Anda di halaman 1dari 14

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

ANALISIS PERAN BATUAN BASALT DAERAH SAMATA KAB. GOWA


SULAWESI SELATAN

OLEH :

AMRAN AL AMIR
R1C117030

MAKASSAR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak dan gas bumi merupakan salah satu kebutuhan manusia yang
sangat penting. Hal ini dikarenakan kebutuhan manusia yang semakin hari
semakin ingin instan yang berimbas kepada kebutuhan minyak yang semakin
tinggi. Proses pembuatan barang-barang kebutuhan manusia juga dilakukan serba
instan menggunakan mesin-mesin, bahkan tanpa campuran tangan Sumber Daya
Manusia membuat komsumsi energi yang dibutuhkan sangat banyak.
Kebutuhan manusia akan minyak dan gas bumi memacu manusia untuk
mengembangkan teknologi-teknologi yang semakin modern untuk memperoleh
informasi tentang keberadaan cekungan-cekungan minyak dan gas bumi. Dalam
mengantisipasi hal tersebut, perusahaan-perusahaan migas semakin gencar dalam
meningkatkan eksplorasi dan eksploitasi untuk menemukan lapangan-lapangan
minyak baru yang potensial.
Wilayah indonesia bagian tengah saat ini telah sampai pada tahap
eksplorasi cadangan minyak dan gas bumi yaitu tepatnya di Kabupaten Wajo.
Namun untuk tugas Geologi MIGAS dan Aspal Buton ini yaitu menganalisis
peran batuan dalam Eksplorasi migas di daerah terdekat sehingga data yang saya
peroleh adalah data di daerah Samata Kabupaten Gowa. Kemudian pengaruh
adanya cebakan di Kab. Gowa daerah Samata ini tidak menandai adanya ciri khas
dari Minyak Bumi. Selain itu alat atau teknologi yang digunakan dalam
menentukan keberadaan Minyak bumi di bawah, masih perlu alat-alat yang
memadai.
Ekplorasi bukan hanya diartikan sebagai usaha penambahan lapangan
minyak baru atau perluasan daerah produksi, melainkan juga sebagai bagian dari
salah satu usaha produksi untuk mempertahankan jumlah cadangan. Metode yang
saya lakukan yaitu survei lapangan di daerah Sulawesi Selatan Kabupaten Gowa
daerah Samata. Dalam metode ini, dikenal dengan menentukan atau mendekripsi
singkapan dan handsfaceman serta mempelajari Geologi Regional daerah
penelitian, dengan demikian kita bisa menentukan apakah daerah disekitar,
berpotesi adanya cebakan Migas. tiga tahapan kegiatan dalam survey yang
lengkap. Ketiga tahapan yang dimaksudkan adalah pengambilan data, pengolahan
data dan interpretasi secara geologi.
Oleh karena itu, salah satu kurangnya yang ada pada penelitian ini,
terhalangnya survei di Kabupaten Wajo, dikarenakan di daerah tersebut masih
melakukan sistem Lock Down, sehingga makalah tugas praktikum Geologi Migas
masih perlu dibenahi dan bimbingan intensif dari dosen pengampuh matakuliah
Migas dan Aspal Buton.

B. Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian


ini adalah :

1. Bagaimana Morfologi Daerah Penelitian.?


2. Bagaimana Hubungan Batuan Di Lokasi Penelitian Dalam Explorasi Migas

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi Morfologi Daerah Penelitian.
2. Menentukan Jenis Batuan Serta Mengidentifikasi Batuan Yang Diteliti.

D. Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber informasi untuk penelitian di Kota Makassar Sulawesi


Selatan.
2. Sebagai sumber data Geosains pada daerah Kota Makassar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Geologi Regional Daerah Penelitian

GEOMORFOLOGI
Bentuk morfologi yang menonjol di daerah lembar ini adalah
kerucut gunungapi Lompobatang. yang menjulang mencapai ketinggian 2876
m di atas muka laut. Kerucut gunungapi dari kejauhan masih memperlihatkan
bentuk aslinya. dan menempati lebih kurang 1/3 daerah lembar. Pada potret
udara terlihat dengan jelas adanya beberapa kerucut parasit, yang kelihatannya
lebih muda dan kerucut induknya bersebaran di sepanjang jalur utara-selatan
melewati puncak Gunung Lompobatang. Kerucut gunungapi Lompobatang ini
tersusun oleh batuan gunungapi berumur Plistosen.
Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih sempit sebarannya
terdapat di sebelah barat dan sebelah utara G. Lompobatang. Di sebelah barat
terdapat G. Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di sebelah utara
terdapat G. Cindako, mencapai ketinggian 1500 m. Kedua bentuk kerucut
tererosi ini disusun oleh bawan gunungapi berumur Pliosen.
Di bagian utara lembar tendapat 2 daerah yang tercirikan oleh
topografi kras yang di bentuk oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah
bertopografi kras ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan
gunungapi berumur Miosen sampai Pliosen.
Daerah sebelah barat G. Cindako dan sebelah utara G. Baturape
merupakan daerah berbukit. kasar di bagian timur dan halus di bagian barat.
Bagian timur mencapai ketinggian. kina-kira 500 m, sedangkan bagian barat
kurang, dan 50 m di atas muka laut dan hampir merupakan suatu datanan.
Bentuk morfologi ini disusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen.
Bukit-bukit memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke G. Cindako
dan G. Baturape berupa retas-retas basal.
Pesisir barat merupakan daratan rendah yang sebagian besar terdiri
dari daerah rawa dan daerah pasang-surut. Beberapa sungai besar
membentuk daerah banjir di dataran ini. Bagian timurnya terdapat buki-bukit
terisolir yang tersusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen dan
Pliosen. Pesisir baratdaya ditempati oleh morfologi berbukit memanjang
rendah dengan arah umum kirar-kira baratlaut-tenggara. Pantainya berliku -
liku membentuk beberapa teluk, yang mudah dibedakan dari pantai di daerah
lain pada lembar ini. Daerah ini disusun oleh batuan karbonat dari Formasi
Tonasa.
Kondisi geomorfologi merupakan elemen penting dalam penentuan
kesesuaian pemanfaatan lahan atau kemampuan daya dukung lahan. Kabupaten
Gowa yang berada pada daerah perbukitan yang cukup tinggi merupakan
limitasi dalam pengembangan kawasan budidaya di Kabupaten Gowa.
Kondisi geomorfologi di Kabupaten Gowa dalam 5 tahun terakhir
terus mengalami perubahan.Tingginya frekwensi bencana alam seperti gempa
bumi dan tanah longsor telah banyak mengubah kondisi geomorfologi dan
lingkungan hidup di kabupaten ini.Selain oleh alam, perubahan kondisi
geomorfologi dan lingkungan hidup juga turut dipicu oleh pemanfaatan sumber
daya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah konservasi yang telah menyebabkan
penurunan kualitas dan daya dukung lingkungan. Kondisi ini antara lain terlihat
dari terus berkurangnya luas areal hutan dan bertambahnya luas lahan kritis.
Problematika tersebut turut memicu terjadinya banjir dan longsor.
Dalam pada itu, Kabupaten Gowa mempunyai topografi yang relatif
bergelombang dan berbukit, sedangkan topografi datar relatif sedikit.Kawasan
yang mempunyai kemiringan lahan datar (0-8%) pada umumnya berada di
daerah di sebelah timur dan lahan-lahan sepanjang jalan poros. Selanjutnya
kawasan yang mempunyai kemiringan lahan 8-15% tersebar di seluruh wilayah
Kabupaten Gowa, sedangkan kemiringan lahan di atas 40% pada umumnya
berada di sebelah timur meliputi kecamatan Tinggimoncong, Kecamatan
Tombolo Pao, Kecamatan Tompobulu, Kecamatan Biringbulu, Kecamatan
Bungaya, Kecamatan Parigi dan beberapa kecamatan lainnya merupakan
kawasan lindung.

STRATIGRAFI

Geologi daerah inventarisasi tercakup dalam peta geologi lembar


Ujung Pandang, Benteng, dan Sinjai skala 1 : 250.000 (Rab Sukamto dan Sam
Supriatna, 1982). Geologi di Kabupaten Takalar dan Kabupaten Gowa
termasuk dalam Mandala Sulawesi bagian barat.

Satuan batuan tertua adalah Formasi Tonasa (Temt), terdiri dari


batugamping pejal dan berlapis, koral, bioklastik, kalkarenit dengan sisipan
napal, batugamping pasiran dengan umur berkisar dari Eosen sampai Miosen
Tengah. Di atasnya ditindih oleh Formasi Camba (Tmc) terdiri dari batuan
sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi, batupasir tufaan
berselingan dengan tufa, batupasir dan batu lempung bersisipan napal,
batugamping, konglomerat, breksi gunungapi dan batubara. Formasi Camba
(Tmc) ini menjemari dengan batuan gunungapi Formasi Camba (Tmcv), yang
terdiri dari breksi gunungapi, lava, konglomerat dan tufa berbutir halus hingga
lapili berumur Miosen Tengah sampai Pliosen.
Batuan Gunungapi Baturappe-Cindako (Tpbv) terjadi secara
setempat terdiri dari lava dan breksi bersusunan basal dengan sisispan sedikit
tufa dan konglomerat, umumnya batuan didominasi oleh lava (Tpbl) berumur
Pliosen Akhir. Satuan batuan gunungapi termuda adalah Batuan Gunungapi
Lompobatang (Qlv), terdiri dari aglomerat, lava, breksi, endapan lahar dan tufa.
Sebagian besar terkompaksi, andesit dan basal berumur Plistosen. Sedimen
termuda berupa endapan aluvial dan pantai (Qac), berumur Holosen.

Batuan terobosan diorit (d) berupa stok dan sebagian retas atau sill
menerobos Formasi Tonasa (Temt), Formasi Camba (Tmcv) dan batuan
Gunungapi Baturappe – Cindako yang membuat batuan di sekitar nya terubah
kuat, berumur Miosen Akhir (JD. Obradovich,1974).

Batuan terobasan andesit / trakhit (a/b) berupa retas dan stok


menerobos batuan gamping Formasi Camba (Tmcv) dan Batuan Gunungapi
Baturappe–Cindako (Tpbv). Batuan terobosan basal (b) berupa retas, sill dan
stok, beberapa mempunyai tekstur gabro. Terobosan basal di Jenebarang
merupakan kelompok retas berpola radier yang memusat ke Baturappe dan
Cindako, sedangkan yang di sebelah utara Jeneponto berupa stok, berumur
Miosen Akhir sampai Pliosen Akhir (Indonesian Galf Oil Co, 1972) dan JD.
Obradovich, 1974).

STRUKTUR

Geologi Struktur geologi batuan Kabupaten Gowa yang memiliki


karakteristik geologi yang kompleks dicirikan oleh adanya jenis satuan batuan
yang bervariasi akibat pengaruh struktur geologi. Beberapa jenis batuan yang
dapat ditemukan di Kabupaten Gowa pada umumnya antara lain:
• batuan epiklastik gunungapi (batupasir andesitan, batulanau, konglomerat
dan breksi
• batugamping kelabu hingga putih berupa lensa-lensa besar
• batugamping terumbu
• batupasir hijau, grewake, napal, batulempung dan tuf, sisipan lava
bersisipan andesit-basal
• batupasir, konglomerat, tufa, batulanau, batulempung, batugamping, napal
• batusabak, kuarsit, filit, batupasir kuarsa malih, batulanau malih dan
pualam, setempat batulempung malih
• granit, granodiorit, riolit, diorit, dan aplit
• hasil erupsi parasit
• konglomerat, sedikit batupasir glokonit dan serpih
• lava andesit dan basal, dan latit kuarsa
• lava, breksi, tufa, konglomerat
• napal diselingi batulanau gampingan dan batupasir gampingan
• napal, kalkarenit, batugamping koral bersisipan dengan tuf dan batupasir,
setempat dengan konglomerat
• serpih coklat kemerahan, sepi napalan kelabu, batugamping, batupasir
kuarsa, konglomerat, batugamping dan setempat batubara Struktur geologi
sangat mempengaruhi pola penyebaran batuan dan keterdapatan bahan
galian.Formasi geologi Kabupaten Gowa, dilihat tabel dan gambar berikut.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

A. Data Lithologi

Foto sampel dari atas Foto sampel depan Foto Sampel dari belakang

Jenis batuan yaitu Batuan Beku Ekstrusif, warna segarnya ke abu-


abuan, sedangkan warna lapuknya kecoklatan. Untuk teksturya yaitu Afanitik,
Struktur batuan ini yaitu Massiv. Dengan kandungan Mineral yaitu dapat
dilihat pada tabel 3.1 :

Tabel 3.1 Kandungan mineral serta presentase mineral tersebut


No Nama Mineral Presentase
1 Plagioklas 30 %
2 Biotit 10 %
3 Ortoklas 20 %
4 Basalt 40 %

Dapat disimpulkan berdasarkan ciri – ciri di atas adalah batuan Basalt.

B. Morfologi Daerah Penelitian


Di jumpai singkapan batuan beku Ekstrusif dengan dimensi kurang
lebih 1 – 2 m, dengan ketinggian kurang lebih 2 m yang tersingkap di daerah
Samata Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Dan ditemukan juga kekar Shear
Joint pada singkapan tersebut.

Relief landai, tipe morfologi perbukitan, tingkat pelapukannya sedang.


Jenis pelapukannya fisika, sedangkan vegetasinya yaitu sedang. Dijumpai pula
singkapan tersebut kontak dengan batuan Sedimen pasiran dengan ukuran butir
2 – 1 mm. Dapat dilihat gambar yang di atsir.

C. Hubungan batuan di lokasi penelitian dalam eksplorasi Migas


Hubungan dari batu basalt dalam eksplorasi Minyak bumi yaitu Secara
struktur lapisan bumi, dibagi menjadi tiga bagian, antara lain kerak bumi,
mantel dan inti bumi, kerak bumi sendiri merupakan kulit bumi yang paling
luar, terdiri dari dataran dan lautan serta menjadi tempat tinggal bagi seluruh
mahluk hidup. Lapisan dan struktur kerak bumi terdidri atas batuan beku,
batuan sedimen dan batuan metamorf. Namun pada tahap ini kita berfokus
kepada batuan bekunya, batu yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral
dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. batuan beku dapat dibedakan
menjadi batuan beku plutonik dan vulkanik. Perbedaan terbesarnya berasal dari
mineral penyusun batuannya.
Batuan beku plutonik umumnya terbentuk dari pembekuan magma
yang relative lebih lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya relatif besar.
Sedangkan, batuan beku vulkanik biasanya terbentuk dari pembekuan magma
yang sangat cepat, seperti akibat letusan gunung berapi, sehingga mineral
penyusunnya lebih kecil. Salah satu batuan beku vulkanik adalah batu basalt.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa batu basalt ini tidak berhubungan
dalam eksplorasi Migas dikarenakan dalam pembentukannya, batu basalt
tersebut terbentuk akibat dari pembekuan magma yang sangat cepat atau
letusan gunung api, sedangkan Minyak bumi sendiri terbentuk karena dari
jasad renik yang berasal hewan atau tumbuhan yang sudah mati yang dimana
mengandung karbon yang tinggi berjuta – juta tahun yang lalu.

3.2 Pembahasan

Batu basalt adalah batuan yang termasuk kedalam batuan beku ekstrusif
yang mana merupakan beku vulkanik yang berasal dari hasil pembekuan
magma yang terjadi di permukaan bumi dengan komposisi basa. Sedangkan
definisi batu basalt menurut ahli adalah batuan beku aphanitic yang
mempunyai kandungan kuarsa tidak lebih dari 20%, kadar feldspathoid kurang
dari 10% dan persentase mineral felspar dalam bentuk plagioklas sebesar 65%.
Komposisi batu basalt terdiri atas mineral proksin, amfibol, plagioklas dan
gelas vulkanik, keberadaan gelas vulkanik hanya dimiliki oleh batu basalt.
Untuk penampakan batu basalt, biasanya berwarna abu-abu atau hitam, karena
pembekuannya cepat di permukaan bumi.
Batu basalt biasanya bersifat masif dan keras, bertekstur afanitik atau
batuan beku berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal penyusunnya tidak
dapat diamati dengan mata telanjang. Batu basalt sendiri bisa dibedakan
menjadi 2 tipe, yaitu basalt alkali dan theolitik. Hal itu terjadi dikarenakan
perbedaan kandungannya yaitu Na2O dan K2O. Batu basalt Alkali memiliki
kandungan Na2O dan K2O lebih tinggi daripada basalt theolitik.
Basalt alkali lebih sering dijumpai di daerah kerak benua yang terangkat
berbentuk kubah (updomed continental crust) dan kerak benua yang
memiliki rifting (rifted continental crust) dan berada di pulau-pulau oseanik
seperti pulau Hawaii. Sementara basalt theolitik banyak terdapat di permukaan
samudra yang berbentuk sangat besar sehingga membentuk plateau di kerak
bumi. Plateau merupakan bentuk permukaan bumi yang berbentuk dataran
tinggi dengan bagian atas biasanya rata karena mengalami erosi. Dapat dilihat
gambar berikut :

Di atas singkapan batu Basalt


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan data laporan analisis peran batuan basalt daerah Samata Kab.
Gowa dapat disimpulkan yaitu :

• Kondisi geomorfologi merupakan elemen penting dalam penentuan


kesesuaian pemanfaatan lahan atau kemampuan daya dukung lahan.
Kabupaten Gowa yang berada pada daerah perbukitan yang cukup tinggi
merupakan limitasi dalam pengembangan kawasan budidaya di Kabupaten
Gowa. tipe morfologi perbukitan, tingkat pelapukannya sedang. Jenis
pelapukannya fisika, sedangkan vegetasinya yaitu sedang.
• Jenis batuan yaitu Batuan Beku Ekstrusif, warna segarnya ke abu-abuan,
sedangkan warna lapuknya kecoklatan. Untuk teksturya yaitu Afanitik,
Struktur batuan ini yaitu Massiv. Dengan kandungan Mineral yaitu Plagioklas
30 %, Biotit 10 %, Ortoklas 20 %, Basalt 40 %. Dapat disimpulkan
berdasarkan ciri – ciri di atas adalah batuan Basalt.

4.2 Saran
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang seadanya.
Saya sangat meyakini bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna,
maka dari itu diharapkan koreksi yang bersifat membangun untuk perbaikan
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

A Rinto Pudyantoro, 2012, A to Z Bisnis Hulu MIGAS, Petromindo, ISBN


978-602-17292-0-5

.Sukamto Rab, S. Supriatna, 1982. Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng


dan Sinjai.Skala 1:250.000. P3G,Bdg

BPS, 2000, Sulawesi Selatan Dalam Angka 2000. Perpustakan BPS Jawa
Barat. 2.B

Hary Utoyo. Diponegoro, 2008 Bijih Besi di Daerah Bontocani Kabupaten


Bone Sulawesi-Selatan

Anda mungkin juga menyukai