Anda di halaman 1dari 10

Dokumen STUDI KELAYAKAN

Tambang Sirtu PT. ABC


Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

BAB III
GEOLOGI DAN KEADAAN ENDAPAN

3.1 Geologi Regional


Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi
menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona Antiklinorium
Bogor, Zona Gunungapi Kuarter, Zona Depresi Tengah Jawa Barat, Kubah dan
Pegunungan pada Zona Depresi Tengah, dan Zona Pegunungan Selatan yang kemudian
digambarkannya menjadi sebuah peta fisiografi. Dalam peta fisiografis daerah Jawa Barat
(Van Bemmelen, 1949) daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Antiklinorium Bogor.

Daerah Penelitian

Gambar 3.1
Peta Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949). Fisiografi Jawa Barat dibagi ke
dalam enam zona, yaitu Zona Gunungapi Kuarter, Zona Dataran Aluvial Jawa Barat
Utara, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Kubah dan Pegunungan, Zona Depresi Tengah
Jawa Barat, Dan Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat.

Zona Antiklinorium Bogor merupakan zona yang terbentang berarah barat- timur
dengan perlipatan yang intensif dan sesar naik ke arah utara. Zona yang memanjang
berarah barat-timur ini memanjang melewati Rangkasbditung, Bogor, Purwakarta,
hingga perbatasan Dayeuh luhur — Majenang. Zona ini memiliki kenampakan morfologi

22
Dokumen STUDI KELAYAKAN
Tambang Sirtu PT. ABC
Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

yang berbukit-bukit yang memperlihatkan bahwa zona ini telah terlipat kuat.
Cekungan Bogor yang pada Kala Eosen Tengah-Oligosen merupakan cekungan
depan busur magmatik, berubah menjadi cekungan belakang busur magmatik pada kala
Miosen Awal-Pliosen. Pada Plio-Plistosen, sebagian Cekungan Bogor terangkat menjadi
daratan dan merupakan jalur magmatis aktifitas vulkanisme, dan hal tersebut
mengakibatkan adanya endapan-endapan Gunungapi Kuarter (Martodjojo, 1984).
Berdasarkan sejarah cekungan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa zona
antiklinonium bogor terdiri dari perlapisan-perlapisan berumur Miosen yang kemudian
terlipatkan kuat pada masa Plio-Plistosen yang kemudian pada sebagian kecilnya ditutupi
oleh endapan gunungapi kuarter
Daerah penelitian terletak di Pulau Jawa yang merupakan bagian dari sistem
busur kepulauan yang kemenerusannya dapat ditarik dari Burma di sebelah baratlaut
Andaman, Sumatra, sampai ke Lengkung Banda di Indonesia bagian timur
(Koesoemadinata, 1985). Interaksi konvergen antara Lempeng Samudera Hindia-
Australia dengan Lempeng Eurasia menghasilkan sistem busur kepulauan ini. Interaksi ini
terjadi dengan Lempeng Samudera Hindia-Australia bergerak ke utara yang menunjam ke
bawah tepian Benua Eurasia yang relatif tidak bergerak (Asikin, 1992).
Interaksi konvergen ini juga menyebabkan terbentuknya jalur subduksi yang
berkembang semakin muda ke arah baratdaya-selatan dan ke arah utara (Katili, 1975 op
cit. Asikin, 1992). Pada zaman Kapur-Paleosen, jalur subduksi ini dapat ditelusuri dari
Jawa Barat bagian selatan (Ciletuh), Pegunungan Serayu (Jawa Tengah), dan Laut Jawa
bagian timur sampai ke bagian tenggara Kalimantan dengan jalur magmatik yang
terdapat pada daerah lepas Pantai Utara Jawa. Jalur subduksi ini akan membentuk
punggungan bawah permukaan laut yang terletak di selatan Pulau Jawa selama Zaman
Tersier. Hal ini menunjukkan pada akhir Zaman Kapur hingga Oligo- Miosen terjadi
pergerakan jalur subduksi ke arah selatan. Pada Zaman Neogen sampai Kuarter, jalur
magmatik Pulau Jawa kembali bergerak ke arah utara dengan jalur subduksi yang relatif
tidak bergerak. Hal ini menunjukkan pada Zaman Neogen penunjamannya lebih landai
dibanding dengan pada Zaman Paleogen.

Menurut Martojojo dan Pulunggono (1994), secara umum di Pulau Jawa terdapat
tiga arah kelurusan struktur yang dominan (Gambar 3.2), yaitu :

- Pola Meratus yang berarah timurlaut-baratdaya, diwakili oleh Sesar Cimandiri dan
Sesar Naik Rajamandala di Jawa Barat. Pola ini mengikuti pola busur yang berumur
Kapur yang menerus hingga Pegunungan Meratus di Kalimantan (Katili, 1974).

23
Dokumen STUDI KELAYAKAN
Tambang Sirtu PT. ABC
Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

- Pola Sunda yang berarah utara-selatan, diwakili oleh Sesar Cidurian dan sesar - sesar
yang berada di daerah Leuwiliang (Martodjojo, 1984). Di lepas pantai utara Jawa
Barat pola ini merupakan pola yang paling dominan.
- Pola Jawa yang berarah barat-timur, diwakili oleh sesar-sesar naik seperti Baribis,
serta sesar-sesar naik di dalam Zona Bogor pada zona fisiografi Van Bemmelen
(1949).

Gambar 2.2
Pola Struktur Pulau Jawa (Martodjojo dan Pulonggono, 1994). Pola struktur jawa menurut
Martodjojo dan Pulonggono (1994) dibagi menjadi 3, yakni pola meratus yang mengikuti pola
busur yang berumur Kapur dan menerus hingga Pegunungan Meratus, pola sunda yang
dominan di pantai utara Jawa Barat, dan pola jawa.

Jawa Barat memiliki tatanan tektonik yang lebih rumit dan tidak memiliki arah
umum tektonik seperti halnya Sumatra. Pola struktur pada bagian timur Jawa Barat
memiliki arah baratlaut — tenggara, pada daerah Banten berarah baratdaya-timurlaut,
sedangkan pada dataran rendah Jakarta pola strukturnya berarah utara-selatan. Pada
bagian tengah Jawa Barat, sebelah barat dari Bandung, pola stukturnya memiliki arah
baratdaya-timurlaut. Hal ini dapat dilihat pada punggungan Rajamandala yang
kemenerusannya dapat ditarik dari Sukabumi hingga Lembah Cimandiri di daerah

24
Dokumen STUDI KELAYAKAN
Tambang Sirtu PT. ABC
Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

Pelabuhan Ratu. Tatanan tektonik yang rumit dan tidak memiliki pola umum ini
menunjukan struktur batuan dasar yang diperkirakan tersusun atas blok-blok batuan
yang saling bergerak satu sama lain dan tersesarkan (Koesoemadinata, 1985)
Berdasarkan struktur regional, daerah penelitian memiliki arah kelurusan utara-
selatan yang merupakan Pola Sunda. Arah kelurusan utara-selatan ini mengacu pada
Sesar Mendatar Cidurian dan juga Sesar Mendatar Cikaniki. Menurut Martodjojo (1984),
Sesar Mendatar Cidurian mempengaruhi terbentuknya Antiklin Jasinga yang terletak di
sebelah barat daerah penelitian dan Antiklin Leuwiliang yang berada di daerah
penelitian.
3.1.1 Stratigrafi Regional
Menurut Martodjojo (1984), wilayah Jawa Barat dapat dibagi menjadi tiga
mandala sedimentasi, yaitu :

- Mandala Paparan Kontinen Utara terletak pada lokasi yang sama dengan Zona
Dataran Pantai Jakarta pada pembagian zona fisiografi Jawa Bagian Barat oleh van
Bemmelen (1949). Mandala ini dicirikan oleh endapan paparan yang umumnya
terdiri dari batugamping, batulempung, dan batupasir kuarsa, serta lingkungan
pengendapan umumnya laut dangkal dengan ketebalan sedimen dapat mencapai
5000 m.
- Mandala Sedimentasi Banten hanya diketaui dari sedikit data. Pada Tersier Awal,
mandala ini cenderung menyerupai Mandala Paparan Kontinen, sedangkan pada
saat Tersier Akhir, ciri dari mandala ini sangat mendekati Mandala Cekungan Bogor.
- Mandala Cekungan Bogor terletak di selatan Mandala Paparan Kontinen Utara. Pada
pembagian zona fisiografi Jawa Barat van Bemmelen (1949), mandala ini meliputi
Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Mandala ini merupakan
mandala sedimentasi yang dicirikan oleh endapan aliran gravitasi, yang kebanyakan
berupa fragmen batuan beku dan batuan sedimen, seperti andesit, basalt, tuf, dan
batugamping. Ketebalan sedimen diperki rakan lebih dari 7000 m.

Berdasarkan pembagian mandala sedimentasi di atas, daerah penelitian terletak


pada Mandala Cekungan Bogor. Mandala Cekungan Bogor menurut Martodjojo (1984)
mengalami perubahan dari waktu ke waktu sepanjang zaman Tersier—Kuarter. Mandala
ini terdiri dari tiga siklus pengendapan. Pertama-tama diendapkan sedimen laut dalam,
kemudian sedimen darat yang berangsur berubah menjadi sedimen laut dangkal, dan
yang terakhir diendapkan sedimen dengan mekanisme aliran gravitasi. Siklus pertama
dan kedua sedimen berasal dari utara, sedangkan siklus ketiga berasal dari selatan. Lebih
lanjut, Martodjojo (1984) telah membuat penampang stratigrafi terpulihkan utara-

25
Dokumen STUDI KELAYAKAN
Tambang Sirtu PT. ABC
Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

selatan di Jawa Barat (Gambar 2.3).

Benta
ng

Bojonglop
ang
Cimandiri

= Kisaran
Umur
= Daerah
Penelitian

Gambar 3.3
Penampang Stratigrafi Utara-Selatan Jawa Barat (Martodjojo, 1984). Daerah
penelitian terletak di sebelah timur penampang stratigrafi pada gambar ini.
Hanya sebagian daerah penelitian yang terlihat yakni Formasi Cibulakan.

Menurut Martodjojo (1984), Mandala Cekungan Bogor didasari oleh kompleks


batuan yang terdiri dari batuan beku dan metamorf yang berumur Kapur sampai Eosen
Awal yang merupakan batuan tertua pada mandala ini. Kompleks batuan tersebut adalah
melange yang merupakan suatu prisma akresi sejak Kapur sampai Eosen.
Di sebelah selatan cekungan, Mandala Cekungan Bogor didasari oleh kompleks
melange yang berumur Kapur sampai Eosen. Di atas kompleks melange tersebut
diendapkan Formasi Ciletuh yang diperkirakan berumur Eosen Awal dan merupakan
endapan laut dalam (pond deposit) dengan litologi berupa lempung dan pasir kuarsa
dengan sisipan breksi, kaya fragmen batuan metamorf dan beku ultrabasa. Di atas

26
Dokumen STUDI KELAYAKAN
Tambang Sirtu PT. ABC
Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

Formasi Ciletuh diendapkan Formasi Bayah secara selaras yang tersusun dari batupasir
kuarsa dan batulempung dengan sisipan batubara. Formasi yang terendapkan pada l i
ngkungan darat sampai laut dangkal ini diperkirakan berumur Eosen Tengah-Eosen Akhir.
Puncak pendangkalan di sebagian atau seluruh Pulau Jawa diperkiraan terjadi bersamaan
dengan pembentukan Formasi Bayah.
Dan Formasi Batuasih diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Bayah.
Formasi ini diperkirakan berumur Oligosen Awal. Ciri litologi formasi ini adalah lempung
napalan dengan sisipan pasir kuarsa. Pada beberapa horison terdapat napal yang kaya
foraminifera plankton, foraminifera bentos, dan juga moluska. Bagian teratas dari
Formasi Batuasih lebih bersifat gampingan dan mengandung lensa-lensa gamping
kalkarenit. Dari ciri batuannya dapat disimpulkan bahwa lingkungan pengendapannya
adalah transisi sampai laut dangkal.
Pada Oligosen Akhir sampai awal Miosen diendapkan Formasi Rajamandala, yang
memiliki nama lain berupa Batugamping Tagogapu (Leopold dan van der Vlerk, 1931 op
cit. Martodjojo, 1984) dan Satuan Gamping Terumbu (Effendi, 1974 op cit. Martodjojo,
1984). Bagian bawah formasi ini memiliki hubungan menjemari dengan Formasi Batuasih
dan keduanya terletak tidak selaras di atas Formasi Bayah, tetapi di Teluk Bayah formasi
ini tidak ditemukan. Formasi ini hanya terdiri dari gamping yang kadang-kadang
berkembang sebagai terumbu. Penyebaran dari satuan ini hanya terdapat pada jalur
tertentu, memanjang dari Citarate di Bayah-Sukabumi, dan menerus ke Rajamandala,
sehingga disimpulkan pada waktu Formasi Rajamandala diendapkan, daerah poros
Citarate-Sukabumi-Rajamandala merupakan pinggir dari suatu cekungan, berbatasan
dengan daratan di selatan Ciletuh. Dari sistem terumbu yang ada menunjukkan arah laut
terbuka ke utara (Martodjojo, 1984).

Sejak Miosen Awal sampai Miosen Akhir di Cekungan Bogor diendapkan endapan
aliran gravitasi. Pada Miosen Awal, di daerah selatan diendapkan Formasi Jampang yang
terdiri dari breksi dan tuf, sedangkan di utaranya diendapkan Formasi Citarum yang
terdiri dari tuf dan greywacke. Kedua satuan ini merupakan satu sistem kipas laut dalam,
dengan Formasi Jampang adalah bagian dalam dan Formasi Citarum merupakan bagian
luar. Pada Miosen Tengah diendapkan Formasi Saguling berupa breksi yang ditutupi
secara selaras oleh Formasi Bantargadung berupa lempung dan greywacke berumur
Miosen Tengah bagian akhir. Endapan termuda di Cekungan Bogor berupa breksi,
berumur Miosen Akhir, termasuk Formasi Cigadung di bagian Lembah Cimandiri dan

27
Dokumen STUDI KELAYAKAN
Tambang Sirtu PT. ABC
Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

Formasi Cantayan di bagian utara cekungan. Di atas Formasi Cantayan diendapkan secara
tidak selaras Endapan Vulkanik Plio- Pliostosen—Resen (Martodjojo, 1984).
Di sebelah utara cekungan, batuan tertua yang dapat diteliti adalah batuan basalt
andesit dan tufa berumur Kapur hingga Eosen yang merupakan Formasi Jatibarang
(Arpandi dan padmosoekismo, 1975 op cit. Martodjojo, 1984). Di atas formasi ini
diendapkan secara tidak selaras Formasi Cibulakan yang berumur Miosen Tengan. Ciri
litologi formasi ini adalah berupa serpih karbonan berwarna coklat keabu- abuan dengan
sisipan lapisan batubara di bagian bawah, batugamping berwarna putih kotor dengan
sisipan serpih dan pasir tipis di bagian tengah, dan pasir gampingan berselang-seling
dengan napal dan lempung di bagian atas. Lingkungan pengendapan dari formasi ini
berupa marin dangkal. Di daerah Leuwiliang yang merupakan sebelah barat dari sebaran
formasi ini, formasi ini berubah facies menjadi Formasi Bojongmanik dengan lingkungan
pengendapan berupa daerah transisi antara pantai sampai lagoon. Formasi Bojongmanik
ini memiliki kisaran umur yang hampir sama dengan Formasi Cibulakan, yakni Miosen
Tengah ( N9 — N13 ) (Martodjojo, 1984).
Di atas Formasi Cibulakan diendapkan secara selaras Formasi Parigi yang berupa
satuan batugamping di Jawa Barat. Formasi Subang diendapkan secara selaras di atas
Formasi Parigi. Ciri litologi Formasi Subang berupa lempung berlapis yang semakin keatas
berubah menjadi pejal dan tak berlapis dan lempung berwarna coklat. Formasi Subang
ditutupi secara selaras oleh Formasi Kaliwangu yang umumnya terdiri dari batupasir dan
batulempung (Martojojo, 1984).
Secara lengkap formasi batuan yang menyusun lembar bogor adalah sebagai
berikut :

Qa Aluvium : Lempung, lanau, kerikil dan kerakal; terutama endapan sungai termasuk
pasir dan kerikil endapan pantai sepanjang Teluk Pelabuhanratu.
Qav Kipas Aluvium : Terutama lanau, batupasir, kerikil, dan kerakal dari batuan
gunungapi Kuarter, diendapkan kembali sebagai kipas aluvium.

LAJUR BOGOR

Tmtb Tuf dan Breksi : Tuf batuapung, breksi tufan bersusunan andesit, batupasir tuf,
batulempung tufan dengan kayu terkersikkan dan sisa tumbuhan, batupasir
berlapis silang.

Tmb Formasi Bojongmanik : Batupasir, tuf batuapung, napal dengan moluska,

28
Dokumen STUDI KELAYAKAN
Tambang Sirtu PT. ABC
Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

batugamping, batulempung dengan lempung bitumen dan sisipan lignit dan


sisa damar. Tebal satuan ini diperkirakan mencapai 550 m. Fosil dalam
batulempung adalah plankton yang menunjukan kisaran umur Miosen Tengah.
Satuan ini dikorelasikan oleh Silitonga (1965a) dengan Formasi Subang di
daerah Subang (Tjia, 1963 Sudjatmiko, 1972).
Tmbl Anggota Batugamping Formasi Bojongmanik : Batugamping mengandung moluska.
Satuan ini berupa lensa-lensa dalam Formasi Bojongmanik yang umurnya
setara dengan Miosen Tengah.
Tmcb Anggota Breksi Formasi Cantayan :Breksi aneka bahan dengan kepingan andesit
basal dan batugamping koral, sisipan batupasir, sela di bagian atas, tebal satuan
sampai 1700 m (Sudjatmiko, 1972). Anggota ini ditindih secara selaras oleh
Formasi Bojongmanik dan menindih selaras Formasi Klapanunggal. Umur
anggota breksi ini Miosen Tengah.
Tmk Formasi Klapanunggal : Terutama batugamping terumbu padat dengan
fonamanifera besar dan fosil-fosil lainnya termasuk moluska dan
echinodermata. Umur satuan ini diduga setara dengan Formasi Lengkong dan
Bojonglopang di Lajur pegunungan Selatan yakni Miosen Awal. Formasi ini
menjemari dengan Formsi Jatiluhur dan di bagian timur daerah ketebalannya
mencapai 500 m (Van Bemmelen, 1899 dan Aronymous 1939). Pada
penampang GH ketebalannya mungkin lebih dari 1800 m.
Tmj Formasi Jatiluhur : Napal dan serpih lempungan, dan sisipan batupasir kuarsa
bertambah pasiran ke arah timur. Bagian atas formasi ini menjemari dengan
Formasi Klapanunggal dan berumur Miosen Awal.

BATUAN GUNUNGAPI

Qvep Lava Gunung Endut-Prabakti : Andesit horenblenda, mengandung oligoklas


andesin, hipersten dan horenblenda.

BATUAN GUNUNGAPI GUNUNG SALAK


Qvsl Aliran lava, andesit basal dengan piroksen (augit)
Qvsb Lahar, breksi tufan dan lapili, bersusunan andesit basal, umumnya lapuk
sekali.
Qvst Tuf batuapung pasiran. Di dekat curug, tuf batuapung setempat dinamakan

29
Dokumen STUDI KELAYAKAN
Tambang Sirtu PT. ABC
Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

tras.

3.2 GEOLOGI LOKAL DAN SUMBERDAYA MINERAL

Secara geologi regional batuan pembentuk daerah penyelidikan seluruhnya


terbentuk dari Formasi cantayan (Tmcb), terdiri dari Breksi aneka bahan dengan
kepingan andesit basal dan batugamping koral, sisipan batupasir, sela di bagian atas,
tebal satuan sampai 1700 m (Sudjatmiko, 1972). Anggota ini ditindih secara selaras oleh
Formasi Bojongmanik dan menindih selaras Formasi Klapanunggal. Umur anggota breksi
ini Miosen Tengah.

Gambar 3.4
Peta Geologi Regional

Dari hasil pemetaan dan testpit diketahui bahwa daerah penyelidikan


mengandung sumberdaya Sirtu. Yang dimana sumberdaya tersebut merupakan hasil
lapukan dari batuan beku daerah tersebut serta material-material yang termigrasi dari
Gunung Paparean dan Gunung Batu Citak yang merupakan produsen utama material di

30
Dokumen STUDI KELAYAKAN
Tambang Sirtu PT. ABC
Ds. Sirnarasa Kec. Tanjungsari Kab. Bogor

regional wilayah penambangan tersebut. Iklim tropis yang terjadi di indonesia


mempengaruhi cuaca di daerah penelitian. Dengan curah hujan yang relatif tinggi
membuat laju pelapukan material yang tinggi di ikuti dengan pergerakan lempeng yang
relatif aktif membuat banyak struktur yang terbentuk di wilayah tersebut yang dapat
menjadi kan penyebab utama terbentuknya suatu kejadian geologi yang menimbulkan
terbentuk endapan sumberdaya sirtu di lokasi tersebut.

3.3 PENYELIDIK DAN HASIL PENYELIDIKAN TERDAHULU

Beberapa penyelidik terdahulu yang telah melakukan penyelidikan dan


mencakup daerah Musi Banyuasin, diantaranya :

- S. Oetomo Poetro dan W Sujana (1994), dari Pusat Pengembangan dan Penelitian
Geologi Bandung, hasilnya telah diterbitkan Peta Geologi Lembar Palembang skala
1 : 250.000,
- Bakosurtanal (1986), telah melakukan pemetaan topogarfi dan membuat Peta Rupa
Bumi Palembang, dengan skala 1 : 250.000.

Gambar 3.5
Daerah Penyelidikan PT. ABC

31

Anda mungkin juga menyukai