Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

“Pembibitan dan Penetasan Ayam”

Disusun oleh:
Kelompok 2
Kelas A

Ikhwan Maulana 200110170006


Nofira Permata Maulani 200110170074
Elvarina Fadhillah 200110170120
Ririn Siti Rahmatillah 200110170148
January Dhea Lestari Putri 200110170181
Syifa Rahma Luthfiani 200110170207
Firdania Alda Elsadiana 200110170261

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini pada waktu yang

tepat.

Makalah ini berisikan tentang berbagai pembahasan mengenai mata kuliah Manajemen

Ternak Unggas dengan judul “Pembibitan dan Penetasan Ayam”. Manfaat dari penyususnan

makalah ini adalah menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai ilmu dan manfaat dari

berbagai pembahasan tersebut. Harapan kami kedepannya semoga makalah ini dapat dijadikan

referensi dan dapat diperbaiki bentuk maupun isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan

saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan

makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta

dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai

segala usaha kita.

Rancaekek, 22 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. 3
I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................................... 4
1.2 Identifikasi Masalah.................................................................................................................. 5
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................ 5
II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 6
2.1 Pembibitan Ayam Ras .............................................................................................................. 6
2.2 Penetasan Ayam Ras ................................................................................................................. 7
III PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 9
3.1 Penetasan telur .......................................................................................................................... 9
3.2 Faktor yang mempengaruhi Penetasan. ................................................................................ 16
3.3 Ciri-ciri bibit ayam yang baik ................................................................................................ 18
IV PENUTUP .......................................................................................................................................... 21
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 22
I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Unggas merupakan hewan yang sengaja dibudidayakan untuk diambil daging dan

telurnya yang mempunyai ciri fisik hampir seluruh tubuhnya ditumbuhi oleh bulu. Salah

satu ternak yang paling digemari untuk diternakkan diantaranya adalah ayam. Ayam

merupakan genus Gallus yang berkembangbiak dengan cara bertelur. Telur merupakan

cikal bakal dari calon anak ayam yang didalam telur tersebut mengandung banyak
kandungan zat gizi yang diperlukan oleh pertumbuhan embrio selama didalam telur. Telur

yang akan ditetaskan harus berasal dari telur yang fertil atau dibuahi oleh pejantan. Selain

itu, masih banyak faktor yang mempengaruhi telur yang akan ditetaskan. Sedangkan telur
yang tidak dibuahi oleh pejantan disebut dengan telur konsumsi artinya telur tersebut tidak

dapat menetas meskipun ditetaskan.

Maka diperlukan cara penetasan telur yang tepat untuk dapat mengerami jumlah

telur yang banyak dalam waktu yang bersamaan. Pengeraman telur ini dapat terjadi pada

unggas jika sifat mengeraminya telah muncul, hal ini dapat berakibat menurunkan hasil

produksi ternak unggas. Maka dibutuhkan alat yang dapat meningkatkan produksi seperti

mesin tetas. Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip kerja seperti
pada induk ayam pada saat mengerami telur.mesin tetas diusahakan memenuhi berbagai

syarat yang sesuai untuk perkembangan struktural dan fisiologi dari embrio anak ayam,

dalam pembuatan alat tetas perlu dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan

parameter biologi yang meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara.pada

alat penetasan semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan kondisi

yang diinginkan dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan.

Menetaskan telur ayam berarti mengeramkan telur agar menetas dengan tanda

kerabang telur terbuka atau pecah sehingga anak ayam dapat keluar dan dapat hidup.
Penetasan telur dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan telur pada induk dan

mempergunakan mesin penetas atau incubator. Oleh karena itu, penetasan telur bertujuan

untuk mendorong industri perunggasan dalan penyediaan bibit unggul dalam jumlah besar.

1.2 Identifikasi Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan penetasan dan pembibitan?

2) Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi penetasan telur dan bagaimana mekanisme

penetasannya?

3) Bagaimana ciri-ciri bibit ayam yang baik?

1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penetasan dan pembibitan.

2) Untuk mengetahui apa saja factor-faktor yang mempengaruhi penetasan telur dan

bagaimana mekanisme penetasannya.

3) Untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri bibit ayam yang baik.


II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembibitan Ayam Ras


Ayam pembibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya. Ayam

“Final Stock” diperoleh melalui beberapa tahapan pemurnian dan penyilangan. Hasil

penyilangan ini diperoleh pembibitan yang menghasilkan “Pure Line” (PL) atau ayam galur

murni, pembibitan yang menghasilkan “Great Grand Parent Stock”(GGPS) atau ayam bibit buyut,
pembibitan yang menghasilkan “Grand Parent Stock” (GPS) atau ayam bibit nenek dan

pembibitan untuk menghasilkan “Parent Stock” (PS) dan yang terakhir “Final Stock” (Sudarmono,

2003). “Parent Stock” merupakan bibit dengan spesifikasi tertentu untuk menghasilkan bibit
sebar atau bibit niaga (“Final Stock”) yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Syukur, 2006).

“Parent Stock” adalah ayam induk penghasil ayam komersil yang merupakan hasil persilangan

pada “Grand Parent Stock” (Sudaryani dan Santoso, 2011).

Klasifikasi atau pengelompokan ayam dapat dibedakan menjadi klasifikasi standart dan

klasifikasi ekonomi. Klasifikasi standart meliputi ayam, bangsa, strain/galur dan varietas.

Sedangkan klasifikasi ekonomi meliputi tipe petelur (egg type), tipe pedaging (meat type),

dwiguna (dual propose) dan fancy/ornamental (Achmanu dan Muharlien, 2011).


Tipe ayam pembibit ada dua macam yaitu tipe ayam bibit petelur dan tipe ayam bibit

pedaging. Ciri ayam bibit petelur adalah berbadan ramping, kecil, mata bersinar dan berjengger

tunggal merah darah. Ayam bibit pedaging mempunyai bobot badan yang besar, jengger dan pial

merah darah serta mata bersinar (Rasyaf, 2008). Jika pemeliharaan “Parent Stock” kurang baik

berdampak buruk pada keturunan yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu adanya manajemen

pemeliharaan yang baik (Risyana, 2008).

Strain ayam pembibit pedaging yang biasa digunakan adalah Starbro, Arbor Accres, Avian,

Cobb 500, Cobb 100, Isa Vedette, Kimber, Lohman Broiler, Ross dan Jumbo (ASOHI, 2001).
Bibit ayam strain yang dihasilkan berupa “Final Stock” memiliki keunggulan diantaranya

produktivitas dan bobot telur tinggi, konversi makanan rendah, kekebalan dan daya hidup tinggi

dan pertumbuhan baik serta masa bertelur panjang (long lay) (Sudarmono, 2003).

2.2 Penetasan Ayam Ras


Penetasan merupakan suatu proses perkembangan embrio di dalam telur hingga menetas,

yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan terbagi dua yaitu penetasan

alami (menggunakan induk) dan penetasan buatan (menggunakan alat tetas telur). Penetasan

buatan lebih praktis dan efisien dibandingkan penetasan alami, penggunaan alat tetas telur

memiliki kelebihan yaitu dengan kapasitas yang lebih banyak sehingga membantu peternak dalam

menjaga kontiniuitas usahanya. Prinsip kerja alat tetas yaitu mengkondisikan panas yang
ditimbulkan oleh hasil eraman induk ayam dengan alat pemanas buatan (Sujionohadi dan

Setiawan, 2007). Pentingnya penanganan telur tetas dapat mempengaruhi keberhasilan suatu

proses penetasan. Kesalahan dalam penanganan telur tetas akan menyebabkan kegagalan dalam

proses penetasan (Kholis dan Sarwono, 2013).

Proses penetasan dimulai ketika telur tetas dimasukkan ke mesin tetas sampai dengan telur

menetas menghasilkan day old chick dan dikeluarkan dari mesin tetas. Mesin tetas berperan

mengganti induk unggas dalam penetasan telur. Proses penetasan pada telur, penting menciptakan

kondisi yang ideal seperti penetasan alami, sehingga pada mesin tetas temperatur, kelembaban,

dan sirkulasi udara dalam ruang mesin tetas harus diperhatikan ( Suprijatna dkk., 2005).

Telur tetas merupakan telur fertil atau telur yang telah dibuahi baik secara alami maupun

buatan, dihasilkan dari peternakan ayam pembibit bukan peternakan komersial (Suprijatna dkk.,

2005). Telur yang ditetaskan haruslah melalui proses seleksi, tidak semua telur tetas dapat

digunakan dalam penetasan. Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam memilih telur tetas

adalah kualitas telur, jika kualitas telur yang akan ditetaskan buruk maka presentase jumlah telur

yang menetas rendah. Bobot telur tetas haruslah seragam sehingga besarnya juga seragam, yaitu

tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Telur yang terlalu besar menyebabkan kantung udara

terlalu kecil untuk perkembangan embrio sehingga telur akan terlambat untuk menetas (Kholis dan
Sarwono, 2013). Bobot telur setiap spesies unggas memiliki perbedaan. Faktor yang

mempengaruhi bobot telur yaitu lingkungan, genetik, komposisi telur, periode bertelur, umur

unggas dan bobot badan induk (Gunawan, 2001). Persiapan Penetasan yaitu meliputi seleksi telur

tetas, fumigasi telur tetas dan mesin tetas.


III

PEMBAHASAN

3.1 Penetasan telur


Penetasan telur adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin penetas

telur yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas

lainnya selama masa mengeram. Perbanyakan populasi unggas biasanya ditempuh dengan cara

menetaskan telur yang sudah dibuahi. Menurut Paimin (2000) penetasan telur ada dua cara, yaitu

melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas). Kapasitas
produksi unggas sekali pengeraman hanya sekitar 10 – 15 butir telur. Akan tetapi, untuk mesin

tetas sangat bervariasi tergantung kapasitas mesinnya (minimal 100 butir telur).

1. Menetaskan telur dengan induk ayam


Pengeraman telur secara alami (dengan induk ayam) untuk memeperbanyak populasi telah

dilakukansejak adanya pemeliharaan ayam. Saat itu belum ada alat pengganti induk ayam.

Semua proses penetasan ditumpukan sepenuhnya pada induk ayam itu sendiri. Yang perlu

disiapkan untuk proses ini adalah tempat penetasan telur yang kelak akan menghasilkan

individu baru. Tempat penetasan ini biasa disebut sarang atau sangkar. Alasnya terbuat dari

rumput atau jerami yang bersih dan lembut. Biasanya induk akan membuat sendiri sarangnya

dengan menggunakan naluri kehewanan nya dan dapat menentukan baik tidaknya sarang yang
telah dibuatnya. Bila hal ini diabaikan, kegagalan penetasan menjadi lebih besar. Saat ini

campur tangan manusia dalam pembuatan sangkar telah dilakukan, terutama pada induk ayam

yang baru belajar mengerami telurnya (Paimin, 2000). Penetasan telur secara alami mudah

dilakukan karena pengeraman telur sepenuhnya diserahkan pada induknya sehingga tidak

memerlukan pengetahuan khusus, tidak memerlukan peralatan khusus serta tidak ada

ketergantungan terhadap tersedianya sumber panas. Akan tetapi, kejelekan dari penetasan

alami diantaranya adalah kapasitasnya kecil, selama mengerami telurnya tidak berproduksi
telur serta memudahkan penularan penyakit dari induk kepada yang baru menetas (Sukardi,

1999).

2. Menetaskan telur dengan alat tetas buatan

Berbeda dengan cara pertama, maka pada cara kedua ini 100% aktivitas penetasan itu

membutuhkan campur tangan manusia dan sang induk tidak tahu menahu masalah penetasan.

Induk unggas itu hanya bertelur dan tidak punya tugas untuk menetaskan telur tetas melalui

aktivitas pengeraman. Selama mengeram hingga anaknya disapih, ayam atau unggas itu tidak

akan bertelur (Rasyaf, 1990). Penetasan buatan dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut mesin tetas atau inkubator. Pada prinsipnya penetasan buatan sama dengan penetasan

alami, yaitu menyediakan kondisi lingkungan (temperatur, kelembaban dan sirkulasi udara)

yang sesuai agar embrio dalam telur berkembang dengan optimal, sehingga telur dapat
menetas (Sukardi, 1999). Penetasan dengan alat tetas buatan terbagi atas dua car, yaitu dengan

matahari dan sekam serta mesin tetas. Alat – alat ini sederhana, bahkan dapat kita buat sendiri.

Dari kedua jenis ini pun terdapat bermacam – macam jenis alat tetas yang prinsip kerjanya

sama, karena umumnya menggunakan tenaga panas, baik panas matahari maupun panas listrik

ataulampu teplok (Paimin, 2000).

Syarat – Syarat Penetasan Telur


Agar mencapai hasil yang diinginkan, maka telur yang ditetaskan harus memenuhi syarat –

syarat sebagai berikut :

1. Suhu dan perkembangan embrio

Embrio akan berkembang cepat selama suhu telur tetap di atas 900F (32, 220C) dan akan

berhenti berkembang jika suhu dibawah 800F (26,660C), sesudah telur diletakan dalam alat

penetasan atau mesin tetas, pembelahan sel segera berlangsung dan embrio akan terus

berkembang sempurna dan menetas. Perlu diperhatikan bahwa suhu ruang penetasan harus

sedikit diatas suhu telur yang dibutuhkan. Sehingga suhu yang diperlakukan untuk penetasan

telur ayam menurut kondisi buatan dapat sedikit berbeda dengan suhu optimum telur untuk

mendapatkan hasil yang terbaik. Mulai hari pertama hingga hari kedelapan belas diperlukan
suhu ruang penetasan antara 99 – 100 derajat Farenheit (35 – 41,11 derajat Celcius),

sedangkan pada hari kesembilan belas hingga menetas, sebaiknya suhu diturunkan sekitar 2

– 3 derajat Farenheit (0,55 – 1,11 derajat Celcius). Adapun suhu yang umum untuk penetasan

telur ayam adalah sekitar 101 – 105 derajat Farenheit (38,33 – 40,55 derajat Celcius) atau

rata – rata sekitar 100,4 derajat Farenheit. Cara ini bertujuan untuk mendapatkan suhu telur

tetas yang diinginkan.

2. Kelembapan dalam induk buatan

Selama penetasan berlangsung diperlukan kelembapan yang sesuai dengan perkembangan


dan pertumbuhan embrio. Kelembaban nisbi yang umum untuk penetasan telur ayam sekitar

60 – 70 %. Kelembaban juga mempengaruhi proses metabolisme kalsium (Ca) pada embrio.

Saat kelembaban nisbi terlalutinggi, perpindahan Ca dari kerabang ketulang – tulang


dalamperkembangan embrio lebih banyak. Pertumbuhan embrio dapat diperlambat oleh

keadaan kelembaban udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Sedangkan pertumbuhan

embrio optimum akan diperoleh pada kelembaban nisbi mendekati 60%. Mulai hari pertama

hiungga hari kedelapan belas kelembaban nisbi yang diperlukan sebesar 60%, sedangkan

untuk hari – hari berikutnya diperlukan 70%. Biasanya, kelembaban dapat diatur dengan

memberikan air kedalam mesin tetas dengan cara meletakannya dalam wadah ceper.

3. Ventilasi
Perkembangan normal embrio membutuhkan oksigen (O2) dan mengeluarkan

karbondioksida (CO2) melalui pori – pori kerabang telur. Untuk itulah didalam mesin tetas

harus cukup tersedia oksigen.

Jika kerabang tertutup oleh kotoran, pertukaran gas oksigen dan karbondioksida akan

mengalami gangguan. Dala keadaan yang demikian kadar karbondioksida akan meningkat sekitar

0,5%, sedangkan kadar oksigen menurun sekitar 0,5%. Peningkatan kadar karbondioksida yang

terlalu tinggi dapat menyebabkan berkurangnya daya teteas telur. Jika kadar karbondioksida

meningkat 1%, maka kematian embrio dapat meningkat. Sedangkan jika peningkatan sebesar 5%,
embrio akan mati sebelum menetas. Penigkatan kadar karbondioksida yang masih diperbolehkan
adalah sebesar 0,5 – 0,8%, dengan kadar optimum 0.5%. Menurut Djanah Djamalin (1981),

perimbangan udara dalam mesin tetas selama periode penetasan adalah 0,5% gas CO2 dan 21%

O2 (Paimin,2000). Jangka waktu lamanya penetasan yang diperlukan pada masing – masing

spesies unggas berbeda satu sama lain. Ada kecenderungan, semakin besar ukuran tubuh dari

masing – masing spesies semakin besar pula ukuran telurnya dan semakin lama jangka waktu yang

diperlukan untuk menetaskan telurnya. Jangka waktu yang diperlukan untuk penetasan telur pada

masing – masing spesies dapat dilihat pada tabel berikut :

Spesies Periode penetasan (hari)

Ostrich 42

Angsa 35

Itik manila 35

Kalkun 35

Itik 28

Puyuh bobwhite 24

Ayam 21

Puyuh Jepang 17

Burung Merpati 17

(Sukardi, 1999)
Tata laksana Penetasan
Telur Keberhasilan penetasan telur sangat tergantung pada manajemen penetasan. Hal – hal

yang perlu diperhatikan pada tatalaksana penetasan adalah :

1. Sesuai dengan kegunaannya, telur dibedakan menjadi dua macam, yaitu telur konsumsi dan

telur tetas. Telur konsumsi umumnya berasal dari unggas yang tidak dikawinkan, sehingga

didalamnya tidak terkandung embrio (infertil). Jika telur tersebut dierami, maka telur tersebut

tidak dapat menetas, telur tetas adalah telur yang berasal dari induk yang dikawinkan,

sehingga Pemilihan telur didalamnya terdapat embrio yang dapat berkembang bila kondisi

lingkungannya sesuai. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam memilih teluryang akan
ditetaskan adalah :

a. Asal telur ; telur yang akan ditetaskan harus berasal dari induk yang dikawinkan.

b. Besar telur ; telur yang terlalu kecil ataupun terlalu besar mempunyai daya tetas yang

rendah. Disamping itu ukuran (bobot) telur mempunyai korelasi positif dengan bobot

tetas, sehingga telur yang kecil akan menghasilkan bobot tetas yang kecil, demikian pula

sebaliknya.

c. Bentuk telur ; telur mempunyai bentuk oval (bulat telur) dengan dua ujung yaitu ujung

tumpul dan ujung lancip. Telur yang normal memiliki indeks telur sekitar 74%. d.

Kerabang telur ; kerabang telur disamping penting sebagai sumber mineral untuk

pertumbuhan embrio, juga untuk melindungi isi sel telur dari gangguan fisik serta

mencegah masuknya mikroba yang dapat merusak isi telur sehingga daya tetasnya

rendah.

2. Fumigasi

Telur yang baru diambil dari kandang telah tercemar mikroba yang populasinya tergantung

pada tingkat kebersihan telur. Fumigasi merupakan upaya untuk membasmi mikroba tersebut.

Fumigasi dengan menggunakan gas formaldehyde digunakan secara luas pada perusahaan
penetasan telur, karena disamping mudah dilakukan, gas tersebut mempunytai daya basmi

terhadap mikroba yang tinggi ( Sukardi, 1999).

Persiapan penetasan

 Dengan melakukan sanitasi / membersihkan mesin tetas dari segala kotoran, kemudian

dilakukan fumigasi dengan menggunakan KMnO4 dan Formalin 40%, dengan

perbandingan untuk 1 m³ diperlukan KMnO4 6 gram dan Formalin 40% 12 ml.

 Wadah/bak air diisi dengan air hangat-hangat kuku (38,5ºC), setelah itu bak air dimasukkan

dalam mesin tetas.


 Hidupkan mesin tetas dan stabilkan suhu dalam mesin tetas hingga mendapatkan suhu yang

konstan pada skala 101ºF. Cara mengatur suhu dengan merubah kedudukan skrup

termostat, apabila suhu belum mencapai 101ºF lampu sudah mati maka skrup pada
termostat diputar ke kiri sampai menyala, atau sebaliknya apabila suhu sudah mencapai

101ºF tetapi lampu belum mati maka skrup pada termostat diputar ke kanan sampai lampu

mati. Pekerjaan ini di ulang-ulang hingga diperoleh suhu 101ºF, kemudian tunggu selama

24 jam, apabila sudah tidak berubah lagi maka mesin tetas sudah siap digunakan.

 Susun telur yang akan ditetaskan pada rak telur dengan posisi kemiringan 45 derajat, dan

bagian ujung tumpul berada diatas.

 Penambahan kelembaban, untuk telur itik perlu dilakukan penambahan kelembaban


dengan pengabutan air pada telur maupun dalam mesin atau telur di basahi dengan air

hangat dilakukan setiap pembalikan telur.

Pelaksanaan penetasan

a. Hari ke 1 : Masukkan telur ke dalam mesin tetas setelah langkah-langkah persiapan sudah

siap. Ventilasi ditutup rapat, suhu 101ºF, catat posisi telur pada kartu kontrol. Lakukan

pemerikasaan telur (candling) setelah 24 jam.

b. Hari ke 2 : Mesin tetas dibiarkan tertutup rapat, Suhu 101ºF

c. Hari ke 3 : Mesin tetas dibiarkan tertutup rapat, Suhu 101ºF.


d. Hari ke 4 : Mulai pemutaran telur, pemutaran telur dilakukan sehari 3 kali yakni pagi jam

06.00, siang jam 14.00, malam jam 22.00 (interval 8 jam) dengan cara membalik,

mengeluarkan telur beserta raknya. Pemutaran dilakukan diluar sambil pendinginan 10 – 15

menit (Putar 3 kali dan pendinginan), Suhu 101ºF. Ventilasi dibuka ¼ bagian, jangan lupa

dicatat.

e. Hari ke 5 : Putar 3 kali dan pendinginan, ventilasi dibuka ½ bagian.

f. Hari ke 6 : Putar 3 kali dan pendinginan, ventilasi dibuka ¾ bagian.

g. Hari ke 7 : Putar 3 kali dan pendinginan, dilakukan pemeriksaan telur dan hanya telur yang
embrionya hidup yang dimasukkan kembali kedalam mesin tetas, suhu 101 ºF, ventilasi

dibuka seluruhnya, air diperiksa dan jangan lupa dicatat.

h. Hari ke 8 : Putar 3 kali dan pendinginan, kontrol air. ventilasi dibuka seluruhnya.
i. Hari ke 9 : Putar 3 kali dan pendinginan.

j. Hari ke 10 : Putar 3 kali dan pendinginan.

k. Hari ke 11 : Putar 3 kali dan pendinginan.

l. Hari ke 12 : Putar 3 kali dan pendinginan.

m. Hari ke 13 : Putar 3 kali dan pendinginan, kontrol air.

n. Hari ke 14 : Putar 3 kali dan pendinginan. dilakukan pemeriksaan telur ke dua.

o. Hari ke 15 : Putar 3 kali dan pendinginan.


p. Hari ke 16 : Putar 3 kali dan pendinginan.

q. Hari ke 17 : Putar 3 kali dan pendinginan.

r. Hari ke 18 : Putar 3 kali dan pendinginan.

s. Hari ke 19 : Putar 3 kali dan pendinginan.

t. Hari ke 20 : Putar 3 kali dan pendinginan.

u. Hari ke 21 : Putar 3 kali dan pendinginan.

v. Hari ke 22 : Putar 3 kali dan pendinginan.

w. Hari ke 23 : Putar 3 kali dan pendinginan.


x. Hari ke 24 : Putar 3 kali dan pendinginan.
y. Hari ke 25 : Putar 3 kali dan pendinginan. dilakukan pemeriksaan telur ke tiga, suhu

dikontrol. Ventilasi dibuka seluruhnya, air diperiksa jika perlu ditambah dengan air

hangat.Jangan lupa dicatat.

z. Hari ke 26 : Tidak dilakukan pemutaran tetapi tetap dikontrol.

aa. Hari ke 28 : Pada hari ini biasanya telur sudah mulai retak.

bb. Hari ke 29 : Pada hari ini biasanya telur sudah menetas, anak itik yang sudah kering

dikeluarkan dari mesin tetas.


3.2 Faktor yang mempengaruhi Penetasan.
Beberapa faktor yang sangat berpengaruh dan harus menjadi perhatian khusus selama proses

penetasan berlangsung adalah :

1. Sumber panas, karena mesin tetas ini sumber panasnya dari energi listrik dan sebagai media
penghantar panasnya menggunakan lampu pijar, maka selama proses penetasan berlansung

lampu pijar harus diusahakan tidak terputus, kalau lampu pijar terputus harus segera diganti.

Lampu pijar harus mampu menghantarkan panas yang dibutuhkan untuk penetasan yakni

101ºF (38,5ºC), untuk menjaga kestabilan suhu digunakan alat yang namanya termoregulator.

2. Air, berfungsi sebagai bahan untuk mempertahankan kelembaban didalam ruangan mesin

tetas, oleh karena itu air didalam mesin selama proses penetasan berlangsung tidak boleh

kering. Kelembaban yang dibutuhkan pada penetasan umur 1 hari – 25 hari adalah yang ideal

antara 60% - 70%, sedangkan pada hari ke 26 sampai menetas membutuhkan lebih tinggi yaitu

75%.

3. Operator, adalah orang yang mengoperasikan mesin tetas. Tugas operator selama penetasan

adalah :

a. Mengatur suhu ruangan mesin tetas sesuai dengan suhu yang ditentukan.

b. Mengatur dan mengontrol kelembaban ruangan mesin tetas.

c. Mengatur ventilasi mesin tetas.

d. Melakukan pembalikan / pemutaran telur.


e. Melakukan pemeriksaan telur dengan alat teropong.
f. Mencatat semua kegiatan yang dilakukan selama penetasan berlangsung.

4. Pemutaran telur, mempunyai tujuan untuk memberikan panas secara merata pada permukaan

telur, Selain itu untuk mencegah agar embrio tidak menempel pada salah satu sisi kerabang

telur. Pemutaran telur dilakukan dengan mengubah posisi telur dari kiri ke kanan atau

sebaliknya, untuk telur dengan posisi mendatar yang bawah diputar menjadi diatas, apabila

telur diberdirikan bagian yang tumpul harus diatas.

5. Peneropongan, dilakukan karena untuk mengetahui keberadaan atau perkembangan embrio

secara dini. Peneropongan biasanya dilakukan sebanyak 3 kali selama penetasan berlangsung
yaitu pada hari ke 1, ke 7 dan hari ke 25 ( Gatot, 2009).

Pembibitan

Ayam pembibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan
yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya. Ayam “Final Stock”

diperoleh melalui beberapa tahapan pemurnian dan penyilangan. Hasil penyilangan ini diperoleh

pembibitan yang menghasilkan “Pure Line” (PL) atau ayam galur murni, pembibitan yang

menghasilkan “Great Grand Parent Stock” (GGPS) atau ayam bibit buyut, pembibitan yang

menghasilkan “Grand Parent Stock” (GPS) atau ayam bibit nenek dan pembibitan untuk

menghasilkan “Parent Stock” (PS) dan yang terakhir “Final Stock” (Sudarmono, 2003). “Parent

Stock” merupakan bibit dengan spesifikasi tertentu untuk menghasilkan bibit sebar atau bibit niaga
(“Final Stock”) yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Syukur, 2006). “Parent Stock”adalah ayam

induk penghasil ayam komersil yang merupakan hasil persilangan pada “Grand Parent Stock”

(Sudaryani dan Santoso, 2011).

Klasifikasi atau pengelompokan ayam dapat dibedakan menjadi klasifikasi standart dan

klasifikasi ekonomi. Klasifikasi standart meliputi ayam, bangsa, strain/galur dan varietas.

Sedangkan klasifikasi ekonomi meliputi tipe petelur (egg type), tipe pedaging (meat type),

dwiguna (dual propose) dan fancy/ornamental (Achmanu dan Muharlien, 2011).


Tipe ayam pembibit ada dua macam yaitu tipe ayam bibit petelur dan tipe ayam bibit

pedaging. Ciri ayam bibit petelur adalah berbadan ramping, kecil, mata bersinar dan berjengger

tunggal merah darah. Ayam bibit pedaging mempunyai bobot badan yang besar, jengger dan pial

merah darah serta mata bersinar (Rasyaf, 2008). Jika pemeliharaan “Parent Stock” kurang baik

berdampak buruk pada keturunan yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu adanya manajemen

pemeliharaan yang baik (Risyana, 2008).

Strain ayam pembibit pedaging yang biasa digunakan adalah Starbro, Arbor Accres, Avian,

Cobb 500, Cobb 100, Isa Vedette, Kimber, Lohman Broiler, Ross dan Jumbo (ASOHI, 2001).
Bibit ayam strain yang dihasilkan berupa “Final Stock” memiliki keunggulan diantaranya

produktivitas dan bobot telur tinggi, konversi makanan rendah, kekebalan dan daya hidup tinggi

dan pertumbuhan baik serta masa bertelur panjang (long lay) (Sudarmono, 2003).

3.3 Ciri-ciri bibit ayam yang baik

Dalam penetasan hasil akhir yang diharapkan adalah bibit ayam yang baik yang pada

akhirnya akan menghasilkan produktivitas yang optimal. Dalam pekembangan usaha peternakan,

penentuan bibit ternak akan sangat mempengaruhi keberlangsungan suatu usaha. Maka, pemilhan

bibit ternak harus dilakukan dengan baik karena akan sangat mempengaruhi hasil yang akan

diperoleh. Salah satu usah ayang banyak dikembangkan ialah peternakan ayam ras baik itu broiler

maupun layer. Ayam ras banyak dikembangkan karena dinilai memiliki nilai ekonomis yang tinggi
dibandingkan dengan ternak lain.

Pada ayam broiler kelebihan utama ayam ini ialah kecepatan pertumbuhan atau produksi

daging yang tinggi dalam waktu yang relative singkat sekitar 4-5 minggu sudah bisa dipasarkan

dan di konsumsi (Mudtijo, 2003)

Adapun bila ingin mengembangkan peternakan ayam harus melakukan penentuan atau

memilih DOC (Day Old Chick) yang bagus dan berkualitas. Untuk mengetahui ciri-ciri fisik DOC

yang baik dapat dilihat dari:

a. Bebas dari hama dan penyakit, misalnya penyakit pullorum, omphatilitis dan jamur.
b. Berasal dari indukan yang berkualitas dan sudah matang umur.

c. DOC terlihat aktif, cerah dan lincah.

d. DOC memiliki kekebalan tubuh yang baik.

e. Kaki DOC cukup besar dan basah.

f. Bulu cerah, tidak kusam dan penuh.

g. Anus bersih, tidak ada kotoran yang menempel.

h. Keadaan tuubuh normal.

i. Berat badan sesuai dengan standar strain, biasanya 37 gram (Fadilah, 2011).
Pada ayam layer, pemilihan DOC yang berkualitas akan mampu bertahan terhadap tekanan

yang ada disekitarnya yang mana bisa menyebabkan ayam menjadi stress, dan tidak nafsu makan.

Pada ayam layer, DOC yang tidak berkualitas akan menyebabkan produksi telur menjadi turun
dan berukuran kecil. Produksi yang turun dan ukuran telur yang kecil dapat mengurangi laba

perusahaan secara signifikan. Untuk itu diperlukan pemilihan bibit yang baik dimana bibit yang

baik harus memperhatikan ;

a. Memiliki mata jernih

Mata yang jernih dapat mengindikasikan bahwa ayam tersebut sehat. Mata yang berair

menandakan bahwa ayam tersebut memiliki masalah dengan pencernaannya.

b. Berdiri tegap
Tubuh yang tidak kokoh serta kaki yang bermasalah bisa menyebabkan DOC tidak bisa

berdiri tegap, dimana kecatatan ini akan mempengaruhi produktivitas ayam.

c. Sayap dan paha simetris

Kondisi bibit yang tidak sehat, sayapnya akan turun kebawah sedangkan pahanya akan

melenceng keluar tubuh ayam sehingga ayam akan pincang.

d. Lincah

Bibit yang sehat akan mampu berlari atau berjalan dengan kencang, berbeda dengan bibit

yang sakit akan cenderung diam.


e. Bulu lebat dan mengkilap
Bulu yang tidak mengkilap dapat menyebabkan DOC menjadi mudah terkena penyakit

karena pelindung pertama ayam adalah bulu.

f. Suara nyaring

Ayam jenis petelur akan mempunyai suara yang nyaring jika suara yang dihasilkan itu

kurang nyaring maka dapat mengindikasikan ayam tersebut cacat.

(Sudarmono, 2003)
IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
(1) Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan penetasan dan pembibitan.

Penetasan telur adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin penetas

telur yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau

unggas lainnya selama masa mengeram. Pembibitan ada suatu usaha untuk menghasilkan

keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya
(2) Dapat mengetahui saja faktor-faktor yang mempengaruhi penetasan telur dan bagaimana

mekanisme penetasannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penetasan telur tetas adalah

sumber panas, air, operator, pemutalaran telur dan peneropongan. Mekanisme penetasan
terdiri dari persiapan penetasan, pelaksanaan penetasan, dan penanganan anak ayam.

(3) Dapat mengetahui ciri-ciri bibit ayam yang baik. Memiliki mata jernih, berdiri tegap, sayap

dan paha simetris, lincah, bulu lebat dan mengkilap, dan suara nyaring.
DAFTAR PUSTAKA

Achmanu dan Muharlien. 2011. Ilmu Ternak Unggas. UB Press. Malang.

Fadilah , R., Polana. 2011. 71 Mengatasi Penyakit Pada Ayam. Jakarta; Agromedia Pustaka.

Gatot, 2009. Penetasan Telur.http://gatotleo.blogspot.com/2009/05/penetasan-telur.html. diakses

tanggal 5 Mei 2012.

Gunawan, H. 2001. Pengaruh bobot telur terhadap daya tetas serta hubungan antara bobot telur

dan bobot tetas. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harianto, Agus. 2008. Tips dan Trik dalam Penetasan Telur

Unggas.http://sentralternak.com/index.php/2008/09/01/tips-dan-trik-dalam-penetasan-

telur-unggas/. Diakses tanggal 23 September 2019.

Kholis, Sdan B. Sarwono.2013. Ayam Elba Kampung Petelur Super. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murtidjo. 2006. Pengendalian Hama Dan Penyakit Pada Ayam. Yogyakarta: Kanisius

Nuryati, Tutik, dkk. 2000. Sukses Menetaskan Telur. PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Paimin, Farry. 2000. Membuat Dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf, Muhammad. 1990. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.

Rasyaf, Muhammad. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penerbit Penebar Swadaya.

Jakarta.

Risyana, W. 2008. Kinerja Suppli Chain Management Komoditi Ayam Nenek (Grand Parent Stock

Broiler) di PT. Galur Prima Cobbindo Sukabumi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Santoso, H., dan Sudaryani, T. 2009. Pembesaran Ayam Pedaging di Kandang Panggung Terbuka.

Penebar Swadaya. Jakarta.


Sudarmono, A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Sukardi, dkk. 1999. Dasar Ternak Unggas. Fakultas Peternakan UNSOED. Purwokerto

http://rangkaianhatierlin.blogspot.com/2012/05/penetasan-telur.html. diakses tanggal 23

September 2019.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartosudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai