Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PAPER MIKROBIOLOGI

PENGOLAHAN SOSIS FERMENTASI

Dosen Pengampu

: Endang Wulandari Suryaningtyas, S.Pi., M.P

Disusun oleh
Ilham Misbakudin Al Zamzami
1514521034

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan paper
tentang Pengolahan Sosis Fermentasi ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Endang Wulandari
Suryaningtyas, S.Pi., M.P selaku Dosen mata kuliah Mikrobiologi Akuatik mi yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai pemanfaatan mikrobiologi. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya paper yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Jimbaran, 3 Oktober 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

Sampul
Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar isi.............................................................................................................. iii
Ringkasan............................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 1
1.3 Tujuan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosis Fermentasi..................................................................... 3
2.2 Pediococcus cerevisiae (Bakteri Pembuat Sosis)..................................... 5
2.3 Mekanisme Reaksi Selama Proses Pembuatan Sosis Fermentasi............ 7
2.4 Karakteristik Sosis Fermentasi................................................................. 7
2.5 Manfaat Sosis Fermentasi........................................................................ 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 9
3.2 Saran......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA

RINGKASAN

Masyarakat di zaman sekarang ini yang katanya masyarakat modern, kiranya lebih
menyukai bentuk keinginan dan kebutuhan instan. Artinya masyarakat tidak mau bersusah
payah dalam sekedar mengganjal perut. Misalnya, pada pagi hari kita mau berangkat kerja
atau berangkat kuliah meraka lebih memilih membeli roti, atau sekedar memasak mie instan
yang lebih cepat dan praktis dimakan dari pada memasak nasi/lauk dulu tanpa efek/dampak
kesehatan masa tua kita ketika selalu mengkonsumsi makanan tersebut. Sosis fermentasi
merupakan produk fermentasi olahan daging dengan penggunaan kultur bakteri asam laktat,
yang mengubah karbohidrat menjadi asam laktat. Sosis fermentasi melibatkan fermentasi
oleh bakteri asam laktat dalam proses pembuatannya (Buckle et al, 1987). Kultur yang sering
digunakan dan tersedia secara komersial berasal dari golongan Streptococcus, Lactobacillus
dan golongan Micrococcus (Jay, 2000; Kato et al, 2004), Lactobacillus plantarum,
Lactobacillus sake, L. curvatus, Pediococcus lacidactici dan kombinasi yang tepat dengan P .
Pentosaceus (ErdoTMrul et al, 2002). Kultur sosis fermentasi yang diisolasi dari daging sapi
murni diharapkan dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan sosis fermentasi dengan
kualitas yang lebih baik dibandingkan penggunaan kultur komersial yang bukan diisolasi dari
daging sapi.

Kata kunci : kebutuhan instan, sosis, asam laktat, fermentasi.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, makanan begitu melimpah dan bervariasi jenisnya. Beberapa
produk makanan yang sekarang ini terus-menerus tampil di layar televisi selalu
saja muncul dengan cassing/tampilan baru seperti; sosis, snack ringan, minuman
dan lain sebagainya. Sehingga masyarakat begitu antusias ketika terus menerus
dijejali produk-produk baru dalam mengkonsumsinya. Tidak hanya makanan
saja, tetapi juga bebrapa mode yang lain kerap membanjiri iklan di sana-sini.
Masyarakat di zaman sekarang ini yang katanya masyarakat modern, kiranya
lebih menyukai bentuk keinginan dan kebutuhan instan. Artinya masyarakat tidak
mau bersusah payah dalam sekedar mengganjal perut. Misalnya, pada pagi hari
kita mau berangkat kerja atau berangkat kuliah meraka lebih memilih membeli
roti, atau sekedar memasak mie instan yang lebih cepat dan praktis dimakan dari
pada memasak nasi/lauk dulu. Pertanyaannya, apakah makanan yang praktis dan
siap saji menjamin kesehatan kita? Bagaimana efek/dampak kesehatan masa tua
kita ketika selalu mengkonsumsi makanan tersebut?
Baiklah, kiranya kita semua harus waspada terhadap makanan siap saji di
atas. Karena beberapa ahli kesehatan berpendapat bahwa makanan ini
bahwasanya mengandung berbagai pengawet dan beragam jenis yang sangat
bahaya dalam tubuh. Sudah barang tentu makanan yang terlalu banyak
mengandung pengawet akan sebagai toksik/racun dalam metabolisme tubuh kita.
Tapi disini akan menerangkan produk makanan yaitu sosis fermentasi yang
Memiliki daya cerna yang tinggi sehingga mudah diserap dan dicerna oleh tubuh.
Dan proses pembuatan atau bahan-bahan yang terkandung di dalam nya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sosis fermentasi?
2. Kandungan mikroba apa yg ada di dalam sosis fermentasi?
3. Manfaat apa yang terdapat dalam sosis fermentasi?
1

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian sosis fermentasi.
2. Dapat mengetahui sosis fermentasi mengandung bakteri apa saja.
3. Mengetahui manfaat dari sosis fermentasi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosis Fermentasi
Sosis fermentasi merupakan produk fermentasi olahan daging dengan
penggunaan kultur bakteri asam laktat, yang mengubah karbohidrat menjadi
asam laktat. Salami berasal dari kata suh-lah-mee . Salami merupakan famili
produk sosis fermentasi kering, dikemas dengan casing berdiameter agak besar,
bentuk adonannya kasar, memiliki flavor tertentu (terutama bawang putih), dan
dapat langsung dikonsumsi tanpa dimasak (Herbest, 1995). Herbest (1995)
menyatakan sosis fermentasi dibedakan berdasarkan kadar airnya, yaitu sosis
kering (dry sausage) dengan kadar air 30%-40% dan sosis semi kering (semi dry
sausage) dengan kadar air 40%-50%. Jenis sosis kering memiliki umur simpan
yang yang baik dan dapat disimpan tanpa pendinginan. Pembuatan sosis
fermentasi diawali dengan penggilingan, pencampuran dan atau pencacahan
daging pada temperatur -4.4C sampai -2.2C,ditambahkan lemak, kemudian
dimasukkan starter, garam dan bumbu, kemudian produk dipadatkan dalam
casing pada temperatur -2.2C sampai -1.1C. Produk diinkubasi pada proses
fermentasi oleh mikroorgamnisme asam laktat pada temperatur 21.1C sampai
-37.8C, selama proses fermentasi produk digantung, pengeringan dilakukan
pada temperatur 10-21C (Soeparno, 1994).
Sosis fermentasi melibatkan fermentasi oleh bakteri asam laktat dalam
proses pembuatannya (Buckle et al, 1987). Kultur yang sering digunakan dan
tersedia secara komersial berasal dari golongan Streptococcus, Lactobacillus dan
golongan Micrococcus (Jay, 2000; Kato et al, 2004), Lactobacillus plantarum,
Lactobacillus sake, L. curvatus, Pediococcus lacidactici dan kombinasi yang
tepat dengan P . Pentosaceus. Kultur sosis fermentasi yang diisolasi dari daging
sapi murni diharapkan dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan sosis
fermentasi dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan penggunaan kultur
komersial yang bukan diisolasi dari daging sapi. Secara alami, terdapat spesies
bakteri asam laktat yang tumbuh pada daging sapi murni, salah satunya adalah L.
3

plantarum. Lactobacillus plantarum adalah alah satu jenis bakteri asam laktat
yang banyak ditemukan dalam produk fermentasi sosis dan susu. Lactobacillus
plantarum termasuk bakteri gram positif, tidak memiliki kemampuan katalase
dan cenderung membentuk rantai-rantai pendek. Lactobacillus plantarum mampu
hidup dengan baik pada pH 5 sampai 6,5 dan konsentrasi NaCl 1,5 sampai 2%
sehingg a dapat diterapkan baik pada daging PSE (Pale Soft Exudative ), normal
maupun DFD (Dark Firm Dry) dan sosis fermentasi dengan formilasi garam
sampai 2%. Bakteri ini termasuk dalam famili Lactobacillaceae, genus
Lactbacillus dan sub genus streptobacterium. Fardiaz (1989) menyebutkan,
bahwa bakteri ini termasuk bakteri homofermentatif dengan kisaran suhu
optimum pertumbuhan 37oC atau lebih serta memilki fungsi proteolitik. Aktivitas
proteolitik ini dapat membantu mencapai kualitas sosis yang lebh baik karena
proses degradasi protein berjalan secara alami (Fadda et al, 1998).
Menurut Raharjo dan Wasito (2002), sosis merupakan produk daging yang
digaram dan dibumbui, berasal dari bahasa latin Salsus (garam). Produk ini lebih
populer karena bentuknya lonjong bulat. Lebih lanjut, sosis yang dibuat dari
daging segar mempunyai tingkat kekenyalan yang lebih tinggi dibandingkan bila
dibuat dari daging yang dilayukan lebih dahulu.
Lebih jauh, Soeparno 1994), kata sosis berasal dari kata dalam bahasa Latin
Salsus, yang berarti diasinkan atau diawetkan. Menurut catatan sejarah, yaitu
dokumen Yunani yang ditulis sekitar tahun 500 SM, sosis pertama kali dibuat
oleh orang Sumaria (sekarang Irak) sekitar tahun 300 SM. Saat itu masyarakat
Sumaria akan menghadapi musim paceklik, lalu timbulah ide bagaimana caranya
agar makanan yang berlebih masih awet dan bisa dimakan dalam keadaan baik di
musim paceklik itu. Alhasil terciptalah makanan siap saji dari daging yang diberi
garam dibumbui dan dimasukan dalam selongsong dari usus hewan.
Dibanyak negara, sosis dikembangkan dengan ciri khasnya masing-masing,
dengan menggunakan bumbu lokal dan dimasak sebagai masakan tradisional.
Bahkan beberapa olahan sosis dinamai dengan nama kota dimana sosis itu
berasal antara lain : Sosis Bologna aslinya adalah nama kota di Itali Utara, Sosis

Lyon berasal dari Lyon, Perancis, di Inggris misalnya dinamakan sebagai sosis
Berkshire, Wiltshire, Lincolnshire dan lain - lain.
Ternyata sosis bernuansa lokal tidak hanya ada di luar Indonesia. Kalau
diluar negeri dikenal dengan nama Sosis atau Sausage, kalau di Bali namanya
jadi urutan. Namanya urutan karena untuk memasukkan isi ke dalam usus
babi dilakukan sedikit demi sedikit secara manual, dengan cara seolah-olah
tampak seperti diurut . Bahan utama untuk membuat Urutan Babi atau Sosis
Babi adalah usus babi, lalu didalamnya dimasukkan daging babi yang sudah
diberibasa genep (bumbu lengkap ala Bali), lalu digoreng hingga matang dan
berwarna kecoklatan. Namun ada cara tradisional lainnya biar urutan ini
memiliki aroma khas dan pastinya jauh lebih enak. Sebelum digoreng, Urutan
biasanya dijempur beberapa hari atau diasapi. Baru setelah kering, bisa digoreng.
Baiklah, untuk kualitas sosis dapat ditentukam dari ; warna, bau, rasa,
bentuk, jumlah mikroba dan hygiene. Nah, pertanyaannya sosis yang berwarna
seperti apa yang baik? warna untuk sosis yang baik yaitu pink/jingga, sedangkan
urutan dari tingkatan baik sampai kurang baik adalah pink, merah darah, merah
tua, merah hitam, merah kehijau-hijauan, dan pada akirnya merah hangus.
Sedangkan sosis mempunyai bau yang khas atau spesifik yaitu flavor khusus
dari asap, biasanya sangit, dan tidak berbau amis. Sosis yang terbaik mempunyai
bau gurih, harum karena nitrit dan sirup jagung serta tomato juice, dan sedikit
sangit.
2.2 Pediococcus cerevisiae (Bakteri Pembuat Sosis)
Pediococcus adalah genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat(BAL)
dengan ciri non-motil (tidak bergerak) dan memiliki bentuk sferis. Sel bakteri ini
terbagi ke dalam dua bidang sehingga membentuk pasangan, tetrad (terususun
empat), atau gumpalan sel sferis yang lebih besar. Bakteri ini adalah gram positif
berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan. GenusPediococcus termasuk
golongan fakultatif anaerob dan untuk hidup memerlukan lingkungan yang kaya
nutrisi

serta

mengandung

faktor

pertumbuhan

dan

gula

yang

dapat

difermentasi. Bakteri ini termasuk homofermentatif (hanya menghasilkan asam


laktat) dan tidak dapat menggunakan pentosa (karbohidrat beratom C5).
Suhu optimum untuk pertumbuhan Pediococcus adalah 25-30 C dan pH
optimum 6. Spesies dan galur dari genus ini berbeda dalam toleransi atau
ketahanannya terhadap oksigen, pH, suhu, resistensi antibiotik, dan NaCl.
Beberapa galur dari Pediococcus telah diketahui memiliki satu atau lebih plasmid
dalam berbagai ukuran, yang sebagian di antaranya mengkodekan gen untuk
fermentasi karbohidrat dan produksi bakteriosin.
Bakteri Pediococcus banyak digunakan dalam pembuatan sosis. Bahan baku
sosis bermacam-macam jenisnya, ada yang menggunakan daging sapi, daging
ayam dan daging ikan. Sosis adalah satu-satunya produk daging terfermentasi.
Sosis yang telah diolah kemudian disimpan pada suhu 8 derajat celcius selama 40
hari atau lebih, yang selama waktu itu terjadi fermentasi asam laktat disertai
dehidrasi daging yang cukup. Tentu saja hal ini meningkatkan kadar garam yang
bersama dengan asam laktat mencegah pertumbuhan organisme yang
merusak. Saat tumbuh pada daging, Pediococcus dapat menghasilkan diasetil
yang berperan sebagai antimikroba, namun juga dapat menghilangkan rasa
makanan

meskipun

dalam

jumlah

kecil.

Contohnya Pediococcus dapat

menghambat pertumbuhan Escherichia coli pada sosis fermentasi selama masa


inkubasi ( Anonim, 2011). Genus Pediococcus banyak terlibat dalam fermentasi
bagian

tanaman,

di

antaranya

adalah P.

acidilactici, P.

dextrinicus, P.

inopinatus,P. parvulus, dan P. pentosaceus. Sejak tahun 1985, telah diteliti bahwa
kemampuan Pediococcus sp. Untuk membunuh mikroorganisme pembusuk dan
patogen dalam fermentasi daging dikarenakan kemampuannya menghasilkan
asam organik. Selain itu, fermentasi dengan bakteri ini juga meningkatkan
kestabilan makanan dalam masa penyimpanan dan menghasilkan produk yang
lebih banyak mengandung protein. Walaupun jenis ini sebagai perusak bir dan
anggur, bakteri ini berperan penting dalam fermentasi daging dan tercatat
sayuran.

Adapun klasifikasi dari Pediococcus cerevisiae adalah sebagai berikut:


Kingdom : Bacteria
Filum

: Firmicutes

Kelas

: Bacilli

Ordo

: Lactobacillales

Famili

: Lactobacillaceae

Genus

: Pediococcus

Species

: Pediococcus cerevisiae

2.3 Mekanisme Reaksi Selama Proses Pembuatan Sosis Fermentasi


Dalam sosis

fermentasi terdapat kandungan makromolekul seperti

karbohidrat, protein, lemak dan fosfolipid. Karbohidrat akan mengalami


metabolisme oleh mikroba sehingga dipecah menjadi asam-asam organik. Enzim
yang terdapat pada daging akan memecah protein menjadi molekul yang lebih
kecil, yaitu peptida dan asam amino pada reaksi proteolisis. Sedangkan enzim
lain yang juga terdapat pada daging akan memecah lemak dan fosfolipid menjadi
asam lemak bebas pada reaksi hipolisis.
Asam-asam organik hasil pemecahan karbohidrat akan mempengaruhi
rasa(taste) dari sosis. Asam lemak bebas yang berasal dari reaksi hipolisis
(pemecahan lemak dan fosfolipid) akan mempengaruhi aroma (flavor) sosis.
Sedangkan peptida dan asam amino hasil pemecahan protein akan mempengaruhi
rasa dan aroma sosis.
2.4 Karakteristik Sosis Fermentasi
Sosis fermentasi yang telah jadi akan memiliki karakteristik pH yang asam,
yaitu 4,8-5,3. Pada sosis kering (dry sausage) akan terjadi penurunan berat
sebesar 60-70% dari berat awal setelah dilakukan proses fermentasi, sehingga
kadar air akhir dari sosis kering yaitu 25-45% dengan ratio perbandingan antara
7

air dan protein sebesar 2,3 : 1. Sedangkan pada sosis semi kering (semi dry
sausage), kadar air pada akhir prosesnya yaitu 55-60% dengan ratio
perbandingan antara air dan protein sebesar 3,7 : 1.
Pertumbuhan kapang, khamir atau bakteri pada permukaan sosis dapat
menyebabkan kondisi permukaan berjamur atau berlendir. Hal ini dapat terjadi
ketika sosis diperlakukan buruk dan dikeringkan. Kelembaban menjadi
meningkat sehingga suhu penyimpanan berubah, terutama dari suhu rendah ke
suhu yang lebih tinggi. Permukaan yang berlendir dan berjamur ini adalah
akumulasi besar sel mikroba yang dapat menyebabkan perubahan karakteristik
pada produk akhir.
2.5 Manfaat Sosis Fermentasi
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pengkonsumsian sosis
fermentasi, yaitu:

Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya
(mikroorganisme bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana sehingga mudah dicerna dan mensintesis vitamin
kompleks dan faktor-faktor pertumbuhan badan lainnya, sebagai contoh
vitamin B12, riboflavin, provitamin A)

Meningkatkan kesehatan dengan cara meningkatkan jumlah bakteri baik


dalam saluran pencernaan sehingga dapat menghindarkan dari berbagai
macam penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan saluran
pencernaan.

Memiliki daya cerna yang tinggi sehingga mudah diserap dan dicerna oleh
tubuh.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Sosis fermentasi merupakan produk fermentasi olahan daging dengan
penggunaan kultur bakteri asam laktat, yang mengubah karbohidrat menjadi
asam laktat
2. Kandungan mikroba yang terdapat pada sosis fermentasi adalah dari golongan
Streptococcus,

Lactobacillus

plantarum, Lactobacillus

dan

golongan

Micrococcus, Lactobacillus

sake, L. curvatus, Pediococcus lacidactici dan

kombinasi yang tepat dengan P . Pentosaceus.


3. Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya,
meningkatkan kesehatan dengan cara meningkatkan jumlah bakteri baik
dalam saluran pencernaan, memiliki daya cerna yang tinggi sehingga mudah
diserap dan dicerna oleh tubuh.
3.2 Saran
Manusia agar lebih memikirkan mengenai kesehatan dirinya untuk masa yang
akan datang dengan memakan makanan yang memang memiliki kandungan gizi yang
baik dan lebih mempelajari mengenai mikroba baik yang ada di sekitar untuk
dimanfaatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan: H. Purnomo and Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Fadda et al. 1998. Microbiology of Fermented Foods Volume 2 Second
Edition.Thomson Science. USA
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fateta
IPB. Bogor.
Herbest. 1995. Utilization of Microorganism in Meat Processing. A Handbook for
Meatplant Operators. John Wiley and Son Inc., New York.
Jay J.M. 2000. Modern Food Microbiology. 4th edition. New York: Chapman and Hall.
p. 38-77, 147-150, 201-256, 413-426, 553-575.

Kato, et al. 2000. Analyses of microbial diversity in the sediment obtained from
Japan Trench at a depth of 7326 m and high pressure cultivation. Biology
Molecular, 15, hlm. 4752.
Raharjo,

A.H.D

dan

Wasito,

samsu.

2002. Buku

Ajar

Teknologi

Hasil

Ternak.Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto.


Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press: Yogykarta.

10

Anda mungkin juga menyukai