Sumatera
Tugas
Agroforestry dan Sistem Pertanian
Konservasi
OLEH
MORTON EFENDI MANURUNG
NIM : 1810247079
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
BAB I
PENDAHULUAN
usahatani.
Prinsip Teknologi
tertentu dalam satu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporel dan
1982 dalam Nair, 1993).
terjadinya erosi.
rumah tangga.
dan perkakas.
6. Hasil bumi untuk perdagangan, dapat meningkatkan pendapatan
rumah tangga.
diversifikasi pekerjaan.
1.2 Tujuan
1. Penghutanan kembali.
TINJAUAN PUSTAKA
dan aspek ekologi. Kedua teori tersebut memiliki arti yang sama dalam hal
dan juga sifat dari tajuknya, dimana terbagi atas interaksi positif, netral, atau
lainnya, dan disebut interaksi netral apabila keberadaan kedua jenis tanaman
dan satu atau beberapa jenis tanaman semusim. Jenis pohon yang ditanam
bisa bernilai ekonomi tinggi seperti kelapa, karet, cengkeh, jati dan atau
pohon yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra.
rerumputan atau jenis tanaman lain seperti pisang, kopi, coklat. Contoh pola
tanamnya adalah budidaya pagar (alley cropping) lamtoro dengan padi atau
jagung, pohon kelapa ditanam pada pematang mengelilingi sawah dan lain-
menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam
dan dirawat oleh penduduk setempat, dengan pola tanam dan ekosistem
dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Asmi et al. (2013) menyatakan
berkayu.
4. selalu memiliki dua macam produk atau lebih, misalnya pakan ternak,
berkumpulnya keluarga/masyarakat.
intermediet).
sebagai berikut:
lainnya).
sehingga siklusnya selalu lebih dari satu tahun. Sistem agroforestri juga
bersifat lokal, karena harus cocok dengan kondisi- kondisi ekologi, sosial-
dan teknologi.
a. Sistem Pekarangan
mugkin ada sedikit variasi musiman. Dua lapisan yang paling rendah
dan bumbu- bumbuan. Ubi kayu dan ganyong merupakan tanaman yang
paling umum di pekarangan.
pisang, pepaya, dan pohon buah-buahan yang lain. Lapisan lima sampai
lainnya, antara lain sengon, sebagai kayu bangunan dan kayu bakar.
b. Sistem Kebun-Talun
Sistem kebun talun biasanya terdiri dari tiga tahap: kebun, kebun-
ini biasanya dikonsumsi sendiri oleh keluarga petani, dan hanya sebagian
dijual sebagai sumber penghasilan. Pada tahap kebun ini, terdapat tiga
(1) lapisan terendah terdiri atas tanaman merambat yang menutupi tanah
(3) bagian atas lapisan yang diisi oleh jagung tembakau, ubi kayu, dan
bambu.
talun, erosi yang sangat sedikit karena semak-semak dan guguran daun
melimpah. Jika semak- semak dan guguran daun dikurangi, erosi akan
oleh petani di Bali. Lapisan pertama, yang terdiri dari rerumputan dan
Sistem tiga strata membagi suatu lahan menjadi tiga bagian: inti,
selimut, dan batas. Inti dipelihara untk produksi pangan. Areal dibagi
pohon-pohon ini lamtoro atau gamal ditanam sebagai semak dengan jarak
tanam 10 cm.
digunakan harus tidak lebih tinggi dari tanaman pokok (kehutanan), agar
pengembilan zat hara tidak pada tempat yang sama di dalam horison tanah,
(5) Tidak menimbulkan erosi atau merusak struktur tanah setelah tanaman
1. Ekologis:
maksud ini dapat dipilih jenis-jenis pohon bertajuk ringan, berakar dalam
produktivitas tanah;
Permudaan alami lambat serta radius penyebaran biji sempit agar tidak
dengannya.
2. Ekonomis:
lainnya;
berupa kayu tidak hanya diperoleh pada akhir daur, tetapi selama daur.
agroforestri antara lain (Perum Perhutani, 1993): (1) Faktor lingkungan: jenis
tanaman, topografi, kesuburan tanah, iklim, hama dan penyakit; (2) Faktor
SISTEM AGROFORESTRI
agroforestri yang paling umum, tetapi juga sekaligus yang paling mendasar
sebagai berikut:
dapat memiliki nilai ekonomi tambahan. Interaksi yang terjadi (dalam hal ini
contoh silvopastura (lihat Nair, 1989), antara lain: Pohon atau perdu pada
terpadu antara ternak dan produk kayu (integrated production of animals and
pada ruang dan waktu yang sama (misal: penanaman rumput hijauan ternak
di bawah tegakan pinus, atau yang lebih ekstrim lagi adalah sistem ‘cut and
carry’ pada pola pagar hidup/living fences of fodder hedges and shrubs; atau
konservasi dan ekonomi (jasa dan produksi) bersifat nyata dan terdapat
pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan alam bukan
Masa Perkembangannya).
penyediaan pakan satwa liar (a.l. buah-buahan untuk berbagai jenis burung),
dan sebaliknya fungsi satwa liar bagi proses penyerbukan atau regenerasi
tegakan, serta sumber protein hewani bagi petani pemilik lahan. Terdapat
Jawa.
digunakan istilah teknis yang berbeda atau lebih spesifik, seperti sistem, sub-
silvopastura, agrosilvopastura.
ciri-ciri yang lebih rinci dan lingkup yang lebih mendalam. Sebagai contoh
petani lokal atau unit manajemen yang lain, yang di dalamnya terdapat
pertanian.
keuntungan yang lebih besar. Oleh karena itu, praktek agroforestri seringkali
coba pola manajemen pola tanam dan tahun tanam baru dalam sistem
tumpangsari pada kebun jati di beberapa tempat di Jawa Timur dan Jawa
tersebut dijumpai dalam satu unit manajemen lahan hingga pada suatu
hutan payau atau hutan pantai yang membatasi atau berada dalam mosaik
kebun atau lahan pertanian yang diberakan (dapat dijumpai di hampir seluruh
pulau di Indonesia);
Hutan-hutan sekunder yang bersatu dengan usaha-usaha pertanian.
tradisional
Tenganan di Bali – lebih detil lihat Michon et al., 1986; Sardjono, 1990;
lebih detil lihat artikel kebun pekarangan di Jawa dalam Soemarwoto, et al.,
1985a;b).
oleh Sir Dietrich Brandis (seorang rimbawan Jerman yang bekerja untuk
tanah jika terjadi hujan lebat, apalagi jika penutupan tanah sangat
pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan alam bukan
petani.
karena memang dibutuhkan dan terdapat rasa memiliki oleh para petani.
ketika terjadi over produksi diatasi dengan sistem kemitraan (Sasongko et al.
dan strategis karena petani memerlukan sosok, figur, contoh, teladan yang
petani/kelompok tani perlu terus dirintis oleh berbagai pihak, agar semakin
pesisir dengan jangka waktu pengusahaan 20 tahun dan tingkat suku bunga
8%, di peroleh, nilai NPV > 0 (positif), dan B/C Ratio ≥ 1 dan nilai IRR≥tingkat
suku bunga (i) untuk semua bentuk penggunaan lahan, dapat dilihat pada
berkayu jati dan mahoni tergolong cukup sesuai (S2). Tanaman tahunan yaitu
pisang tingkat kesesuaian lahan tergolong cukup sesuai (S2) dan untuk
tanaman pakan ternak jenis rumput gajah memiliki tingkat kesesuaian lahan
sesuai marjinal (S3). Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk jenis tanaman
Buck, LE, JP. Lassoie, and ECM. Fernandes. (editors). 1999. Agroforestry in
sustainable agricultural systems. CRC Press. USA.
Cooper, PJ, RRB. Leakey, MR. Rao, and L. Reynolds. 1986. Agroforestry
and the migrations of land degradation in the humid and sub-humid
tropics of Africa. Exp. Agric. 32:235-290.
Nasution, L.H. dan Joyowinoto, 1995. Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian
dan Dampaknya terhadap Keberlanjutan Sumberdaya Pangan.
Makalah Lokakarya Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya
Lahan dan Air, dampaknya terhadap Keberlanjutan Swasembada
Pangan. PPSEP-JKII -The Ford Foundation, Bogor.
Singh, P, PS. Pathak, and MM. Roy. (editors). 1995. Agroforestry system for
sustainable land use. Science Publishers, Inc. New Delhi.