PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara
langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan
atau sandang. Karakteristik esensial dari suatu agroekosistem terdiri dari empat sifat
utama yaitu produktivitas (productivity), kestabilan (stability), keberlanjutan
(sustainability) dan kemerataan (equitability). Untuk mencapai tujuannya, kriteria yang
digunakan untuk menentukan karakteristik agroekosistem meliputi ekosistem, ekonomi,
sosial, dan teknologi yang digunakan dalam budidaya. Salah satu agroekosistem yang ada,
terutama dimanfaatkan dalam konservasi adalah sistem agroforestri.
Manajemen agroekosistem adalah kegiatan mengelola ekosistem pada lahan pertanian
sedemikian rupa sehingga seperti keadaan yang alamiah dan berkelanjutan, keadaan
seperti ini diupayakan oleh manusia. Manajemen agroekosistem meliputi tiga aspek, yaitu
aspek Hama Penyakit Tanaman, aspek Tanah dan aspek Budidaya Pertanian. Ketiga aspek
tersebut sangat berhubungan erat satu sama lain dan juga saling mempengaruhi. Ketiga
aspek tersebut dapat kita jumpai pada lahan pertanian di Desa Bayem Kecamatan
Kasembon Kabupaten Malang, pada lahan pertamian ini dengan tanaman komoditas padi
dapat dijumpai dua system pengelolaan hama dan penyakit yaitu, dengan pengelolaan
hama terpadu (PHT) dan non pengelolaan hama terpadu (non-PHT). Untuk budiaya
penanaman padi menggunakan system tanam monokultur dengan pola tanam jajar legowo,
pola tanam ini bertujuan untuk mengurangi intensitas serangan hama tikus. Untuk tanah
yang ada di lahan tersebut diberikan pupuk anorganik dan bokasi (bahan organic kaya
nutrisi), pemberian pupuk ini perlahan-lahan sudah mulai berubah menuju pupuk alami.
Dilihat dari tiga aspek tersebut dapat terlihat bahwa petani sudah menerapkan system
manajemen agroekosistem yang berkelanjutan. Keadaan ini diharapkan terus berjalan dan
semakin baik agar didapatkan hasil produksi pertanian yang optimal baik secara kualitas
dmaupun kuantitasnya, namun juga memperhatikan keseimbangan lingkungan yang ada.
1
1.2.Tujuan
- Untuk mengetahui agroekosistem lahan basah dan lahan kering
- Untuk mengetahui agroekosistem yang ada di lahan dengan komoditas padi
- Untuk mengetahui hubungan tiga aspek dalam manajemen agroekosistem
1.3.Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah dan praktikum ini adalah dapat mengetahui
dan memahami agroekosistem yang ada pada lahan pertanian padi serta dapat menganalisi
hubungan antara aspek HPT, BP, dan TANAH dalam manajemen agroekosotem.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
keperluan pertanian baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan/ perkebunan sudah
sangat berkembang. Pertambahan jumlah penduduk yang terjadi dengan sangat cepat
menyebabkan kebutuhan akan bahan pangan dan perumahan juga akan meningkat.
Sejalan dengan itu pengembangan lahan kering untuk pertanian tanaman pangan dan
perkebunan untuk memenuhi kebutuhan sudah merupakan keharusan. Usaha intensifikasi
dengan pola usaha tani belum bisa memenuhi kebutuhan. Upaya lainnya dengan
pembukaan lahan baru sudah tidak terelakkan lagi.
Lahan kering dapat dibagi dalam dua golongan yaitu lahan kering dataran rendah
yang berada pada ketinggian antara 0 – 700 meter dpl dan lahan kering dataran tinggi
barada pada ketinggi diatas 700 meter dpl (Hidayat, 2000).
Pengelolaan agrokosistem lahan kering dipandang sebagai bagian dari pengelolaan
ekosistem sumberdaya alam oleh masyarakat petani yang menempati areal dimana mereka
menetap. Masyarakat petani menanami lahan pertanian dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya dapat dikatakan sebagai bagian dari pengelolaan
agroekosistem lahan kering di daerahnya. Menurut Soerianegara (1977) pengelolaan
agroekosistem lahan kering merupakan bagian dari interaksi atau kerja sama masyarakat
dengan agroekosistem sumberdaya alam. Pengelolaan agroekosistem lahan kering
merupakan usaha atau upaya masyarakan pedesaan dalam mengubah atau memodifikasi
ekosistem sumberdaya alam agar bisa diperoleh manfaat yang maksimal dengan
mengusahakan kontinuitas produksinya. Komoditas yang diusahatan tentunya disesuaikan
dengan kondisi setempat dan manfaat ekonomi termasuk pemasaran. Dalam
pembangunan pertanian berkelanjutan pengelolaan agroekosistem lahan kering dapat
dipandang sebagai upaya memperbaiki dan memperbaharui sumberdaya alam yang bisa
dipulihkan (renewable resourses) di daerahnya. Dalam pemanfaatan sumberdaya lahan
kering untuk pertanian berkelanjutan memerlukan pendekatan lingkungan dan mengikuti
kaidah pelestarian lingkungan.
Pengelolaan lahan pertanian khususnya lahan kering yang lestari dan berkelanjutan
memerlukan penanganan yang profesional dan mengikuti kaidah lingkungan. Menurut
Goenadi (2002) pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan memiliki lima pilar
penyangga, yaitu Produktifitas, keamanan, proteksi, viabilitas dan akseptibilitas. Pada
lahan miring dengan kemiringan diatas 15 % aapabila tanah tidak dikelola dengan
baik/ditanami, maka sangat rentan terhadap terjadinya erosi diwaktu hujan. Hal ini
terjadi karena tanah tidak mampu meresapkan air hujan kedalam tanah, sehingga terjadi
aliran permukaan (Run of) yang menghanyutkan butiran-butiran tanah sehingga tanah
menjadi tidak subur lagi. Menurut Sutono dkk (2007) akibat erosi yang terjadi selama
4
musim hujan tidak hanya menghanyutkan butiran-butiran tanah akan tetapi juga
menghanyutkan pupuk dan kompos yang diberikan ketanah juga ikut hanyut sehingga
tanah menjadi kurus, oleh sebab itu erosi harus dicegah sedini mungkin. Dampak dari
terjaninya erosi ini adalah di daerah bagian bawah terjadinya pendangkalan pada daerah
aliran sungai (DAS) yang berakibat terjadinya gangguan keseimbangan ekosistim air
setempat.
(Anonymousb, 2012)
2.3.Kualitas Tanah dan Kesehatan Tanah
a. Kualitas Tanah
Menurut The Soil Science Society of Amerika, yang dimaksud dengan
Kualitas Tanah (soil quality) adalah kapasitas dari suatu jenis tanah yang spesifik
untuk berfungsi di alam atau dalam batas ekosisten terkelola, untuk mendukung
produktivitasbiologi, memelihara kualitas lingkungan dan mendorong kesehatan
hewan dantumbuhan
(Henrik, 2000)
Doran dan Safley (1997) mendefinisikan kualitas tanah sebagai kecocokan
sifat fisik, kimia dan biologi yang bersama-sama :
1. Menyediakan suatu medium untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas
biologi,
2. Mengatur dan memilah aliran air dan penyimpanan di lingkungan serta
3. Berperan sebagai suatu penyangga lingkungan dalam pembentukan dan
pengrusakan senyawa-senyawa yang meracuni lingkungan.
6
2.4.Hama dan Penyakit penting tanaman pada Agroekosistem yang diamati
2.4.1. Hama Penting
a. Penggerek Batang (Stem Borer)
7
b. Tomcat
8
c. Walang sangit/rice bug Leptocorisa oratorius (Fabricius)
Gambar. 4 Belalang
9
e. Capung
Gambar. 5 Capung
10
f. Laba-laba
Gambar. 6 Laba-laba
Tidak semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi
semuanya mampu menghasilkan benang sutera --yakni helaian serat protein yang tipis
namun kuat-- dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di bagian belakang
tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu pergerakan laba-laba,
berayun dari satu tempat ke tempat lain, menjerat mangsa, membuat kantung telur,
melindungi lubang sarang, dan lain-lain.
(Anonymouse, 2012)
11
2.4.2. Penyakit Penting
Hawar daun bakteri (HBD) merupakan penyakit bakteri yang tersebar luas dan
menurunkan hasil sampai 36 %.Penyakit terjadi pada saat musim hujan atau musim
kemarau yang basah, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang, dan dipupuk
N tinggi (> 250 kg Urea/ha).
Penyakit HDB menghasilkan dua gejala khas, yaitu kresek dan hawar.Kresek
adalah gejala yang terjadi pada tanaman berumur < 30 hari (persemaian atau yang baru
pindah).Daun-daun berwarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung.Dalam keadaan
parah keadaan daun menggulung, layu, dan mati, mirip tanaman yang terserang
penggerek batang atau terkena air panas (lodoh).Sementara, hawar merupakan gejala
yang paling umum pada tanaman yang telah mencapai fase tumbuh anakan sampai
fase pemasakan.
Gejala diawali dengan timbulnya bercak abu-abu (kekuningan) umumnya pada
tepi daun. Dalam perkembangannya gejala akan meluas, membentuk hawar, dan
akhirnya daun mengering. Dalam keadaan lembab (terutama pagi hari), kelompok
bakteri, berupa butiran berwarna kuning keemasan, dapat dengan mudah ditemukan
pada daun-daun yang menunjukkan gejala hawar. Dengan bantuan angin, gesekkan
antar daun, dan percikan air hujan, massa bakteri ini berfungsi sebagai alat penyebar
penyakit HDB.
b. Busuk batang / stem rot (Magnaporthe salvinii )
Busuk batang merupakan penyakit yang menginfeksi bagian tanaman dalam
kanopi dan menyebabkan tanaman menjadi mudah rebah.Untuk mengamati penyakit
ini, kanopi pertanaman perlu dibuka.Perlu diwaspadai apabila terjadi kerebahan pada
pertanaman, tanpa sebelumnya terjadi hujan dengan angin yang kencang.
12
Gejala awal berupa bercak berwarna kehitaman, bentuknya tidak teratur pada
sisi luar pelepah daun dan secara bertahap membesar.Akhirnya, cendawan menembus
batang padi yang kemudian menjadi lemah, anakan mati, dan akibatnya tanaman
menjadi rebah.
Stadia tanaman yang paling rendah adalah pada fase anakan sampai stadia
matang susu. Kehilangan hasil akibat penyakit ini dapat mencapai 80 %.
Pemupukan tanaman dengan dosis 250 Kg urea, 100 Kg SP36 dan 100 Kg KCI
per ha dapat menekan perkembangan penyakit.Untuk menghindari penyebaran lebih
luas lagi, keringkan tanaman sampai pada saat panen tiba.
c. Bercak Cercospora/Narrow Brown Leaf Spot (Cercospora oryzae)
Semula penyakit blas dikenal sebagai salah satu kendala utama pada padi
gogo.Tetapi sejak akhir 1980-an, penyakit ini juga sudah terdapat pada sawah
13
beririgasi.Penyakit yang mampu menurunkan hasil yang sangat besar ini disebabkan
oleh jamur patogen Pycularia grisae.
Penyakit blas menimbulkan dua gejala khas, yaitu blas daun dan blas leher.
Blas daun merupakan bercak coklat kehitaman, berbentuk belah ketupat, dengan pusat
bercak berwarna putih. Sedangkan blas leher berupa bercak coklat kehitaman pada
pangkal leher yang dapat mengakibatkan leher malai tidak mampu menopang malai
dan patah. Kemampuan patogen membentuk strain dengan cepat menyebabkan
pengendalian penyakit ini sangat sulit.
Penyakit ini dikendalikan melalui penanaman varietas tahan secara bergantian
untuk mengantisipasi perubahan ras blas yang sangat cepat, dan pemupukan NPK
yang tepat.Penanaman dalam waktu yang tepat dan perlakuan benih dapat pula
diupayakan.Bila diperlukan dapat menggunakan fungisida yang berbahan aktif metil
tiofanat, fosdifen, atau kasugamisin.
Selain itu adanya managemen agroekosistem adalah antara lain: Mengimmobilisasi senyawa
antropogenik maupun logam berat yang masuk ke dalam tanah, Meningkatkan kapasitas sangga
tanah,Mensuplai energi bagi organisme tanah, Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme
parasit bagi tanaman.
- pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur Beracun. Tanah bersifat asam
dapat pula disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium
dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang
lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman. pH tanah juga menunjukkan
keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam
banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat
phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-
unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn,
Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi
tanaman. Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman
terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman
budidaya yang dibudidayakan. Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda
dalam suatu agroekosistem maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian
maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman
yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu.
- Ketersediaan Unsur Hara, Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses
pertumbuhan dan perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain :
Bahan organik, mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian
pupuk kimia.
16
b. Fisika Tanah
- Kondisi kepadatan tanah, Widiarto (2008) menyatakan bahwa, ―Bahan organik
dapat menurunkan BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu
merupakan tanah yang memiliki bahan organik tanah sedang sampai tinggi. Selain
itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g / m3, Nilai BI untuk tekstur
berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 –
1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau
tanah yang tidak mengalami pemadatan‖. Sedangkan untuk nilai BJ tanah,
menurut literature (Anonymous, 2012) menyatakan bahwa, ―Pada tanah secara
umum nilainya BJ antara 2,6 – 2,7 g.cm-3, bila semakin banyak kandungan BO,
nilai BJ semakin kecil‖.
- Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh
akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati
penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar
kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak
dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman
solum tanah (Hardjowigeno, 2007).
- Erosi Tanah adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke
tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi
penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi
tanah. Erosi tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang
subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan
terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
c. Biologi Tanah
17
walaupun makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula
dari akar-akar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting
dalam mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan
meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya
dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan
karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).
18
BAB III
METODE PELAKSANAAN
Siapkan Recorder
Analisis data
- HPT
Jika terdapat cacing dan kascing ambil dan masukkan dalam kantong plastic
Dokumentasi
b. Laboratorium
- Biologi Tanah
Timbang seresah
21
- Fisika Tanah
Timbang hasilnya
22
- Kimia Tanah
A. C-Organik
Ambil sampel tanah sebanyak 0.5 gram yang lolos ayakan 0.5 mm
Tambah K2Cr2O7 10 ml
Tambah H2SO4 20 ml
Difenilamina 30 tetes
B. pH
Timbang 10 gram sampel tanah
Tambahkan aquadest 10 ml
Kocok + 1 jam
Hasil pH
23
BAB IV
4.1.Hasil
4.1.1. Kondisi Umum Lahan
Pada praktikum Manajemen Agroekosistem di daerah Kasembon. Luas lahan
yang dikelola dalam satu hamparan adalah 0,5 ha. Jenis tanah pada daerah setempat
adalah Lempung berliat. Kondisi Agroekosistem didesa ini masuk pada
Agroekosistem lahan kering dengan sistem tanam Agroforestri. Dengan tanaman
pokok adalah Pohon Jati dan tanaman pendukungnya adalah Durian, Mahoni, Kopi,
Mangga, dan Pisang. Sistem Pengairan yang dilakukan adalah dengan sistem tadah
hujan. Pengolahan tanahnya mulai mencoba menggunakan sistem pertanian organik,
yang semula pemupukan menggunakan pupuk kimia yaitu phonska akan tetapi pada
saat ini sudah mulai mengganti menggunakan pupuk organik yaitu bokashi yang
didapat dari bantuaan Universitas Brawijya.
4.1.2. Pemeliharaan Tanaman
Petani yang bernama Pak Ansori yang lahir pada tahun 1968 merupakan
anggota dari sekolah lapang yang diadakan oleh Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya ini mempunyai suatu petak sawah tanaman padi dengan ukuran luas lahan
yang dikelola dalam satu hamparan adalah 10x80 m2 yang ditanam dengan sistem jajar
legowo. Varietas yang dipakai oleh bapak Ansori saat ini adalah inpari 13, sebelum
mengikuti sekolah lapang varietas yang dipakai adalah ciherang. Sistem tanam yang
digunakan adalah monokultur.
4.1.3. Sistem Tanam
Dalam penanaman padi, jarak tanam yang digunakan adalah 20x10x40 m2.
Pada tiap 100m2 beliau membutuhkan 2,5 kg benih tanaman padi. Bibit yang diperoleh
Pak Anshori diperoleh dari pihak sekolah lapang yang beliau ikuti. Pemupukan
dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan sesudah tanam ketika berumur 30 hari, pupuk
yang digunakan adalah bokashi dengan takaran 1 ton/100 m2, urea 40 kg, dan phonska
10 kg. Irigasi yang digunakan adalah irigasi permukaan, yang bersumber dari air
sungai yang terdekat. Dalam pengendalian OPT Pak Anshori memanfaatkan musuh
alami yang ada, dan tanpa ada campuran pestisida.
24
4.1.4. Hasil Pengamatan Keanekaragaman Arthropoda
Perhitungan :
25
4.1.5. Hasil Perhitungan Intensitas Penyakit
Data Penyakit Tanaman Padi
1. Plot 1
Skor Jumlah ∑ skor x jumlah
0 88 0
1 5 5
2 1 2
3 3 9
4 1 4
Jumlah 98 20
Tabel. 4 Data Penyakit Tanaman Padi Plot 1
∑
Intensitas Penyakit =
= 5,1 %
2. Plot 2
26
= 27,7 %
3. Plot 3
Skor Jumlah ∑ skor x jumlah
0 73 0
1 7 7
2 4 8
3 2 6
4 3 12
Jumlah 89 33
Tabel. 6 Tabel Data Penyakit Tanaman Padi Plot 3
= 8,14 %
4. Plot 4
Skor Jumlah ∑ skor x jumlah
0 45 0
1 6 6
2 2 4
3 4 12
4 5 20
Jumlah 62 42
Tabel. 6 Data Penyakit Tanaman Padi Plot 4
= 16,9 %
27
5. Plot 5
Skor Jumlah ∑ skor x jumlah
0 69 0
1 3 3
2 1 2
3 3 9
4 2 8
Jumlah 78 22
Tabel. 8 Data Penyakit Tanaman Padi Plot 5
= 7.05 %
=12,978 %
28
Segi Tiga Fiktorial
Dalam pengamatan di Kasembon prosentase antara musuh alami dan hama tidak
seimbang. Dari pengambilan dengan swepnet prosentase musuh alami 37,5% dan hama
62,5%. Sedangkan penangkapan pantrap 1 tidak didapatkan hama sama sekali dah hanya di
didominasi dengan adanya musuh alami. Hal tersebut dapat terjadi mungkin saat penangkapan
serangga dengan menggunakan pantrap adalah areal yang lebih di dominasi dengan musuh
alami. Sedangkan pantrap 2 didominasi juga dengan adanya musuh alami. Maka, dalam
kondisi lahan tanaman padi tersebut ekosistem tidak seimbang. Karena dengan adanya musuh
alami yang lebih mendominasi maka musuh alami tersebut akan berubah menjadi predator
dan dapat berpengaruh pada hasil produksi tanaman padi. Ketidak seimbangan ekosistem
tersebut juga dapat diakibatkan karena konsep pengendalian hama dan penyakit yang
dilakukan dengan konsep non PHT.
Sedangkan untuk itensitas penyakit di dapatkan data pada tanaman padi untuk plot 1
adalah 5,1 % untuk plot 2 adalah 27,7 % plot 3 adalah 8,14 ,plot 4 adalah 16,9 dan untuk plot
terakir adalah 7.05 % dan untuk rata-rata dari itensitas penyakit adalah 12,978 % .Hasil dari
presentae tersebut adalah dengan menggunakan rumus :
∑( )
Keterangan :
I : Intensitas serangan
Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua taktik atau metode
pengendalian hama. Taktik PHT, terutama adalah: 1) Pemanfaatan prosss pengendalian alami
dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat merugikan atau mematikan perkembangan
musuh alami, 2) Pengelolaan ekosisem melalui usaha bercocok tanam, yang bertujuan untuk
membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi perikehidupan hama serta
mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati, 3) Pengendalian fisik dan mekanis yang
bertujuan untuk mengurangi populasi hama, mengganggu aktivitas fisiologis hama yang
normal, serta mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan
perkembangan hama, dan 4) Penggunaan pestisida secara selektif untuk mengembalikan
populasi hama pada tingkat keseimbangannya. Selektivitas pestisida didasarkan atas sifat
fisiologis, ekologis, dan cara aplikasi. Penggunaan pestisida diputuskan setelah dilakukan
analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang kendali. Pestisida yang
dipilih harus yang efektif dan direkomendasikan. Ada empat prinsip yang harus dilaksanakan
dalam penerapan PHT, yaitu pembudidayaan tanaman sehat, pelestarian musuh alami,
pemantauan secara rutin, dan pengambiian keputusan pengendalian oleh petani.
Menurut data yang kita peroleh didapatkan serangga dan musuh alami yang lebih
banyak dari pada penyakitnya. Hal ini dikarenakan PHT lebih memposesikan kepada
perlindungan penyakit pada suatu tanaman budidaya, dengan criteria hama yang ditemukan
adalah capung, belalang hijau, wereng, tomcat, laba-laba, kumbang kubah spot M dan
kumbang kubah spot bulan sabit. Dimungkinkan PHT yang dilakukan kurang efisien karna
system pemberantasannya memakai pestisida nabati. untuk kondisi lingkungan didesa
kasembon tersebut relative subur dan cocok untuk dibudidayakan tanaman padi. Dari hasil
31
identitas penyakit didapat dengan melakukan pengambilan sempel pada lima titik dengan
metode sampling.
Vegetasi yang terdapat pada lahan Kasembon yaitu tanaman padi, dan
terdapat pula vegetasi pohon sengon. Pada plot yang kami amati, tidak
terdapat kascing karena tidak terdapat cacing. Hal ini dikarenakan lahan
digunakan untuk tanaman komoditas padi yang selalu tergenang oleh air.
Cacing tidak dapat bernafas pada keadaan tanah yang tergenang, juga
dikarenakan disana hanya terdapat seresah daun, aktivitas dari cacing tanah
akan meningkat bila cukup bahan organic.
b. Fisika Tanah
Ka Sub
Sampel Diameter Panjang Berat Total Ka BI
Tb + K To + K K
A 5.5 4.8 170.08 175.98 106.29 5.9 0.69 0.88
B 5.5 4.8 188.12 194.02 124.16 5.9 0.59 1.04
C 5.5 4.8 171.81 177.71 88.89 5.9 1.07 0.73
D 5.5 4.8 199.51 205.41 119.9 5.9 0.75 1.00
Tabel. 10 Data Berat Isi
32
Keterangan :
K : Berat Kaleng
Rumus BI
Keterangan :
( ) ( )
A. 𝐾a = ( )
( ) ( )
B. 𝐾a = ( )
( ) ( )
C. 𝐾a = ( )
( ) ( )
D. 𝐾a = ( )
𝑉𝑡 𝜋𝑥𝑑 𝑥 𝑡 𝑥 𝑥 𝑥 𝑐𝑚
( ) ( )
A.
( ) ( )
B.
( ) ( )
C.
( ) ( )
D.
33
Hasil perhitungan BI (Bobot Isi) tanah pada lahan Kasembon kurang dari 1 atau rata-
rata pada plot yang kami amati yaitu 0,91. rendahnya nilai BI tersebut menandakan tanah
tidak mengalami pemadatan dimana dapat dengan mudah meneruskan air atau ditembus oleh
akar dan adanya nilai BI yang rendah dikarenakan adanya bahan organic yang menurunkan
BI.
Menurut Widiarto (2008), bahan organik dapat menurunkan BI dan tanah yang
memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki bahan organik tanah
sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 – 1,8 g / m3. Nilai
BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 – 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara
1,1 – 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah
yang tidak mengalami pemadatan.
Keterangan :
Vp : Volume padatan
BJ : Berat Jenis
( )
(( ) ( )) ( )
34
Hasil perhitungan BJ (Bobot Jenis) tanah pada lahan Kasembon kurang dari 2,6 atau
rata-rata pada plot yang kami amati yaitu 2,3 yang berarti BJ di daerah tersebut masih belum
normal.
Menurut Buck & Nyle (1982), bobot jenis partikel untuk tanah mineral berkisar
antara 2,6 – 2,75. hal ini terjadi karena akuarsa, feldspar dan koloid silikat yang kerapatannya
terdapat dalam kisaran ini, biasanya merupakan bagian terbesar dari tanah mineral. Selain itu,
karena berat bahan organik yang lebih kecil dari berat benda padat tanah mineral yang lain
dalam volume sama, jumlah bahan organik dalam suatu tanah jelas mempengaruhi bobot jenis
partikel. Akibatnya tanah permukaan biasanya memiliki bobot jenis partikel yang lebih kecil
dari subsoil. Dengan kata lain, semakin banyaknya bahan organik yang terkandung, maka
semakin kecil lah nilai daripada bobot jenis partikel. Sedangkan, semakin banyaknya mineral
berat yang terkandung di dalam tanah, maka akan semakin besar pula lah nilai bobot jenis
partikel tanah tersebut.
Perhitungan Porositas
𝐵𝐼
𝑃𝑜𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥
𝐵𝐽
Keterangan :
BI : Berat Isi
BJ : Berat Jenis
A. ( )
B. ( )
C. ( )
D. ( )
Tanah di plot yang kami amati mempunyai tekstur tanah liat dengan porositas total
kurang lebih 60%.
Menurut Islami dan Utomo (1995), tanah yang mempunyai struktur yang baik, ruang
porinya tinggi sehingga bobot volumenya rendah. Apabila terjadi seperti itu maka akan sangat
35
berpengaruh pada tingkat penyediaan oksigen didaerah perakaran dan pada akhirnya juga
akan mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menyerap hara. Nilai porositas pada tanah
pertanian bervariasi dari 40 sampai 60%. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan
struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai
porositas tinggi, jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 50-60%.
c. Kimia Tanah
Perhitungan C-organik
Keterangan :
( ) 𝐾
Menurut Kasno (2003), bahwa sebagian besar lahan sawah di Indonesia berstatus C-
organik <2%. Berdasarkan hasil analisis C-organik dari delapan provinsi di Indonesia
disajikan pada tabel di bawah ini. Lahan sawah di Indonesia terlihat mempunyai kadar C-
(Kasno, 2003)
36
Perhitungan BO
𝐵𝑂 𝑥 𝐶 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘
Menurut Karama et al, (1990), peran bahan organik akan lebih menonjol dimana kadar
C organik tanah pada lahan sawah yang telah lama diusahakan secara intensif cenderung pada
level rendah, yaitu kurang dari 2 %. Hasil penelitian di 30 lokasi tanah sawah di Indonesia
yang diambil secara acak menunjukkan bahwa 68 % diantaranya mempunyai kandungan C-
organik tanah kurang dari 1,5 %.
Perhitungan BOT
𝐵𝑂𝑇 𝑥 𝐶 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘
Suhu Tanah
pH Tanah
pH tanah pada lahan sawah di Kasembon adalah 6.03. Menurut Tim Peneliti Uji Tanah
(2005), tanah sawah umumnya mempunyai pH tanah netral sekitar 6-7. Jika tanah
mineraldisawahkan (digenangi), maka pH tanah akan mengarah ke netral, atau dengan kata
laintanah awal yang mempunyai pH masam akan meningkat pH-nya menuju netral,sebaliknya
tanah awal yang mempunyai pH alkalin akan turun menuju pH netral.Perubahan pH tanah
menuju netral mempunyai manfaat terhadap tingkat ketersedian hara tanah. Pada tanah sawah
ber-pH netral ketersediaan hara dalam kondisi optimal dan unsur hara tertentu yang dapat
meracuni tanaman mengendap.
37
Redoks
Redoks tanah yang didapatkan adalah sebesar 33.0 mV. Menurut Conrad (1989),
pengukuran potensial redoks tanah berkisar antara nilai -6 mV sampai 30,3 mV. Nilai ini jauh
di atas nilai potensial redoks yang menyebabkan adanya reaksi kimia untuk pelepasan gas
metana. Wihardjaka dan Setyanto (2007) mengungkapkan bahwa proses kimia untuk
mengubah senyawa-senyawa di dalam tanah menjadi gas metana berkisar pada nilai potensial
redoks -150 mV sampai -200 mV, bahkan kurang dari -200 mV.
4.3.Rekomendasi
Dalam manajemen atau pengelolaan agroekosistem berlanjut dan sehat perlu
diperhatikan dari beberapa aspek, diantaranya pengelolaan agroekosistem dalam
pengelolaan hama, konservasi air dan tanah, serta keseimbangan hama dan musuh
alaminya. Pengelolaan agroekosistem dalam pengendalian hama, merupakan salah satu
metode dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang diterapkan dengan pendekatan
ekologi. Penerapan metode ini dilakukan setelah dipahami faktor-faktor penyebab suatu
agroekosistem menjadi rentan terhadap serangan hama, dan dikembangkan metode-
metode yang dapat meningkatkan ketahanan agroekosistem tersebut terhadap serangan
hama. Prinsip utama dalam pengelolaan agroekosistem untuk pengendalian hama adalah
menciptakan keseimbangan antara hama dan musuh alaminya melalui peningkatan
keragaman hayati. Peningkatan keragaman vegetasi dan penambahan biomassa, dapat
meningkatkan keragaman hayati dalam suatu agroekosistem. Peningkatan keragaman
vegetasi dilakukan melalui pola tanam polikultur dengan pengaturan agronomis yang
optimal. Penambahan biomassa dilakukan dengan mengaplikasikan mulsa, penambahan
pupuk hijau dan pupuk kandang. Kedua metode ini ditujukan untuk mendapatkan
39
produktivitas lahan yang optimal dan berkelanjutan. Untuk mencapai agroekosistem yang
sehat dan berkelanjutan strategi yang dapat digunakan adalah:
d. Optimalisasi daur hara dalam tanah dan pengembalian bahan organic
Meningkatkan daur ulang dan optimalisasi ketersediaan dan
keseimbangan alur hara dapat dilakukan dengan melakukan rotasi dengan
tanaman-tanaman pupuk hijau.
e. Konservasi air dan tanah
Memantapkan kondisi tanah untuk pertumbuhan tanaman dengan
mengelola bahan organik dan meningkatkan biota tanah Pemberian biomassa
pada lahan akan menambah bahan organik yang selanjutnya akan
meningkatkan biota tanah yang berguna dalam peningkatan kesuburan tanah.
Meminimalkan kehilangan karena keterbatasan ketersediaan air melalui
pengelolaan air. Air dibutuhkan tanaman untuk dapat berproduksi optimal,
sehingga ketersediaannya pada waktu dan jumlah yang cukup, sangat
berpengaruh terhadap produktivitas lahan. Pengelolaan air dapat dilakukan
dengan teknik-teknik pengawetan air tanah.
f. Keseimbangan populasi hama dan musuh alaminya
Meningkatkan keragaman spesies dan genetik dalam agroekosistem,
sehingga terdapat interaksi alami yang menguntungkan dan sinergi dari
komponen-komponen agroekosistem melalui keragaman hayati. Begitu pula
dalam hal keseimbangan populasi hama dan musuh alaminya, jika populasi
hama seimbang dengan populasi musuh alami maka akan juga terjadi
keseimbangan dalam lahan agroekosistem itu sendiri. Musuh alami yang cukup
dalam mengendalikan populasi hama, akan menjadikan suatu rantai makanan
yang seimbang.
Selain itu, Keragaman tanaman yang tinggi dapat menciptakan interaksi dan
jaring-jaring makan yang mantap dalam suatu agroekosistem. Keragaman tanaman
dalam suatu agroekosistem merupakan konsep dasar dalam pengendalian hayati.
Peningkatan keragaman tanaman pada suatu agroekosistem dapat dilakukan melalui
praktek budidaya dengan sistem tumpangsari, agroforestry atau dengan menggunakan
tanaman pelindung atau penutup tanah.
40
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
- Dari aspek Budidaya Tanaman (BP) tanaman yang dibudidayakan adalah padi.
Sistem penanaman yang digunakan adalah monokultur. Untuk irigasi, petani di
Kasembon menggunakan irigasi permukaan yang bersumber dari air sungai terdekat.
Hasil panen yang didapatkan yaitu sekitar 1 ton per 100m2, dengan harga jual gabah
antara Rp 2.000,00 –Rp 2.200,00 per kg. Masalah-masalah yang dihadapi oelh petani
adalah hama dan penyakit yang dapat menyebabkan penurunan produksi.
- Dari aspek Hama Penyakit Tanaman (HPT) diketahui bahwa keadaan
agroekosistemnya kurang seimbang karena prosentase jumlah musuh alami lebih
dominan dari pada hama dan serangga lain. Sedangkan intensitas serangan penyakit
pada tanaman padi masih ringan karena masih dibawah 50 %, sehingga tidak perlu
pengendalian yang berlebihan.
- Dari aspek Tanah dapat disimpulkan untuk seresah didapatkan seresah daun yang
jumlahnya sedikit. Untuk nilai BI mempunyai rata-rata dibawah nilai 1. Untuk nilai
BJ yaitu 2,3 nilai ini masih belum menjangkau nilai BJ untukjenis tanah mineral.
Untuk porositas mempunyai nilai yang baik yaitu sekitar 60 %. C-organik
mempunyai nilai 0,61 %, nilai ini sudah memenuhi untuk kriteria C-organik lahan
sawah. Bahan organic mempunyai nilai 1,05 %, nilai ini sesuai dengan kriteria pada
lahan sawah rata-rata di Indonesia. Untuk pH tanah di Kasembon cenderung
memiliki pH tanah normal yaitu sekitar 6,03.
5.3.Saran Praktikum
Di mohon untuk praktikum dan fieldtrip dilaksanakan lebih baik, agar praktikum dan
fieldtrip berjalan dengan baik.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
pada Skala Plot: Analisis Komponen Agroforestri sebagai Kunci Keberhasilan atau
Kegagalan Pemanfaatan Lahan Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF),
Southeast Asia Regional Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia
Sutanto, S. 2002. Pertanian Organik. Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Stehr, F.W. 1982. Parasitoids and predators in pest management. In: R.L. Metcalf and W.H.
Luckmann (Eds.). Introduction to Insect Management. John Wiley and Sons, New
York. pp. 135-173.
Stevenson, 1994. Stevenson, F.J. 1994. Humus Chemistry: genesis, composition, reactions.
2nd ed. New York: Wiley. 496 p.
Tim Peneliti Uji Tanah. 2005.Buku Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji Tanah
SawahV.01.Balai Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Watson, T.F., L. Moore, and G.W. Ware. 1976. Practical insect pest management: a self-
instructuion manual. W.H. Freeman and Company, San Francisco.
Widiarto. 2008. Pengantar Ilmu Tanah. PT. Rineka Cipta Jakarta
Wihardjaka, A. dan P. Setyanto. 2007. Emisi dan mitigasi gas rumah kaca dari lahan sawah
dan tadah hujan. Dalam A.M. Fagi, E. Pasandaran, dan U.Kurnia (Eds.). Pengelolaan
Lingkungan Pertanian menuju Mekanisme Pembangunan Bersih. Balingtan.
43
LAMPIRAN
44