Anda di halaman 1dari 22

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

Bahan Seminar :Proposal Penelitian


Judul :Karakteristik Habitat Tanaman Lacci (Castanopsis sp.)
Sebagai Komponen Sistem Agroforestry di Kecamatan
Bungayya Kabupaten Gowa.
Pembawa Semina :Valentino Taruk Bamba
No. Pokok :M111 12 027
Pembimbing :1. Dr.Ir.Syamsuddin Millang,M,S.
2. Ir.Budirman Bachtiar,M.S
Hari/Tanggal : Kamis,16 Juni 2016
Waktu : 09.00 WITA
Tempat :GA-203

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem agroforestry sangat berkaitan dengan masyarakat di Indonsesia

khususnya bagi masyarakat yang bermata pencaharian di bidang pertanian, sistem

tersebut sering digunakan dalam mengelola lahan untuk mendapatkan keuntungan

baik secara sosial ekonomi maupun secara lingkungan. Sistem agroforestry

sendiri didefenisikan sebagai sistem bercocok tanam secara multikultural yang

mengkombinasikan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian, hewan dan

tanaman lainnya dalam suatu lahan secara bersama atau periodik (Mahendra,

2009).

1
Manfaat yang diperoleh dari pengelolaan lahan berbasis sistem

agroforestry dari segi lingkungan adalah mengurangi aliran permukaan, pencucian

zat hara tanah dan laju erosi, untuk meningkatkan jumlah serasah yang dapat

terdekomposisi menjadi bahan organik tanah, memperbaiki struktur tanah dan

meningkatkan keanekaragaman hayati, sedangkan manfaat yang diperoleh dari

segi sosial ekonomi dengan menerapkan sistem agroforestry adalah mengurangi

potensi terjadinya gagal panen secara total jika diserang hama karena jenis

tanamannya beragam dan dapat meningkatkan pendapatan serta menjadi sumber

tabungan bagi petani karena produktivitas meningkat dan jenis tanaman yang di

tanam relatif berumur panjang.

Petani di Indonesia khususnya di sulawesi selatan, sudah sejak lama

menerapkan sistem agroforesty dalam pengelolaan lahan khususnya kebun.

Petani memadukan tanaman pepohonan yang dapat menghasilkan kayu dan

seluruh yang menghasilkan buah untuk mendapatkan keuntungan baik secara

sosial maupun ekonmi.

Jenis tanaman yang biasa ditanaman oleh masyarakat dalam bentuk system

agroforestry adalah kopi, kakao, cengkeh, kelapa, kemiri dan tanaman yang

menjadi makanan pokok seperti jagung, ketela pohon dan umbi-umbian serta

petani juga menanam tanaman pengisi lainya seperti jahe, kunyit, lengkuas dan

lombok. Hal itu dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan kebun tersebut

dengan menambah jenis tanaman yang dapat dipanen dalam waktu singkat. Pola

tersebut di terapkan petani pada kebun campuran khususnya di Sulawesi Selatan.

2
Lacci atau Saninten (Castanopsis sp.) adalah salah satu family Fagaceae

yang merupakan penghasil kayu dan non kayu, lacci sering diperdagangkan

dengan istilah berangan. Istilah berangan dalam perdagangan kayu mencakup juga

marga dari Lithocarpus spp dan Quercus spp yang bersama dengan lacci dalam

family Fagaceae. Kulit kayu dan kulit buahnya dapat digunakan sebagai

penghitam rotan yang telah dikupas. Disamping kayunya, lacci juga menghasilkan

buah yang sering diperdangkan secara lokal. Buah lacci dimakan mentah, rebus,

atau dipanggang atau digunakan untuk mencampur kue coklat.

Penyebaran alami lacci terdapat pada hutan primer atau sekunder tua,

biasanya pada tanah kering yang subur, pada ketinggian 150-1750 m dpl.

Tanaman ini tersebar mulai dari bagian barat Indonesia, hingga ke bagian timur.

Yang meliputi Jawa, Sumatera, Papua dan Asia Tenggara lainnya seperti

Myammar, Malaysia dan bagian Eropa (Wibowo, 2006).

. Sebagai bagian dari tanaman agroforestry yang memiliki manfaat untuk

diperdagangkan ataupun di konsumsi maka tanaman ini perlu untuk

dibudidayakan, namun informasi mengenai manfaat dari tanaman ini masih sangat

kurang dikalangan masyarakat khususnya di Sulawesi Selatan. Begitu pula

penelitian mengenai ekologi dan populasi Lacci di tempat tumbuhnya belum

dilakukukan.

Salah satu penyebaran tanaman lacci di Sulawesi Selatan adalah Kabupaten

Gowa khususnya di Kecamatan Bungayya, namun masyrakat belum

membudidayakannya sebagai bagian dari tanaman agroforestry yang memiliki

manfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan manfaat bagi lingkungan hidup.

3
Sehubungan dengan masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui karakteristik habitat lacci sebagai komponen agroforestry di

Kecamatan Bungayya Kabupaten Gowa.

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Karakteristik Habitat

Tanaman Lacci yang ditanam oleh Masyarakat pada System Agroforestry di

Kecamatan Bungayya Kabupaten Gowa. Kegunaan dari penelitian ini diharapkan

dapat menjadi bahan informasi bagi masyarakat dalam pengembangan sistem

agroforestry berbasis Lacci di Kabupaten Gowa Kecamatan Bungayya.

4
II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Agrforestry

Wanatani atau agroforestry atau agrohutani merupakan istilah kolektif

untuk beberapa praktek penggunaan lahan, dimana tumbuhan perenial berkayu

ditanam secara sengaja pada bidang lahan yang sama dengan tanaman semusim

atau dan ternak, baik dalam bentuk tatananan spesial dalam waktu bersamaan

atupun secara sekuensial (Arief, 2001). Pada dasarnya agroforestry terdiri dari tiga

komponen yaitu kehutanan, pertanian dan peternakan dimana masing-masing

komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri sebagai suatu bentuk penggunaan

sistem penggunaan lahan. Hanya saja system-sistem tersebut umumnya

ditujukkan pada produksi komoditas khas atau kelompok produksi serupa

(Hairiah dkk, 2003).

Agroforestry merupakan suatu nama yang baru yang sudah dikenal sejak

lama dan telah mendapatkan pengakuan dari dunia Internasional sebagai sebuah

konsep yang yang dijadiakan acuan dalam mengelolah lahan, namun mengalami

banyak kendala yang lama sebelum diterimah oleh para ilmuwan baik sebagai

sebuah nama maupun sebagai konsep (Lahjie, 2001).

Departemen Kehutanan (2007) mengatakan agroforestry adalah suatu

sistem pemanfaatan lahan secara letari, untuk meningkatkan produktivitas lahan

secara keseluruhan dengan memadukan tanaman pepohonan dengan tanaman

pertanian dan atau hewan secara bersamaan atau bertahap pada lahan yang sama,

dan menerapkan cara-cara pengeloaan sesuai kebudayaan masyarakat setempat.

5
Agroforestry merupakan suatu metode yang digunakan secara optimal,

dengan mengkombinasikan sistem produksi biologis yang berotasi panjang

pendeknya dengan mempertimbangkan asas kelestarian, secara bersamaan atau

berurutan di dalam suatu kawasan hutan ataupun diluar kawasan hutan.

Penghijauan adalah salah satu bagian dari sistem agroforestry yang dilakukan di

luar kawasan hutan (Valentino, 2015).

Agroforestry merupakan ilmu baru yang ditemukan tetapi merupakan

teknik pertanian lama. Teknik ini bukan dari penelitian tetapi perilaku petani yang

memamfaatkan lahannya dengan menanam banyak tanaman yang berbeda dan

terdapat tanaman semusim dan tanaman tahunan. Agroforestry merupakan

gabungan ilmu kehutanan dan agronomi yang memadukan usaha kehutanan

dengan usaha tanaman produksi untuk menciptakan keselarasan antara intesifikasi

pertanian dan pelestarian hutan (Fandicka, 2011).

B. Manfaat dan Tujuan Agroforestry

Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestry dikembangkan untuk

memberi manfaat kepada manusia untuk meningkatkan kesejahtraan dan

memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan

antara lain bahwa tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu

dan tidak terjadinya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi

dari adanya konservasi daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan

yang diadopsi. Dalam mewujudkan sasaran ini agroforestry ini diharapkan lebih

banyak memanfaatkan tenaga dalam ataupun sumber daya sendiri (internal)

dibandingkan sumber daya dari luar. Di samping itu agroforestry dapat

6
meningkatkan daya dukung ekolagi manusia ,khususnya di daerah pedesaan

(Pabate, 2014).

Berikut adalah manfaat sistem agroforestry menurut Suharjito, dkk, 2003

yaitu:

(1) Menghasilkan lebih dari satu macam produk .

(2) Pada lahan yang sama ditanam paling sedikit satu jenis tanaman

semusim dan satu jenis tanaman tahunan.

(3) Terdapat kesenjangan waktu yang cukup lama antara waktu

penanaman dan waktu pemanenan produk tanaman tahunan.

(4) Produk-produk yang dihasilkan dapat bersifat terukur (tangible) dan

tak terukur (intangible).

Tujuan agroforestry menurut BPDAS Pemalijratun, 2010 adalah :

(1) Menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan:

(a) Meningkatkan persediaan pangan baik tahunan atau tiap-tiap

musim; perbaikan kualitas nutrisi,pemasaran,dan proses-proses

dalam agroindustry.

(b) Diversifikasi produk dan pengurangan resiko gagal panen.

(c) Keterjaminan bahan pangan secara berkesinambungan

(2) Memperbaiki penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar;

suplai yang lebih baik untuk memasak dan pemanasan rumah.

(3) Meningkatkan,memperbaiki secara kuantitatif dan diversifikasi

produksi bahan mentah kehutanan maupun pertanian:

7
(a) Pemanfaatan berbagai pohon dan perdu ,khususnya untuk

produk-produk yang dapat menggantikan ketergatungan dari

luar (misal: zat pewarna, serat, obat-obatan, zat perekat, dll)

atau yang mungkin dijual untuk memperoleh pendapatan tunai.

(b) Diversifikasi produk

(4) Memperbaiki kualitas hidup pedesaan, khususnya pada daerah dengan

persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak

dijumpai:

(a) Mengusahakan peningkatan pendapatan, ketersediaan

pekerjaan yang menarik.

(b) Mempertahankan orang-orang mudah dipedesaan, struktur

keluarga yang tradisional, pemukiman, pengaturan pemilikan

lahan.

(c) Memelihara nilai-nilai budaya.

(5) Memelihara dan bila mungkin memperbaiki kemampuan produk

produksi dan jasa lingkungan setempat:

(a) Mencegah terajadinya erosi tanah , degradasi lingkungan.

(b) Perlindungan keaneka ragaman hayati.

(c) Perbaikan tanah melalui fungsi pompa pohon dan perdu,

mulsa dan perdu.

(d) Shelterbelt, pohon pelindung (shade trees), windbreak, pagar

hidup (life fence)

(e) Pengeloloan sumber air secara lebih baik.

8
C. Peran Agroforestry
Agroforestry juga memiliki peran dalam bidang ekosistem yaitu ditandai

dengan kestabilan ekosistem, keanekaragaman hayati yang tinggi, menjaga

kestabian tanah dan unsur hara dalam tanah, menjaga tata air dan ketersediaan air

untuk proses fisiologi tanaman, mencegah terjadinya bencana alam dan

meminimalisir dampak pemanasan global (global warming) (Valentino, 2015).

Peran agroforestry dalam aspek sosial budaya, yaitu menempatkan

manusia (masyarakat) sebagai subyek, yang secara aktif berupaya dengan daya

dan kapasitas yang dimiliki untuk turut memecahkan permasalahan kebutuhan,

mengahadapi tantangan dan pemanfaatan peluang kehidupan. Mengelolah lahan

berserta unsur lingkungan hayati dan non hayati lainya dari sekedar elemen alami

menjadi sumber daya yan bernilai, bertujuan menjaga ekosistem dan

meningkatkan taraf kehidupan pribadi, keluarga dan komunitas (Bontong, 2014).

Peran agroforestry pada aspek sosial-ekonomi adalah:

(a) Aspek sosial-ekonomi aroforestry pada tingkat kawasan

Pada aroforestry memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan

sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yan saling

berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman, dan atau ternak) membuat sistem

ini memiliki karakteristik yang unik, dalam hal jenis produksi, waktu untuk

memperoleh produk dan orientasi penggunaan produk. Karakteristik agroforestry

yang demikian ini sangat mempengaruhi fungsi sosial-ekonomi dari sistem

agroforesry.

(b) Agroforestry dan Penyediaan Lapangan Kerja

9
Pola penyerapan tenaga kerja dan karakteristik tenaga kerja yang

dibutuhkan dalam sistem agroforestry dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya adalah jenis dan komposisi tanaman (pepohonan dan tanaman

semusim), tingkat perkembangan atau umur (Widianto, dkk, 2003).

(c) Agroforestry dan Jasa Lingkungan

Peran agroforestry terhadap aspek biofisik dan lingkungan memberikan

keuntungan terhadap pemeliharaa lingkungan, misalnya memelihara kualitas dan

kuantitas air bersih, mempertahankan keanekaragaman hayati dan menekan emisi

karbon. Manfaat tersebut tidak dapat langsung dirasakan oleh petani agroforestry

sendiri, tetapi justru dinikmati oleh anggota masyarakat di sekitar lokasi maupun

di lokasi yang jauh (misalnya di bagian hilir) dan bahkan secara global

(Widianto, dkk, 2003).

D. Klasifikasi Sistem Agroforestry

Pengklasifikasian agroforestry dapat didasarkan pada berbagai

aspek sesuai dengan perspektif dan kepentingannya. Pengklasifikasian ini bukan

dimaksudkan untuk menunjukkan kompleks agroforestry dibandingkan budidaya

tunggal (monokultural, baik disektor kehutanan ataupun disektor pertanian). Akan

tetapi pengklasifikasian ini justru akan sangat membantu dalam menganalisis

setiap bentuk implementasi agroforestry yang dijumpai dilapangan secara lebih

mendalam, guna mengoptimalkan fungsi dan manfaatnya bagi masyarakat atau

para pemilik lahan (Sarjdono, 2003).

10
Menurut Mahendra (2009), pada kawasan tertentu, sangat

memungkinkan dijumpai beraneka ragam pola pemanfaatan lahan, sehingga kita

mengenal berbagai macam bentuk agroforestry antara lain :

(1) Agrisilviculture, yaitu pola penggunaan lahan yang terdiri atas

kombinasi tanaman pertanian (pangan) dengan tanaman

kehutanan dalam ruang waktu yang sama.

(2) Sylvopastural, sitem pengelolaan lahan yang menghasilkan

kayu sekaligus berfungsi sebagai padang gembalaan.Ternak-

ternak bias leluasa mendapatkan hijauan makan ternak (HMT)

pada lahan tersebut.

(3) Agrosylvo-pastoral system, yaitu pengelolaan lahan yang

memiliki tiga fungsi produksi sekaligus, anatara lain sebagai

penghasil kayu,penyedia tanaman pangan dan juga padang

pengembalaan untuk memelihara ternak.

(4) Sylvofishery, yaitu system pengelolaan lahan yang di design

untuk menghasilkan kayu sebagai tambak ikan.

(5) Apiculture, yaitu system pengelolaan lahan yang memfungsikan

pohon-pohon yang ditanam sebagai sumber pakan lebah madu

yang memiliki nilai jual tinggi dan berkhasiat obat.

(6) Sericulture, yaitu system pengelolaan lahan yang menjadikan

pohon-pohon untuk memelihara ulat sutera.Sehingga murbei

yang menjadi makanan pokok ulat sutera ada dalam jumlah

besar pada lahan tersebut.

11
(7) Multipurpose forest tree production system, yaitu system

pengelolaan lahan yang mengambil berbagai macam manfaat

pohon baik kayunya, buahnya, maupun daunnya. Sistem ini

merupakan pengoptimalan fungsi dari pohon yang ditanam.

Sistem ini merupakan kombinasi antara pohonn penghasil

kayu, penghasil buah maupun yang diambil daunnya untuk

hijauan makanan ternak (HMT).

Sistem agroforestry dapat diklasifikasikan menurut susunan kriteria

berikut menurut Chundawat dan Gautam (1993) dalam Valentino (2015) yaitu :

(1) Berdasarkan struktur. Mempertimbangkan susunan komponen,

termasuk ruang campuran komponen dari berkayu, stratifikasi

vertical dari campuran komponen dan susunan sementara dari

berbagai komponen.

(2) Berdasarkan fungsi. Hal ini didasarkan pada fungsi atau peran

utama system, terutama peran dari komponen berkayu (ini

dapat bersifat produktif, misalnya produksi bahan pangan,

pakan ternak, kayu bakar, dan lain-lain, atau bersifat

pelindumg, misalnya, produksi bahan pangan, pakan ternak,

tempat perlindungan, konservasi tanah,dan lain-lain.

(3) Berdasarkan social ekonomi. Memperbaiki jumlah input

pengelolaan (low input, high input) atau intensitas atau skala

12
pengelolaan dan tujuan komersial (subsisten, komersial,

sampingan).

(4) Berdasarkan ekologi. Mempertimbangkan kondisi lingkungan

dengan asumsi bahwa tipe-tipe dari system agroforestry dapat

lebih tepat untuk kondisi ekologi tertentu.

E. Pola Agroforestry

Karakteristik pola tanam agroforestry sangat tergantung pada pemilik

lahan serta karakteristik lahannya. Tujuan akhir yang ingin dicapai yaitu prioritas

produksi sehingga membuat pola tanam berbeda antara ahan satu dengan yang

lainnya. dalam Vergara (1981) dalam Pebrianita (2014) mengklasifikasikan pola

tanam agroforestry dalam beberapa bentuk antara lain:

(1) Trees along border (TAB), yaitu pola penanam pohon dibagian

pinggir lahan dan tanaman pertanian berbeda di bagian tengah. Pohon-

pohon yang ditanam mengelilingi lahan bisanya difungsikan sebagai

pagar ataupun pembatas lahan.

(2) Alternate rows, yaitu model penanaman agroforesstry yang

menempatkan pohon dan tanaman pertanian serta berselang-seling.

Pola agroforestry dimungkinkan pada lahan yang relatif datar.

(3) Aley cropping, yaitu pola penanaman agroforestry yang menempatkan

pohon dipinggir kanan dan kiri tanaman pertanian.Lariksn pohon

diusahakan membujur ketimur atau barat. Hal ini dimaksudkan agar

tanaman pertanian mendapatkan cahaya matahri penuh pada pagi hinga

sore hari. Pola ini biasa disebut pola lorong karena bila dilihat dari

13
ujung lahan mempuyai ujung goa.Pola alley coropping ini mirip

dengan pola trees along border apabila dua sisi lainnya ditanami

pohon. Pola alley cropping sangat cocok bila diterapkan pada topografi

miring,dengan menanam pohon mengikuti arah terasing (sabuk

gunung).

(4) Random Mixture, yaitu pola penanaman acak, yang artinya antara

tanaman pertanian dan pohon ditanam tidak teratur. Pola acak ini

terbentuk karena tidak adanya perencanaan awal dalam menata letak

tanaman. Para petani dengan sekehendak hatinya memilih ruang yang

masih kosong untuk menanam.

F. Lacci (Castanopsis sp.)

Lacci (Castanopsis Sp.) adalah salah satu tumbuhan yang tumbuh di

Tanam Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Pohon ini untuk

permudaan alamnya sangat sulit ditemukan karena populasinya sangat sedikit dan

sangat di sukai oleh satwa liar dan masyarakat lokal untuk dikonsumsi (Heriyanto,

dkk, 2007).

Penyebaran Lacci adalah mulai dari bagian barat Indonesia sampai bagian

timur yang meliputi, Jawa, Sumatra, Papua, Myammar dan Malaysia. Di Eropa

terdapat buah dari famili Fagaceae yang dinamakan buah kastanjes (Castanopsis

sativa Bl.). Heriyanto, dkk (2007) juga melaporkan bahwa Lacci tumbuh di

Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Swedia, Ukraina, dan Amerika Serikat.

Sistematika dan morfologi tumbuhan lacci (Castanopsis sp )

diklasifikasikan sebagai berikut:

14
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembulu)
Super divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tubuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (bekeping dua/dikotil)
Ordo : Fagales
Famili : Fagaceae
Genus : Castanopsis
Spesies : Castanopsis sp.

Daun pohon Lacci secara fisik berbentuk lancip memanjang (lanset)

dengan ukuran panjang 7-12 cm,lebar 2-3,5, permukaan daun licin berlilin dan

bagian bawah berwarna abu-abu keperakan ditutupi bulu-bulu menyerupai

bintang atau sisik yang lebat.

Tumbuhan ini memiliki daun tunggal dengan kedudukan berseling dan

tersusun seperti spiral dan daun menumpu (stipula) mudah runtuh. Daun penumpu

ditutupi daun penumpu lebat, panjang daun berkisar antara 10-15 mm dan lebar 2-

3 cm. Salah satu ciri khas organ vegetatifnya, yaitu bila daun dilipat maka akan

terlihat garis lilin yang berwarna putih memanjang pada bagian daun disebelah

atas. Pohon Lacci berbunga pada Agustus-Oktober dan berbuah pada November-

Februari, bunga jantan tersusun dalam untaian berbentuk bulir sepanjang 15-25

cm, bunga betina tumbuh menyendiri dengan panjang 5-15 cm, diameter 2-4 mm

dan bunga berwarna kuning keputihan.

Buahnya seperti buah rambutan, berkelompok dimana kulit buah ditutupi

oleh oleh duri yang tumbuh berkelompok, ramping, tajam dan berkayu. Buah

berbentuk bulat telur dengan duri mencuat pada empat sisi yang berisi tiga biji

15
berbentuk tipis dan cekung. Biji biasanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan

dengan cara direbus dan dibakar. Dalam satu kilogram terdapat 250 butir buah

atau satu liter terdapat 159 butir buah. Buah tidak dapat disimpan lama karena

daya kecambahnya cepat menurun, buah segar memiliki daya kecambah sekitar

75%.

Pohon lacci merupakan salah satu indigenous species yang berperan

penting dalam ekosistem pegunungan dengan tajuk yang lebar. Pohon ini

merupakan tempat bagi satwa liar terutama burung mamalia untuk mencari pakan,

beristirahat dan bersarang. Di Parnon Jerman salah satu species Lacci telah

ditanam di perkebunan seluas 450 ha dengan populasi 35.000, pohon untuk di

manfaatkan buahnya sebagai sumber pendapatan dan sumber makanan

(Moussouris dan Regato, 2002 dalam Heriyanto, dkk, 2007)

16
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September 2016 di Kecamatan

Bungayya Kabupaten Gowa.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

(1) GPS (Global positioning system), untuk menentukan posisi (koordinat) dan

ketinggian tempat pembuatan plot sampel.

(2) Tally sheet dan alat tulis menulis, digunakan untuk mencatat hasil

pengamatan dalam pengukuran.

(3) Kamera digital, digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian.

(4) Pita meter, untuk mengukur diameter pohon.

(5) Rol meter, tali rafiah, dan patok, digunakan untuk pembuatan plot.

(6) Peta administrasi dan tanah.

(7) Sunto, untuk mengukur tinggi pohon dan kelerengan.

(8) Kuisioner, sebagai daftar pertanyaan untuk wawancara.

C. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode survey eksploratif yaitu tindakan mengukur atau memperkirakan. Survey

suatu cara melakukan pengamatan dimana indikator mengenai variabel adalah

jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan kepada responden baik secara

lisan maupun tertulis dan wawancara dengan teknik semi struktural yaitu sebuah

17
wawancara yang dilakukan terhadap orang-orang yang relevan terhadap pokok

masalah, yang akan memberikan informasi atau data yang di teliti dengan

berpedoman pada daftar pertanyaan seperti: manfaat tanaman,cara pemanfaatan,

status tanaman (liar/budidaya) dengan menggunakan pendekatan Etnobotani.

D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

(1) Eksplorasi dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai tanaman

Lacci yang ada di Kecamatan Bungayya sebagai langkah awal dengan

cara mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat seperti Kepala Dusun atau

kepala Desa lalu melanjutkan ke orang-orang yang di informasikan oleh

Pak Dusun atau Desa.

(2) Membuat plot dengan ukuran 20 m x 50 m pada lahan yang ditumbuhi

tanaman Lacci didalamnya. Kemudian peletakan plot sampel dilakukan

dengan meletakkan titik panjang plot searah lereng.

(3) Semua jenis tanaman yang terdapat dalam plot tersebut dicatat jenis dan

jumlahnya kemudian diukur diameter, tinggi total dan tinggi bebas cabang.

(4) Wawancara langsung kepada petani pemilik kebun yang dijadikan sampel

dalam pengumpulan data

18
E. Parameter yang diamati
(1) Kelerengan dengan menggunakan sunto.

(2) Ketinggian tempat, digunakan GPS (Global positioning system).

(3) Jenis tanah pada lokasi penelitian.

(4) Tipe Iklim pada daerah tersebut

(5) Komposisi jenis system agroforestry. (Diameter, TOT, TBC)

F. Analisis Data
Data-data yang diperoleh seperti data kelerengan, ketinggian, jenis tanah,

ikllim, komposisi jenis, tinggi dan diameter tanaman dan hasil wawancara diolah

dalam bentuk tabulasi dan diananlisis secara deskriptif dan kuantitatif untuk

mendapatkan hasil yang menjadi dasar dalam pengambilan kesimpulan.Metode

analisis data yang digunakan pada penelitian ini :

a. Diameter

D=

Keterangan :

d = Diameter (m)

K = Keliling (m)

= 3,14

b Tinggi Total (TT)

TT = tan +

c.Tinggi Bebas cabang (TBC)


H TBC = tan x JP x TMP

19
Keterangan

= Sudut ()

TT = Tinggi Total (m)

JP = Jarak pengamat (10 m)

TMP = Tinggi Mata Pengamat ( 1,5 m)

TBC = Tinggi Bebas Cabang (m)

20
DAFTAR PUSTAKA

Arief, A. 2001. Hutan Dan Kehutanan.Kanisius.Yogyakarta. Halaman 151

Departemen Kehutanan, 2007. Penyelenggaraan Kegiatan Pengembangan


Agroforestry dan Aneka Usaha Kehutanan Tahun 2006.
(http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/1886). Diakses pada
tanggal 31 Mei 2016.

BPDAS Pemalijratun, 2010. Sasaran dan Tujuan Agroforestry.


(hhtp;//www.bpdas pemalijratun.net/index.php?option=comcontendanview
Article&catid=17;agroforestry&Itemid=29). Diakses pada tanggal 7 april
2016

Fandicka, 2011. Sistem Agroforestry di Indonesia dan Biodiversitas.


(http://fandicka.wordpress.com/2011/03/31/sistem-agroforestry-di-
indonesia-dan-biodervisitas /). Diakses pada tanggal 10 Mei 2016.

Fiyanti, B. 2014. Karakteristik dan Potensi Kebun Agroforestry Kemiri di


Desa Bonto Bulaeng dan Kayu Loe Kabupaten Bantaeng. Skripsi.
Fakultas Kehutanan UNHAS. Makassar

Heriyanto N, Reny Sawitri, dan Didi Subandinata, 2007. Kajian Ekologi


Permudaan Saninten (Castanopsis argentea (Bl.) A.DC.) di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango. Jawa Barat

Hairiah, K, Sardjono, M.A. 2003. Pengantar Agroforestry . World Agroforestry


Centre, Bogor.

Lahjie, A. M. 2001. Teknik Agroforestry. UPN Veteran, Jakarta. Hal 34, 35, 51

Mahendra, F. 2009. SistemAgroforestry dan Aplikasihnya. Graha Ilmu.


Yokyakarta. Hal 16-17, 18-20

Pabate, S. 2014. Struktur dan Komposisi Jenis Sistem Agroforestry Pada


Ketinggian Yang Berbeda di Kecamatan Sadan Kabupaten Toraja
Utara. Skripsi. Fakultas Kehutanan UNHAS. Makassar

Pebrianita. 2014. Analisis jenis tanaman dan pendapatan petani Agroforestry


di Kelurahan Gantarang Kecamatan Tingginmoncong Kabupaten
Gowa.Skripsi. Fakultas Kehutanan. UNHAS. Makassar

21
Sardjono, M. A, Tony, D, Hadi, S. A dan Nurheni, W, 2003. Klasifikasi dan Pola
Kombinasi Komponen Agroforestry . INCRAF, Bogor. Hal 1 dan 3

Suharjito, D. Leti S, Suyanto, Sri R .U. 2003. Aspek Sosial Ekonomi Dan
Budaya Agroforestry. INCRAF. Bogor. Hal 9, 10, dan 11

Valentino, S. 2015. Karakteristik Kebun Agroforestry Berbasis Kapuk (Ceiba


pentandra) di Kabupaten Bantaeng. Skripsi. Fakultas Kehutanan
UNHAS. Makassar

Widianto, K. Hairiah, D. Suharjito, M.A. Sardjono. 2003. Fungsi dan peran


Agroforestry. World Agroforestry Centre. Bogor

Wibowo, C. 2006. Hubungan Antara Keberadaan Saninten (Castnopsis sp.)


Dengan Beberapa Sifat Tanah Di Taman Nasional Gunung Gede
Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal 22-24

22

Anda mungkin juga menyukai