I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Aspek nutrisi merupakan bagian kehidupan masyarakat sehari-hari.
Individu manusia atau hewan agar dapat hidup, tumbuh, berkarya atau
berproduksi dan mendapatkan keturunan memerlukan asupan pakan atau nutrien
dengan cara mengkonsumsinya. Masyarakat juga telah mengenal bahan pakan
yang dapat diberikan kepada ternak salah satunya rumput. Rumput mengandung
zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup ternak, seperti air,
lemak, serat kasar, protein, mineral serta vitamin. Rumput gajah telah dikenal
manfaatnya sebagai pakan ternak ruminansia. Produksi rumput gajah pada kondisi
ideal mencapai 290 ton bahan segar/ha/th. Salah satu ternak ruminansia yang
membutuhkan nutrisi pakan hijauan seperti rumput gajah adalah sapi perah yang
sedang laktasi.
Sapi perah berperan sebagai salah satu penghasil protein hewani yang
sangat penting. Air susu sebagai sumber gizi berupa protein hewani sangat besar
manfaatnya bagi bayi, bagi mereka yang sedang dalam proses pertumbuhan, bagi
orang dewasa, dan bahkan bagi yang berusia lanjut. Susu memiliki kandungan
protein cukup tinggi, sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan
daya tahan tubuh. Dengan memenuhi kuantitas dan kualitas ransum, terutama
hijauan, diharapkan produksi susu dapat meningkat sesuai dengan potensi genetik
sapinya dengan mengetahui komposisi nutrien dantingkat kecernaannya, akan
dapat diperkirakan jumlah ternak yang dapat dipenuhi kebutuhan pakannya.
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh
peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya
produktivitas sapi perah tersebut, selain karena kurang baiknya seleksi potensi
genetik, juga dikarenakan pengelolaan yang kurang baik dan penyediaan pakan
yang kurang memadai, terutama kecukupan hijauan yang berkualitas baik.
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) merupakan salah satu jenis hijauan yang
paling banyak digunakan dalam ransum sapi perah. Rumput ini biasanya dipanen
dengan cara memotong seluruh pohonnya kecuali pangkal batang bagian bawah
2 | Page
setinggi 10 cm lalu diberikan langsung (cut and carry) yang memiliki produksi
dan berkualitas tinggi. Hal inilah yang menyebabkan kita sebagai mahasiswa
peternakan harus mengetahui kandungan nutrisi tingkat kecernaan pakan hijauan
rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang biasanya digunakan untuk ransum
pakan utama sapi perah laktasi.
I.2 Tujuan
1. Mengetahui kandungan nutrisi pada rumput gajah (Pennisetum purpureum).
2. Mengetahui nilai tingkat kecernaan dari rumput gajah untuk sapi perah laktasi.
3. Mengetahui komposisi tubuh ternak sapi perah.
I.3 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tanaman rumput gajah (Pennisetum purpureum) ?
2. Apa yang di maksud dengan sapi perah ?
3. Bagaimana kandungan nutrisi dan tingkat kecernaan dari rumput gajah untuk
sapi perah laktasi ?
4. Bagaimana komposisi tubuh dari ternak sapi perah ?
II. PEMBAHASAN
3 | Page
: Plantae
Phlum
: Spermatophyta
Phlum
: Spermatophyta
Class
: Monokotil
Ordo
: Poales
Family
: Poaceae
Genus
: Pennisetum
Spesies
: Pennisetum purpureum
Menurut Sanderson (2008), Rumput gajah (Pennisetum purpureum
Shaum) berasal dari afrika tropik, tumbuh berumpun dan tingginya dapat
4 | Page
mencapai 3 mlebih. Permukaan buluhnya licin dan pada buluh yang masih muda
bisanya ditutupi oleh sejenis zat lilin tipis. Pelepahnya licin atau berbulu pada
waktu muda dan kemudian berbulu-bulu tersebut gugur. Daunnya berbentuk garis,
pangkalnya lebar dan ujungnya lancip sekali. Tepi daun kasar. Perbungaan berupa
tandan tegak yang panjangnya sampai 25 cm. gagang-gagangnya berbulu. Bulirbulirnya berkelompok, terdiri dari 3-4 buliran tiap kelompoknya dan bergagang
pendek sekali. Pangkal bulirnya bulirannya berbulu panjang dan halus.
Perbanyakan dapat dilakukan dengan pemecahan rumpun dan potongan-potongan
buluhnya. Dapat tumbuh hingga pada ketinggian 1500 m dpl.
Penamaman tanaman seperti rumput gajah mengalami kompetisi
perebutan lahan dengan tanaman pangan seperti jagung. Oleh karena itu, untuk
meminimalkan kompetisi penggunaan lahan kritis perlu ditingkatkan. Lahan kritis
umumnya tidak banyak digunakan sebagai lahan pertanian. Di dunia terdapat 2
Gha lahan kritis yang tidak dapat ditanami tanaman pangan. Lahan kritis yang
tidak digunakan memiliki kecenderungan mengalami kerusakan yang lebih parah
seperti erosi. Penanaman tanaman penghasil energi dapat memperbaiki kualitas
tanah (Sanderson, 2008).
2.2 Sapi Perah
Sapi perah merupakan hewan ternak yang menghasilkan susu sebagai
produk utamanya. Sapi perah mulai dikenalkan pada rakyat Indonesia pada jaman
kolonialisasi Belanda di akhir abad ke 19. Dilihat dari jumlah populasi yang ada,
jumlah populasi sapi perah sampai dengan tahun 2009 baru mencapai 370 ribuan.
Padahal agribisnis sapi perah sudah berjalan lebih dari satu abad. Bangsa sapi
perah tropis adalah sapi perah yang berasal dari jenis sapi zebu dan dibudidayakan
di kawasan yang beriklim tropis.Bangsa sapi perah subtropis adalah sapi perah
yang berasal dari kawasan atau wilayah yang beriklim (Firman, 2010).
Menurut Firman (2010), Peternakan sapi perah yang ada di Indonesia
masih merupakan jenis peternakan rakyat yang hanya berskala kecil dan masih
merujuk pada sistem pemeliharaan yang konvensional. Banyak permasalahan
yang timbul seperti permasalahan pakan, reproduksi dan kasus klinik. Agar
5 | Page
6 | Page
7 | Page
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa kadar protein kasar rumput benggala
(9,10%) lebih tinggi dibanding dengan kadar protein kasar rumput gajah (7,02 %).
Kadar protein tergantung pada jumlah nitrogen yang tersedia bagi tanaman yang
prosesnya didalam tanaman sangat dipengaruhi oleh jumlah pelarut substrat yang
tersedia. Kondisi stres kering akan mengurangi jumlah pelarut substrat di dalam
tanaman. Dalam penelitian yang dilakukan terlihat bahwa stress yang terjadi
sebanyak satu, dua dan tiga kali masih mampu diantisipasi oleh tanaman dan
belum mempengaruhi proses fisiologis secara nyata sehingga hasil protein yang
diperoleh tidak nyata, walaupun ada kecenderungan menurun. Bila kita merujuk
hasil analisis kadar air selama stres terjadi, maka masih berada diatas titik layu
permanen yang berarti bahwa tanaman masih mampu memanfaatkan air yang
sangat sedikit didalam tanah.
Berdasarkan hasil analisis ragam parameter serat kasar dapat diketahui
bahwajenis rumput mempengaruhi serat kasar, stres tidak berpengaruh pada kadar
serat kasar, sedangkan interaksi antara jenis rumput dan perlakuan stres tidak
8 | Page
menunjukkan pengaruh yang nyata. Hasil kadar serat kasar hijauan dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 5. Kadar serat kasar hijauan rumput benggala dan gajah akibat
stress kering.
bahwa semakin banyak tanaman mengalami stres (stres 3 kali) penumpukan bahan
kering yang terjadi adalah paling tinggi (23,30%, data tidak dicantumkan), namun
kondisi stres kering yang dialami dan sampai 3 kali belum mampu mempengaruhi
serat kasar tanaman, artinya belum berpengaruh pada proporsi selulose dan
hemiselulose yang terdapat pada daun dan batang (Khalidin, 2012).
2.4 Tingkat Kecernaan Rumput Gajah untuk Sapi Perah
Kecernaan zat-zat makanan merupakan salah satu ukuran dalam
menentukan suatu kualitas bahan makanan ternak, disamping komposisi kimia,
produk fermentasi, dan palabilitasnya. Untuk mempelajari daya cerna dan
fermentasi, metode yang berhasil digunakan secara luas yaitu teknik In-Vitro.
Dalam teknik In-Vitro contoh makanan diinkubasikan dalam cairan rumen
(sebagai sumber mikroba rumen) yang ditambah dengan cairan penyangga
(buffer). Keuntungan In-Vitro dapat dilakukan secara tepat dalam waktu yang
singkat dan biaya yang ringan, karena jumlah sampel yang digunakan sedikit,
9 | Page
kondisi mudah dikontrol dan dapat mengevaluasi lebih dari satu macam kecernaan
bahan dalam waktu yang sama. Kandungan bahan kering, protein kasar dan energi
tercerna rumput Gajah berturut-turut sebesar 18%; 9,1% dan 2,25 Mcal/kg, maka
dari hasil rata-rata keseluruhan kadar bahan kering dari rumput Gajah (18,1%),
namun kadar protein kasar (12,47%) dan energi tercernanya (2,34 Mcal/kg)
sedikit lebih tinggi . Hal ini dimungkinkan karena rumput Gajah yang dievaluasi
ini umurnya masih agak muda. Sejalan dengan semakin bertambahnya umur
tanaman, maka kadar seratnya akan bertambah tinggi, sedangkan kadar proteinnya
menurun (Sari, 2012).
Sari (2012), juga melakukan beberapa perlakuan untuk mengetahui
kecernaan rumput gajah secara invitro yang hasilnya ada pada table 6 berikut :
Tabel 6. Kecernaan Rumut Gajah secara In-vitro
10 | P a g e
11 | P a g e
tingkat kecernaan nya. hal ini membuktikan bahwa CMA mampu membantu
meningkatkan penyerapan unsur hara meskipun pupuk N, P, dan K diturunkan
dosisnya menjadi 25%.
Kandungan protein tercerna yang didapat dari nilai rata-rata keseluruhan
pada rumput Gajah untuk Indonesia yang dilaporkan oleh Hartadi et al. dalam
Prasetyo (2003), yaitu 7,79% vs. 5,70%. Kandungan energi tercerna nilai rataratanya bervariasi sebesar 2,31 hingga 2,38 Mcal/kg. Tingkat kecernaan total serat
(dinding sel), dinyatakan sebagai neutral detergent fiber (NDF) cukup tinggi dan
dari hasil analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata untuk setiap
perlakuan. Demikian pula halnya untuk total fraksi serat tanpa hemiselulose, yang
dinyatakan sebagai acid detergent fiber (ADF), dengan rata-rata tingkat kecernaan
berkisar antara 22,67% hingga 24,50%. Kemampuan mikroba rumen dalam
mencerna serat akan menurun dengan bertambah tuanya umur tanaman,
dikarenakan meningkatnya proses lignifikasi serat.
Bamualim (2007), menjelaskan bahwa sapi perah laktasi yang mempunyai
bobot badan 350 kg dengan produksi susu rata-rata 15 kg/hari . Menurut standar
pemberian pakan, sapi perah tersebut membutuhkan 1 .578 g protein kasar, yang
terdiri dari 468 g untuk kebutuhan hidup pokok den 1 .110 g untuk kebutuhan
produksi susu dengan kadar lemak 3,5% (1) . Hijauan yang akan diberikan adalah
rumput gajah, dengan kandungan bahan kering 21% dan zat-zat makanan lainnya :
10,19% protein kasar, 34,15% serat kasar, 1,64% lemak, 42,29% beta-N, 11,73%
abu clan TDN 61% dari bahan kering .Pemberian rumput gajah tersebut diimbangi
oleh konsentrat dengan kandungan protein kasar 22% . Susunan konsentrat
tersebut terdiri dari 56% dedak padi, 20% bungkil kelapa, 8% jegung giling, 8%
bungkil kacang tanah, 2% urea serta kapur, tepung tulang clan garam dapur
masing-masing 2%. Konsentrat tersebut mengandung bahan kering 87,53%
dengan energi 66,26% TDN .
Bahan kering rumput gajah mengandung protein 11,6%, serat kasar 33,5%,
lemak 2,4%, abu 17,8% dipandang memenuhi persyaratan sebagai pakan basal
untuk kehidupan dan aktivitas mikroba di rumen. Sebagai gambaran, rumput
kering yang diberikan pada sapi sebanyak-banyaknya, akan dikonsumsi sebanyak
12 | P a g e
2% dari bobot badan, atau dalam bentuk segar sekitar 10% dari bobot badan . Itu
menurijukkan masih perlunya pemberian rumput atau hijauan konvensional
lainnya, di samping pakan tambahan. Di samping itu, pencampuran beberapa
bahan pakan akan melengkapi kandungan nutrien atau kekurangannya saling
menutupi (Okaraonye, 2009).
2.5 Komposisi Tubuh Sapi Perah
Tubuh hewan terdiri dari komponen-komponen darah, meliputi butir-butir
darah ( eritrosit, leukosit, dan trombosit) 30% - 45%, selain itu terdapat pula
beberapa jaringan yang terdiri dari jaringan otot sebanyak 50% ( 75 % air dan
25% bahan kering ), dimana bahan kering tersebut terdiri dari karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral. Selain itu ada pula jaringan epitel yang
merupakan selaput saluran tubuh. Jaringan ikat meliputi ligamentum, kartilago
dan tendo. Dan dilengakapi pula oleh otak dan jaringan saraf. Air sebanyak 60% ,
abu 4% (Mc. Donald, 1995).
Komponen- komponen darah penting karena darah merupakan zat yang
membawa zat makanan ke berbagai bagian tubuh dan kemudian membuang sisasisa hasil metabolisme. Darah merupakan 5-10 % dari berat tubuh, tergantung dari
pada spesies dan keadaan gizi. Nilai untuk hewan ternak pada berbagai umur yang
ditentukan dengan penggunaan isotop fosfor telah dikemukaan oleh Hansard dan
kawan-kawannya. Angka- angka unyuk ungas adalah lebih tinggi daripada
mamalia. Volume darah terutama berhubungan erat dengan jaringan-jaringan aktif
tubuh. Jadi semakin besar jumlah jaringan lemak, semakin rendah presentase
darah bagi tubuh sebagai keseluruhan. Komponen darah terdiri dari eritrosit,
leukosit, dan trombosit.
Eritrosit berfungsi sebagai alat pengangkut zat asam, zat asam arang antara
paru-paru dan jaringan tubuh. Eritrosit mamalia tidak berinti, tetapi burung, ikan,
amphibi, dan reptil berinti. Eritrosit berwarna kuning tua pucat, tetapi dalam
jumlah besar terlihat merah dan memberi warna pada darah. Peranan eritrosit
sebagai O2 dan CO2 dilakukan oleh Hb ( hemoglobin ) yang mampu melakukan
ikatan secara longgar dan mudah dilepaskan kembali. Pembentukan eritrosit
13 | P a g e
14 | P a g e
sebagian nutrien esensial yang berlebih akan digunakan untuk sintesis molekul
lain atau digunakan sebagai sumber energi. Kerangka tubuh tersusun sebagian
besar dari unsur mineral dan protein sebagai pengikatnya. Sedangkan jaringan
lunak sebagian besar tersusun dari protein dan lemak. Jaringan lunak mengandung
mineral dalam jumlah yang sangat sedikit. Karbohidrat ditemukan dalam jumlah
sedikit terutama dalam bentuk glukosa dan glikogen. Komposisi kimia tubuh
ternak dan manusia disajikan dalam Tabel 7. Pola perubahan komposisi tubuh
ternak disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 7. Komposisi kimia tubuh ternak pada berbagai kondisi fisiologis
berbagai macam ternak.
15 | P a g e
2. Kadar lemak tubuh berbanding terbalik dengan kadar air tubuh. Korelasi
antara kedua komponen tersebut mengikuti persamaan: Y = 355.9+0.36X202.9.Log X; Y=Kadar lemak (%), X=Kadar air (%).
3. Kadar air tubuh ternak gemuk lebih rendah dari kadar air tubuh ternak kurus
4. Lemak tubuh adalah komponen yang kadarnya paling bervariasi disbanding
komponen lainnya.
5. Rasio kadar protein dengan abu pada bahan kering tubuh tanpa lemak adalah
tetap 4:1 pada semua jenis dan kondisi fisiologis ternak.
16 | P a g e
Bak makanan dan minuman selalu bersih, seluruh lantai kandang harus disikat
supaya tidak licin.
2. Pakan
Sapi adalah ternak yang tergolong pemakan rumput dan termasuk ternak
pemamah biak, artinya makanan utamanya adalah rumput. Kebutuhan rumput
untuk seekor sapi sehari semalam sepuluh persen (10%) dari berat badannya.
Rumput pakan hendaknya diberikan campuran dari berbagai jenis rumput. Karena
itu sebelum mulai beternak sapi perah usahakan menanam ruput terlebih dahulu.
Untuk sapi perah yang dipacu untuk dapat menghasilkan susu yang cukup banyak,
perlu diberikan makanan tambahan yang disebut makanan konsentrat ( campuran
dari berbagai olahan hasil pertanian seperti dedak, berbagai bungkil dan lain
sebagainya)
dengan
pertimbangan
tertentu.
Pada
dasarnya
sapi
perah
17 | P a g e
VI. PENUTUP
f.1 Kesimpulan
18 | P a g e
19 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Firman, (2010). Agribisnis Sapi perah. Bandung : Penerbit: Widya
Padjadjaran
Bamualim, Abdullah M. 2007. Aspek Nutrisi Sapi Perah. Pusat penelitian dan
Pengembanan Peternakan : Bogor.
Hartutik, Wulandari dan Nova Palupi. 2008. Meningkatkan Produksi dan Kualitas
Susu Sapi Perah. Bogor: AgroMedia Pustka.
Khalidin, Teti Alabia dan Fikrinda. 2012. Pengaruh Fma Dan Pupuk Kandang
Terhadap Produksi Dan Kualitas Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum
Schum). Jurnal Manajemen Sumberdaya Lahan. Volume 1, Nomor 2.
Unsyiah.
Mc Donald, Edwards, Greenhalgh,Morgan. 1995. Animal Nutrition .LST,New
York.
Okaraonye C. C. and J.C. Ikewuchi. 2009. Nutritional and Antinutritional
Components of Pennisetum purpureum (Schumach). Pakistan Journal of
Nutrition 8 (1): 32-34. ISSN 1680-5194.
Prasetyo, A. 2003. Model Usaha Rumput Gajah Sebagai Pakan Sapi Perah Di
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Lokakarya Nasional Tanaman
Pakan Ternak. Semarang.
Purbajanti, ED, S anwar, S Widyati dan F Kusmiyati. 2011. Kandungan Protein
dan Serat Kasar Rumput Benggala (Panicum Maximum) dan Rumput
Gajah (Pennisetum Purpureum ) pada Cekaman Stres Kering. Jurnal
Animal Production 11 (2) 109115. UNDIP : Semarang.
Sari, Mega Rica. 2012. Produksi Dan Nilai Nutrisi Rumput Gajah (Pennisetum
Purpureum) Cv. Taiwan Yang Diberi Dosis Pupuk N, P, K Berbeda Dan
Cma Pada Lahan Kritis Tambang Batubara. Artikel. Universitas Andalas :
Padang.
Sanderson, M. A. and R. A., Paul. 2008. Perennial Forages As Second Generation
Bioenergy Crops. International Journal of Molecular Sciences, 9, 768-788.
Syafrial, Endang Susilawati. 2007. Manajemen Pengelolahan Sapi Perah. PT
Penebar Swadaya. Jakarta
20 | P a g e
Ukpabi, ukpabi josep ukpabi, dkk. 2015. Potentials of Naturally Sheathed Young
Leaves of Napier Grass (Pennisetum purpureum) Varieties as Feeding
Materials in Nigeria. American Journal of Agricultural Science.Vol. 2(3).
97-102.