TINJAUAN PUSTAKA
4
5
adanya gaya tektonik pada zaman pliosen dengan arah utama utara – selatan.
Secara regional wilayah penambangan PT Bukit Asam Tbk termasuk dalam Sub
Cekungan Palembang yang merupakan bagian dari cekungan Sumatera Selatan
dan terbentuk pada jaman Tersier. Sub cekungan Sumatera Selatan yang
diendapkan selama jaman Kenozoikum terdapat urutan litologi yang terdiri atas
dua kelompok besar, yaitu kelompok Telisa dan kelompok Palembang.
Kelompok Telisa terdiri dari formasi lahat, formasi talang akar, formasi
baturaja dan formasi gumai. Kelompok Palembang terdiri dari Formasi Air
Bekanat, Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai.
Formasi Lahat
Formasi Lahat diendapkan tidak selaras di atas batuan pra tersier pada
lingkungan darat. Formasi ini berumur Oligosen bawah, tersusun oleh tuffa
breksi, lempung tuffan, breksi dan konglomerat. Pada tempat yang lebih dalam
fasiesnya berubah menjadi serpih tuffan, batu lanau dan batu pasir dengan
sisipan batubara. Ketebalan formasi ini berkisar antara 0 – 300 m.
Formasi Baturaja
Formasi Baturaja diendapkan selaras di atas formasi Talang Akar. Formasi
ini berumur Miosen bawah yang tersusun oleh napal, batu gamping terumbu.
Ketebalan formasi ini berkisar antara 0 – 400 meter.
Formasi Gumai
Formasi Gumai diendapkan selaras di atas formasi Baturaja yang berumur
miosen bawah sampai miosen tengah. Formasi ini tersusun oleh serpih dan
sisipan napal dengan batu gamping di bagian bawah. Lingkungan pengendapan
formasi ini adalah laut dalam dengan ketebalan 300 – 2200 meter.
Formasi Kasai
Formasi Kasai diendapkan selaras di atas Formasi Muara Enim. Formasi
ini tersusun oleh batubara tuffan yang dicirikan berwarna putih, batu lempung
dan sisipan batubara tipis seperti yang tersingkapdi daerah suban. Lingkungan
pengendapan formasi kasai ini adalah darat sampai transisi formasi yang ada
disekitarnya.
Adapun Geologi Regional PT Bukit Asam Tbk di Unit Penambangan
Tanjung Enim (UPTE) dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini.
Lapisan Batubara A1
Lapisan batubara ini memiliki lapisan pengotor sebanyak 2-3 lapis dan
bagian “base” kadang-kadang dijumpai lensa-lensa batu lanau dan pita pengotor
dengan ketebalan 2-15 cm. Ketebalan lapisan Batubara A1 ini adalah 7,3 meter.
Lapisan Interburden A1 – A2
Lapisan ini terdiri dari batu lempung, bentonit dan batu pasir tufaan
dengan ketebalan berkisar antara 4,0 meter.
Lapisan Batubara A2
Lapisan ini dicirikan oleh adanya lapisan silikan di bagian atas 20-40 cm
dan ketebalannya berkisar 9,8 m.
Lapisan Interburden A2 – B
Lapisan ini terdiri dari batu lanau, lempungdan batu pasir, dikenal
dengan nama Suban Marker Seam. Ketebalan lapisan ini berkisar 18 meter.
Lapisan Batubara B1
Lapisan Batubara B biasanya tedapat dua sampai tiga lapisan pengotor
yaitu lapisan lempung. Ketebalan lapisan ini berkisar 12,7 meter.
Lapisan batubara B2
Lapisan Batubara dangan pengotor lempung dan dijumpai lensa
lensanbatulanau dengan ketebalan batubara berkisar 4,5 m.
Lapisan Batubara C2
Lapisan ini memiliki sedikit pengotor seperti clay dan siltstone berbentuk
lensa-lensa. Ketebalan lapisan C2 yaitu 6,2 meter.
Adapun Keadaan Stratigrafi PT Bukit Asam Tbk di Unit Penambangan
Tanjung Enim (UPTE) dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini.
3m 3m
3m 2,5 m
3m 3m
2,5 m
3m
Bidang bebas
Bidang bebas
c. Pola zigzag bujursangkar d. Pola zigzag persegipanjang
Burden (B)
Burden yaitu jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak
dengan bidang bebas yang terdekat atau ke arah mana pelemparan batuan akan
15
terjadi. Burden terlalu kecil, bongkaran terlalu hancur dan tergeser dari dinding
jenjang serta kemungkinan terjadinya batu terbang sangat besar.
Burden terlalu besar, Fragmentasi kurang baik (gelombang tekan yang
mencapai bidang bebas menghasilkan gelombang tarik yang sangat lemah
dibawah kuat tarik batuan). Besarnya burden tergantung dari karakteristik
batuan, karakteristik bahan peledak dan diameter lubang ledak.
B 3,15 x d e x 3 e
r ......................... (1)
Keterangan:
B = burden (ft),
de = diameter lubang ledak (inci),
e = berat jenis bahan peledak, dan
r = berat jenis batuan.
Spacing (S)
Spasi adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar
dengan bidang bebas. Spacing terlalu besar, fragmentasi tidak baik, dinding akhir
yang ditinggalkan relative tidak rata. Spacing terlalu kecil, tekanan sekitar
stemming yang lebih besar dan mengakibatkan gas hasil ledakan dihamburkan
ke atmosfer diikuti dengan suara bising (noise). Adapun penentuan spasi pada
geometri peledakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Penentuan Spasi Geometri Peledakan
Serentak H 2B S = 2B
S
3
Tunda H 7B S = 1,4 B
S
8
(Sumber : C.J.Konya, 1990)
Stemming (T)
Stemming disebut juga “collar”. Stemming berfungsi untuk mengurung gas
yang timbul dan mendapatkan stress balance. Jenis batuan massif dengan
persamaan T = B, sedangkan batuan berlapis T = 0,7 B.
Subdrilling
Subdrilling merupakan tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah
rencana lantai jenjang. Lantai yang tidak rata disebabkan oleh tonjolan-tonjolan
yang terjadi setelah dilakukan peledakan akan menyulitkan waktu pemuatan dan
16
Keterangan:
PF = Powder Faktor (kg/ton)
E = bahan peledak (kg)
V = Volume batuan yang diledakan (Ton).
Pengayakan (Screening).
Metode ini menggunakan ayakan dengan ukuran saringan berbeda untuk
mengetahui persentase lolos fragmentasi batuan hasil peledakan.
Manual (Measurement)
Dilakukan pengamatan dan pengukuran secara manual dilapangan,
dalam satuan luas tertentu yang di anggap mewakili (representatif). (Siddiqui.
F.I.Ali Shah, S.M., Behan,M.Y. 2009)
Keterangan:
𝑋̅ = Ukuran Fragmen batuan rata-rata (cm)
𝐴𝑜 = Faktor Batuan
Vo = Jumlah batuan per lubang tembak (B x S x L) dalam m3
Qe = Berat bahan peledak per lubang tembak (Kg)
E = RWS bahan peledak : ANFO = 100, TNT = 115, Dabex = 87
B W A 1 PC
𝑛 = 2,2 14 x x 1 x 1 ................. (4)
D B
x
2 H
𝑋
𝑋𝑐 = 1 ....................... (5)
(0,693) ⁄𝑛
Keterangan :
Xc = Karakteristik ukuran (cm)
n = Indeks keseragaman
B = Burden (m)
D = Diameter lubang (mm)
W = Standar deviasi dari keakuratan pengeboran (m)
A = Ratio spasi/burden
L = Panjang muatan isian handak PC (m)
H = Tinggi jenjang (m)
25
Salah satu cara untuk mencapai ukuran fragmentasi hasil peledakan yang
sesuai dengan kapasitas bucket alat gali, sehingga akan meningkatkan atau
mengoptimalkan faktor isian bucket alat gali.
Faktor pengisian adalah perbandingan antara kapasitas nyata muat
dengan kapasitas baku alat gali yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar
faktor pengisian, maka semakin besar pula kemampuan nyata dari alat tersebut.
Faktor pengisian mangkuk disebut juga backet fill facktor. Untuk menghitung
faktor pengisian digunakan persamaan sebagai berikut: (P.Fleider, 1972)
𝑉𝑏
𝐹𝑝 = 𝑋 100% ........................ (8)
𝑉𝑑
Keterangan:
Fp : Faktor pengisian (%)
Vb : Kapasitas bucket nyata alat gali (m3)
Vd : Kapasitas bucket teoritis alat gali (m3)
27
Menurut spesifikasi alat gali, bucket fill factor pada kapasitas nyata alat
gali adalah sebagai berikut:
Gambar 11 : Bucket Fill Factor Range pada Kapasitas Nyata Alat Gali
(Sumber: Yanto Indonesianto, 2013)
Sedangkan bucket fill factor range pada kapasitas teoritis alat gali adalah
sebagai berikut:
Tabel 6. Fill Factor Range yang Menunjukkan Persentase Isian Bucket
Material Fill Factor Range
(Percent of heaped bucket capacity)
Moist Loam or Sandy Clay (A) 100-110%
Sand and Gravel (B) 95-110%
Hard, Tough Clay (C) 80-90%
Rock – Well Blasted (D) 60-75%
Rock – Poorly Blasted (E) 40-50%
(Sumber: Sumber: Yanto Indonesianto, 2013)