Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu geologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang dinamika dan
komponen fisik pembentukan bumi dan juga sejarah pembentukan bumi. Pada ilmu
geologi, salah satu hal yang dipelajari ialah mengetahui dan mempelajari batuan,
mineral, struktur geologi, morfologi, dan sebagainya. Geologi sebagai ilmu yang
mempelajari bumi, mempunyai peranan penting di dalam bidang pertambangan
terutama dalam penataan lingkungan daerah pertambangan, yang kajian utamanya
adalah membahas karakteristik fisik dan kimiawi lingkungan pertambangan yang
meliputi aspek-aspek klimatologi, geomorfologi, geologi, dan hidrogeologi. Bentuk
roman muka bumi (bentang alam) yang sesuai untuk suatu kawasan pertambangan
ditentukan berdasarkan hasil pengamatan terhadap lansekap lapangan yang meliputi
relief, kemiringan lereng, ketinggian daerah (elevasi), pola pengaliran sungai,
litologi, dan struktur geologi yang berkembang. Pembukaan kawasan pertambangan
pada daerah dengan morfologi curam/terjal perlu ditunjang oleh beberapa kegiatan
geologi teknik/hidrogeologi seperti pemeliharaan stabilitas lereng (slope stability)
dan penirisan (dewatering), untuk menghidari terjadinya longsor/runtuhan akibat
dibukanya jalan (road cuts) dan sistem penambanga yang diterapkan. Dalam suatu
operasi pertambangan, perlu dipertimbangkan faktor dampak negative yang dapat
ditimbulkan oleh pengambilan tanah penutup, batuan dan mineral-mineral ekonomis.
untuk dapat mempelajari hal tersebut, maka diadakan kuliah lapangan (fieldtrip)
yang dilaksanakan di kampus lapangan di Dusun Paludda Desa Patappa
Kecamatan Pujananting Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Kuliah
lapangan ini diadakan sebagai syarat dari mata kuliah dan laboratorium geologi dasar
dan merupakan suatu ajang atau media pembelajaran tentang bagaimana cara dalam
pengambilan data atau sampel di lapangan khususnya data regional dan bagaimana
proses dalam pengolahan data tersebut dan di analasis.
Sebagai calon sarjana Teknik Pertambangan maka kita dituntut untuk
memiliki pengetahuan dan skill tentang ilmu teknik pertambangan yang luas dan
memadai sehinggan hendaknya terus melaksanakan penelitian atau fieldtrip untuk
mengumpulkan data geologi sebanyak-banyaknya dan seaktual mungkin.
Bab I Pendahuluan - 1
1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari dilakukannya fieldtrip ini, yaitu sebagai bahan aplikasi
dari penerapan beberapa ilmu yang telah dipelajari pada saat melakukan praktikum
Geologi Dasar serta untuk melihat langsung objek dan proses-proses yang terjadi
dialam dan juga untuk mengetahui cirri-ciri yang terjadi di lapangan.
1.2.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya fieldtrip ini, yaitu agar :
a. Dapat mengetahui teknik pengambilan data dilapangan.
b. Mengetahui formasi di setiap stasiun.
c. Dapat mengetahui litilogi di setiap stasiun.

1.3 Alat dan Bahan

1.3.1 Alat
a. Mistar/penggaris
b. Busur derajat 360º
c. Papan standar
d. Palu Geologi
e. GPS
f. Kompas
g. Roll meter
h. Pita ukur
i. ATM (Alat Tulis Menulis)
j. Ponco (Jas hujan)
1.3.2 Bahan
a. Kertas A4
b. Buku lapangan
c. Kantong Sampel
d. HCL 0,5 M

Bab I Pendahuluan - 2
1.4 Waktu dan Kesampaian Daerah

Praktek/kuliah lapangan atau fieldtrip dilaksanakan pada hari jumat tanggal


13 mei 2022 sampai dengan tanggal 15 mei 2022. Di Dusun Paludda Desa Patappa
Kecamatan Pujinanting kabupaten Barru Provensi Sulawesi Selatan. Daerah ini dapat
ditempuh dengan mobil dan motor. Dari Fakultas Teknologi Industri Universitas
Muslim Indonesia menuju kampus lapangan. Jarak dari Makassar ke Barru dapat
ditempuh kurang lebih 5 jam dengan jarak kurang lebih 300 km.

Bab I Pendahuluan - 3
BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2.1 Geomorfologi Regional

Pada Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat (Rab. Sukamto,1982)


pegunungan bagian barat menempati hampir setengah luas daerah, yang melebar di
bagian selatan (50 kilometer) dan menyempit di bagian utara (22 kilometer) dengan
puncak tertingginya 1694 m dan ketinggian rata-ratanya 1500 meter dari permukaan
laut. Pembentuknya sebagian besar batuan gunung api. Di lereng barat dan di
beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi karst yang mencerminkan adanya
batugamping. Di antara topografi karst pada lereng barat terdapat perbukitan yang
dibentuk oleh batuan pada zaman pra tersier. Pegunungan ini dibatasi oleh dataran
Pangkajene sampai Maros yang luas, dan sebagian merupakan lanjutan di dataran
sekitarnya.
Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit dan lebih rendah, dengan
puncaknya rata-rata setinggi 700 meter dari permukaan air laut, sedangkan yang
tertinggi adalah 787 meter dimana sebagian besar pegunungan ini tersusun dari
batuan gunung api. Di bagian selatannya selebar 20 kilometer dan lebih tinggi, tetapi
ke utara menyempit dan merendah dan akhirnya menunjam ke bawah batas antara
lembah Walanae dan dataran Bone. Pada bagian utara pegunungan ini mempunyai
topografi karst yang permukaanya sebagian berkerucut. Batasnya pada bagian timur
laut adalah dataran Bone yang luas dan menempati hampir sepertiga bagian timur.

2.2 Statigrafi Regional

Pulau Sulawesi dibagi menjadi tiga Mandala geologi, yang didasarkan pada
perbedaan litologi stratigrafi, struktur dan sejarahnya. Ketiga mandala tersebut
adalah Mandala Sulawesi bagian barat, Mandala Sulawesi bagian timur, dan
Mandala Banggai Sula. Dari ketiga mandala tersebut secara orogen yang paling tua
adalah Mandala Sulawesi timur dan yang termuda adalah Mandala Sulawesi bagian
barat. (Rab Sukamto, 1975)
Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan
ultrabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan, tergerus dan
mendaun dan sentuhannya dengan formasi disekitarnya berupa sesar atau
Bab II Geologi Regional - 4
ketidakselarasan. Penarikan radiomteri pada sekis yang menghasilkan 111 juta tahun
kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik zaman Kapur.
Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch formasi Balangbaru dan
formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 meter dan berumur Kapur Atas.
Kegiatan magma mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava dalam
flysch.
Batuan gunung api berumur Paleosen (58,5 – 63,0 juta tahun yang lalu) dan
diendapkan dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang berumur
Kapur Atas. Batuan sedimen formasi Mallawa yang sebagian besar dicirikan oleh
endapan darat dengan sisipan batubara, menindih tak selaras batuan gunung api
Paleosen dan batuan flysch kapur atas. Di atas formasi Malawa ini secara berangsur
beralih ke endapan karbonat formasi Tonasa yang terbentuk secara menerus dari
Eosen Bawah sampai bagian bawah Miosen Tengah. Tebal formasi Tonasa lebih
kurang 3000 meter, dan melampar cukup luas mengalasi batuan gunungapi Miosen
Tengah di barat. Sedimen klastik formasi Salo Kalupang yang Eosen sampai
Oligosen bersisipan batugamping dan mengalasi batuan gunungapi Kalamiseng
Miosen Awal di timur.
Sebagian besar pegunungan, baik yang di barat maupun yang di timur,
mempunyai batuan gunungapi. Di pegunungan yang timur, batuan itu diduga
berumur Miosen Bawah bagian atas yang membentuk batuan Gunungapi
Kalamiseng. Dilereng timur bagian utara pegunungan yang barat , terdapat batuan
Gunungapi Soppeng yang juga diduga berumur Miosen Bawah. Batuan sedimen
berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Bawah berselingan dengan batuan
gunungapi yang berumur antara 8,93 sampai 9,29 juta tahun yang lalu. Secara
bersamaan batuan ini menyusun formasi Camba yang tebalnya sekitar 5000 meter.
Sebagian besar pegunungan yang barat terbentuk dari formasi Camba ini yang
menindih tak selaras dengan formasi Tonasa.
Selama Miosen Atas sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi lembah
Walanae diendapkan sedimen klastik formasi Walanae. Batuan ini tebalnya sekitar
4500 meter, dengan bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa tempat
(Batugamping Anggota Tacipi). Formasi Walanae berhubungan menjari dengan
bagian atas formasi Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Atas sampai Pliosen
Bawah merupakan sumber bahan bagi formasi Walanae. Kegiatan gunung api yang

Bab II Geologi Regional - 5


masih terjadi di beberapa tempat selama Pliosen, dan menghasilkan batuan
gunungapi Parepare (4,25 – 4,95 juta tahun) dan Baturape-Cindako, juga merupakan
sumber bagi formasai itu.
Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah ini semuanya berkaitan erat
dengan kegiatan gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sil dan retas bersusun
beraneka ragam dari basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit yang berumur
berkisar dari 8,3 – 19, 2 juta tahun yang lalu.
Setelah Pliosen Atas, rupanya tidak terjadi pengendapan yang berarti di
daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan undak di utara
Pangkajene dan di beberapa tempat ditepi sungai Walanae, rupanya terjadi selama
Pliosen. Endapan Holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar danau
Tempe, di dataran Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone.
2.2.1 Kompleks Basement
Kompleks basement terdiri atas dua satuan batuan berdasarkan proses
pembentukanya, antara lain:
1. Satuan Sekis (Batuan Malihan)
Sebagian besar terdiri atas sekis dan sedikit gneiss, dimana secara megaskopis
terlihat mineral-mineral diantaranya glaikopan, garnet, epidot, mika dan klorit.
Batuan malihan ini umumnya berpandanan miring ke arah Timur-Laut, sebagian
besar terbreksikan dan tersesar-naikan ke arah Barat daya, satuan ini tebalnya tidak
kurang dari 2000 meter dan bersentuhan dengan sebagian batuan disekitarnya.
Penarikan kalium/argon diperoleh umur 111 juta tahun (Obradovich, 1974).
2. Satuan Ultrabasa
Peridotit, sebagian besar terserpentinitkan, berwarna hijau tua sampai
kehitaman, sebagian besar terbreksikan dan tergerus melalui sesar naik ke arah Barat-
daya. Pada bagian yang pejal terlihat terlihat struktur berlapis dan beberapa tempat
mengandung lensa kromit. Satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2500 meter, dan
mempunyai sentuhan sesar dengan batuan disekitarnya.
3. Satuan Intrusi Trakit
Terobosan trakit berupa stok, sill dan retas. Bertekstur porfiri kasar dengan
fenokris sanidin dengan warna putih keabuan sampai sampai kelabu muda. Di Tanete
Riaja Trakit menerobos batugamping formasi Tonasa dan di Utara Soppeng

Bab II Geologi Regional - 6


menerobos batuan gunungapi Soppeng (Tmsv). Penarikan Kalium/Argon trakit
menghasilkan umur 10,9 juta tahun.
2.2.2 Batuan Sedimen
1. Formasi Balangbaru
Formasi Balangbaru merupakan formasi batuan sedimen tipe flysch batupasir
berselingan dengan batulanau, batulempung dan serpih, bersisipan konglomerat,
batupasir konglomeratan, tufa dan lava, batupasirnya bersusunan grewake dan
sarkosa, sebagian tufaan dan gampingan. Pada umumnya menunjukkan struktur
turbidit, di beberapa tempat ditemukan konglomerat dengan susunan basal, andesit,
diorit, serpih, tufa, terkersikkan, sekis, kuarsa, dan bersemen batupasir. Di bawah
miskroskop, batupasir dan batulanau terlihat mengandung pecahan batuan beku,
metasedimen dan rijang radiolaria.
Formasi ini tebalnya sekitar 2000 meter, tertindih tak selaras batuan formasi
Mallawa dan batuan Gunung api Terpropilitkan, dan menindih tak selaras Komplek
tektonika Bantimala.
2. Formasi Mallawa
Formasi Mallawa merupakan batupasir, konglomerat, batulanau,
batulempung, dan napal, dengan sisipan lapisan atau lensa batubara dan
batulempung, batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa, ada pula yang arkosa,
grewake, dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda, bersifat
rapuh, dan kurang padat. Batulempung dan batugamping umumnya mengandung
Mollusca. Dan batubara berupa lensa setebal beberapa sentimeter dan lapisan sampai
1,5 meter. Tebal formasi ini tidak kurang dari 400 meter, tertindih selaras oleh
batugamping Temt, dan menindih tak selaras batuan sedimen Kb, dan batuan gunung
api Tpv.
3. Formasi Tonasa
Formasi ini beranggotakan batugamping koral pejal sebagian terhablurkan,
berwarna putih dan kelabu muda, batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna
putih, coklat muda dan kelabu muda, sebagian berlapis baik, berselingan dengan
napal globigerina tufaan, bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen,
setempat bersisipan breksi batugamping dan batugamping pasiran; di dekat Malawa
daerah Camba terdapat batugamping yang mengandung glaukonit dan di beberapa
tempat di daerah Ralla ditemukan batugamping yang mengandung banyak sisipan

Bab II Geologi Regional - 7


sekis dan batuan ultramafik, batugamping berlapis sebagian mengandung banyak
foraminifera kecil dan beberapa lapisan napal pasiran mengandung banyak kerang
(Pelecypoda) dan siput (Gastropoda).
4. Formasi Camba.
Formasi Camba merupakan batuan sedimen laut berselingan dengan batuan
gunungapi, batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau, dan
batulempung, bersisipan dengan napal, batugamping, konglomerat dan breksi
gunungapi. Dan setempat batubara. Pada formasi ini ditemukan fosil-fosil
foraminifera, ganggang dan koral. Kemungkinan sebagian dari formasi Camba
diendapkan dekat daerah pantai. Satuan ini tebalnya sekitar 5000 meter, menindih tak
selaras batugamping dari formasi Tonasa dan batuan dari formasi Mallawa, mendatar
berangsur berubah menjadi bagian bawah daripada formasi Walanae, diterobos oleh
retas, sil dan stok bersusunan Basal piroksin, Andesit dan Diorit.
2.2.3 Batuan terobosan
1. Granodiorit
Terobosan Granodiorit berwarna kelabu muda, dengan mikroskop batuannya
terlihat, mengandung feldspar kuarsa, biotit, sedikit piroksin dan hornblende, dengan
mineral ikutan zirkon dan apatit, dan magnetit, mengandung xenolit bersusunan
Diorit, dan diterobos oleh Aplit.
2. Diorit – Granodiorit
Terobosan Diorit dan Granodiorit, terutama berupa stok dan sebagian berupa
retas, kebanyakan bertekstur porfiri, berwarna kelabu muda sampai kelabu.
3. Trakit
Terobosan Trakit berupa stok, sill, dan retas, bertekstur porfiri kasar dengan
fenokris sanidin sampai tiga centimeter panjangnya, berwarna putih kelabuan sampai
kelabu muda.
4. Basal
Terobosan Basal berupa sill, stok dan retas, kebanyakan bertekstur porfiri,
dengan fenokris piroksin kasar sampai ukurannya lebih dari satu centimeter.
2.2.4 Kompleks Tektonik Bantimala
Batuan Ultrabasa, peridotit, sebagian besar terserpentinitkan, berwarna hijau
tua sampai hijau kehitaman, kebanyakan terbreksikan dan tergerus melalui sesar naik
ke arah baratdaya, pada bagian yang pejal terlihat struktur berlapis dan di beberapa

Bab II Geologi Regional - 8


tempat mengandung buncak dan lensa kromit, satuan batuan ini tebalnya tidak
kurang dari 2500 meter, dan mempunyai sentuhan sesar dengan satuan batuan
disekitarnya.
Batuan Malihan, sebagian besar sekis dan sedikit gneiss, secara megaskopis
terlihat mineral diantaranya glaukopan, garnet, epidot, mika, dan klorit. Batuan
malihan ini umumnya berperdaunan miring ke arah timurlaut, sebagian terbreksikan
dan tersesarkan naik kearah baratdaya. Satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2000
meter dan bersentuhan sesar dengan satuan batuan disekitarnya. Penarikan
Kalium/Argom pada sekis di timur Bantimala menghasilkan umur 111 juta tahun
(J.D.Obradovich, hubungan tertulis,1975).
Kompleks Melange, batuan campur aduk secara tektonik terdiri dari grewake,
breksi, konglomerat, batupasir terbreksikan, serpih kelabu, serpih merah, rijang
radiolaria merah, batusabak, sekis ultramafik, basal, diorit dan lempung, himpunan
batuan ini mendaun, kebanyakan miring ke arah timurlaut, dan tersesarnaikkan ke
arah baratdaya, satuan ini tebalnya tidak kurang dari 1750 meter dan mempunyai
sentuhan sesar dengan satuan batuan disekitarnya.
2.2.5 Anggota Batuan Gunungapi
Batuan gunungapi bersisipan sediment laut, breksi gunungapi, lava,
konglomerat gunungapi dan tufa, berbutir halus hingga lapili, bersisipan batupasir
tufaan, batupasir gampingan, batulempung mengnadung sisa tumbuhan batugamping
dan napal. Batuanya bersusunan basalt dan diorite, berwarna kelabu muda, kelabu
tua dan coklat. Penarikan kaluim/argon pada batuan basalt oleh Indonesian Golf Oil
berumur 17,7 juta tahun dasit dan andesit berumur 8,93 juta tahun dan 9,92 juta
tahun (Obradovich, 1972) dan basalt dari Barru menghasilkan 6,2 juta tahun (Leewen
1978).
Beberapa lapisan batupasir dan batulempung pasiran mengandung molusca
dan sebagian koral, sisipan tufa gampingan, batupasir tufa gampingan, batupasir
gampingan, batupasir lempungan, napal dan mengandung fosil foraminifera.
Berdasarkan atas fosil tersebut dan penarikan radiometri menunjukan umur satuan ini
adalah Miosen Tengah-Miosen Akhir.
Batuannya diendapkan kedalam lingkungan neritik sebagai fasies gunungapi
Formasi Camba , menindih tidak selaras batugamping Formasi Camba dan batuan

Bab II Geologi Regional - 9


Formasi Mallawa, sebagian terbentuk dalam lingkungan darat, setempat breksi
gunungapi mengandung sepian batugamping tebal diperkirakan sekitar 4000 meter.
1. Endapan Undak
Terdiri atas kerikil, pasir dan lempung membentuk datarn rendah
bergelombang disebelah Utara Pangkajene. Satuan ini dapat dibedakan secara
morfologi dari endapan alluvium yang lebih muda.
2. Endapan Alluvium Danau Dan Pantai
Terdiri atas lempung, Lanau, Lumpur pasirdan kerikil disepanjang sungai-
sungai besar dan pantai. Endapan pantai setempat mengandung sisa kerang dan
batugamping koral.

2.3 Struktur Geologi Regional

Lengan selatan pulau Sulawesi secara struktural dibagi atas dua bagian yaitu
lengan selatan bagian utara dan lengan selatan bagian selatan yang sangat berbeda
struktur geologinya. (Van Bemellen, 1949)
Lengan selatan bagian utara berhubungan dengan orogen, sedangkan lengan
Selatan bagian Selatan memperlihatkan hubungan kearah jalur orogen yang
merupakan sistem pegunungan Sunda.
Perkembangan struktur lengan selatan bagian utara pulau Sulawesi di mulai
pada zaman Kapur, yaitu terjadinya perlipatan geosinklin disertai dengan kegiatan
vulkanik bawah laut dan intrusi Gabro. Bukti adanya intrusi ini terlihat pada
singkapan disepanjang pantai Utara–Selatan Teluk Bone.
Batuan yang masih dapat diketahui kedudukan struktur stratigrafinya dan
tektoniknya adalah sedimen flisch formasi Balangbaru dan formasi Marada, di
bagian bawah tidak selaras oleh batuan yang lebih muda. Batuan yang lebih tua
merupakan massa yang terimbrikasi melalui sejumlah sesar sungkup, terbreksikan,
tergerus dan sebagian tercampur aduk dengan Mélange. Berdasarkan himpunan
batuannya diduga formasi Balangbaru dan formasi Marada merupakan endapan
lereng di dalam sistem busur palung zaman Kapur Atas dan gejala ini menunjukkan
bahwa Mélange di daerah Bantimala terjadi sebelum Kapur Atas.
Pada daerah bagian timur terjadi vulkanisme yang dimulai sejak Miosen Atas
dimana hal ini ditunjukkan pada daerah Kalamiseng dan Soppeng. Akhir kegiatan
vulkanisme ini diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban

Bab II Geologi Regional - 10


Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat pembentukan formasi Walanae.
Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah dan
mengalami penurunan perlahan-lahan selama terjadi proses sedimentasi sampai kala
Pliosen, proses penurunan terban Walanae dibatasi oleh dua sistem sesar normal,
yaitu sesar Walanae yang seluruhnya nampak hingga sekarang di timur dan sesar
Soppeng yang hanya tersingkap tidak menerus di sebelah Barat.
Sejak Miosen Tengah terjadi sesar utama yang berarah utara – baratlaut dan
tumbuh setelah Pliosen. Perlipatan besar yang berarah hampir sejajar dengan sesar
utama diperkirakan terbentuk sehubungan adanya tekanan mendatar yang kira-kira
berarah timur-barat sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya
sesar lokal yang mengsesarkan batuan Pra Kapur Akhir di lembah Walanae dan di
bagian barat pegunungan barat, yang berarah baratlaut- tenggara dan merencong,
kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar.

Bab II Geologi Regional - 11


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Mineral

Mineral adalah zat padat yang berupa bahan anorganik yang terbentuk secara
alamiah berupa unsur atom dengan suatu persyaratan komposisi kimia tertentu yaitu
bentuk-bentuk geometrisnya beraturan.
Kulit bumi bagian terluar atau kerak bumi disusun oleh zat padat yang sehari-
hari kita sebut batuan. Sedangkan batuan meliputi segala macam materi yang
menyusun kerak bumi, baik padat maupun lepas seperti pasir dan debu. Umumnya
batuan merupakan ramuan beberapa jenis mineral. Dan mineral adalah suatu zat
(fase) padat dari unsur (kimia) atau persenyawaan yang dapat dibentuk oleh proses-
proses anorganik.
Dan mempunyai susunan kimiawi tertentu dan suatu penempatan atom-atom
secara beraturan didalamnya, atau dikenal sebagai struktur kristal. Struktur
dalamannya menunjukkan bahwa kedudukan atom-atom dalam mineral menuruti
aturan tertentuyang lazimnya disebut kisi ruang (space lattice). Suatu contoh mineral
halit (NaCl) tiap atom Na dan Cl masing-masing dikerumuni secara bidang delapan
oleh enam atom Cl dan Na. Dalam zat yang tak berhablur seperti kaca alam, tak
terdapat keteraturan seperti demikian dan bersamaan tergolong dalam zat yang
amorf.
Setiap jenis mineral tidak saja terdiri dari unsur-unsur tetentu, tetapi juga
mempunyai bentuk tertentu yang disebut bentuk Kristal. Bentuk Kristal beraneka
corak tetapi selalu polyhedral (bidang banyak).
Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan penyusunan atom-
atom yang beraturan, maka setiap jenis mineral mempunyai sifat-sifat fisik atau
kimia tersendiri. Dengan mengenal sifat-sifat tersebut maka setiap jenis mineral
dapat dikenal, dimana sekaligus kita mengetahui susunan kimiawinya dalam batas-
batas tertentu. Disini cirri-ciri fisik mineral seperti bentuk Kristal, warna, belahan
pecahan, kilap, gores atau cerat, kekerasan dan tenacity.
2.2.1 Bentuk Kristal
Pada wujudnya sebuah Kristal itu seluruhnya dapat ditentukan secara ilmu
ukur, dengan mengetahui sudut-sudut bidangnya. Untuk dapat membayangkan
Bab III Tinjauan Pustaka - 12
Kristal dengan cara demikian tidaklah mungkin.hal ini dapat dilakukan dengan
menetapkan kedudukan bidang-bidang tersebut dengan pertolongan system-sistem
koordinat. Pada wujudnya sebuah Kristal itu seluruhnya dapat ditentukan secara ilmu
ukur, dengan mengetahui sudut-sudut bidangnya. Untuk dapat membayangkan
Kristal dengan cara demikian tidaklah mungkin.hal ini dapat dilakukan dengan
menetapkan kedudukan bidang-bidang tersebut dengan pertolongan system-sistem
koordinat. Dalam ilmu kristalografi, geometri dipakai dengan tujuh jenis sistem
sumbu, yaitu;
a. Sistem sumbu isometrik
b. Sistem sumbu tetragonal
c. Sistem sumbu ortorombik
d. Sistem sumbu monoklin
e. Sistem sumbu triklin
f. Sistem sumbu heksagonal
g. Sistem sumbu rombohedral
2.2.2 Warna
Banyak mineral mempunyai warna yang khusus, misalnya mineral azurite
berwarna biru dan mineral epidot berwarna kuning hijau. Adapula mineral-mineral
yang mengandung subtansi-subtansi lain yang dapat merubah warna aslinya.
2.2.3 Belahan dan pecahan
Apabila sebuah Kristal mendapatkan suatu tekanan yang melampaui batas-
batas elastic dan plastisnya maka pada akhirnya Kristal akan pecah. Cara pecahnya
ini ada yang beraturan, maka akan memperlihatkan suatu pecahan, dan jika pecahnya
mengikuti permukaan yang sesuai dengan struktur kristalnya akan memperlihatkan
suatu belahan.
Apabila sebuah Kristal mendapatkan suatu tekanan yang melampaui batas-
batas elastic dan plastisnya maka pada akhirnya Kristal akan pecah. Cara pecahnya
ini ada yang beraturan, maka akan memperlihatkan suatu pecahan, dan jika pecahnya
Mengikuti permukaan yang sesuai dengan struktur kristalnya akan memperlihatkan
suatu belahan.
Pecahan dibagi menjadi :
a. Pecahan concoidal, dimana pecahan seperti kulit bawang misalnya kuarsa.
b. Hackly, pecahannya seperti pecahannya besi tajam-tajam.

Bab III Tinjauan Pustaka - 13


c. Uneven, permukaan pecahannya kasar dan tidak beraturan seperti kebanyakan
mineral.
d. Even, bidang pecah agak kasar, tetapi kecil-kecil, masih mendekati bidang datar.
2.2.4 Pecahan
Suatu permukaan yang terbentuk akibat pecahnya suatu mineral dan
umumnya tidak teratur, disebabkan suatu mineral mendapatkan tekanan yang
melebihi batas-batas elastic dan plastisnya. Belahan dibagi berdasarkan bagus
tidaknya permukaan bidang belahan, maka dapat dibagi menjadi:
a. Sempurna (perfect), bila bidang pecahan sangat rata.
b. Baik (good), bidang belahan rata tetapi tidak sebaik yang sempurna, masih dapat
pecah pada arah lain.
c. Jelas (distintc) dimana bidang belahan jelas, tapi tidak begitu rata, dapat pecah
pada arah lain dengan mudah.
d. Tidak jelas (indistintc), dimana kemungkinan untuk membentuk belahan dan
pecahan akibat adanya tekanan, adalah sama besar.
e. Tidak sempurna (imperfect), dimana bidang belahan tidak sama rata, sehingga
kemungkinan untuk membentuk belahna sangat kecil daripada untuk
membentuk pecahan.
2.2.5 Kilap
Gejala ini terjadi apabila pada mineral dijatuhkan cahaya refleksi dan kilap
suatu mineral sangat penting untuk diketahui. Beberapa kilap yang biasa
dipergunakan adalah sebagai berikut:
a. Kilap logam (metallic)
b. Kilap non logam (sub metallic)
c. Kilap intan (adamantine)
d. Kilap kaca (vitreous)
e. Kilap lemak (greasy)
f. Kilap mutiara (pearly)
g. Kilap sutera (silky)
h. Kilap tanah (earthy)
2.2.6 Gores atau cerat
Adalah warna bubuk mineral apabila digoreskan pada pelat porselen. Untuk
mineral bijih gores dapat dipakai sebagai petunjuk. Pada mineral yang mempunyai

Bab III Tinjauan Pustaka - 14


kilap bukan logam biasanya gores mineral tersebut tidak berwarna atau berwarna
muda. Gores dapat berbeda atau sama dengan warna mineralnya.
2.2.7 Kekerasan
Pada umumnya kekerasan mineral diartikan sebagai daya tahan mineral
terhadap goresan. Kekerasan adalah suatu sifat yang ditentukan oleh susunan dalam
dari atom-atom. Kekerasan adalah ukuran daya tahan suatu permukaan rata terhadap
goresan. Jika suatu mineral dapat digores oleh mineral lain, maka yang belakangan
ini dikatakan lebih keras dari mineral yang dapat digores tadi. Kekerasan relatif telah
dipergunakan dalam penentuan mineral sejak masa pemulaan adanya mineralogy
sistematik. Mohs (1822), telah mengadakan suatu penentuan mineral secara kualitatif
berdasarkan kekerasan mineral.
2.2.8 Tenacity
Tenacity adalah merupakan atau daya tahan suatu mineral terhadap
permukaan,pembengkokan dan lain sebagainya.

3.2 Batuan

Batuan adalah kumpulan-kumpulan atau agregat dari mineral-mineral yang


sudah dalam kedaan membeku/keras. Batuan adalah salah satu elemen kulit bumi
yang menyediakan mineral-mineral anorganik melalui pelapukan yang selanjutnya
menghasilkan tanah. Batuan mempunyai komposisi mineral, sifat-sifat fisik, dan
umur yang beraneka ragam. Jarang sekali batuan yang terdiri dari satu mineral,
namun umumnya merupakan gabungan dari dua mineral atau lebih. Mineral adalah
suatu substansi anorganik yang mempunyai komposisi kimia dan struktur atom
tertentu. Jumlah mineral banyak sekali macamnya ditambah dengan jenis-jenis
kombinasinya.
Secara umum jenis-jenis batuan dibagi menjadi 3, yaitu batuan beku, batuan
sedimen, dan batuan metamorfik. Batuan beku adalah batuan hasil pendinginan dari
magma (batu pijar), batuan sedimen adalah batuan berlapis hasil proses pengendapan
berbagai partikel mineral yang berasal dari batuan yang telah ada sebelumnya,
sedangkan batuan metamorf atau disebut juga batuan malihan adalah batuan yang
berasal dari batuan beku atau batuan sedimen namun telah mengalami perubahan
secara fisik dan kimiawi akibat adanya panas dan tekanan yang tinggi.

Bab III Tinjauan Pustaka - 15


3.3 Batuan Beku

Batuan beku merupakan jenis batuan yang terbentuk dari magma yang
mengalami pembekuan. Batuan beku ini juga disebut dengan batuan ignesius.
Magma yang membeku ini merupakan magma yang mendingin dan mengeras,
dengan atau tanpa proses kristalisasi, yang terjadi baik di bawah permukaan sebagai
jenis batuan intrusif atau plutonik, maupun di atas permukaan sebagai batuan
ekstrusif atau vulkanik.
Batuan beku ini terbentuk karena adanya magma yang mengeras atau
mengalami pembekuan. Magma ini berasal dari batuan setengah cair ataupun oleh
batuan yang sudah ada sebelumnya, baik yang berada di mantel maupun di kerak
bumi. Secara umum, proses pelelehan tersebut terjadi pada salah satu proses dari
kenaikan temperatur, penurunan tekanan, ataupun perubahan komposisi. Selanjutnya
untuk proses pembentukan batuan beku ini juga terkadang tergantung pada jenis
batuan bekunya masing-masing. Beberapa jenis batuan beku dan proses
pembentukannya antara lain:
a. Batuan beku dalam atau batuan plutonik
Batuan beku dalam atau batuan plutonik terbentuk karena pembekuan yang
terjadi di dalam dapur magma secara perlahan- lahan sekali sehingga tubuh batuan
terdiri dari kristal- kristal besar. Contoh dari batuan ini adalah batuan granit, batuan
peridotim, dan juga batuan gabro.
b. Batuan beku gang atau korok
Batuan beku gang atau korok, proses terjadi batuan ini pada celah- celah antar
lapisan di dalam kulit bumi. Proses pembekuan ini berjalan lebih cepat sehingga di
samping kristal besar terdapat pula banyak kristal kecil. Contoh dari batuan jenis ini
antara lain batu granit porfir.
c. Batuan beku luar atau batuan lelehan
Batuan beku luar atau batuan lelehan, proses terbentuknya batuan ini adalah
ketika gunung api menyemburkan lava cair pijar. Pembekuan ini terjadi tidak hanya
di sekitar kawah gunung api saja, namun juga di udara. Proses pembekuan ini
berlangsung singkat dan hampir tidak mengandung kristal (armorf).

Bab III Tinjauan Pustaka - 16


3.4 Batuan sedimen

Batuan sedimen merupakan salah satu jenis batuan yang mana terbentuk
sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen atau
sering juga disebut sebagai endapan merupakan batuan yang terbentuk dari endapan
bahan- bahan yang terbawa oleh air ataupun angin. Batuan sedimen yakni batuan
yang terbentuk karena adanya proses pembatuan atau litifikasi dari hasil proses
pelapukan dan juga erosi tanah yang telah terbawa arus dan kemudian diendapkan.
Seorang ahli, yakni Hutton (1875) menyatakan bahwasannya batuan sedimen
ini merupakan batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material
lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan juga longsoran
gravitasi, gerakan tanah atau juga tanah longsor. Selain terbentuk dari demikian,
batuan sedimen ini juga terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika,
garam, dan juga material- material lainnya. Demikianlah yang disebut dengan batuan
sedimen.
Proses pembentukan batuan sedimen, yaitu batuan sedimen ini mengalami
proses pemadatan dan juga pengompakan dari bahan lepas (endapan) hingga menjadi
batuan sedimen yang utuh. Proses ini dinamakan sebagai diagenesa. Proses
diagenesa sendiri dapat terjadi pada suhu dan tekanan atmosferik sampai dengan
suhu 300 derajat celcius dan juga tekanan 1–2 kilobar yang berlangsung mulai dari
sedimen mengalami penguburan hingga terangkat dan juga tersingkap kembali di
atas permukaan lapisan atmosfer bumi.
3.4.1 Diagnesa Batuan Sedimen
Berdasarkah hal ini maka ada 3 macam diagnesa, yakni:
a. Diagnesa eogenik, yakni diagnesa awal yang terjadi pada sedimen di bawah
permukaan air.
b. Diagnesa mesogenik, yakni diagnesa yang terjadi pada waktu sedimen
mengalami penguburan yang semakin dalam.
c. Diagnesa telogenik, yakni diagnesa yang terjadi pada saat batuan sedimen
tersingkap kembali ke permukaan bumi yang disebabkan karena
pengangkatan dan juga erosi.
3.4.2 Kekompakan Batuan Sedimen
Berbagai macam kekompakan dari batuan sedimen ini antara lain:

Bab III Tinjauan Pustaka - 17


a. Bahan lepas atau loose materials, yakni yang masih berupa endapan ataupun
sedimen.
b. Padu atau indurated. Pada tingkatan ini konsolidasi material terjadi pada
kondisi kering. Namun hal ini akan terurai apabila dimasukkan ke dalam air.
3.4.3 Tekstur Batuan Sedimen
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwasannya batuan sedimen ini
mempunyai tekstur yang bermacam- macam. Batuan sedimen ini dapat bertekstur
klastika ataupun non-klastika. Namun apabila batuannya sudah sangat kompak dan
apabila telah terjadi rekristalisasi atau pengkristalan kembali, maka batuan sedimen
ini memiliki tekstur kristalin. Batuan sedimen yang mempunyai tekstur kristalin ini
pada umumnya terjadi pada jenis batu gamping dan juga batuan sedimen yang kaya
silika yang sangat kompak dan juga keras.
Sebagai batuan yang banyak terdapat di sekitar kita, batuan sedimen ini
banyak sekali kegunaannya, terutama untuk bahan bagunan atau untuk sebagai
penghias rumah maupun gedung- gedung saat ini. Demikianlah informasi mengenai
batuan sedimen yang dapat kita pelajar sehingga kita dapat membedakan jenis batuan
ini dengan batuan-batuan yang lainnya.
3.2.4 Jenis Batuan Sedimen
1. Batuan sedimen klastik
Batuan sedimen klastik disebut juga dengan batuan sedimen detritus,
mekanik, eksogen yang merupakan batuan sedimen yang terdiri atas klastika-
klastika atau hancuran bebatuan yang mengendap secara alami atau mekanik oleh
gaya beratnya sendiri. Batuan jenis ini terbentuk sebagai hasil pengerjaan kembali
atau reworkin dari batuan yang sudah ada sebelumnya. Proses pengerjaan kembali
yang terjadi sebagai pembentukan batuan ini meliputi pelapukan, erosi, transportasi,
dan juga redeposisi atau pengendapan kembali. Untuk menunjang proses tersebut
dapat terjadi, diperlukan beberapa media yakni air, angin, es , dan juga efek gravitasi
atau beratnya sendiri. Khusus untuk media yang terakhir tersebut atau media
gravitasi ini sebagai akibat dari longsoran batuan yang telah ada sebelumnya. Yang
perlu kita ketahui dari kelompok batuan jenis ini adalah bahwa kelompok batuan ini
bersifat fragmental atau terdiri dari butiran- butiran atau pecahan batuan sehingga
bertekstur klastika.

Bab III Tinjauan Pustaka - 18


Contoh dari batuan sedimen klastika ini antara lain batu breksi, konglomerat,
batu pasir, dan juga batu lempeng. Batu breksi merupakan endapan krikil yang
bersudut tajam yang masih dekat dengan tempat asalnya. Batu konglomerat
merupakan endapan kerikil yang sudutnya membulat (sudut yang jauh terbawa aliran
sungai). Sedangkan batu pasir merupakan batuan endapan yang berasal dari fragmen
batuan yang berukuran 1/16 hingga 2 mili meter.
2. Batuan sedimen non klastik
Batuan non klastik ini merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk
sebagai hasil penguapan suatu larutan atau pengendapan material yang berada di
tempat itu juga. Proses pembentukan batuan jenis ini bisa terjadi dengan proses
kimiawi, biologi ataupun organik, ataupun kombinasi antara keduanya, yakni
kombinasi antara kimiawi dan juga organik atau biologi. Proses yang merupakan
kombinasi dari keduanya ini disebut dengan biokomia. Proses pembentukan batuan
ini yang terjadi secara biologi atau organik merupakan prosen pembentukan yang
dilakukan oleh aktivitas alam tertentu yakni oleh tumbuhan maupun binatang.
Sebagai contoh dari proses pembentukan batuan ini secara organik adalah
pembentukan rumah binatang laut atau karang, terkumpulnya cangkang binatang
(fosil), dan terkuburnya kayu- kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.

3.5 Batuan Metamorf

Batuan Metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses metamorfisme


atau proses perubahan mineral. Proses metemorfisme adalah proses perubahan
mineral dan tekstur atau struktur batuan dalam dan dalam keadaan padat akibat
perubahan tekanan dan temperature yang tinggi dalam kerak bumi tanpa mengubah
komposisi kimiannya.
a. Warna
Beberapa ciri warna ini sangat penting untuk sebagai kenampakan awal yang
dapat di lihat.
b. Tekstur
Merupakan kenampakan batuan yang berkaitan dengan ukuran, bentuk dan
susunan butir mineral dalam batuan. Tekstur batuan dapat di jadikan petunjuk
tentang proses. Tekstur umum yang sering di jumpai pada batuan metamorf :

Bab III Tinjauan Pustaka - 19


1) Kristaloblastik : Mineral batuan asal sudah mengalami kristalisasi kembali
pada saat terjadi metamorfosa.
2) Tekstur relik (sisa) : tekstur batuan metamorf yang masih terlihat tekstur
batuan asalnya.
c. Struktur
Struktur adalah kenampakan hubungan antara bagian batuan yang berbeda.
Dan dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1) Berfoliasi : Bila batuan metamorf terdapat pejajaran mineral yang terdapat
dalam batuan tersebut.
Nonfoliasi : Bila batuan metamorf tidak terdapat pejajaran mineral didalam batuan
tersebut.

Bab III Tinjauan Pustaka - 20


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tahapan Pendahuluan

Pada Tahap ini Persiapan di mulai dengan pengurusan kelengkapan


administrasi dan perizinan serta persiapan peralatan maupun kelengkapan. Kemudian
dilanjutkan dengan studi literature berupa pengumpulan informasi lapangan yang
akan ditempuh serta proses pengukuran yang akan dilakukan. Keberangkatan
dilaksanakan pada tanggal 13 hingga 15 mei 2022 dengan menempuh perjalanan
sekitar 3 jam.

4.2 Tahapan Pengambilan Data

Tahap penggambilan data yaitu yang pertama saat setibanya di stasiun yang
dituju, lakukan lah pengamatan terhadap stasiun tersebut, atau area sekeliling stasiun.
Lakukan kemudian penyempitan area pengamatan dan lebih fokus terhadap
singkapan singkapan yang terlihat. Kemudian plot lokasi di stasiun dan menulisnya
di buku lapangan, kemudian mengambil sampel litologi dan melakukan pengukuran
strike dip pada singkapan batuan sedimen. Lakukan pendeskripsian pada batuan
sampel dan mengisi data sinkapan, data litologi, data geomorfologi, struktur geologi
regoinal, dan pengukuran slope, arah penggambaran sketsa.

4.3 Tahapan Pengolahan dan Analisis Data

Setelah semua data telah terkumpul kemudian diolah dan di analisis untuk
mendapatkan data secara akurat seperti mmendeskripsi batuan dan lain-lain. Pada
tahapan ini data yang diperoleh di lapangan di olah di basecamp atau di kampus
lapangan sesuai dengan data yang di peroleh di lapangan tanpa menambah maupun
manipulasi data, maupun di kurangi, sehingga selanjutnya melakukan penulisan
laporan

4.4 Tahapan Penulisan Laporan

Tahapan ini adalah tahap paling akhir dalam kegiatan penelitian Dimana data-
data yang sudah ada diolah dan didapatkan hasilnya serta selanjutnya dibuat dalam
format laporan.

Bab IV Metodologi Penelitian - 21


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Stasiun 1 (Base Camp)


HARI/TANGGAL : SABTU,14/05/2022 JENIS KEGIATAN : FIELDTRIP GEOLOGI DASAR
LOKASI/CUACA : PALUDDA/CERAH PENGAMAT : FACHRUL RIDWAN

Gambar 5.1 Stasiun 1


A. Data Koordinat
X = 0800596
Y = 9490373
Z = 187 m
B. Data Resection
Ketinggian 1 = S 236°
Sungai
Jalan

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 22


5.1.2 Stasiun 2
HARI/TANGGAL : SABTU,14/05/2022 JENIS KEGIATAN : FIELDTRIP GEOLOGI DASAR
LOKASI/CUACA : PALUDDA/CERAH PENGAMAT : FACHRUL RIDWAN

Gambar 5.2 Singkapan Stasiun 2


A. Data Koordinat
X = 0800938
Y = 9489904
Z = 197 m
B. Data Singkapan
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Lokasi : Sungai
Arah Penyebaran : Barat-Utara
Insitu :Insitu
Dimensi : P= 3,5 m L= 1,8 m
Arah Penyebaran : N 345o E/45 o
Slope : 50 o
C. Data Litologi
Warna Segar : Abu-abu
Warna Lapuk : Coklat
Tekstur : Klastik
Fragmen :-
Matriks : Pasir kasar

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 23


Semen : Karbonat (CaCO3)
Bentuk butir : Rounded

Permeabilitas : Baik

Kemas : Terbuka

Nama batuan : BatuPasir Karbonat

Simbol batuan :

D. Data Geomorfologi

Relief : Landai

Tipe Morfologi : Sungai

Tipe Pelapukan : Kimia dan mekanik

Tata Guna Lahan : Sungai

Hidrologi : Air permukaan

Formasi :Balangbaru (Kb)

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 24


5.1.3 Stasiun 3
HARI/TANGGAL : SABTU,14/05/2022 JENIS KEGIATAN : FIELDTRIP GEOLOGI DASAR
LOKASI/CUACA : PALUDDA/MENDUNG PENGAMAT : FACHRUL RIDWAN

Gambar 5.3 Singkapan stasiun 3


A. Data Koordinat
X = 0801460
Y = 9489990
Z = 92 m
B. Data Singkapan
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Lokasi : Lereng Jalan Tani
Arah Penyebaran : Utara-Selatan
Kedudukan Batuan : N 114o E/112o
Slope : 65o
Dimensi : P= 5m, L= 10 m
C. Data Geomorfologi
Relief : Landai
Tipe Morfologi : Dataran
Tipe Pelapukan : Fisika
Tata Guna Lahan : Persawahan
Formasi :Balangbaru (Kb)
D. Data Struktur : Lipatan

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 25


5.1.4 Stasiun 4
HARI/TANGGAL : SABTU,14/05/2022 JENIS KEGIATAN : FIELDTRIP GEOLOGI DASAR
LOKASI/CUACA : PALUDDA/HUJAN PENGAMAT : FACHRUL RIDWAN

Gambar 5.4 Singkapan Stasiun 4


A. Data Koordinat
X = 0801890
Y = 9490180
Z = 65 m
B. Data Singkapan
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Lokasi : Persawahan
Area Penyebaran : Utara-Selatan
Hubungan dengan batuan lain : Batuan lain mengintrusi batuan sedimen
Dimensi : P= 2,5 m, L= 1,4 m
C. Data Litologi
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Warna Lapuk : Abu-abu
Warna Segar : Hitam
Tekstur : Non-Klastik
Struktur : Tidak Berlapis
Mineral Pembentuk : Monomineralik Karbonat (CaCO3)

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 26


Kekompakan : Hard
Nama Batuan : BATUGAMPING
Simbol Batuan :
D. Data Geomorfologi
Relief : Landai
Tipe Morfologi : Persawahan
Tipe Pelapukan : Kimia
Tata Guna Lahan : Pertanian
Soil/Tanah : Warna : Coklat
Tebal : 20cm
Formasi : Tonasa (Temt)

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 27


5.1.5 Stasiun 5
HARI/TANGGAL : SABTU,14/05/2022 JENIS KEGIATAN : FIELDTRIP GEOLOGI DASAR
LOKASI/CUACA : PALUDDA/CERAH PENGAMAT : FACHRUL RIDWAN

Gambar 5.5 Singkapan Stasiun 5


A. Data Koordinat
X = 0802133
Y = 9490160
Z = 245 m
B. Data Singkapan
Jenis Batuan : Batuan Beku
Arah Penyebaran : Utara-Selatan
Dimensi : P= 9,6 m, L= 2,2 m
Insitu : Insitu
Hubungan dengan batuan lain : Intrusi
C. Data Litologi
Jenis Batuan : Batuan Beku
Warna Lapuk : Coklat
Warna Segar : Hitam
Tekstur
Kristanilitas : Hipokrastalin
Granularitas : Porfiroafanetik

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 28


Fabrik : Subhedral
Relasi : In Equigranular
Struktur : Masif
Komposisi Mineral
Komposisi Mineral %
Ca Plagioklas 10%
Piroksin 80%
Kuarsa 10%
Nama Batuan : Basalt Porphyri (Fenton, 1940)
Porfiri Basal (Travis, 1950)
Simbol Batuan : +++++
D. Data Geomorfologi
Relief : Landai
Tipe Morfologi : Dataran
Tipe Pelapukan : Fisik
Tata Guna Lahan : Persawahan

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 29


5.1.6 Stasiun 6
HARI/TANGGAL : SABTU,14/05/2022 JENIS KEGIATAN : FIELDTRIP GEOLOGI DASAR
LOKASI/CUACA : PALUDDA/GERIMIS PENGAMAT : FACHRUL RIDWAN

ST4 (RESECTION)

ST4 (INTERSECTION)

Gambar 5.6 Sketsa Geomorfologi Stasiun 6


A. Data Koordinat
X = 0801661
Y = 9490003
Z = 61 m
B. Data Resection
Ketinggian 1 : N 220°E
Ketinggian 2 : N 270°E
B. Data Bentang Alam
Bentang Alam Karst : N 34o E
Bentang Alam Vulkanik : N 90o E
Denudasi : Posisi Pengambilan Data

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 30


5.2 Pembahasan

5.2.2 Stasiun 1

Gambar 5.7 Lokasi Stasiun 1

Stasiun 1 ini merupakan titik awal/base camp dari kegiatan fieldtrip geologi
dasar. Letak stasiun 1 atau basecamp yaitu di kampus lapangan. Pada stasiun ini juga
adanya pengarahan oleh dosen. Isi pengarahanya yaitu tentang arahan-arahan dan
gambaran lokasi stasiun-stasiun berikutnya. Pada stasiun ini dilakukan kegiatan
resection. Resection adalah metode untuk menentukan kedudukan/posisi di peta
dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali dan diketahui
posisinya di peta. Pada peta dan plot lokasi di GPS kemudian memasukkan data ke
dalam peta. Dari hasil tersebut didapatkan koordinat untuk stasiun 1 dengan x =
0800596 dan y = 9490373 pada elevasi (z) = 187 m. Dari data ini didapat perbedaan
titik lokasi (error dari hasil resection pada arah N 236° E sebesar 2,3 cm pada peta.

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 31


5.2.2 Stasiun 2

Gambar 5.8 Singkapan Stasiun 2


Stasiun 8 ini dijumpai sebuah singkapan di daerah dekat sungai dengan letak
titik koordinat astronomis yaitu x = 0800938 dan y = 9489904 pada elevasi z = 197
m. Singkapan ini memiliki hubungan selaras dengan batuan lain serta arah
penyebarannya N 345o E/45o. Singkapan ini memiliki kemiringan lereng sebesar 50 o.
Jenis batuan pada singkapan ini yaitu batuan sedimen klastik.

Gambar 5.9 Litologi Stasiun 2

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 32


Pada data litologi , jenis batuannya adalah batuan sedimen klastik. Memiliki
ciri fisik dengan warna segar abu-abu dan warna lapuk coklat. Memiliki tekstur
klastik. Terdapat matriksnya yaitu pasir kasar dengan ukuran butir 0,5-1 mm. Kemas
dari batuan ini terbuka sehingga kemampuan meloloskan air dan daya serap air yang
saling berbanding lurus tinggi. Batuan ini memiliki porositas dan permabilitas baik
dengan bentuk butir menyudut. Dari hasil identifikasi yang telah diperoleh, dapat
disimpulkan bahwa batuan ini memiliki ciri fisik yang cocok dengan batuan bernama
batu pasir. Pada data geomorfologi, singkapan batuan ini memiliki relief landai dan
bertipe morfologi sungai.
Berdasarkan litologi batuan yaitu batupasir, diketahui bahwa singkapan ini
merupakan singkapan di formasi balangbaru. Formasi Balangbaru merupakan
formasi Sedimen tipe Flysch, dimana batupasir berselingan dengan batulanau,
batulempung, serpih bersisipan konglomerat, Tuva dan lava, dibeberapa tempat
konglomerat dengan susunan basalt, andesit, diorite, serpih, sekis kuarsa dan
basement batupasir.

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 33


5.2.3 Stasiun 03

Gambar 5.10 Litologi Stasiun 3

Stasiun 3 ini dijumpai pada titik koordinat astronomis yaitu x = 0801460 dan
y = 948990 pada elevasi z = 169 m. Pada stasiun ini yang diambil adalah data
kedudukan batuan. Strike Dip dari singkapan yang ada pada stasiun 3 ini adalah N
114o E/112o. Singkapan ini memiliki kemiringan lereng sebesar 60 o
Pada data geomorfologi, singkapan batuan ini memiliki relief landai dan
bertipe
. morfologi sebagai persawahan dengan tipe pelapukan kimia. Tata guna lahan
singkapan ini adalah sebagai persawahan atau pertanian.
Berdasarkan litologi batuan, diketahui bahwa singkapan tersebut merupakan
singkapan pada Formasi Balangbaru. Formasi Balangbaru merupakan formasi
Sedimen tipe Flysch, dimana batupasir berselingan dengan batulanau, batulempung,
dan serpih. Singkapan ini terbentuk akibat adanya pelapukan yang disertai dengan
longsoran. Longsoran merupakan bagian dari gerakan tanah yang menyebabkan
berpindah atau bergesernya massa tanah dari daerah energi potensial tinggi ke daerah
dengan potensial rendah.

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 34


5.2.4 Stasiun 4

Gambar 5.11 Singkapan Stasiun 4


Pada Stasiun 4 ini dijumpai sebuah singkapan di daerah dekat sungai dan
sawah dengan letak titik koordinat yaitu x = 0801490 dan y = 9490180 pada elevasi z
= 65 m. Pada stasiun ini terdapat 1 data litologi dengan jenis batuannya yaitu batuan
sedimen.

Gambar 5.12 Litologi Stasiun 4


Pada data litologi, batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna segar hitam dan
warna lapuk abu-abu. Teksturnya non klastik. Memiliki struktur tidak berlapis

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 35


dengan campuran mineral karbonat. Memiliki kekompakan hard. Dari hasil
identifikasi yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa batuan ini memiliki ciri
fisik yang cocok dengan batuan bernama batu gamping. Pada data geomorfologi,
singkapan batuan ini memiliki relief landai dan bertipe morfologi persawahan. Tata
guna lahan singkapan ini adalah sebagai pertainan/sawah. Tipe pelapukannyan kimia.
Berdasarkan litologi batuan, yaitu batu gamping, diketahui bahwa singkapan
ini merupakan singkapan pada formasi tonasa. Formasi tonasa merupakan formasi
yang terdiri atas batugamping koral pejal, sebgian terhablurkan, berwarna putih dan
kelabu muda, batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna putih coklat muda
dan kelabu muda, sebagian berlapis dan berselingan dengan napal globigerina tufaan,
bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi
batugamping dan batugamping pasiran. Pada singkapan ini terdapat batuan yang
mengalami intrusi yaitu magma menerobos batuan tersebut. Kemudian prosesnya
menghasilkan efek yang dikenal dengan sebutan baking effect. Baking effect ini
merupakan proses akibat adanya terobosan (intrusi) magma, dimana panas yang
ditimbulkan saat terjadi penerobosan mengakibatkan batuan sekelilingnya terubah
menjadi batuan malihan. Pada batuan di singkapan ini, panas yang ditimbulkan tidak
membuat batuan menjadi batuan malihan sehingga tidak terjadi metamorfisme secara
keseluruhan. Batuan ini hanya mengalami baking effect tetapi tidak berubah secara
keseluruhan.

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 36


5.2.5 Stasiun 5

Gambar 5.13 Singkapan Stasiun 5


Stasiun 5 ini dijumpai sebuah singkapan di daerah dekat sawah dengan letak
titik koordinat astronomis yaitu x = 0802133 dan y = 9490160 pada elevasi z = 245 m.
Pada stasiun ini terdapat 1 data litologi dengan jenis batuan yaitu batuan beku.

Gambar 5.14 Litologi Stasiun 5


Pada data litologi, batuan ini memiliki ciri fisik dengan warna segar hitam
dan warna lapuk coklat. Pada teksturnya, tingkat kristalinitasnya yaitu hipokristalin,
granularitas dari batuan ini yaitu porfiro-afanitik, bentuk fabrik subhedral,
relasinya berupa In-Equigranular dan strukturnya masif. Batuan ini memiliki

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 37


komposisi mineral Ca plagioklas (10%), piroksin (80%), dan kuarsa (10%). Dari
hasil identifikasi yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa batuan ini
memiliki ciri fisik yang cocok dengan batuan bernama batu basalt porphyri. Pada
data geomorfologi, singkapan batuan ini memiliki relief landai dan tipe morfologi
sebagai singkapan. Tata guna lahan singkapan ini adalah sebagai persawahan. Tipe
pelapukannya fisika.
Berdasarkan litologi batuan yaitu batuan vulkanik/gunungapi, diketahui
bahwa singkapan ini merupakan singkapan di formasi camba. Formasi Camba
merupakan batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi, batupasir
tufaan berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau, dan batulempung, bersisipan
dengan napal, batugamping, konglomerat dan breksi gunungapi.
Pada singkapan ini, batuannya merupakan batuan host rock. Host rock
merupakan batuan yang mengandung endapan bijih atau suatu batuan yang dapat
dilewati larutan, di mana suatu endapan bijih terbentuk. Intrusi maupun batuan
dinding dapat bertindak sebagai host rock. Endapan bijih tersebut merupakan
endapan mineral mangan.

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 38


5.2.6 Stasiun 6

Gambar 5.15 Bentang Alam


Stasiun 6 ini terletak pada titik koordinat x = 0801661 dan y = 9490003 pada
elevasi (z = 61 m. pada stasiun ini yang diamati adalah tipe morfologi. Distasiun ini
dijumpai bentang alam karst dan bentang alam vulkanik dengan arah pegunungan
karst N 14° E , pegunungan vulkanik 1 dengan arah N 90° E dan pegunungan
vulkanik 2 dengan arah N 270° E.
Bentang alam vulkanik adalah bentang alam yang pembentukannya dikontrol
oleh proses vulkanisme, yaitu yaitu proses keluarnya magma dari dalam bumi.
Bentang alam vulkanik selalu dihubungkan dengan gerak-gerak tektonik. Gunung-
gunung api biasanya dijumpai didepan zona penunjaman (subduction zone). Bentang
alam vulkanik pada peta topografi dicirikan dengan pola konturnya radier dan pola
penyalurannya berupa radial.
Pengertian bentang alam Karst secara luas adalah bentuk bentang alam khas
yang terjadi akibat proses pelarutan pada suatu kawasan batuan karbonat atau batuan
mudah terlarut (umumnya formasi batu gamping) sehingga menghasilkan berbagai
bentuk permukaan bumi yang unik dan menarik dengan ciri-ciri khas exokarst (di
atas permukaan) dan indokarst (di bawah permukaan). Bentang alam karst pada peta
topografi dicirkan dengan banyak kontur kecil yang tertutup, aliran sungai-sungai
tiba-tiba hilang, kadang-kadang terdapat kontur depresi melebar.

Bab V Hasil Dan Pembahasan - 39


BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Setelah menyelesaikan laporan sementara seusai data lapangan yang


diperoleh dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Teknik pengambilan data dilapangan ada beberapa cara, yaitu:
a. Penjelasan materi dari dosen atau asisten.
b. Melalukukan pengamatan.
c. Plot lokasi dan melakukan pengambilan data singkapan, data litologi, data
geomorfologi, dan data stuktur.
Pada pengambilan sampel dilapangan, cara yang dapat digunakan yaitu Hand
Specimen Sampling. Hand Specimen Sampling merupakan teknik pengambilan
sampel sebesar kepalan tangan yang representative mewakili salah satu litologi
daerah penelitian.
2. Pada setiap singkapan yang diamati di setiap stasiun, terdapat formasi pada
singkapan, yaitu:
a. Stasiun 1, tidak ada formasi karena tidak ada singkapan yang diamati
b. Stasiun 2, terdapat Formasi Balangbaru (Kb) yang dimana merupakan
formasi sedimen tipe flysch dimana batupasir berselingan dengan serpih.
Pada formasi ini, umur Formasi Balangbaru (Kb) berkisar 146-66 juta tahun
yang lalu.
c. Stasiun 3, terdapat Formasi Balangbaru (Kb) yang dimana merupakan
formasi sedimen tipe flysch dimana batupasir berselingan dengan serpih.
d. Stasiun 4, terdapat Formasi Tonasa ( Temt ) yang dimana merupakan
formasi yang dicirikan adanya batugamping. Umur formasi ini berkisar 55-
44 juta tahun yang lalu
e. Stasiun 5, terdapat Formasi Camba ( Tmcv) yang dimana merupakan
formasi batuan sedimen berselingan dengan batuan gunungapi. Umur
formasi ini berkisar 22,5 juta tahun yang lalu.

Bab VI Penutup - 49
f. Stasiun 6, tidak di dapatkan penciri formasi di sebabkan pada stasiun ini
hanya melakukan pengamatan pada beberapa bentang alam.
3. Pada setiap singkapan yang diamati disetiap stasiun, hasil data litologi yang
didapatkan yaitu:
a. Stasiun 1, tidak ada singkapan yang diamati.
b. Stasiun 2, terdapat 1 data litologi dengan jenis batuan yaitu batuan sedimen.
Pada data litologi 1 didapatkan hasil identifikasi berupa batupasir karbonat.
c. Stasiun 3, data yang diambil hanya data kedudukan batuan.
d. Stasiun 4, terdapat data litologi dengan jenis batuan yaitu batuan sedimen.
Pada data litologi didapatkan hasil identifikasi berupa batugamping.
e. Stasiun 5, terdapat data litologi dengan jenis batuan yaitu batuan beku. Pada
data litologi didapatkan hasil identifikasi berupa Dasite (Fenton,1940) dan
Porifir basal (Travis,1955).
f. Pada stasiusn 6, tidak ada singkapan yang diamati.

Bab VI Penutup - 50
6.2 Saran

6.2.1 Saran untuk Laboratorium


Saran saya untuk laboratorium yaitu agar tetap menjaga kebersihan
laboratorium dan menyediakan alat-alat kebersihan, seperti sapu di perbanyak agar
setelah praktikum kita bisa membersihkan lebih cepat. Menyediakan LCD/Proyektor
agar memudahkan pembahasan materi yang dijelaskan asisten.
6.2.2 Saran untuk asisten
a. Kak Fatur : Tetap menjaga ketegasannya dan sering-sering berbagi ilmu ke
praktikan
b. Kak Putra : Agar lebih tegas lagi menghadapi praktikan dan sering-sering
berbagi ilmu ke praktikan.
c. Kak Ayu : Jangan terlalu sering marah-marah, menjaga suara karena suara itu
aurat bagi perempuan, tetap menjaga ketegasannya, pertahankan cara
mengajarnya dan tetap menjadi idola praktikan.
d. Kak Dewi : Pertahankan cara mengajarnya dan jangan suka hilang-hilang.
e. Kak Izmi : Pertahankan cara mengajarnya dan tetap sabar menghadapi
praktikan.
f. Kak Indah :Pertahankan cara mengajarnya dan tetap sabar menghadapi
praktikan
g. Rijal : Pertahankan cara mengajarnya, tetap sabar menghadapi praktikan, tetap
menjadi asisten yang keren.
h. Jumain : tetap jadi asisten yang ceria, baik, pertahankan cara mengajarnya,
tetap bersabar dan semangat menghadapi praktikan.
i. Annisa : tetap jadi asisten yang baik, semangat dan bersabar menghadapi
praktikan.
j. Nini: Kakak asisten andalan, tetap menjadi asisten yang baik, dapat mengajar
praktikannya ilmu-ilmu yang tidak pernah diajar seperti cara membuat peta
topografi melalui digital.
k. Ilham : Kakak asisten andalan, tidak ada kata selain terbaik, tetap menjadi
asisten yang baik, mempertahankan cara mengajarnya, sabar dan semangat
menghadapi praktikan.

Bab VI Penutup - 51
6.2.3 Saran untuk Praktikan selanjutnya
Saran saya untuk praktikan selanjutnya yaitu agar kiranya dapat menghargai
kakak asistennya dan semoga asisten dapat mendidik praktikan lebih baik dari
sebelumnya.

Bab VI Penutup - 52
DAFTAR PUSTAKA

Doddy, SG. 1987.Batuan dan Mineral. Nova : Bandung.


Munir, M. 1985. Geologi dan Mineralogi. Pustaka Jaya : Jakarta.
Tim Penyusun. 2018.Penuntun Praktikum Geologi Dasar. UMI : Makassar

Bab VI Penutup - 53

Anda mungkin juga menyukai