Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH INTERPRETASI SEISMIK

MENGGUNAKAN APLIKASI PETREL

Disusun Oleh :

Muh.Rifki Alfayed (1901189)


Muhammad Fauzi (1901173)

Deyana Kiss Faragiana (1901174)


Luis Mendila (1901195)

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN SEKOLAH TINGGI

TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI BALIKPAPAN


2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur tercurah atas segala nikmat yang telah dilimpahkan oleh
pemilik ilmu yang maha luas Allah SWT kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
Laporan Mata Kuliah Interpretasi Seismik, sebagai persyaratan untuk memenuhi
kurikulum Tahun Akademik 2022 dalam menyelesaikan ujian tengan semester Mata
Kuliah Unconventional Hydrocarbon di Jurusan S1 Teknik Perminyakan , STT Migas
Balikpapan.

Begitu banyak rasa terimakasih yang ingin penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah berperan dan membantu penulis dalam penyelesain makalah ini.

Selanjutnya penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif kreatif demi
kesempurnaan didalam berbagai aspek dari makalah ini. Penulis juga meminta maaf yang
sebesar - besarnya atas kesalahan yang masih terdapat dalam makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua rekan-rekan yang membacanya.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam melakukan studi untuk menemukan cadangan hidrokarbon, diperlukan beberapa


pendekatan ilmu. Salah satu hal yang paling krusial adalah dengan menggambarkan kondisi
bawah permukaan dengan bantuan aplikasi agar dapat memprediksi serta menentukan letak
zona yang paling potensial.

Aplikasi petrel adalah salah satu aplikasi yang dibuat oleh perusahaan sahlumberger yang
diperuntukan untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan.Petrel dapat membantu dalam
melakukan interpretasi data geofisika di bidang Oil & Gas. Interpretasi awal yang dilakukan
pada penampang seismik adalah piaking fault dan piaking horizon. Piaking fault yaitu
menganalisa keberadaan sesar pada penampang vertikal berdasarkan tidak menerusan defelsi
seismik. Sedangkan piaking horizon yaitu menganalisa kemenerusan lapisan dengan melihat
kemenerusan defleksi seismik yang dibantu dengan keberadaan sesar dan marker pada data
sumur. Selanjutnya dilalakukan konversi terhadap domain waktu menjadi domain kedalaman
agar penentuan mengenai kedalaman sebenarnya lebih mudah. Terakhir adalah dengan bantuan
attribute seismia pada software, dapat memudahkan melakukan interpretasi berdasarkan melihat
sudut pandang lain dari salah satu parameter seismik. Semua proses di atas akan mudah
dilakukan karena Petrel mampu menampilkan hasil secaara 2D, 3D maupun berupa sliae
(berdasarkan kedalaman atau horizon)..

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara menginput data kedalam aplikasi petrel

2. Bagaimana cara melakukan picking horizon pada aplikasi petrel

1.3 Tujuan

1. Mengerti konsep dasar tentang aplikasi petrel.

2. Mengerti dan faham menentukan picking horizon.


BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geologi Regional

2.1.1 Fisiografi Regional Jawa Barat ( Zona Bogor)

Zona ini membentang mulai dari Rangkasbitung melalui Bogor, Purwakarta, Subang,
Sumedang, Kuningan dan Manjalengka. Daerah ini merupakan perbukitan lipatan yang
terbentuk dari batuan sedimen tersier laut dalam membentuk suatu Antiklonorium, dibeberapa
tempat mengalami patahan yang diperkirakan pada zaman Pliosen-Plistosen sezaman dengan
terbentuknya patahan Lembang dan pengangkatan Pegunungan Selatan. Zona Bogor sekarang
terlihat sebagai daerah yang berbukit-bukit rendah di sebagian tempat secara sporadis terdapat
bukit-bukit dengan batuan keras yang dinamakan vulkanik neck atau sebagai batuan intrusi
seperti Gunung Parang dan Gunung Sanggabuana di Plered Purwakarta, Gunung Kromong dan
Gunung Buligir sekitar Majalengka. Batas antara zona Bogor dengan zona Bandung adalah
Gunung Ciremai (3.078 meter) di Kuningan dan Gunung Tampomas (1.684 meter) di
Sumedang.

Gambar 3.1. Peta Geologi Regional Jawa Barat

2.1.2 Stratigrafi Regional

Mandala Cekungan Bogor Mandala ini terletak di selatan Mandala Paparan


Kontinen yang meliputi beberapa Zona Fisiografi van Bemmelen (1949), yakni:
Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Ciri mandala ini
berupa endapan aliran gravitasi, yang umumnya berupa fragmen batuan beku dan
batuan sedimen, seperti: andesit, basalt, tuf, dan batugamping, dengan ketebalan
diperkirakan lebih dari 7000 m.

Gambar 3,2 Penampang Stratigrafi Terpulihkan Utara-Selatan Jawa Barat


(Martodjojo 1984)

Menurut Martodjojo (1984), formasi tertua yang menjadi dasar dari Mandala Cekungan
Bogor yaitu Formasi Ciletuh yang berumur Eosen Awal. Formasi ini diendapkan diatas
kompleks Mélange Ciletuh. Ciri litologi formasi ini berupa batulempung dan batupasir kuarsa
dengan sisipan breksi, kaya fragmen batuan metamorf dan batuan beku ultrabasa. Bagian bawah
dari formasi ini ditafsirkan sebagai endapan lereng atas dari suatu sistem akresi, berubah secara
berangsur menjadi ke menjadi endapan linkungan laut dangkal di bagian atasnya. Pada Eosen
Awal diendapkan pula Formasi Jatibarang dengan ciri batuan beku, tufa, dan sisipan
batugamping.

Pada umur Eosen Tengah sampai akhir diendapkan secara selaras Formasi Bayah diatas Formasi
Ciletuh yang memiliki ciri litologi batupasir kuarsa dan batulempung sisipan batubara. Menurut
Martodjojo (1984) diperkirakan lingkungan pengendapan formasi ini yaitu darat sampai laut
dangkal. Kemudian pada Oligosen Akhir diendapkan secara tidak selaras Formasi Batuasih
dengan ciri litologi batulempung, napal sisipan batupasir kuarsa. Berdasarkan ciri batuannya,
diperkirakan lingkungan pengandapan Formasi Batuasih adalah lingkungan transisi.

Bersamaan dengan Formasi Batuasih, pada Oligosen Akhir sampai Miosen Awal diendapkan
Formasi Rajamandala secara tidak selaras diatas Formasi Bayah dan secara lateral bagian bawah
Formasi Rajamandala menjari dengan Formasi Batuasih (Martodjojo, 1984). Formasi
Rajamandala memiliki ciri litologi berupa batugamping berlapis, dan di beberapa tempat
berkembang sebagai terumbu (Ps. Pabeasan dan Tjahyo Hadi, 1972 dalam Martodjojo, 1984).
Secara lateral jenis batugamping formasi ini banyak berubah. Lingkungan pengendapan
Formasih Rajamandala yaitu laut dangkal.

Pada Miosen Awal diendapakan Formasi Citarum dengan litologi batulempung napalan, napal,
batupasir, hingga batupasir konglomerat, dengan mekanisme pembentukannya yaitu aliran
gravitasi. Pada saat yang sama diendapkan pula Formasi Jampang yang terdiri dari breksi dan tuf
di selatan Formasi Citarum. Diinterpretasikan kedua formasi tersebut merupakan satu sistem
kipas laut dalam.

Pada Miosen Tengah diendapkan Formasi Saguling dengan litologi breksi secara selaras diatas
Formasi Citarum dengan mekanisme endapan keruhbidit. Pada Miosen Tengah juga diendapkan
Formasi Cibulakan dengan ciri litologi berupa napal, batulempung, dan batulempung gampingan
secara tidak selaras diatas Formasi Jatibarang.

Kemudian pada Miosen Tengah — Akhir Formasi Saguling ditutupi secara selaras oleh
batulempung dan greywacke anggota Formasi Bantargadung. Kemudian Formasi Bantargadung
ditutupi oleh breksi Formasi Cigadung dan breksi Formasi Cantayan di utara. Kedua formasi
tersebut kemudian ditutupi secara tidak selaran oleh endapan gunungapi kuarter. Pada Miosen
Akhir diendapkan pula batugamping Formasi Parigi secara selaras diatas Formasi Cibulakan.
Diatas Formasi Parigi diendapkan batulempung dan napal menyerpih anggota Formasi Subang
berumur Miosen Akhir yang kemudian ditutupi oleh Formasi Kaliwangu berupa batulempung,
batupasir, napal, dan sisipan konglomerat berumur Pliosen Awal. Kemudian pada Pliosen Akhir
— Pleistosen Awal diendapkan Formasi Citalang diatas Formasi Kaliwangu berupa batupasir,
konglomerat, dan breksi yang berasal dari lidah Formasi Tambakan berumur Pleistosen Awal
2.1.3. Struktur Regional

Pula Jawa merupakan busur kepulauan yang mana pembentukan dan pola strukturnya
diakibatkan oleh interaksi konvergen antara Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan
Lempeng Pasifik. Menurut Hamilton (1979), terjadi pergerakan ke arah utara dari Lempeng
Indo-Australia, pergerakan ke arah baratlaut Lempeng Pasifik, dan Lempeng Eurasia relatif tidak
bergerak. Pergerakan ke arah utara Lempeng Indo-Australia menyebabkan terjadinya
penunjaman ke bawah Lempeng Eurasia.

Menurut Pulunggono dan Martodjojo (1994), secara regional pola struktur yang berkembang di
Jawa Barat tebagi menjadi tiga pola struktur berdasarkan arah kelurusan dominannya, yaitu:

 Pola Meratus berarah baratdaya-timurlaut, diwakili Sesar Cimadiri di Jawa Barat, yang
dapat diikuti ke timurlaut sampai batar timur Cekungan Zaitun dan Cekungan Biliton.

 Pola Sunda berarah utara-selatan, diwakili sesar-sesar yang membatasi Cekungan Asri,
Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna.

 Pola Jawa berarah barat-timur, diwakili sesar-sesar naik seperti Sesar Baribis, serta sesar-
sesar naik di dalam Zona Bogor pada zona fisiografi van Bemmelen (1949).
Gambar 3.3 Pola struktur umum Jawa Barat (Pulunggono dan Martodjojo, 1984)

Berdasarkan sketsa pola struktur umum di Jawa Barat (Pulunggono dan Martodjojo, 1994) serta
Peta Geologi Lembar Bandung (Silitonga, 1973), pola struktur yang berkembang di daerah
penelitian yaitu Pola Sunda dan Pola Jawa. Pola Sunda yang ada di daerah penelitian diwakili
oleh sesar mengiri dengan jurus berarah utara-selatan, sementara Pola Jawa diwakili oleh
antiklin dengan sumbu antiklin berarah cenderung barat-timur
BAB III

DASAR TEORI

2.1 Metode geofisika

Dalam penelitian geofiska yang mana bertujuan untuk mengetahui kondisi bawah
permukaan bumi yang melibatkan pengukuran di atas permukaan bumi dimana menggunakan
parameter-parameter fisika yang dimiliki oleh batuan di dalam bumi. Hasil dari data tersebut
berupa pengukuran yang dimana dapat diperoleh bagaimana sifat-sifat dan kondisi dibawah
permukaan bumi baik itu secara vertical maupun horizontal. Dalam geofisika data pengamatan
merupakan respons kondisi geologi bawah permukaan. Respon tersebut timbul karena adanya
variasi parameter fisika yang merefleksikan formasi atau struktur geologi bawah permukaan.
Dimana dari beberapa metode geofisika salah satunya yang dibahas adalah metode seismik.

2.1.1 Metode seismik

Metode seismik merupakan metode geofisika yang sering digunakan dalam


mencitrakan kondisi bawah permukaan bumi, terutama dalam tahap eksplorasi
hidrokarbon dengan menggunakan prinsip perambatan gelombang mekanik. Prinsip
metode seismik yaitu pada tempat atau tanah yang akan diteliti dipasang geophone
yang berfungsi sebagai penerima getaran. Sumber getar antara lain bisa ditimbulkan
oleh ledakan dinamit atau suatu pemberat yang dijatuhkan ke tanah (Weight Drop).
Gelombang yang dihasilkan menyebar ke segala arah. Ada yang menjalar di udara,
merambat di permukaan tanah, dipantulkan lapisan tanah dan sebagian juga ada yang
dibiaskan, kemudian diteruskan ke geophone-geophone yang terpasang
dipermukaan.
Gambar. 3.1. Sketsa survei seismik (Landmark, 1995)
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Interpretasi Data Seismik

Interpreatsi seismik merupakan salah satu tahap penting dalam eksplorasi hidrokarbon
dimana dilakukan pengkajian, evaluasi, pembahasan data seismik hasil pemprosesan ke
dalam kondisi geologi yang mendekati kondisi geologi bawah permukaan sebenarnya
agar lebih mudah untuk dipahami. Dalam interpretasi seismik struktur geologi pada
kondisi geologi bawah permukaan merupakan bagian yang sangat menarik untuk diamati
serta menginterpretasi proses kejadiannya. Dari struktur geologi hal yang sangat penting
untuk dianalisis secara objektif dalam berbagai kegiatan yang erat kaitannya dari mulai
eksplorasi hingga eksploitasi.

Gambar 4.1 Original Seismik

Seperti dari data seismic yang diberikan yang mana merupakan hasil data dari
daerah Jawa Barat Zona Bogor. Dilihat dari geologi regionalnya daerah Cekungan
Bogor dan beberapa hasil penelitian merupakan daerah yang berpotensi mengandung
hidrokarbon. Dari data geologi regionalnya wilayah tersebut didominasi oleh
perselingan antara formasi batu pasir dengan lempung dan reservoir batu pasir berisi
proven crude oil. Yang diperjelas dengan data seismic yang dimana dari data tersebut
terlihat terdapat patahan yang dimana patahan tersebut bisa menjadi

jalur migrasi dari hidrokarbon. Dari data original seismic ini kami menentukan patahan
yang ditandai dengan garis berwarna kuning.

Gambar 4.2 Picking Horizon

Dari data seismik yang diberikan yang dapat terlihat bahwa terdapat lapisan yang
tidak menerus yang mungkin disebabkan oleh adanya fault. Kemudian dari data sesimik
tersebut kami melakukan picking horizon yang dimana picking tersebut sangat penting
untuk menginterpretasi yang dimana nantinya akan diperoleh hasil pengamatan yang
spesifik seperti berupa bentukan permukaan dan struktur. Sehingga dari data seismic
kami membuat 3 picking horizon dimana kami memilih daerah tersebut karena dari data
seismic dapat dilihat nilai amplitudo yang cukup kontras serta lapisan dari ketiga picking
yang kami pilih memiliki lapisan yang selaras namun lapisan tersebut tidak menerus yang
diakibatkan oleh adanya patahan. Dari hasil picking tersebut yang kemudian kami
mengkorelasikan dengan menggunakan atribut seismic yang dimana kami menggunakan
atribut seismic yaitu RMS. Dari atribut tersebut dapat memperkuat argument yang
dimana daerah tersebut berpotensi adanya hidrokarbon.
Gambar 4.3 Horizon time Slice Time Pickine 1

Gambar 4.4 Horizon Slice Time Picking 2


Gambar 4.5 Horizon Slice Time Picking 3

Dari gambar horizon slice time yang terdapat dalam 3D grid depth model
merupakan hasil dari picking data original seismik yang telah dikonversi
sebelumnya. Dalam model tersebut juga dapat ditentukan pemilihan atau
filter patahan berdasarkan masing-masing horizon yang dibentuknya dari
gambar 4.3, gambar 4.4 dan gambar 4.5.

Gambar 4.6 Peta Kontur Surface 1 Seismic Horizon 64


Gambar 4.7 Peta Kontur Surface 2 Seismic Horizon 32

Gambar 4.8 Peta Kontur Surface 3 Seismic Horizon 16


Umumnya, setiap kontur dalam sebuah peta kontur akan menggambarkan
ketinggian permukaan bumi dengan kelipatan bilangan tertentu yang
menunjukkan tingkat ketelitian peta kontur tersebut. Sebuah peta kontur yang
memiliki tingkat ketelitian 50m akan memiliki kontur–kontur dengan
ketinggian 50m, 100m, 150m, 200m, dan seterusnya. Peta kontur pada gambar
1 adalah peta kontur dengan tingkat ketelitian 50m. Saat ini peta kontur pada
umumnya diperoleh dan disimpan melalui pemrosesan digital menggunakan
komputer (selanjutnya disebut peta kontur digital). Peta kontur digital
kemudian dapat disajikan dalam bentuk tercetak di atas suatu media seperti
kertas atau langsung di layar monitor komputer.

Pada gambar 4.6 , 4.7 dan 4.8 Yaitu surface 1,2 dam 3,. Jadi bentuk
kontur yang ada pada gambar 4.6, 4.7 dan 4.8 seperti itu, karena
ketinggisn tiap vertexnya telah disesuaikan dengan ketinggian peta
kontur , yang dapat menggambarkan kontur permukaan bumi secara tiga
dimensi.

Setelah mengidentifikasi penampang dalam data seismic yang


diendapkan oleh material sedimen darat dengan lapisan batu pasir yang tebal
yang dapat diindaksikan dengan adanya lapisan yang berpotensi adanya
reservoir yang dimana dapat diperkuat dengan data geologi regional.
Map

Country Scale
1:50000

Block Contour inc


50

License User Name


RIfki

Model Name Date


04/24/2022

Horizon Name Signature

Gambar 4.9 Kenampakan brightspot pada


surface Map atribut RMS amplitude horison R2.

Country Scale
1:50000

Block Contour inc


50

License User Name


RIfki

Model Name Date


04/24/2022

Horizon Name Signature

Gambar 4.10 Kenampakan brightspot pada


surface atribut RMS amplitude horison R2.
Map

Country Scale
1:50000

Block Contour inc


50

License User Name


RIfki

Model Name Date


04/24/2022

Horizon Name Signature

Gambar 4.11 Kenampakan brightspot pada surface atribut RMS amplitude horison R2.

Dan dari data picking horizon dengan ditambahkannya seismik atribut dapat
diasumsikan adanya patahan serta data seismic yang terdapat bright spot yang dapat
dijadikan indikasi awal tentang adanya indikasi hidrokarbon. Dimana dalam aplikasi ini
kami menggunakan atribut seismic yaitu RMS. Dari atribut tersebut dapat memperkuat
argument yang dimana daerah tersebut berpotensi adanya hidrokarbon.Oleh karena itu
dari penggunaan seismic atribut tersebut dapat memperjelas apa-apa saja yang terjadi
seperti adanya patahan. Yang mana untuk membantu mempermudah menganalisis dan
menginterpretasikan gambaran kondisi geologi bawah permukaan.
BAB V

KESIMPULAN

Dari pembahasan materi diatas dapat disimpulkan bahwa jawa barat zona bogor
merupakan daerah yang diendapkan oleh material sedimen yang memiliki ciri litologi
batupasir kuarsa dan batulempung sisipan batubara yang dapat diindaksikan dengan
adanya lapisan yang berpotensi adanya reservoir yang dimana dapat diperkuat dengan
data geologi regional.

Dan dari data picking horizon dengan ditambahkannya seismik atribut dapat
diasumsikan adanya patahan serta data seismic yang terdapat bright spot yang dapat
dijadikan indikasi awal tentang adanya indikasi hidrokarbon. Dimana dalam aplikasi ini
kami menggunakan atribut seismic yaitu RMS. Dari atribut tersebut dapat memperkuat
argument yang dimana daerah tersebut berpotensi adanya hidrokarbon.Oleh karena itu
dari penggunaan seismic atribut tersebut dapat memperjelas apa-apa saja yang terjadi
seperti adanya patahan. Yang mana untuk membantu mempermudah menganalisis dan
menginterpretasikan gambaran kondisi geologi bawah permukaan.

Dari hasil interpretasi kami dengan melakukan 3 pickingan horizon, dimana


pickingan yang berpotensi mengandung hidrokarbon yaitu pickingan horizon ke-1. Yang
mana dapat dilihat dari penggunaan atribut rms yang memperjelas adanya patahan pada
horizon tersebut yang dimana patahan tersebut bias menjadi jalur migrasi dari
hidrokarbon tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Geologi & Hidrogeologi Regional. Geologi regional merupakan informasi…


| by Rakha Azmandika | Geologi dan Hidrogeologi Daerah Talagasari,
Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang | Medium

Geologi Regional Jawa Barat (amuzigi.com)

https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jgt/article/download/10262/6097

Anda mungkin juga menyukai