PENDAHULUAN
Ilmu geologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang dinamika dan
komponen fisik pembentukan bumi dan juga sejarah pembentukan bumi. Pada ilmu
geologi, salah satu hal yang dipelajari ialah mengetahui dan mempelajari batuan,
mineral, struktur geologi, morfologi, dan sebagainya. Geologi sebagai ilmu yang
mempelajari bumi, mempunyai peranan penting di dalam bidang pertambangan
terutama dalam penataan lingkungan daerah pertambangan, yang kajian utamanya
adalah membahas karakteristik fisik dan kimiawi lingkungan pertambangan yang
meliputi aspek-aspek klimatologi, geomorfologi, geologi, dan hidrogeologi. Bentuk
roman muka bumi (bentang alam) yang sesuai untuk suatu kawasan pertambangan
ditentukan berdasarkan hasil pengamatan terhadap lansekap lapangan yang meliputi
relief, kemiringan lereng, ketinggian daerah (elevasi), pola pengaliran sungai,
litologi, dan struktur geologi yang berkembang. Pembukaan kawasan pertambangan
pada daerah dengan morfologi curam/terjal perlu ditunjang oleh beberapa kegiatan
geologi teknik/hidrogeologi seperti pemeliharaan stabilitas lereng (slope stability)
dan penirisan (dewatering), untuk menghidari terjadinya longsor/runtuhan akibat
dibukanya jalan (road cuts) dan sistem penambanga yang diterapkan. Dalam suatu
operasi pertambangan, perlu dipertimbangkan faktor dampak negative yang dapat
ditimbulkan oleh pengambilan tanah penutup, batuan dan mineral-mineral ekonomis.
untuk dapat mempelajari hal tersebut, maka diadakan kuliah lapangan (fieldtrip)
yang dilaksanakan di kampus lapangan di Dusun Paludda Desa Patappa
Kecamatan Pujananting Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Kuliah
lapangan ini diadakan sebagai syarat dari mata kuliah dan laboratorium geologi dasar
dan merupakan suatu ajang atau media pembelajaran tentang bagaimana cara dalam
pengambilan data atau sampel di lapangan khususnya data regional dan bagaimana
proses dalam pengolahan data tersebut dan di analasis.
Sebagai calon sarjana Teknik Pertambangan maka kita dituntut untuk
memiliki pengetahuan dan skill tentang ilmu teknik pertambangan yang luas dan
memadai sehinggan hendaknya terus melaksanakan penelitian atau fieldtrip untuk
mengumpulkan data geologi sebanyak-banyaknya dan seaktual mungkin.
Bab I Pendahuluan - 1
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari dilakukannya fieldtrip ini, yaitu sebagai bahan aplikasi
dari penerapan beberapa ilmu yang telah dipelajari pada saat melakukan praktikum
Geologi Dasar serta untuk melihat langsung objek dan proses-proses yang terjadi
dialam dan juga untuk mengetahui cirri-ciri yang terjadi di lapangan.
1.2.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya fieldtrip ini, yaitu agar :
a. Dapat mengetahui teknik pengambilan data dilapangan.
b. Mengetahui formasi di setiap stasiun.
c. Dapat mengetahui litilogi di setiap stasiun.
1.3.1 Alat
a. Mistar/penggaris
b. Busur derajat 360º
c. Papan standar
d. Palu Geologi
e. GPS
f. Kompas
g. Roll meter
h. Pita ukur
i. ATM (Alat Tulis Menulis)
j. Ponco (Jas hujan)
1.3.2 Bahan
a. Kertas A4
b. Buku lapangan
c. Kantong Sampel
d. HCL 0,5 M
Bab I Pendahuluan - 2
1.4 Waktu dan Kesampaian Daerah
Bab I Pendahuluan - 3
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Pulau Sulawesi dibagi menjadi tiga Mandala geologi, yang didasarkan pada
perbedaan litologi stratigrafi, struktur dan sejarahnya. Ketiga mandala tersebut
adalah Mandala Sulawesi bagian barat, Mandala Sulawesi bagian timur, dan
Mandala Banggai Sula. Dari ketiga mandala tersebut secara orogen yang paling tua
adalah Mandala Sulawesi timur dan yang termuda adalah Mandala Sulawesi bagian
barat. (Rab Sukamto, 1975)
Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan
ultrabasa, batuan malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan, tergerus dan
mendaun dan sentuhannya dengan formasi disekitarnya berupa sesar atau
Bab II Geologi Regional - 4
ketidakselarasan. Penarikan radiomteri pada sekis yang menghasilkan 111 juta tahun
kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik zaman Kapur.
Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch formasi Balangbaru dan
formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000 meter dan berumur Kapur Atas.
Kegiatan magma mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava dalam
flysch.
Batuan gunung api berumur Paleosen (58,5 – 63,0 juta tahun yang lalu) dan
diendapkan dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang berumur
Kapur Atas. Batuan sedimen formasi Mallawa yang sebagian besar dicirikan oleh
endapan darat dengan sisipan batubara, menindih tak selaras batuan gunung api
Paleosen dan batuan flysch kapur atas. Di atas formasi Malawa ini secara berangsur
beralih ke endapan karbonat formasi Tonasa yang terbentuk secara menerus dari
Eosen Bawah sampai bagian bawah Miosen Tengah. Tebal formasi Tonasa lebih
kurang 3000 meter, dan melampar cukup luas mengalasi batuan gunungapi Miosen
Tengah di barat. Sedimen klastik formasi Salo Kalupang yang Eosen sampai
Oligosen bersisipan batugamping dan mengalasi batuan gunungapi Kalamiseng
Miosen Awal di timur.
Sebagian besar pegunungan, baik yang di barat maupun yang di timur,
mempunyai batuan gunungapi. Di pegunungan yang timur, batuan itu diduga
berumur Miosen Bawah bagian atas yang membentuk batuan Gunungapi
Kalamiseng. Dilereng timur bagian utara pegunungan yang barat , terdapat batuan
Gunungapi Soppeng yang juga diduga berumur Miosen Bawah. Batuan sedimen
berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Bawah berselingan dengan batuan
gunungapi yang berumur antara 8,93 sampai 9,29 juta tahun yang lalu. Secara
bersamaan batuan ini menyusun formasi Camba yang tebalnya sekitar 5000 meter.
Sebagian besar pegunungan yang barat terbentuk dari formasi Camba ini yang
menindih tak selaras dengan formasi Tonasa.
Selama Miosen Atas sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi lembah
Walanae diendapkan sedimen klastik formasi Walanae. Batuan ini tebalnya sekitar
4500 meter, dengan bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa tempat
(Batugamping Anggota Tacipi). Formasi Walanae berhubungan menjari dengan
bagian atas formasi Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Atas sampai Pliosen
Bawah merupakan sumber bahan bagi formasi Walanae. Kegiatan gunung api yang
Lengan selatan pulau Sulawesi secara struktural dibagi atas dua bagian yaitu
lengan selatan bagian utara dan lengan selatan bagian selatan yang sangat berbeda
struktur geologinya. (Van Bemellen, 1949)
Lengan selatan bagian utara berhubungan dengan orogen, sedangkan lengan
Selatan bagian Selatan memperlihatkan hubungan kearah jalur orogen yang
merupakan sistem pegunungan Sunda.
Perkembangan struktur lengan selatan bagian utara pulau Sulawesi di mulai
pada zaman Kapur, yaitu terjadinya perlipatan geosinklin disertai dengan kegiatan
vulkanik bawah laut dan intrusi Gabro. Bukti adanya intrusi ini terlihat pada
singkapan disepanjang pantai Utara–Selatan Teluk Bone.
Batuan yang masih dapat diketahui kedudukan struktur stratigrafinya dan
tektoniknya adalah sedimen flisch formasi Balangbaru dan formasi Marada, di
bagian bawah tidak selaras oleh batuan yang lebih muda. Batuan yang lebih tua
merupakan massa yang terimbrikasi melalui sejumlah sesar sungkup, terbreksikan,
tergerus dan sebagian tercampur aduk dengan Mélange. Berdasarkan himpunan
batuannya diduga formasi Balangbaru dan formasi Marada merupakan endapan
lereng di dalam sistem busur palung zaman Kapur Atas dan gejala ini menunjukkan
bahwa Mélange di daerah Bantimala terjadi sebelum Kapur Atas.
Pada daerah bagian timur terjadi vulkanisme yang dimulai sejak Miosen Atas
dimana hal ini ditunjukkan pada daerah Kalamiseng dan Soppeng. Akhir kegiatan
vulkanisme ini diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban
3.1 Mineral
Mineral adalah zat padat yang berupa bahan anorganik yang terbentuk secara
alamiah berupa unsur atom dengan suatu persyaratan komposisi kimia tertentu yaitu
bentuk-bentuk geometrisnya beraturan.
Kulit bumi bagian terluar atau kerak bumi disusun oleh zat padat yang sehari-
hari kita sebut batuan. Sedangkan batuan meliputi segala macam materi yang
menyusun kerak bumi, baik padat maupun lepas seperti pasir dan debu. Umumnya
batuan merupakan ramuan beberapa jenis mineral. Dan mineral adalah suatu zat
(fase) padat dari unsur (kimia) atau persenyawaan yang dapat dibentuk oleh proses-
proses anorganik.
Dan mempunyai susunan kimiawi tertentu dan suatu penempatan atom-atom
secara beraturan didalamnya, atau dikenal sebagai struktur kristal. Struktur
dalamannya menunjukkan bahwa kedudukan atom-atom dalam mineral menuruti
aturan tertentuyang lazimnya disebut kisi ruang (space lattice). Suatu contoh mineral
halit (NaCl) tiap atom Na dan Cl masing-masing dikerumuni secara bidang delapan
oleh enam atom Cl dan Na. Dalam zat yang tak berhablur seperti kaca alam, tak
terdapat keteraturan seperti demikian dan bersamaan tergolong dalam zat yang
amorf.
Setiap jenis mineral tidak saja terdiri dari unsur-unsur tetentu, tetapi juga
mempunyai bentuk tertentu yang disebut bentuk Kristal. Bentuk Kristal beraneka
corak tetapi selalu polyhedral (bidang banyak).
Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan penyusunan atom-
atom yang beraturan, maka setiap jenis mineral mempunyai sifat-sifat fisik atau
kimia tersendiri. Dengan mengenal sifat-sifat tersebut maka setiap jenis mineral
dapat dikenal, dimana sekaligus kita mengetahui susunan kimiawinya dalam batas-
batas tertentu. Disini cirri-ciri fisik mineral seperti bentuk Kristal, warna, belahan
pecahan, kilap, gores atau cerat, kekerasan dan tenacity.
2.2.1 Bentuk Kristal
Pada wujudnya sebuah Kristal itu seluruhnya dapat ditentukan secara ilmu
ukur, dengan mengetahui sudut-sudut bidangnya. Untuk dapat membayangkan
Bab III Tinjauan Pustaka - 12
Kristal dengan cara demikian tidaklah mungkin.hal ini dapat dilakukan dengan
menetapkan kedudukan bidang-bidang tersebut dengan pertolongan system-sistem
koordinat. Pada wujudnya sebuah Kristal itu seluruhnya dapat ditentukan secara ilmu
ukur, dengan mengetahui sudut-sudut bidangnya. Untuk dapat membayangkan
Kristal dengan cara demikian tidaklah mungkin.hal ini dapat dilakukan dengan
menetapkan kedudukan bidang-bidang tersebut dengan pertolongan system-sistem
koordinat. Dalam ilmu kristalografi, geometri dipakai dengan tujuh jenis sistem
sumbu, yaitu;
a. Sistem sumbu isometrik
b. Sistem sumbu tetragonal
c. Sistem sumbu ortorombik
d. Sistem sumbu monoklin
e. Sistem sumbu triklin
f. Sistem sumbu heksagonal
g. Sistem sumbu rombohedral
2.2.2 Warna
Banyak mineral mempunyai warna yang khusus, misalnya mineral azurite
berwarna biru dan mineral epidot berwarna kuning hijau. Adapula mineral-mineral
yang mengandung subtansi-subtansi lain yang dapat merubah warna aslinya.
2.2.3 Belahan dan pecahan
Apabila sebuah Kristal mendapatkan suatu tekanan yang melampaui batas-
batas elastic dan plastisnya maka pada akhirnya Kristal akan pecah. Cara pecahnya
ini ada yang beraturan, maka akan memperlihatkan suatu pecahan, dan jika pecahnya
mengikuti permukaan yang sesuai dengan struktur kristalnya akan memperlihatkan
suatu belahan.
Apabila sebuah Kristal mendapatkan suatu tekanan yang melampaui batas-
batas elastic dan plastisnya maka pada akhirnya Kristal akan pecah. Cara pecahnya
ini ada yang beraturan, maka akan memperlihatkan suatu pecahan, dan jika pecahnya
Mengikuti permukaan yang sesuai dengan struktur kristalnya akan memperlihatkan
suatu belahan.
Pecahan dibagi menjadi :
a. Pecahan concoidal, dimana pecahan seperti kulit bawang misalnya kuarsa.
b. Hackly, pecahannya seperti pecahannya besi tajam-tajam.
3.2 Batuan
Batuan beku merupakan jenis batuan yang terbentuk dari magma yang
mengalami pembekuan. Batuan beku ini juga disebut dengan batuan ignesius.
Magma yang membeku ini merupakan magma yang mendingin dan mengeras,
dengan atau tanpa proses kristalisasi, yang terjadi baik di bawah permukaan sebagai
jenis batuan intrusif atau plutonik, maupun di atas permukaan sebagai batuan
ekstrusif atau vulkanik.
Batuan beku ini terbentuk karena adanya magma yang mengeras atau
mengalami pembekuan. Magma ini berasal dari batuan setengah cair ataupun oleh
batuan yang sudah ada sebelumnya, baik yang berada di mantel maupun di kerak
bumi. Secara umum, proses pelelehan tersebut terjadi pada salah satu proses dari
kenaikan temperatur, penurunan tekanan, ataupun perubahan komposisi. Selanjutnya
untuk proses pembentukan batuan beku ini juga terkadang tergantung pada jenis
batuan bekunya masing-masing. Beberapa jenis batuan beku dan proses
pembentukannya antara lain:
a. Batuan beku dalam atau batuan plutonik
Batuan beku dalam atau batuan plutonik terbentuk karena pembekuan yang
terjadi di dalam dapur magma secara perlahan- lahan sekali sehingga tubuh batuan
terdiri dari kristal- kristal besar. Contoh dari batuan ini adalah batuan granit, batuan
peridotim, dan juga batuan gabro.
b. Batuan beku gang atau korok
Batuan beku gang atau korok, proses terjadi batuan ini pada celah- celah antar
lapisan di dalam kulit bumi. Proses pembekuan ini berjalan lebih cepat sehingga di
samping kristal besar terdapat pula banyak kristal kecil. Contoh dari batuan jenis ini
antara lain batu granit porfir.
c. Batuan beku luar atau batuan lelehan
Batuan beku luar atau batuan lelehan, proses terbentuknya batuan ini adalah
ketika gunung api menyemburkan lava cair pijar. Pembekuan ini terjadi tidak hanya
di sekitar kawah gunung api saja, namun juga di udara. Proses pembekuan ini
berlangsung singkat dan hampir tidak mengandung kristal (armorf).
Batuan sedimen merupakan salah satu jenis batuan yang mana terbentuk
sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Batuan sedimen atau
sering juga disebut sebagai endapan merupakan batuan yang terbentuk dari endapan
bahan- bahan yang terbawa oleh air ataupun angin. Batuan sedimen yakni batuan
yang terbentuk karena adanya proses pembatuan atau litifikasi dari hasil proses
pelapukan dan juga erosi tanah yang telah terbawa arus dan kemudian diendapkan.
Seorang ahli, yakni Hutton (1875) menyatakan bahwasannya batuan sedimen
ini merupakan batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material
lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan juga longsoran
gravitasi, gerakan tanah atau juga tanah longsor. Selain terbentuk dari demikian,
batuan sedimen ini juga terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika,
garam, dan juga material- material lainnya. Demikianlah yang disebut dengan batuan
sedimen.
Proses pembentukan batuan sedimen, yaitu batuan sedimen ini mengalami
proses pemadatan dan juga pengompakan dari bahan lepas (endapan) hingga menjadi
batuan sedimen yang utuh. Proses ini dinamakan sebagai diagenesa. Proses
diagenesa sendiri dapat terjadi pada suhu dan tekanan atmosferik sampai dengan
suhu 300 derajat celcius dan juga tekanan 1–2 kilobar yang berlangsung mulai dari
sedimen mengalami penguburan hingga terangkat dan juga tersingkap kembali di
atas permukaan lapisan atmosfer bumi.
3.4.1 Diagnesa Batuan Sedimen
Berdasarkah hal ini maka ada 3 macam diagnesa, yakni:
a. Diagnesa eogenik, yakni diagnesa awal yang terjadi pada sedimen di bawah
permukaan air.
b. Diagnesa mesogenik, yakni diagnesa yang terjadi pada waktu sedimen
mengalami penguburan yang semakin dalam.
c. Diagnesa telogenik, yakni diagnesa yang terjadi pada saat batuan sedimen
tersingkap kembali ke permukaan bumi yang disebabkan karena
pengangkatan dan juga erosi.
3.4.2 Kekompakan Batuan Sedimen
Berbagai macam kekompakan dari batuan sedimen ini antara lain:
Tahap penggambilan data yaitu yang pertama saat setibanya di stasiun yang
dituju, lakukan lah pengamatan terhadap stasiun tersebut, atau area sekeliling stasiun.
Lakukan kemudian penyempitan area pengamatan dan lebih fokus terhadap
singkapan singkapan yang terlihat. Kemudian plot lokasi di stasiun dan menulisnya
di buku lapangan, kemudian mengambil sampel litologi dan melakukan pengukuran
strike dip pada singkapan batuan sedimen. Lakukan pendeskripsian pada batuan
sampel dan mengisi data sinkapan, data litologi, data geomorfologi, struktur geologi
regoinal, dan pengukuran slope, arah penggambaran sketsa.
Setelah semua data telah terkumpul kemudian diolah dan di analisis untuk
mendapatkan data secara akurat seperti mmendeskripsi batuan dan lain-lain. Pada
tahapan ini data yang diperoleh di lapangan di olah di basecamp atau di kampus
lapangan sesuai dengan data yang di peroleh di lapangan tanpa menambah maupun
manipulasi data, maupun di kurangi, sehingga selanjutnya melakukan penulisan
laporan
Tahapan ini adalah tahap paling akhir dalam kegiatan penelitian Dimana data-
data yang sudah ada diolah dan didapatkan hasilnya serta selanjutnya dibuat dalam
format laporan.
5.1 Hasil
Permeabilitas : Baik
Kemas : Terbuka
Simbol batuan :
D. Data Geomorfologi
Relief : Landai
ST4 (RESECTION)
ST4 (INTERSECTION)
5.2.2 Stasiun 1
Stasiun 1 ini merupakan titik awal/base camp dari kegiatan fieldtrip geologi
dasar. Letak stasiun 1 atau basecamp yaitu di kampus lapangan. Pada stasiun ini juga
adanya pengarahan oleh dosen. Isi pengarahanya yaitu tentang arahan-arahan dan
gambaran lokasi stasiun-stasiun berikutnya. Pada stasiun ini dilakukan kegiatan
resection. Resection adalah metode untuk menentukan kedudukan/posisi di peta
dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali dan diketahui
posisinya di peta. Pada peta dan plot lokasi di GPS kemudian memasukkan data ke
dalam peta. Dari hasil tersebut didapatkan koordinat untuk stasiun 1 dengan x =
0800596 dan y = 9490373 pada elevasi (z) = 187 m. Dari data ini didapat perbedaan
titik lokasi (error dari hasil resection pada arah N 236° E sebesar 2,3 cm pada peta.
Stasiun 3 ini dijumpai pada titik koordinat astronomis yaitu x = 0801460 dan
y = 948990 pada elevasi z = 169 m. Pada stasiun ini yang diambil adalah data
kedudukan batuan. Strike Dip dari singkapan yang ada pada stasiun 3 ini adalah N
114o E/112o. Singkapan ini memiliki kemiringan lereng sebesar 60 o
Pada data geomorfologi, singkapan batuan ini memiliki relief landai dan
bertipe
. morfologi sebagai persawahan dengan tipe pelapukan kimia. Tata guna lahan
singkapan ini adalah sebagai persawahan atau pertanian.
Berdasarkan litologi batuan, diketahui bahwa singkapan tersebut merupakan
singkapan pada Formasi Balangbaru. Formasi Balangbaru merupakan formasi
Sedimen tipe Flysch, dimana batupasir berselingan dengan batulanau, batulempung,
dan serpih. Singkapan ini terbentuk akibat adanya pelapukan yang disertai dengan
longsoran. Longsoran merupakan bagian dari gerakan tanah yang menyebabkan
berpindah atau bergesernya massa tanah dari daerah energi potensial tinggi ke daerah
dengan potensial rendah.
6.1 Kesimpulan
Bab VI Penutup - 49
f. Stasiun 6, tidak di dapatkan penciri formasi di sebabkan pada stasiun ini
hanya melakukan pengamatan pada beberapa bentang alam.
3. Pada setiap singkapan yang diamati disetiap stasiun, hasil data litologi yang
didapatkan yaitu:
a. Stasiun 1, tidak ada singkapan yang diamati.
b. Stasiun 2, terdapat 1 data litologi dengan jenis batuan yaitu batuan sedimen.
Pada data litologi 1 didapatkan hasil identifikasi berupa batupasir karbonat.
c. Stasiun 3, data yang diambil hanya data kedudukan batuan.
d. Stasiun 4, terdapat data litologi dengan jenis batuan yaitu batuan sedimen.
Pada data litologi didapatkan hasil identifikasi berupa batugamping.
e. Stasiun 5, terdapat data litologi dengan jenis batuan yaitu batuan beku. Pada
data litologi didapatkan hasil identifikasi berupa Dasite (Fenton,1940) dan
Porifir basal (Travis,1955).
f. Pada stasiusn 6, tidak ada singkapan yang diamati.
Bab VI Penutup - 50
6.2 Saran
Bab VI Penutup - 51
6.2.3 Saran untuk Praktikan selanjutnya
Saran saya untuk praktikan selanjutnya yaitu agar kiranya dapat menghargai
kakak asistennya dan semoga asisten dapat mendidik praktikan lebih baik dari
sebelumnya.
Bab VI Penutup - 52
DAFTAR PUSTAKA
Bab VI Penutup - 53