PROPOSAL PENELITIAN
DIAJUKAN OLEH:
WA ODE FADILA
F1B214050
Proposal Penelitian
Diajukan oleh:
Wa Ode Fadila
F1B214050
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya mineral.
alam yang sifatnya tidak terbaharukan yang memiliki nilai ekonomis yang digunakan
sebagai bahan baku dalam industri untuk kesejahteraan rakyat di dalam memenuhi
Tenggara yang penyebaran bahan galian di pengaruhi oleh kondisi geologinya, yang
bahwa formasi penyusun daerah penelitian adalah formasi meluhu dan formasi laonti.
Dari formasi tersebut, batuan yang mendominasi adalah batuan metamorf sekitar 50
Tenggara yaitu mineral grafit. Menurut Nesse (2009) mineral grafit terdapat pada
batuan metamorfosa regional dan kontak seperti marmer, endapan skarn, gneiss,
sekis, filit dan batu sabak yang mengandung karbonat atau material organik. Grafit
dapat membentuk inklusi dalam sfalerit, pirit, magnetit, pirhotit pada endapan
hidrotermal. Menurut Hasria dkk. (2017) pada zona alterasi di pegunungan Mendoke
yang berasosiasi dengan batuan metamorf, terdapat proses karbonisasi yang
merupakan ciri terbentuknya grafit, yang berada di urat kuarsa dan sekis mika. Dalam
hal ini, memungkinkan adanya keterdapatan kandungan mineral grafit sehingga perlu
Mineral grafit memiliki manfaat dalam bidang industri. Pada awal tahun
pertama digunakan industri yang memanfaatkan tenaga air dan mekanik, yang kedua
otomatis serta yang terakhir adalah robotic. Dalam komponen-komponen robotic ini
menggunakan salah satuhnya adalah mineral grafit. Jadi, sangat penting untuk
Analisa mineral grafit dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain
dalam pemilihan metode harus di pertimbangkan agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengolahan data.
untuk analisis unsur dalam bahan secara kualitatif dan kuantitatif. Prinsip kerja
sampel (bahan) oleh sinar-X dari sumber sinar-X (Aurelia, 2005). Sedangkan
kelemahan dari teknik XRF ini adalah tidak dapat mengetahui senyawa apa yang
dibentuk oleh unsur-unsur yang terkandung dalam material yang akan diteliti, tidak
dapat menentukan struktur dari atom yang membentuk material itu (Rosika dkk, 2005
sehingga sangat mudah untuk mendeteksi kandungan unsur yang ada dalam mineral
grafit. Tapi, metode ini tidak digunakan dalam penelitian karena biaya yang sangat
mahal.
dalam skala labolatorium. Metode SEM/DEX adalah metode yang digunakan untuk
depth of field 4-0,4 mm dan resolusi sebesar 1-10 nm. Kombinasi dari perbesaran
yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk
Surakarta,2016).
dengan menggunakan metode SEM/DEX . Jadi, penelitian ini dapat diketahui sebaran
mineral grafit dan persentase kandungan unsur serta dimanfaatkan dalam bidang
industri.
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimana besaran kandungan unsur mineral grafit yang ada pada batuan
C. Tujuan Penelitian
2. Untuk menentuhkan besaran kandungan unsur mineral grafit yang ada pada
D. Manfaat Penelitian
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data potensi sumber daya alam
Timur, Selatan dan Barat dimana trend umumnya pegunungan tersebut adalah Barat
Daya-Timur Laut, Zona Utara terdiri dari pedataran dan perbukitan yang berbatasan
dengan Formasi Meluhu, dearah penelitian termasuk dalam Formasi Laonti yang
terdiri atas batugamping malih, pualam dan kuarsit. Kuarsit berwarna putih sampai
coklat muda pejal dan keras, berbutir (granular), terdiri atas mineral granoblas,
senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang. Batuan sebagian besar terdiri dari
kuarsa, jumlahnya sekitar 90%. Oksidasi besi bercelah di antara kuarsa jumlahnya
1. Geomorfologi
morfologi, yaitu :
Laonti dan Wolasi dan menempati ± 20 % dari luas keseluruhan daerah penyelidikan,
dengan ketinggian 300 m diatas permukaan laut. Secara umum satuan morfologi ini
disusun oleh batuan termalihkan hanya sebagian kecil disusun oleh batuan lainnya.
Satuan ini tertutupi oleh vegetasi yang sedang hingga lebat dan setempat sebagian
dari keseluruhan luas daerah Konawe Selatan, dengan ketinggian diatas 75 m dari
Satuan ini secara umum tersusun oleh batuan dari “Malasa Sulawesi” yang
tersebar di bagian utara, tengah sampai di selatan daerah ini dan sebagian lainnya
Satuan ini tertutup oleh lahan perkebunan seperti kakao, cengkeh, mente, vanili
dan tanaman lainnya dan sebagian masih merupakan hutan yang bervegatasi sedang -
lebat.
Satuan morfologi kras tersebar di bagian timur yaitu sekitar daerah Moramo
Satuan ini berada pada ketinggian ± 75 m – 500 m diatas permukaan air laut. Pada
satuan ini banyak dijumpai gua-gua kapur dan sungai bawah tanah serta umumnya
tertutupi oleh tanaman keras, satuan ini menempati sekitar 15 % dari keseluruhan luas
Satuan morfologi pedataran tersebar cukup luas dan malampar disekitar daerah
Tinanggea, pesisir pantai, Kolono, Roda, Landono, Palangga, Lainea, Konda dan
Kabupaten Konawe Selatan dengan ketinggian dibawah 75 m dari permukaan air laut.
2. Stratigrafi
dilakukan terhadap Peta Geologi Lembar Kolaka (T.O Simanjuntak dkk, 1994, P3G)
dan Peta Lembar Geologi Lasusua Kendari (Rusmana dkk, 1993), batuan penyusun
terdiri dari batua tua ke batuan lebih muda adalah sebagai berikut :
Satuan batuan ini tersebar dibeberapa kabupten Konawe Selatan yaitu daerah
Boroboro, Wolasi, Kolono dan sekitar Angata. Satuan batupasir malih ini terdiri dari
batupasir termalihkan dengan berbagai variasi, ukuran butir yaitu serpih hitam, serpih
perombakan yang kuat. Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai, satuan ini dapat
disebandingkan dengan Formasi meluhu berumur Trias - Trias Akhir, satuan ini
memiliki ketebalan tidak kurang dari 1000 m. Beberapa ahli mengetahui satuan ini
Konawe Selatan yaitu di sekitar daerah Moramo, dan Kolono. Satuan ini didominasi
oleh batugamping yang termalihkan, lemah, selain itu satuan ini juga disusun oleh
sehingga batuan dari satuan ini umumnya telah tersesarkan dan terkekarkan.
Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat disebandingkan
dengan Formasi Laonti yang berumur Trias Akhir. Satuan yang memiliki ketebalan ±
500 m ini memiliki hubungan yang saling menjemari dengan Formasi Meluhu
c. Satuan Ultrabasa
Satuan ultrabasa tersebar dibagian selatan daerah Konawe Selatan yaitu disekitar
daerah Torobulu, Moramo dan daerah Trans Tinanggea bagian Selatan. Satuan ini
terdiri dari peridotit, dunit, gabro, basal dan serpentinit. (Hazria 2007). Secara umum
satuan ultrabasa ini telah mengalami pelapukan yang kuat, sehingga soil di sekitar
daerah yang tersusun oleh batuan ini sangat tebal. Batuan ultrabasa ini diperkirakan
merupakan batuan tertua dan alas di mandala Sulawesi Timur dan diduga berumur
Kapur Awal. Satuan ini bersentuhan secara tektonik dengan batuan Mesozoikum dan
Paleogen dan secara tak selaras tertindih oleh batuan sedimen tipe Molasa Neogen
d. Satuan Konglomerat
Satuan ini tersebar pada bagian selatan yaitu di sekitar Tinanggea bagian selatan,
Satuan Konglomerat menindih secara tidak selaras satuan batuan yang ada di
e. Satuan Kalkarenit
Satuan ini tersebar di bagian Selatan daerah Konawe Selatan yaitu disekitar
daerah Lapuko dan Tinanggea. Satuan ini terdiri dari kalkarenit, batugamping, koral,
dengan Formasi Emoiko berumur Pliosen. Satuan ini mempunyai ketebalan berkisar
f. Satuan Batulempung
Satuan tersebar dibagian Selatan daerah Kabupaten Konawe Selatan yaitu
disekitar sebelah Selatan Lapuko, yang terdiri dari lempung, napal pasiran dan
batupasir. Satuan ini memiliki hubungan yang saling menjemari dengan satuan
kalkarenit. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat
dangkal.
g. Satuan Batupasir
Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Kabupaten Konawe Selatan yaitu
disekitar daerah Palangga, Tinanggea dan Motaha. Satuan ini terdiri dari batupasir,
disebandingkan dengan Formasi Alangga, yang berumur Pliosen. Satuan ini memiliki
ketebalan berkisar 250 m dengan lingkungan pengendapan darat hingga transisi dan
Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Kabupaten Konawe Selatan yaitu
disekitar daerah Torobulu. Satuan ini terdiri dari batugamping koral, dan
yang dijumpai di lapangan maka satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi
i. Satuan Aluvial
Satuan ini tersebar disekitar aliran sungai besar, pantai dan rawa di daerah
Kabupaten Konawe Selatan. Endapan Aluvial yang ada merupakan endapan sungai,
pantai dan rawa, berupa kerikil, kerakal, pasir, lempung dan Lumpur. Endapan
alluvial merupakan satuan batuan penyusun yang paling muda dan menindih secara
tidak selaras seluruh batuan yang berada dibawahnya berumur Resen dengan
3. Struktur Geologi
Daerah ini tidak dapat dipisahkan dengan proses tektonik yang telah dan mungkin
masih berlangsung di daerah ini, dimana diperlihatkan oleh kondisi batuan terutama
oleh batuan yang berumur Pra tersier yang umumnya telah mengalami perlipatan dan
lipatan, kekar dan sesar . Lipatan dapat dijumpai dibeberapa tempat dimana batupasir
malih tersingkap, namun sangat sulit untuk menentukan arah sumbu lipatannya
Kekar dijumpai hampir seluruh satuan batuan penyusun daerah ini, kecuali
alluvium dan batuan kelompok batuan Molasa yang tidak terkonsolidasi dengan baik.
Sesar utama yang terjadi di daerah ini dapat dijumpai di daerah Kolono, yang mana
B. Pengertian Grafit
Grafit adalah salah satu dari dua unsur mineral yang terbentuk secara alami dan
tersusun atas unsur karbon (C) disamping intan, walaupun antara grafit dan intan
memiliki komposisi kimia yang sama namun secara fisik berbeda. Intan mengandung
Menurut Etna, 2011 grafit memiliki struktur Kristal yang berbeda dengan intan,
karena tidak semua elektron valensinya digunakan untuk ikatan. Hanya 3 atau 4
elekton valensinya yang digunakan untuk ikatan. Satu elekton yang tak berikatan
dalam keadaan bebas. Karena itulah grafit dapat menghatarkan listrik , sehingga dapat
digunakan sebagai konduktor salah satunya sebagai elektroda inert. Tampak struktur
grafit hexagonal datar dan berlapis-lapis. Tiga elektron valen C yang saling berikatan,
terjadinya ruang kosong antar lapisan satu dengan lapisan lainnya. Ikatan antar
C. Tipe-tipe Grafit
hancur, bentuk memipih dan terkesan saling mengikat. Mineral pengotor yang
dijumpai adalah kuarsa, piroksin, feldspar, pirit, dan kalsit. Ketebalan urat bervariasi
dari beberapa milimeter sampai puluhan feet dengan panjang jurus mencapai ribuan
Feet serta panjang penunjaman dapat mencapai 1500feet. Beberapa ahli geologi
berpendapat bahwa grafit ini terjadi karena proses hidrotermal, namun beberapa ahli
Gambar 3. Contoh Vein Graphite di Sri Lanka. (proyek peninjauan grafit dari Asia
ke Afrika oleh Dr.Cunningham dan SRK Consulting (Australia) Pty.Ltd).
Grafit jenis ini terbentuk dari lapisan batubara yang terkena proses metamorfosa,
kandungan karbon dan mineral pengotor tergantung pada awal terbentuknya lapisan
Grafit ini bernilai baik bila material yang mengandung karbon terkena metamorfosa
setingkat pembentukan garnet (metamorfosa dengan suhu dan tekanan yang tinggi).
Kandungan karbon dalam grafit flake tergantung dari kandungan unsur karbon pada
awal sedimentasi (Paul dalam Donald,1972). Batuan metasedimen grafitik
mengandung 90% grafit dan 3% gneiss serta sekis, mineral pengotor yang terdapat
dalam grafit ini adalah mineral – mineral yang umum dijumpai pada batuan
metasedimen tingkat tinggi seperti kuarsa, feldspar, mika, amphibol, dan garnet.
moderator untuk berbagai jenis reaktor fisi. Grafit yang telah digunakan sebagai
contoh Pile Grade A (PGA) digunakan pada rekator Magnox dan Gilso carbon
digunakan di Advanced Gas-Cooled Reactor (AGR). Grafit dengan grade nuklir
panas antara 2500 ºC hingga 3000 ºC. Elektroda grafit merupakan bahan dengan
yang digunakan pada tungku busur listrik untuk membuat baja. Material poligranular
sintetis dengan kemurnian kimia yang tinggi dan memiliki mikrostruktur yang
kompleks, akan mempengaruhi sifat mekanik dalam kondisi ekstrim dan ketahanan
terhadap iradiasi. grafit bila dimanfaatkan dalam industri nuklir sebagai bahan yang
yang memiliki ketelitian (resolusi) tinggi untuk melihat struktur berukuran nano dan
dapat dugunakan untuk studi detail struktur permukaan mineral, sel (jasad renik),
4. Analisis unsur pada objek dalam skala mikro pada permukaan bulk specimen.
mendekati 1 mikro.
Komponen dasar peralatan SEM terdiri dari empat sistem utama, yaitu sistem
penembak elektron yang menghasilkan elektron dengan jumlah tertentu; sistem lensa
pelarikan (scanning); dan sistem deteksi yang memanfaatkan elektron sekunder dan
elektron terhambur balik. Hasil interaksi berkas elektron dengan permukaan sampel,
dapat berupa elektron sekunder (SE), elektron terhambur balik (BSE), elektron
Auger, sinar-X dan elektron transmisi. Pada SEM hanya memanfaatkan SE dan BSE.
dikarakterisasi dengan SEM, harus mempunyai permukaan yang relatif rata dan halus
(Johan,2009).
Secara lebih detail sistem alat SEM terdiri dari beberapa komponen
diantaranya, sistem sumber elektron (electron gun), sistem lensa sistem deteksi,
sistem scanning dan sistem vacuum. Sistem ini terdiri dari sumber elektron berupa
filament sebagai kutub katoda yang berfungsi sebagai penghasil elekton dan sumber
tegangan negatif/celah pelindung (aperture shield) dan kutub anoda (Sembiring &
Simanjuntak, 2015).
Gambar 5. Skema dasar SEM (Scanning Electron Microscopy) (Carter & Norton,
2007).
Pemeriksaan dengan SEM pada dasarnya merupakan pemeriksaan dan data
analisis permukaan. Tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan yang
spesimen. Pada prinsipnya cara kerja SEM dimulai dari berkas elektron berinteraksi
dengan sampel yang akan menghasilkan Secondary Electron (SE) yang didalarn
gambar pada monitor. Sinyal yang keluar dari detektor ini berpengaruh terhadap
intensitas cahaya di dalam tabung monitor, karena jumlah cahaya yang dipancarkan
oleh monitor sebanding dengan jumlah elektron yang berinteraksi dengan sampel.
Apabila jumlah elektron yang dipancarkan semakin banyak maka gambar yang
Selatan dan Labolatorium fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Halu Oleo. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli. Untuk mencapai di
kendaraan roda dua atau roda empat selama ± 1 jam dengan jarak 48 km. Adapun
1. Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1
berikut :
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dapat dilihat pada tabel 2
berikut :
C. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama adalah
SEM/EDX.
1. Tahap Persiapan
diantaranya:
tenggara.
b. Studi Literatur (Desk Study) yaitu mengumpulkan jurnal atau informasi teori-
mineral grafit.
c. Persiapan perlengkapan yaitu menyiapkan peralatan – peralatan yang digunakan
dalam penelitian lapangan. Seperti peta kesampaian daerah, palu geologi, kompas,
dipersiapkan dalam rancangan penelitian. Data yang dikumpulkan berupa data primer
System). Sampel yang telah diambil tersebut disimpan dalam kantung sampel
dengan mineral grafit. Setelah itu pembuatan peta lokasi dilakukan dengan
3. Pengolahan Data
a. Mengiput titik koordinat, berupa titik yang telah diambil dilapangan. Setelah itu
Tahapan analisis data adalah Analisisa SEM/DEX merupakan suatu alat yang
sampel tersebut. Conto yang akan diuji dengan SEM/DEX akan digerus terlebih
dahulu untuk memperkecil ukuran butir dalam sampel mineral kemudian dipreparasi
lebih lanjut menjadi lebih padat dalam suatu holder. Kemudian sampel tersebut
melakukan pemotretan. Data dari hasil analisis tersebut akan direkam oleh komputer
dalam bentuk tabel. Dari hasil tersebut dapat dilihat jelas grafik presentase kandungan
dalam sampel dan unsur yang terkandung di dalam mineral grafit tersebut.
D. Diagram Alir Penelitian
Berikut ini adalah diagram alir yang digunakan sebagai acuan dalam
Mulai
Persiapan
Perizinan
Studi leteratur
Persiapan perlengkapan
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
- SEM/EDS (scanning Electron Microscope-
Energy Dispersive X-Ray) untuk menetukan
kandungan unsur dan presentase yang terdapat
pada sampel.
Hasil Penelitian
Selesai
Jadwal penelitian ini direncanakan selama tiga bulan yaitu dari awal bulan Juni
sampai dengan bulan Agustus tahun 2018. Adapun jadwal penelitian dalam kegiatan
Ailin, Anastasia, Yarangga C., Danisworo A., dan Harjanto, 2017, Studi Grafit
Berdasarkan Analisis Petrografi dan Sem/Edx pada Daerah Windesi Kabupaten
Teluk Wondama Provinsi Papua Barat, Prosiding Seminar Nasional XII
Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi, Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional Yogyakarta.
Hall, R., dan Wilson, M.E.J., 2000, Journal of Asian Earth Sciences, Neogene
Sutures In Eastern Indonesia, 18, 781-808.
Hasria, Idrus A., dan Warmada I.W., 2017, Journal of Geoscience Engineering,
Environtment, and Technology, The Metamorphic Rocks-Hosted Gold
Mineralization At Rumbia Mountains Prospect Area In The Southeastern Arm
Of Sulawesi Island Indonesia, 02(03), 217-223.
Johan, A. 2009. Karakterisasi Sifat Fisik dan Mekanik Bahan Refaktori Al2O3
Pengaruh Penambahan Tio2. Jurnal Penelitian Sains. Vol. 12, No. 2(B).pp 1-8.
Rosika k., arif nugroho, “aplikasi xrf untuk analisa unsur dalam bahan”. Prosiding
ilmiah nasional & Expo IPTEK MIPA 2005, FMIPA-UI DEPOK, 24-26
NOVEMBER 2005.
Rusmana E., Sukido, Sukarna, D., Haryanto, E.& Simanjuntak T.O., 1993, Peta
Geologi Lembar Lasusua – Kendari, Sulawesi, sekala 1 : 250.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Simanjuntak T.O, Surono, Sukidom, 1993, Peta Geologi Lembar Kolaka Sulawesi,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Sukamto, Rab 1975, Perkembangan tektonik dengan membagi pulau Sulawesi dan
pulau-pulau disekitarnya kedalam tiga mandala geologi, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi dan Sumber Daya Mineral,
Departemen Pertambangan dan Energi.
Surono dan Hartono, Udi., 2013, Geologi Sulawesi, LIPI Press, Jakarta.
Sembiring, S., Simanjutak, W. 2015. Silika Sekam Padi, Potensinya sebagai Bahan
Baku Keramik Industri. Plantaxia: Yogyakarta.