Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Bagi masyarakat Indonesia kerupuk bukanlah makanan yang asing
karena makanan ini sudah sering dikonsumsi sebagai makanan selingan dan
pelengkap makan nasi, bahkan tak sedikit orang yang menganggap
kerupuk sebagai lauk sehari-hari. Berdasarkan bahan bakunya kerupuk dapat
dibagi menjadi kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk bawang dan jenis kerupuk
lainnya sesuai dengan bahan dasar pembuatannya. Menurut cara pengolahannya
kerupuk dikelompokkan atas kerupuk yang digoreng dan kerupuk yang dipanggang
atau dibakar (Firmansyah 2007). Selain itu, kerupuk dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu kerupuk yang bersumber nabati atau hewani dan kerupuk yang tidak
bersumber dari protein. (Sofiah 1995, diacu dalam Firmansyah 2007). Perbedaan
macam dan kadar protein menciptakan berbagai macam kerupuk yang dapat
mempengaruhi mutu dan nilai ekonomisnya. Oleh sebab itu, SNI mensyaratkan
kerupuk yang bersumber dari protein harus mengandung protein minimal 5 persen.
Kualitas atau mutu kerupuk dapat dilihat dari keutuhan, keseragaman,
pencetakan dan daya mengembang, dan sifat-sifat yang tidak dapat dilihat seperti
nilai gizi dan rasa. Standar mutu kerupuk di Indonesia didasarkan atas standar
mutu yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan
tahun 1990. Penilaian kerupuk secara non visual dapat dilihat dari kandungan gizi
dan nutrisi bahan-bahan dasar yang dipakai dalam produksi.
Untuk kerupuk kulit ikan dan kerupuk rambak kulit masih belum banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Kerupuk dengan bahan tambahan hewani yang
banyak beredar di masyarakat saat ini menggunakan tambahan ikan dan udang.
Adapun bumbu yang digunakan didalam pembuatan kerupuk pada umumnya
antara lain bawang merah, bawang putih, garam, ketumbar serta penyedap
rasa. Kerupuk jenis ini sudah banyak dikonsumsi masyarakat akan tetapi untuk
jenis kerupuk rambak kulit masih jarang dikonsumsi dikarenakan belum banyak
produsen yang menekuni usaha ini disebabkan proses pembuatannya cukup
lama dan lebih rumit, sehingga membutuhkan ketekunan dan ketelitian khusus.
Disamping untuk dikonsumsi langsung sebagai makanan kerupuk rambak kulit
biasa digunakan sebagai campuran sayur yang lebih dikenal dengan istilah sayur
1
krecek yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Bahan dasar
kerupuk rambak kulit yaitu kulit sapi atau kerbau mentah baik segar, awet kering
maupun awet garam. Pada dasarnya semua kulit bisa dibuat kerupuk rambak,
akan tetapi hingga saat ini kulit kerbau dianggap yang paling bagus karena
mudah dalam pengelupasan bulunya, sisa lemak dan dagingnya serta produk
yang dihasilkan lebih bagus dan lebih mengembang.
Karena kulit memiliki nilai jual yang cukup tinggi maka bahan baku
untuk membuat kerupuk kulit biasanya menggunakan limbah dari potongan-
potongan kulit bagian kaki, bagian kepala, kulit split atau kulit mentah dengan
kwalitas jelek, sehingga harga bahan baku bisa lebih ditekan.

I.2. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti mata pelajaran ini peserta mampu memahami metoda
dan cara pembuatan kerupuk rambak kulit

I.3. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti mata pelajaran ini peserta mampu memahami serta
mampu membuat kerupuk rambak kulit

1. 4. Metode Penyampaian Materi


- Ceramah
- Diskusi / Tanya jawab

2
BAB II
PENGERTIAN TENTANG KERUPUK RAMBAK KULIT

2.1. Kerupuk
Kerupuk merupakan salah satu makanan khas Indonesia. Kerupuk biasa
dikonsumsi sebagai makanan kecil, makanan selingan ataupun sebagai lauk pauk
walaupun dalam jumlah yang sedikit. Kerupuk dikenal oleh semua usia maupun
tingkat sosial masyarakat, mudah diperoleh di berbagai tempat baik di warung,
supermarket maupun restoran.
Berdasarkan bahan bakunya kerupuk dapat dibagi menjadi dua yaitu
kerupuk dengan bahan baku nabati dan kerupuk dengan tambahan bahan
pangan hewani. Kerupuk bahan baku nabati seperti kerupuk singkong,
kerupuk bawang, kerupuk garut, kerupuk rambak, dan lain-lain. Sedangkan
untuk kerupuk dengan bahan tambahan pangan hewani seperti kerupuk
udang, kerupuk ikan, kerupuk tengiri. Untuk kerupuk kulit ikan maupun
kerupuk rambak kulit masih belum banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Asdapun sebagai bumbu yang digunakan antara lain bawang merah, bawang
putih, ketumbar dan garam serta penambahan bahan penyedap rasa. Menurut
cara pengolahannya kerupuk dikelompokkan atas kerupuk yang digoreng dan
kerupuk yang dipanggang atau dibakar (Firmansyah 2007).
Perbedaan macam dan kadar protein menciptakan berbagai macam kerupuk yang
dapat mempengaruhi mutu dan nilai ekonomisnya.
Kualitas atau mutu kerupuk dapat dilihat dari keutuhan, keseragaman, pencetakan
dan daya mengembang, serta sifat-sifat yang tidak dapat dilihat seperti nilai gizi
dan rasa. Standar mutu kerupuk di Indonesia didasarkan atas standar mutu yang
dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan tahun 1990.
Penilaian kerupuk secara non visual dapat dilihat dari kandungan dan nutrisi
bahan-bahan dasar yang dipakai dalam produksi.

2.2. Pengertian Kulit

Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupakan suatu kerangka
luar, tempat tumbuhnya bulu binatang. Dalam Ensiklopedi Indonesia dijelaskan
bahwa kulit adalah lapisan luar badan yang melindungi badan atau tubuh

3
binatang dari pengaruh-pengaruh luar misalnya panas, pengaruh yang bersifat
mekanis, kimiawi serta merupakan alat penghantar suhu ( Sunarto, 2001).
Menurut Mulyono Judoamidjojo R, (1984), ditinjau secara Histologi (Ilmu
jaringan tubuh), bahwa kulit terdiri atas tiga lapisan yaitu : lapisan Epidermis,
lapisan Corium (Derma) dan lapisan Hypodermis (Subcutis).

2.2.1. Lapisan Epidermis


Jaringan ini merupakan lapisan luar kulit yang terdiri atas lapisan-
lapisan ephitel yang dapat berkembang biak dengan sendirinya. Pada
lapisan epidermis tidak terdapat pembuluh darah dan zat makanan yang
dibutuhkan diperoleh dari pembuluh darah lapisan Corium. Sel-sel
ephitel tidak hanya tumbuh sebagai lapisan luar kulit akan tetapi
menjadi rambut, kelenjar Sudoriferius dan kelenjar Sebaceous. Jaringan
terdalam dari lapisan Epidermis ini mengandung butir-butir pigmen
yang memberi warna pada rambut maupun kulit.

2.2.2. Lapisan Corium (Derma)


Jaringan ini merupakan bagian yang paling pokok dari kulit,
dimana istilah Corium (Derma) berasal dari bahasa Latin yang berarti
kulit asli. Corium sebagian besar tersusun oleh serat tenunan pengikat
yang terdiri atas tiga macam tipe tenunan yaitu, tenunan Collagen,
4
tenunan Elastin dan tenunan Reticular. Colagen merupakan tenunan
utama dari Corium.
Corium (Derma) mempunyai dua lapisan yaitu lapisan
Thermostat (rajah) dan lapisan Reticula atau Corium asli. Lapisan rajah
merupakan lapisan kulit teratas yang terdapat akar rambut, kelenjar-
kelenjar dan urat daging. Lapisan Reticular setiap kulit berbeda namun
secara umum dapat dibedakan yaitu pada kulit binatang besar antara 70-
80% sedangkan untuk kulit kecil sekitar 45-50% dari seluruh volume
kulit.

2.2.3. Lapisan Hypodermis (Subcutis)


Tenunan Subcutis merupakan tenunan pengikat longgar yang
menghubungkan Corium dengan bagian-bagian lain dari tubuh.
Hypodermis sebagian besar terdiri atas serat-serat Collagen dan Elastin.
Susunan longgar yang berupa tenunan lemak merupakan tempat
timbunan lemak yang pada umumnya disebut lapisan daging. Lapisan
Hypodermis ini dihilangkan sebelum kulit akan digunakan terutama bila
kulit tersebut akan disamak. Adapun cara penghilanganya yaitu pada
saat proses buang daging dengan menggunakan mesin fleshing atau
dengan cara diseset menggunakaan pisau buang daging.

2.3. Kerusakan pada kulit mentah

Kerusakan-kerusakan yang mempengaruhi kualitas kulit mentah dapat


diklasifikasikan dalam dua golongan yaitu kerusakan yang tinggi pada hewan
hidup seperti parasit, umur tua dan sebab mekanik (kerusakan morter) serta
kerusakan yang terjadi pada waktu pengulitan, pengawetan, penyimpanan dan
transportasi (Mann 1981, diacu dalam Daniar 2008). Kulit yang masih segar
mudah rusak bila terkena bahan-bahan kimia seperti asam kuat, basa kuat atau
mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh
kandungan air, lemak, mineral serta protein pada kulit segar tersebut (Purnomo
1985, diacu dalam Daniar 2008). Kulit merupakan hasil ternak yang cukup
penting, kulit tubuh hewan digunakan untuk bahan dasar industri kulit,
sedangkan kulit bagian kepala, leher, ekor, serta kulit yang cacat tidak dapat

5
digunakan dalam industri penyamakan kulit dan biasanya diolah untuk dibuat
lem atau gelatin ataupun untuk dibuat rambak.

2.4. Definisi tentang Kulit


Menurut macamnya kulit yang ada dipasaran maupun industri penyamakan
kulit antara lain sebagai berikut:
2.4.1. Bagian kulit yang bisa digunakan sebagai kerupuk rambak kulit
♦ Kulit mentah segar, yaitu kulit masih segar yang baru saja dilepas
dari tubuh hewan dan belum diberi pengawet maupun pengeringan
. ♦ Kulit mentah kering adalah kulit mentah yang sudah dikeringkan
dengan cara dijemur pada sinar matahari.
♦ Kulit mentah garaman adalah kulit mentah yang sudah diawetkan
dengan cara diberi garam baik dengan larutan garam jenuh maupun
dengan ditaburi garam kristal.
♦ Kulit perkamen adalah kulit mentah kering yang sudah dibersihkan
dari bulunya baik secara mekanik maupun kimiawi.
♦ Kulit split adalah kulit mentah bagian dalam hasil pembelahan yang
sudah dilakukan proses pembuangan bulu pada industri penyamakan
kulit..

2.4.2. Kulit yang sudah melalui proses penyamakan dan sudah tidak bisa
digunakan sebagai kerupuk rambak
♦ Kulit pikel adalah kulit mentah yang sudah diproses sampai dengan
pengasaman
♦ Kulit wet blue adalah kulit mentah yang sudah diproses sampai dengan
penyamakan krom dan dalam keadaan basah
♦ Kulit kras adalah kulit yang sudah tersamak tetapi belum diproses
lanjutan (finish) dan mempunyai sifat mudah dibasahkan kembali
untuk proses berikutnya
♦ Kulit jadi (leather) adalah kulit yang sudah tersamak sampai dengan
proses finishing dan sudah siap digunakan sebagai bahan pembuatan
barang kulit

6
2.5. Kulit sebagai Bahan Makanan
Kulit ternak selain sebagai bahan baku yang penting dalam industri
penyamakan kulit, juga telah dimanfaatkan oleh penduduk Jawa Tengah,
Yopgyakarta maupun Jawa Timur yang umumnya untuk dibuat makanan yang
cukup populer yaitu kerupuk rambak kulit. Selain di Indonesia ternyata makanan
yang berasal dari kulit ternak ini dibuat pula oleh penduduk negara tetangga yaitu
Thailand dan Filipina. Di negara-negara tersebut bahan makanan yang dibuat dari
kulit ini dikenal dengan nama Nung Pong atau Fried Skin (Suwarastuti 1992,
diacu dalam Daniar 2008).
Hampir semua jenis kulit binatang bisa digunakan sebagai kerupuk rambak kulit.
Menurut Samiadi et al., 1995, kulit segar mempunyai komposisi kimia berbeda
dibanding kulit awetan. Kulit segar masih terdapat zat-zat gizi lain selain protein
fibrus dan protein globular seperti air, karbohidrat, lemak dan substansi lain
(Sharphouse, 1971; Highberger, 1971).
Umumnya pengolahan hasil ternak ini merupakan industri rumah tangga. Rambak
yang dipasarkan ada dua macam yaitu yang digunakan untuk sayur (krecek) yang
biasa dicampur dalam masakan dan yang langsung dimakan berupa kerupuk.

2.6. Kerupuk Rambak Kulit


2.6.1. Bahan Baku Pembuatan Rambak
Rambak yang dibuat dari kulit hewan, dapat berupa kulit sapi, kerbau,
kambing atau babi bahkan kulit ikan yang merupakan limbah dari industry
filet ikan, baik yang masih segar maupun yang sudah diawetkan. Pada
umumnya kulit yang dibuat rambak adalah kulit kering, meskipun kadang-
kadang juga digunakan kulit segar, tetapi jumlahnya terbatas karena kulit
segar dengan kualitas baik digunakan untuk bahan industri penyamakan
kulit.. Kulit yang digunakan untuk krecek atau rambak adalah kulit yang
sudah tidak dapat digunakan didalam industri penyamakan kulit atau sisa-
sisa misalnya potongan-potongan bagian kaki, bagian tepi maupun bagian
kepala. Kulit kerbau segar yang digunakan sebagai bahan baku kerupuk
rambak menghasilkan pengembangan yang lebih baik. Warna kerupuk yang
dihasilkan relatif lebih putih dan rasa kerupuk lebih enak, terutama kulit
kerbau jantan.
Rambak yang berasal dari kulit kerbau lebih disukai oleh konsumen dan
memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan rambak
7
yang berasal dari kulit sapi, kambing maupun babi (Ningsih 1991 diacu
dalam Daniar 2008).

2.6.2. Proses Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit


Proses pembuatan kerupuk rambak baik rambak sayur maupun
kerupuk rambak pada prinsipnya hampir sama yaitu pertama perendaman
dengan larutan kapur ± 2% selama 24 jam (untuk kulit split maupun
perkamen yang sudah melalui proses kimiawi), sedangkan untuk kulit kering
maupun segar dilakukan pemotongan sesuai dengan tempat (panci)
penggodogan, misal 20 x 20. Setelah itu dilakukan perebusan sampai
setengah matang, kemudian penghilangan bulu, sisa daging dan lemak.
Proses perebusan dipengaruhi oleh ketebalan kulit, jenis kulit, waktu maupun
factor usia. Setelah penghilangan bulu dan lemak dilanjutkan perebusan
sampai matang (empuk) yang bisa memakan waktu antara 4-5 jam. Setelah
matang sebaiknya kulit diangkat, sebab apabila perebusan terlalu lama pada
suhu yang tinggi maka akan menjadi semigelatin ( Norrisswreve et al,. 1945
dalam asmara, 1982). Pembengkakan kulit dipengaruhi oleh suhu, terutama
suhu kerut, dengan menurunnya suhu kerut pembengkakan akan menurun
(Nayudama, 1978; Thornstensen, 1985).
Setelah itu dilakukan pengecilan ukuran (pengirisan), proses pengirisan
menyesuaikan dengan permintaan pasar, adapun ukuran yang biasa dilakukan
antara lain 1x1 cm untuk kerupuk bulat dan 1x 3 cm untuk kerupuk yang
panjang, kemudian kulit dijemur sampai kering. Untuk pembuatan kerupuk
rambak gurih (rasa) setelah pengirisan kemudian dilakukan pemberian
bumbu dengan cara direndam menggunakan air panas atau perebusan selama
± 10 menit agar bumbu bisa meresap kemudian dilakukan penjemuran. Pada
kondisi cuaca yang baik penjemuran memakan waktu antara 2 sampai 3 hari.
Adapun tanda-tandanya kulit sudah kering yaitu bila kulit ditekuk mudah
patah (untuk kulit yang tipis) serta penampang kulit terlihat transparan.
Setelah kering kemudian dilakukan pengungkepan.Caranya yaitu kulit
dimasukkan kedalam minyak goreng hingga kulit terendam semua kemudian
dipanaskan dengan api kecil sambil diaduk-aduk. Setelah ngembang semua
api dimatikan dan ini dilakukan minimal 4 kali. Suhu pemanasan antara 110
o
hingga 120 C. Adapun tujuan pengungkepan yaitu memasukkan minyak
kedalam kulit (Sumiadi, 1984). Pengungkepan terlalu lama dan suhu yang
8
digunakan terlalu tinggi akan mempengaruhi pengembangan kerupuk. Kulit
yang direbus dan diungkep pada waktu yang tepat dan pembersihan lapisan
epidermis, bulu dan subcutis diharapkan dapat memperbaiki kualitas kerupuk
yang dihasilkan.

2.6.3. Penggorengan kerupuk rambak kulit


Penggorengan dilakukan dengan menggunakan dua wajan
penggorengan yaitu wajan kecil dan wajan besar, masing-masing diatas
kompor/tungku yang berbeda. Wajan pertama (wajan kecil) menggunakan
minyak goreng dengan api kecil sedangkaan wajan yang besar menggunakan
minyak goreng dan api besar. Digunakannya api yang besar yaitu agar
diperoleh hasil ngembang yang baik. Untuk penggorengan sebaiknmya
menggunakan minyak goreng yang baik agar diperoleh hasil yang baik,
renyah dan kering sehingga tidak mudah melempem serta tidak cepat berbau
(tengik) yang berakibat menurunkan kwalitas rambak tersebut. Sedangkan
minyak bekas penggorengan bisa digunakan untuk mengungkep pada proses
selanjutnya.

9
PROSES PEMBUATAN KERUPUK RAMBAK KULIT
BAHAN KULIT MENTAH KERING/BASAH

NO. PROSES BAHAN ALAT WAKTU KETERANGAN


(Jam)
1. Pemotongan Pisau Menyesuaikan tempat
perebusan
2. Perebusan Air bersih Panci/wajan 4 – 5 Setengah matang
Untuk penghilangan
Pisau bulu perebusan hanya
3. Penghilangan bulu setengah matang agar
mudah dalam
pengerokan bulu
5. Pengecilan ukuran Pisau
potong Menyesuaikan pesanan
khusus
6. Pencucian Air bersih Ember Bersih

Bawang
putih, Panci/wajan 10 mnt Perebusan/perendaman
* Pemberian bumbu ketumbar, dengan air panas +
garam, bumbu
daun
jeruk dll
7. Pengeringan Sinar Tempat 2-3 hari Kering/jernih/transparan
matahari penjemuran
8. Pengungkepan Minyak Wajan 6-8 Suhu pengungkepan
goreng antara 110 -120o C, api
kecil sambil diaduk-
aduk. Setelah terlihat
mekar dan rata api
dimatikan.
Diulang minimal 4x

Sebelum penggorengan
Minyak bahan di hangatkan
goreng Wajan (dihalub-halubi),
9. Penggorengan menggunakan api kecil,
kemudian dipindah pada
penggorengan dengan
api besar
Penirisan/pendinginan Ayakan ± 15 Dingin dan kering
bambu mnt.
10. Penyortiran & Plastik Penyortiran berdasarkan
Pengepakan keseragaman, tingkat
mengembang dan warna
11. Penggudangan Sebelum dilakukan
pengiriman

10
Catatan: Untuk kulit perkamen/kapuran mula-mula kulit direndam dengan kapur ± 2
% selama 24 jam sambil diaduk-aduk, kemudian dicuci dan di potong-potong
sesuai ukuran tempat perebusan.

11
DIAGRAM ALIR PEMBUATAN KERUPUK RAMBAK KULIT

KULIT MENTAH KERING/BASAH

PEMOTONGAN

PEREBUSAN
SETENGAN MATANG

PENGHILANGAN BULU/LEMAK.
REBUS HINGGA MATANG

PENGIRISAN/PENGECILAN
UKURAN/PENCUCIAN

BUMBU/AROMA PEMBERIAN BUMBU / REBUS


KEMBALI

PENJEMURAN

PENGUNGKEPAN

MINYAK GORENG PENGGORENGAN I/


PENGHANGATAN

MINYAK GORENG
PENGGORENGAN

PENYORTIRAN/PENGEPAKAN

KERUPUK RAMBAK KULIT JADI


12

Anda mungkin juga menyukai