ABSTRACT
The traditional crop-livestock farming in Bali is environmental oriented, since it is based on the Tri Hita
Karana concept, namely balance relation between human and God, between humans and between human
with the environment; where crop and livestock are part of the environment. The crop-livestock integration in
the form of agroforestry has developed into silviculture, agrisilviculture, silvipasture and agrisilvipasture.
These variances further developed into 14 covariances, with Three Strata Forage System (TSFS) as one of the
covariances. TSFS could increase the production of forage and fodder, production of foodcrop, production of
plantation crop, production and reproduction of livestock and increase the soil fertility. TSFS intervention
becaused the environment of crop, livestock, living-organism and biosphere that became bigger and green
house effect become lower. TSFS could fascilitate greening and reboisation programmes and supply crop and
livestock commodities for agroritual, agrotourism, tourist attraction, agroindustry and agrobussiness.
Key words: Crop-livestock system, three strata forage system
ABSTRAK
Pertanian dan Peternakan tradisional di Bali adalah berwawasan lingkungan karena berlandaskan konsep
Tri Hita Karana, yaitu hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia
dan manusia dengan lingkungan, dengan tanaman dan ternak merupakan bagian dari lingkungan tersebut.
Integrasi tanaman-ternak dalam bentuk agroforestri (wanatani) telah berkembang menjadi 4 varian yaitu
silvikultura, agrisilvikultura, silvipastura dan agrisilvipastura. Selanjutnya dari 4 varian tersebut telah
berkembang menjadi 14 kovarian dengan Sistem Tiga Strata (STS) adalah salah satu dari kovarian tersebut.
Dengan STS produksi tanaman pakan, tanaman pangan, tanaman perkebunan, produksi dan reproduksi ternak
dan kesuburan lahan dapat ditingkatkan. Dengan demikian maka lingkungan tanaman, ternak, biota dan
bentang alam menjadi lebih lestari dan efek rumah kaca menjadi lebih kecil. Selanjutnya STS dapat
memfasilitasi program penghijauan dan reboisasi dan dapat menyediakan komoditi tanaman dan ternak untuk
kegiatan agroritual, agrowisata, wisataagro, agroindustri dan agrobisnis.
Kata kunci: Sistem integrasi tanaman-ternak, system tiga strata
44
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
45
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Ternak Sistem
Tanaman pangan
agroforestri
• Rumput • Semak
• Legum • Pohon Limbah pertanian
Sistem taungya
Sistem sorjan
Sistem SALT
Sistem STS
Gambar 2. Perkembangan dari 2 varian agroforestri menjadi 14 kovarian agroforestri (NITIS, 2000)
46
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Ο Ο Ο Ο
: Rumput dan legum
✙ : Semak
Ο : Pohon Ο Ο Ο Ο
Ο Ο Ο Ο
✙ ✙ ✙ ✙
Ο Ο Ο Ο
✙ ✙ ✙
Ο Ο Ο Ο
✙
✙ ✙ ✙
✙
✙ Ο Ο Ο Ο
✙ ✙
✙
D J F M A M J J A S O N
Gambar3. Konsep STS untuk penyediaan rumput, semak dan pohon sepanjang tahun (NITIS et al., 1989)
Bagian Inti adalah lahan yang terletak antara 2 batang semak tersebut (stratum 2).
ditengah-tengah petak, yang tetap ditanami Dengan demikian setiap petak (25 are) STS
tanaman pangan atau tanaman perkebunan berisi 9 are rumput dan legum unggul, 2000
sesuai dengan tata cara yang biasa dilakukan semak dan 42 pohon.
petani. Bagian Selimut adalah lahan yang Komposisi botani pakan hijuan yang
berbatasan dengan Bagian Inti dan Bagian diberikan ternak pada 4 bulan musim hujan
Pinggir. Lahan seluas 9 are ini dibagi menjadi sebagian besar terdiri dari rumput dan legum,
petak-petak dan setiap petak ditanami rumput pada 4 bulan awal musim kering sebagian
(bafel = Cenchrus ciliaris var. Gayndah, besar terdiri dari daun semak, sedangkan pada
panikum =Panicum maximum var. 4 bulan akhir musim kering sebagian besar
Trichoglume dan rumput urokloa = Urochloa terdiri dari daun pohon pakan (Gambar 5).
mosambisensis var. Commom dan legum
sentrosema = Centrosema pubescense, stelo Pola penerapan STS
skabra = Stylosanthes scabra cv. Seca dan stilo
verano (Stylosanthes hamata cv. Verano) Penerapan STS adalah terpadu antar
sebagai stratum 1. tanaman pangan, tanaman perkebunan dan
Bagian pinggir adalah batas keliling petak ternak. Dengan integrasi ini maka pengawasan
STS. Pohon bunut = Ficus poacellii, santen = STS lebih baik, karena petani setiap hari pergi
Lannea corromandilica dan waru = Hibiscus ke ladang untuk mengawasi tanaman
tilliaceus ditanam pada jarak 5 m (antara 2 palawijanya; tanaman palawija tidak diganggu
pohon) sekeliling petak tersebut (stratum 3). oleh ternak karena dipagari oleh STS; ternak
Diantara 2 pohon ditanami 50 gamal tidak perlu digembalakan karena STS
(Gliricidia sepium) dan 50 lamtoro (Leucaena menyediakan pakan; kesuburan lahan tidak
leucocephala) dengan jarak tanam 10 cm
47
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
O+++O+++O+++O+++O+++O O = Pohon
+ (jarak 5 m)
+ = Semak
(jarak 10 cm)
+
+ = Rumput dan
legum
O
= Tanaman pangan atau
perkebunan
Keliling/pinggir
(200 m)
Selimut
( 9 are )
Inti
(16 are)
Stratum 3
+ +++++ +++++++
Stratum 2
+
++ Stratum 1
Gambar 4. Lokasi lahan Inti, Selimut dan Pinggir pada STS (NITIS et al., 1989)
48
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
1 0 0
1 0
1 5
9 0
K o m p o sisi b o ta n i (% ) p
8 0 2 0
4 5
7 0 P o h o n
4 5
6 0
5 0 S e m a k
4 0
4 0
7 0
3 0
2 0 4 4 0
2 1 5
R u m p u t
1 0 d a n
le g u m
0
M u sim h u ja n A w a l m u s im A k h ir m u s im
k e r in g k e r in g
Gambar 5. Konsep STS untuk pemberian rumput, semak dan pohon sepanjang tahun (NITIS et al., 1989)
menurun karena adanya pupuk kandang dan tinggi karena adanya legum. Produksi palawija
tanaman legum pada STS dan kebutuhan petani 13% lebih tinggi, waktu produksi satu tahun
sehari-hari dipenuhi oleh hasil palawija, lebih lama dan palawija yang dirabuk dengan
sedangkan kebutuhan mendadak dipenuhi dari kotoran kambing produksinya lebih tinggi dari
penjualan ternak. pada palawija yang dirabuk dengan kotoran
Tanaman pada strata 1 dan 2 dibiarkan sapi. Produksi jeruk 13% lebih tinggi dan
tumbuh dan berkembang dan baru dipangkas produksi kelapa 9% lebih tinggi.
pada akhir tahun 1; sedangkan tanaman pada
stratum 3 baru dipangkas pada akhir tahun ke Produksi ternak
2. Ternak diintegrasikan pada awal tahun ke 3.
Sapi Bali jantan kebiri bertambah berat
Produktivitas STS badan 13% lebih besar dan mencapai berat
ekspor (375 kg) 12% lebih cepat, karkas 16%
Pengamatan yang telah berjalan selama 18 lebih berat, daging loin 12% lebih besar dan
tahun (1984–2002) menunjukkan perubahan- lemak punggung 13% lebih tebal. Sapi induk
perubahan (NITIS et al., 1985; NITIS et al., lebih berat 70%, interval birahi 31% lebih
1989; 1994; 2000; 2001a; b; c; ANONYMOUS cepat, waktu birahi 4% lebih lama, frekuensi
2001; NITIS et al., 2002 a, b). birahi 96% lebih sering dan interval beranak
2% lebih pendek. Berat lahir pedet 15% lebih
Produksi tanaman pakan besar, berat sapih pedet 23% lebih besar dan
sampai pedet ke-6, 3 ekor pedet NTS lahir
Produksi pakan hijauan STS 91% lebih cacat dan mati. Daya dukung (stocking rate)
tinggi dari Sistem Tradisional karena 9 are pada waktu musim hujan dan musim kering 45
rumput dan legum unggul, 2000 semak dan 42 dan 30% lebih tinggi, sedangkan daya tampung
pohon dan protein pakan hijauan 13% lebih (carrying capacity) 52% lebih besar. Produksi
49
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
dan daya tetas telur ayam kampung 56% dan STS meningkatkan kesuburan lahan dengan
22% lebih besar. Satu petak STS dapat bintil-bintil nitrogen dari tanaman legum,
menampung 1 sapi jantan berat 371 kg atau 1 humus dari akar dan daun yang melapuk dan
sapi induk dengan pedet berat sapih atau 6 pupuk kandang dari kotoran ternak.
kambing PE berat 60 kg, dan dengan 12 ekor
ayam petelur dan/atau 1 koloni lebah madu. Kelestarian biota
50
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
Diperkirakan 1 ha tanaman hijau dapat daging sapi dapat diatur sesuai dengan selera
mengubah 53 ton CO2 yang dikeluarkan oleh pembeli.
sebuah mobil yang berjalan 213.000 km Investasi untuk 1 petak STS cukup besar
(FISHER, 1994). Peningkatan produksi hijauan (Rp.1.500.000–2.000.000), dan tidak
menyebabkan peningkatan humus dan terjangkau oleh petani tradisional.
meningkatnya limbah ternak dan produksi gas
metan meningkat. Gas metan yang di udara
berasal dari ternak ruminansia (20%), padi PENYEBARAN STS
sawah (30%), proses biologi yang lain (20%)
dan proses bukan biologi (30%) (KHAN, 1992). Pemerintah dan swasta dapat membuat
Di negara maju, sapi perah yang mutu percontohan pada tempat-tempat yang strategis
makanannya baik, setiap liter susu yang untuk sumber bibit tanaman dan ternak
dihasilkan berdampak 40 g gas metan, pengembangan STS lebih lanjut.
sedangkan di negara berkembang sapi perah Di Bali dan luar Bali telah teradopsi STS
yang mutu pakannya rendah, untuk setiap liter secara utuh (NITIS et al., 2001b) dengan 85
susu 240 g gas metan. Dengan STS mutu petak di Bali 82 petak di Nusa Penida, 12 petak
pakan ternak ditingkatkan sehingga polusi gas di Malang Selatan, 26 petak di NTB dan 87
metan dari ternak ruminansia dapat dikurangi. petak di NTT, 9 UPT BPT dan HMT di
Menyangkut CO2 yang dilepaskan menyelimuti Sumatra, Jawa, Lombok, Kupang dan
bumi sehingga menahan sinar yang menembus Kalimantan Selatan.
ke bumi dan panas diperkirakan meningkatkan Beberapa petani dan anggota kelompok tani
suhu udara sebanyak 20C pada abad di Bali telah mengadopsi STS secara parsial
mendatang. Dengan diserapnya CO2 oleh dengan hanya menanam semak gamal atau
tanaman, proses peningkatan suhu udara itu pohon santen sebagai pagar, sesuai dengan
dihambat dan proses penyerapan CO2 persediaan bibit dan situasi lahan mereka.
dipercepat.
PROSPEK STS
KENDALA STS SERTA USAHA UNTUK
MENGATASI STS dapat memfasilitasi program
penghijauan dalam bentuk 42 pohon dan 2000
Beberapa kendala perlu mendapat perhatian semak setiap 25 are lahan; program reboisasi
yaitu: dengan menanam semak dan pohon dengan
Serangan kutu loncat pada lamtoro, sistem pagar (jarak tanam semak 10 cm dan
mengurangi sumber hijauan pada stratum 2 dan pohon 5 m), sistem lorong (jarak tanam semak
Acasia vilosa mengganti lamtoro tersebut. 25-50 cm), sistem penyangga (jarak tanam
Produksi sentro agak rendah karena semak 1 m dan pohon 10 m) dan sistem
merambatdan kombinasi sentro dengan stilo rumpun (jarak tanam semak 2m x 2m dan
skabra meningkatkan persediaan hijauan. Pada pohon 5m x 5m) (NITIS, 1995; NITIS et al.,
akhir musim kering gamal lokal diserang 2002a, b).
kamal. Dan 16 provenan gamal yang diteliti, Integrasi tanaman dan ternak ditunjang STS
provenan Retalhuleu tahan terhadap kamal ini. dapat menyediakan komoditi untuk kegiatan
Makin miring tanah makin banyak terasnya, agroritual (ayam dan kelapa untuk upacara),
sehingga makin sedikitlah lahan yang dapat agrowisata (petani-peternak memelihara sapi
ditanami palawija. Dengan menanam semak dan menanam mangga untuk wisatawan dan
berjarak 1,0 m dan stratum 1 selebar 1 m wisataagro nonton atraksi sapi atau memetik
sepanjang bagian bawah teras tersebut, maka dan membeli buah mangga pada waktu musim
persediaan dan mutu hijauan makanan mangga), agroindustri (petani-peternak
ternaknya dapat ditingkatkan. Sapi Bali yang menggemukkan sapi) (daging sapi untuk hotel
terus makan daun semak dan pohon, warna dan buah jagung sayur untuk hotel) dan
dagingnya agak gelap dan tanpa pemberian agrobisnis (pengusaha mengemas daging sapi
daun semak dan pohon selama 28 hari, warna dan cairan jeruk dalam kaleng atau kotak
karton untuk diekspor).
51
Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
52