam bahan
pakan adalah dengan analisis proksimat. Ketika kandungan nutrient dalam
pakan sudah diketahui, maka bahan pakan tersebut dapat dikelompokkan
ke dalam suatu kelompok bahan pakan sehingga mempermudah dalam
memformulasikan ransum yang dapat memenuhi kebutuhan ternak.
Tujuan Praktikum
Praktikum bahan pakan dan formulasi ransum bertujuan untuk
mengetahui fraksi-fraksi yang terkandung di dalam sebuah bahan pakan
dengan menggunakan sistem analisis proksimat. Fraksi-fraksi yang
diperoleh yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan
kadar ekstrak tanpa nitrogen atau ETN. Manfaat dari menganalisis bahan
pakan adalah untuk mengetahui kadar kandungan fraksi-fraksi dalam
pakan, sehingga dalam membuat ransum pakan untuk ternak, dapat
disesuaikan dengan kebutuhan ternak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bahan pakan adalah setiap bahan yang dapat dimakan, disukai,


dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorpsi, dan
bermanfaat bagi ternak. Suatu bahan dapat dimasukkan ke dalam bahan
pakan apabila memenuhi syarat-syarat tersebut. Satu macam atau
campuran lebih dari satu macam bahan pakan yang khusus disediakan
untuk ternak disebut pakan. Pakan yang diberikan ke seekor ternak untuk
masa selama tidak kurang dari 24 jam disebut ransum. Bahan-bahan
penyusun ransum tidak hanya terdiri dari bahan pakan melainkan terdapat
bahan lain yang digunakan. Seluruh bahan yang digunakan untuk
menyusun ransum disebut ingredient (Kamal, 1998).
Bahan pakan dibagi menjadi 8 kelas berdasarkan sifat karakter
fisik, kimia, serta penggunannya secara internasional, yaitu hijauan kering
dan jerami kering, hijauan segar, silase, sumber energi, sumber protein,
sumber mineral, sumber vitamin, dan aditif pakan (Utomo, 2003). Hijauan
dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering serta
silase yang dapat berupa jerami yang berasal dari limbah pangan (jerami
padi, jerami kedelai, pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan
(daun gamal dan daun lamtoro). Klasifikasi berdasarkan kandungan
gizinya bahan makanan ternak dapat dibagi atas sumber energi (misalnya
dedak ubi kayu), sumber protein yang berasal dari tanaman (misalnya
bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber protein hewani (tepung
darah, tepung bulu dan tepung ikan). Bahan pakan selain umber protein
dan sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai
sumber mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber
vitamin (misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti
antibiotika, preparat hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan
untuk meningkatkan daya guna ransum. Bahan-bahan tersebut
digolongkan dalam pakan imbuhan (feed aditif). Pengelompokan yang lain
adalah berdasarkan penggunaannnya. Pakan berdasarkan
penggunaannya dibagi atas bahan makanan konvensional (seperti bungkil
kedelai dan dedak) dan nonkonvensional (seperti ampas nenas dan isi
rumen) (IPB,2012).
Analisis proksimat dikembangkan oleh Hanneberg Stokman pada
tahun 1865 di Wiende Experiment Station, Jerman dengan
menggolongkan komponen yang ada dalam pakan. Dalam analisis
proksimat terdapat komponen bahan pakan yang dikelompokkan menjadi
bahan kering (dry matter), ekstrak eter (ether extract), serat kasar (crude
fiber), protein kasar (crude protein), ekstrak tanpa nitrogen (ETN) atau
nitrogen free extracted (NFE), dan abu atau ash. Jayanegara (2012)
menambahkan bahwa untuk melakukan analisis proksimat bahan harus
dalam bentuk tepung dengan ukuran maksimum 1 mm. Utomo (2012)
menyatakan bahwa bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu
diketahui terlebih dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran
atau pengeringan oven agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari
rumput dalam keadaan segar dan kering matahari.
BAB III
MATERI DAN METODE

Materi
Penetapan Kadar Air
Alat. Alat yang digunakan untuk mengetahui kadar air dalam bahan
pakan yaitu silica disk, desikator, tang penjepit, oven pengeringan (105
sampai 110°C), dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan untuk mengetahui kadar air yaitu
sampel kulit kakao seberat 1,0064 gram.
Penetapan Kadar Abu
Alat. Alat yang digunakan untuk mengetahui kadar abu dalam
bahan pakan yaitu silica disk, desikator, tanur (550 sampai 600°C), tang
penjepit, oven pengeringan (105 sampai 110°C), dan timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan untuk mengetahui kadar abu yaitu
sampel kulit kakao seberat 1,0064 gram.
Penetapan Kadar Serat Kasar
Alat. Alat yang digunakan untuk mengetahui kadar serat kasar
dalam bahan pakan yaitu beaker glass 600 ml, kompor, saringan linen,
serat gelas (glass wool), crucible, gelas arloji, tang penjepit, desikator,
tanur (550 sampai 600°C), timbangan analitik, dan oven pengeringan (105
sampai 110°C).
Bahan. Bahan yang digunakan untuk mengetahui kadar serat kasar
yaitu sampel kulit kakao seberat 1,0107 gram. Reagensia yang digunakan
yaitu 200 ml H2SO4 1,25% (0,255N), 200 ml NaOH 1,25% (0,313N), dan
15 ml ethyl alkohol 95%.
Penetapan Kadar Protein Kasar
Alat. Alat yang digunakan untuk mengetahui kadar protein kasar
dalam bahan pakan yaitu tabung Kjeldahl 650 ml, erlenmeyer 650 ml atau
300 ml, gelas ukur 100 ml, buret, corong, pipet volume 25 atau 50 ml,
destruktor dan destilator serta timbangan analitik.
Bahan. Bahan yang digunakan untuk mengetahui kadar protein
kasar yaitu sampel kulit kakao seberat 0,5045 gram. Reagensia yang
digunakan antara lain 20 ml H2SO4 pekat, kjeltab, NaOH 50%, HCl 0,1 N,
H3BO3 0,1 N, indikator mix: bromcresol green (BCG), methanol dan
methyl red.
Penetapan Kadar Lemak Kasar
Alat. Alat yang digunakan untuk mengetahui kadar lemak kasar
dalam bahan pakan yaitu seperangkat alat Soxhlet, oven pengering (105
sampai 110°C), desikator, tang penjepit, timbangan analitik, dan kertas
saring bebas lemak.
Bahan. Bahan yang digunakan untuk mengetahui kadar lemak
kasar yaitu sampel kulit kakao seberat 0,7036 gram; 0,7006 gram; dan
0,7007 gram dan pelarut lemak petroleum benzene.

Metode
Pengamatan Fisik.
Pengamatan fisik dilakukan dengan mengamati parameter fisik
yang terdapat dalam bahan pakan. Parameter yang diamati antara lain
tekstur, warna, bau, dan rasa. Parameter diamati secara organoleptik. Uji
organoleptik yang dilakukan antara lain melihat warna bahan pakan
dengan mata, merasakan tekstur dengan tangan, merasakan rasa bahan
pakan dengan lidah, dan mencium bau bahan pakan dengan hidung.
Penetapan Kadar Air.
Pengamatan kadar air dilakukan dengan cara silica disk
dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 sampai 110 oC selama
1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit, bila sudah
dingin ditimbang sebagai X gram. Ditimbang cuplikan bahan pakan
seberat 1,0064 gram sebagai Y gram, dimasukkan kedalam silica disk dan
dikeringkan dalam oven pengering selama 8 sampai 24 jam pada suhu
105 sampai 110oC. Silica disk dan cuplikan bahan pakan dikeluarkan dari
dalam oven, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Silica disk
dan cuplikan bahan pakan dibiarkan dingin sampai diperoleh bobot yang
tetap.
Rumus penetapan kadar air :
x  y   z x100%
Kadar Air =
y
Kadar bahan kering = 100% - kadar air
Keterangan : x = bobot silica disk
y = bobot sampel
z = bobot silica disk + sampel setelah dioven (105 - 110C)
Penetapan Kadar Abu. Kulit kakao dari analisis kadar air
digunakan untuk analisis kadar abu. Silica disk yang berisi kulit kakao
setelah analisis kadar air dimasukkan dalam tanur. Tanur dinyalakan pada
suhu 550 sampai 600°C selama lebih dari 12 jam hingga kulit kakao
berwarna putih seluruhnya, setelah itu suhu diturunkan sampai 120C, lalu
dimasukkan dalam desikator selama 30 menit, setelah dingin ditimbang.
Rumus penetapan kadar abu :
 z  x
Kadar Abu = x100%
y
Keterangan : x = bobot silica disk kosong
y = bobot sampel + silica disk sebelum ditanur
z = bobot sampel + silica disk setelah ditanur
Penetapan kadar serat kasar. Sampel kulit kakao ditimbang
sebanyak 1,0107 gram (X gram), kemudian dimasukkan dalam beaker
glass 600 ml, ditambahkan 200 ml H2SO4 1,25%, dipanaskan hingga
mendidih selama 30 menit. Saring melalui saringan linen dengan bantuan
pompa vacum. Hasil saringan (residu) dimasukkan ke dalam beaker glass,
ditambahkan 200 ml NaOH 1,25% lalu didihkan selama 30 menit. Saring
kembali dengan menggunakan crucible yang telah dilapisi glass wool
dengan bantuan pompa vacum, dicuci dengan beberapa ml air panas dan
kemudian dengan 15 ml ethyl alkohol 95%. Hasil saringan dimasukkan
pada alat pengering dengan suhu 105 sampai 110°C selama 12 jam,
kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Setelah itu
ditimbang (Y gram). Crucible dibakar bersama sampel didalamnya
menggunakan tanur pada suhu 550 sampai 600°C sampai berwarna putih
seluruhnya atau bebas karbon. Crucible yang berisi hasil pembakaran
dikeluarkan dan didinginkan pada desikator. Bila sudah dingin kemudian
ditimbang (Z gram).
Rumus penetapan kadar serat kasar :

Kadar serat kasar =


x  z  x100%
y

Keterangan : x = bobot sampel setelah dikeringkan dalam oven 105C


y = bobot sampel awal
z = bobot sisa pembakaran 550 - 600C
Penetapan Kadar Protein Kasar.
Destruksi. Sampel kulit kakao ditimbang seberat 0,5045 gram (Z
gram) kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas saring bebas
lemak. Setelah itu disiapkan 20 ml H2SO4 pekat dan ¼ tablet kjeltab
beserta cuplikan dimasukkan ke dalam tabung destruksi yang telah bersih
dan kering. Kompor destruksi dihidupkan dan kran yang berada disamping
alat destruksi dihidupkan sebagai pendingin, kemudian tempatkan tabung-
tabung destruksi pada lubang yang ada pada kompor, pendingin
dihidupkan. Skala pada kompor destruksi di set kecil kurang lebih 1 jam.
Destruksi diakhiri apabila larutan berwarna jernih. Apabila larutan telah
bewarna jernih, kemudian didinginkan dan dilanjutkan proses destilasi.
Destilasi. Hasil destruksi diencerkan dengan aquades 75 ml, lalu
digojog agar larutan homogen. Erlenmeyer 650 ml yang berisi 50 ml
H3BO3 0,1 N dan tiga tetes Indikator mix disiapkan. Penampung dan Labu
kjeldahl dimasukkan dan dipasang dalam alat destilasi. Air pendingin
dihidupkan (panas pendingin maksimum 80° F) dan tombol ditekan hingga
menyala hijau. Setelah itu, dispensing ditekan ke bawah untuk
memasukkan NaOH 50% ke dalam tabung tersebut, NaOH ditambahkan
harus melalui dinding, kemudian Handle Steam diturunkan ke bawah
sehingga larutan yang ada dalam tabung mendidih. Destilasi berakhir
setelah destilat mencapai 200 ml, kemudian dibuat blanko dengan
menggunakan cuplikan yang berupa H2O dan didestilasi seperti cara
diatas. Proses untuk penentuan kadar protein kasar selanjutnya adalah
proses titrasi.
Titrasi. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai timbul
perubahan warna menjadi keperakkan. Hasil perhitungan kadar protein
kasar dapat diperoleh dengan rumus berikut.
Rumus penetapan kadar protein kasar :
(𝒙−𝒚)×𝒏×𝟎,𝟎𝟏𝟒×𝟔,𝟐𝟓
Kadar protein kasar = × 𝟏𝟎𝟎%
𝒛

Keterangaan : x = jumlah titrasi sampel (ml)


y = jumlah titrasi blanko (ml)
n = Normalitas HCl
z = bobot sampel
Penetapan Kadar Lemak Kasar.
Sampel kulit kakao ditimbang seberat 0,7035 gram; 0,7006 gram;
dan 0,7007 gram (X gram) dan bungkus dengan kertas saring bebas
lemak, sebanyak 3 bungkus. Masing-masing bungkusan kulit kakao
dimasukkan dalam oven pengering 105 sampai 110°C selama 12 jam.
Bungkusan sampel ditimbang dalam keadaan masih panas (Y gram).
Bungkusan sampel dimasukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Labu
penampung diisi petroleum benzene sekitar setengah volume labu
penampung, alat ekstraksi Soxhlet juga diisi sekitar setengah volume
dengan petroleum benzene. Labu penampung dan tabung Soxhlet
dipasang, pendingin dan penangas dihidupkan. Ekstraks selama sekitar
16 jam. Pemanas dimatikan, kemudian sampel diambil dan dipanaskan
dalam oven pengering 105 sampai 110°C selama semalaman, kemudian
dimasukkan dalam desikator selama 12 jam lalu ditimbang (Z gram).
Rumus penetapan kadar lemak kasar :
yz
Kadar lemak kasar = x100%
x
Keterangan : x = bobot sampel awal
y = bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven
105C (sebelum diekstraksi).
z = bobot sampel + kertas saring bebas lemak setelah oven
105C (setelah diekstraksi)
Penetapan Kadar BETN.
Penetapan kadar BETN dilakukan dengan mengurangkan 100%
dengan semua jumlah kadar fraksi yang telah diperoleh. Rumus BETN
yaitu:
%BETN = 100%+(Kadar air+kadar abu+kadar protein kasar+kadar serat
kasar+ kadar lemak kasar)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Fisik
Organoleptik adalah suatu pengamatan dengan indera manusia
yang meliputi pengamatan terhadap terkstur, warna, bau, dan rasa.
Tujuan organoleptik yaitu untuk mengetahui karakteristik dari suatu bahan
pakan. Cara yang dilakukan dalam organoleptik yaitu menyentuk, melihat,
mencium, dan memakan (merasakan dengan lidah) suatu bahan pakan
yang diuji.
Pengamatan fisik perlu dilakukan untuk menentukan jenis dari
bahan pakan yang diuji. Ketelitian yang cukup tinggi diperlukan dalam
penentuan jenis suatu bahan pakan. Kekeliruan dapat terjadi dalam
pengamatan fisik dan hal ini dapat membahayakan ternak sebagai
pemakan bahan pakan tersebut.
Terdapat ciri-ciri khusus dari bahan pakan kulit kakao yang terdapat
pada tabel berikut :
Tabel 1. Pengamatan fisik kulit kakao
Parameter Pengamatan
Tekstur Halus
Warna Coklat
Bau Harum kemanisan
Rasa Hambar
Hasil pengamatan fisik menunjukkan bahwa bahan pakan yang
digunakan pada praktikum mempunyai tekstur yang halus, berwarna
coklat, mempunyai bau harum kemanisan, dan mempunyai rasa yang
hambar (tidak berasa). Prediksi bahan pakan yang digunakan awalnya
adalah kulit kakao dan kayu manis. Berdasarkan pengamatan fisik yang
dilakukan, bahan pakan tersebut adalah kulit kakao atau dalam bahasa
ilmiahnya Theobroma cocoa L. Ditjenbun (2016) menyatakan bahwa kulit
buah kakao awalnya berwarna putih, tetapi jika dilukai akan berubah
menjadi coklat.
Kulit Kakao
Tanaman kakao yang mempunyai nama latin Theobroma Cacao
L atau biasa kita sebut dengan cokelat merupakan tanaman yang banyak
ditemukan tumbuh di daerah tropis. Kakao secara umum adalah
tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem inkompatibilitas sendiri.
Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Kulit kakao dapat dijadikan
pakan ternak dan pupuk kompos.
Tabel 2. Kandungan nutrien kulit kakao
Parameter Pengamatan (%)
Kadar Air 9,32-10,23
Kadar PK 6,39-8,14
Kadar Abu 8,95-12,88
Kadar LK 1,82-2,44
Kadar SK 30,45-31,21
Bahan kering 89,77-90,68
ETN 46,09-51,63
(Munier, 2009)
Kulit kakao memiliki kandungan bahan kering 89,77-90,68%; PK
6,39-8,14%; Abu 8,95-12,88; LK 1,82-2,44; dan SK 30,45-31,21. Kulit
kakao memiliki kandungan serat kasar yang tinggi sehingga baik untuk
ternak ruminansia. Kulit kakao biasanya digunakan sebagai bahan pakan
pengganti rumput ketika musim kemarau. Kulit kakao tersedia sangat
melimpah karena merupakan limbah hasil perkebunan kakao (Munier,
2009).
Analisis Proksimat
Analisis proksimat dikembangkan dari Weende Experiment Station
Jerman oleh Henneberg dan Stokman pada tahun 1865, yaitu metode
analisis yang menggolongkan komponen yang ada pada makanan.
Analisis proksimat didasarkan atas komposisi susunan kimia dan
kegunaannya (Tillman et al., 1998) yang kemudian disebut sistem analisis
proksimat karena nilai yang diperoleh hanya mendekati nilai komposisi
yang sebenarnya. Musfiroh et. al., (2006) menyatakan analisis proksimat
meliputi kadar abu total, air total, lemak total, protein total dan karbohidrat
total.
Tabel 3. Hasil Analisis proksimat kulit kakao (Theobroma Cacao L)
Parameter Pengamatan (%)
Kel XXVII Kel XXVIII Rata-rata
Bahan kering 86,07 86,17 86,12
Protein kasar 8,11 8,25 8,18
Serat kasar 18,46 17,29 17,875
Lemak kasar 18,09 12,235 15,1625
Abu 8,82 9,249 9,0345
ETN 52,52 52,98 52,75
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, didapatkan hasil kelompok
XXVII mempunyai kadar bahan kering sebesar 86,07%; protein kasar
8,11%; serat kasar 18,46%; lemak kasar 18,09%; kadar abu 8,82%; dan
ETN sebesar 52,52%. Data hasil praktikum kelompok XXVIII didapatkan
bahan kering sebesar 86,17%; protein kasar 8,25%; serat kasar 17,29%;
lemak kasar sebesar 12,235%; kadar abu 9,249%; dan ETN sebesar
52,98%. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat perbedaan yang
tinggi yaitu pada kadar lemak kasar. Rata-rata bahan kering 86,12%;
protein kasar 8,18%; serat kasar 17,875%; lemak kasar 15,1625%; abu
9,0345%; dan ETN 52,75%.
Penetapan kadar air. Tujuan penentuan kadar air yaitu untuk
mengetahui kadar air dalam bahan pakan dan mengetahu kadar bahan
kering dalam pakan. Air yang terkandung dalam suatu bahan pakan akan
menguap seluruhnya apabila bahan tersebut dipanaskan selama
beberapa waktu pada suhu 105 sampai 110 oC dengan tekanan udara
bebas. Horwitz (2000) menyatakan bahwa prinsip penetapan kadar air
adalah air yang terkandung di dalam suatu bahan pakan akan menguap
seluruhnya apabila bahan tersebut dipanaskan selama beberapa waktu
pada suhu 105° sampai 110°C dengan tekanan udara bebas.
Air dalam analisis proksimat merupakan semua cairan yang
menguap pada suhu 105o sampai 110oC dengan tekanan udara bebas
sampai sisanya yang tidak menguap mempunyai bobot tetap. Tilman et al.
(1998) menyatakan bahwa air dalam analisis proksimat merupakan semua
cairan yang menguap pada suhu 105 sampai 110oC. DM (Dry Mater)
adalah bahan pakan yang mengandung sedikit air karena telah
dipanaskan pada suhu 55 oC. DW (Dry Water) adalah bapan pakan yang
tidak mengandung air karena telah dipanaskan pada suhu 105 sampai
110oC.
Penentuan kadar air menggunakan silica disk yang berfungsi
sebagai media untuk sampel ketika pemanasan. Oven berfungsi sebagai
alat untuk memanaskan sampel pada suhu 105°C sampai 110°C. Silica
disk diletakkan di dalam desikator dengan tujuan untuk mengikat uap air
yang ada di sampel, menstabilkan dan mencegah kontaminasi. Penetapan
kadar air tidak digunakan gelas timbang melainkan menggunakan silica
disk, hal itu bertujuan agar nantinya sampel dapat langsung ditanur untuk
mencari kadar abu, karena silika tahan terhadap suhu 550-600°C tetapi
gelas timbang tidak. Pemanasan dilakukan dalam waktu 1 jam karena
suhu pada oven akan stabil pada suhu tersebut yang membutuhkan waktu
kurang lebih 1 jam. Sampel dimasukkan ke dalam desikator selama 30
menit karena diharapkan dalam waktu 30 menit uap air yang masih ada di
sampel sudah terikat semua oleh silika gel yang ada di desikator.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan diperoleh bahan kering
dari kulit kakao yang digunakan sebagai cuplikan bahan pakan kelompok
XXVII adalah 86,07% dan kelompok XXVIII adalah 86,17%. Munier (2009)
menyatakan bahwa bahan kering kulit kakao adalah 89,77 sampai
90,68%. Hasil praktikum tidak sesuai dengan literatur. Sutardi (2006)
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kadar air yaitu
pengeringan dan kandungan air dari suatu bahan pakan.
Penetapan kadar abu. Tujuan penetapan kadar abu yaitu untuk
mengetahu kadar bahan anorganik dalam bahan pakan. Suatu bahan
pakan bila dibakar pada suhu 5500C sampai 6000C selama beberapa
waktu maka semua zat organiknya akan terbakar sempurna menghasilkan
oksida yang menguap yaitu berupa CO2, H2O, dan gas-gas lain, sedang
yang tertinggal tidak menguap adalah oksida mineral atau yang disebut
abu. Abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan bila
dibakar sempurna pada 550 sampai 6000C selama 2 jam, maka semua
senyawa organiknya akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang
menguap, sedang sisanya yang tidak menguap itulah yang disebut abu
atau campuran dari berbagai oksida mineral sesuai dengan macam
mineral yang terkandung di dalam bahannya. Kamal (1998) menyatakan
bahwa abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan (tanur
5500C sampai 6000C) selama beberapa waktu.
Penetapan kadar abu merupakan lanjutan dari uji penetapan kadar
air. Penetapan kadar air, digunakan Silica disk (tidak
digunakan vochdoos) sebagai wadah cuplikan bahan yang akan
dikeringkan. Hal ini dilakukan karena vochdoos tidak akan tahan pada
tahap pengeringan menggunakan tanur pada suhu 500 sampai 600°C dan
akan mengalami kerusakan (lumer), sehingga digunakan Silica disk yang
tahan terhadap suhu yang tinggi. Silica disk berfungsi sebagai tempat
sampel bahan pakan selama dikeringkan dalam oven dan dibakar di
dalam tanur. Desikator berfungsi sebagai alat penstabil suhu. Tang
penjepit berfungsi untuk memindahkan gelas timbang setelah di oven.
Oven pengering 105 sampai 110°C berfungsi untuk menghilangkan kadar
air dari sampel agar diperoleh berat kering. Timbangan analitik berfungsi
untuk menimbang sampel. Tanur 550 sampai 600°C berfungsi untuk
membakar semua zat organik dan kemudian menghasilkan oksida yang
menguap, yaitu berupa CO2, H2O, dan gas-gas lain, sedangkan yang tidak
tertinggal dan tidak menguap adalah oksida mineral atau yang disebut
dengan abu.
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan kandungan kadar abu
kelompok XXVII adalah 8,82% sedangkan kelompok XXVIII adalah
9,249%. Munier (2009) menyatakan bahwa kadar abu pada kulit kakao
adalah 8,95 sampai 12,88%. Hasil praktikum tidak sesuai dengan literatur.
Faktor yang mempengaruhi kadar abu adalah spesies tanaman, umur
tanaman, bagian dari tanaman, kesuburan tanah dan pemupukan. Hartadi
et al. (1997) menyatakan bahwa kadar abu suatu bahan pakan ditentukan
oleh keadaan spesies dan varietas tanaman, umur tanaman, komposisi
tanah, bagian mana yang dianalisis, persediaan air dan pemupukan.
Penetapan kadar serat kasar. Tujuan penentuan kadar serat
kasar yaitu untuk mengetahui kadar karbohidrat struktural dalam suatu
bahan pakan. Prinsip penetapan kadar serat kasar adalah semua
senyawa organik kecuali serat kasar akan larut bila direbus dalam H₂SO₄
1,25% (0,255 N) dan dalam NaOH 1,25% (0,313 N) secara berurutan
masing-masing selama 30 menit. Bahan organic yang tertinggal disaring
dengan glasswool dan crucibleHilangnya bobot setelah dibakar 550
sampai 600°C adalah serat kasar. Sitompul dan Martini (2005)
menyatakan bahwa serat kasar tahan terhadap hidrolisis asam lemah dan
basah lemah dan dalam aplikasinya serat kasar diperoleh dengan jalam
merebus sampai mendidih bahan pakan dalam asam lemah (H 2SO4
1,25%) dan basa lemah (NaOH 1,25%) masing-masing selama 30 menit.
Keadaan ini merupakan gambaran pencernaan hewan monogastrik.
Serat kasar dalam analisis proksimat adalah semua senyawa
organik yang tidak larut bila direbus dalam larutan H2SO4 1,25% (0,255 N)
dan dalam NaOH 1,25% (0,313 N) yang berurutan masing-masing selama
30 menit. Dalam perbusan tersebut semua senyawa organik akan larut
kecuali serat kasar dan beberapa mineral. Komponen utama dari serat
adalah selulosa, terdapat sebagian besar pada dinding sel kayu.
Cuplikan bahan berupa sampel kulit kakao kelompok V seberat
1,0061 gram dan kelompok Vl seberat 1,0070 gram direbus selama
kurang lebih 30 menit dalam 200 ml H2SO4 untuk menghidrolisis
karbohidrat dan protein. Sampel kemudian disaring melalui saringan linen
dengan bantuan pompa hampa agar pada saat penyaringan tidak terjadi
penyumbatan. Hasil saringan lalu direbus di dalam 200 ml NaOH untuk
penyabunan lemak yang ada. Bahan pakan direbus dengan asam terlebih
dahulu baru kemudian dengan basa ditujukan untuk menyesuaikan
dengan kondisi pencernaan di dalam saluran pencernaan ternak
monogastrik, yang bersifat asam di lambung dan bersifat basa di usus.
Hasil perebusan kemudian disaring kembali dengan menggunakan
crucible yang telah dilapisi glass wool dengan bantuan pompa hampa,
dicuci dengan air panas kemudian dengan ethyl alcohol 95%. Ethyl
alkohol digunakan untuk mencuci ampas agar terbebas dari lemak. Tujuan
penggunaan crucible adalah agar pada saat pengeringan dengan
menggunakan oven pada suhu 105 sampai 110oC alat yang digunakan
tersebut tidak mengalami perubahan atau kerusakan fisik. Tujuan
penggunaan glass wool adalah karena glass wool merupakan serat kaca
yang beratnya kecil, sehingga pada saat penimbangan tidak akan
mempengaruhi bobot sampel. Tujuan penggunaan glass wool lainnya
adalah untuk melapisi crucible, karena lubang-lubang pada dasar crucible
yang besar sehingga saat penyaringan tidak banyak bahan yang larut.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh kandungan
serat kasar kelompok XXVII adalah 18,46% dan kelompok XXVIII adalah
17,29%. Munier (2009) menyatakan kadar serat kasar pada kulit kakao
adalah 30,45 sampai 31,21%. Hasil praktikum tidak sesuai literatur.
Tillman et al., (1998) menyatakan bahwa perbedaan kadar serat kasar
dipengaruhi oleh umur tanaman yaitu semakin muda umur tanaman, kadar
serat kasarnya semakin rendah. Umur tanaman, jenis tanaman dan
komposisi tanaman mempengaruhi kadar serat kasar dalam bahan pakan.
Penetapan kadar protein kasar. Tujuan penetapan kadar protein
kasar yaitu untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pakan.
Prinsip penetapan kadar protein kasar adalah asam sulfat pekat dengan
katalisator CuSO4 dan K2SO4 dapat memecah ikatan N organik menjadi
(NH4)2SO4 kecuali ikatan N=N, NO, dan NO2. (NH4)2SO4 dalam suasana
basa akan melepasakan NH3, yang kemudian dititrasi dengan HCl 0,1N.
Kamal (1998) menyatakan bahwa prinsip dalam penetapan kadar protein
kasar adalah asam sulfat pekat dengan katalisator CuSO4 dan K2SO4
dapat memecah ikatan N organik menjadi (NH4)2SO4 kecuali ikatan N=N,
NO, dan NO2. (NH4)2SO4 dalam suasana basa akan melepasakan NH3,
yang kemudian dititrasi dengan HCl 0,1N.
Protein adalah senyawa organik dengan bobot molekul tinggi yang
mengandung unsur-unsur C,H,O,N dan merupakan bentuk polimer dari
asam-asam amino yang saling diikatkan oleh ikatan peptida. Protein kasar
adalah nilai hasil kali dari jumlah nitrogen di dalam bahan dengan faktor
6,25. Dalam jaringan hidup, nitrogen terdapat sebagai protein dalam
jumlah relatif besar dan sebagai non protein nitrogen (NPN) dalam jumlah
relatif kecil. NPN yang terdiri dari senyawa-senyawa nitrogen nseperti
asam amino bebas, alkaloid, vitamin, nitrat, dan lain-lain.
Fungsi destruktor adalah untuk mendestruksi bahan pakan dan
memecahkan ikatan N organik. Fungsi destilator adalah untuk
mendestilasi (NH4)2SO4 menjadi NH3. Fungsi buret adalah untuk
mentritrasi atau mengikat NH3. Fungsi dari CuSO4 dan K2SO4 (kjeltab)
adalah sebagai katalisator, dengan begitu reaksi yang terjadi dapat
dipercepat. Fungsi penambahan H3BO3 pada proses penetapan kadar
protein kasar adalah menangkap NH3 yang terlepas. NaOH selain untuk
memberi suasana basa pada (NH4)2SO4 juga berfungsi sebagai penetral
H2SO4. Indikator mix juga digunakan agar pada saat proses titrasi dapat
terjadi perubahan warna, yaitu dari hijau menjadi hijau agak bening.
indikator mix yang digunakan adalah campuran dari metanol, bromcresol
green dan methyl red.
Penetapan kadar protein terbagi menjadi tiga tahap yaitu, destruksi,
destilasi, dan titrasi.
A. Detruksi berfungsi untuk melepaskan N organic sampel
dengan adanya penambahan H2SO4.
N organik + H2SO4 (NH4)2SO4 + H2O + NO3 + NO2
B. Destilasi, berfungsi untuk melepaskan NH3 yang kemudian
ditangkap oleh H3BO3.
(NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH4OH + Na2SO4
2NH3 2H2O
3NH3 + H3BO3 (NH4)3BO3
C. Titrasi berfungsi untuk mengetahui jumlah N yang terdestilasi
(NH4)3BO3 + 3HCl 3NH4Cl + H3BO3
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil kadar protein
kasar kelompok XXVII adalah 8,11% dan kelompok XXVIII adalah 8,25%.
Munier (2009) menyatakan kadar protein kasar dalam kulit kakao adalah
6,39 sampai 8,14%. Hasil praktikum sudah sesuai literatur. Kadar protein
kasar dipengaruhi oleh faktor spesies, perbedaan umur tanaman, dan
bagian tanaman yang dianalisis. Semakin tua umur tanaman maka kadar
protein kasarnya semakin berkurang. Kadar protein kasar lebih banyak
pada bagian daun daripada bagian batang (Kamal, 1998).
Penetapan kadar lemak kasar. Tujuan penetapan kadar lemak
kasar yaitu untuk mengetahui kadar atau jumlah bahan organic yang larut
dalam pelarut lemak. Prinsip penentuan kadar lemak kasar yaitu lemak
dapat diekstraksi dengan menggunakan ether atau zat pelarut lemak lain
menurut soxhlet kemudian ether diuapkan dan lemak dapat diketahui
bobotnya. Kamal (1998) menyatakan bahwa prinsip penetapan kadar
lemak kasar adalah lemak dapat diekstraksi dengan menggunakan ether
atau zat pelarut lemak lain menurut Soxhlet kemudian ether diuapkan dan
lemak dapat diketahui bobotnya.
Lemak kasar adalah campuran berbagai senyawa yang larut didalam
pelarut lemak (pelarut non polar) seperti ether, petroleum benzen, dan
sebagainya. Lemak kasar lebih tepat disebut ekstrak ether. Hal ini karena
lemak kasar merupakan hasi dari ekstraksi menggunakan ether.
Alat Soxhlet akan menguapkan petroleum benzen yang ada pada
tabung dan kemudian uap akan dikondensasi oleh kondensor lalu masuk
ke tabung ekstraksi untuk mengekstraksi lemak. Metode Soxhlet
digunakan pada praktikum ini agar hasil yang lemak yang diekstraksi
maksimal dan hasil yang diperoleh akurat. Sampel dibungkus
menggunakan kertas saring bebas lemak, hal ini bertujuan jika
menggunakan kertas biasa maka ada kemungkinan lemak dari kertas
tersebut ikut terekstraksi. Penimbangan sampel seberat 0,7035 gram;
0,7006 gram; dan 0,7007 gram untuk memperoleh faktor ketelitian bobot
sampel untuk memperkecil kesalahan. Proses ekstraksi dilakukan untuk
pencucian lemak dan berlangsung selama 16 jam dengan maksud agar
lemak terlarut sempurna. Jika ekstraksi dilakukan hanya 8 jam maka
lemak yang terlarut hanya sekitar setengah dari jumlah lemak seluruhnya.
Petroleum benzen digunakan sebagai pengganti ekstrak ether karena
faktor efisiensi harga (lebih murah ketimbang pelarut lemak yang lain) dan
pada saat proses ekstraksi tidak menimbulkan bau yang menyengat.
Bagian atas tabung soxhlet diberi tambahan air yang mengalir yang
bertujuan agar cairan yang menguap akibat pemanasan tidak hilang dan
mengalami kondensasi. Ekstrak ether ditimbang dalam keadaan yang
masih panas karena kertas saring dapat menyerap udara atau
kelembaban udara dari luar yang dapat mempengaruhi bobot sampel.
Macam-macam pelarut lemak yaitu eter, alkohol, etanol, metanol,
kloroform, petroleum benzen, benzena, dan lain-lain.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh kandungan
lemak kasar kulit kakao kelompok XXVII adalah 18,09% dan kelompok
XXVIII adalah 12,235%. Munier (2009) menyatakan bahwa kadar lemak
kasar kulit kakao berkisar antara 1,82 sampai 2,44%. Hasil yang diperoleh
tidak sesuai literatur. Setyadi et al. (2013) menyatakan bahwa, faktor yang
mempengaruhi kadar lemak kasar adalah spesies tanaman, umur
tanaman, bagian dari tanaman, kesuburan tanah dan pemupukan .
Penetapan kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Tujuan
penetapan kadar BETN yaitu untuk mengetahui kadar karbohidrat yang
mudah larut. Bahan ekstrak tanpa nitrogen dalam arti umum adalah
sekelompok karbohidrat yang kecernaannya tinggi, sedangkan dalam
analisis proksimat yang dimaksud ekstrak tanpa nitrogen adalah
sekelompok karbohidrat yang mudah larut dalam perebusan dengan
larutan H2SO4 1,25 % atau 0,255 N dan perebusan dengan larutan NaOH
1.25 % atau 0,313 N yang berurutan masing-masing 30 menit (Hartadi et
al., 1998).
Penetapan kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) beta-N
diperoleh dengan cara perhitungan 100% - (Abu + Protein Kasar + Lemak
Kasar + Serat Kasar)%. Berdasarkan hasil analisis BETN kelompok XXVII
adalah 52,52% dan kelompok XXVIII adalah 52,98%. Munier (2009)
menyatakan bahan ekstrak tanpa nitrogen normal dalam kulit kakao
adalah 46,09 sampai 51,63%. Hasil praktikum sudah sesuai dengan
literatur. Jayanegara (2014) menyatakan bahan ekstrak tanpa nitrogen
dalam suatu bahan pakan dipengaruhi oleh kandungan serat kasar, jenis
bahan pakan, dan kadar air dalam bahan pakan.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis proksimat yang sudah dilakukan dapat


disimpulkan bahwa pada kulit kakao (Theobroma cocoa L.) kelompok
XXVII dan XXVIII terdapat kadar air adalah 13,93% dan 13,83%, bahan
kering sebesar 86,07% dan 86,17. Kadar abu sebesar 8,82% dan 9,249%.
Kadar serat kasar sebesar 18,46% dan 17,29%. Kadar protein kasar
sebesar 8,11% dan 8,25%. Kadar lemak kasar sebesar 18,09% dan
12,235% serta kadar BETN sebesar 52,52% dan 52,98%. Faktor yang
mempengaruhi kadar air,abu, protein kasar, lemak kasar dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen adalah spesies tanaman, umur tanaman, bagian
dari tanaman, kesuburan tanah dan pemupukan.
DAFTAR PUSTAKA

Ditjenbun. 2016. Kulit buah kakao pun masih bermanfaat.


http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpambon/berita-312-kulit-
buah-kakao-pun-masih-bermanfaat.html. Diakses 18 Mei 2016
pukul 20.31
Hartadi, H., Kustantinah, R. E. Indarto, N. D. Dono, dan Zuprizal. 1997.
Nutrisi Ternak Dasar. Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Horwitz,W. 2000. Official Methods of Analysis of AOAC International 17th
ed, AOAC International. Gaithersburg.
IPB. 2012. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. CV Nutri Sejahtera.
Bogor
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Lab. Makanan Ternak
Jurusan Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Munier, F.F. 2009. Potensi ketersediaan kulit buah kakao (Theobroma
cocoa L) sebagai sumber pakan alternatif untuk ternak ruminansia
di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner 2009.
Musfiroh I., W. Ibdriyati dan Y. Setya. 2006. Analisis Proksimat dan
Penetapan Kadar Karoten dalam Selai Lembaran Terung Belanda
dengan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak. Universitas
Padjajaran. Bandung.
Setyadi, J.H., Tri Rahardjo., dan Suparwi Suparwi. 2013. Kecernaan
bahan kering dan bahan organik tongkol jagung (Zea mays) yang
difermentasi dengan Aspergillus niger secara in vitro. Jurnal Ilmiah
Peternakan Vol 1 No 1. Fakultas Peternakan Universitas Jendral
Soedirman. Purwokerto.
Sitompul, S. dan Martini. 2005. Penetapan Serat Kasar dalam Pakan
Ternak Tanpa Ekstraksi Lemak.Prosiding Temu Teknis Nasional
Tenaga Fungsional Pertanian. 96-99.
Sutardi, T.2006. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I Departemen Ilmu Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
Tillman, A. D; H. Hartadi; S. Reksohadiprojo; Prawirokusumo; S.
Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi keempat.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Utomo, R. 2012. Evaluasi Pakan dengan Metode Noninvasif. Cetakan ke-
10. Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Utomo, Ristianto. 2003. Penyediaan Pakan di Daerah Tropik:
Problematika, Kontinuitas, dan Kualitas. Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN BAHAN PAKAN KORO PEDANG

Penentuan kadar air


Sampel Kelompok XXVII
Diketahui:
- bobot sampel = 0,9753 gr
- bobot silika disc + sampel ( sebelum oven) = 19,8119 gr
- bobot silika disc + sampel (oven 105 oC) = 19,7861 gr
sampel  sd sebelum oven - sampel  sd setelah oven 105
Kadar air =  100%
bobot awal
19,8119 - 19,7861
=  100%
0,9753
= 2,745%
Kadar bahan kering = 100% - kadar air
= 100 % - 2,745% = 97,255%
Sampel kelompok XXVIII
Diketahui:
- bobot sampel = 1,0064 gr
- bobot silika disc + sampel ( sebelum oven) = 18,9949 gr
- bobot silika disc + sampel (oven 105 oC) = 18,8857 gr
sampel  sd sebelum oven - sampel  sd setelah oven 105
Kadar air =  100%
bobot awal
18,9949 - 18,8857
=  100%
1,0064
= 13,83%
Kadar bahan kering = 100% - kadar air
= 100 % - 13,83% = 86,17%
13,93  13,83
Kadar air rata-rata =
2
= 13,88%

Penentuan kadar abu


Sampel kelompok XXVII
Diketahui :
- bobot silika disc = 20,3980 gr
- bobot sampel sebelum tanur = 0,9397 gr
- bobot sampel + silica disk = 21,3377 gr
- bobot silika + sampel (tanur) (Z) = 20,45 gr
(bobot sampel  sd setelah ta nur) - bobot sd
Kadar abu =  100%
sampel sebelum dibakar

20,45 - 20,3980
=  100%
0,9397
= 5,638 %
100%
Kadar abu dalam BK =  kadar.abu
BK
100%
=  5,638
97,255%
= 5,79%
Sampel XXVIII
Diketahui :
- bobot silika disck = 17,9885 gr
- bobot sampel sebelum tanur = 1,0064 gr
- bobot silika + sampel (tanur) (Z) = 18,0688 gr
(bobot sampel  sd setelah ta nur) - bobot sd
Kadar abu =  100%
sampel sebelum dibakar
18,0688 - 17,9885
=  100%
1,0064
= 7,97%
100%
Kadar abu dalam BK =  Kadar.abu
BK
100%
 7,97%
= 86,07%
=9,249%

8,82%  9,249%
Kadar abu rata-rata =
2
= 9,0345 %
Penentuan kadar serat kasar
Sampel kelompok XXVII
Diketahui:
- bobot sampel oven 105 = 22,4320 gram
- bobot sampel setelah tanur =21,9899 gram
- bobot sampel awal =0,9981 gram
bobot sampel oven 105 - bobot sampel tanur
Kadar serat kasar =  100%
bobot sapel awal
22,4320 - 21,9899
=  100%
0,9981
= 36,275%
100%
Kadar serat kasar dalam BK =  kadar.serat .kasar
BK
100%
=  36,275%
97,255%
= 37,2%

Sampel kelompok XXVIII


Diketahui:
- bobot sampel oven 105 = 22,3124 gram
- bobot sampel setelah tanur = 22,1618 gram
- bobot sampel awal = 1,0107 gram
bobot sampel oven 105 - bobot sampel tanur
Kadar serat kasar =  100%
bobot sapel awal
22,3124 - 22,1618
=  100%
1,0107
= 14,90%
100%
Kadar serat kasar dalam BK =  kadar.serat .kasar
BK
100%
=  14,90%
86,17%
= 17,29%
Penentuan kadar protein kasar
Sampel kelompok XXVII
Diketahui:
- bobot sampel = 0,4971 gram
- volume titrasi blanko = 0,3 ml
- volume sampel titrasi = 2,1 ml
(X - Y)  N  0,014  6,25  100%
Kadar protein kasar =
Z
(2,1 - 0,3)  0,1  0,014  6,25  100%
=
0,4971
= 3,16%
100%
Kadar protein kasar dalam BK =  kadar. protein.kasar
BK
100%
=  3,16%
97,255%
= 3,24%
Sampel kelompok XXVIII
Diketahui:
- bobot sampel = 0,5045 gram
- volume titrasi blanko = 0,3 ml
- volume sampel titrasi = 4,4 ml
(X - Y)  N  0,014  6,25  100%
Kadar protein kasar =
Z
(4,4 - 0,3)  0,1  0,014  6,25  100%
=
0,5045
= 7,11%
100%
Kadar protein kasar dalam BK =  kadar. potein.kasar
BK
100%
=  7,11%
86,17%
= 8,25%
Penentuan kadar lemak kasar
Sampel kelompok XXVII
Diketahui:
- bobot sampel sebelum ekstraksi (I) = 1,0962 gr
- bobot sampel setelah ekstraksi (I) = 1,0643 gr
- bobot sampel sebelum ekstraksi (II) = 1,1090 gr
- bobot sampel setelah ekstraksi (II) = 1,1015 gr
- bobot sampel sebelum ekstraksi (III) = 1,0957 gr
- bobot sampel setelah ekstraksi (III) = 1,0870 gr
- bobot sampel awal (I) = 0,7019 gr
- bobot sampel awal (II) = 0,7178 gr
- bobot sampel awal (III) = 0,7165 gr
bobot sblm ekstraksi - bobot stlh ekstraksi
Kadar lemak kasar (I) =  100%
bobot awal sampel
1,0962 - 1,0643
=  100%
0,7019
= 4,54%
bobot sblm ekstraksi - bobot stlh ekstraksi
Kadar lemak kasar (II) =  100%
bobot awal sampel
1,1090 - 1,1015
=  100%
0,7178
= 1,045%
bobot sblm ekstraksi - bobot stlh ekstraksi
Kadar lemak kasar (III) =  100%
bobot awal sampel
1,0957 - 1,0870
=  100%
0,7165
= 1,214%
4,54  1,045  1,214
Rata-rata kadar lemak kasar =
3
= 2,26%
100
Kadar lemak kasar (I) dalam BK =  4,54
90,18
= 5,03%
100
Kadar lemak kasar (II) dalam BK =  1,045
90,18
= 1,158%
100
Kadar lemak kasar (III) dalam BK =  1,214
90,18
= 1,346%

5,03  1,158  1,346


Kadar lemak kasar(dalam BK) rata-rata =
3
= 2,51%
Sampel kelompok XXVIII
Diketahui:
- bobot sampel sebelum ekstraksi (I) = 1,0511 gr
- bobot sampel setelah ekstraksi (I) = 0,9831 gr
- bobot sampel sebelum ekstraksi (II) = 1,0433 gr
- bobot sampel setelah ekstraksi (II) = 0,9622 gr
- bobot sampel sebelum ekstraksi (III) = 1,0429 gr
- bobot sampel setelah ekstraksi (III) = 0,9700 gr
- bobot sampel awal (I) = 0,7034 gr
- bobot sampel awal (II) = 0,7006 gr
- bobot sampel awal (III) = 0,7007 gr
bobot sblm ekstraksi - bobot stlh ekstraksi
Kadar lemak kasar (I) =  100%
bobot awal sampel
1,0511 - 0,9831
=  100%
0,7035
= 9,66%
bobot sblm ekstraksi - bobot stlh ekstraksi
Kadar lemak kasar (II) =  100%
bobot awal sampel
1,0433 - 0,9622
=  100%
0,7006
= 11,57%
bobot sblm ekstraksi - bobot stlh ekstraksi
Kadar lemak kasar (III) =  100%
bobot awal sampel
1, ,0429 - 0,9700
=  100%
0,7007
= 10,40%
9,66  11,57  10,40
Rata-rata kadar lemak kasar =
3
= 10,543%
100
Kadar lemak kasar dalam BK =  10,543
86,17
= 12,235%

Penentuan kadar Ekstrak Tanpa Nitrogen


Sampel kelompok XXVII
ETN = 100% - (% kadar abu + % kadar SK + % kadar PK + % kadar EE)
= 100% – (6,601%+27,47%+8,59+2,26%)

= 55,079%
Sampel kelompok XXVIII
ETN = 100% - (% kadar abu + % kadar SK + % kadar PK + % kadar EE)
= 100% – (9,249%+17,29%+8,25+12,235%)
= 52,98%

Anda mungkin juga menyukai