Anda di halaman 1dari 9

Term Paper

AGROFORESTRI
(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi Pangan Oleh
Dosen Pengampuh Bapak Dr. Abubakar Sidik Katili, S.Pd, M.Sc)

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Moh. Randy Putra Pratama Thalib (432422045)
2. Adelia Salsabila Rahman (432422044)
3. Dhea Ananda Pratiwi Tahaku (432422039)
4. Nur Alin Abdullah (432422035)
5. Rawiyanti Ibrahim (432422041)
6. Velma Agtavia (432422017)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroforestri merupakan cabang ilmu pertanian yang di dalamnya terdapat
aspek lingkungan seperti air, energi surya dan lain-lain yang berperan sebagai
komponen, terdapat juga petani dan masyarakat yang berperan sebagai
elemen pokok dari agroforestri. Agroforestri merupakan sistem pengelolaan
lahan sebagai cara untuk mengatasi masalah yang timbul akibat alih guna
lahan serta mengatasi masalah pangan. Secara sederhana, agroforestri
merupakan campuran dari beberapa jenis pepohonan dan ada sebagian lahan
yang ditanami tanaman musiman.
Agroforestri merupakan cabang ilmu baru di bidang pertanian yang
berkaitan dengan pengenalan dan pengembangan sistem agroforestri yang
dikembangkan oleh petani di daerah beriklim tropis dan subtropis selama
beberapa generasi. Agroforestri merupakan perpaduan antara ilmu kehutanan
dan agronomi, yang menggabungkan upaya kehutanan dengan
pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi
pertanian dan konservasi hutan (Hairiah, 2002).
Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan yang dapat
diusulkan untuk mengatasi permasalahan terkait perubahan penggunaan
lahan serta mengatasi permasalahan pangan. Sederhananya, Agroforestri
berarti menanam pohon pada lahan pertanian dan kita tidak boleh lupa bahwa
petani atau masyarakat adalah faktor (subyek) utamanya. Dengan demikian,
penelitian agroforestri tidak hanya berfokus pada permasalahan teknis dan
biofisik saja namun juga berfokus pada permasalahan sosial, ekonomi, dan
budaya yang selalu berubah seiring berjalannya waktu, oleh karena itu
agroforestri merupakan ilmu yang dinamis (Widianto & Suprayogo, 2003).
Aspek lingkungan merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi
agroforestri melalui interaksi antara kondisi fisik yang meliputi keadaan
sumber daya alam berupa tanah, air, energi matahari dan mineral dengan
organisme hidup termasuk flora, fauna dan mikroorganisme. Kegiatan
agroforestri sendiri juga mempunyai dampak terhadap lingkungan, baik positif
maupun negatif. Beberapa hasil penelitian terkait aspek lingkungan adalah

1
dampak agroforestri terhadap habitat alami satwa liar di desa Batang Duku,
kecamatan Bukit Batu (Hairiah, 2002).
Dalam perkembangannya, sistem agroforestri sederhana ini juga
merupakan gabungan dari beberapa jenis pohon dan areal tertentu yang
ditanami pohon musiman, tergantung kebutuhan dan kondisi setempat.
Bentuk agroforestri sederhana ini juga ditemukan pada sistem
pertanian tradisional (Mokoginta, 2018).
Satjapradja dalam Rauf dalam Yanuarti (2019) mendefinisikan agroforestri
merupakan suatu metode penggunaan lahan optimal yang menggabungkan
sistem produksi organik rotasi pendek dan panjang (kombinasi antara
kehutanan dan produksi organik lainnya) dengan cara yang didasarkan pada
prinsip-prinsip keberlanjutan, baik secara simultan maupun berurutan, di
dalam kawasan hutan atau di luar hutan. , dengan tujuan membawa
kebahagiaan bagi orang-orang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme agroforestri?
2. Bagaimana hubungan agroforestri dari perspekstif ekologi?
3. Apa dampak dari agroforestri?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme agroforestri
2. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan agroforestri dari perspektif ekologi
3. Mahasiswa dapat mengetahui dampak dari agroforestri

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme Agroforestri
Mekanisme agroforestri adalah melalui penerapan model penggunaan
lahan yang menjadi model bisnis pertanian yang penting bagi petani dan
sering kali memiliki dana lahan pertanian yang terbatas. Dengan model seperti
ini, intensitas panen pada akhirnya akan meningkat dan bisa mendatangkan
tambahan pendapatan, produksi dalam bentuk nilai material dan finansial.
Agroforestri merupakan model teknologi pertanian yang semakin penting,
terutama bagi masyarakat pedesaan dengan sumber daya lahan yang
terbatas. Model bisnis pertanian ini memberikan kesempatan kepada pemilik
lahan untuk meningkatkan konsumsi produk per unit luas. Model agroforestri
dinilai mampu mengatasi permasalahan kehidupan petani, termasuk
memenuhi kebutuhan subsistemnya. Selain itu, sistem wanatani akan
menekankan penggunaan spesies pohon serbaguna dan mengidentifikasi
hubungan antara tipe vegetasi yang terintegrasi. Saat ini telah diterima secara
luas bahwa Agroforestri memiliki potensi manfaat yang sangat besar sebagai
alternatif pengelolaan lahan yang penting untuk melestarikan tanah dan
menjaga kesuburan dan produktivitas tanah di wilayah tropis (Senoaji, 2012).
Menurut Garrty (2010), menyatakan bahwa Agroforestri adalah suatu
praktek pertanian yang menggabungkan tanaman dengan tanaman pertanian
atau peternakan dalam satu sistem. Ini memiliki beberapa cara kerja, antara
lain:
1. Sistem Tumpangsari: Pohon ditanam dengan tanaman pertanian atau
ternak di sebidang tanah yang sama. Pohon dapat melindungi dan
mengatur iklim mikro serta meningkatkan keanekaragaman hayati.
2. Sistem Sela: Pohon ditanam berjajar di antara tanaman pertanian atau
peternakan untuk memberikan manfaat seperti pelindung angin,
peningkatan kesuburan tanah, dan penyerapan air yang lebih baik.
3. Sistem Agroforestri Hutan: Hutan yang ada dikelola untuk produksi produk
kayu atau non-kayu serta tanaman pertanian atau peternakan yang sesuai.
4. Sistem silvopastura: Pohon ditanam di lahan peternakan untuk memberikan
naungan bagi ternak dan juga kayu.

3
2.2 Hubungan Agroforestri dari Perspektif Ekologi
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang menggabungkan
pepohonan, semak, tanaman pangan, dan ternak dengan cara yang
berkelanjutan secara ekologis. Perspektif ekologi Agroforestri adalah suatu
sistem yang mengoptimalkan penggunaan lahan dengan cara memadukan
tanaman berkayu dengan tanaman atau hewan. Sebagai salah satu alternatif
sistem penggunaan lahan, agroforestri merupakan solusi yang sangat
menjanjikan dalam memulihkan fungsi hutan yang hilang pasca konversi.
Namun perlu dipahami bahwa tidak semua fungsi yang hilang dapat
dipulihkan melalui penerapan agroforestri. Demikian pula tidak semua sistem
agroforestri dapat menghasilkan fungsi yang sama (baik jenis maupun
kualitasnya). Bahkan penerapan sistem wanatani dapat menimbulkan
dampak negatif. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan alat untuk
menilai berfungsinya sistem agroforestri, baik pada skala mikro maupun
meso-ke-makro. Dengan memahami mekanisme yang menimbulkan dampak
positif dan negatif dari penerapan sistem agroforestri, maka dapat dilakukan
upaya untuk meminimalkan dampak negatif penerapan agroforestri sehingga
memberikan manfaat sebesar-besarnya baik bagi pendapatan petani maupun
jasa lingkungan (Tomich, dkk, 1995).

Menurut Tomich, dkk (1995), menyatakan bahwa salah satu fungsi


agroforestri pada tingkat lanskap (skala menengah) yang telah dibuktikan di
berbagai lokasi adalah kemampuannya dalam menjaga dan mempertahankan
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, khususnya terkait
dengan kesesuaian lahan. Beberapa dampak positif dari sistem agroforestri
skala menengah antara lain:

a. Memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah


b. Menjaga fungsi hidrologi kawasan
c. Mempertahankan cadangan karbon
d. Mengurangi emisi gas rumah kaca
e. Mempertahankan keanekaragaman hayati.

4
2.3 Dampak dari Agroforestri
Menurut Efendi (2022) menyatakan bahwa dampak dari agroforestri
meliputi:
1. Spesies yang sangat sensitif terhadap gangguan aktivitas manusia,
Karena adanya eksploitasi untuk tujuan komersial atau memang spesies
tersebut tidak tahan sama sekali oleh adanya gangguan manusia.
Misalnya: eksplotasi terhadap jenis pohon yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi seperti gaharu (Aquilaria) dan gemur (Litsea) serta hewan liar
lainnya. Sebagai contoh sejenis pakuan yang berdaun tipis membutuhkan
mikroklimat tertentu seperti yang dijumpai di bawah tegakan hutan tua yang
rapat akan sangat terganggu bila ada kegiatan eksploitasi oleh manusia,
demikian pula dengan burung rangkong (hornbill) yang tergantung pada
keberadaan kayu besar (pohon mati) di hutan.
2. Banyak spesies satwa liar yang berbahaya bagi agroforestri sehingga
cenderung dimusnahkan, meskipun sebenarnya mereka dapat hidup di
lingkungan agroforestri. Misalnya saja babi hutan, kera pemakan daun atau
bahkan orangutan yang kerap datang mencari makan pada model
agroforestri di pinggir hutan. Dalam kondisi seperti ini, petani tidak akan
menganggap keanekaragaman hayati sebagai hal yang penting; Hewan-
hewan ini adalah musuh yang harus dimusnahkan. Hewan jenis ini perlu
dilindungi karena kehidupannya lebih terancam oleh manusia, atau karena
dieksploitasi dan berkonflik dengan manusia. Pada skala plot, kedua
proses ini tidak dapat berjalan seiring dari sudut pandang organisasi dan
petani.
3. Pada skala bentang alam, agroforestri menyebabkan lahan hutan
terbagi menjadi beberapa bagian kecil sehingga membatasi ruang gerak
hewan. Keberadaan bagian hutan tersebut menyebabkan kondisi iklim
mikro yang berbeda-beda sehingga menyebabkan jenis tumbuhan tertentu
tidak dapat berkembang biak bahkan punah.
4. Habitat satwa liar terganggu. Alam merupakan habitat seluruh hewan
yang ada di muka bumi. Jika terjadi kerusakan alam, hewan kehilangan
habitat aslinya.
5. Mengurangi sumber makanan bagi satwa liar. Ketika hutan dirusak dan
populasi menurun, hewan kehilangan sumber makanannya. Ketika

5
makanan tidak lagi tersedia di alam liar atau di hutan habitat satwa liar,
maka keanekaragaman organisme hidup akan berkurang dan bahkan
kepunahan dapat terjadi. Karena setiap makhluk hidup membutuhkan
makanan untuk bertahan hidup.
6. Konflik dengan manusia. Hewan yang hidup di hutan yang habitat
liarnya terganggu akan menyebabkan banyak hewan yang bermigrasi dari
hutan ke pemukiman, bahkan banyak hewan seperti monyet yang
menyeberang jalan.
7. Keanekaragaman hayati berkurang. Jenis hewan langka mempunyai
pengaruh yang besar terhadap keanekaragaman makhluk hidup yang ada
di muka bumi ini, apalagi Indonesia terkenal dengan keanekaragaman
hayati dan makhluk hidup sehingga alam terus dirusak, khususnya
penggundulan hutan menyebabkan keanekaragaman tersebut berkurang
atau bahkan hilang.
8. Kepunahan. Ketika tidak ada lagi makanan di alam liar, banyak hewan
langka yang kehilangan makanan dan kelaparan. Semua makhluk hidup
membutuhkan makanan untuk bertahan hidup. Namun jika makanan yang
cukup tidak diberikan, hewan ini akan melemah dan mati sehingga
berujung pada kepunahan.

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa agroforestri merupakan
salah satu teknologi usaha pertanian yang peranannya semakin meningkat,
khususnya bagi masyarakat pedesaan dengan sumber daya lahan yang
terbatas. Agroforestri mempunyai cara kerja, antara lain dengan menerapkan
model penggunaan lahan, yang mana hal ini memberikan model bisnis
pertanian yang penting bagi petani yang seringkali memiliki lahan pertanian
terbatas. Beberapa metode tersebut adalah sistem tumpangsari, sistem
tumpang sari, sistem agroforestri, dan sistem silvopastura. Dengan
perencanaan seperti ini, intensitas panen pada akhirnya akan meningkat dan
dapat memberikan tambahan hasil berupa nilai fisik dan finansial. Agroforestri
dari sudut pandang ekologi adalah suatu sistem yang mengoptimalkan
penggunaan lahan dengan menggabungkan tanaman berkayu dengan
tanaman dan/atau hewan. Sebagai alternatif sistem penggunaan lahan,
agroforestri merupakan solusi yang cukup menjanjikan untuk mengembalikan
fungsi hutan GBSI yang hilang pasca konversi. Interaksi yang berbeda
tentunya akan menimbulkan dampak yang berbeda pula, seperti
terfragmentasinya lahan hutan menjadi bagian-bagian kecil sehingga
membatasi ruang gerak hewan, sehingga beberapa spesies tumbuhan tidak
dapat berproduksi, atau bahkan punah.

7
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, M. R. (2022).Dampak Program Agroforestri terhadap Habitat Asli Fauna


di Desa Batang Duku Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis.
Prosiding Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (PISIP), 2(1), 22-29.

Garrity, D. P., et al. (2010). Agroforestry and Biodiversity Conservation in Tropical


Landscapes. Island Press.

Hairiah, K., van Noordwijk, M., & Suprayogo, D. (2002). Interaksi Antara Pohon-
Tanah-Tanaman Semusim: Kunci Keberhasilan Atau Kegagalan Dalam
Sistem Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF)
Southeast Asia. Bogor.

Jose, S., & Gordon, A. M. (2008). Ecological knowledge and its implications for
agroforestry. In Agroforestry-The Future of Global Land Use (pp. 1-13)

Mokoginta, M. M. (2018). Pengelolaan agroforestry. Deepublish.

Senoaji, G. (2012). Pengelolaan lahan dengan sistem agroforestry oleh


masyarakat Baduy di Banten Selatan. Bumi lestari, 12(2).

Tomich TP, M van Noordwijk, S Budidarsono, A Gillison, T Kusumanto, D


Murdiyarso, F Stolle and AM Fagi. 1995. Alternatives to slash-and-burn in
Indonesia. Summary Report and Synthesis of Phase II. ASB-Indonesia
Report Nummer 8. Bogor, Indonesia.

Widianto, N. W., & Suprayogo, D. (2003). Pengelolaan dan Pengembangan


Agroforestri. Bahan Ajaran Agroforestri, 6, 24.

Anda mungkin juga menyukai