Oleh:
Kelompok 6
Kelas E
Rosmilah 200110180006
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan kuasa-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Topik yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah mengenai pengaruh komposisi genetik hasil
Dalam kesempatan ini, tak kami lupakan ucapan terima kasih dari kami
kepada dosen mata kuliah genetika atas bimbingannya, kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna,
masih banyak kesalahan serta kekurangan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena
itu, kami selaku penyusun menerima kritik dan saran terhadap tulisan yang kami
buat ini.
Tim Penyusun
ii
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1. Latar Belakang..........................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3. Maksud dan Tujuan...................................................................................4
BAB III....................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6
III..............................................................................................................................8
PEMBAHASAN......................................................................................................8
3.1. Konversi Ransum........................................................................................8
3.2. Materi dan Metode......................................................................................8
3.3. Umur Dewasa Kelamin...............................................................................9
3.4. Lama Masa Produksi...................................................................................9
3.5. Konsumsi Ransum.......................................................................................9
3.6. Berat per Butir Telur.................................................................................10
3.7. Jumlah Telur..............................................................................................10
3.8. Berat Total Telur.......................................................................................10
IV...........................................................................................................................12
KESIMPULAN......................................................................................................12
4.1. Kesimpulan................................................................................................12
Daftar Pustaka........................................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
iv
2) Mengetahui lama masa produksi pada puyuh hasil persilangan.
3) Mengetahui konsumsi ransum pada puyuh hasil persilangan.
4) Mengetahui berat perbutir telur yang dihasilkan oleh puyuh hasil
persilangan.
5) Mengetahui jumlah telur yang dihasilkan oleh puyuh hasil persilangan.
6) Mengetahui berat total telur yang dihasilkan oleh puyuh hasil
persilangan.
7) Mengetahui konversi ransum pada puyuh hasil persilangan.
8) Mengetahui metode yang digunakan.
v
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Pada umumnya pembibitan yang dilakukan oleh peternak puyuh ini tidak
dlandasi oleh teori dan penangananer yang tepat sehingga bibit yang dihasilkan
tidak terjamin kualitasnya. Hal ini terbukti dengan munculnya cacat kaki pengkor,
fertilitas dan daya tetas yang rendah. Menurut Pramono (2004) menyatakan
bahwa kejadian cacat kaki pengkorpada peternakan puyuh rakyat dikota Bengkulu
mencapai 20 % dengan rataan fertilitas dan daya tetes relative rendah, masing –
masing 61 % dan 67,2 %. Adapun jeleknya hasil penetasan ini disinyalir telah
terjadi perkawinan antara puyuh sekerabat (inbreeding) , di karenakan peternak
puyuh pada umumnya tidak pernah mendatangkan puyuh dari luar.
vi
Bengkulu (BB), Puyuh asal padang (PP), dan Puyuh asal Yogyakarta (YY). Maka
demikian juga produksi telur hasil persilangan puyuh dari dua daerah asal nyata
lebih tinggi (P< 0,05) dari produksi telur puyuh asal asal daerah Bengkulu (BB),
Padang (PP) dan Yogyakarta (YY) (Kaharuddin dan Kususiyah, 2006). Mereka
juga mengatakan bahwa fertilitas (86,33 %) dan daya tetes telur (81,36 %) puyuh
persilangan lebih baik dari puyuh asli masing –masing daerah dengan rataan
fertilitas (97,87 %) dan daya tetes (75,71 %) (Kaharuddin dan Kususiyah, 2006)
vii
III
PEMBAHASAN
viii
3.3. Umur Dewasa Kelamin
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa komposisi genetik tidak
berpengaruh nyata terhadap umur dewasa kelamin. Hal ini menunjukkan
bahwa umur dewasa kelamin tidak dipengaruhi komposisi genetik. Secara
umum dewasa kelamin berkisar antara 42,29-43,43 hari adalah tidak jauh
berbeda dnegan pernyataan Listiyowati dan Roospitasari (2001) bahwa
dewasa kelamin puyuh adalah umur 6 minggu. Berbagai informasi
menunjukkan bahwa, pada umumnya bila puyuh telah mulai bertelur,
persentase produksi akan meningkat terus sampai mencapai pundcak
produksi, setelah mencapai puncak produksi, presentase produksi akan turun
secra perlahan hingga memasuki masa afkir.
ix
tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan puyuh G3. Selanjutnya konsumsi
ransum puuyuh G4 dan G5 merupakan yang terendah karena lama masa
produksinya yang paling singkat. Secara umum bila dilihat konsumsi
ransum persilangan (G1 23,40 gram/ ekor hari, G2 23,1 gram/ ekor hari, dan
G3 23,30 gram/ ekor hari) relatif lebih rendah dibandingkan puyuh murni (G 4
23,52 gram/ekor hari, G5 23,96 gram/ekor hari, dan G6 23,42 gram/ ekor
hari).
x
g) dan G2 (4447 g) adalah yang paling tinggi. Hal ini disebabkan oleh
ukuran telur yang dihasilkan paling besar. Selanjutnya berat total telur
puyuh murni Bengkulu dan telur puyuh murni Padang adalah yang paling
rendah, dan telur puyuh murni Yogyakarta paling tinggi karena jumlah telur
yang dihasilkan lebih banyak sebagai akibat lebih lamanya masa produksi.
xi
IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Puyuh hasil persilangan memasuki dewasa kelamin pada saat umur 42,29 -
43,43 hari atau kurang lebih selama 6 minggu. Puyuh ini memiliki masa produksi
lebih lama dari puyuh murni yang mengindikasikan adanya perbaikan mutu
genetik. Setelah memasuki dewasa kelamin, puyuh persilangan mulai dihitung
konsumsi ransumnya hingga afkir yang menunjukan konsumsi puyuh hasil
persilangan lebih rendah dibandingkan dengan puyuh murni. Konversi ransum
pun menunjukkan bahwa puyuh hasil persilangan memilki konversi ransum
relative lebih efisien.
Produksi telur yang dihasilkan oleh puyuh hasil persilangan lebih tinggi
dibandingkan puyuh murni. Berat telur puyuh hasil persilangan lebih berat dari
puyuh murni yaitu sebesar 11,49 g/butir. Junlah telur yang dihasilkan puyuh hasil
persilangan pun lebih tinggi dibandingkan puyuh murni dikarenakan puyuh
persilangan memiliki masa produksi lebih lama sehingga berat total telur puyuh
hasil persilangan lebih tinggi dibandingkan puyuh murni
xii
butir, jumlah telur, total berat telur, konsumsi ransum, dan konversi ransum. Data
yang diperoleh dianalisis keragamannya. Bila perlakuan berpengaruh nyata,
dilakukan uji Duncans Multiple Range Test pada taraf 0,05
Daftar Pustaka
xiii