Anda di halaman 1dari 11

EFEKTIVITAS PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI GUNUNG

KELUD DI KECAMATAN PLOSOKLATEN KABUPATEN KEDIRI USAI


PERISTIWA ERUPSI GUNUNG KELUD PADA 2014

Airell Malik Savero

airell.malik.1907416@students.um.ac.id

Universitas Negeri Malang

Abstrak

Erupsi Gunung Kelud yang terjadi pada tahun 2014 silam membawa dampak yang
sangat besar terhadap wilayah kecamatan Plosklaten, Puncu, Ngancar, dan
Kepung. Salah satu wilayah yang terdampak dari erupsi gunung kelud 2014 silam
adalah wilayah Kecamatan Plosoklaten. Total dari empat kecamatan yang
terdampak tadi terdapat 8.622 rumah rusak berat, 5.426 rumah rusak sedang, dan
5.088 rumah rusak ringan. Sehingga menyebabkan masyarakat mengalami
kerugian materil yang cukup besar. Selain itu banyak korban dari wilayah yang
terdampak harus mengungsi ke barak yang disediakan oleh pemerintah. Beberapa
hal yang dialami oleh para korban membuat pemerintah bersama masyarakat
melakukan manjemen penanggulangan bencana pasca erupsi gunung kelud, salah
satunya di wilayah Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri, dengan menerapkan
Disaster Management Continum Model (Model Kontinum Manajemen Bencana),
Pre-During-Post Disaster Model (Model Pra-Selama-Pasca Bencana), dan
Contract-Expand Model (Memperluas Model Kontrak). Beberapa model
manajemen tersebut dinilai efektif untuk melakukan penanggulangan bencana
erupsi gunung kelud februari 2014 silam, terutama di wilayah Kecaamatan
Plosoklaten Kabupaten Kediri.

Kata kunci : Penanggulangan, Erupsi, Gunung Kelud

LATAR BELAKANG

Gunung Kelud merupakan salah satu gunung aktif di Jawa Timur. Letak
geografis gunung Kelud berada pada perbatasan antara Kabupaten Kediri,
Kabupaten Malang, Dan Kabupaten Blitar, sementara letak astronomis dari
gunung kelud sendiri berada pada 7° 56' 00 LS dan 112° 18' 30 BT. Hal ini
menjadikan gunung kelud sebagai Salah satu gunung aktif di Indonesia. Gunung
kelud juga mempunyai Riwayat letusan yang banyak, di catat gunung kelud sudah
erupsi sebanyak 7 kali. Mulai dari tahun 1901, 1919, 1951, 1966, 1990, 2007, dan
2014 lalu. Menurut [ CITATION Fit20 \l 1033 ], Gunung Kelud merupakan salah satu
gunungapi aktif bertipe strato dengan periode erupsi sekitar 20 tahunan, serta
kerucut gunungapi yang rendah, puncak yang tidak teratur, tajam dan terjal yang
disebabkan oleh sifat letusannya yang sangat merusak (eksplosif) yang disertai
dengan pertumbuhan sumbat-sumbat lava seperti pucak sumbing dan
gajahmungkur.

Menurut [ CITATION Kur20 \l 1033 ], Erupsi gunung kelud pada 1901


menyebabkan area persawahan menjadi area yang terdampak paling besar dari
peristiwa erupsi Kelud 1901. Kerusakan yang terjadi pada area persawahan
disebabkan oleh aliran lahar material dan juga abu vulkanik yang menutupi
permukaan tanah persawahan dan membuat persawahan menjadi rusak. Selain itu
pada 13 Februari 2014, Gunung Kelud kembali erupsi yang menyebabkan muka
kawah yang berubah yang memunculkan lubang kawah baru dalam kawah lama.
Hasil dari erupsi yang bersifat exsplosif menyebabkan lontaran material vulkanik
setinggi 17 kilometer. Menurut [ CITATION Pur17 \l 1033 ] , Anak gunung Kelud
yang terbentuk tahun 2007 telah hancur dan berubah menjadi kawah baru.
Dampak dari memuntahan lava pijar yang disertai semburan abu vulkanik dan
kerikil telah menyebabkan hujan abu vulkanik di beberapa wilayah yaitu Blitar
Kediri, Solo, Yogyakarta, Purwokerto, Cilacap dan beberapa daerah di Bandung
Jawa Barat.

Hal tersebut menyebabkan wilayah Kecamatan Plosoklaten tidak luput


dari dampak yang disebabkan oleh erupsi Gunung Kelud pada 2014 silam.
Menurut Data Pemkab Kediri dalam [ CITATION Lil18 \l 1033 ], Erupsi yang terjadi
pada bulan Februari 2014 lalu berakibat pada kerusakan parah pada 4 kecamatan
yang terjadi pada Kecamatan Ngancar, Puncu, Kepung, dan Plosoklaten. Tercatat
sudah ada 8.622 rumah rusak berat, 5.426 rumah rusak sedang, dan 5.088 rumah
rusak ringan akibat Erupsi yang terjadi pada 14 Februari 2014 Silam. Dampak
yang ditimbulkan dari erupsi terseebut juga mengakibatkan banyak warga juga
harus mengungsi, dan mengalami kerugian yang besar. Hal ini tentu juga
berdampak kepada para korban yang menyebabkan stress pasca trauma (PTSD).
Penannggulangan bencana yang dilakukan oleh banyak pihak mulai dari
pemerintah hingga masyarakat perlu dikaji apakah penanggulangan bencana
tersbut sudah efektif atau belum.
KAJIAN PUSTAKA

1. Erupsi

Definisi Erupsi

Erupsi merupakan peristiwa keluarnya magma ke permukaan bumi yang


menyebabkan perubahan bentuk pada muka bumi. Menurut[ CITATION Pra14 \l 1033
], Erupsi dari gunung api menghasilkan sejumlah bencana yaitu lava, jatuhnya
piroklastik, aliran piroklastik, lonjakan piroklastik, ledakan lateral, longsoran
puing-puing, tsunami vulkanik, lumpur, banjir dan gas. Beberapa gunung api juga
mempunyai tipe letusan yang berbeda-beda. Hal ini didasarkan menurut ukuran,
gaya, frekuensi erupsi dan kedekatan dengan gunung api, serta dampaknya
terhadap masyarakat.

Tipe Erupsi di Indonesia

Menurut [ CITATION BNP16 \l 1033 ], Indonesia memiliki beberapa tipe


erupsi gunungapi yang berdasarkan tinggi rendahnya derajat fragmentasi dan
luasnya. Faktor lain disebutkan bahwa ada kuat lemahnya letusan serta tinggi
tiang asap. Erupsi gunungapi dibagi menjadi beberapa tipe erupsi, yakni:

(1) Erupsi Tipe Hawai, Erupsi ini bersifat effusif dari magma basaltic atau
mendekati basalt, umumnya berupa semburan lava pijar, dan sering diikuti leleran
lava secara simultan, terjadi pada celah atau kepundan sederhana. Erupsi dalam
bentuk aliran lava yang terjadi di G. Batur tahun 1962 merupakan contoh erupsi
tipe ini.

(2) Erupsi Tipe Stromboli, hampir sama dengan erupsi tipe Hawai berupa
semburan lava pijar dari magma yang dangkal, umumnya terjadi pada gunungapi
sering aktif di tepi benua atau di tengah benua. Erupsi yang selama ini terjadi di
G. Anak Krakatau merupakan tipe ini.

(3) Erupsi Tipe Vulkano, merupakan erupsi magmatis berkomposisi andesit


basaltic sampai dasit, umumnya melontarkan bombom vulkanik di sekitar kawah
dan sering disertai bom kerak-roti. Material yang dierupsikan tidak hanya berasal
dari magma tetapi bercampur dengan batuan samping berupa litik. Sebagian besar
gunungapi di Indonesia mempunyai tipe erusi Vulkano dengan berbagai
variannya. Erupsi G. Merapi merupakan salah satu varians tipe erupsi Vulkano
yang terjadi karena adanya guguran kubah lava.

(4) Erupsi tipe Plini, merupakan erupsi yang sangat ekslposif dari magma
berviskositas tinggi atau magma asam, komposisi magma bersifat andesitik
sampai riolitik. Material yang dierupsikan berupa batuapung dalam jumlah besar.
(5) Erupsi Tipe Ultra Plini, merupakan erupsi sangat eksplosif menghasilkan
endapan batuapung lebih banyak dan luas dari Plinian biasa. Salah satu contoh
dikenal terbaik adalah letusan Krakatau pada tahun 1883 yang memberikan efek
pada iklim dunia. Salah satu dari bencana gunungapi yang terbesar di zaman
sejarah menjadi letusan dari Tambora pada 1815. Selama letusan ini tentang 150
juta m3 produk gunungapi dikeluarkan dan menyebabkan 92.000 korban yang
merupakan seperempat total korban dari letusan gunungapi di dunia.

(6) Erupsi Tipe Sub Plini, merupakan erupsi eksplosif dari magma asam/riolitik
dari gunungapi strato, tahap erupsi efusifnya menghasilkan kubah lava riolitik.
Erupsi subplinian dapat menghasilkan pembentukan ignimbrit.

(7) Erupsi Tipe Surtseyan dan Tipe Freatoplini, merupakan erupsi yang terjadi
pada pulau gunungapi, gunungapi bawah laut atau gunungapi yang berdanau
kawah. Surtseyan merupakan erupsi interaksi antara magma basaltic dengan air
permukaan atau bawah permukaan, letusannya disebut freatomagmatik.

2. Penanggulangan Bencana

Definisi Penanggulangan Bencana

Menurut [ CITATION IDE07 \l 1033 ], Penanggulangan bencana adalah


seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana
sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang mencakup pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan. Peran seluruh elemen masyarakat
dibutuhkan dalam penganggulangan bencana maupun manajemen bencana ini.
Hal ini sejalan menurut [ CITATION Pri20 \l 1033 ], dibutuhkan peran aktif semua
unsur baik Pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha, dimana masing-masing
unsur tersebut memiliki tanggung jawab untuk meminimalisir kerugian baik
materil maupun immateriil.

Pentingnya Penanggulangan Bencana

Menurut[CITATION Sya14 \l 1033 ] Penyelenggaraan penanggulanan bencana


bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka
memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak
bencana. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk tujuan tersebut diatas
adalah dengan melakukan pengurangan risiko bencana dan pemaduan
pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan.

Penanggulangan bencana ini bersifat penting karena akan memberikan


pembelajaran bagi masyarakat untuk merubah pola pikir akan arti pentingnya
penanggulangan bencana sebelum bencana itu terjadi atau lebih dikenal dengan
Pengurangan Risiko Bencana (PRB) [ CITATION Yul21 \l 1033 ]. Dengan melihat
sejarah kebencanaan di Indonesia, ini menggambarkan perlunya kesiapsiagaan
terhadap bencana sebagai antisipasi dalam penanggulangan bencana di Indonesia.
Penanggulangan bencana ini juga menjadi evaluasi kepada masyarakat terhadap
tanggap bencana yang terjadi dari perspektif keamanan nasional.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan sebuah studi literatur dengan menggunakan


pendekatan kualitatif deskriptif. Menurut (Sugiyono, 2019) menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian naturalistik yang menempatkan
peneliti sebagai instrumennya. Peneliti akan menggunakan kajian kepustakaan
dengan menghimpun literatur (artikel jurnal maupun prosiding, buku, dan sumber
literatur ilmiah sejenis) sebagai sumber data, untuk kemudian di analisis dan
hasilnya di uraikan secara deskriptif mengenai korelasi antara tingkat efektivitas
penanggulangan bencana serta partisipasi aktif masyarakat erupsi gunung kelud di
kecamatan plosoklaten kabupaten kediri usai peristiwa erupsi gunung kelud pada
2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecamatan Plosoklaten meurpakan sebuah kecamatan di Kabupaten Kediri


dengan luas wilayah 88,59 km2 dan terdiri dari 15 desa. Ada beberapa desa yang
letaknya di daerah perbukitan (dataran tinggi) dan ada yang berada di dataran
rendah. Dengan curah rata-rata mm/perhari 25,97 dan kondisi geografis meliputi:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Puncu;
b. Sebelah timur berbatasan dengan Gunung Kelud;
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Wates;
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pare dan Gurah.
Di tahun 2021 ini, Jumlah penduduk kecamatan Plosoklaten mencapai 79,998
jiwa yang terdiri dari laki-laki 40,154 jiwa dan perempuan 39,884 jiwa serta
terdapat 18.761 rumah tangga yang tersebar ke dalam 15 desa, dengan rincian:

1. Desa Brenggolo (5.580 Jiwa)


2. Desa Donganti (664 Jiwa)
3. Desa Gondang (4.126 Jiwa)
4. Desa Jarak (9.690 Jiwa)
5. Desa Kawedusan (4.567 Jiwa)
6. Desa Kayunan (3.839 Jiwa)
7. Desa Klanderan (2.781 Jiwa)
8. Desa Panjer (1.387 Jiwa)
9. Desa Ploso Kidul (3.145 Jiwa)
10. Desa Ploso Lor (3.905 Jiwa)
11. Desa Pranggang (10.465)
12. Desa Punjul (8.966 Jiwa)
13. Desa Sepawon (6.024 Jiwa)
14. Desa Sumberagung (9.155 Jiwa)
15. Desa Wonorejo Trisulo (5.315 Jiwa)

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Plosoklaten sebagian besar di bidang


pertanian [ CITATION Bun13 \l 1033 ]. Dari kondisi tersebut tidak bisa dipungkiri
bahwa Kecamaatan Plosoklaten juga terkena dampak dari erupsi Gunung Kelud.
Hal itu tercermin dari penelitian yang dilakukan oleh [ CITATION Swa17 \l 1033 ] ,
berdasarkan hasil interpretasi geomorfologis dari citra SRTM resolusi 90 Meter
dan observasi lapangan didapatkan bahwa Kabupaten Kediri tersusun atas 16 jenis
bentuklahan, bisa dilihat dari peta berikut:

Gambar 1. Peta bentuklahan Kabupaten Kediri.

Gambar 2. Peta bahaya aliran lahar di kaki lereng Gunungapi Kelud.


Jika dilihat dari peta bahwa Kecamtan Plosoklaten hampir 70 persen
wilayahnya masuk ke dalam wilayah rentan terimbas erupsi Gunung Kelud.
Sesuai dengan hasil informasi dari penduduk setempat, ini daerah perluapan
dijadikan sebagai bahaya kedua atau disebut juga sebagai bahaya luapan (BL).
Terlihat bahwa bahaya luapan tinggi (BLT) merupakan bahaya luapan yang
berada di sekitar sungai; bahaya luapan sedang (BLS) merupakan bahaya luapan
di luar BLT yang diperkirakan akan terkena aliran lahar jika debit lahar melampui
ambang batas BLT, sedangkan bahaya luapan perubahan lereng (BPL) merupakan
bahaya yang terjadi karena adanya perubahan lereng dasar sungai (dari curam ke
landai), seperti yang terjadi di lereng bawah gunungapi. Dampak yang terjadi
akibat bencana erupsi Merapi yang terjadi pada Februari 2014 silam menyebabkan
beberapa tanaman petani rusak, meskipun dampak dari erupsi memberikan
manfaat tambahan kepada tanah. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
erupsi juga merusak tanaman. Menurut [ CITATION Him18 \l 1033 ] , nanas yang
menjadi komoditi utama di Kecamatan Ngancar, Plosoklaten, dan Puncu setelah
Gunung Letusan Gunung Kelud mengakibatkan semua tanaman ditumbuhi abu
vulkanik setebal 10 cm sehingga daun menjadi layu dan tanaman menjadi panas
yang akibatnya gagal dipanen. Bahkan sebagian petani harus menunggu untuk
waktu memanen nanas mereka. Ataupun mereka terpaksa memanen nanas yang
dimilikinya ditanam lebih awal dalam jumlah besar. Hal ini mempengaruhi
pendapatan para petani pasca erupsi yang terjadi. Akhirnya para petani melakukan
alih komoditi dengan menanam tanaman selain nanas, dengan menggantinya ke
karet dan kopi (Terutama di Wilayah Plosoklaten).

Jikalau tidak ditanggapi dan dilakukan resiliensi maka masyarakat akan


merugi. Untuk itu masyarakat beserta pemerintah mengadakan manajemen
bencana pasca erupsi Gunung Kelud. Masyarakat bersama pemerintah berperan
aktif dalam kegiatan manajemen bencana ini dengan tujuan untuk meminimalisir
adanya dampak yang terjadi dari suatu bencana seperti halnya jatuhnya korban
jiwa. Menurut [ CITATION Sap20 \l 1033 ] , ada lima model manajemen bencana
yakni:

A. Disaster Management Continum Model (Model Kontinum Manajemen


Bencana)

Terdiri dari beberapa tahap dalam manajemen bencana yaitu, relief,


rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.
Selain itu model ini merupakan model yang mudah di implementasikan
karena memiliki tahap-tahap yang jelas. Model ini memiliki keunggulan
yaitu urutan kegiatannya dapat menggambarkan kebutuhan seperti tahapan
mulai dari pra-bencana serta pasca-bencana, dan memiliki kelemahan yaitu
adanya ketergantungan terhadap tahapan manajemen bencana yang
menyebabkan fokus menjadi terpaku pada tahapan selanjutnya.
B. Pre-During-Post Disaster Model (Model Pra-Selama-Pasca Bencana)

Model ini terdiri dari kegiatan – kegiatan yang harus dilaksanakan


sebelum adanya bencana, selama bencana itu terjadi, dan sesudah adanya
bencana. Biasanya model ini digabungkan dengan model disaster
manajement continum model.

C. Contract-Expand Model (Memperluas Model Kontrak)

Model ini terdiri dari pencegahan dan mitigasi, persiapan, relief


dan respon, serta recovery dan rehabilitasi. Selain itu model ini juga
beranggapan jika semua tahapan yang ada dalam manajemen bencana
seharusnya tetap dilakukan pada daerah-daerah yang rawan adanya
bencana. Pada model ini manajemen bencana dianggap menjadi proses
yang berkelanjutan dan memiliki serangkaian aktivitas yang berjalan
secara berurutan. Model ini memiliki kelebihan dalam
pengimplementasiannya sesuai dengan kenyataan pada aktivitas
penanganan bencana serta kelemahan yang mewajibkan seluruh pihak
untuk memikirkan mengenai semua tahap yang akan dilaksanakan. Model
ini sulit di implementasikan jika tidak ada koordinasi yang baik antar
setiap aktor di wilayah bencana.

D. The Crunch and Release Model (Mode Crunch dan Release)

Model ini lebih menekankan pada upaya untuk mengurangi


kerentanan guna menanggulangi bencana. Selain itu model ini sangatlah
tepat jika digunakan untuk penanganan bencana yang melibatkan
komunitas masyarakat yang disebabkan oleh dampak proses sosial,
ekonomi, dan politik. Model ini memiliki keunggulan yaitu kerentanan di
masyarakat bisa terdeteksi dengan baik sehingga bisa dilaksanakan upaya
preventif untuk bisa mengurangi kerentanan terhadap ancaman yang bisa
menyebabkan bencana pada masyarakat serta kekurangan yang ada dalam
model ini adalah sulitnya membuat masyarakat yang tinggal di daerah
rawan untuk bersedia direlokasikan ke daerah yang lebih aman.

E. Disaster Risk Reducation Framework (Kerangka Kerja Pengurangan


Risiko Bencana)

Model ini lebih menekankan pada upaya dalam manajemen


bencana terhadapidentifikasi risiko bencana dalam bentuk kerentanan
maupun hazard serta dengan mengembangkan kapasitas guna mengurangi
risiko bencana.

Dari beberapa contoh manajemen di atas, tidak semua berjalan efektif di


wilayah Kecamatan Plosoklaten. Beberapa proses manajemen bencana yang
diterapkan secara efektif di Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri ada tiga,
yakni Disaster Management Continum Model (Model Kontinum Manajemen
Bencana), Pre-During-Post Disaster Model (Model Pra-Selama-Pasca Bencana),
dan Contract-Expand Model (Memperluas Model Kontrak). Beberapa proses
manajemen bencana yang dilakukan dari tiga model di atas antara lain ada

a. Proses Mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kediri


di Gunung Kelud adalah melalui sosialiasasi atau penyuluhan mengenai
bagaimana tindakan yang harus dihadapi ketika gunung dikatakan siaga
ataupun waspada.
b. Preparedness atau kesiapan dalam menghadapi bencana susulan.
c. Early warning (Peringatan Dini).
d. Relief (Bantuan Darurat) dengan melakukan pemberian bantuan berupa
pemenuhan kebutuhan dasar seperti pakaian pakaian yang layak untuk
dibagikan kepada korban (sandang), makananmakanan yang dibutuhkan
untuk diberikan kepada korban bencana (pangan), dan tempat evakuasi
dengan cara membangun tenda-tenda darurat atau barak.
e. Rehabilitasi korban yang terdampak fisik maupun mental.
f. Rekonstruksi sarana dan prasarana dengan melakukan gotong royong.
Beberapa hal yang direkonstruksi disini ada akses jalan, lahan pertanian,
dan perumahan.

Dengan memeberikan manajemen bencana tersebut masyarakat otomatis


menjadi tidak panik dalam mengahadapi kejadian pasca erupsi. Degan pemberian
fasilitas penunjang, rehabilitasi korban bencana, serta rekonstruksi sarana dan
prasarana bisa dikatakan proses penanggulangan bencana berjalan dengan efektif.

SIMPULAN

Banyak hal yang sudah dilakukan masyarakat Kecamatan Plosoklaten


bersama pemerintah dalam menjalankan proses penanggulangan bencana Erupsi
Gunung Kelud. Misalnya dengan melakukan manajemen bencana kepada para
korban yang terdampak erupsi, masyarakat merasa terbantu dalam penanganan
bencana erupsi gunung kelud yang sudah terjadi. Penerapan manajemen bencana
seperti Disaster Management Continum Model (Model Kontinum Manajemen
Bencana), Pre-During-Post Disaster Model (Model Pra-Selama-Pasca Bencana),
dan Contract-Expand Model (Memperluas Model Kontrak) nyatanya berjalan
secara efektif dalam mengembalikan Kesehatan korban serta merehabilitasi sarana
prasarana yang terdampak Erupsi Gunung Kelud tahun 2014 silam.

DAFTAR RUJUKAN

BNPB. (2016). RBI: Resiko Bencana Indonesia. Jakarta: Badan Nasional


Penanggulangan Bencana.
Himmati, R., Purwaningsih, Y., & Suryantoro, A. (2018). Farm Business
Feasibility of Pineapple Commodity after Volcanic Eruption in Ngancar
District, Kediri, East Java Province. TELAAH BISNIS, 119-126.

IDEP. (2007). Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat. Jakarta: Yayasan


IDEP.

Kurniawati, P. R., & Suprapta, B. (2020). Dampak Erupsi Gunung Kelud


Terhadap Kondisi Ekologi Kawasan Kediri Tahun 1901-1919. JURNAL
DIMENSI SEJARAH, 143-156.

Lestari, F. E. (2020). Kajian Tingkat Kerentanan Terhadap Erupsi Gunugn Kelud


Di Kecamatan Nglegok Kabupaten Blitar. 1-12.

Pratama, A., Laila N, A., & Putra W, A. (Oktober 2014). Pemodelan Kawasan
Rawan Bencana Erupsi Gunung Api Berbasis Data Penginderaan Jauh
(Studi Kasus Di Gunung Api Merapi). Jurnal Geodesi Undip, 117-123.

Priambodo, A., Widyaningrum, N., & Rahmat, H. (2020). Strategi Komando


Resor Militer 043/ Garuda Hitam Dalam Penanggulangan Bencana Alam
di Propinsi Lampung. PERSPEKTIF, 307-313.

Purwanto, & Slamet K, M. (2017). Dinamika Spatio-Temporal Dampak Erupsi


Gunung Kelud di Kabupaten Kediri. JURNAL PENDIDIKAN
GEOGRAFI, 60-72.

Rosavinda, B. (2013). Peran Koperasi Unit Desa (KUD) Terhadap Peningkatan


Pendapatan Anggota (Studi Kasus KUD “Sri Among Tani” Kecamatan
Plosoklaten Kabupaten Kediri). 3-15.

Saputra, D. P., Alfaritdzi, R. M., & Kriswibowo, A. (2020). Model Manajemen


Bencana Gunug Meletus di Gunug Kelud. PUBLIC ADMINISTRATION
JOURNAL OF RESEARCH , 109-126.

Setiawan, L. (2018). Studi Fenomenologi: Kehidupan Masyarakat Paska Erupsi


Gunung Kelud Tahun 2014 di Desa Puncu Kecamatan Puncu Kabupaten
Kediri. Jurnal Penelitian Keperawatan, 88-187.

Sugiyono. (2019). METODE PENELITIAN KUANTITATIF KUALITATIF dan


R&D. Alfabeta.

Swardana, A., Tjahjono, B., & Barus, B. (2017). Studi Geomorfologi Kabupaten
Kediri dan Pemetaan Bahaya dan Resiko Aliran Lahar Gunungapi Kelud.
Buletin Tanah dan Lahan, 8-16.
Syarif, A., Unde, A., & Asrul, L. (2014). Pentingnya Komunikasi dan Informasi
pada Implementasi Kebijakan Penyelenggaran Penanggulangan Bencana
di Kota Makassar. Jurnal Komunikasi KAREBA, 142-152.

Yulianto, S., Apriyadi, R., Aprilyanto, Winugroho, T., Ponangsera, I., & Wilopo.
(2021). Histori Bencana dan Penanggulangannya di Indonesia Ditinjau
Dari Perspektif Keamanan Nasional. PENDIPA Journal of Science
Education, 180-187.

Anda mungkin juga menyukai