Anda di halaman 1dari 9

BAB.

I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hutan merupakan potensi atau kekayaan alam yang apabila dikelola dengan
baik dan bijak akan memberikan manfaat yang besar bagi hidup dan kehidupan,
tidak saja bagi manusia melainkan juga bagi seluruh kehidupan di alam ini.
Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang dapat
ditawarkan untuk memanfaatkan lahan di bawah tegakan hutan tanaman yang juga
dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Alviya
dan Suryandari (2006), agroforestri mempunyai fungsi sosial, ekonomi dan
ekologi. Dengan pola agroforestri diharapkan tujuan pemanfaatan hutan rakyat
untuk penanaman kayu penghasil pulp dapat mengakomodir tujuan utamanya
yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mengindahkan
prinsip-prinsip kelestarian hutan.
Pemikiran tentang pengkombinasian komponen kehutanan dengan
pertanian sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Pohon-pohon telah
dimanfaatkan dalam sistem pertanian sejak pertama kali aktivitas bercocok tanam
dan memelihara ternak dikembangkan. Sekitar tahun 7000 SM terjadi perubahan
budaya manusia dalam mempertahankan eksistensinya dari pola berburu dan
mengumpulkan makanan ke bercocok tanam dan beternak. Sebagai bagian dari
proses ini mereka menebang pohon, membakar serasah dan selanjutnya
melakukan budidaya tanaman. Dari sini lahirlah pertanian tebas bakar yang
merupakan awal agroforestry.
Keberadaan pohon dalam agroforestri mempunyai dua peranan utama.
Pertama, pohon dapat mempertahankan produksi tanaman pangan dan
memberikan pengaruh positif pada lingkungan fisik, terutama dengan
memperlambat kehilangan hara dan energi, dan menahan daya perusak air dan
angin. Kedua, hasil dari pohon berperan penting dalam ekonomi rumah tangga
petani. Pohon dapat menghasilkan 1) produk yang digunakan langsung seperti
pangan, bahan bakar, bahan bangunan; 2) input untuk pertanian seperti pakan
ternak, mulsa; serta 3) produk atau kegiatan yang mampu menyediakan lapangan
kerja atau penghasilan kepada anggota rumah tangga.
Tradisi pemeliharaan pohon dalam bentuk kebun pada areal perladangan,
pekarangan dan tempat-tempat penting lainnya oleh masyarakat tradisional itu
dikarenakan nilai-nilainya yang dirasakan tinggi sejak manusia hidup dalam
hutan. Menurut Hariah (2003) pada akhir abad XIX, pembangunan hutan tanam
menjadi tujuan utama. Agroforestry dipraktekkan sebagai sistem pengelolaan
lahan. Kelebihan sistem ini bukan hanya dapat menghasilkan bahan pangan, tetapi
juga dapat mengurangi biaya pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman yang
memang sangat mahal. Selanjutnya taungya dikenal di Indonesia sebagai
tumpangsari. Banyak ahli yang
berpendapat bahwa sistem taungya adalah cikal bakal agroforestri modern.
Agroforestry klasik atau tradisional sifatnya lebih polikultur dan lebih besar
manfaatnya bagi masyarakat setempat dibandingkan agroforestry modern.
Agroforestry modern hanya melihat komuninasi antara tanaman keras atau pohon
komersial dengan tanaman sela terpilih. Dalam agroforestry modern, tidak
terdapat lagi keragaman kombinasi yang tinggi dari pohon yang bermanfaat atau
juga satwa liar yang menjadi terpadu dari sistem tradisional (Hariah K et al, 2003)
Dengan demikian, pertimbangan sosial ekonomi dari suatu sistem
agroforestri merupakan faktor penting dalam proses pengadopsian sistem tersebut
oleh pengguna lahan maupun pengembangan sistem tersebut baik oleh peneliti,
penyuluh, pemerintah, maupun oleh petani sendiri.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan agroforestry ?
2. Ruang lingkup apa saja yang terdapat dalam agroforestry ?
3. Apa saja tujuan dan sasaran dalam sistem agroforestry ?
4. Bagaimana jenis sistem penggunaan lahan agroforestry di tempat tersebut ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah yang berjudul “Penerapan
agroforestry di daerah Simalingkar” adalah untuk mengetahui jenis sistem
agroforestry yang biasa digunakan oleh masyarakat sekitar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Agroforestry


Agroforestry menurut Huxley (dalam Suharjito et al.) merupakan salah
satu sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu
(pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau
dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak
atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.
Agroforestry telah menarik perhatian peneliti-peneliti teknis dan sosial
akan pentingnya pengetahuan dasar pengkombinasian antara pepohonan dengan
tanaman tidak berkayu pada lahan yang sama, serta segala keuntungan dan
kendalanya. Penyebarluasan agroforestry diharapkan bermanfaat selain mencegah
perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumber daya hutan, dan meningkatnya
mutu pertanian serta menyempurnakan intesifikasi dari diversifikasi silvikultur
(Hariah et al, 2003).

2.2. Ruang Lingkup Agroforestry


Pada dasarnya agroforestry terdiri dari tiga komponen pokok yaitu :
kehutanan, pertanian, dan peternakan. Masing-masing komponen sebenarnya
dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai satu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya
saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas
atau kelompok produk yang serupa. Menurut Sa’ad (2002) Penggabungan tiga
komponen tersebut menghasilkan beberapa kemungkinan bentuk kombinasi
yakni:
1 Agrosilvikultur merupakan kombinasi tanaman dan pohon, dimana
penggunaan lahan secara sadar untuk memproduksi hasil-hasil pertanian
dan kehutanan.
2 Silvopastura merupakan kombinasi padang rumput (makanan ternak dan
pohon), pengelolaan lahan hutan yang memproduksi hasil kayu dengan,
dan sekaligus pemeliharaan ternak.
3 Agrosilvopastural merupakan kombinasi tanaman, padang rumput
(makanan ternak dan pohon) pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi
hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara
hewan ternak.
4 Silvofishery merupakan kombinasi kegiatan kehutanan dan perikanan.
5 Apiculture merupakan budi daya lebah madu yang dilakukan pada
komponen kehutanan.
6 Sericulture merupakan budi daya ulat sutra yang dilakukan pada
komponen kehutanan.
Dalam bahasa Indonesia , kata agroforestry dikenal dengan istilah wana
tani yang artinya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut De
foresta dan Michon (dalam Hariah et al.) agroforestry dapat dikelompokkan
menjadi dua sistem yakni :
1 Agroforestry sederhana merupakan sistem pertanian di mana pepohonan
ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman
semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan
tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lainnya
misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar.
2 Agroforestry kompleks merupakan sistem pertanian menetap yang
melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam
maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola
petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan,
contohnya hutan dan kebun.

2.3. Tujuan dan Sasaran Agroforestry


Agroforestry merupakan bentuk dari sistem pertanian yang orisinil di
daerah-daerah yang semula lahannya berupa hutan. Sistem agroforestry memiliki
peluang yang menjanjikan dengan produksi tanaman semusim dan tahunan, tetapi
juga mengintegrasikan usaha peternakan. Secara ekologis agronomis, ternyata
dapat menunjukkan banyak manfaat yang tidak dijumpai pada sistem agroforestry
maka secara umum pohon-pohon akan menyediakan struktur pemanenan di atas
dan di bawah tanah bagi sistem tanam (Arief, 2001).
Sebagaimana pemanfatan lahan lainnya, agroforestry dikembangkan untuk
memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Agroforestry diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan
pedesaan dan sering kali sifatnya mendesak. Agroforestry utamanya diharapkan
dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara
berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat.
Sistem keberlanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan
produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan.
Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan sistem agroforestry
menurut Von Maydell (dalam Hariah et al.) yakni : menjamin dan memperbaiki
kebutuhan pangan, memperbaiki penyediaan energi lokal khususnya produksi
kayu bakar, meningkatkan dan memperbaiki secara kualitatif dan diversifikasi
bahan mentah kehutanan maupun pertanian, memperbaiki kualitas hidup daerah
pedesaan khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit di mana
masyarakat miskin banyak dijumpai, memelihara dan bila mungkin memperbaiki
kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat (Hariah et al , 2003).

2.4. Sistem penggunaan lahan agroforestry di tempat


A. Waktu dan Tempat Survei
Survei dilakukan pada hari Minggu, 2 April 2017 pukul 10.00 WIB.
Lokasi survei lahan yang dilakukan beralamat di Jln. Simalingkar Lingkungan X
Kelurahan. Kuala Bekala Kecamatan. Medan Johor.

B. Kepemilikan dan Karakteristik Agroforestry di tempat

1) Pemilik lahan
Lahan ini dimiliki bapak Heri.
2) Luas Lahan
Luas Lahan adalah 1.5 Ha.
3) Sistem Agroforestry
Agroforestry di lahan ini termasuk kedalam agroforestry kompleks,
karena merupakan suatu sistem pertanian menetap dengan melibatkan
banyak jenis pohon baik yang ditanam oleh pemilik maupun yang
tumbuh sendiri. Sistem agroforestry di lokasi ini adalah Agrosilvofishery.
Merupakan kombinasi antara tiga komponen di dalam satu lahan, yaitu
komponen kehutanan, pertanian dan perikanan.

Komponen-komponen penyusun Agrosilvofishery ini adalah sebagai berikut.


A. Kehutanan dan Perikanan
B. Pertanian
BAB III
KESIMPULAN

Agroforestry menurut Huxley (dalam Suharjito et al.) merupakan salah


satu sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu
(pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau
dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak
atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan
ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.
Pada dasarnya agroforestry terdiri dari tiga komponen pokok yaitu :
kehutanan, pertanian, dan peternakan. Agroforestry utamanya diharapkan dapat
membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara
berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat.
Sistem keberlanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan
produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan.
Pada lahan di tempat tersebut di buat system agroforestry dikarenakan itu
merupakan warisan dari orangtua pak heri yang dulunya adalah seorang
pengusaha. Penghasilan dari lahan tersebut mencapai jutaan rupiah yang
merupakan penghasilan dari usaha ternak ikan patin yang menghasilkan jutaan
rupiah per panen, lalu dari segi kehutanan terdapat pohon durian, ketapang,
manga, jambu dan tanaman-tanaman mpts lainnya yang menghasilkan ratusan
ribu rupiah per panen juga dan dari segi pertanian juga terdapat tanaman pohon
pisang, jagung, sawit, dan ubi kayu yang menghasilkan jutaan rupiah per panen.
Manfaat lain tanaman dan ternak selain sebagai penghasil tambahan adalah
tanaman mpts dan ternak ikan patin juga dimanfaatkan untuk konsumsi sehari-hari
oleh keluarga tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Suharjito, Didik, Leti Sundawati, Suryanto, Sri Rahayu Utami. 2003. Aspek Sosial
Ekonomi dan Budaya Agroforestri: PDF. ICRAF. Bogor

Suyanto S, Khususiyah N, Permana RP and MD Angeles. 2002. The Role of


Land Tenure in Improving Sustainbale Land Management and
Environment in Forest Zone. Draft report of CIFOR/ICRAF fire
project.

Schoorl JW. 1970. Muyu Land Tenure. New Guinea Research Bulletin No. 38:
34-41. The New Guinea Research Unit, The Australian National
University. Canbera.

Suharjito D dan S Sarwoprasodjo. 1997. Organisasi Keluarga dan Status Wanita


(Studi Kasus Peranan Wanita Pada Keluarga Penyadap Getah Pinus
dan Keluarga Petani Hutan Rakyat). Penelitian OPF. Pusat Studi
Wanita, Lembaga Penelitian IPB.Bogor.

Suharjito D, Mugniesyah SM, Guhardja S dan Sri Hartoyo. 1997.


Hubungan Perilaku Manusia dan Lingkungan Binaan (Studi Kasus
Gender dalam Pembinaan Program Penghijauan di DAS Cimanuk
Hulu, Propinsi Jawa Barat). Penelitian Ilmu Pengetahuan Dasar-
Ditjen DIKTI. Pusat Studi Wanita, Lembaga Penelitian IPB.Bogor.

Suharjito D. 2002. Kebun-Talun: Strategi Adaptasi Sosial Kultural dan Ekologi


Masyarakat Pertanian Lahan Kering di Desa Buniwangi, Sukabumi-
Jawa Barat. Disertasi, Program Studi Antropologi Universitas
Indonesia.

Suryanata K. 2002. Dari Pekarangan menjadi Kebun Buah-Buahan: Stabilisasi


Sumber daya dan Diferensiasi Ekonomi di Jawa. Dalam Murray Li T
(Penyunting). Proses Transformasi Daerah Pedalaman di Indonesia.
Yayasan Obor Indonesia.

Teluma, D.L. 2002. Pengembangan Program Wanatani. Dalam Roshetko JM et


al. (editor). Wanatani di Nusa Tenggara. ICRAF dan Winrock
International. Bogor.

Van der Poel P and H van Dijk. 1987. Household Economy and Tree Growing in
Upland Central Java. Agroforestry Systems No. 5: 169-184.
Martinus Nijhoff Publishers. Dordrecht. The Netherlands.

Wijayanto N. 2001. Faktor dominan dalam sistem pengelolaan hutan


kemasyarakatan. Disertasi S3, PPS-IPB. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai