Anda di halaman 1dari 30

PEMULIAAN TERNAK DOMBA

MAKALAH PEMULIAAN TERNAK

Kelompok 10

Oleh :

Salwa Rabbani Rahman 200110190056

Sri Mulyani 200110190060

Syifa Arohmatul Insani 200110190217

Abraham Athalla Zendrato 200110190219

Muhammad Fahmy Fachrul Zain 200110190221

Nazzala Fadhlan Hasya 200110190308

LABORATORIUM PEMULIAAN TERNAK DAN BIOMETRIKA

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2021
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan nikmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “Pemuliaan Ternak Domba”. Shalawat beserta salam turut

kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan

pedoman hidup, yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas pada mata kuliah Pemuliaan

Ternak di program studi Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan Universitas

Padjadjaran. Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Bapak Dr. Agr. Ir. Asep Anang, M.Phil. IPU. dan Ibu Dr. Nena

Hilmia, S.Pt. M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Pemuliaan Ternak dan

kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama

penulisan makalah ini.

Sumedang, 01 Mei 2021

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................iii

I PENDAHULUAN............................................................................................4

1.1 Latar Belakang.........................................................................................4

1.2 Identifikasi Masalah................................................................................5

1.3 Tujuan......................................................................................................5

II PERMASALAHAN........................................................................................6

III PEMBAHASAN..............................................................................................8

3.1 Definisi Pemuliaan Pada Ternak Domba................................................8

3.2 Keanekaragaman Domba di Indonesia..................................................11

3.3 Nilai Pemuliaan.....................................................................................13

3.4 Seleksi Pada Ternak Domba..................................................................14

3.5 Breeding Pada Ternak Domba...............................................................17

3.6 Strategi Pemuliaan Domba....................................................................19

3.7 Model Pemuliaan Domba......................................................................22

IV KESIMPULAN..............................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................29
iv

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu komoditi peternakan yang memberikan kontribusi yang cukup

besar terhadap gizi masyarakat yaitu ternak domba. Ternak domba merupakan

ternak yang termasuk ruminansia kecil yang dapat memberikan manfaat untuk

memenuhi kebutuhan protein hewani manusia. Ternak domba sangat dekat

dengan hubungannya dengan peternak kecil di pedesaan, keberadaan ternak

domba di tengah – tengah masyarakat kecil dapat membantu perekonomian

mereka.

Ternak lokal merupakan salah satu kekayaan yang dapat dilihat dari sumber

pendapatan, sumber protein hewani, dan sumber tenaga kerja. Perkembangan

ternak lokal di Indonesia perlu dikembangkan untuk mempertahankan kelestarian

dan kemurnian ternaknya, karena jenis ternak lokal mengandung gen – gen ang

belum tentu dimiliki oleh ternak import. Ternak domba perlu di kembangkan

karena ternak ini memiliki beberapa kuntungan yaitu mudah beradaptasi dengan

lingkungan, cepat berkemabng biak, memiliki sifat hidup berkelompok dan

modah usaha yang dibutuhkan tidak besar.

Produktivitas seekor ternak dapat dilihat dari performans atau penampilan

ternak yang dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan serta bagaimana kedua

faktor ini saling berinteraksi. Jenis domba Indonesia pada umumnya mempunyai

sifat reproduksi yang baik, hal ini terlihat pada frekuensi melahirkan dan tingkat

kelahiran kembar yang tinggi, serta adaptasinya baik. Maka dari itu peternakan

domba perlu di kembangkan serta diperlukan kebijaksanaan dan program yang


v

dapat mendorong partisipasi masyarakat yang terlibat dalam pembangunan

peternakan baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan memperhatikan

kendala yang dihadapi.

I.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaiamana pemuliaan pada ternak domba?

2. Sebut dan jelaskan keanekaragaman domba di Indonesia!

3. Apa yang dimaksud dengan nilai pemuliaan?

4. Apa saja macam - macam seleksi pada domba?

5. Apa saja macam – macam breeding pada domba?

6. Bagaimana strategi pemuliaan pada domba?

7. Bagaimana model pemuliaan pada domba?

I.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pemuliaan pada ternak domba

2. Untuk mengetahui keanekaragaman domba di Indonesia

3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan nilai pemuliaan

4. Untuk mengetahui macam - macam seleksi pada domba

5. Untuk mengetahui macam – macam breeding pada domba

6. Untuk mengetahui strategi pemuliaan pada domba

7. Untuk mengetahui model pemuliaan pada domba


vi

II

PERMASALAHAN

Pemuliaan ternak merupakan ilmu yang mempelajari tentang metode dan

prosedur dalam pelaksanaan pemuliabiakan ternak melalui seleksi dan perkawinan

dengan tujuan mengingkatkan produktivitas ternak. ilmu pemuliaan pada era ini

berkaitan dengan manipulasi perbedaan biologi diantara ternak dengan

pendekatan tujuan yaitu dengan memaksimalkan keuntungan baik dalam jangka

waktu yang pendek maupun jangka waktu yang lama [ CITATION War15 \l 1033

]. Di Indonesia, petani gemar beternak domba karena mudah dipelihara, mudah

dikembang biakan, pasarnya selalu tersedia serta modal yang relative lebih murah

dibanding ternak ruminansia besar (Setiadi, 1987).

Domba lokal digemari oleh masyarakat karena mempunyai fungsi

ekonomis, social dan budaya serta merupakan sumber genetic khas untuk

perbaikan bangsa domba lokal maupun domba impor (Sumantri dkk.,2007).

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan domba diantaranya spesies,

pakan,genetic, manajemen kesehatan serta iklim. Rata-rata pertambahan bobot

badan domba lokal yang dipelihara di peternakan rakyat sebesar 30 gram/hari

(Gatenby dan Prawoto, 1995).

Terdapat keragaman pada ternak yang merupakan sifat populasi yang sangat

penting dalam pemuliaan terutama dalam seleksi. Keragaman suatu sifat ini

dipengaruhi oleh faktor genetic dan faktor non genetik (lingkungan). Dalam upaya

meningkatkan produktivitasnya, dilakukan peningkatan ternak melalui

peningkatan genetiknya. Dalam hal ini, terdapat metode yang dapat dilakukan

dalam upaya meningkatkan produktivitas ternak yaitu dengan seleksi dan


vii

pembiakan/ perkawinan. Sebelum dilakukan seleksi harus dilakukan prediksi nilai

pemuliaan (breeding value) yang diberlakukan terhadap masing-masing ternak

dalam kelompok/ populasi. Maka, catatan (recording) yang tepat sangat

diperlukan.

Setelah dilakukan seleksi serta teradi kemajuan genetic sesuai dengan tujuan

telah diharapkan, dilakukan perkawinan antara ternak yang mempunyai mutu

genetic yang terbaik dengan yang terbaik (best to best). Terdapat beberapa macam

seleksi diantaranya adalah seleksi tandem, seleksi penyingkiran secara bebeas,

seleksi index dan most probable producing ability (MPPA). Dalam breeding,

termasuk didalamnya pemanfatan ternak tertentu dalam berbagai cara pembiakan,

cara pembiakan dengan metode yang berbeda pun memiliki tujuan yang sama

yaitu menghasilkan perubahan dalam susunan atau mutu genetic hewan ternak

[ CITATION War15 \l 1033 ].


viii

III

PEMBAHASAN

III.1 Definisi Pemuliaan Pada Ternak Domba

Ilmu Pemuliaan adalah ilmu yang mempelajari suatu teknik untuk

meningkatkan produksi ternak melalui genetika atau dengan kata lain Ilmu

Pemuliaan Ternak adalah bertalian dengan manipulasi perbedaan biologi diantara

ternak untuk memperoleh keuntungan yang maksimal baik dalam jangka waktu

pendek maupun lama (Warmaderwi, 2015).

Jadi dapat di simpulkan ilmu pemuliaan ternak itu sendiri bertujuan untuk

meningkatkan produktifitas (sifat produksi dan reproduksi) suatu ternak melalui

peningkatan mutu genetiknya dengan jalan melakukan seleksi dan perkawinan

(breeding) (Warmaderwi, 2015).

Domba di manfaatkan sebagai :

1. Sumber tabungan yang dapat dijual sewaktu-waktu, atau dipelihara untuk

mendapat anak keturunannya sebagai hasil tabungannya.

2. Sumber pupuk untuk pertanian.

3. Sumber rekreasi atau hobby sebagai domba tangkas, pada daerah tertentu.

4. Dimanfaatkan sebagai sumber daging.

5. Sebagai tujuan pemeliharaannya ada tiga macam tujuan dari pemeliharaan

teernak ruminansia kecil ini yaitu : sebagai penghasil daging, dan sebagai

penghasil bulu (wol).


ix

Keistimewaan domba lokal secara genetik adalah :

1. Domba lokal tahan terhadap penyakit dan parasite lingkungan setempat.

2. Dapat memanfaatkan pakan yang berkualitas jelek.

3. Dapat beranak sepanjang tahun.

4. Mempunyaki fertilitas tinggi (lamb crop mencapai 150-190% dan fertilitas

mencapai 90% atau lebih).

5. Sistem pemeliharaan, ternak ini dipelihara oleh petani/peternaak masih

sangat sederhana, dipelihara secara tradisional dengan pemilikan sekitar 3-5

ekor per peternak. Tidak pernah dilakukan seleksi, tidak pernah dilakukan

pencatatan baik produksi maupun reproduksi.

6. Untuk meningkatkan kualitas genetic dari ternak lokal ini dapat dilakukan

berbagai upaya diantaranya yaitu : melalui seleksi dan cross breeding atau

grading up.

III.1.1 Seleksi

Seleksi adalah suatu tindakan untuk memilih ternak yang dianggap

mempunyai mutu genetik baik untuk dikembang biakan lebih lanjut serta memilih

ternak yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan tidak di kembang

biakan lebih lanjut. Yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas ternak

melalui perkawinan mutu genetik ternak (Ahmad Aprianto, 2015).

Karakteristik produksi jenis domba sangat variatif. Secara umum tingkat

pertumbuhan domba jantan cendrung lebih tinggi dibandingkan dengan domba

betina. Lebih cepatnya pertumbuhan domba jantan dan adanya larangan

pemotongan domba betina yang masih produktif, menyebabkan hanya domba


x

jantan yang digemukan sebagai hewan pedaging (Handi Subhandiawan dkk.,

2016)

Seleksi terbagi menjadi 2 yaitu seleksi alam dan seleksi buatan, seleksi alam

yaitu seleksi yang terjadi melalui suatu proses survival of the first atau ketahana

yang paling tegar dalam suatu lingkungan tertentu. Individu yang paling baik

memyesuaikan dengan lingkungannya tertentu akan mendapatkan ketentuan

terbanyak. Sedangkan seleksi buatan yaitu seleksi yang dilakukan manusia dan

diarahkan sedemikian rupa sehingga hasilnya sesuai dengan kepentingan manusia

(Warmaderwi, 2015)

Seleksi dilakukan berdasarkan atas :

a. Seleksi atas dasar satu sifat yaitu antara lain :

1. Seleksi individu yang dilakukan dengan pengamatan satu kali dan

pengamatan berulang;

2. Seleksi atas dasar perfomans;

3. Seleksi family;

4. Uji zuriat.

b. Seleksi terhadap beberapa macam sifat

Terdapat 3 macan seleksi metode yaitu :

1. Tendem seleksi;

2. Independent culling level;

3. Seleksi index (Warmaderwi, 2015).

III.1.2 Breeding

Upaya penting dalam pemuliaan disamping seleksi adalah sistem pembiakan

(system breeding). Pada cara-cara seleksi yang mempersoalkan individu atau


xi

kelompok mana ternak yang mana yang akan dijadikan tetua pada generasi

berikutnya, maka dalam system pembiakan dipermasalahkan adalah individu atau

kelompok ternak terseleksi mana akan breeding atau dikawinkan untuk mencapai

tujuan tertentu.

Tujuan terpenting dalam hal ini adalah menghasilkan perubahan dalam

susunan genetik ternak yang dimuliakan. System breeding terbagi menjadi tiga

kelompok utama yaitu : Assortative mating (Biak setara), Inbreeding (Biak

dalam), dan Out breeding (Biak luar) (Warmaderwi, 2015).

III.2 Keanekaragaman Domba di Indonesia

Domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari

daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara, dan Eropa Sampai ke

Afrika. Di Indonesia, domba terkelompok menjadi (1) domba ekor tipis (Javanese

thin tailed), (2) domba ekor gemuk (Javanese fat tailed), dan (3) domba Priangan

atau dikenal juga sebagai domba garut. Secara umum ketiga jenis domba tersebut

dibedakan dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Domba ekor tipis  

Domba ini merupakan domba yang banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa

Tengah. Domba ini termasuk golongan domba kecil, dengan berat potong sekitar

20–30 kg. Warna bulu putih dan biasanya memiliki bercak hitam di sekeliling

matanya. Ekornya tidak menunjukkan adanya desposisi lemak. Domba jantan

memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina biasanya tidak

bertanduk. Bulunya berupa wol yang kasar (Ilham, 2017).

2. Domba ekor gemuk  


xii

Domba ini banyak terdapat di Jawa Timur dan Madura, serta pulau-pulau di

Nusa Tenggara. Di Sulawesi Selatan dikenal sebagai domba Donggala. Tanda-

tanda yang merupakan karakteristik khas domba ekor gemuk adalah ekor yang

besar, lebar dan panjang.  Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan

lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil tidak berlemak. Warna bulu putih, tidak

bertanduk, bulu wolnya kasar. Domba ini dikenal sebagai domba yang tahan

terhadap panas dan kering.

Domba ini diduga berasal dari Asia Barat Daya yang dibawa oleh pedagang

bangsa Arab pada abad ke-18.  Pada sekitar tahun 1731 sampai 1779 pemerintah

Hindia Belanda telah mengimpor domba Kirmani, yaitu domba ekor gemuk dari

Persia. Apakah domba ekor gemuk merupakan keturunan dari domba-domba ini,

belum diketahui. Bentuk tubuh domba ekor gemuk lebih besar dari pada domba

ekor tipis. Domba ini merupakan domba tipe pedaging, berat jantan dewasa antara

40–60 kg, sedangkan berat badan betina dewasa 25–35 kg. Tinggi badan pada

jantan dewasa antara 60–65 cm, sedangkan pada betina dewasa 52–60 cm (Ilham,

2017).

3. Domba Garut atau Domba Priangan

Domba ini merupakan domba lokal Indonesia yang banyak tersebar di Jawa

Barat terutama di Kabupaten Garut. Domba ini terdapat di Priangan, yaitu di

Bandung, Garut, Sumedang, Ciamis, dan Tasikmalaya. Domba ini dipelihara

khusus untuk diadu. Secara umum domba garut tipe tangkas lebih besar dari tipe

pedaging dan jarak genetik antar kelompok domba margawati, domba tangkas

sukaweing dan wanaraja lebih dekat dibandingkan domba pedaging wanaraja dan

sukawening.
xiii

Domba priangan bertubuh besar, dahi konveks, tanduk yang jantan besar

dan kuat, melingkar seperti spiral. Domba ini diduga diciptakan dari persilangan

antara domba Merino dan domba Cape dengan domba lokal sekitar tahun 1864.

Namun sekarang sudah tidak ada bekas-bekas dari karakteristik wol domba

Merino. Pada domba Priangan, kadang-kadang dijumpai adanya domba tanpa

daun telinga. Domba ini sudah terkenal sebagai salah satu domba yang

mempunyai angka reproduktivitas tinggi di dunia (Ilham, 2017).

III.3 Nilai Pemuliaan

Dugaan nilai pemuliaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam

mengevaluasi keunggulan genetik seekor ternak, terutama ternak yang akan

dijadikan sebagai bibit, karena setengah dari nilai pemuliaan tetua akan

diwarisikan kepada keturunannya. Besarnya nilai pemuliaan seekor ternak

merupakan keungglan potensi genetik yang dimiliki ternak itu dari rata-rata

populasi.

Martojo (1992), menyatakan bahwa dugaan nilai pemuliaan seekor ternak

dapat digunakan sebagai dasar seleksi, dengan membuat peringkat keunggulan

nilai pemuliaan pada sekelompok ternak. Seleksi dapat dilakukan dengan memilih

ternak pada peringkat utama yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Besarnya dugaan nilai pemuliaan seekor tenak menunjukan keunggulan potensi

genetik ternak tersebut dari rata-rata populasi. Johansson dan Rendel (1968)

menyatakan bahwa ternak yang mempunyai nilai pemuliaan lebih besar akan lebih

baik bila dijadikan sebagai bibit dibandingkan dengan ternak yang mempunyai

nilai pemuliaan rendah.


xiv

Nilai pemuliaan tidak bisa diketahui dengan pasti, tetapi bisa diduga dari

tampilan fenotipnya, baik tampilan fenotip ternak itu sendiri atau tampilan fenotip

saudara-saudaranya (Anang, 2002). Hardjosubroto (1994), menyatakan bahwa

nilai pemuliaan seekor calon pejantan dapat diduga berdasarkan penampilan

anaknya dan nilainya dinyatakan sama dengan dua kali rata-rata simpangan

keturunannya terhadap rata-rata populasi. Hardjosubroto (1994) menyatakan

bahwa dengan diketahuinya nilai pemuliaan seekor pejantan, maka rerata

performan keturunannya setelah dikawinkan dengan induk-induk secara acak pada

populasi normal kelak akan menunjukkan keunggulan sebesar setengah dari nilai

pemuliaan pejantan tersebut, terhadap performan populasinya. Selain itu,

tingginya nilai pemuliaan tersebut mempunyai arti penting terutama dalam.

III.4 Seleksi Pada Ternak Domba

Seleksi bertujuan untuk menghasilkan bibit domba yang berkualitas baik

serta meningkatkan mutu genetik dari populasi domba. Menurut Anang dan

Indrijani (2009) dalam konteks pemuliabiakan ternak seleksi adalah suatu proses

memilih ternak yang disukai yang akan dijadikan sebagai tetua untuk generasi

berikutnya. Tujuan umum dari seleksi adalah untuk meningkatkan produktivitas

ternak melalui perbaikan mutu bibit.

Keragaman (variasi) individu (terutama variasi genotip) memegang peranan

penting dalam pemuliaan ternak. Jika dalam suatu populasi ternak tidak ada

variasi genotip, maka menyeleksi ternak bibit tidak perlu dilakukan. Untuk ternak

pengganti tinggal diambil ternak yang ada tanpa harus melakukan pertimbangan

seleksi. Semakin tinggi variasi genotip didalam populasi, semakin besar perbaikan

mutu bibit yang diharapkan. Dalam ilmu pemuliaan ternak, fenotip, genotip dan
xv

lingkungan diungkapkan dalam bentuk variasi (Anang dan Indrijani, 2009).

Seleksi penyisihan bebas bertingkat (Independent Culling Level) adalah seleksi

dimana dua sifat atau lebih, masing-masing dipilih secara bebas atau seleksi dapat

dilakukan pada waktu yang sama dengan cara memilih yang berada pada titik

tertentu untuk tiap sifat tanpa mengindahkan keuntungan dari sifat lain (Warwick,

1990).

Performa atau penampilan individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor

genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan

kromosom yang dimiliki individu tadi (Hardjosubroto, 1994). Mulliadi (1996)

menyatakan ukuran permukaan dan bagian tubuh hewan mempunyai banyak

kegunaan, karena dapat menaksir bobot badan dan karkas serta memeberi

gambaran bentuk tubuh hewan sebagai ciiri suatu bangsa tertentu. Pengukuran

ukuran tubuh dilakukan berdasarkan gambaran eksterior seekor domba dan

mengetahui perebedaan-perbedaan dalam populasi ternak ataupun digunakan

dalam seleksi. Penggunaan ukuran tubuh meliputi tinggi pundak, tinggi panggul,

panjang badan, lingkar dada, dalam dada, lebar panggul, panjang badan, lingkar

dada, dalam dada, lebar dada, lebar panggul dan lingkar panggul pada domba.

Macam-macam seleksi dapat dibagi sebagai berikut :

1. Seleksi individu dan massa (Performance test / test prestasi)

2. Seleksi silsilah (pedigree selection)

3. Seleksi turunan (progeny test)

4. Seleksi kekerabatan
xvi

III.4.1 Seleksi individu atau massa

Seleksi untuk ternak bibit yang didasarkan pada catatan produktifitas

masing-masing ternak. Seleksi individu adalah metoda seleksi yang paling

sederhana paling banyak digunakan untuk memperbaiki potensi genetik ternak.

Seleksi ini sering dilakukan jika :

1. Fenotip ternak yang bersangkutan bias diukur baik pada jantan atau betina.

2. Nilai heritabilitas atau keragaman genetik tinggi.

III.4.2 Seleksi silsilah (pedigree selection)

Seleksi yang dilakukan berdasarkan pada silsilah seekor ternak. Seleksi ini

dilakukann untuk memilih ternak bibit pada umur muda, sementara hewan muda

tersebut beium dapat menunjukkan sifat-sifat produksinya. Pemilihan bibit ternak

(contoh : ternak kambing/domba) Pemilihan bibit ternak bertujuan untuk

memperoleh bangsa-bangsa ternak yang memiliki sifat-sifat produktif potensial

seperti memiliki persentase kelahiran anak yang tinggi, kesuburan yang tinggi,

kecepatan tumbuh yang baik serta persentasi karkas yang baik dan sebagainya.

Kriteria-kriteria yang biasa dipergunakan sebagai pedoman dalarn rangka

melaksanakan seleksi atau pemilihan bibit ialah : bangsa ternak, kesuburan dan

persentase kelahiran anak, temperamen dan produksi susu induk, produksi daging

dan susu, recording dan status kesehatan temak tersebut.

III.4.3 Seleksi turunan (progeny test)

Penilaian mutu yang berdasarkan prestasi dari keturunannya adalah Progeny

Test atau uji keturunan. Tes ini umumnya dilakukan terhadap pejantan, karena ia

bertanggung jawab terhadap banyaknya keturunan yang dihasilkan seumur


xvii

hidupnya. Pada hewan betina hal ini tidak lazim dilakukan, kecuali jika dapat

dilakukan embrio plantasi. Uji keturunan dibutuhkan dalah hal2 atau situasi sbb:

1. Untuk karakter2 yang lemah diturunkannya.

2. Untuk karakter yang khusus ditampilkan oleh salah satu jenis kelamin

(misalnya produksi susu).

3. Untuk prilaku khusus setelah dipotong (komposisi karkas).

III.4.4 Seleksi kekerabatan

Yaitu seleksi individu atas dasar performans kerabat-kerabatnya (misalnya

saudara tiri sebapak atau saudara kandung). Seleksi kerabat dilakukan untuk

memilih calon pejantan sapi perah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi

susu yang tidak dapat diukur pada ternak sapi jantan, dengan mengukur produksi

kerabat-kerabat betinanya yang menghasilkan susu. Seleksi kekerabatan biasa

dilakukan apabila :

1. Nilai heritabilitas rendah

2. Ternak betina banyak menghasilkan keturunan

3. Ternak diberi perlakuan khusus sehingga tidak bisa dipakai sebagai

pengganti.

III.5 Breeding Pada Ternak Domba

Sistem perkawinan hewan adalah cabang ilmu hewan yang membahas

evaluasi dari nilai genetik ternak dalam negeri. Bangsa (breeds) adalah kelompok

hewan domestik dengan penampilan homogen, perilaku, dan karakteristik lain

yang membedakannya dari hewan lain. Pengaturan perkawinan pada ternak sangat

penting untuk tujuan mendapatkan keturunan yang unggul (Warmaderwi, 2015).


xviii

III.5.1 Purebreeding

Purebreeding adalah sistem perkawinan domba jantan dan domba betina

dari jenis yang sama. Sekelompok bangsa/breeds dapat dikelola sebagai kawanan

tunggal karena semua domba betina dan domba jantan adalah yang murni dari

jenis yang sama. Tujuan produksi breeds domba adalah untuk menyediakan

genetika (seedstock) ke industri domba komersial. Seedstock dipasarkan sebagai

pengganti domba jantan dan untuk produsen seedstock lain atau domba komersial

(Warmaderwi, 2015).

III.5.2 Outbreeding

Outbreeding adalah system perkawinan hewan dari jenis yang sama tetapi

yang tidak memiliki hubungan yang lebih dekat dari sedikitnya 4-6 generasi.

Outbreeding adalah praktek pembibitan dianjurkan untuk peternak domba

(Warmaderwi, 2015).

III.5.3 Inbreeding

Inbreeding adalah sistem perkawinan sedarah. Hal ini termasuk pejantan

dengan anak betina, anak ke induk, dan saudara saudara. Konsekuensi genetik

utama perkawinan sedarah adalah untuk meningkatkan frekuensi pasangan gen

serupa. Sistem inbreeding disarankan hanya untuk menstabilkan sifat – sifat

unggul dalam suatu bangsa. Secara umum, hasil perkawinan inbreeding akan

menurunkan produktifitas kinerja: kekuatan, ketahanan penyakit, efisiensi

reproduksi, dan bertahan hidup. Hal ini juga akan meningkatkan frekuensi
xix

kelainan. Misalnya, penyebaran penyakit laba-laba di domba-domba hitam yang

diyakini sebagai akibat dari perkawinan sedarah (Warmaderwi, 2015).

III.5.4 Linebreeding

Linebreeding adalah suatu sistem yang berkembang biak di tingkat

hubungan kurang intens daripada sanak dan biasanya diarahkan untuk

mempertahankan keturunan yang terkait dengan beberapa nenek moyang yang

sangat berharga. Tingkat hubungan tidak lebih dekat dari setengah-setengah

saudara-saudara sepupu perkawinan atau perkawinan, dll (Warmaderwi, 2015).

III.5.5 Crossbreeding

Crossbreeding adalah perkawinan domba jantan dan domba betina dari

komposisi jenis yang berbeda. Namun, tidak sembarangan menunjukkan

pencampuran bangsa, tetapi lebih merupakan sebuah pemanfaatan sistematis

sumber daya jenis bangsa berbeda untuk menghasilkan persilangan progeni dari

jenis tertentu. Persilangan digunakan secara luas di industri domba komersial.

Crossbreeding menawarkan dua keunggulan yang berbeda: 1) heterosis, dan 2)

saling melengkapi bangsa yang disilangkan. Heterosis or hybrid vigor adalah

keunggulan keturunan persilangan. Secara matematis, heterosis adalah perbedaan

kinerja antara persilangan dan kinerja rata-rata indukan.

Ada efek heterosis pada keturunan persilangan, dari pejantan dan

indukannya. Secara umum, persilangan individu cenderung lebih kuat, lebih subur

dan tumbuh lebih cepat dari purebreds (Warmaderwi, 2015).


xx

III.6 Strategi Pemuliaan Domba

Pemuliaan ternak harus diawali dengan perbaikan kondisi lingkungan

kemudian dilanjutkan dengan perbaikan potensi genetik. Sebelum menentukan

program pemuliaan, perlu ditentukan aspek produksi dan reproduksi yang

diharapkan. Perbaikan genetik dapat dilakukan dengan cara seleksi dan

persilangan (cross breeding). Keuntungan utama persilangan adalah hybrid vigor

atau heterosis, yaitu jika seekor induk dikawinkan dengan pejantan dari bangsa

yang berbeda, turunannya akan lebih baik performanya untuk sifat-sifat tertentu

daripada tetuanya. Keuntungan yang diperoleh dari hasil persilangan adalah :

1. Heterosis yang memungkinkan diperolehnya rataan produksi yang lebih

baik dari tetuanya seperti pada bobot lahir, produksi susu induk, laju

pertumbuhan, bobot sapih, dan bobot potong.

2. Memperbaiki salah satu sifat yang kurang baik dari salah satu bangsa.

3. Meningkatkan daya hidup dengan diperolehnya daya adaptasi yang lebih

baik dan tahan terhadap penyakit.

4. Menurunkan mortalitas, terutama pada periode pra-sapih dengan bobot lahir

dan produksi susu yang lebih tinggi.

5. Meningkatkan daya reproduksi seperti dalam pencapaian dewasa kelamin

dan dewasa tubuh yang lebih cepat.

6. Menghilangkan atau mengurangi sifat lethal.

Pada periode pra-sapih pada domba, heterosis akan meningkatkan bobot

lahir 3,2%; bobot sapih 5,0%; dan pertambahan bobot badan 5,3% (Rae, 1982).

Perlu diingat bahwa dalam persilangan yang telah stabil, ketika crossbreed

dikawinkan dengan crossbreed, hybrid vigor akan hilang. Kemajuan potensi


xxi

genetik akan lebih cepat tercapai jika program pemuliaan dilakukan dengan

persilangan yang diiringi dengan seleksi (Gatenby, 1991).

Dalam program persilangan, perlu diperhatikan pengendalian terhadap

penyebaran domba hasil persilangan. Penyebaran yang tidak terkendali dapat

mengakibatkan hilangnya kemurniaan seluruh populasi bangsa domba yang

disilangkan.

Menurut Mason dan Buvanendran (1982) ada tiga cara untuk memperbaiki

produksi dan kualitas daging domba di daerah tropis, tergantung pada lingkungan

dan manajemennya, yaitu :

1. Pada daerah tropis basah panas, seleksi domba lokal tipe rambut, atau

menyilangkan dengan domba tipe rambut tropis lainnya, terutama yang

prolifik untuk menghasilkan bangsa baru.

2. Pada daerah tropis kering, seleksi dari bangsa domba tipe wol kasar, atau

menyilangkan dengan tipe wol kasar lainnya dari daerah yang mempunyai

iklim serupa.

3. Pada daerah tropis basah atau sub tropis, grading domba lokal dengan

bangsa pejantan persilangan (unggul x lokal) atau dengan bangsa baru dari

komposisi genetik tersebut.

Di Indonesia, khususnya Sumatera yang daerahnya termasuk beriklim tropis

basah panas, dengan potensi domba lokalnya bertipe wol kasar, cara yang

dianggap paling baik adalah persilangan dengan bangsa tipe rambut tropis lainnya.

Menurut Subandryo dkk. (1996) dasar pertimbangan persilangan ini adalah :

1. Sebagai cara terbaik untuk menghilangkan wol yang dapat menyebabkan

cekaman panas dan lambatnya pertumbuhan pada domba lokal.


xxii

2. Untuk mencapai bobot potong 40-45 kg.

3. Pembentukan domba komposit untuk mempertahankan heterosis sifat

pertumbuhan.

Secara umum strategi breeding pada ternak domba dapat dilakukan dengan

memperhatikan hal-hal berikut :

1. Penentuan arah, tujuan dan sasaran dalam mengelola (pelestarian,

pemanfaatan, dan penelitian) berbagai jenis bangsa domba. Program

breeding maupun pelaksanaannya harus disesuaikan dengan bangsa ternak,

lingkungan dan kondisi petani, serta permintaan pasar.

2. Oleh karena sebagian besar ternak domba dikuasai oleh peternak kecil,

maka strategi breeding harus diarahkan untuk pemberdayaan peternak

domba dalam memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal dan

berkesinambungan.

3. Perlu ditetapkan kawasan pelestarian, pengembangan, maupun pembibitan

bersama-sama instansi terkait, terutama Pemda, lembaga penelitian dan

perguruan tinggi setempat. Perlu mendapat perhatian bahwa otonomi daerah

yang hanya mementingkan pendapatan daerah akan membuat kebijakan

yang dapat menguras sumberdaya genetik ternak.

4. Perlu ditetapkan parameter yang akan dipertahankan, dihilangkan, atau

dimanfaatkan dalam program pemuliaan dan pengembangan. Misalnya saja

fertilitas, efisiensi penggunaan pakan, daya adaptasi, kualitas karkas, dll.


xxiii

III.7 Model Pemuliaan Domba

Model reproduksi domba yang kami bahas dalam makalah ini

menitikberatkan pada kecenderungan genetik nilai reproduktif dan bobot domba

Priangan sebelum disapih menggunakan Model BLUP yang dilakukan di UPTD-

BPPTD Margawati Garut. Di Jawa Barat, Domba Priangan merupakan salah satu

komoditas ternak ruminansia kecil dan memiliki potensi besar sebagai penghasil

daging. Hal ini antara lain karena kemampuan reproduksinya yang relatif baik.

Jumlah rata-rata anak per induk adalah 1,77.Rata-rata bobot lahir 3,43 kg, bobot

sapih rata-rata 13,12 kg, dan bobot kawin rata-rata 23,49 kg. Ini karena nilai

pemuliaan menunjukkan potensi genetik.Sapi menempati posisi relatif dalam

populasi. Nilai pemuliaan yang sebenarnya sulit untuk diketahui, dan kami hanya

memperkirakan nilai ini berdasarkan catatan fenotipik.

Untuk dapat mengevaluasi nilai pemuliaannya, komponen ragam dan

peragam harus diketahui terlebih dahulu. Dengan menggunakan model BLUP

(Best Linear Unbiased Prediction), informasi dari semua kerabat dapat digunakan

dengan melihat semua informasi pada saat yang sama melalui satu analisis,

bahkan jika mereka sudah mati (Kinghorn, 1997; Anang, 2001).Dengan demikian,

akurasi pendugaan nilai breeding dapat memberikan keputusan yang tepat untuk

pemilihan domba Priangan di UPTD-BPPTD Margawati.

III.7.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. menggunakan

data bobot badan prasapih domba Priangan selama 10 tahun mulai tahun 1994

sampai dengan tahun 2003. Data tersebut meliputi silsilah ternak, tahun kelahiran,

bobot lahir, bobot sapih, tipe kelahiran, jenis kelamin, dan tahun-musim.
xxiv

III.7.2 Analisis data perhitungan ragam

Peragam dan heritabilitas dengan animal model REML, dan pendugaan nilai

pemuliaan menggunakan animal model BLUP yang memperhitungkan maternal

genetik effect dan common environmnet effect. Model linearnya adalah sebagai

berikut:

y = Xb + Za + Wm+Wc +e

y = vektor catatan individu (bobot lahir, dan bobot sapih berukuran N x1)

X = disain matrik untuk efek tetap b = vektor untuk efek tetap

Z = disain matrik untuk efek random (seluruh ternak)

a = vektor untuk direct additive genetic effect

W = disain matrik untuk maternal genetic effect dan lingkungan bersama

m = vektor untuk maternal genetic effect

c = vektor untuk pengaruh lingkungan bersama

e = Vektor untuk residu

III.7.3 Hasil dan Pembahasan

Data volume bobot lahir dan bobot sapih sebanyak 861 data untuk 597 ekor

sapi dan 45 ekor jantan. Struktur data penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan rata-rata bobot lahir dan bobot sapih 2, 12 ± 0,57 kg dan

8,87 ± 2,06 kg Domba Priangan masing-masing di UPTD-BPPTD Margawati

Garut, yang menunjukkan bobot sapih lebih rendah dari hasil penelitian ini

(Iniquez dkk, 1993). Alasannya belum jelas, apakah itu pertanda kualitas genetik

domba prianan menurun atau faktor lain selain faktor genetik seperti pakan, iklim,

dan manajemen.
xxv

Tabel 1. Struktur Data Penelitian


Sifat Jumlah Minimum Maksimum Rataan Simpangan
data (n) (kg) (kg) (kg) baku (kg)
Bobot 861 1,30 3,70 2,12 0,57
lahir
Bobot 861 5,0 14,40 8,87 2,06
sapih

Dugaan parameter genetik (ragam genetik aditif, ragam maternal genetik,

ragam lingkungan bersama, dan ragam lingkungan temporer) untuk bobot lahir

dan bobot sapih tercantum pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa semua

nilai ragam untuk bobot sapih lebih tinggi dibandingkan dengan pada bobot lahir.

Hal ini menunjukkan bahwa pada bobot sapih terjadi keragaman yang relatif lebih

tinggi.

Tabel 2. Dugaan Ragam Genetik Aditif, Ragam Maternal Genetik, Lingkungan


Bersama, dan Ragam Lingkungan Sementara, Bobot Lahir dan Bobot Sapih
Domba Priangan.
Sifat S2a S2m S2c S2e
Bobot lahir 0.013 0,059 0,384 0,039
Bobot sapih 0.473 0,899 4,060 0,483

Dugaan nilai heritabilitas, maternal genetik efek, serta lingkungan bersama,

untuk bobot lahir dan bobot sapih tercantum pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan

bahwa dugaan nilai heritabilitas untuk bobot lahir dan bobot sapih masing-masing

adalah 0,027 ± 0,016 dan 0,080 ± 0,044, nilai tersebut dikategorikan rendah.

Tabel 3. Dugaan Nilai Hertiabilitas (h2), Maternal Genetik (m2)dan Lingkungan


Bersama (c2) Bobot Lahir dan Bobot Sapih Donba Priangan
Sifat h 2 ± se m2 ± se c2 ± se
xxvi

Bobot lahir 0,027 ± 0,016 0,119 ± 0,059 0,776 ± 0,110


Bobot sapih 0,080 ± 0,044 0,119 ± 0,059 0,686 ± 0,046

Dugaan nilai pemuliaan bobot lahir dan bobot sapih domba Priangan pada

penelitian ini tertera pada tabel 4. Tabel 4 menunjukkan dugaan nilai pemuliaan

terbesar pada bobot lahir adalah sebesar 0,126 kg pada ternak nomor 218. Pada

bobot sapih adalah 0,954 kg untuk individu bernama Reuceu.

Tabel 4. Sepuluh Terbesar Dugaan Nilai Pemuliaan (NP) Bobot Lahir dan Bobot
Sapih Domba Priangan
Dugaan NP (Bobot Lahir) (kg) Dugaan NP (Bobot Sapih) (kg)
Identitas Ternak NP Identitas Ternak NP
218 0,126 REUCEU 0,954
494 0,076 522 0,905
569 0,106 569 0,884
98049 0,079 98049 0,824
367 0,075 557 0,763
572 0,068 572 0,759
RI 0,067 566 0,759
J5084 0,066 519 0,700
236 0,061 428 0,672
UNGKU 0,060 559 0,641

Sebelum disapih dari UPTD-BPPTD Margawati Garut, bobot domba

priangan tidak berubah selama hampir sepuluh tahun. Oleh karena itu, perlu

dilakukan peningkatan kualitas genetik domba dengan memasukkan benih domba

priangan terbaik dari peternakan lain. Nilai hingga fitur yang bermanfaat dapat

diwariskan pada generasi berikutnya.


xxvii

III.7.4 Kesimpulan

Dugaan nilai pemuliaan bobot badan prasapih domba Priangan di (UPTD-

BPPTD) Margawati Garut menggunakan animal model BLUP menunjukkan tren

genetik yang konstan selama kurun waktu 10 tahun (tahun 1994-2003).


xxviii

IV

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pemuliaan ditujukan dalam peningkatan produktivitas ternak melalui

peningkatan mutu genetik mencakup seleksi dan perkawinan.

2. Keanekaragaman domba di Indonesia dapat dilihat dengan adanya beberapa

kelompok domba seperti domba ekor tipis, ekor gemuk, serta

priangan/Garut.

3. Nilai pemuliaan yang diperoleh dari seekor ternak dapat digunakan sebagai

dasar seleksi, dengan membuat peringkat keunggulan nilai pemuliaan pada

sekelompok ternak.

4. Metode seleksi yang dapat dilakukan di antaranya seleksi individu dan

masa, seleksi silsilah, seleksi turunan, serta seleksi kekerabatan.

5. Breeding diklasifikasikan ke dalam Purebreeding, outbreeding, inbreeding,

linebreeding, dan crossbreeding.

6. Strategi breeding dilakukan dengan memerhatikan aspek tujuan

pengelolaan, pemberdayaan peternak, Kawasan pelestarian, dan parameter

yang ingin dipertahankan

7. Salah satu contoh model pemuliaan domba adalah BLUP (Best Linear

Unbiased Prediction)
xxix

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Aprianto, S. 2015. Tipe-Tipe Seleksi pada Ternak. (pp. 1–6). Universitas
Syiah Kuala.

Anang, A. 2002. Pendugaan Nilai Pemuliaan dengan Best Linear Unbiased


Prediction (BLUP). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Bandung.

Anang, A. Dan H. Indrijani. 2009. Ilmu Pemuliaan Ternak. Fakultas Peternakan


Universitas Padjadjaran. Sumedang.
Gatenby, R.M. 1995. Sheep. The Tropical Agriculturist. Macmillan Education
Ltd. In co-operation with the CTA (Technical Centre for Agricultural and
Rural Co-operation) Wageningen. The Netherlands.

Gatenby, R. M. 1991. Sheep. The Tropical Agriculturalist. Macmillan Education


LTD London: UK, Cooperation with CTA Wageningen: Netherlands.

Gunawan A. dan C. Sumantri. 2007. Karakteristik morfometrik ukuran tubuh dan


bentuk domba ekor gemuk pulau Madura dan Rote dengan menggunakan
analisis komponen utama. Buletin Peternakan. Vol. 31 (4). Hal. 186 –
199.

Handi Subhandiawan, Sri Bandiati Komar, dan N. S. 2016. Persamaan Laju


Pertumbuhan Domba Lokal Jantan dan Betina Umur 1-12 Bulan yang
ditinjau dari Panjang Badan dan Tinggi Pundak (Kasus Peternakan
Domba Di Kampung Nenggeng, Desa Neglasri, Kecamatan Darangdan,
Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat). 1–13.

Hardjosubroto. W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. Gramedia


Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Ilham, F. 2017. buku Pertumbuhan Pra dan Pascasapih Domba Lokal pada
Padang Pengembalaan di Musim yang Berbeda.pdf (p. 56).

Iniguez L., W.A. Pattie and B. Gunawan. 1993. Aspects of Sheep Breeding with
Particular Emphasis on Humid Tropical Environments: in Small
Ruminant Production in The Humid Tropics. Edited by Tomaszewska,
M.W., A. Djajanegara, S. Gordian, T.R. Wiradarya, and I.M. Mastika.
Sebelas Maret University Press.

Johansson, I. Dan J. Rendel. 1968. Genetics and Animal Breeding. W.H. Freeman
& Co. San Francisco.
xxx

Kinghorn, B.P. 1997. Genetic Improvement of Sheep: in The Genetics of Sheep.


Edited by Piper, L and A. Ruvinsky. CAB International, Wallingford
Oxon UK.

Mason I L, Buvanendran V.  1982. Breeding Plans For Ruminant Livestock in


The Tropics. Animal Production and Health Paper. Food and Agriculture
Organization of The United Nation: Roma.

Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Pusat Antar Universitas


Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mulliadi. 1996. Sifat fenotifik domba Priangan di Kabupaten Pandeglang dan


Garut. Disertasi Program Studi Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Noor Rahman. R, 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.


Rae A L.  1982. Breeding.  Dalam : Coop I E (Ed). World Animal Science (Sheep
and Goat Production).  Pp. 15-55.  Elsevier Scientific Publishing
Company:  Amsterdam-Oxford-New York.

Setiadi, B. 1987 . Studi karakterisasi kambing peranakan etawah .Thesis. Fakultas


Pascasarjana. IPB

Subandryo, Setiadi B, Rangkuti M, Diwyanto K, Doloksaribu M, Batubara L P,


Romjali E, Eliaser S, Handiwirawan E. 1998. Performa domba Komposit
hasil persilangan antara domba lokal Sumatera dengan domba Rambut
generasi pertama dan kedua. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol. 3,
No. 2: 78-86. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Bogor.

Warmaderwi, D. A. 2015. Bahan Ajar Ilmu Pemuliaan Ternak. Universitas


Udayana.

Warmadewi, D., Oka, I., Sarini, N., Ardika, I., & Dewantari, M. 2015. Ilmu
Pemuliaan Ternak. Denpasar: Universitas Udayana.

Warwick. E. J., J. M. Astuti, H. Wartomo. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai