BERKELANJUTAN
OLEH :
1704020183
Agribisnis 3
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
MARET 2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
mengenai Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan tepat pada waktunya. Saya menyadari bahwa
makalah yang saya susun tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, maka saran dan kritik
yang membangun saya harapkan dalam menyempurnakan makalah ini, semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata saya mengucapkan limpah
terimakasi.
2
DAFTAR ISI
Cover…………………………………………………………………………………….......(1)
Daftar Isi…………………………………………………………………………………….(3)
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………………………(4)
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………(5)
Bab IV penutup……………………………………………………………………………(23)
4.1 Penutup…………………………………………………………………………(23)
3
BAB I
PENDAHULUAN
Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah tergenang
atau digenangi air pada sebagian besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu (Dariah
et al,. 2004). Kebanyakan lahan kering terletak pada dataran rendah, yaitu lahan kering
yang letaknya < 700 m dpl dan lahan kering dataran tinggi yang terletak antara 700
dan 2500 m dpl (Santoso, 2003). Selanjutnya Notohadinegoro (2000) dalam Nurdin
(2011), menjelaskan bahwa lahan kering adalah lahan yang berada di suatu wilayah yang
berkedudukan lebih tinggi yang diusahakan tanpa penggenangan air.
Lahan kering di Indonesia telah banyak dimanfaatkan oleh petani untuk penanaman
tanaman pangan. Mulai dari lahan yang bertopografi datar ataupun miring. Menurut BPS
(2001) dalam Dariah et al., (2004), sekitar 56 juta ha lahan kering di Indonesia (di luar Maluku
dan Papua) sudah digunakan untuk pertanian. Upaya pemanfaatan lahan kering secara optimal
merupakan peluang yang masih cukup besar, karena lahan kering mempunyai luasan
relatif lebih besar dibandingkan dengan lahan basah (Abdurachman et al ., 1999 dalam Brata,
2004).
4
Kerusakan lahan oleh aliran permukaan maupun erosi dapat menyebabkan kehilangan
hara kalium yang berada di dalam tanah. Kehilangan hara kalium sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman. Kalium sebenarnya sangat diperlukan pada tanah kering,
karena pada tanah ini banyak kation K+ yang hilang dan terangkut oleh tanah melalui
pencucian air hujan maupun erosi. Kalium di dalam tanah terdapat dalam bentuk
anorganik dimana sumber-sumbernya adalah mineral feldsfar, mika, dan silikat. Kalium
di dalam tanah merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman.
Kandungan K di dalam tanah berbeda-beda tergantung dari bahan induk tanah dan derajat
pelapukan. Jika dibandingkan N dan P kandungan K lebih banyak di dalam tanah (Sutedjo,
2002 dalam Sugiono, 2007). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
hara K agar tidak mudah hilang terbawa oleh aliran permukaan dan erosi yaitu dengan
cara penerapan teknik mulsa vertikal. Mulsa vertikal merupakan teknik penggunaan mulsa
dengan cara memasukkan sisa tanaman kedalam rorak atau alur yang dibuat mengikuti kontur.
Rorak yang diberi mulsa dapat berfungsi menampung aliran permukaan, dan mulsa
menahan partikel tanah pada dinding rorak (Noeralam et al., 2003). Monde (2010),
menjelaskan bahwa rorak yang dilengkapi dengan mulsa vertikal efektif menekan erosi
(sedimen). Efektivitas aplikasi rorak cukup tinggi dalam menekan terjadinya erosi yakni
mencapai 71%. Pemberian mulsa pada lahan kakao umur ≤ 3 tahun dapat menurunkan
erosi sebesar 87%. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa lahan kakao yang diberi
bangunan rorak menghasilkan erosi lebih rendah dibandingkan dengan kontrol Berdasarkan
uraian diatas, perlu adanya konservasi tanah dan air agar ketersedian air serta hara bagi
tanaman tetap tercukupi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang kehilangan hara
kalium melalui aliran permukaan dan erosi pada perlakuan mulsa vertikal di lahan kering.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Hyper Arid : indek kekeringan(rasio antara curah hujan dan evapotranspirasi potensial)
0.03, tidak ada vegetasi tanaman kecuali hanya beberapa rumpun rumput di daerah lembah,
penggembalaan ternak berpindah-pindah, hujan tahunan rendah (di bawah 100 mm/tahun),
serta hujan terjadi tidak menentu, bahkan kadang-kadang tidak terjadi hujan sepanjang
tahun. Daerah ini terdapat di pe-“gurun”-an Saudi Arabia “Rub’ul Kholi” atau yang dikenal
dengan empty quarter.
2. Arid : indek kekeringan 0.03-0.20 yang ditandai dengan adanya peternakan, kegiatan
pertanian dilakukan dengan irigasi tetes dan sprinkler, terdapat tanaman musiman dan
tahunan yang letaknya terpisah-pisah, dan curah hujan tahunan antara 100 – 300 mm.
Terdapat di Jeddah, Saudi Arabia dan Negara-negara Timur Tengah pada umumnya.
3. Semi Arid : indek kekeringan 0.2-0.5 yang ditandai dengan adanya kegiatan pertanian
denga mengandalkan air hujan meski produktifitasnya masih rendah, terdapat kegiatan
peternakan komunal, dan curah hujan tahunan 300-800 mm. Biasanya terdapat di
perbatasan daerah tropis dan sub-tropis.
4. Sub Humid: indek kekeringan 0.5-0.75. Daerah sub humid juga dimasukkan ke dalam area
lahan kering, meski sebenarnya memiliki karakter yang dekat dengan daerah lahan basah.
Di Indonesia kawasan timur memiliki karakter Sub-Humid, yang mana terdapat beberapa
kendala untuk budidadaya pertanian di daerah tersebut.
Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga
keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering
sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang
terdapat pada antisiklon tropisme. Daerah tersebut biasanya ditandai dengan adanya perputaran
angin yang berlawanan arah jarum jam di utara garis khatulistiwa dan perputaran angin yang
searah jarum jam di daerah selatan garis khatulistiwa. Terdapat tiga jenis iklim di daerah lahan
kering, yakni :
6
b) Iklim Tropisme : hujan terjadi di musim panas
Tabel 1. Hubungan faktor pertumbuhan dan kendala-kendala serta solusi pertanian di lahan
kering
Faktor
No Kendala Sousi
Pertumbuhan
Media Tanam
Tanah pasiran yang terdapat di sebagian besar daerah kering di Negara Timur Tengah
menjadi kendala besar bagi usaha pertumbuhan tanaman. Kendala-kendala tersebuat adalah
7
terlalu besarnya pori-pori tanah yang mengakibatkan infiltrasi tinggi sehingga tidak dapat
menahan air serta memiliki kadar garam yang tinggi sebagai dampak dari kombinasi tingginya
evapotranspirasi akibat suhu yang tinggi dan tingginya infiltrasi akibat tanah yang terlalu
porous.
Sedangkan tanah lempung yang terdapat pada lahan kering juga terkendala dengan sifatnya
yang labil. Sifat tanah lempung yang kekurangan air akan merekah (nelo:jawa), sehingga tidak
dapat ditumbuhi tanaman dengan optimal. Tanah sebagai media tanam seharusnya memiliki
kemampuan menahan air dari infiltrasi dan evapotranspirasi, mampu memberikan nutrisi bagi
tanaman, serta memiliki pori-pori proporsional untuk sirkulasi udara (O2 dan CO2). Untuk
mengatasi hal tersebut, maka diperlukan soil amendment atau pengatur tanah, pupuk organik
untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan kapur untuk meningkatkan pH tanah atau gypsum
untuk menurunkan pH tanah.
Air
Rendahnya curah hujan yang menjadi ciri-ciri khas daerah lahan kering mengakibatkan
ketersediaan air untuk irigasi sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan soil
amendment untuk meningkatkan kapasitas tanah dalam menahan air (water holding capacity),
mulsa untuk mengurangi evapotranspirasi dan penggunaan sistem irigasi yang tepat guna
seperti irigasi tetes ataupun sprinkler tergantung dengan topografi lahan. Bila lahan datar, maka
dapat digunakan irigasi tetes, dan apabila lahan bergelombang, maka penggunaan sistem irigasi
sprinkler lebih tepat. Kolaborasi penggunaan soil amendment, mulsa dan sistem isrigasi tepat
guna tersebut bertujuan untuk menghemat penggunaan air dan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pendistribusian nutrisi tanaman.
8
Springkler Irrigation Drip Irrigation
Cahaya
Angin
9
Desain Lahan Pertanian Lahan Kering
Nutrisi
Dengan mengambil analogi manusia, nutrisi sebagai makanan bagi tanaman itu
diumpamakan seperti adanya karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin bagi manusia. Namun
bagi tanaman membutuhkan nutrisi makro (N, P, K, Ca, Mg, S) dan mikro (Fe, Mn, B, Mo,
Cu, Zn dan Cl). Tingginya kadar garam di tanah pertanian lahan kering mengakibatkan unsur-
unsur nutrisi yang diperlukan tanaman tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, karena
garam sifatnya mereduksi unsur-unsur makro dan membuat unsur-unsur mikro bersifat toksit
atau beracun bagi tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibutuhkan pemupukan
organik terpadu yang menyediakan unsur hara tanaman dari bahan-bahan alam untuk
mereduksi kandungan unsur logam dari pupuk-pupuk kimia serta memberikan unsur mikro
tanaman dalam bentuk organik (chillate) yang tidak beracun bagi tanaman di daerah dengan
kadar garam yang tinggi.
Berikut ini merupakan contoh kegiatan pertanian lahan kering di Hada Al-Syam, Jeddah, Saudi
Arabia yang dilaksanakan pada tahun 2012-2013. Komoditas yang ditanam dalam contoh
pertanian lahan kering ini adalah labu (squash / Cucurbito sp.), atau orang-orang Indonesia
sering menyebutnya dengan waluh sayur atau labu siem.
10
(soil amendment) yang sedang dikembangkan untuk diterapkan di bidang pertanian. Kelebihan
dari pozzolan apabila diaplikasikan sebagai soil amendment adalah sifat porositasnya (karena
berasal dari batuan vulkanik dan jenis basalt rock) yang mampu menahan air dalam jumlah
yang banyak serta umur ekonomisnya yang lama, yakni diperkirakan mencapai 20 tahunan bisa
berfungsi baik di tanah.
Sistem irigasi tetes / drip irrigation sangat cocok diterapkan pada lahan kering yang terdapat
sedikit air dengan topografi yang relatif datar.
Instalasi Sistem Irigasi Tetes Bak Air dan Tempat Tanaman Tumbuh Bagus di
melakukan Fertigasi Atas Pozzolan
11
Fertigasi merupakan sistem pemupukan yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan
irigasi. Sistem ini akan efektif dan efisien apabila diterapkan pada sistem irigasi tetes atau
sprinkler. Caranya adalah dengan mengaduk pupuk yang ingin ditambahkan ke dalam air yang
siap diaplikasikan untuk mengairi tanaman.
4. Hasil Panen
Aplikasi menggunakan pozzolan sebagai soil amendment terbukti efektif dalam menghemat
air irigasi dan meningkatkan produktifitas tanaman.
Tanaman Umur 1 Minggu Tanaman Umur 5 Minggu Panen pada Umur 8 Minggu
Usaha untuk meningkatkan produksi pertanian dan masyarakat tani pada lahan kering
ditentukan oleh tingkat pengelolaan faktor biofisik, sosial ekonomi, teknologi dan komoditas
yang dipilih. Pengendalian dan pengelolaan yang baik terhadap faktor-faktor tersebut di atas
akan membawa kita pada kesempatan unntuk memperbaiki usahatani yang ada pada saat ini
(Squires dan Tow, 1991). Sasaran yang ingin dicapai dalam program Peningkatan produksi
pertanian lahan kering kedepan adalah kecukupan pangan dan perbaikan gizi masyarakat,
peningkatan kesejahteraan petani, serta perbaikan lingkungan umum. Langkah-langkah kearah
itu disusun melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi. Usaha intensifikasi yang
sudah berkembang di lahan yang cukup bagus dengan kepemilikan lahan yang ketat.
Usaha ekstensifikasi dan diversifikasi sebagian besar dilakukan tanah yang kurang baik
yang cukup luas dengan kesuburan tanah yang relatif rendah. Keterbatasan modal dan tenaga
12
kerja yang dimiliki petani, menggiring petani lahan kering pada saat usahatani campuran
sebagai usaha mengurangi masalah dibandingkan dengan usahatani monokultur. Pengusahaan
tanaman yang dikelola tanpa mempertimbangkan aspek sumber daya dalam hal hal yang
ditingkatkan semakin meluasnya areal lahan kritis (Suwardji dan Priyono, 2004).
Model usahatani lahan kering yang ingin dikembangkan memerlukannya di atas lahan
peningkatan dan pendapatan petani serta kelestarian lingkungan dalam jangka
panjang. Pemilihan tanaman dalam pola usahataninya untuk jangka waktu pendek yang
ditentukan pada kecukupan pangan dan kebutuhan pangan petani serta dalam jangka waktu
panjanng diarahkan pada keseimbangan antara kebutuhan pangan dan tanaman tahunan serta
pakan ternak untuk meningkatkan pendapatan dengan memperhatikan kaidah-kaidah tanah dan
air guna menjamin kelestarian lingkungan. Terdapat masalah penting yang perlu mendapat
perhatian dalam mengembangkan model PLKB adalah bagaimana cara melakukan pengelolaan
lahan yang memadai dalam sistim produksi. Secara berlebihan (Notohadiprawiro, 1990).
Dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi yang cukup beragam di Propinsi NTB, tentu saja
dalam pengelolaan lahan yang diterapkan akan sangat beragam dan sangat dibutuhkan oleh
model pengembangan lahan yang diterapkan. Menurut Notohadiprawiro (1990), pola
pengelolaan lahan dapat disetujui, sesuai dengan persyaratan : (1) ramah lingkungan, (2)
ekonomi penuh, (3) sesuai sosial, (4) politik dapat diterima.
Berdasarkan pada kondisi biofisik Lingkungan yang diperlukan untuk lahan kering di
Propinsi NTB dengan produktivitas lahan yang relatif rendah sampai sedang, sistim produksi
pertanian lahan kering yang selama ini dipraktekkan menggunakan input tinggi ( pertanian
input tinggi) Berorientasi tanaman pangan dengan tujuan untuk mengatasi berbagai perdebatan
yang ada. Namun demikian, sistim produksi ini mulai dipertanyakan keberlanjutannya karena
input tinggi dari luar tidak tersedia Sumberdaya Lokal yang sangat rentan terhadap berbagai
perubahan sosial ekonomi dan politik dunia. Masalah lain yang penting adalah masalah
berbagai lingkungan dan kesehatan masyarakat karena menggunakan berbagai bahan-bahan
kimia pertanian. Oleh karena itu akhir-akhir ini berbagai upaya telah dilakukan untuk
mengembangkan teknologi pengelolaan lahan dengan input rendah ( teknologi input tanah
input rendah)) Agar dapat meningkatkan efisiensi input untuk memaksimalkan pendauran
internal hara (Seguy dkk, 1991) dengan input yang berbasis sumber daya lokal dan dengan
pengetahuan lokal yang selama ini telah dipraktikkan oleh para leluhur ( pengetahuan luar
biasa ) (Sanchez dan Salinas, 1981). Tujuan yang ingin dicapai dalam sistim produksi
13
semacam ini adalah (1) Mendatangkan hasil pertanian tanpa ketergatungan yang sangat besar
terhadap input teknologi yang tinggi (2) Peningkatan produktivitas lahan, keberlanjutan sistim
yang dipraktekkan sesuai dengan petani kecil dan miskin. (Notohadiprawiro, 1990).
Pola yang sama mungkin tidak dapat dikembangkan di provinsi NTB yang memiliki
curah hujan kurang. Namun demikian, metode yang sama dapat dilakukan dengan
agroklimatnya. Diperlukan jenis-jenis tanaman pendek dan tahan kekerinngan. Di daerah yang
cukup kering seperti yang ada di NTB yang memiliki rata-rata bulan kurang dari 4 bulan, pola
tanam dapat dikembangkan berbeda dengan Sumatera yang bulan basahnya 5-7 bulan. Dengan
kondisi iklim semi ringkai yang relatif kering, kombinasi tanaman pangan, tanaman tahunan
dan produksi pangan pertanian dengan berbagai tanaman ekonomi yang dikembangkan oleh
petani di lahan kering dapatlah disyarankan. Lebih lanjut beberapa model usaha tani ( sistem
pertanian) untuk lahan kering sudah lama dikembangkan dan disponsori coba di beberapa
daerah. Dari hasil pengalaman uji coba lapangan yang dilakukan oleh petani dan beberapa
penelitian yang terbatas, ada beberapa hal penting dalam praktik usaha tani lahan kering yang
perlu ditambahkan untuk mencapai sistem pertanian lahan kering yang dikelola.
14
BAB III
PEMBAHASAN
Manggarai Timur terlahir sebagai tanah yang dianugerahi sejuta potensi. Sumber daya
alam menjadi ujung tombak yang menanti sentuhan tangan-tangan kreatif untuk dimanfaatkan
secara optimal guna peningkatan kesejahteraan masyarakat. Wilayah luas dengan keindahan
alam serta tanah yang subur terhampar luas, merangsang kreativitas anak-anak daerah untuk
mengolahnya secara positif. Hamparan sawah dan lahan komoditas perkebunan yang tersebar
di sembilan kecamatan menebar aroma sejahtera bagi warga. Disisi lain, dukungan potensi
sumber daya manusia yang memadai pun menjadi elemen penting dalam menggarap potensi
lokal bagi kemajuan kabupaten berpenduduk lebih dari 289.148 jiwa ini.
Dengan ditetapkan Peraturan Bupati ini, maka Peraturan Bupati Manggarai Timur
Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten
Manggarai Timur dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pelimpahan kewenangan ini
merupakan angin segar bagi dunia usaha sehingga memangkas waktu penyelesaian pengurusan
perizinan.
15
Rencana Umum Penanaman Modal Daerah (2012) sementara dijadikan rujukan yang
diperbaharui pada tahun 2016 ini sebagai upaya serius menyediakan panduan teknis dan
informatif dalam penanaman modal di Manggarai Timur. Pertanian menjadi basis dalam
pengembangan ekonomi daerah karena kondisi geografis, keunggulan Sumber Daya Alam dan
ketersediaan Sumber Daya Manusianya. Berdasarkan karakteristik wilayahnya, kegiatan
pertanian yang dapat dikembangkan adalah tanaman pangan lahan basah dan lahan kering dan
tanaman tahunan yang tersebar di seluruh wilayah. Lahan sawah didominasi oleh kecamatan
di wilayah utara khususnya di Kecamatan Poco Ranaka yang memiliki luas lahan 4.352 Ha
dengan produktifitas mencapai 3,66%, padi ladang di Kecamatan Borong seluas 953 Ha dengan
produktifitas 2,30%. Selain itu masih terdapat lebih dari 5000 Ha lahan tidur yang masih
menanti sentuhan tekhnologi pertanian melalui penyediaan saluran irigasi, sehingga dapat
dikembangkan menjadi lahan produktif.
Manggarai Timur juga merupakan surga bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai
jenis tanaman perkebunan. Kopi, Cengkeh, kakao, kemiri, jambu mete, kelapa, vanili,
tembakau tumbuh subur di daerah yang berdiri sebagai daerah otonomi baru ini pada tahun
2007 silam. Komoditi kopi menjadi unggulan dengan luas area mencapai 17.019,9 Ha yang
diusahakan secara tradisional. Produktifitasnya mencapai 1,5 ton/ha dan masih memungkinkan
untuk mengalami kenaikan, tergantung pada kondisi cuaca. Dalam beberapa tahun terakhir ini
mengalami peningkatan produktifitas berkat intervensi pemerintah dalam proses perawatan,
panen hingga perawatan pasca panen. Perhatian serius terhadap komoditi kopi ini ditingkatkan
lagi setelah kopi Arabica Manggarai Timur menjadi juara I dan kopi Robusta meraih peringkat
III dalam kontes cita rasa kopi se-indonesia yang dilaksanakan di Jawa Timur tahun 2015 silam.
Sementara itu, pengembangan sub-sektor perikanan di Kabupaten Manggarai Timur terbagi
menjadi usaha perikanan tangkap (laut) dan budidaya perikanan (air tawar). Hal ini karena
karakteristik wilayah dan ketersebaran sumber daya perikanan khususnya dengan keberadaan
garis pantai pada setiap kecamatan. Usaha perikanan darat sangat potensial dikembangkan di
seluruh kecamatan.
Meskipun bukan termasuk sektor yang diunggulkan namun terdapat 1.802 kepala
keluarga nelayan yang sebagian besarnya tersebar di Kecamatan Lambaleda, Borong dan
Sambi Rampas. Seluruh nelayan terwadahi dalam 154 kelompok nelayan yang bergerak dalam
perikanan tangkap dan budidaya ikan air tawar dengan jenis alat tangkap yang digunakan
adalah jaring insang, jaring perahu, pukat cincin dan alat tangkap tradisional lainnya. Hasil
usaha yang digeluti selain ikan sebagai objek produktif, para nelayan juga mengusahakan hasil
16
laut lainnya seperti siput, lopster, rumput laut yang didistribusikan ke pasar tingkat lokal.
Terdapat 2.044 jenis usaha yang digeluti setiap nelayan yang terwadahi dalam kelompok dan
menghasilkan 300,52 ton/tahun. Usaha perikanan yang dilakukan nelayan bersifat usaha rumah
tangga dan terwadahi dalam beberapa kelompok nelayan. Hasil dari kegiatan usaha hanya dapat
memenuhi kebutuhan ikan dan ikutannya di tingkat kabupaten dan belum mampu dilakukan ke
luar daerah.
Sub-sektor peternakan yang banyak diusahakan warga adalah jenis ternak besar seperti
sapi, kerbau, kuda, ternak kecil (babi, kambing, domba) dan unggas (ayam, ayam ras, itik).
Potensi peternakan juga tidak merata di setiap Kecamatan karena belum diberlakukannya
wilayah minapolitan yang memadukan berbagai sub-sektor pertanian dalam usaha pertanian
rakyat. Kecamatan yang sangat produktif di bidang Peternakan adalah Kota Komba karena
ditunjang ketersediaan pakan dan memiliki karakteristik wilayah yang sangat potensial untuk
usaha peternakan. Kecamatan lainnya adalah Kecamatan Borong, Kecamatan Elar, Kecamatan
Sambi Rampas dan Kecamatan Poco Ranaka khususnya jenis ternak kecil dan unggas.
17
Rampas (Desa: Nanga Mbaur, Satar Nawang), Elar (Desa Golo Lijun dan Golo Lebo; Perak
terletak di Kecamatan Poco Ranaka (Desa: Benteng Rampas, Ngkiong Dora, Rende Nau),
Kecamatan Sambi Rampas (Desa: Nanga Mbaur, Satar Nawang), Elar (Desa Golo Lijun dan
Golo Lebo.
1) Tanaman Pangan
Irigasi
Irigasi Irigasi Irigasi Tadah
Kecamatan Setengah
Teknis Sederhana Desa Hujan
Teknis
Borong (Ranamese) 890 1.433 1.177 685
18
Irigasi
Irigasi Irigasi Irigasi Tadah
Kecamatan Setengah
Teknis Sederhana Desa Hujan
Teknis
Tabel. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi (Padi Sawah dan Padi Ladang)
Luas Luas
Kecamatan Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas
Panen Panen
(ton) (ton/ha) (ton) (ton/ha)
(ha) (ha)
Borong
4.959 18.348 3.7 376 414 1.1
(Ranamese)
Elar (Elar
1.972 6.704 3.4 333 367 1.1
Selatan)
Poco Ranaka
(Poco Ranaka 4.454 15.332 3.4 10 11 1.1
Timur)
19
Tabel. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung dan Kedelai
Jagung Kedelai
Luas Luas
Kecamatan Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas
Panen Panen
(ton) (ton/ha) (ton) (ton/ha)
(ha) (ha)
Borong
540 2 025 3.75 - - -
(Ranamese)
Elar (Elar
693 2 079 3.0 10 1.6 0.16
Selatan)
Poco Ranaka
(Poco Ranaka 268 832 2.8 - - -
Timur)
Tabel. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kacang Tanah dan Kacang Hijau
Luas Luas
Kecamatan Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas
Panen Panen
(ton) (ton/ha) (ton) (ton/ha)
(ha) (ha)
Borong
- - - 3 0.15 0.05
(Ranamese)
20
Kacang Tanah Kacang Hijau
Luas Luas
Kecamatan Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas
Panen Panen
(ton) (ton/ha) (ton) (ton/ha)
(ha) (ha)
Elar (Elar
1 0.005 0.005 10 1.1 0.11
Selatan)
Poco Ranaka
(Poco Ranaka - - - - - -
Timur)
Selain itu produktivitas tanaman jagung dan kacang hijau justru malah mengalami
kenaikan. Kenaikan paling signifikan terjadi pada tanaman jagung dari 4,05 ton perhektar
menjadi 10,40 ton perhektar di tahun 2013.
Tabel. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Kayu dan Ubi Jalar
Luas Luas
Kecamatan Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas
Panen Panen
(ton) (ton/ha) (ton) (ton/ha)
(ha) (ha)
Borong
60 480 8 160 1 120 7
(Ranamese)
Elar (Elar
214 1 498 7 35 245 7
Selatan)
21
Ubi Kayu Ubi Jalar
Luas Luas
Kecamatan Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas
Panen Panen
(ton) (ton/ha) (ton) (ton/ha)
(ha) (ha)
Poco Ranaka
(Poco Ranaka 213 1 704 8 165 990 6
Timur)
22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga
keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering
sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang
terdapat pada antisiklon tropisme.
23