Anda di halaman 1dari 20

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah


PT Citra Tobindo Sukses Perkasa melaksanakan kegiatan berdasarkan
pada Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Kabupaten Sarolangun melalui SK Bupati Sarolangun Nomor 34
Tahun 2010. SK Bupati Sarolangun No. 34 Tahun 2010 berisi tentang
Pemberian Persetujuan perubahan kepemilikan Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi dari PT Tamarona Mas Internasional Kepada PT Citra Tobindo
Sukses Perkasa (KW. 97 KP. 290310). Luasan IUP Operasi Produksi PT Citra
Tobindo Sukses Perkasa seluas 199 Ha dengan Batasan wilayah sesuai dengan
Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1. Koordinat IUP OP PT Citra Tobindo Sukses Perkasa

BUJUR TIMUR (BT) LINTANG SELATAN (LS)


TITIK O
‘  “  O
‘  “
1 103 00 58 01 59 20
2 103 01 35 01 59 20
3 103 01 35 01 59 40
4 103 01 30 01 59 40
5 103 01 30 01 59 55
6 103 01 07 01 59 55
7 103 01 07 01 00 08
8 102 00 31.7 01 00 08
9 102 00 31.7 01 59 46.6
10 102 00 43.6 01 59 46.6
11 102 00 43.6 02 59 46.6
12 103 00 58 02 59 46.6
(Sumber: PT Citra Tobindo Sukses Perkasa,2018)

Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batubara PT


Citra Tobindo Sukses Perkasa secara administratif termasuk dalam wilayah
Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun yang berada di desa yaitu Desa
Simpang Kertapati (Gambar 1). Untuk mencapai wilayah tersebut dari Jakarta
dapat dilakukan dengan menggunakan pesawat udara ke Kota Jambi.
Perjalanan dilanjutkan dengan jalan darat melalui Jalan Provinsi yang
menghubungkan Kota Jambi dan Kota Sarolangun menempuh jarak sekitar 160
kilometer (3 jam perjalanan).

5
6

Gambar 1. Peta Situasi Lokasi Kegiatan Penambangan


(Sumber: PT Citra Tobindo Sukses Perkasa, 2017)

2.2 Geologi Regional


Stratigrafi
Secara regional daerah penambangan terdiri dari batuan sedimen yang
diendapkan dalam Cekungan Sumatera Selatan bagian Utara. Batuan dasar
dari cekungan ini terdiri dari batuan beku dan metamorf yang berumur Pra
Tersier. Formasi batuan yang diendapkan terbagi menjadi 2 (dua) kelompok
yaitu : 1). Kelompok Formasi pertama (bagian bawah) : terdiri dari Formasi
Lahat, Formasi Talangakar, Formasi Baturaja dan Formasi Gumai. 2). Kelompok
Formasi kedua (bagian atas) : terdiri dari Formasi Air Benakat, Formasi Muara
Enim dan Formasi Kasai.
Secara regional daerah penelitian tersusun dari empat satuan batuan
dari beberapa formasi, Stratifgrafi yang terdapat pada daerah penambangan dan
sekitarnya terdiri dari yang paling tua ke yang paling muda, terdiri dari formasi
muara enim, formasi kasai dan endapan alluvial (Lampiran 1). Formasi-formasi
yang ada di lokasi PT Citra Tobindo Sukses Perkasa adalah sebagai berikut:
Formasi Muara Enim (Tmpm).
Formasi ini merupakan Formasi Tersier berumur Miosen Akhir dengan
ketebalan 500 m, disusun batupasir dengan perselingan batupasir tufan dan
batulempung tufan, setempat dengan sisipan batubara, sering mengandung
batuan gunung api pada bagian atas. Karakteristik tanah lapukan dan
7

rombakan adalah bersifat lepas, tidak padu, permeabilitas tinggi, pada daerah
terbuka rentan erosi.
Gangguan tektonik menyebabkan terbentuknya perlipatan batuan
sedimen pada cekungan ini, yang mempunyai arah sumbu hampir sejajar
dengan arah struktur Sumatera yaitu barat laut – tenggara.
Pada akhir Miosen sampai Pliosen permulaan Kuarter terjadi
pengangkatan endapan sedimen tersebut dan membentuk perbukitan disertai
terbentuknya perlipatan dan patahan sedimen tersebut. Erosi pada sedimen
yang telah terangkat menyebabkan batuan yang lebih tua tersingkap dan
struktur perlapisan batuan umumnya membentuk Sinklin dan Antiklin dengan
sumbu arah Barat Laut-Tenggara.
Formasi Kasai (Qtk).
Formasi ini berumur Pliosen Akhir – Pleistosen Awal dengan ketebalan >
450 m. Litologi Formasi Kasai terdiri dari batupasir dan batulempung yang
umumnya tufaan, endapan volcanic asam, partikel batulempung dan sedikit
sisipan batubara. Batuan tersebut diendapkan dalam lingkungan darat atau
terestial fluvial. Ketidakselarasan memperlihatkan pengangkatan setempat pada
Pliosen akhir, tetapi tidak berkembang di seluruh wilayah dengan tingkat yang
sama (Nayoan & Martosono, 1974, Gafoer dkk, 1986). Karakteristik tanah
lapukan dan rombakan adalah bersifat lepas, tidak padu, permeabilitas tinggi,
pada daerah terbuka rentan erosi.
Endapan Alluvial.
Endapan ini terdiri dari lumpur, lempung yang mengandung gambut,
kerikil, kerakal, dan bongkah berbagai jenis batuan. Material tersebut
terakumulasi sebagai material yang bersifat lepas, belum mengalami kompaksi
(pemadatan) dan pada daerah terbuka rentan erosi. Endapan Alluvium
mempunyai umur Holosen, serta menindih secara tidak selaras formasi Kasai.
Formasi Air Benakat.
Formasi ini merupakan formasi tersier berumur akhir miosen tengah
sampai dengan awal miosen akhir dengan ketebalan 500 m, tersusun atas
perselingan antar batulempung dan batupasir, dengan sisipan konglomerat
gamping, napal dan batulanau. Ke arah bagian atas batupasir menjadi lebih
dominan dan daerah setempat mengandung batubara
Batubara terdapat pada Formasi Muara enim tersingkap akibat erosi
setelah pengangkatan (orogenesa) membentuk struktur perlipatan (Antiklin dan
Sinklin) dan sesar, lapisan Batubara yang tersingkap dengan ketebalan antara
1-25 meter. Membentuk struktur sesuai dengan Formasi Muaraenim.
8

Stratifgrafi yang terdapat pada daerah penambangan dan sekitarnya


terdiri dari yang paling tua ke yang paling muda, terdiri dari formasi muara
enim, formasi kasai dan endapan alluvial (Gambar 2).

Gambar 2. Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan


(Sumber: De Coster, 1974)

Struktur Geologi
Struktur perlapisan batuan umumnya membentuk sinklin dan antiklin
dengan sumbu berarah barat laut – tenggara dan menghujam pada ujung
sumbu – sumbu tersebut. Sesar utama memotong sumbu Antiklin dan Sinklin
hampir tegak lurus atau berarah timur laut – barat daya. Data bawah
permukanan dari cekungan Sumatera Selatan menyakinkan bahwa sesar –
sesar ini membentuk batas utama dengan cekungan – cekungan sedimen tersier
dan memperlihatkan adanya pergeseran tegak yang besar pada awal tersier.
Sistem sesar timur laut – barat daya terbentuk sebagai suatu susunan sesar
yang memotong sesar-sesar barat laut – tenggara pada Kapur akhir sampai
Tersier awal dan sesar tersebut aktif kembali, setelah pengangkatan (Orogenesa)
pada Plio – Plistosen.
Morfologi
Kondisi topografi pada lokasi penambangan PT Citra Tobindo Sukses
Perkasa didominasi oleh bentukan wilayah perbukitan sampai pegunungan. Hal
ini dicirikan dengan adanya ketinggian lereng yang curam dan tertutup rapat
hutan belukar.
Pola Aliran Sungai
9

Pola aliran sungai umumnya adalah ‘V’ sempit dan lurus dengan pola
utama menunjukan pola “rectangular” dan “teralis” yang terbentuk di lembah
dan bukit. Bagian timur merupakan dataran rendah yang terbuka, hanya
ditutupi oleh semak belukar dan bagian kecil sementara dibeberapa tempat
berupa rawa. Bagian timur dan timurlaut daerah ini terdiri dari lahan yang
bergelombang dengan ketinggian beberapa puluh meter diatas permukaan laut.
Sungai – sungai mempunyai bentuk meander dan berpola meranting sampai
rectangular, kebanyakan sungai besar mengalir kearah baratlaut – tenggara
sejajar dengan arah struktur utama.

2.3 Kompleksitas Geologi


Berdasarkan proses sedimentasi dan pengaruh tektonik, karakteristik
geologi tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok utama yaitu
kelompok geologi sederhana, kelompok geologi moderat dan kelompok geologi
kompleks. Ketiga tingkat kompleksitas geologi ini dapat terjadi di daerah
tertentu. Uraian tentang Batasan umum untuk tiap-tiap kelompok tersebut
beserta tipe lokalitasnya adalah sebagai berikut.
a. Kelompok Geologi Sederhana
Endapan batubara dalam kelompok ini umumnya tidak dipengaruhi
secara signifikan oleh lipatan, sesar, dan intrusi. Lapisan batubara pada
umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan meter, dan
hamper tidak mempunyai percabangan. Ketebalan lapisan batubara
secara lateral dan kualitas tidak memperlihatkan variasi yang signifikan.
b. Kelompok Geologi Moderat
Batubara dalam kelompok ini diendapkan dalam kondisi sedimentasi
yang lebih bervariasi dan sampai tingkat tertentu telah mengalami
pengaruh tektonik dan pascaproses pengendapan, ditandai oleh
adanyaperlipatan dan sesar. Kelompok ini dicirikan pula oleh kemiringan
lapisan dan variasi ketebalan lateral yang sedang serta berkembangnya
percabangan lapisan batubara, namun sebarannya masih dapat diikuti
sampai ratusan meter. Kualitas batubara secara langsung berkaitan
dengan tingkat perubahan yang terjadi baik pada saat proses
sedimentasi berlangsung maupun pasca pengendapan. Pada beberapa
tempat, intrusi batuan beku mempengaruhi struktur lapisan dan
kualitas batubaranya.
c. Kelompok Geologi Kompleks
Batubara pada kelompok ini umumnya diendapkan dalam kondisi
sedimentasi yang komplek atau telah mengalami deformasi tektonik yang
ekstensif yang mengakibatkan terbentuk lapisan batubara dengan
10

ketebalan yang beragam. Kualitas batubaranya banyak dipenagruhi oleh


perubahan perubahan yang terjadi pada saat proses sedimentasi
berlangsung atau pada pasca pengendapan seperti pembelahan atau
kerusakan lapisan.
Perlipatan, pembalikan (overtuned) dan pergeseran yang ditimbulkan
oleh aktivitas tektonik, umum dijumpai dan sifatnya rapat sehingga
menjadikan lapisan batubara sulit direkonstruksi dan dikorelasikan.
Bentuk perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan lapisan
yang terjal. Secara lateral, sebaran lapisan batubaranya terbatas dan
hanya dapat diikuti sampai puluhan meter. Ringkasan Kompleksitas
Geologi tersebut dapat diperhatikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Aspek Tektonik dan sedimentasi sebagai parameter dalam


pengelompokan kompleksitas Geologi
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 1999)

2.4 Pengertian Sumberdaya dan Cadangan Batubara


Menurut Kepmen ESDM Nomor 1827 K/30/MEM/2018 pengertian
sumberdaya dan cadangan adalah sebagai berikut:
Sumber Daya Mineral dan Batubara, yang selanjutnya disebut sumber
daya adalah potensi mineral dan batubara yang telah dieksplorasi sehingga
dapat diketahui perkiraan dimensi, jumlah, dan kualitasnya, dengan derajat
keyakinan geologi tertentu sesuai dengan standar yang berlaku.
Sedangkan Cadangan Mineral dan Batubara yang selanjutnya disebut
cadangan adalah bagian sumber daya derajat keyakinan terunjuk dan/atau
11

terukur yang setelah dievaluasi secara ekonomis, teknis, lingkungan, dan


hukum dinyatakan layak tambang.

2.5 Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara


Klasifikasi Sumberdaya Batubara
Di Indonesia, klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara juga
dirujuk dari SNI 4726:2011, pengertian dan klasifikasi dari sumberdaya
dinyatakan sebagai berikut:
Sumberdaya batubara (coal resources) adalah suatu konsentrasi atau
keterjadian dari material yang memiliki nilai ekonomi pada atau di atas kerak
bumi, dengan bentuk, kualitas dan kuantitas tertentu yang memiliki
keprospekan yang beralasan untuk pada akhirnya dapat diekstraksi secara
ekonomis.
a. Sumberdaya batubara tereka (inferred coal resource)
Sumberdaya mineral yang tonase, kadar, dan kandungan mineral
dapat diestimasi dengan tingkat keyakinan geologi (geological
assurance) rendah. Hal ini direka dan diasumsikan dari adanya bukti
geologi, tetapi tidak diverifikasi kemenerusan geologi dan/atau
kadarnya. Hal ini hanya berdasarkan dari informasi yang diperoleh
melalui teknik yang memadai dari lokasi mineralisasi seperti
singkapan, paritan uji, sumuran uji dan lubang bor tetapi kualitas
dan tingkat keyakinannya terbatas atau tidak jelas. Jarak antara titik
pengamatan maksimum dua ratus meter. Spasi ini bisa diperlebar
dengan justifikasi teknis yang bisa dipertanggungjawabkan seperti
analisa geostatistika
Sumberdaya mineral tereka memiliki tingkat keyakinan lebih rendah
dalam penerapannya dibandingkan dengan sumberdaya mineral
terunjuk.
b. Sumberdaya batubara terunjuk (indicated coal resource)
Sumberdaya mineral yang tonase, densitas, bentuk, karakteristik fisik,
kadar, dan kandungan mineralnya dapat diestimasi dengan tingkat
keyakinan yang wajar. Hal ini didasarkan pada hasil eksplorasi, dan
informasi pengambilan dan pengujian percontoh yang didapatkan
melalui teknik yang tepat dari lokasi-lokasi mineralisasi seperti
singkapan, paritan uji, sumuran uji, ”terowongan uji” dan lubang bor.
Lokasi pengambilan data masih terlalu jarang atau spasinya belum tepat
untuk memastikan kemenerusan geologi dan/atau kadar, tetapi secara
12

spasial cukup untuk mengasumsikan kemenerusannya. Jarak antara


titik pengamatan maksimum seratus meter. Spasi ini bisa diperlebar
dengan justifikasi teknis yang bisa dipertanggungjawabkan seperti
analisa geostatistika. Sumberdaya mineral tertunjuk memiliki tingkat
keyakinan yang lebih rendah penerapannya dibanding dengan
sumberdaya mineral terukur, tetapi memiliki tingkat keyakinan yang
lebih tinggi penerapannya dibanding dengan sumberdaya mineral tereka.
Tingkat keyakinan dalam estimasi harus cukup untuk menerapkan
parameter keteknikan dan keekonomian, dan memungkinkan
dilakukannya suatu evaluasi kelayakan ekonomi.
c. Sumberdaya batubara terukur (measured coal resource)
Sumberdaya mineral yang tonase, densitas, bentuk, karakteristik fisik,
kadar, dan kandungan mineralnya dapat diestimasi dengan tingkat
keyakinan yang tinggi. Hal ini didasarkan pada hasil eksplorasi rinci dan
terpercaya, dan informasi mengenai pengambilan dan pengujian
percontoh yang diperoleh dengan teknik yang tepat dari lokasi-lokasi
mineralisasi seperti singkapan, paritan uji, sumuran uji, ”terowongan
uji” dan lubang bor. Lokasi informasi pada kategori ini secara spasial
adalah cukup rapat dengan spasi maksimum lima puluh meter untuk
memastikan kemenerusan geologi dan kadar. Spasi ini bisa diperlebar
dengan justifikasi teknis yang bisa dipertanggungjawabkan seperti
analisa geostatistika. Kategori ini memerlukan tingkat keyakinan yang
tinggi dalam pemahaman geologi dan pengontrol cebakan mineral.
Tingkat keyakinan dalam estimasi harus cukup untuk menerapkan
parameter keteknikan dan keekonomian, dan memungkinkan
dilakukannya suatu evaluasi kelayakan ekonomi yang memiliki tingkat
kepastian lebih tinggi dibandingkan dengan evaluasi yang berdasarkan
atas sumberdaya mineral tertunjuk.
Menurut KCMI (2017) sumberdaya batubara merupakan suatu
konsentrasi atau keterjadian dari material yang memiliki nilai ekonomi pada
atau di atas kerak bumi, dengan bentuk, kualitas dan kuantitas tertentu yang
memiliki keprospekan yang beralasan untuk pada akhirnya dapat diekstraksi
secara ekonomis.
Lokasi, kuantitas, kualitas, karakteristik geologi dan kemenerusan dari
sumberdaya batubara harus diketahui, diestimasi atau diinterpretasikan
berdasar bukti-bukti dan pengetahuan geologi yang spesifik, termasuk
pengambilan contonya. Sumberdaya batubara dikelompokkan lagi berdasarkan
tingkat keyakinan geologinya, kedalam kategori Tereka, Tertunjuk dan Terukur.
13

a. Sumberdaya Batubara Tereka


Sumberdaya Batubara Tereka merupakan bagian dari Sumberdaya
Batubara dimana kuantitas dan kualitas diestimasi berdasarkan bukti-
bukti geologi dan pengambilan conto yang terbatas.
Bukti geologi tersebut memadai untuk menunjukkan keterjadiannya
tetapi tidak memverifikasi kemenerusan kualitas dan kemenerusan
geologinya.
Sumberdaya Batubara Tereka memiliki tingkat keyakinan lebih rendah
dalam penerapannya dibandingkan dengan Sumberdaya Batubara
Tertunjuk dan tidak dapat dikonversi ke Cadangan Batubara. Sangat
beralasan untuk mengharapkan bahwa sebagian besar Sumberdaya
Batubara Tereka dapat ditingkatkan menjadi Sumberdaya Batubara
Tertunjuk sejalan dengan berlanjutnya eksplorasi.

b. Sumberdaya Batubara Tertunjuk


Sumberdaya Batubara Tertunjuk merupakan bagian dari Sumberdaya
Batubara dimana kuantitas, kualitas, kerapatan, bentuk, dan
karakteristik fisiknya dapat diestimasi dengan tingkat keyakinan yang
cukup untuk memungkinkan penerapan Faktor-faktor Pengubah secara
memadai untuk mendukung perencanaan tambang dan evaluasi
kelayakan ekonomi cebakan tersebut.
Bukti geologi didapatkan dari eksplorasi, pengambilan conto dan
pengujian yang cukup detail dan andal, dan memadai untuk
mengasumsikan kemenerusan geologi dan kualitas diantara titik-titik
pengamatan.
Sumberdaya Batubara Tertunjuk memiliki tingkat keyakinan yang lebih
rendah penerapannya dibandingkan dengan Sumberdaya Batubara
Terukur dan hanya dapat dikonversi ke Cadangan Batubara Terkira.

c. Sumberdaya Batubara Terukur


Sumberdaya Batubara Terukur merupakan bagian dari Sumberdaya
Batubara dimana kuantitas, kualitas, kerapatan, bentuk, karakteristik
fisiknya dapat diestimasi dengan tingkat keyakinan yang memadai untuk
memungkinkan penerapan Faktor-faktor Pengubah untuk mendukung
perencanaan tambang detail dan evaluasi akhir dari kelayakan ekonomi
cebakan tersebut.
Bukti geologi didapatkan dari eksplorasi, pengambilan conto dan
pengujian yang detail dan andal, dan memadai untuk memastikan
kemenerusan geologi dan kualitasnya diantara titik-titik pengamatan.
14

Sumberdaya Batubara Terukur memiliki tingkat keyakinan yang lebih


tinggi penerapannya dibandingkan dengan Sumberdaya Batubara
Tertunjuk ataupun Sumberdaya Batubara Tereka. Sumberdaya
Batubara Terukur dapat dikonversi ke Cadangan Batubara Terbukti atau
Cadangan Batubara Terkira.

Klasifikasi Cadangan Batubara


Klasifikasi cadangan batubara juga dirujuk dari SNI 4726:2011,
klasifikasi dari cadangan batubara dinyatakan sebagai berikut:
Cadangan mineral merupakan cebakan bahan galian yang telah
diketahui ukuran, bentuk, sebaran, kualitas dan kuantitasnya dan secara
ekonomi, teknik, hukum, lingkungan dan sosial dapat ditambang pada saat
perhitungan dilakukan.
a. Cadangan batubara terkira (probable coal reserve)
Bagian sumberdaya mineral tertunjuk yang ekonomis untuk
ditambang, dan dalam beberapa kondisi, juga merupakan bagian dari
sumberdaya mineral terukur.
Ini termasuk material dilusi dan material hilang yang kemungkinan
terjadi pada saat material ditambang. Pengkajian dan studi yang tepat
harus sudah dilaksanakan, dan termasuk pertimbangan dan
modifikasi mengenai asumsi faktor-faktor yang realistis mengenai
penambangan, pengolahan/pemurnian, ekonomi, pemasaran, hukum,
lingkungan, sosial, dan peraturan pemerintah. Pada saat laporan
dibuat, pengkajian ini menunjukkan bahwa ekstraksi telah dapat
dibenarkan.
Cadangan mineral terkira memiliki tingkat keyakinan yang lebih
rendah dibanding dengan cadangan mineral terbukti, tetapi sudah
memiliki kualitas yang cukup sebagai dasar membuat keputusan
untuk pengembangan suatu cebakan.
b. Cadangan batubara terbukti (proved coal reserve)
Bagian dari sumberdaya mineral terukur yang ekonomis untuk
ditambang. Hal ini termasuk material dilusi dan material hilang yang
mungkin terjadi ketika material di tambang. Pengkajian dan studi
yang tepat harus telah dilaksanakan, dan termasuk pertimbangan
dan modifikasi mengenai asumsi faktor-faktor yang realistis mengenai
penambangan, pengolahan/pemurnian, ekonomi, pemasaran, hukum,
lingkungan, sosial, dan peraturan pemerintah. Pada saat laporan
dibuat, pengkajian ini menunjukkan bahwa ekstraksi telah dapat
dibenarkan.
15

Dasar Klasifikasi
Klasifikasi sumberdaya mineral dan cadangan berdasarkan dua kriteria,
yaitu: tingkat keyakinan geologi dan pengkajian layak tambang.
Tingkat Keyakinan Geologi
Tingkat keyakinan geologi ditentukan oleh kerapatan titik pengamatan,
kualitas data, dan keandalan interpretasi geologi yang diperoleh dari tiga tahap
eksplorasi, yaitu:
a. Prospeksi
b. Eksplorasi umum
c. Eksplorasi rinci
Pengkajian Layak Tambang
a. Pengkajian layak tambang berdasarkan faktor pengubah yang meliputi
faktor-faktor penambangan, pengolahan/pemurnian, ekonomi,
pemasaran, hukum, lingkungan, sosial, dan peraturan pemerintah.
b. Pengkajian layak tambang akan menentukan apakah sumberdaya
mineral akan berubah menjadi cadangan atau tidak.
c. Berdasarkan pengkajian ini, bagian sumberdaya mineral yang layak
tambang berubah statusnya menjadi cadangan sedangkan yang belum
layak tambang tetap menjadi sumberdaya mineral.
Klasifikasi sumberdaya dan cadangan mineral dikelompokkan
berdasarkan dua kriteria yang menjadi dasar klasifikasi, yaitu keyakinan
geologi dan kelayakan tambang. Hubungan antara hasil eksplorasi,
sumberdaya mineral dan cadangan mineral tertera dalam Gambar 4.

Gambar 4. Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara


16

(Sumber: SNI 4726:2011)

Menurut KCMI (2017), Cadangan Batubara adalah bagian dari


Sumberdaya Batubara Terukur dan/atau Tertunjuk yang dapat ditambang
secara ekonomis.
Cadangan Batubara termasuk material dilusi dan mempertimbangkan
batubara hilang, yang mungkin terjadi ketika material tersebut ditambang atau
diekstraksi, dan ditentukan berdasarkan studi-studi yang berada pada tingkat
Pra-Kelayakan atau Kelayakan termasuk penerapan Faktor Pengubah.

a. Cadangan Batubara Terkira


Cadangan Batubara Terkira merupakan bagian Sumberdaya Batubara
Tertunjuk yang ekonomis untuk ditambang, dan dalam beberapa
kondisi, juga merupakan bagian dari Sumberdaya Batubara Terukur.
Tingkat kepercayaan terhadap Faktor Pengubah pada Cadangan Terkira
lebih rendah dibandingkan tingkat kepercayaan pada Cadangan
Terbukti.

b. Cadangan Batubara Terbukti


Cadangan Batubara Terbukti merupakan bagian dari Sumberdaya
Batubara Terukur yang ekonomis untuk ditambang. Cadangan Batubara
Terbukti memiliki tingkat keyakinan yang tinggi pada Faktor
Pengubahnya.

Faktor-Faktor Pengubah (Modifying Factors) Cadangan Batubara


Faktor-faktor pengubah sumberdaya menjadi cadangan batubara terdiri
atas:
a. Pertimbangan penambangan
b. Metalurgi/pengolahan
c. Ekonomi
d. Pasar
e. Hukum
f. Lingkungan
g. Sosial
h. Pemerintahan
Pada masing-masing faktor pengubah tersebut ada yang bersifat makro
dan mikro, serta memiliki pengaruh signifikan dan tidak siginifikan terhadap
perubahan jumlah besaran sumberdaya menjadi cadangan.

2.6 Korelasi Stratigrafi


17

Korelasi stratigrafi pada hakekatnya adalah menghubungkan titik-titik


kesamaan waktu atau penghubungan satuan-satuan stratigrafi dengan
mempertimbangkan kesamaan waktu. Korelasi stratigrafi secara umum
dibedakan menjadi tiga antara lain korelasi biostratigrafi, litostratigrafi dan
kronostratigrafi (Djauhari Noor, 2014) sebagai berikut.
Korelasi Lito Stratigrafi
Korelasi litostratigrafi adalah menghubungkan lapisan-lapisan batuan
yang mengacu pada kesamaan jenis litologinya. Korelasi dimulai dari bagian
bawah dengan melihat litologi yang sama. Korelasikan/hubungkan titik-titik
lapisan batuan yang memiliki jenis litologi yang sama.
Korelasi Bio Stratigrafi
Korelasi biostratigrafi adalah menghubungkan lapisan-lapisan batuan
didasarkan atas kesamaan kandungan dan penyebaran fosil yang terdapat di
dalam batuan. Korelasikan/hubungkan lapisan lapisan batuan yang
mengandung kesamaan dan persebaran fosil yang sama.
Korelasi Krono Stratigrafi
Korelasi kronostratigrafi adalah menghubungkan lapisan lapisan batuan
yang mengacu pada kesamaan umur geologinya. Korelasikan/bubungkan titik
titik kesamaan waktu dari setiap kolom yang ada. Korelasikan lapisan-lapisan
batuan yang jenis litoginya sama dan berada pada umur yang sama.

2.7 Pemodelan Endapan


Pemodelan geologi adalah bagian awal dari suatu proses pembuatan
perencanaan tambang. Pemodelan geologi mempunyai peranan yang sangat
penting dalam memberikan gambaran hasil interpretasi bentuk endapan
batubara. Dari hasil pemodelan geologi kita dapat mengetahui konfigurasi seam,
korelasi antar seam, bentuk serta struktur seam batubara.
Dalam dunia pertambangan, suatu struktur lapisan (seam) terdiri dari
seam roof dan seam floor. Roof adalah struktur penampang permukaan atas dari
suatu jenis deposit tambang, misalnya batubara. Floor adalah struktur
penampang permukaan bawah dari suatu deposit tambang, misalnya batubara.
Suatu roof dan floor yang hanya dibatasi oleh batubara dan parting-nya disebut
sebagai satu seam.
Lapisan batubara yang mempunyai tebalan tanpa lapisan pengotor
(parting) disebut net coal thickness. Lapisan batubara yang mempunyai tebalan
termasuk parting disebut gross coal thickness, dan lapisan batubara yang
mempunyai tebalan lapisan batubara yang dapat ditambang disebut mineable
thickness. Pemodelan roof dan floor seam batubara didapat dari input data
lithology yang sangat penting pada tahap eksplorasi karena sangat membantu
18

dalam usaha menentukan besarnya cadangan batubara dan untuk hal – hal
berikut:
1. Evaluasi pada setiap tahap eksplorasi,
2. Perencanaan pengembangan atau perluasan daerah eksplorasi,
3. Sebaran kualitas dan sekaligus kuantitas,
4. Keputusan mendirikan usaha pertambangan, dan
5. Rencana penambangan.
Sebelum membuat model endapan batubara yang harus diperhatikan
adalah kondisi geologi endapan batubara tersebut yang disebut model geologi.
Model geologi yang berupa penampang geologi sangat diperlukan dalam
pembuatan kerangka endapan batubara sehingga wilayah penaksiran dapat
dibatasi seiring dengan kemenerusan batubara. Endapan batubara inilah yang
nantinya akan dibagi dalam blok-blok yang lebih kecil untuk keperluan estimasi
sumberdaya ataupun cadangan. Menurut Sujiman (2015) data surface roof
batubara, surface floor batubara dan surface ditambah batas limit penambangan
dan slope penambangan menjadi suatu model geologi penambangan.
Data-data yang diperlukan dalam proses pemodelan geologi ini adalah
data rekapitulasi lubang bor, berupa nama titik bor, elevasi titik bor, koordinat
titik bor, kedalaman lubang bor, nama seam batubara dan kedalaman seam
batubara tersebut. Pemodelan geologi bertujuan untuk mendapatkan data
dalam penaksiran cadangan batubara, sehingga memenuhi syarat dilakukan
penambangan. Pemodelan geologi ini juga bertujuan untuk mengetahui pola
penyebaran lapisan batubara, baik geometri secara umum, letak/posisi lapisan,
kedalaman, kemiringan, serta penyebaran dari tanah penutup. (Dedi Saputra,
2013).

2.8 Metode Penampang (Cross Section)


Menurut Sudarto Notosiswoyo dkk (2005), metode penampang (cross
section) lebih cocok digunakan untuk tipe endapan yang mempunyai kontak
tajam seperti bentuk tabular (perlapisan atau vein). Pola eksplorasi (bor)
umumnya teratur yang terletak sepanjang garis penampang, namun untuk
kasus endapan yang akan ditambang secara underground umumnya
mempunyai pola bor yang kurang teratur (misalnya sistem pengeboran kipas).
Kadar rata-rata terbobot pada penampang akan diekstensikan menjadi volume
sampai setengah jarak antar penampang. Metode ini dapat diaplikasikan baik
secara horisontal (isoline) untuk endapan yang penyebarannya secara vertikal
seperti tubuh intrusi, batugamping terumbu, dll. Disamping itu juga bisa
diaplikasikan secara vertikal (penampang) untuk endapan yang penyebarannya
cenderung horisontal seperti tubuh sill, endapan berlapis, dll.
19

Keuntungan dari metode ini adalah proses perhitungannya tidak rumit


dan sekaligus dapat dipergunakan untuk menyajikan hasil interpretasi model
dalam sebuah penampang atau irisan horisontal. Sedangkan kekurangan
metode penampang adalah tidak bisa dipergunakan untuk tipe endapan dengan
mineralisasi yang kompleks. Disamping itu hasil perhitungan secara
konvensional ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil
perhitungan yang lebih canggih misalnya dengan sistem blok.
Menurut Abdul Rauf (1998), metode sayatan penampang dibagi
berdasarkan dua pedoman yaitu, pedoman rule of gradual changes dan rule of
nearest point.

Metode Cross Section dengan Pedoman Rule of Gradual Change

Masing-masing penampang akan dipeoleh luas batubara dan luas tanah


penutup. Volume batubara dan tanah penutup dapat diketahui dengan
mengalikan luas terhadap jarak pengaruh penampang tersebut.

Gambar 5. Metode Cross Section dengan Pedoman Rule of Gradual Change


(Sumber: Abdul Rauf, 1998)
Perhitungan Cadangan Batubara
Penerapan perhitungan tonase cadangan batubara dengan metode cross section
dengan pedoman rule of gradual change sangat tergantung pada data pemboran
dan data singkapan endapan. Pada prinsipnya ada beberapa langkah dalam
perhitungan, yaitu membagi lapisan batubara menjadi beberapa blok-blok
penampang dengan selang jarak tertentu. Selang jarak tersebut dapat sama tiap
blok atau berbeda-beda tergantung pada kondisinya. Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
- Menghitung luas sayatan
- Menghitung jarak tiap sayatan
- Menghitung tonase batubara
20

Jumlah volume dan tonase batubara di daerah penelitian didapatkan dengan


rumus: (Abdul Rauf, 1998)

S 1+ S 2
Vc = x L…………………………..………..……………………………..…(1)
2
Wc = Vc x γ …………………………………………………………………………...(2)
Keterangan:
Vc = Volume batubara (m)
S1, S2 = Luas penampang (m)
L = Jarak penampang (m)
Wc = Tonase batubara (MT)
γ = Densitas (1,3 ton/m3)

Perhitungan Lapisan Tanah Penutup


Penerapan perhitungan lapisan tanah penutup dengan metode sayatan
sangat tergantung pada data pemboran dan data singkapan endapan. Pada
prinsipnya ada beberapa langkah dalam perhitungan, yaitu membagi lapisan
tanah penutup menjadi beberapa blok-blok penampang dengan selang jarak
tertentu. Selang jarak tersebut dapat sama tiap blok atau berbeda tergantung
pada kondisinya. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
- Menghitung luas sayatan
- Menghitung jarak tiap sayatan
- Menghitung volume lapisan tanah penutup
Jumlah volume lapisan tanah penutup di daerah penelitian didapatkan dengan
rumus: (Abdul Rauf, 1998)
S 1+ S 2
Vob = x L……………………………..……………………………………..…
2
(3)
Keterangan:
Vob = Volume overburden (m3)
S1, S2 = Luas penampang (m)
L = Jarak penampang (m)

Pada perhitungan pada pedoman rule of gradual change menggunakan


persamaan sebagai berikut:
1. Rumus Mean Area
21

Gambar 6. Sketsa perhitungan volume bijih dengan rumus mean area (metode
penampang).
(Sumber: Sinclair, dkk, 2005)
S 1+ S 2
V=L ……………………………………………………………………………
2
(4)

Keterangan:
S1, S2 = Luas penampang endapan (cm2 atau m2)
L = Jarak antar penampang (cm atau m)
V = Volume cadangan (cm3 atau m3)

2. Rumus Kerucut Terpancung

Gambar 7. Sketsa perhitungan volume bijih dengan rumus kerucut terpancung.


(Sumber: Sinclair, dkk, 2005)
L
V= ( S1 + S2 + √ S 1 S2 )….…………………………………………………………
3
(5)
Keterangan:
S1, S2 = Luas penampang endapan (cm2 atau m2)
L = Jarak antar penampang (cm atau m)
V = Volume cadangan (cm3 atau m3)

Metode Cross Section dengan Pedoman Rule of Nearest Point


22

Pada metode ini, setiap blok ditegaskan oleh sebuah penampang yang
sama panjang ke setengah jarak untuk menyambung sayatan.

Gambar 8. Metode Cross Section dengan Pedoman Rule of Nearest Point


(Sumber: Abdul Rauf, 1998)

Perhitungan Cadangan Batubara


Penerapan perhitungan tonase cadangan batubara dengan Pedoman
Rule of Nearest Point sangat tergantung pada data pemboran dan data
singkapan endapan. Pada prinsipnya ada beberapa langkah dalam perhitungan,
yaitu membagi lapisan batubara menjadi beberapa blok-blok penampang
dengan selang jarak tertentu. Selang jarak tersebut dapat sama tiap blok atau
berbeda-beda tergantung pada letak lubang bor. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
- Menghitung luas sayatan
- Menghitung setengah jarak dengan sayatan sebelumnya dan sayatan
berikutnya
- Menghitung tonase batubara
Jumlah volume dan tonase batubara di daerah penelitian didapatkan dengan
rumus: (Abdul Rauf, 1998)

Vc = A x (L1 +L2)………………………..………………………..…………………(6)
Wc = Vc x γ …………………………………………………………………………...(7)
Keterangan:
Vc = Volume batubara (m)
A = Luas penampang (m)
L1, L2 = Jarak penampang 1 dan 2 (m)
Wc = Tonase batubara (MT)
γ = Densitas (1,3 ton/m3)

Perhitungan Lapisan Tanah Penutup


23

Perhitungan tanah penutup dengan metode sayatan linier pada dasarnya


sama dengan perhitungan batubara. Jumlah volume overburden yang terdapat
di daerah penelitian dihitung dengan rumus sebagai berkut: (Abdul Rauf, 1998)

Vob = A x (L1 +L2)……………….………………………………..………………(8)


Vob = Volume overburden (BCM)
A = Luas penampang (m)
L1, L2 = Jarak penampang 1 dan 2 (m)

2.9 Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio)


Menurut Komang Anggayana, dkk (2005) pengetahuan jumlah
(kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan
untuk mendapatkan per-unit batubara sesuai dengan metoda penambangan
merupakan konsep dasar dari nisbah kupas (stripping ratio). Secara umum,
stripping ratio (SR) didefinisikan sebagai “Perbandingan jumlah volum tanah
penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara”.
Stripping Ratio berbanding terbalik dengan keuntungan. Break Even
Stripping Ratio (BESR) adalah titik impas dari nilai nisbah pengupasan. Apabila
menambang dengan batasan BESR maka perusahaan tidak memperoeh
keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian. Apabila menambang dengan
ketentuan stripping ratio lebih kcil dari BESR maka akan diperoleh keuntungan
dan semakin kecil stripping ratio yang diterapkan, maka keuntungan yang
diperoleh akan semakin besar, begitu juga sebaliknya. Besarnya BESR yang
diterapkan oleh perusahaan berbeda-beda tergantung dari beberapa faktor
diantaranya harga batubara pada saat itu, biaya penambangan, biaya striping
dan besarnya keuntungan yang ingin dicapai. Menentukan keuntungan BESR
digunakan rumus: (Komang Anggayana, dkk, 2005)
pendapatan per ton BB−ongkos produksi per ton
BESR= ……………………
ongkos pengupasan per ton OB
………..……(9)

Nisbah pengupasan dilakukan untuk dapat menentukan pada elevasi


berapakah nisbah pengupasan yang paling menguntungkan untuk ditambang
dengan cara tambang terbuka. Nisbah pengupasan merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan ekonomis tidaknya pengambilan suatu
cadangan batubara. Semakin besar nisbah pengupasannya, berarti semakin
banyak overburden yang harus digali untuk mengambil endapan batubara.
24

Semakin kecil nisbah pengupasannya, semakin sedikit overburden yang harus


digali. Di tambang batubara sering dipakai m3 waste/ton batubara.

Tanah Penutup(m3 )
Stripping Ratio =
Batubara (ton)
………………………………………………..(10)
Faktor rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting
dalam perumusan nilai stripping ratio. Batubara dengan harga jual yang tinggi
akan memberikan nisbah kupas yang lebih baik daripada batubara dengan
harga jual yang rendah. Namun secara umum, faktor utama untuk penentuan
nilai ekonomis stripping ratio ini adalah jumlah cadangan batubara
(marketable), volume tanah penutup (BCM), dan umur tambang.
Secara sederhana penentuan harga stripping ratio yang masih ekonomis
adalah sebagai berikut:
1. Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian dan pengangkutan
batubara ke stockpile.
2. Perkirakan unit cost transportasi batubara dari stock pile sampai ke
pelabuhan.
3. Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian dan pengangkutan
overburden ke waste dump.
4. Perkirakan volume tanah penutup, untuk total cost
5. Perkirakan recoverable reserve, untuk total revenue.
6. Perkirakan harga jual batubara per ton, untuk total revenue.
7. Perkirakan biaya investasi dan eksplorasi.
8. Perkirakan biaya lain-lain.
9. Perkirakan umur tambang.
Maka perbandingan nilai jual batubara terhadap total cost harus lebih besar
daripada 1 (revenue > total cost).

Anda mungkin juga menyukai