“EKOSISTEM AGROFORESTRY”
DOSEN : Dr.MEISANTI,SP,M.P.
NIM : 2019610094
KELAS : II A
FAKULTAS PERTANIAN
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Pengertian Ekosistem
Ekosistem adalah sistem alam yang terdiri dari komponen-komponen pengada
insani (biota) serta pengada ragawi (abiota) dengan tatanan dalam lingkungan dimana
antara sesamanya berlangsung pertukaran zat dan energi yang diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan kehidupan.
B. Pengertian Agroforestry
Perhutani (2002a) mendefinisikan agroforestry adalah pemanfaatan lahan secara
optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian
pada unit pengelolaan lahan yang sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik,
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang berperan serta. Adapun tujuan agroforestry
maupun sistem tumpangsari ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
desa sekitar hutan, dengan cara memberikan peluang kepada masyarakat desa atau petani
pesanggem untuk bercocok tanam-tanaman pangan guna peningkatan pendapatan
penduduk. Dengan cara demikian penduduk desa sekitar hutan diharapkan dapat berperan
aktif dalam usaha penyelamatan dan pencegahan kerusakan hutan dan lahan.
Menurut de Foresta dan Michon(1997), agroforestry dapat dikelompokkan
menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestry sederhana dan sistem agroforestry
kompleks. Sistem agroforestry sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana
pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim.
Bentuk agroforestry sederhana yang paling banyak dibahas di Jawa adalah tumpangsari.
Sementara sistem agroforestry kompleks merupakan suatu sstem pertanian menetap yang
melibatkan banyak jenis pohon baik yang ditanam secara sengaja maupun tumbuh alami.
Ciri utama agroforestry kompleks adalah kenampakan fisik dan dinamika didalamnya
yang mirip dengan ekosistem hutan sehingga disebut pula sebagai agroforest.
C. Intersepsi Air
Intersepsi air hujan oleh tanaman adalah proses tertahannya air hujan pada
permukaan tanaman yang kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. Air hujan yang jatuh
di atas tanaman tidak langsung sampai ke permukaan tanah untuk berubah menjadi aliran
permukaan (surface run off), tetapi untuk sementara air hujan akan ditampung oleh tajuk
atau kanopi, batang dan cabang tanaman. Setelah tempat-tempat tersebut jenuh air, air
hujan akan sampai ke permukaan tanah melalui air lolos (throughfall) dan aliran batang
(stemflow). Akibat adanya proses penguapan, ada bagian air hujan yang tidak pernah
sampai permukaan tanah yang disebut sebagai air intersepsi. Jumlah air untuk penjenuhan
bergantung dengan fisiologi dari tanaman seperti tekstur, kelebatan daun dan kerapatan
cabang (Rao, 1986).
Hujan yang jatuh di atas tegakan pohon sebagian akan melekat pada tajuk, daun
maupun batang, bagian ini disebut tampungan atau simpanan intersepsi yang akhirnya
segera menguap (Suryatmojo, 2006). Selanjutnya, Suryatmojo (2006) juga menyatakan
bahwa, besar kecilnya intersepsi dipengaruhi oleh sifat hujan (terutama intensitas hujan
dan lama hujan), kecepatan angin, dan jenis pohon (kerapatan tajuk dan bentuk tajuk).
Intersepsi merupakan faktor penting dalam daur hidrologi karena berkurangnya
air hujan yang sampai di permukaan tanah oleh adanya proses intersepsi adalah cukup
besar (Asdak, 2002). Selanjutnya menurut Asdak (2002), dari keseluruhan
evapotranspirasi, besarnya intersepsi bervariasi, yaitu antara 35% hingga 75 %.
D. Drainase Lanskap
Besarnya drainase suatu lansekap (bentang lahan) dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain kekasaran permukaan tanah, relief permukaan tanah yang
memungkinkan air tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga mendorong terjadinya
infiltrasi, tipe saluran yang terbentuk akibat aliran permukaan yang dapat memicu
terjadinya ‘aliran cepat air tanah’ (quick flow).
Dengan demikian, dalam sebuah sistem agroforestry yang dikelola dengan baik,
fungsi lahan agroforestry sebagai penerima, penyimpan, penyalur dan pelepas air dapat
berjalan dengan baik. Selain itu juga bisa mengurangi terjadinya erosi tanah karena
dengan mereduksi sediment yield serta meningkatkan water yield dengan regimen yang
relatif sama sepanjang waktu. Sebagai contoh tentang peranan agroforestry dalam
menjaga drainase lanskap dijelaskan oleh Gopinathan dan Sreedharam (1989) dalam Rauf
(2004) yang meneliti enam bentuk agroforestry, berkesimpulan bahwa agroforestry
Eucalyptus +Cassava mengikuti kontur pengaruhnya lebih baik terhadap pengendalian
erosi dibandingkan dengan Eucalyptus monokultur dan Eucalyptus+Cassava yang
ditanam secara acak(Noordwijk et al.2004).
Kekayaan jenis dalam areal agroforestry sangat tinggi. Agroforestry yang terletak
dekat hutan alam memiliki komponen jenis tumbuhan hutan yang beragam. Pada
agroforestry di Krui Lampung dan di Maninjau Sumatera Barat terdapat 300 spesies
tumbuhan. Pada agroforestry banyak ditemukan tumbuhan yang membutuhkan sinar
matahari lebih banyak, seperti nangka, sukun, pulai, dan bayur. Masyarakat desa di Gn
Halimun, Jawa Barat banyak memanfaatkan flora hutan untuk kepentingan bangunan,
sumber pakan, obat tradisional, kayu bakar, pakan ternak, dan upacara adat sejumlah 464
jenis, tetapi jenis yang umum dibudidayakan di ladang dalam tiga desa didominasi oleh
20 jenis pohon utama yang bernilai ekonomis tinggi dan cepat tumbuh. Jenis pohon yang
dikembangkan di antaranya adalah Maesopsis eminii, Agathis alba, Swietenia
macrophylla, Durio zibethinus, Melia azedarah, Paraserianthes falcataria, dan Peronema
canescens(Bismark dan R. Sawitri, 2006).
Agroforestry yang sudah tertata dengan keanekaragaman jenis tinggi dan
komposisi tajuk yang baik dapat menjadi habitat dari beberapa jenis satwa, seperti
primata, beruang, dan mamalia teresterial. Peran satwa tersebut dapat sebagai penyebar
biji-bijian yang membantu proses regenerasi dan peningkatan keanekaragaman
tumbuhan. Jumlah spesies mamalia yang ditemukan di agroforestry durian ada 33 jenis,
di hutan karet 39 jenis, dan hutan damar 46 jenis dengan jenis yang dilindungi masing-
masing 14, 15, dan 17 jenis (Bismark dan R. Sawitri, 2006). Dengan demikian,
pengembangan hutan rakyat dengan sistem agroforestry memiliki manfaat sebagai
rehabilitasi kawasan di daerah penyangga sekitar kawasan taman nasional sekaligus
manfaat ekonomis dan ekologis untuk konservasi jenis satwa di luar dan di dalam taman
nasional
G. Biodiversity
Keragaman tanaman yang dusahakan antara tanaman tahunan dan tanaman
pertanian memungkinkan terjadinya rantai makanan dan energi yang lebih panjang.
Kondisi ini selanjutnya akan mendukung terciptanya keragaman hayati yang tinggi
(biodiversitas).
Secara ringkas, (Sabarnurdin, 2004) menyebutkan beberapa manfaat lingkungan
yang dapat diperoleh dari sistem agroforestry:
1. Mengurangi tekanan terhadap hutan, sehingga fungsi kawasan hutan tidak terganggu
(tata air, keanekaragaman hayati dll).
2. Lebih efisien dalam recycling unsur hara melalui pohon berakar dalam di lokasi tsb.
3. Perlindungan yang lebih baik terhadap sistem ekologi daerah hulu DAS.
4. Mengurangi aliran permukaan, pencucian hara dan erosi tanah.
5. Memperbaiki iklim mikro, mengurangi suhu permukaan tanah, mengurangi
evapotranspirasi karena kombinasi mulsa dari tanaman setahun/semusim dan
naungan pohon.
6. Meningkatkan hara tanah dan struktur tanah melalui penambahan yang kontinyu
hasil proses dekomposisi bahan organik.
BAB III
PEMBAHASAN
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. 613 hlm.
Noordwijk, M.v., F. Agus, K.Hairiah, G. Pasya, B. Verbist dan Farida. 2004. Peranan
Agroforestri dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai
(DAS). Agrivita Vol 26 No 1. Maret 2004. Bogor. Hal 1-8
Perhutani. 2002a.PetunjukPelaksanaan Penge-lolaan Sumberdaya Hutan Bersama
Masyarakat di Unit I Jawa Tengah.Semarang : Biro Pembinaan SumberdayaHutan.
Rao, A.S., 1986, Interception Losses of Rainfall from Cashew Trees, Journal of Hydrologi.