Anda di halaman 1dari 36

TUGAS PEMODELAN DAN EVALUASI CADANGAN

LAPORAN KEGIATAN EKPLORASI BATUBARA

PT. BENAMAKMUR SELARAS SEJAHTERA

Oleh:

ANDRE ALISTIN
1610024427004

PROGRAM STUDI
TEKNIK PERTAMBANGAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND)
PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi Propinsi Sulawesi Tengah, sektor pertambangan dinilai akan


memegang peranan penting dalam pembangunan daerah. Hal ini disebabkan
karena potensi sumberdaya bahan tambang yang dimiliki cukup besar dan belum
banyak dikembangkan.

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang sangat berpotensi


merusak lingkungan karena sifat dasar kegiatan ini yang merubah bentang alam
dan memanfaatkan sumber daya alam yang tidak terbarukan. Karenanya,
pengelolaan potensi ini harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Namun
pengelolaan seperti ini hanya dapat dilakukan bilamana didukung oleh konsep
pengelolaan yang jelas dan data potensi yang akurat.

Sejalan dengan itu, arah kebijakan dan prioritas Program Pembangunan


Daerah (PROPEDA) Propinsi Sulawesi Tengah menjelaskan bahwa optimalisasi
pengelolaan sumber daya alam, termasuk sumberdaya mineral, sebagai salah
satu sumber penerimaan daerah dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa
konstribusi penerimaan daerah yang bersumber dari pemanfaatan sumberdaya
alam perlu dilakukan secara berkelanjutan melalui program kegiatan sebagai
berikut:

1. Penyiapan data dasar sumber daya alam


2. Peningkatan akses informasi sumber daya alam
3. Manajemen sumber daya alam dan lingkungan hidup berbasis masyarakat
4. Penegakan hukum pengelolaan sumber daya alam.

Pemanfaatan sumber daya alam untuk kegiatan pembangunan telah berlangsung


sejak lama dengan peningkatan yang pesat seiring dengan gerak pembangunan
dan peningkatan jumlah penduduk. Keberadaan sumber daya alam merupakan
bagian yang menyatu dengan pembangunan itu sendiri dalam konteks
pembangunan berkelanjutan, sehingga kebutuhan pemanfaatan sumber daya
alam menjadi bagian masa kini maupun dimasa mendatang.

Pemanfaatan sumber daya alam cenderung lebih mengutamakan upaya


peningkatan produksi, dimana eksploitasinya pada umumnya belum mengacu
pada standar/kaidah pengelolaan yang tidak menganggu keseimbangan
lingkungan. Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi pada umumnya
disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai keberadaan sumberdaya alam,
sehingga ekploitasi berlangsung begitu saja sepanjang masih terdapat cadangan.

Salah satu potensi sumber daya alam yang cukup melimpah dimiliki oleh
Provinsi Sulawesi Tengah adalah potensi sirtu atau pasir batu alami yang di
beberapa Kabupaten, diantaranya berada di wilayah Kabupaten Donggala.

Sirtu adalah singkatan dari pasir batu merupakan bahan bangunan yang
banyak digunakan dalam industri konstruksi sipil. Sirtu merupakan bahan
bangunan banyak dipakai sebagai bahan campuran beton. Sirtu yang lepas
sangat baik untuk bahan pengeras jalan biasa maupun jalan tol, airport, dan
tanah urug. Sehingga kebutuhan sirtu guna mendukung proyek pembangunan
sangatlah besar. Diperlukan sumber cadangan sirtu yang cukup ekonomis dan
memenuhi spesifikasi teknis sebagai bahan campuran beton dan sekaligus
bernilai ekonomis untuk industri konstruksi.

Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah memiliki potensi sumber daya


alam yang cukup banyak, namun belum dimanfaatkan secara optimal, salah satunya
adalah potensi bahan galian sirtu yang terdapat di Kabupaten Donggala. Kabupaten
Donggala mempunyai letak yang tidak jauh dari Ibu Kota Provinsi, akan tetapi
mempunyai potensi bahan galian untuk industri konstruksi yang cukup besar, dimana
Kabupaten Donggala dan kota-kota di sekitarnya masih memerlukan pembangunan
infrastruktur untuk menunjang perkembangan pembangunan, sehingga kebutuhan
komoditas bahan galian untuk mendukung pembangunan infrastruktur sangat
diperlukan untuk perkembangan wilayahnya. Perkembangan tingkat pertumbuhan
pembangunan yang relatif cepat ini akan meningkatkan berbagai pembangunan
prasarana fisik maupun industri yang pasti memerlukan berbagai jenis sumber bahan
galian untuk memenuhi kebutuhan pembangunan tersebut.
Gambar 1.1. Peta Rencana Pola Ruang Kab. Donggala

Mengingat beberapa hal tersebut di atas, komoditas galian sirtu merupakan


salah satu komoditas pertambangan yang dijadikan sebagai penunjang dalam
pemenuhan kebutuhan pembangunan daerah dan untuk memenuhi kewajiban
pelaporan eksplorasi maka perlu melakukan pemetaan tentang potensi penyebaran
galian sirtu.

Dengan mempertimbangkan sumber daya yang ada serta nilai ekonomisnya,


PT. Tri Remethana Labuan yang merupakan perusahan yang bergerak dibidang
pertambangan memiliki minat yang besar untuk memulai bergerak di bidang
penambangan sirtu di daerah Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah
khususnya.

Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas sirtu, maka perlu dilaksanakan


survey eksplorasi sirtu tersebut di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan,
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah. Secara umum untuk mengetahui
keadaan daerah eksplorasi, luas dan keberadaan penyebaran sirtu dengan tujuan
mengevaluasi layak atau tidak layaknya dilakukan tahapan eksplorasi selanjutnya
maupun Operasi Produksi.

PT. Tri Remethana Labuan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang usaha pertambangan sirtu dan memegang izin usaha pertambangan eksplorasi
batuan dari Gubernur Sulawesi tengah dengan Nomor 540/219/IUP-
E/DPMPTSP/2018, tanggal 29 Maret 2018 bermaksud untuk melakukan kegiatan
Eksplorasi di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala,
Provinsi Sulawesi Tengah, dengan melakukan kegiatan eksplorasi untuk mengetahui
daerah prospek dan cadangan yang ada di dalam wilayah IUP Eksplorasi PT. Tri
Remethana Labuan.

Kegiatan eksplorasi ini dituangkan dalam bentuk laporan yang berisi semua
kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh PT. Tri Remethana Labuan di Wilayah IUP
Eksplorasi yang dilaksanakan pada Bulan ke 1 (satu) setelah dikeluarkannya surat
IUP Eksplorasi sirtu PT. Tri Remethana Labuan
IDENTITAS PEMRAKARSA
Nama Perusahaan : PT. Tri Remethana Labuan
Alamat Perusahaan : Jl. Latigau Kecamatan Labuan, Kabupaten
Donggala, Sulawesi Tengah
Lokasi Penambangan :
Desa : Labuan Toposo
Kecamatan : Labuan
Kabupaten : Donggala
Provinsi : Sulawesi Tengah

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari laporan ini adalah sebagai tahap awal survei lapangan dan
penyelidikan wilayah penambangan secara menyeluruh setelah dikeluarkannya
Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.

Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui potensi sirtu di


Wilayah IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan, di Desa Labuan Toposo,
Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Povinsi Sulawesi Tengah, baik
penyebaran, kuantitas dan kualitasnya, sehingga diharapkan memiliki potensi
yang ekonomis untuk ditambang, serta sebagai persyaratan pengajuan Ijin Usaha
Pertambangan (IUP) Operasi Produksi

1.3 Lokasi Daerah Penyelidikan

Lokasi IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan secara administratif


terletak di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala,
Provinsi Sulawesi Tengah, dengan luas wilayah IUP Eksplorasi 10 Ha.

Secara geografis lokasi IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan


dibatasi oleh koordinat-koordinat seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.1. Batas-Batas Koordinat IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan

Gambar 1.2. Peta IUP Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan

1.4 Keadaan Lingkungan

Secara astronomi, Kecamatan Labuan terletak antara 0⁰33’02” - 0⁰41’27”


Lintang Selatan dan 120⁰00’07” - 119⁰48’37” Bujur Timur. Berdasarkan posisi
geografisnya, kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Sindue di
sebelah utara, Kecamatan Tanantovea di sebelah selatan dan Teluk Palu disebelah
barat, serta Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Kecamatan Labuan
dengan wilayah seluas 126,01 km2 terbagi menjadi 7 desa. Desa Labuan Toposo
Toposo merupakan desa terluas (57,19 km2), sedangkan desa dengan luas wilayah
terkecil adalah Desa Labuan Toposo Lumbubaka dengan luas sebesar 1,56 km2.
Jarak ke ibukota kecamatan adalah jarak darat dari ibukota kecamatan ke desa.
Desa dengan jarak terjauh dari ibukota kecamatan adalah Desa Labuan Toposo
Lumbubaka yang memiliki jarak 7 kilometer, sedangkan desa terdekat adalah
Desa Labuan Toposo Panimba yang berjarak 0,5 kilometer.

Keadaan Iklim

Sebagaimana dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Kecamatan Labuan


juga memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas
terjadi antara Bulan April – September, sedangkan musim hujan terjadi pada
Bulan Oktober – Maret. Curah hujan tertinggi tahun 2016 terjadi pada bulan
Desember dengan curah hujan sebesar 300,3 mm, sedangkan curah hujan terendah
terjadi pada bulan Mei yaitu 3,2 mm. Adapun untuk hari hujan, hari hujan
terbanyak sebanyak 16 hari pada bulan Desember, sedangkan hari hujan terendah
terjadi pada bulan Mei yaitu sebanyak 1 hari.

Tabel 1.2. Keadaan Curah Hujan Per Bulan Di Kec. Labuan, 2016

Sumber utama data kependudukan adalah sensus penduduk yangdilaksanakan


setiap sepuluh tahun sekali. Sensus penduduk telah dilaksanakansebanyak enam
kali sejak Indonesia merdeka, yaitu tahun 1961, 1971, 1980,1990, 2000, dan 2010.
Didalam sensus penduduk, pencacahan dilakukan terhadap seluruh pendudukyang
berdomisili di wilayah teritorial Indonesia termasuk warga negara asingkecuali
anggota korps diplomatik negara sahabat beserta keluarganya.
1.5 Waktu Study

Tabel 1.3. Rencana Kegiatan Ekplorasi PT. Tri Remethana Labuan

1.6 Metode dan Peralatan

Pada ekplorasi ini metoda yang digunakan adalah Grab Rock Sample (RG)
Conto grab diambil dari permukaan singkapan/outcrop setelah bagian atasnya
dibersihkan terlebih dahulu, conto ini tidak mewakili terhadap suatu singkapan
secara keseluruhan. Dicatat lokasi project, nama sungai/bukit, posisi koordinat,
nomor conto, tipe conto, tanggal dan bulan pengambilan.

Peralatan lapangan yang dibutuhkan dalam melakukan penyelidikan ini


adalah :

1. Palu Geologi
2. Kompas Geologi
3. GPS
4. Peta Dasar, dengan sekala yang memadai
5. Alat-alat tulis (buku lapangan, kertas, pensil, ballpoint, spidol)
6. Laptop dan Printer
7. Sepatu Lapangan
8. Tas Lapangan / Ransel
9. Topi Lapangan
10. Jas hujan
11. Kamera Digital dan Battery Alkaline
12. Clipboard
13. Kantong sampel
14. Roll meter
15. Parang
16. Linggis
17. Sekop
18. Obat-obatan P3K

Gambar 1.3. Peralatan yang dipergunakan selama kegiatan eksplorasi

1.7 Pelaksanaan
Ekplorasi ini sesuai dengan tujuannya untuk mengetahui potensi bahan
galian batuan maka tenaga ahli yang digunakan cukup dengan 1 orang tenaga ahli
Geologi/Pertambangan dan tenaga pendukung yaitu masyarakat sekitar.
BAB II

GEOLOGI DAERAH PENYELIDIKAN

2.1 Geologi Umum

Sulawesi atau celebes terletak di bagian tengah wilayah kepulauan


Indonesia dengan luas wilayah 174.600 km². Bentuknya yang unik menyerupai
huruf K dengan empat semenanjung, yang mengarah ke timur, timur laut, tenggara
dan selatan. Sulawesi berbatasan dengan Borneo di sebelah barat, Filipina di
sebelah utara, Flores di sebelah selatan, Timor di sebelah tenggara dan Maluku di
sebelah timur. Sulawesi dan sekitarnya merupakan daerah yang kompleks karena
merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar yaitu; lempeng Indo-Australia
yang bergerak ke arah utara, lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat dan
lempeng Eurasia yang bergerak ke arah selatan-tenggara serta lempeng yang lebih
kecil yaitu lempeng Filipina.

Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau- pulau sekitarnya


dibagi menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West

& North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur magmatik yang


merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda, Mandala tengah (Central Sulawesi
Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang ditumpangi batuan bancuh
sebagai bagian dari blok Australia, Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt)
berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak samudera berimbrikasi dan
batuan sedimen berumur Trias-Miosen dan yang keempat adalah Fragmen Benua
Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan paling timur dan tenggara Sulawesi yang
merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat karena strike-slip faults
dari New Guinea.

Pembahasan geologi regional daerah eksplorasi akan dibagi menjadi 4


(empat) bagian yaitu Tektonik Regional, Fisiografi, Stratigrafi, Sejarah dan
Mekanisme Struktur Geologi Regional.
Gambar 2.1. Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson, 2000)

2.2. Geologi Lokal dan Sumber Daya

2.2.1. Geologi Lokal

Geologi regional daerah penyelidikan diambil dari beberapa referensi


diantaranya: Menurut Bemmelen (1949) bahwa di daerah Sulawesi bagian tengah
dijumpai 3 buah struktur utama berarah utara-selatan. Daerah ini dapat dipisahkan
kedalam 3 zona. • Zona timur dikenal Kolonodale zone ditandai oleh batuan beku
basa dan ultrabasa (ophiolit), batu gamping berumur Mesozoikum dan rijang yang
kaya radiolaria. • Zona Poso dicirikan oleh batuan malihan (metamorfik) jenis skis
kaya mineral muskovit. • Zona barat tersingkap batuan granodiorit masif, skis
kristalin yang kaya mineral biotit, batuan vulkanik berumur Tersier, tufa berumur
Plio-Plistosen dan endapan aluvium. Menurut T.O. Simanjuntak dkk (1973),
fisiografi daerah Palu terdiri dari pematang timur dan pematang barat. Keduanya
berarah utara - selatan dan dipisahkan oleh Lembah Palu (Fossa Sarasina).
Pematang barat di dekat Palu hingga lebih dari 2000 m tingginya, tetapi di
Donggala menurun hingga mukalaut. Pematang timur dengan tinggi puncak dari
400 - 1900 m dan menghubungkan pegunungan di Sulawesi Tengah dengan
lengan utara. Struktur daerah ini didominasi oleh lajur sesar Palu yang berarah
utara baratlaut. Bentuknya sekarang menyerupai terban yang dibatasi oleh sesar-
sesar aktif, diantaranya bermataair panas di sepanjang kenampakannya pada
permukaan. Sesar-sesar dan kelurusan lainnya yang setengah sejajar dengan arah
lajur Palu terdapat di pematang timur. Banyak sesar dan kelurusan lainnya yang
kurang penting lebih kurang tegak lurus pada arah ini, sebagaimana terlihat di
seluruh daerah. Sesar naik berkemiringan ke timur dalam kompleks batuan
metamorf dan dalam Formasi Tinombo menunjukkan akan sifat pemampatan pada
beberapa sesar yang lebih tua. Sesar termuda yang tercatat terjadi pada tahun 1968
di dekat Tambo, timbul setelah ada gempabumi, berupa sesar normal berarah
baratlaut yang permukaan tanahnya turun 5 m. Pada bagian yang menurun, daerah
pantai seluas kira-kira 5 km2 masuk ke dalam laut.

yang diuraikan di atas juga menerobos endapan ini. Batuan Molasa Celebes Sarasin
dan Sarasin (1901) terdapat pada ketinggian lebih rendah pada sisi - sisi kedua
pematang, menindih secara tidak selaras Formasi Tinombo dan Kompleks Batuan
Metamorf. Molasa ini mengandung rombakan yang berasal dari formasi-formasi lebih
tua dan terdiri dari konglomerat, batupasir, batulumpur, batugamping-koral serta
napal yang semuanya hanya mengeras lemah. Didekat Kompleks Batuan Metamorf
pada bagian barat pematang timur endapan itu terutama terdiri dari bongkah -
bongkah kasar dan agaknya diendapkan didekat sesar. Batuan-batuan itu ke arah laut
beralih - alih jadi batuan klastika berbutir lebih halus. Di dekat Donggala sebelah
utara Enu dan sebelah barat Labea batuannya terutama terdiri dari batugamping dan
napal dan mengandung Operculina sp., Cycloclypeus sp., Rotalia sp., Orbulina
universa, Amphistegina sp., Miliolidae, Globigerina, foraminifera pasiran, ganggang
gampingan, pelesipoda dan gastoproda. Sebuah contoh dari tenggara Laebago selain
fosil - fosil tersebut juga mengandung Miogypsina sp. dan Lepidocyclina sp, yang
menunjukkan umur Miosen (Kadar, Dit. Geol). Foram tambahan yang dikenali oleh
Socal meliputi Planorbulina sp., Solenomeris sp., Textularia sp., Acervulina sp.,
Spiroclypeus? sp., Reussella sp., Lethoporella, Lithophyllum dan Amphiroa. Socal
mengirakan bahwa fauna - fauna tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah dan
pengendapan di dalam laut dangkal. Pada kedua sisi Teluk Palu dan kemungkinan
juga di tempat lain endapan sungai Kuarter juga dimasukkan ke dalam satuan ini.
Aluvium dan Endapan pantai terdiri dari kerikil, pasir, lumpur dan batugamping koral
terbentuk dalam lingkungan sungai, delta dan laut dangkal merupakan sedimen
termuda di daerah ini. Endapan itu boleh jadi seluruhnya berumur Holosen. Di daerah
dekat Labean dan Ombo terumbu koral membentuk bukit-bukit rendah. Telah diamati
telah terjadi beberapa generasi intrusi. Yang tertua ialah intrusi andesit dan basalt
kecil-kecil di semenanjung Donggala. Intrusi-intrusi mi mungkin adalah saluran -
saluran batuan vulkanik di dalam Formasi Tinombo. Formasi Tinombo sendiri
menindih kompleks batuan metamorf secara tidak selaras. Di dalamnya terkandung
rombakan yang berasal dari batuan metamorf. Endapan Stratigrafi daerah di susun
berdasar hubungan relatif antara masing-masing unit batuan yang penamaannya di
dasarkan pada pusat erupsi dan genesa pembentukan batuan tersebut. Dari hasil
pemetaan lapangan, urutan batuan di daerah Lampio, Kecamatan Sirenja, Kabupaten
Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari 6 satuan batuan dengan urutan tua ke
muda sebagai berikut: Satuan Malihan (Km), Satuan granit Tinjuawo (Tmgt), Satuan
granit Sitiau (Tmgs), Satuan diorit (Opd), Satuan Gamping terumbu/koral (Qgt)
dan Satuan aluvium (Qa) (Gambar 4). Struktur Geologi di daerah penyelidikan
dicerminkan bentuk kelurusan tofografi (pantai, sungai dan bukit), paset segi tiga,
dinding patahan (gawir sesar), kekar, off-set batuan, zona hancuran
batuan/breksiasi (fractures), cermin sesar (slicen-side), seretan (drag-fault), kontak
intrusi (backing-effect), retas-retas/ intrusi kecil, bentuk batolit, bentuk kubah
(dome) dan pemunculan mata air panas. Berdasarkan data lapangan di atas dan
citra landsat (www.landsat.org, 2001) terdapat 3 arah sesar utama dari tua ke
muda adalah: • Sesar berarah utara timurlaut-selatan baratdaya (N 30-40º E). Sesar
normal tertua ini di namakan sesar Sibera dengan kemiringan > 70° barat. • Sesar
berarah utara baratlaut-selatan tenggara (N 345-350º E). Sesar normal generasi
kedua dinamakan sesar Mapane, berkemiringan > 80º ke timur. Awalnya sesar ini
hanya 1 buah, namun menjadi 3 sesar yang terpisah-pisah akibat tergeserkan (off-
set) oleh sesar mendatar yang lebih muda. Ke 3 sesar itu dinamakan sesar
Mapane, sesar Sitiau dan sesar Maleloro. • Sesar termuda sedikitnya ada 7 sesar
geser jurus (strict-sleep fault) berarah baratlauttenggara (N 320-330º E)
berkemiringan > 80°. Sesar itu antara lain Salapane, Lampio, Tompe, Sipi, Boya,
Bulu Tinjuawo. Selain sesar-sesar diatas terdapat juga kelurusan-kelurusan diduga
merupakan sesar lebih kecil berarah utara baratlaut-selatan tenggara dan sesar
baratlaut-tenggara

2.2.2 Sumber Daya Bahan Galian


Geomorfologi Berdasarkan bentuk bentang alam, pola aliran sungai,
tingkat/stadium erosi, jenis batuan dan kemiringan lereng di daerah penyelidikan
dapat dikelompokkan menjadi 4 satuan morfologi. yaitu: satuan pedataran (SP),
satuan perbukitan bergelombang lemah (SL), satuan perbukitan bergelombang sedang
(SS) dan satuan perbukitan terjal (ST). Pola aliran sungai menunjukkan semi sejajar
(sub-pararel) dan setengah membulat (semiradial) di hulunya dan menjadi setengah
menangga (sub-trellis) hingga menangga (trellis) di sungai induk S. Bintanaga,
Binanga Wale, Kuala Silia, Kuala Wakoe, Kuala Sisumul, Kuala Werei dan Sungai
Binanga Tompe serta Kuala Maleloro. Lembah sungai di arah hulu dominan
berbenntuk V yang mencirikan stadium erosi vertikal lebih kuat dibandingkan dengan
stadium erosi horizontal, sedang di sungai utama berbentuk agak melebar. Pola
aliran sungai di sini sangat dipengaruhi oleh pola struktur patahan yang
mengimbas pada bentuk pola aliran sungainya.
BAB III

KEGIATAN PENYELIDIKAN

3.1. Persiapan

Dalam melakukan kegiatan eksplorasi di daerah penyelidikan, perlu


dipersiapkan beberapa persiapan, yang mana persiapan tersebut memerlukan
tahapan pendekatan yang sangat berguna untuk menjawab berbagai permasalahan
yang timbul pada saat kegiatan eksplorasi di lapangan berlangsung.

Beberapa pendekatan dan persiapan yang dilakukan dalam hal ini adalah
sebagai berikut :

1. Pendekatan Literatur
2. Pendekatan Lapangan
3. Persiapan Peralatan Lapangan

3.1.1. Pendekatan Literatur

Pendekatan ini merupakan tahapan yang paling awal dilakukan sebelum


melaksanakan penelitian lapangan dan juga dilakukan pada tahap-tahap
selanjutnya. Pendekatan literatur berguna sebagai data sekunder, yang dapat
mendukung atau pembanding data primer dari penelitian tersebut.

Hal-hal yang dilakukan dalam pendekatan literatur yaitu dengan


mempelajari materi-materi yang berhubungan dengan daerah penelitian, baik dari
thesis, laporan ilmiah, peta geologi regional 1:250.000 dan peta topografi daerah
penelitian skala 1 : 25.000, peta rupabumi daerah penelitian skala 1: 50.000.

Pada tahapan ini akan dihasilkan suatu hipotesa mengenai hasil penelitian
pada daerah penelitian. Hipotesis tersebut terdiri dari interpretasi dari materi
geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi pada daerah penelitian. Hipotesis
tersebut akan dijelaskan sesuai dengan materi pembahasannya.
3.1.2. Pendekatan Lapangan
Pendekatan ini dilakukan untuk pengambilan data-data primer, yang
nantinya sangat berperan penting dalam penelitian geologi. Hal ini mencakup
pendekatan lapangan yaitu :

1. Pembuatan rencana jalur lintasan


2. Pemetaan geologi lapangan yang mencakup ploting lokasi, pengukuran
jurus dan kemiringan lapisan batuan, pemerian singkapan serta pembuatan
jalur-jalur lintasan.
3. Pengamatan dan pengambilan data stratigrafi yang meliputi jenis litologi,
variasi lapisan batuan dan struktur sedimen. Secara rinci pengambilan data
tersebut dapat berupa kolom stratigrafi dan profil dari lapisan batuan
tersebut.
4. Pengukuran unsur-unsur struktur dilapangan yang meliputi pengukuran
bidang perlapisan batuan, bidang sesar, gores garis, dan kekar. Pengukuran
ini dilakukan untuk dapat melakukan penafsiran arah dan gerakan gaya
yang menyebabkannya.
5. Pengambilan contoh batuan untuk analisis petrografi, mikropaleontologi,
dan sedimentasi pada bagian atas, tengah, dan bawah dari setiap batuan.
6. Pembuatan sketsa dan foto-foto singkapan serta bukti-bukti yang
mendukung dalam pembuatan laporan.

3.1.3. Persiapan Peralatan Lapangan

Kesiapan tim eksplorasi dan persiapan peralatan lapangan sangat


diperlukan untuk memudahkan dan mendukung kegiatan eksplorasi di lapangan,
baik untuk kegiatan pemetaan geologi.

Peralatan yang digunakan yang digunakan dalam proses pengambilan data


lapangan pada kegiatan pemetaan geologi permukaan adalah :

1. Peta topografi dengan skala 1 : 25.000


2. Peta rupabumi lembar paleleh skala 1: 50.000

3. Peta geologi regional lembar tilamuta 1 : 250.000

4. Kompas dan palu geologi

5. Tali ukur (meteran)


6. Peralatan tulis

7. Buku lapangan

8. Loupe dan larutan HCL 0,1 N

9. Komparator butir

10. Kamera

11. Kantong contoh batuan

3.2. Pemetaan Geologi

Pemetaan Geologi dilakukan untuk mengambil seluruh informasi geologi


yang bisa diamati berupa data singkapan, kontak satuan batuan dan struktur geologi.

Tahapan pekerjaan dalam pemetaan geologi terbagi atas 3 tahap pekerjaan,


yaitu sebagai berikut :

1. Tahap Studi Literatur

2. Tahap Penyelidikan Lapangan

3. Tahap Analisa dan Pelaporan Pekerjaan

1. Tahap Studi Literatur

Studi literatur merupakan kegiatan pengumpulan informasi geologi awal sebelum


penyelidikan lapangan yang bertujuan untuk mempersempit wilayah penyelidikan.
Informasi awal ini di dapat dari peta geologi regional, peta rupa bumi
(Bakosurtanal) dan peta-peta lain beserta infomasi-informasi tentang suatu daerah
yang kemudian digunakan untuk menghasilkan peta rencana lintasan pemetaan.
Dari peta rencana lintasan, dibuat rencana lintasan day to day untuk pemetaan,
agar kegiatan pemetaan benar-benar terencana dan sistematis.

2. Tahap Penyelidikan Lapangan

a. Traversing

Dalam melakukan pelintasan (traversing), yang perlu diperhatikan adalah posisi.


Setelah berada dalam lintasan, tentukan dulu posisi dengan GPS atau membaca
peta. Setiap pergerakan harus selalu terpantau dengan menyalakan ”track log
GPS” (GPS harus selalu dalam keadaan on) atau mencatat pergerakan di buku
catatan lapangan apabila melakukan Passing and Compass. Perekaman traversing
ini berfungsi untuk membuat peta lintasan pemetaan.

b. Observasi Lapangan

Observasi singkapan merupakan kegiatan utama dalam pengambilan data geologi.


Kemampuan analisa geologi dalam mengobservasi singkapan menentukan
benar/tidaknya data (kualitas data). Urutan Langkah kerja dalam observasi
singkapan (outcrop) adalah sebagai berikut:


Penentuan Posisi Singkapan : Ketika menemukan singkapan batuan,
pertama kali yang dilakukan adalah penentuan posisi singkapan. Catat
posisi singkapan dengan marking di GPS dan catat koordinat dan
elevasi singkapan dalam buku catatan lapangan. Jika sinyal GPS hilang
pada posisi singkapan, lakukan passing and compass dari titik terdekat
yang mendapat sinyal GPS ke titik singkapan.


Pembersihan Singkapan (Outcop Cleaning) : Sebelum melakukan
deskripsi batuan, pembersihan perlu dilakukan agar batuan tersebut
dapat diketahui tingkat pelapukannya (segar, lapuk, soil). Pembersihan
singkapan ini menggunakan alat bantu cangkul, parang, linggis dan
ganco.


Kode Singkapan, Waktu Pemetaan, Keadaan Cuaca dan Geologist :
Semua poin diatas dicatat dalam buku catatan lapangan. Pemberian kode
singkapan harus teratur dan sistematis. Kode singkapan yang digunakan
pada pemetaan geologi di PT. Tri Remethana Labuan adalah urutan kode
perusahaan, nomor singkapan dan inisial satuan batuan. Contoh kode
singkapan adalah ST-01.


Deskripsi Singkapan : Dalam deskripsi singkapan yang perlu
diperhatikan adalah Interval batuan yang di deskripsi dan deskripsi
batuan dan jenis litologi. Langkah deskripsi singkapan, yaitu:
- Buat sketsa singkapan.
- Arah Aliran sungai, Unsur Struktur Geologi (Pola Kekar,Sesar).
- Ukur dimensi batuan (panjang, lebar dan tinggi).

- Tentukan tingkat pelapukan batuan (segar, lapuk, soil).

- Tentukan vegetasi yang menutupi batuan.


• Sampling Batuan & Analisa Kualitas : Tata cara sampling batuan mengikuti
SOP sampling. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
- Conto di masukkan ke dalam kantong conto, kemudian label conto
dimasukkan ke kantong conto.
- Catat list conto dalam buku catatan lapangan.
- Masing-masing kantong conto dijadikan satu sesuai dengan kode
singkapan dan diikat dengan kuat dan benar, supaya tidak berhamburan
atau tercecer dan memudahkan untuk pengecekan ulang conto.

- Conto langsung dibawa ke camp atau tempat yang sudah disediakan.


• Penandaan Singkapan : Tandai singkapan dengan pita plastik yang
bertuliskan kode singkapan dan tanggal observasi. Tulisan dibuat dengan
memakai spidol water proof, kemudian ikat pita pada pohon dekat
singkapan.
• Dokumentasi : Setelah semua kegiatan selesai Dokumentasikan singkapan
menggunakan kamera. Foto yang dihasilkan harus jelas, menggunakan
komparator (misal: orang) dan usahakan mencakup semua komponen
singkapan. Apabila ada bagian yang ingin ditunjukkan lebih detil, dalam satu
singkapan bisa saja lebih dari satu foto.

c. Indikasi Struktur Geologi

Struktur geologi merupakan hal yang penting dalam pemetaan geologi. Struktur
geologi sangat mempengaruhi model geologi nantinya. Langkah kerja dalam
observasi singkapan struktur geologi, sebagian besar sama dengan observasi
singkapan pasir, hanya perbedaannya yaitu pada deskripsi singkapan.

Deskripsi singkapan struktur geologi memerlukan interpretasi yang baik dan


memahami unsur struktur geologi. Urutan deskripsi singkapan struktur geologi
yaitu:

1. Interpretasi jenis struktur atau indikasi struktur seperti sesar (normal, naik
atau mendatar), off set sesar, breksiasi, fracture, lipatan dan lipatan mikro
(mikrofold), slicken side dan lain-lain.
2. Sketsa Singkapan

a. Pengukuran unsur-unsur struktur yaitu kedudukan bidang sesar,


fracture (shear, gash fracture, tension release), arah breksiasi,
slicken side (trend, pitch), kedudukan mikrofold.

b. Penandaan singkapan

c. Dokumentasi singkapan

d. Data hasil pengukuran struktur geologi ini kemudian dianalisa


selanjutnya dalam analisa struktur geologi.

3. Tahap Analisa dan Pelaporan Pekerjaan

Evaluasi dilakukan selama proses dan setelah pengambilan data selesai. Setiap
data yang didapat dari lapangan, setelah sampai di camp, data harus selalu
dimasukkan ke dalam data base geologi dan diplot dalam peta lintasan, terutama
singkapan batuan (kode, posisi, tebal, tinggi dan lebar) dan struktur geologi.

Hal ini bertujuan untuk memperkirakan jenis batuan dan lokasi struktur geologi.
Setelah tahap pengambilan data selesai, maka dapat dilakukan interpretasi jenis
batuan, penyebaran, dan cadangannya. Hasil dari kegiatan ini adalah peta geologi
sementara.

Laporan Akhir dibuat dalam bentuk buku dengan lampiran yaitu peta geologi, peta
geomorfologi dan peta lintasan/singkapan.

3.3. Analisis Topografi

Kemiringan tanah atau topografi merupakan bentuk dari muka bumi. Topografi
pada setiap wilayah memiliki kontur yang berbeda-beda. Tujuan Analisa topografi
untuk mengetahui dan menginterpretasikan garis-garis yang menghubungkan titik-
titik yang sama ketinggiannya di atas suatu bidang (garis kontur).Interpretasi
topografi PT. Tri Remethana Labuan menggunakan Peta Rupa Bumi Digital
Indonesia Lembar Paleleh 2217-12 skala 1 : 50.000. Sehingga dari Interpretasi
tersebut diperoleh karakteristik ketinggian dan bentuk morfologi di wilayah IUP
Eksplorasi PT. Tri Remethana Labuan seluas 10 Ha, sehingga hasil kegiatan ini
adalah peta topografi.
3.4. Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu cara yang digunakan, hingga data tersebut
dapat lebih berguna dan lebih berarti dan menjadi informasi yang dapat digunakan
untuk mengambil suatu keputusan. Tahapan pekerjaan dalam pengolahan data
explorasi yang dilakukan terbagi 2 yaitu (1) tahapan pengolahan data awal (2)
Pengolahan data yang telah diolah.

Metoda pengolahan data yang didapatkan dari hasil kegiatan eksplorasi di


lapangan, meliputi pengolahan data hasil pemetaan geologi dan data hasil
penyelidikan geolistrik dengan menggunakan peralatan lapangan pendukung
kegiatan eksplorasi dan untuk menginterpretasikan data-data di lapangan
menggunakan berbagai studi literatur dan perangkat komputer untuk memproses
dan mengkorelasikan berbagai data yang diperoleh.

Adapun tahapan-tahapan proses yang dilakukan dalam pengolahan data


eksplorasi yang adalah sebagai berikut :

1. Pengolahan data dasar, pengolahan data dasar ini berdasarkan data-data dari
pemetaan dan pemboran dan topografi, yang merupakan data asli dilapangan.
Proses pengolahan datanya meliputi tahapan sebagai berikut:

Input Data meliputi mencatat data-data

pengukuran singkapan meliputi deskripsi jenis batuan alterasi dan
tebal singkapan alterasi.

Pengukuran topografi

Pengukuran batas tataguna lahan, sungai dan jalan

Pengolahan data dilakukan dengan melakukan rekapitulasi data dan tabulasi


perhitungan menggunakan Worksheet Excel, sedangkan pengolahan dalam
bentuk peta dibuat dahulu peta dasar yang mencantumkan data-data Grafis
dengan digitasi/konturing dan data koordinat & elevasi di Mapinfo 12.0 serta
dilakukan juga teknik gridding & konturing di Mapinfo 12.0, Discover 9.0 dan
global mapper 14, autocad, dan mapsource.
3. Output Data meliputi data-data analisis dalam bentuk worksheet excel dan
Peta-peta, yaitu antara lain :

Peta Lokasi, yaitu peta yang menunjukan lokasi dan kesampaian daerah
penyelidikan, disesuaikan skala

Peta Wilayah IUP Eksplorasi, yaitu peta yang menunjukan lokasi, luasan
serta titik-titik batas koordinat IUP Eksplorasi disesuaikan skala

Peta Lintasan, yaitu peta yang berisikan lintasan pemetaan, titik –titik
observasi singkapan disesuaikan skala

Peta geomorfologi lokal, yaitu yang berisikan pengelompokan berdasarkan
genesa dan persentasi kemiringan lereng.

Peta geologi lokal, yaitu peta yang berisikan pengelompokan satuan batuan
dan struktur geologi.

Peta Sumber daya Cadangan berdasarkan perhitungan dari analisis
topografi dan pemetaan geologi.

Peta Tata Guna Lahan, yaitu peta yang memuat batasan- batasan alamiah,
sepertisungai, hutan, kebun, pemukiman, jalan dan sebagainya.
4. Data-data olahan yang diperlukan/dibuat, pengolahan data ini dilakukan agar
data-data dilapangan dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
potensial atau tidaknya endapan Batuan pada lokasi 10 Ha di Desa Labuan
Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.
Output data yang dihasilkan adalah Peta Cadangan endapan Batuan di daerah
penyelidikan.

Hasil semua kegiatan lapangan akan dituangkan dalam laporan eksplorasi


pada setiap minggu, bulan, triwulan, semester dan laporan tahunan. Dalam laporan
ini akan dibahas kemajuan pekerjaan dan hasil analisa data-data lapangan seperti
tipe, penyebaran, bentuk, arah, jumlah (sumberdaya atau cadangan) endapan
Batuan.
BAB IV

HASIL PENYELIDIKAN

4.1. Geologi Daerah Penelitian

4.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian

Tatanan geologi wilayah Kabupaten Donggala merupakan bagian yang


tidak terpisahkan dari tatanan geologi regional Pulau Sulawesi. Bentuk pulau yang
khas ini didasari oleh dinamika tektonis yang sangat kompleks merupakan
implikasi dari interaksi lempeng Euroasia di bagian Timur laut, Indo-Australia
dibagian selatan dan Pasifik sendiri di bagian timur. Interaksi ini menimbulkan
proses geologi yang kompleks, Berdasarkan struktur geologinya, wilayah
Kabupaten Donggala didasari oleh sejumlah formasi Keadaan geologi Kabupaten
Donggala secara umum tidak sama untuk setiap kecamatan. Jenis tanah Alluvial
terdapat dilembah Palu dan kecamatan Sirenja, sedangkan batuan sedimen, laterit
dan alkali terdapat pada dataran yang menonjol kelaut (tanjung) di Balaesang
Tanjung. Secara umum geologi tanah di kabupaten Donggala bahwa formasi
geologinya terdiri dari batuan gunung berapi, batuan terobosan yang tidak
membeku, batuan-batuan metamorphosis dan sedimen. Dataran Monto –
Balukang Dataran ini mempunyai geologi tanah yang terdiri dari alluvia baru yang
berasal dari sedimen-sedimen yang telah membeku dan yang lebih tua. Tanahnya
bertekstur sedang, topografi dari datar hingga berombak. Dataran Bambamua –
Tanah Mea Geologi dataran ini terdiri dari endapan-endapan
Morofologi atau bentang alam terbentuk dari hasil interaksi yang sangat
kompleks antara ketahanan material pembentuk bumi dengan gaya-gaya
tektonik yang bekerja (Gregory;1978).

Dimana exogenetic geomorfological processes (permukaan) yang


mendapatkan energinya dari endogenetic (internal) earth movement (tektonisme)
dan iklim akan membentuk morfologi suatu daerah.
Proses ini akan diawali dengan pembentukan material geologi baru,
pelapukan, erosi, transportasi sampai pengendapan kembali sebagai deposit baru.
Morfologi yang terbentuk ini akan memiliki lereng yang bervariasi dari
yang landai sampai lereng yang terjal. Pada tahun 1989, Darlymple membuat
klasifikasi lereng yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembagian
satuan geomorfologi.

Tabel 4.1. Klasifikasi Lereng Menurut Darlymple, 1989

KELAS SLOPE (%) KLASIFIKASI


1 0–2 Datar
2 2–8 Landai
3 8–25 Bergelombang
4 25–50 Curam
5 50 – 100 Terjal

Menurut Van Bemmelen; 1949, (uraian fisiografi Pulau Sulawesi), dan


Van Leeuwen; 1994, fisiografi daerah penyelidikan termasuk ke dalam lengan
utara bagian barat sulawesi.

Bentuk morfologi daerah penyelidikan PT. Tri Remethana Labuan di


Desa Labuan Toposo secara umum adalah terdiri dari perbukitan
bergelombang sedang yang berada memanjang di sebelah timurlaut-tenggara
dan di sebelah baratdaya-barat wilayah IUP eksplorasi. Sedangkan dataran
aluvial yang berada di aliran Sungai Labuan berada di antara perbukitan
tersebut, yaitu bagian baratlaut-selatan hingga hilir di baratlaut-utara. Kedua
morfologi ini dipisahkan oleh aliran Sungai Labuan yang berada di antara
kedua morfologi di atas. Secara regional batuan penyusun ke dua morfologi ini
disusun oleh breksi gunung api yang merupakan bagian dari Batuan Formasi
Dolokapa (Tmd) serta hasil erosi, pelapukan, serta pengendapan yang belum
padu di daerah-daerah relatif rendah atau lembah di dataran aluvial pada
bantaran sungai dan pemukiman yang berasal dari breksi gunungapi.

Berdasarkan pada klasifikasi lereng yang dibuat oleh Darlymple pada


Tahun 1989, daerah penyelidikan dibagi menjadi 2 (dua) satuan geomorfologi
yaitu:

1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Sedang


Satuan ini tersebar di daerah penyelidikan dengan luas ± 0.28 % atau
seluas 0.014 Ha dari luas total daerah penyelidikan.

Penyebarannya satuan ini tersebar di bagian tenggara, selatan, hingga


barat daerah penyelidikan. Di peta geomorfologi daerah penyelidikan
diberi warna merah muda, memanjang di arah timurlaut-tenggara dari
Sungai Labuan dan di bagian selatan-barat dari Sungai Labuan di wilayah
Desa Labuan Toposo.

Morfologi daerah ini berupa perbukitan bergelombang dengan kemiringan


lereng miring 5% - 12% hingga curam menengah (Van Zuidam, 1983), dengan
ketinggian antara 40 – 120 meter diatas permukaan laut.

Genetika pembentukan lahan satuan geomorfologi perbukitan


bergelombang sedang ini dikontrol oleh bentuklahan asal vulkanik yaitu proses
pengendapan Batuan breksi Gunungapi bagian dari Formasi Dolokapa (Tmd)
yang disertai pengikisan dan pelapukan. Dikategorikan bentuklahan asal
vulkanik karena masih memperlihatkan ciri vulkanik seperti bentuk puncak serta
material vulkanik.

Morfologi daerah perbukitan mempunyai sifat-sifat relief topografi


sedang-agak tinggi dan tekstur sedang-agak terjal.

Sebagai hasilnya menunjukan pola peningkatan secara vertikal yang


biasanya disertai dengan mekanisme pembentukan tinggian dan lereng pada
daerah pengikisan, sehingga stadia sungai yang berkembang menunjukan stadia
muda menjelang dewasa.

Proses-proses geomorfologi yang terjadi pada satuan ini berupa pengikisan


dan erosi yang terjadi berupa tanah dan bongkah batuan beku vulkanik dan erosi
berupa erosi alur.
Jentera geomorfik satuan ini termasuk dalam jentera geomorfik dewasa
ditinjau dari bentuk perbukitannya yang telah mengalami erosi dan membentuk
lembah dan bukit dengan internal relief 6 –8 meter.

2. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial


Satuan ini tersebar di daerah penyelidikan dengan luas ± 99.6% atau
seluas 4.98 Ha dari luas total daerah penyelidikan.

Penyebarannya satuan in berada di sebelah utara hingga selatan di


sepanjang Aliran Sungai Labuan di Desa Labuan Toposo. Di peta geomorfologi
daerah penelitian diberi warna abu-abu.

Penyebarannya satuan ini tersebar sepanjang aliran Sungai Labuan di blok


IUP eksplorasi dan bantaran sungainya di Desa Labuan Toposo.

Morfologi daerah ini berbentuk dataran dengan sungai mengalir. Morfologi


berupa dataran fluvial vulkanik dengan kemiringan lereng rata atau hampir rata
hingga landai 2% -4% dengan ketinggian antara 17 meter diatas permukaan laut.

Genetika pembentukan satuan geomorfologi dataran aluvial ini dikontrol


oleh proses pengendapan material lepasan dari batuan breksi gunungapi yang
berasal dari Breksi Gunungapi dari Formasi Dolokapa dan serta material hasil
pengikisan, pelapukan, erosi dan transportasi ke daerah yang lebih landai hingga
tertransportasi oleh aliran Sungai Labuan.

Proses-proses geomorfologi yang terjadi pada satuan ini berupa pelapukan


dan erosi, serta transportasi. Pelapukan berupa tanah, pasir, dengan ketebalan ±1
meter – 5 meter dan erosi vertikal yang kuat dengan intensif.

Pola aliran sungai yang berkembang adalah pola dendritik dengan bentuk
lembah yang lebar dan datar, erosi lateral cenderung mendominasi dan terbentuk
meander (kelokan sungai), sehingga sungainya menunjukan stadia sungai tua.

Gambar 4.1. Sebagian Kenampakan Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial Di


Aliran Sungai Labuan
4.1.2. Stratigrafi Daerah Penelitian

Penyusunan stratigrafi daerah penelitian didasarkan atas konsep


lithostratigrafi yang dikembangkan dalam Sandi Stratigrafi Indonesia (SSI).
Penamaan dan pengelompokan satuan batuan mengikuti kaidah penamaan satuan
lithostratigrafi tidak resmi yang bersendikan ciri litologi, meiputi kombinasi jenis
batuan, sifat fisik batuan, keseragaman gejala atau genesa, dan kenampakan khas
pada tubuh batuan di lapangan yang kemudian hasilnya dipetakan dalam peta
lintasan dan peta geologi daerah penyelidikan skala 1:3.000.

Satuan lithotratigrafi daerah penyelidikan didasarkan pada pengamatan fisik di


lapangan. Urutan stratigrafi daerah penelitian disusun secara sistimatis
berdasarkan data lapangan.
Dalam menentukan umur, penulis menggunakan kesebandingan dengan
stratigrafi regional dan kaidah-kaidah prinsip geologi dari sifat-sifat fisik
litologinya apabila tidak ditemukan fosil.

Hasil kegiatan penyelidikan terkait Stratigrafi penelitian, akan lebih


menitikberatkan pada satuan endapan aluvial, dimana terdapat potensi dan
sebaran pasir batu (sirtu).

Dari hasil pengamatan dan pengambilan data di lapangan, maka daerah


penelitian dapat dikelompkoan menjadi 2 ( dua) satuan batuan, yaitu :

(1). Satuan Batuan Breksi Gunungapi

(2). Satuan Endapan Aluvial

1. Satuan Batuan Breksi

Gunungapi a. Penamaan

Penamaan satuan ini di daerah penelitian didasarkan pada singkapan-


singkapan yang dijumpai di sepanjang lintasan pengamatan yaitu berupa batuan
beku bersifat intermediet sampai basa. Batuan yang banyak dijumpai adalah
andesit hingga andesit porfiri bagian dari breksi gunungapi.

b. Penyebaran dan Ketebalan


Berdasarkan keterdapatan singkapan yang tampak di permukaan, satuan
breksi gunungapi di daerah penelitian menempati ± 0.28 % atau seluas 0.014 Ha
dari luas daerah penelitian, pada peta geologi konsesi diwarnai dengan warna
merah muda. Penyebaran satuan breksi gunungapi penyebarannya di sebelah
timurlaut-tenggara. Kedudukan batuan satuan ini umumnya berarah baratdaya –
o o
timurlaut dengan kemiringan berkisar antara 8 hingga 12 . Ketebalan satuan
ini berdasarkan hasil pengukuranpenampang geologi lebih kurang 1 - 3 meter.

c. Ciri Litologi

Ciri litologi satuan batuan breksi gunungapi di daerah penelitian merupakan


kelompok batuan beku vulkanik yang merupakan hasil aktivitas vulkanisme
berumur Miosen (bachri.S, dkk, 1993). Nama Formasi Dolokapa pertama kali
diperkenalkan oleh Trail (1974), diambil dari nama salah satu tempat di daerah
Gorontalo. Kepingan batuan gunungapi di dalam Formasi Dolokapa diduga
berasal dari kegiatan gunungapi yang menghasilkan Batuan Gunungapi
Bilungala. Dengan kata lain, Formasi Dolokapa diduga mengalami pertumbuhan
bersama dan berhubungan menjemari dengan Batuan Gunungapi Bilungala pada
Miosen.

Secara megaskopis, satuan breksi gunugapi dengan tekstur porfiritik


mempunyai warna segar abu-abu sedang, warna lapuk abu-abu kehitaman, keras,
disusun oleh silika, fenokris plagioklas, k-feldspar, dan piroksen. Fragmen
batuan terdiri dari andesit dan andesit porfiri sebagai batuan intrusif yang dapat
dikenali dengan sifatnya yang pejal dan berwarna abu-abu, sedangkan matriks
berupa pasir dan tuf.

Batuan vulkanik tersebut merupakan kelompok batuan beku yang


memiliki tekstur porfiri afanitik. Komposisi minereal utamanya sulit dikenali
sebab kenampakan yang halus, tetapi jika dilihat dari warnanya dapat dikenali
bahwa batuan tersebut bersusun andesitik (intermediet).

d. Umur Satuan Batuan

Penentuan umur satuan batuan breksi gunungapi yang terdapat di daerah


penelitian menggunakan penentuan umur relatif dengan prinsip superposisi
dengan melihat lapisan yang lebih dahulu diendapkan, yang terendapkan
pertama lebih tua umurnya daripada yang terendapkan kemudian.

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Tilamuta, Sulawesi, Skala 1 : 250.000, Pusat


Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Bachri, S, Sukido dan Ratman.N,
1993, satuan batuan breksi gunungapi di daerah penyelidikan mempunyai umur reatif
lebih tua dari Formasi Breksi Wobudu yang berumur Pliosen dan selaras menjemari
dengan Batuan Gunungapi Bilungala pada Miosen Tengah-Miosen Akhir. Aktivitas
vulkanisme yang berumur miosen sampai pliosen, hal ini mungkin berhubungan
dengan zona subduksi dari gunungapi Miosen di lengan utara dan lengan timur
Sulawesi. Dengan demikian satuan breksi gunungapi di daerah penelitian,
berdasarkan ciri-ciri litologi dan sejarah sedimentasinya disebandingkan umur
relatifnya dengan Formasi Dolokapa yang berumur Miosen Tengah-Miosen
Akhir.

e. Lingkungan Pengendapan

Penentuan lingkungan pengendapan Satuan batuan breksi gunungapi


mengacu kepada model lingkungan pengendapan, “Pyroclastic Vulcaniclastic
Facies“ (Vassel dan Davis, 1981 dalam Cas and Wright, 1987).

Untuk menentukan lingkungan pengedapan dari satuan breksi gunungapi


ini yang merupakan batuan beku vulkanik, digunakan model dari (Vassel dan
Davis, 1981), yang membagi lingkungan pengendapan gunung api menjadi 4
Fasies, yakni :

1. Fasies Vulkanik Core, fasies ini dicirikan oleh lava (lava


berlembar), dan endapan piroklastik berbutir pasir halus sampai
kasar dan breksi kolovium.

2. Fasies Proksimal Vulkaniklastik, Fasies ini dicirikan oleh breksi


vulkanik (endapan breksi dan debu), aliran piroklastik, serta
sedikit breksi kolovium, dan endapan piroklastik jatuhan.

3. Fasies Medial Volkaniklastik, fasies ini di cirikan oleh aliran


debris (lahar), endapan fluviatil konglomerat dengan beberapa
endapan piroklastik.
Fasies Destial Volkaniklastik, fasies ini dicirikan oleh dominasi endapan
rombakan gunungapi seperti breksi lahar, breksi fluviatis, batupasir dan lanau.
Endapan primer hanya berupa tuff dan sedikit tuff lapili.

Gambar 4.2. Lingkungan pengendapan Satuan Batuan Breksi Gunungapi


Berdasarkan Model Pyroclastic Volcaniclastic Facies (Vassel and Davies, 1981
Dalam Cas And Wright, 1987), (Penulis, 2016).
Berdasarkan parameter yang telah diuraikan di atas, maka lingkungan
pengendapan satuan batuan breksi gunungapi yakni Fasies Proximal
Vulkaniklastik.

f. Kesebandingan Stratigrafi

Berdasarkan ciri-ciri litologi yang menyusunnya, maka satuan batuan


breksi gunungapi yang merupakan batuan beku vulkanik dan yang terdiri dari
andesit dan andesit porfiri, serta matriks berupa pasir dan tuf yang terdapat di
daerah penelitian dapat disebandingkan dengan Formasi Dolokapa (Tmd) yang
terdiri dari batupasir wake, batulanau, batulumpur, konglomerat, tuf, tuf lapili,
aglomerat, breksi gunungapi, lava andesit sampai basal yang berumur Pliosen
(Bachri.S, dkk, 1993).

2. Satuan Endapan Aluvial


a. Penamaan
Penamaan satuan ini di daerah penelitian didasarkan pada singkapan-
singkapan yang dijumpai disepanjang lintasan pengamatan di disepanjang aliran
dan bantaran sungai yaitu kelompok endapan aluvial yang terdiri dari pasir,
kerikil, kerakal, boulder, dan lempung.

Penamaan satuan endapan aluvial yang penyusunnya berupa sedimen


lepas yang berasal dari hasil rombakan batuan lain yang lebih tua di sekitarnya
dan terbawa oleh aliran sungai. Hal ini dibuktikan oleh adanya endapan pada
tepi-tepi sungai maupun pada tubuh sungai.

b. Penyebaran dan Ketebalan

Berdasarkan keterdapatan singkapan yang tampak di permukaan,


penyebaran satuan endapan aluvial yang merupakan material lepasan yang
keterdapatannya di lapangan menyebar disepanjang sungai yang bermuara ke
laut. Di Peta Geologi Daerah Penyelidikan di wakili oleh warna abu-abu.
Penyebarannya dari hulu sungai di sebelah tenggara hingga hilir Sungai Labuan
ke arah utara. Menempati sekitar ± 99.6% dari seluruh daerah penyelidikan IUP
Eksplorasi atau sekitar 10 Ha.

Ketebalan satuan ini berdasarkan hasil pengukuran penampang geologi lebih


kurang 1 - 4 Meter.
c. Ciri Litologi

Ciri Litologi endapan aluvial penyusunnya berupa sedimen lepas yang


berasal dari hasil rombakan batuan lain yang lebih tua di sekitarnya dan terbawa
oleh aliran sungai, yaitu kelompok endapan aluvial yang terdiri dari pasir,
kerikil, kerakal, boulder, dan lempung.

d. Umur Satuan Batuan

Penentuan umur satuan endapan aluvial didasarkan pada Peta Geologi


Tilamuta Skala 1:250.000, yang merupakan endapan permukaan yang paling
muda berumur Holosen.

e. Lingkungan Pengendapan

Menurut Peta Geologi Lembar Tilamuta skala 1:250.000 (S. Bachri,


Sukido dan N. Ratman, 1993), satuan endapan aluvial merupakan endapan yang
dihasilkan dari endapan sungai/fluvial, dan pengikisan dan erosi batuan vulkanik
di sekitarnya. Lingkungan pengendapannya adalah lingkungan darat.
f. Kesebandingan Stratigrafi

Berdasarkan ciri-ciri litologi yang menyusunnya, maka satuan endapan


aluvial yang merupakan endapan permukaan dapat disebandingkan dengan
aluvium (Qal) (Korelasi Satuan Peta Geologi Lembar Tilamuta Skala 1:250.000.

Berikut ini profil singkapan yang mewakili satuan endapan aluvial di


daerah penelitan di sepanjang Sungai Labuan dan sekitarnya.

4.1.3. Struktur Geologi Daerah Penelitian

Wilayah Donggala termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Barat


Bagian Utara. Dari sisi kompleksitas struktur geologi, wilayah Donggala bagian
timur relatif lebih terpengaruh secara tektonik dibanding bagian baratnya. Di
bagian timur, sesar-sesar vertikal dengan 2 arah utama yaitu tenggara-barat laut
dan timur laut- barat daya.

Adapun bagian timur Donggala gejala struktur relatif tidak dominan,


hanya terdapat 2 struktur utama yaitu sesar sungkup di barat Sirenja dan sesar
vertikal di sebelah barat Donggala. Struktur geologi lainnya yang dijumpai adalah
lipatan antiklin dan kekar-kekar yang banyak terjadi pada seluruh formasi batuan.

4.2. Estimasi Sumber Daya dan Cadangan Bahan Galian

4.2.1. Daerah Blok Prospek

Berdasarkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan, meliputi potensi


sirtu yang terindikasi dan tersebar jumlah sumber daya sirtu dan perencanaan
fasilitas tambang, maka dapat disimpulkan bahwa daerah penyelidikan dapat
dikembangkan ketahap selanjutnya. Dalam pengelolaan daerah eksplorasi untuk
kepentingan tahapan penyelidikan selanjutnya maupun rencana penambangan,
maka daerah penyelidikan dapat di bagi menjadi 1 (satu) blok prospek, yaitu:

1. Blok Prospek dengan area sumber daya yang terukur seluas 10 Ha,
dengan lebar rata-rata sungai sekitar 90 Meter meliputi daerah
bantaran Sungai Labuan dan tepi sungai yang dimanfaatkan
sebagai tegalan atau ladang perkebunan masyarakat.
4.2.2. Sumber Daya Dan Cadangan Sirtu
Dari hasil pengamatan di lapangan terhadap beberapa singkapan,
berdasarkan komposisi dan jenis litologi dari masing- masing singkapan, potensi
sirtu terdapat pada daerah penelitian, sedangkan penyebaran dan ketebalannya
telah di uraikan pada pembahasan sebelumnya. Lapisan batuan yang mempunyai
potensi untuk dilakukan penambangan yaitu lapisan yang mengandung sirtu
terutama pada lapisan sirtu yang mempunyai ketebalan beberapa meter.

Keterdapatan sumber daya galian sirtu berdasarkan kegiatan eksplorasi


terbagi ke dalam 1 (satu) blok prospek.

Luas Blok Prospek Tambang ± 10 Ha dengan Ketebalan rata- rata sirtu


untuk area terukur dan terunjuk = 4 M, sedangkan ketebalan tanah penutup hasil
pelapukan diabaikan (OB=0).

4.2.3. Jumlah Sumber Daya


Sumber Daya Mineral adalah endapan mineral yang diharapkan dapat
dimanfaatkan secara nyata. Dengan keyakinan geologi tertentu sumber daya
mineral dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian
kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang.

Perhitungan volume Sumber Daya sirtu dilakukan secara sederhana


dengan mengalikan luas daerah penyebaran terhadap ketebalan rata-rata lapisan
batuan. Cara ini dilakukan karena penyebaran endapan sirtu yang secara umum
bersifat horizontal dengan kemiringan relatif rendah sehingga faktor kemiringan
dalam perhitungan sumber daya ini diabaikan dengan mempertimbangkan
beberapa asumsi dan batasan yang digunakan dalam perhitungan sumber daya.

Berdasarkan data luas serta ketebalan lapisan batuan yang mengandung


pasir dan batu (sirtu) dan tanah penutup, volume cadangan sirtu dan volume
tanah penutup telah di uraikan di atas.

Metode yang digunakan untuk penghitungan sumber daya daerah


penyelidikan adalah metode Circular (USGS), Perhitungan cadangan ini sangat
cocok untuk batuan yang penyebarannya homogen serta ketebalannya relatif
merata.
Penghitungan sumberdaya sirtu menurut USGS dapat dihitung dengan
rumus : Tonase Sirtu = A x B x C, dimana

A = bobot ketebalan rata-rata sirtu dalam inci, feet, cm atau meter

B = berat sirtu per satuan volume yang sesuai atau metrik ton

C = area sirtu dalam acre atau hektar

Perhitungan sumber daya sirtu di daerah penyelidikan ditentukan berdasarkan


hasil kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan, antara lain adalah pengambilan data
geologi dan analisis topografi serta hasilnya diproyeksikan ke dalam software GIS,
sehingga dapat diukur penyebaran dan jumlah sumber daya.

Dari hasil penggabungan data ini dapat diperkirakan sumber daya sirtu
daerah penyelidikan, sebagai berikut :
Perhitungan Blok Prospek Tambang

Luas (L) Sumber Daya Terukur dan Terunjuk = 10 Ha = 100.000


M2 Tebal Kedalaman Rata-rata Terukur (t) = 4 M OB = 0 M
Sumber Daya Terukur:

L x t = 100.000 M2 x 3,5 M = 350.000 M3

Berdasarkan debit air sungai rata – rata 5.668 M3/ detik atau 489.681,129 M3/hari
dan pada lokasi pengamatan mempunyai debit sedimen rata-rata 3,506 ton/ hari
dan berat jenis dari pasir adalah 3500 kg/ M3 sehingga sedimentasi di sungai
Labuan setiap harinya adalah 3,5 x 3,506 = 8,771 M3/ Hari/ Ha tetapi pada musim
penghujan debit air sedimen tersebut meningkat sehingga jumlah sedimen
tersuspensi setiap Bulannya adalah = 30 x 8,771 x 10 = 2.631,3 M3/ bulan dan
untuk lima tahun material tersuspensi adalah = 2.631,3 M3 x 12 x 5 = 157.878 M3

Sehingga sumber daya terukur dan terunjuk Blok Prospek Tambang = 157.878 M3
+ 350.000 M3 = 507.878 M3

4.2.4. Cadangan
Berdasarkan data luas serta ketebalan lapisan batuan yang mengandung
pasir dan batu (sirtu) di atas, dari hasil penggabungan data di atas dapat, maka
dapat diperkirakan sumber daya sirtu daerah penelitian, sebagai berikut :
Blok Prospek Tambang

Sumber daya sirtu dengan daerah pengaruh sampai 100 meter (sumberdaya
terukur ), yaitu sebesar 507.878 M3, untuk wilayah IUP PT. Tri Remethana
Labuan cadangan dan sumber daya dianggap sama yaitu 507.878 M3

Tabel 4.2. Perhitungan Total Sumber Daya dan Cadangan Sirtu Di


Daerah Penyelidikan

Sumber Daya
Lokasi Luas Cadangan Terkira
Terunjuk

Sungai 10 ha 507.878 M3 507.878 M3


Labuan
BAB V

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil penyelidikan dan perhitungan cadangan,Wilayah


Study PT. Tri Remethana Labuan merupakan area yang sangat potensial
untuk dilakukan penambangan Bahan galian Sirtu.
2. Pekerjaan eksplorasi meliputi:- Pemetaan geologi lokal- Pemetaan
topografi- Perhitungan Potensi Sumberdaya dan Cadangan

3. Materai tersuspensi setiap harinya 8,771 M3/ Hari.


4. Sumber daya Terunjuk pada wilayah prospek IUP PT. Tri Remethana
Labuan Sebesar 507.878 M3
5. Cadangan Terkira untuk wilayah prospek dengan luas 10 Ha adalah
507.878M3

Anda mungkin juga menyukai