DAN
AGROEKOSISTEM HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Paper ini disusun sebagai syarat mengikuti mata kuliah Teknik Produksi Pertanian
Disusun Oleh:
Febi Yogaswara
20160220051
Pemanfaatan lahan serta tanah secara kurang teliti dapat menyebabkan lahan atau tanah
tersebut menjadi rusak (kritis) dan kehilangan fungsinya. Hilangnya fungsi produksi dari
sumber daya tanah dapat terus menerus diperbaharui, karena diperlukan waktu puluhan bahkan
ratusan tahun untuk pemulihan tanah yang diolah.
B. Komponen Penyusun
Lahan kering (tegalan) memiliki dua komponen penyusun, yaitu:
1. Komponen Abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen penyusun ekosistem yang terdiri dari benda-
benda tak hidup, komponen abiotik merupakan keadaan fisik dan kimia di sekitar organisme
yang menjadi medium dan substart untuk menunjang berlangsungnya kehidupan organisme
tersebut. Beberapa contoh komponen abiotik adalah cahaya matahari, air, udara,tanah,
topografi dan iklim.
a) Cahaya matahari
Tingginya radiasi cahaya matahari di daerah lahan kering mengakibatkan tingginya
evapotranspirasi, rendahnya suplai oksigen (O2) dan salinasi atau penggaraman di tanah.
b) Air
Hampir semua makluk hidup membutuhkan air. Karena itu, air merupakan komponen
yang vital. bagi kehidupan. Pada lahan kering, air yang terdapat dalam tanah dapat ditahan oleh
masa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air atau keadaan drainase yang kurang baik. Rendahnya
curah hujan pada tegalan, akan menjadi ciri khas yang hanya memiliki keterbatasan air.
c) Tanah
Sifat fisik tanah pada lahan kering kurang baik yaitu berstruktur padat kelembapan
lapisan tanah atas (top soil) maupun lapisan tanah bawah (sub soil) rendah sirkulasi udara
agak terhambat dan kemampuan tanah untuk menyimpan air relative rendah. Lahan kering
sebagian besar terdiri dari tanah-tanah ultisol incaptisol atau alufial alfisol dan oksisol namun
tetap berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan yang produktif dengan pemilihan
teknologi dan jenis komoditi yang sesuai. Allufial merupakan tanah yang berkembang dari
bahan allufium muda (receen) mempunyai susunan berlapis atau kadar C-organik tak teratur
dengan kadar fraksi pasir kurang dari 60% pada kedalaman antara 25-100 cm dari permukaan
tanah mineral. Tanah allufial hanya meliputi lahan yang sering atau baru saja mengalami
banjir atau merupakan hasil endapan bahan-bahan kolluvial akibat angkutan dari daerah di
atasnya.
d) Suhu
Pada semua ekosistem, suhu sangat berpengaruh. Karena di ekosistem yang berbeda suhu
akan berbeda. Seperti pada tegalan, memiliki suhu yang cukup panas, sehingga jenis tanaman
yang dapat ditanam sangat sedikit.
e) Kelembapan
Kelembapan udara tidak banyak berpengaruh pada pertumbuhan asalkan kadar air cukup
tersedia di dalam tanah, optimumnya < 80%
a) Komponen biotik
Komponen biotik atau komponen yang berupa makhluk hidup yang ada di ekosistem
hutan ini banyak sekali jenisnya, yakni tumbuhan, binatang, serta organisme- organisme
lainnya.
b) Komponen abiotik
Meskipun tidak hidup namun keberadaan komponen ini bisa mempengaruhi komponen-
komponen lain yang ada di ekosistem tersebut. Berikut merupakan komponen abiotik atau
komponen yang tidak hidup di ekosistem hutan, yaitu suhu, cahaya matahari, air, iklim, tanah,
angin, batu, dan lain sebagainya.
Berdasarkan makananya:
a). Komponen Autotrof
Kata autotrof ini berasal dari 2 kata, yaitu autros yang mempunyai arti sendiri, dan
juga tropikhos yang mempunyai arti menyediakan makanan. Sehingga komponen autotrof
yang terdapat dalam ekosistem hutan ini merupakan komponen yang mampu menyediakan atau
mensisntesis makanannya sendiri. Dalam membuat makanannya sendiri, komponen ini
menggunakan bahan- bahan anorganik. Kemudian dengan bantuan dari klorofil dan juga energi
dari sinar matahari, bahan- bahan anorganik tersebut diubah menjadi bahan- bahan makanan
organik. Dengan demikian, organisme yang termasuk ke dalam golongan autotrof ini pada
umumnya adalah mereka yang memiliki zat hijau daun atau korofil. Pengikatan yang dilakukan
oleh energi sinar matahari dan sistesis bahan organik menjadi bahan anorganik kompleks ini
hanya bisa dilakukan oleh komponene autrotrof saja. Contoh komponene autotrof yang ada di
ekosistem hutan adalah pohon dan rumput- rumputan.
b). Komponen Heterotrofik
Kata heterotrofik ini berasal dari dua kata, yaitu heteroyang berarti berbeda, lain,
maupun tidak seragam dan tropikhos mempunyai arti menyediakan makanan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa komponen heterotrofik ini merupakan komponen atau organisme yang
dalam hidupnya selalu memanfaatkan bahan organik sebagai bahan makanannya. Bahan
organik yang digunakan untuk membuat makanan tersebut telah disediakan oleh organisme
atau makhluk lainnya. Dapat dikatakan juga komponen heterotrofik ini mendapatkan bahan
makanannya dari komponen autotrof. Sebagian dari anggota komponen heterotrofik ini akan
menguraikan bahan organik kompleks ke dalam bentuk bahan anorganik yang sederhana yang
nantinya akan digunakan sebagai bahan baku untuk membuat makanan komponen autotrof.
Contoh komponen heterotrof yang ada dalam ekosistem hutan diantaranya adalah binatang,
jamur, dan juga jasad renik.
C. Interaksi Antar Komponen
Komponen biotik, abiotik,autotrof dan heterotrofik di dalam agroekosistem saling
berinteraksi untuk mencapai keseimbangan ekosistem pertanian khususnya hutan tanaman
industri. Kebutuhan pangan atau sumber nutrisi bagi faktor biotik tersedia dengan adanya
faktor abiotik tanah, air, unsur hara, dan anasir iklim yang mendukung nutrisi dalam tanah
maupun udara menjadi tersedia. Adanya daur unsur atau daur biogeokimiawi di alam
menunjukkan keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik.
Analisis Perbandingan Agroekosistem
a). Produktivitas
Dari segi produktivitas perbandingan antara lahan kering (Tegalan) dan lahan hutan
tanaman industri (HTI) perbedaannya tidak terlalu signifikan, jika lahan kering (Tegalan)
sangat tergantung pada curah hujan dan lahan hutan tanaman industri (HTI) proses
pertumbuhannya membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga produktivitas bergantung
pada bagaimana cara pengolahannya, jika pengolahannya benar dan baik maka produktivitas
akan tinggi. Produktivitas lahan berkesesuaian dengan kapasitas lahan. Serta dari segi ekonomi
pada agroekosistem hutan tanaman industri (HTI) lebih unggul.
b). Keberlanjutan
Dari sisi keberlanjutannya, tanaman pada agroekosistem lahan kering (Tegalan) sangat sulit
untuk bertahan hidup dikarenakan lahan kering (Tegalan) hanya mengandalkan curah hujan
saja. Sehingga untuk hasilnya sangat minim. Selain itu, tanaman hanya dapat ditanam pada
waktu-waktu tertentu. Dibandingkan dengan hutan tanaman industri (HTI), proses untuk
bertahan hidup lebih lama. Dikarenakan jenis tanamannya beragam dan tidak terlalu tergantung
pada curah hujan.
c). Stabilitas
Jumlah ekonomi dalam agroekosistem lahan kering (Tegalan) sangat rendah bila dibanding
dengan hutan tanaman industri (HTI). Karena hutan tanaman industtri (HTI) memiliki jenis
tanamannya yang lebih bervariasi dan memilki nilai jual yang cukup tinggi, berbeda dengan
lahan kering hanya berpaku pada satu jenis tanaman yang ditanam pada lahan tertentu dan
panen juga berdasarkan waktu-waktu tertentu.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa kedua agroekosistem akan tumbuh
dengan baik apabila ditanam pada lingkungan yang sesuai dan dirawat dengan baik terutama
oleh manusia, karena manusia memiliki pengaruh yang cukup besar mulai dari proses hulu
sampai ke hilirnya. Dari segi ekonomi keduanya cukup bagus untuk dijadikan usaha pertanian,
terlebih agroekosistem hutan tanaman industri (HTI) yang memiliki nilai jual tinggi. Namun,
pelaku usaha harus cukup sabar dikarenakan proses dari mulai penanaman sampai pemanenan
membutuhkan waktu yang cukup panjang dan pelaku usaha harus memiliki modal cukup besar
untuk memulai usahanya.
Daftar Pustaka
Irawan, B dan T. Pranaji. 2002. Kebijakan Pemberdayaan Lahan Kering Untuk mendukung
Pengembangan Agribisnis dan Pertanian Berkelanjutan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Ma`shum, M., Lolita, E.S., Sukartono, dan Soemeinaboedhy, I.N. 2000. TeknikPemanenan
Aliran Permukaan lahan Kering. Journal Agroteksos, Vol 11-3, 2000.
Wisnu, I.M.W, I. Basuki dan Johanes. 2005. Alternatif Sistem Usahatani dan Pengelolaan
sumberdaya air dalam pengembangan lahan kering di NTB. Prosiding Seminar
Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Pembangunan Pertanian Lahan
Kering. Kerjasama. PSE dan UNIB. 33 hal.
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta Mulyani, Sutedjo.
2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Lisnawati, Y. 2006. Kajian Dampak Pembangunan Hutan Tanaman terhadap Kesuburan dan
Tata Air. Prosiding Sintesa Hasil-Hasil Penelitian Hutan Tanaman 2008. Pusat
Penelitian dan PengembanganHutanTanaman.Bogor.
Sagala,P. 1994. Mengelola Lahan KehutananIndonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Suprijo,H.2010.Sifat-sifat Tanah Hutan. Komunikasi pribadi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.