Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH MIKROBIOLOGI PANGAN

FERMENTASI DAGING
Disusun sebagai syarat memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi Pangan
Dosen Pengampu:
Saiful Bahri, S.Si., M.Si.

Disusun Oleh:
Maharani Raihan A. A. 17330058
Mutiya Juniarti 17330060
Sari Luhing Lamiang 17330093
Emirensiana Vinsensia 17330109
Maghfirah Novi Zindriany 18330737
Sagita Rahmadhani 18330737

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Fermentasi Daging ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Mikrobiologi Pangan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang cara Fermentasi Daging bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis,

Jakarta, 20 Desember 2020

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................. 1

Daftar Isi ........................................................................................................................ 2

BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 3


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 4

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5

2.1 Fermentasi ............................................................................................................... 5

2.2 Peran Mikroorganisme Dalam Teknologi Fermentasi ........................................... 7

2.3 Daging .................................................................................................................. 10

BAB III: PEMBAHASAN ............................................................................................. 15

BAB IV: PENUTUP ...................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 20

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak lama sejak
jaman kuno. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk
tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Bioteknologi
fermentasi, teknologi fermentasi merupakan teknologi yang menggunakan mikroba untuk
memproduksi makanan dan minuman. Pemanfaatan proses fermentasi untuk
mengawetkan dan mengolah makanan telah lama dipraktekkan dari generasi ke generasi
oleh masyarakat dari berbagai negara. Pada awalnya, proses fermentasi dimanfaatkan
terutama untuk pengawetan dan meningkatkan citarasa makanan, dan belum diketahui
kegunaannya untuk menghasilkan makanan fungsional yang memiliki manfaat khusus
bagi kesehatan (Şanlier et al., 2019).
Berbagai produk makanan fermentasi, dapat dengan mudah ditemukan di berbagai negara
Asia termasuk Indonesia (Surono, 2016). Berdasarkan bahan dasarnya, makanan
fermentasi dapat dikelompokan menjadi makanan fermentasi nabati dan hewani. Proses
fermentasi kedua bahan dasar tersebut melibatkan berbagai jenis mikroorganisme, yaitu
bakteri, khamir, dan mold.
Makanan fungsional merupakan makanan dengan kandungan komponen tertentu dengan
fungsi fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan, lebih dari sekedar memasok zat gizi
makro. Konsumsi makanan fungsional berkontribusi terhadap peningkatan imunitas
tubuh, dan juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan khususnya
di masa pandemi (Fan et al., 2020). Kandungan komponen fungsional pada daging
fermentasi, baik yang ditambahkan maupun yang merupakan produk/metabolit proses
fermentasi, menyebabkan daging fermentasi dapat dikategorikan sebagai makanan
fungsional (Arihara, 2006).
Sosis sebagian besar di buat menggunakan bahan baku daging. Daging didefinisikan
sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan
tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi
yang memakannya. Sosis fermentasi merupakan campuran dari daging (60-80%), lemak
(20-40%), rempahrempah atau bumbu-bumbu dan penambahan atau tanpa penambahan
kultur starter selanjutnya dimasukkan pada selongsong atau casing sosis (De Maere et al.,
2016). Pengolahan daging menjadi sosis fermentasi bertujuan untuk mencegah kerusakan,

3
memperpanjang daya simpan, menjadikan daging lebih mudah dicerna serta untuk
penganekaragaman produk daging.
Sosis fermentasi (salami) merupakan produk fermentasi olahan daging dengan
penggunaan kultur bakteri asam laktat, yang mengubah karbohidrat menjadi asam laktat.
Kultur yang sering digunakan dan tersedia secara komersial berasal dari golongan
Streptococcus, Lactobacillus dan golongan Micrococcus (Jay, 2000; Kato et al., 2004),
Lactobacillus plantarum, Lactobacillus sake, L. curvatus, Pediococcus lacidactici dan
kombinasi yang tepat dengan P. pentosaceus (ErdoTMrul et al., 2002).
Secara alami, terdapat spesies bakteri asam laktat yang tumbuh pada daging sapi murni,
salah satunya adalah L. plantarum (Arief et al., 2005). Kultur sosis fermentasi yang
diisolasi dari daging sapi murni diharapkan dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan
sosis fermentasi dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan penggunaan kultur
komersial yang bukan diisolasi dari daging sapi.

1.2 Rumusan Masalah


A. Bagaimana proses frementasi daging sapi?
B. Bagaimana jumlah populasi bakteri pada daging sapi yang difrementasi?
C. Factor – factor yang mempengaruhi Frementasi daging sapi?

1.3 Tujuan penelitian


A. untuk mengetahui cara proses dari frementasi daging sapi
B. untuk mengetahui jumlah populasi bakteri pada daging sapi yang difrementasi.
C. Untuk mengetahui factor apa saja yang memepengaruhi frementasi daging sapi

1.4 Manfaat Penelitian


A. untuk memberikan infomasi biologi tentang fermentasi pada daging sapi.
B. untuk menambah pengetahuan bagi peneliti menegnai fermentasi daging sapi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fermentasi

Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal

dari Bahasa Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari

Bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung

atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi

buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbondioksida

dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula.

Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan

mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan

dengan pembangkitan energi oleh katabolisme senyawa organik. Pada bidang

mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti yang lebih luas, yang

menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan

mikroorganisme. Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh para ahli. Arti kata fermentasi berubah pada

saat Gay Lussac berhasil melakukan penelitian yang menunjukkan penguraian

gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Selanjutnya Pasteur melakukan

penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan yang difermentasi,

sehingga dihubungkan dengan mikroorganisme dan akhirnya dengan enzim.

Fermentasi merupakan perubahan kimia dalam bahan pangan

yang disebabkan oleh mikroorganisme. Enzim yang berperan dapat

dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan.

Fermentasi oleh bakteri tertentu dapat memberi flavor, bentuk dan

5
tekstur yang baik pada bahan pangan yang difermentasi. Mikroorganisme

asam laktat dapat menyebabkan keasaman yang tinggi, pH dan potensial

redoks yang rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme lainnya (Buckle et al.,2009).

Fermentasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu spontan dan tidak

spontan. Fermentasi spontan adalah yang tidak ditambahkan mikroorganisme

dalam bentuk starter atau ragi dalam proses pembuatannya, sedangkan

fermentasi tidak spontan adalah yang ditambahkan starter atau ragi dalam

proses pembuatannya. Mikroorganisme tumbuh dan berkembang secara aktif

merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan pada

proses fermentasi. Hidayat dan Suhartini (2013) menambahkan faktor yang

mempengaruhi proses fermentasi adalah suhu, pH awal fermentasi, inokulum,

substrat dan kandungan nutrisi medium.

Menurut Antara (2010), fermentasi susu merupakan salah satu cara

untuk memperpanjang umur siman produk susu. Produk fermentasi susu dapat

dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

1) fermentasi laktat,

2) fermentasi yeast-laktat,

3) fermentasi kapang-laktat.

Menurut Legowo (2005), penggunaan mikrobia Lactobacillus bulgaricus dan

Streptococcus thermophilus pada fermentasi susu dapat menghasilkan produk

yoghurt. Beberapa aplikasi produk fermentasi susu lainnya seperti yakult,

kefir, susu asidofilus, dadih, dahi, koumiss, dan calpis

6
2.2 Peran Mikroorganisme Dalam Teknologi Fermentasi

Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis

mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang

memfermentasi bahan pangan dapat menghasilkan perubahan yang

menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan

yang merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang

memfermentasi bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri

pembentuk asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil

alkohol. Jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam teknologi

fermentasi adalah :

2.2.1 Bakteri Asam Laktat

Dari kelompok ini termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah

besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula

(karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan cara tersebut

akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan

menimbulkan rasa asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari

beberapa jenis mikroorganisme lainnya. Dua kelompok kecil

mikroorganisme dikenal dari kelompok ini yaitu

organismeorganisme yang bersifat homofermentative dan

heterofermentative. Beberapa jenis yang penting dalam kelompok

ini:

1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan

Streptococcus cremoris. Semuanya ini adalah bakteri gram

positif, berbentuk bulat (coccus) yang terdapat sebagai rantai

7
dan semuanya mempunyai nilai ekonomis penting dalam

industri susu.

2. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif

berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan atau berempat

(tetrads). Walaupun jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan

anggur, bakteri ini berperan penting dalam fermentasi daging

dan sayuran.

3. Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum. Bakteri

ini adalah gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara

berpasangan atau rantai pendek. Bakteri-bakteri ini berperanan

dalam perusakan larutan gula dengan produksi pertumbuhan

dekstran berlendir. Walaupun demikian, bakteri-bakteri ini

merupakan jenis yang penting dalam permulaan fermentasi

sayuran dan juga ditemukan dalam sari buah, anggur, dan bahan

pangan lainnya.

4. Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus

bulgaricus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbrueckii.

Organismeorganisme ini adalah bakteri berbentuk batang, gram

positif dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya.

Jenis ini umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada

jenis-jenis Pediococcus atau Streptococcus dan oleh karenanya

menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari

fermentasi tipe asam laktat. Bakteri-bakteri ini penting sekali

dalam fermentasi susu dan sayuran (Suprihatin, 2010).

8
2.2.2 Bakteri Asam Propionat

Jenis-jenis yang termasuk kelompok ini ditemukan dalam golongan

Propionibacterium, berbentuk batang dan merupakan gram positif.

Bakteri ini penting dalam fermentasi bahan pangan karena

kamampuannya memfermentasi karbohidrat dan juga asam laktat

dan menghasilkan asam-asam propionat, asetat, dan

karbondioksida. Jenis-jenis ini penting dalam fermentasi keju Swiss

(Suprihatin, 2010)

2.2.3 Bakteri Asam asetat

Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif dan ditemukan dalam

golongan Acetobacter sebagai contoh Acetobacter aceti.

Metabolismenya lebih bersifat aerobik (tidak seperti spesies

tersebut di atas), tetapi peranannya yang utama dalam fermentasi

bahan pangan adalah kemampuannya dalam mengoksidasi alkohol

dan karbohidrat lainnya menjadi asam asetat dan dipergunakan

dalam pabrik cuka (Suprihatin, 2010)

2.2.4 Khamir

Khamir sejak dulu berperan dalam fermentasi yang bersifat alkohol

dimana produk utama dari metabolismenya adalah etanol.

Saccharomyces cerevisiae adalah jenis yang utama yang berperan

dalam produksi minuman beralkohol seperti bir dan anggur dan juga

digunakan untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti

(Suprihatin, 2010).

9
2.2.5 Kapang

Kapang jenis-jenis tertentu digunakan dalam persiapan pembuatan

beberapa macam keju dan beberapa fermentasi bahan pangan Asia

seperti kecap dan tempe. Jenis-jenis yang termasuk golongan

Aspergillus, Rhizopus, dan Penicillium sangat penting dalam

kegiatan tersebut (Suprihatin, 2010)

2.3 Daging

Daging merupakan semua jaringan hewan dan seluruh produk hasil

pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang layak dimakan serta tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Soeparno,

2005). Menurut Lawrie (1995), daging terdiri atas 75 persen air, 19 persen

protein, 3,5 persen substansi non protein yang larut, dan 2,5 persen lemak.

Nilai pH otot setelah hewan mati akan menurun dari 7,4 (awal) menjadi 5,-5,7

pada jam ke-6 hingga jam ke-8, kemudian nilai pH tersebut akan menurun

mencapai pH akhir sekitar 5,3-5,7 pada jam ke-24 postmortem (Aberle et al.,

2001). Daging olahan mengandung lebih sedikit protein dan air, dan lebih

banyak lemak dan mineral. Kenaikan presentase mineral daging olahan

disebabkan karena adanya penambahan bumbu dan garam, sedangkan

kenaikan nilai kalori dapat disebabkan karena penambahan karbohidrat

(Soeparno, 2005)

Berdasarkan keadaan fisik, daging dapat dikelompokkan menjadi:

a) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan,

b) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging

dingin),

10
c) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibeku

(daging beku),

d) daging masak,

e) daging asap, dan

f) daging olahan.

Jenis asam Kadar % Jenis asam amino Kadar %

amino non esensial

esensia
T
Arginin 6,9 Alanin 6,4
a
Histidin
b 2,9 Asam aspartat 8,8

eIsoleusin 5,1 Sistin 1,4

lLisin 8,4 Asam glutamate 14,4

Metionin 8,4 Glisin 7,1


1Phenilalanin 2,3 Prolin 5,4

Threonin 4,0 Serin 3,8


K
Tripthopan 1,1 Tirosin 3,2
o
Valin 5,7
m

Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino

esensialnya yang lengkap dan seimbang. Asam amino esensial merupakan

pembangun protein tubuh yang berasal dari makanan dan tidak dapat dibentuk

di dalam tubuh. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar

250 kkal/100 g. Jumlah energi dalam daging ditentukan oleh kandungan lemak

intraselular di dalam serabut-serabut otot yang disebut

11
lemak marbling. Kadar lemak pada daging berkisar antara 5-40%, tergantung

pada jenis spesies, makanan, dan umur ternak. Daging juga merupakan sumber

mineral, kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks (niasin,

riboflavin dan tiamin), dan memiliki kadar vitamin C yang rendah.

Dalam daging segar, sebelum dimasak, bentuk kimia yang paling penting

adalah oksimioglobin. Walau itu terjadi di permukaan saja, pigmen ini sangat

penting karena menggambarkan warna merah cerah yang dikendaki oleh

pembeli (Lawrie, 1987).

2.3.1 Daging Sapi

Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua

produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk

dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang

memakannya (Soeparno, 1994). Daging sapi merupakan salah satu

bahan pangan asal ternak yang mengandung nutrisi berupa air, protein,

lemak, mineral, dan sedikit karbohidrat sehingga dengan kandungan

tersebut menjadikan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan

menjadikan mudah mengalami kerusakan (Nurwantoroet al., 2012)

2.3.2 Mikrobiologi Daging

Pada umumnya, daging dikategorikan sebagai bahan pangan yang

mudah rusak (perishable food) dan berpotensi mengandung bahaya

(potentialy harzardous food), mikroorganisme yang merusak daging

dapat berasal dari infeksi dari ternak hidup dan kontaminasi daging

postmortem. Kontaminasi mikroorganisme dapat berasal dari para

pekerja dan juga berasal dari tanah, Lawrie (1979) dalam Soeparno

12
(2015) mengungkapkan bahwa mikroorganisme yang berasal dari

pekerja antara lain adalah Salmonella, Shigella, Escherisia coli,

Bacillus proteus, Staphylococcus albus, Staphylococcus aureus,

Clostridium walchii, Bacillus cereus, dan Streptococcus dari feses.

Serta yang berasal dari tanah yaitu Clostridium botulinum (Soeparno,

2015).

2.3.3 Pertumbuhan Bakteri di Dalam Daging

Pencemaran bakteri pada daging sesaat setelah dipotong, darah masih

bersirkulasi ke seluruh anggota tubuh hewan sehingga penggunaan

pisau yang tidak bersih dapat menyebabkan mikroorganisme masuk

ke dalam darah (Gustiani, 2009).

Bakteri memiliki permukaan yang luas sesuai dengan perbandingan

volume tubuhnya, oleh karena itu bakteri akan cepat memperoleh

makanan dari lingkungannya, baik secara difusi maupun melalui

mekanisme transpor aktif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan bakteri yaitu, ketersediaan makanan, pH, konsentrasi

ionik, serta oksigen khususnya untuk bakteri aerob obligat (Sudjadi

dan Laila, 2006).

Daging merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk

pertumbuhan mikroba karena :

1. memiliki kadar air yang tinggi (68,75%),

2. kaya akan zat yang mengandung nitrogen,

3. kaya akan mineral untuk pertumbuhan mikroba,

4. mengandung mikroba yang menguntungkan bagi mikroba lain

(Betty dan Yendri, 2007 dalam Gustiani, 2009).

13
Pertumbuhan bakteri terdiri dari 4 fase yaitu:

1. fase lag adalah fase dimana bakteri beradaptasi dengan lingkungannya

dan mulai bertambah sedikit demi sedikit;

2. fase logaritmik adalah fase dimana pembiakan bakteri berlangsung

paling cepat;

3. fase stationer adalah fase dimana jumlah bakteri yang berkembang biak

sama dengan jumlah bakteri yang mengalami kematian;

4. fase autolisis (kematian) adalah fase dimana jumlah bakteri yang mati

semakin banyak, melebihi jumlah bakteri yang berkembang biak

(Pratiwi dkk., 2004 dalam Destriayana dkk., 2013). Pada fase adaptasi,

mikroorganisme belum melakukan kegiatan enzimatis pada media,

sehingga kondisi daging belum banyak mengalami perubahan

(Prihharsanti, 2009).

14
BAB III
PEMBAHASAN

Fermentasi proses yang terjadi karena adanya perubahan kimia dalam bahan pangan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Adapun enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh
mikroorganisme atau yang telah ada dalam bahan pangan. Pada bahan pangan yang
difermentasi dapat memberikan flavor oleh bakteri tertentu. Fermentasi dilakukan dengan cara
spontan dan tidak spontan, Mikroorganisme tumbuh dan juga berkembang merubah bahan
yang difermentasi menjadi proses yang diinginkan.
Beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti suhu, pH, substrat, juga kandungan nutrisi
(Hidayat dan Suhartini 2013). Daging olahan, mengandung sedikit protein dan air juga
mengandung lebih banyak lemak dan mineral. Penambahan bumbu dan garam mempengaruhi
kenaikan mineral. Sedangkan penambahan karbohidrat mempengaruhi naiknya nilai kalori
(Soeparno,2005).
Produk daging fermentasi salah satunya yang sering dijumpai seperti sosis fermentasi. Dibuat
dari campuran daging mentah, lemak dan juga bahan yang lain lalu Setelahnya dibiarkan agar
terjadinya proses fermentasi dan proses pematangan. Bahan dasar yang digunakan dalam
pembuatan daging atau sosis fermentasi merupakan daging juga lemak dari berbagai spesies.
sosis fermentasi merupakan produk fermentasi olahan daging dengan menggunakan kultur
bakteri asam laktat yang mengubah karbohidrat menjadi asam laktat. secara alami terdapat
spesies bakteri asam laktat yang tumbuh pada daging sapi murni salah satu antaranya adalah
L. Plantarum. Kultur sosis fermentasi yang diisolasi dari daging sapi murni diharapkan dapat
tumbuh dengan baik dan menghasilkan sosis fermentasi dengan kualitas yang lebih baik
dibandingkan penggunaan kultur komersial yang bukan diisolasi dari daging sapi.
Kultur kering komersial untuk sosis fermentasi mempunyai jumlah bakteri asam laktat
minimal 106 CFU/g. Proses pengeringan kultur bertujuan untuk meningkatkan daya simpan
dan kestabilan kultur. Kultur starter kering L. plantarum 1B1 dibuat dengan menggunakan
media pertumbuhan rekonstitusi susu skim bubuk 20% dengan tambahan bahan kriogenik
sukrosa 10%, lalu campuran disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Larutan
kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruang (25-27oC) dan diinokulasi dengan 2%
kultur kerja L. plantarum. Kultur diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam dan dihitung
populasinya. Bila jumlah populasi kurang dari 108 CFU/ml maka pembuatan kultur kering

15
tidak dilanjutkan. Bila jumlah populasi lebih besar dari 108 CFU/ml, maka ke dalam kultur
kemudian ditambah 20% susu skim bubuk sebagai bahan pengisi. Kultur selanjutnya
dikeringbekukan dengan freeze dryer pada uhu -90C selama 48 jam. Sebagian kultur hasil
proses freeze drying selanjutnya dihitung populasinya langsung, tanpa disimpan terlebih
dahulu untuk digunakan sebagai kultur kering pada pembuatan salami kontrol. Kultur kering
disimpan selama 15, 30 dan 45 hari untuk dilihat pengaruhnya terhadap kualitas mikrobiologi
salami daging sapi dan domba. setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan sosis fermentasi.
Proses Pembuatan sosis fermentasi diawali dengan proses standarisasi daging sebanyak 80%
dengan mengelompokkan daging utuh dan dengan daging yang masih megandung lemak dan
20% lemak distandarisasi dengan memisahkan lemak utuh dan lemak yang masih
mengandung daging. daging yang sudah distandarisasi dipisah menjadi 2 bagian yakni
seperempat daging digiling dan tiga perempat bagian lainnya diiris- iris lalu kemudian
dibekukan. daging giling dalam cutter lalu dimasukkan secara berurutan NPS (nitrit poekeln
salt) 2%, gula 2%, starter kultur sebanyak 2% w/w (sesuai dengan perlakuan lama
penyimpanannya) dan bumbu-bumbu (bawang putih 2%, pala 2%, garam dapur 2% dan jahe
2%). Adonan yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam selongsong atau casing sosis
berdiamater 4,5 cm. Proses conditioning dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian
dilanjutkan dengan proses fermentasi pada suhu kamar selama 6 hari yang diselingi dengan
proses pengasapan selama 2 jam setiap harinya pada suhu kamar.
Berdasarkan hasil uji menggunakan program komputer menunjukkan bahwa isolat
1B1 adalah spesies bakteri asam laktat L. Plantarum dengan akurasi 99%. Selama
penyimpanan 15 hari, kultur kering L. Plantarum tidak mengalami penurunan signifikan.
Rataan viabilitas kultur kering tersebut selama 15 hari penyimpanan, yaitu 5,3x1012 CFU/g.
Jumlah rataan selama 30 hari penyimpanan yaitu 4,5x108 CFU/g. Viabilitas mengalami
pengurangan yang menunjukkan terjadinya kerusakan sel bakteri selama penyimpanan .
Berpengaruh terhadap daya hidupnya setelah penyimpanan. Jumlah rataan 45 hari
penyimpanan yaitu 3,0x108CFU/g . Menunjukkan tidak adanya penurunan dari hari ke-30
sampai ke 45 hari penyimpanan. Viabilitas kultur kering L. Plantarum dapat pula di lihat
berdasarkan tabel 1.
Tabel 1. Viabilitas kultur kering L. Plantarum selama penyimpanan (CFU/g)

16
Peubah Lama penyimpanan
kultur (hari)

0 15 30 45
Validasi 7,1 x 1012 5,3 x 1012 ± 4,5 x 108 ± 3,0 x 108 ±
± 2,4 x 1012 (a) 5,3 x 107 1,7 x 108 (b)
4,1 x 1012 (b)
(a)

Secara keseluruhan, kualitas mikrobiologis sosis fermentasi mengalami perubahan


sesuai perlakuan penyimpanan kultur kering L. Plantarum selama 45 hari penyimpanan. Hasil
yang didapatkan pada analisis mikrobiologi sosis fermentasi dengan kultur starter kering
seperti pada tabel.
Jumlah bakteri asam laktat sosis fermentasi daging sapi mengalami kenaikan dari sosis
dengan kultur tanpa penyimpanan ke sosis yang kutur penyimpanan selama 15 hari.
Selanjutnya, total bakteri asam laktat adanya penurunan pada penyimpanan 30 hari . Dan tidak
memiliki jumlah yang berbeda pada penyimpanan selama 45 hari. Pada sosis fermentasi
daging domba, jumlah bakteri asam laktat tidaklah mengalami peningkatan selama 15 hari
penyimpanan. Penurunan terjadi pada sosis dengan masa simpan 30 hari dan tidaklah berubah
pada masa simpan selama 45hari. Rataan total bakteri asam laktat dalam sosis fermentasi
daging sapi dan domba yaitu 1,93x1012CFU/g dan 5,73x1010CFU/g.
Kecenderungan asam laktat terjadi pada sosis fermentasi daging sapi kemungkinan
disebabkan oleh kultur yang digunakan lebih mudah beradabtasi pada jenis daging tersebut.
Pada total S. aureus pada sosis fermentasi daging sapi adanya penurunan hingga penyimpanan
kultur selama 30 hari dan adanya kenaikan kembali selama 45 hari. Sedangkan total S. aureus
pada sosis fermentasi daging domba terjadi kenaikan mulai penyimpanan selama 30 hari
hingga penyimpanan 45 hari. Total S. aureus dalam sosis fermentasi dipengaruhi oleh kultur
perlakuan, penyimpanan kultur ataupun jenis daging yang digunakan. Adapun perbedaan total
S. aureus pada sosis fermentasi dipengaruhi oleh aktivitas kultur starter yang mengalami
penyimpanan. Faktor lain yang mempengaruhi seperti proses fermentasi, pengasapan juga
pengeringan sosis.

17
Hasil sejalan dengan hasil penelitian Arkoudelos et al. (1998) yang
menunjukkan adanya pengurangan maupun penghambatan bakteri patogen S. aureus pada
produk fermentasi daging oleh starter kultur L. plantarum. Penghambatan disebabkan
adanya senyawa antimikroba yang diproduksi oleh bakteri asam laktat tertentu. L.
plantarum menghasilkan senyawa antimikroba laktolin yang ternyata dapat menghambat
pertumbuhan S. aureus.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, suhu fermentasi yang digunakan yaitu suhu
ruang (26-27oC).Sedangkan lama penyimpanan kultur tidaklah berpengaruh terhadap
jumlah koliform sampai 45 hari penyimpanan,terjadi karena bakteri asam laktat
mengandung antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Bakteri
asam laktat spesies L. plantarum dapat menghasilkan senyawa antimikroba hidrogen
peroksida yang berfungsi dalam menurunkan permiabilitas molekul struktur dari E. coli .
Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa di dalam sosis fermentasi, baik daging sapi
maupun daging domba, tidak mengandung Salmonella. Aktivitas bakteri asam laktat di
dalam sosis yang masih baik dapat menghasilkan senyawa organik, bakteriosin dan
antimikroba yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri patogen, misalnya H2O2 yang
dihasilkan L. plantarum dapat menghambat pertumbuhan Salmonella (Nowroozi et al.,
2004). Kandungan aw pada sosis fermentasi baik daging sapi maupun domba yang berkisar
pada 0,88, menyebabkan terhambatnya pertumbuhan Salmonella.

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Fermentasi proses yang terjadi karena adanya perubahan kimia dalam bahan pangan yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Adapun enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh
mikroorganisme atau yang telah ada dalam bahan pangan. Pada bahan pangan yang
difermentasi dapat memberikan flavor oleh bakteri tertentu. Fermentasi dilakukan dengan
cara spontan dan tidak spontan, Mikroorganisme tumbuh dan juga berkembang merubah
bahan yang difermentasi menjadi proses yang diinginkan.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa di dalam sosis fermentasi, baik daging sapi
maupun daging domba, tidak mengandung Salmonella. Aktivitas bakteri asam laktat di
dalam sosis yang masih baik dapat menghasilkan senyawa organik, bakteriosin dan
antimikroba yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri patogen, misalnya H2O2 yang
dihasilkan L. plantarum dapat menghambat pertumbuhan Salmonella (Nowroozi et al.,
2004). Kandungan aw pada sosis fermentasi baik daging sapi maupun domba yang berkisar
pada 0,88, menyebabkan terhambatnya pertumbuhan Salmonella.

19
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, D.E., J.C. Forrest, DE Gerrard and E.W. Mills. 2001. Principles of Meat Science.

Fourth Edition. W. H. Freeman and Company. San Fransisco, United States of America

Buckle, K.A. et al. 2009. Ilmu Pangan. Jakarta: UI-Press

Hidayat, Nur, Masdiana dan Sri Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Soeparno. (2005). Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Nowroozi, J., M. Mirzaii & M. Norouzi. 2004. Study of Lactobacillus as probiotic bacteria.

Iranian J. Publ. Health 33:1-7

Soeparno.(2005). Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4 . Gadjah Mada University Press

. Yogyakarta.

Arief,dkk .(2008). Kualitas Mikrobiologi Sosis Fermentasi Daging Sapi dan Domba yang

Menggunakan Kultur Kering Lactobacillus plantarum 1B1 dengan Umur yang Berbeda.

Media Peternakan. Vol.31 (1). Hal.36-42

Hidayat, nur, Masdiana dan Sri Suhartini.2006. mikrobiologi Industri .Yogyakarta: penerbit

Andi.

20

Anda mungkin juga menyukai