Disusun oleh:
Kelompok 3
Shift 3
Mengetahui.
Kasie Laboratorium Geologi
Kelompok 3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berlimpah akan sumber daya alam, baik
itu sumber daya renewable maupun sumber daya non-renewable. Sumber daya
tersebut kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Satu di
antara sumber daya yang dimiliki Indonesia adalah batubara. Batubara
merupakan sumber daya alam yang cukup banyak ditemui di Indonesia. Hal ini
dikarenakan secara geografis dan geologis negara Indonesia sangat cocok
sebagai tempat terbentuknya batubara.
Seperti yang diketahui, keberadaan endapan sedimenter dipengaruhi oleh
tiga hal; yaitu sumber, migrasi, dan jebakan. Negara Indonesia yang merupakan
daerah tropis memiliki hutan hujan yang sangat banyak sehingga keberadaan
batubaranya juga cukup melimpah. Keberadaan batubara yang melimpah ini
sudah seharusnya dimaksimalkan oleh pemerintah untuk digunakan dalam
rangka menunjang dan memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya.
Keberadaan batubara yang berupa endapan sedimenter yang berbentuk
lapisan akan sangat dipengaruhi oleh struktur geologi, di mana struktur geologi
ini juga akan memengaruhi kualitas batubaranya. Semakin banyak struktur
geologi yang berperan di suatu daerah, maka kualitas batubaranya juga akan
semakin baik.
Keadaan Lingkungan
Secara topografi, Kabupaten Sorong sangat bervariasi mulai dataran
rendah dan berawa. Wilayah Kabupaten Sorong hampir 60 persen berupa
daerah pegunungan dengan lereng-lereng yang curam seperti Makbon, Moraid,
dan sebagian Pulau Salawati terdapat di bagian tengah ke arah timur dan utara.
Dua puluh persen topografi Kabupaten Sorong berupa dataran rendah dan
sebagian berawa yang menyebar di bagian selatan sampai ke barat.
Ketinggian di Kabupaten Sorong bervariasi yaitu wilayah dengan
ketinggian di bawah 100 meter umumnya terdapat di Distrik Seget, Beraur
sebagian di Distrik Salawati bagian selatan. Wilayah dengan ketinggian 500
meter berada di Distrik Aimas sebagian Distrik Salawati, 500 – 2000 meter
sebagian besar terdapat di Distrik Makbon dan ketinggian 2.000 – 2.500 meter
terdapat di Distrik Mega.
Keadaan Masyarakat
Jumlah Penduduk Kabupaten Sorong Tahun 2013 berjumlah 73.642 Jiwa
(sumber Badan Pusat Statistik Kab.Sorong Tahun 2013) dengan komposisi 53,51
% (39.110 Jiwa) merupakan penduduk Laki-laki, dan 47,25 % (34.532 Jiwa)
adalah penduduk berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian, sex ratio
penduduk Kabupaten Sorong adalah 113,26 yang tersebar menurut masing-
masing Distrik. Dengan jumlah distrik sebanyak 19 unit, maka secara rata-rata
jumlah penduduk distrik adalah 3.846 jiwa; serta dengan jumlah kampung/
kelurahan efektif dewasa ini 133 unit, maka secara rata-rata kampung/kelurahan
jumlah penduduk adalah 549 jiwa. Sebaran penduduk Kabupaten Sorong yang
memiliki luas wilayah daratan sekitar 8.289,31 km2, dengan penduduk 73.088
jiwa tersebar pada 121 kampung dan 13 kelurahan yang terhimpun pada 19
distrik. Distrik Aimas yang merupakan ibu kota Kabupaten Sorong memiliki
penduduk terpadat dengan penduduk 21.489 jiwa atau sekitar 28,79 % dari total
penduduk, dengan kepadatan 94,59 jiwa / km2.
Tabel 1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2011
No Rentang Usia (tahun) Tahun
Laki-Laki Perempuan Jumlah
.
Sumber: antaranews.com
Foto 1
Flora Di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat
Sumber: mongabay.co.id
Foto 2
Fauna Di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat
Penentuan Sumberdaya
Sumber: Kegiatan Eksplorasi Kelompok 5
Penyelidikan Terdahulu
Di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat, lapisan batubara merupakan
satuan batuan dari Formasi Klasaman yang berumur Miosen Akhir – Pliosen.
Namun, untuk penelitian yang akan dilakukan di lokasi penelitian di Daerah
Inamo Kabupaten Sorong ada yang menarik untuk diungkap karena secara
geologi regional masuk pada endapan alluvial yang berumur kuarter.
Keberadaan batubara berumur kuarter ini sangat menarik untuk diteliti lebih detail
karena belum pernah dilakukan penelitian pada batubara kuarter di wilayah
Provinsi Papua Barat.
Stratigrafi regional daerah penelitian terdiri atas formasi tertua, yakni
Formasi Klasaman yang berumur Miosen Akhir – Pliosen dengan ketebalan
lapisan 200 m – 4.500 m. Litologi struktur sedimen menurut Sanyoto dkk (1990)
terdiri atas batulumpur, serpih, batulempung, batupasir, dan di utara terdapat
konglomerat gampingan, serta sebagian gampingan di bagian bawah tepi
cekungan dekat utara agak kasar, bagian atas lebih kasar dari bagian bawah.
Daerah penelitian masuk ke dalam Cekungan Salawati yang meluas dari
bagian barat daratan pulau Papua ke separuh bagian selatan pulau Salawati
(Hamilton, 1979). Di utara, cekungan ini terpotong oleh sistem sesar Sorong. Di
timur, batasnya sulit untuk ditentukan karena berakhir di Dataran Tinggi Ayamaru
yang tertutup oleh lapisan tipis endapan cekungan dan yang lebih muda (Qa).
Sekumpulan sesar turun yang berarah menyelatan – barat daya memotong
formasi Klasaman di selatan struktur tersebut.
Geologi Regional
Secara topografi, Kabupaten Sorong sangat bervariasi mulai dataran
rendah dan berawa. Wilayah Kabupaten Sorong hampir 60 persen berupa
daerah pegunungan dengan lereng-lereng yang curam seperti Makbon, Moraid,
dan sebagian Pulau Salawati terdapat di bagian tengah ke arah timur dan utara.
Dua puluh persen topografi Kabupaten Sorong berupa dataran rendah dan
sebagian berawa yang menyebar di bagian selatan sampai ke barat.
Ketinggian di Kabupaten Sorong bervariasi yaitu wilayah dengan
ketinggian di bawah 100 meter umumnya terdapat di Distrik Seget, Beraur
sebagian di Distrik Salawati bagian selatan. Wilayah dengan ketinggian 500
meter berada di Distrik Aimas sebagian Distrik Salawati, 500 – 2000 meter
sebagian besar terdapat di Distrik Makbon dan ketinggian 2.000 – 2.500 meter
terdapat di Distrik Mega.
Sumber: papua.go.id
Gambar 1
Peta Geologi Regional Provinsi Papua
Sumber: suarageologi.blogspot.com
Gambar 2
Peta Fisiografi Provinsi Papua
Sumber: demimaki.wordpress.om
Gambar 4
Keadaan Pulau Papua Pada 30 ma Midle Oligocene
Sumber: demimaki.wordpress.com
Gambar 5
Keadaan Pulau Papua pada 15 ma Midle Miocene
Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini
menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda
dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan
tumbukan semakin bertambah ke arah timur.
Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan
di bagian cekungan paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme
perkembangan Jalur Sesar Naik Papua.
Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah
kemiringan konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng Indo-Australia dan
pergerakan ke barat lempeng Pasifik mengakibatkan terjadinya resultante NE-
SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan evolusi tektonik
Papua cenderung ke arah Utara – Barat sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan
yang diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini
digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian mulai dari batuan dasar yang ditutupi
suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng Indo-Australia yang membentuk
Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar naik ini dibatasi oleh
batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian pada Miosen Awal.
Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh adanya batuan
dasar Precambrian yang terpotong di sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral
apatit memberikan gambaran bahwa terjadi peristiwa pengangkatan dan
peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta tahun yang lalu (Weiland, 1993).
Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua
dipengaruhi oleh tipe magma I, yaitu suatu tipe magma yang kaya akan
komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang
bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi.
Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di
kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas
graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian
tepi utara lempeng Indo-Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan
pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan
dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), sebagai akibat benturan lempeng Indo-
Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan
komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah
mengalami patahan dan perlipatan.
Sumber: demimaki.wordpress.com
Gambar 6
Keadaan Pulau Papua Pada Zaman Recen (Sekarang)
KEGIATAN PENYELIDIKAN
Persiapan
Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan penyelidikan
adalah dengan melakukan analisa morfometri yang meliputi analisa peta
topografi terhadap pola aliran sungai, kelurusan struktur, morfologi, dan bentuk
lahannya.
Daerah penelitian didominasi oleh morfologi perbukitan dengan elevasi
tertinggi adalah 400 mdpl dan elevasi terendah adalah 80 mdpl. Pola aliran
sungai yang mendominasi daerah penelitian berupa pola aliran sungai trellis dan
parallel di mana kedua pola aliran sungai ini terkontrol oleh struktur geologi. Pola
aliran sungai trellis dapat dijumpai di sepanjang pesisir sungai, sementara pola
aliran sungai parallel dapat dijumpai di daerah selatan daerah penelitian.
PETA POLA ALIRAN SUNGAI
A3
PETA KELURUSAN STRUKTUR
A3
Pola Aliran Sungai
Berdasarkan peta topografi yang telah diberikan, maka dapat
diinterpretasikan pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian tersebut.
Pola aliran sungai yang terdapat di daerah tersebut didominasi oleh pola trellis,
terutama percabangan anak sungai yang terdapat di sepanjang pesisir sungai di
mana percabangan sungai ordo keduanya membentuk hampir tegak luru
terhadap sungai utama atau sungai ordo pertama. Pola aliran sungai trellis ini
juga didukung oleh keberadaan struktur geologi yang cukup intens. Pola aliran
sungai trellis ini dicirikan dengan dikontrolnya suatu daerah oleh struktur geologi.
Di bagian timur dan utara, struktur geologinya cukup intens sehingga mendukung
untuk terbentknya pola aliran sungai trellis. Di bagian selatan, pola aliran
sungainya adalah parallel. Hal ini terjadi karena pola aliran sungai parallel ini
dikontrol oleh struktur geologi berupa sesar atau lipatan. Di bagian selatan
sendiri, struktur geologinya sangat intens, dapat dilihat melalui adanya kelurusan
perbukitan atau punggungan dari timur hingga ke barat. Selain itu, sungai parallel
ini umumnya terdapat batuan yang resisten yang didukung dari keadaan
topografi yang cukup rapat di mana kontur yang rapat mengindikasikan bahwa di
daerah tersebut terdapat batuan yang resisten. Pola parallel juga tidak seperti
pola dendritik, di mana pola dendritik menyebar ke segala arah yang berarti
batuan di daerah tersebut non-resisten sehingga aliran air bebas menerobos
batuan ke segala arah. Pada pola sungai parallel ini, arah aliran air hanya
menuju satu arah. Ini berarti, batuan di sekeliling sungai cukup resisten sehingga
air tidak bebas menerobos ke segala arah sehingga terbentuklah pola aliran
parallel yang aliran airnya hanya menuju satu arah. Di bagian tengah daerah
penelitian, pola aliran sungai ordo ketiga yang terbentuk merupakan dendritik.
Hal ini dapat dilihat dari arah percabangannya yang ke segala arah dan didukung
pula oleh keberadaan struktur yang umum atau tidak terlalu intens di daerah
tengah tersebut dan juga konturnya yang cukup renggan yang mengindikasikan
bahwa daerah tersebut tersusun atas batuan yang non-resisten sehingga aliran
air bebas menerobos ke segala arah.
Tabel 4
Klasifikasi Bentuk Asal Lahan
Bentuk Asal Lahan
No. Parameter
S1 Blok Sesar
S2 Gawir Sesar
S9 Perbukitan Monoklinal
S11 Perbukitan Dome
S15 Flat Iron
S17 Lembah Sinklinal
Sumber: Laboratorium Geologi Unisba, 2016
A. Blok Sesar
Berdasarkan data-data yang telah didapat sebagaimana tercantum di
atas, maka dapat dilihat bahwa daerah penelitian didominasi oleh batuan dengan
ukuran butir yang halus; seperti batupasir, batulanau, dan batulempung. Selain
itu, terdapat sisipan batubara di beberapa titik pengeboran; di antaranya di OC_I,
OC_II, OC_III, dan OC_IV.
Data lain yang didapatkan adalah data offset, yaitu data pergeseran
singkapan yang berupa hieve sejauh 20 m. pergeseran ini diindikasikan
merupakan jenis sesar mendatar.
Tabel 5
Data Offset
ID Koordinat X Koordinat Y
Offset 1 6734 82539
Offset 2 6651 82540
Offset 3 6488 82543
Offset 4 5890 842467
Offset 5 5239 82293
Offset 6 4825 81837
Offset 7 4424 81366
Offset 8 4289 81230
Sumber: Laboratorium Geologi Unisba, 2016
Sumber: Docplayer.info
Foto 3
Pergeseran Lapisan
B. Gawir Sesar
Gawir sesar adalah tebing curam yang terbentuk akibat sesar yang baru
yang biasanya disertai perpindahan secara vertikal.
B. Aspek Tektonika
Sesar
Sesar merupakan satu di antara parameter dalam penentuan kondisi
bentuk endapan bahan galian. Dari peta sebaran di bawah ini, dapat dilihat
bahwa keterdapatan sesar jarang ditemui. Hal ini dibuktikan dengan adanya
struktur yang keberadaannya sedikit.
Sumber: Data Hasil Pengolahan
Gambar 12
Bukti Sesar
Dari parameter yang telah dianalisa, maka jenis endapan bahan galian pada
daerah penelitian termasuk ke dalam jenis moderat.
Hasil Pengolahan Data
5
y = -0.0165x + 4.6663
Ketebalan
4
R² = 0.0236 Ketebalan Terhadap Data
3 Bor
Linear (Ketebalan
2
Terhadap Data Bor)
1
0
0 10 20 30 40 50
Banyak data
Seam 19 2998931.214
Seam 15 5555393.428
Seam 13 17615835.33
Total 26,170,159,972
Sumber: Data Hasil Pengolahan
PETA SEAM 13
PETA SEAM 15
PETA SEAM 19
KESIMPULAN
Morfometri merupakan suatu analisis bentuk lahan yang didasarkan oleh
keberadaan sungai di daerah tersebut. Pola aliran sungai yang mendominasi
daerah penelitian adalah pola aliran trellis yang tersebar di seluruh bagian
daerah penelitian. Beberapa pola aliran lain di antaranya adalah pola aliran
paralel yang berada di bagian selatan dan dendritik yang berada di bagian
tengah daerah penelitian.
Berdasarkan peta morfologi, dapat dilihat bahwa daerah penelitian kali ini
didominasi oleh lereng bergelombang kuat yang ditandai dengan warna hijau tua
dengan persentase >14% dan beda tinggi >50m.
Struktur yang mengisi daerah penelitian termasuk ke dalam struktur aktif
atau intens, yang ditandai dengan adanya kelurusan punggungan perbukitan di
bagian selatan serta teras dan gawir sesar yang berada di bagian timur.
Secara keseluruhan, bentuk asal lahan daerah penelitian adalah bentuk
asal struktural, yang ditandai dengan banyaknya struktur intens yang mengisi
daerah penelitian, terutama di bagian selatan dan timur.
Berdasarkan peta sebaran yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa daerah
penelitian didominasi oleh sebaran batuan sedimen dengan ukuran butir yang
halus, seperti batulanau dan batulempung. Pola sebaran di daerah penelitian ini
dikontrol oleh struktur, yang mana dapat dilihat dengan adanya offset yang
memotong arah kemenerusan sebaran batuan.
Berdasarkan penampang peta sebaran, batuan yang terbentuk lebih
dahulu adalah batulanau. Kemudian diikuti oleh batulempung, batulanau, dan
batupasir.
Berdasarkan data pemboran, maka dapa ditemukan tiga seam batubara;
yaitu seam 13, seam 15, dan seam 19.
Berdasarkan data statistika, variasi ketebalan untuk setiap seam berbeda-
beda. Untuk seam 13, ketebalannya dapat dikategorikan menjadi bervariasi, di
mana ketebalan maksima di seam 13 ini adalah sebesar 5.88 meter dan
ketebalan minimalnya adalah 5.05 meter. Sementara untuk seam 15,
ketebalannya dapat dikategorikan menjadi sedikit bervariasi, di mana ketebalan
maksimalnya adalah sebesar 3.79 meter dab ketebalan minimalnya adalah
sebesar 3.23 meter. Untuk seam 19, ketebalannya dapat dikategorikan menjadi
sedikit bervariasi, di mana ketebalan maksimalnya adalah sebesar 3.05 dan
ketebalan minilanya adalah 2.35 meter.. Jadi, ketebalan batubara secara
keseluruhan adalah cukup bervariasi.
Kondisi geologi daerah penelitian adalah kondisi moderat, yang didukung
oleh data statistik dan dari aspek tektonika. Dari data statistik, nilai point of
correlation untuk semua seam rata-rata berada di nilai 0.4 di mana nilai 0.4 ini
menunjukkan keadaan geologi moderat. Dari data kemiringan batubara, semua
seam rata-rata memiliki dip sebesar 24.9o di mana dip dengan nilai ini berada di
kelompok moderat.
DAFTAR PUSTAKA
Afan. 2012. “Pola Penyebaran Singkapan” afanmining10.blogspot.com
Diakses pada tanggal 14 Juni 2016.
Amin, Yadil. 2011 “Geologi Struktur” blogspot.co.id/20 11/11 /geologi-struktur-
gs-part-i.html. Diakses pada tanggal 14 Juni 2016.
Anonymous. 2012. “Problema Tiga Titik dan Pola Penyebaran Singkapan”
http://dc254.4shared.com/doc/pS6QtC68/preview.html. Diakses pada
tanggal 14 Juni 2016.
Kurniawan, Widhi. 2013. “Peta Geologi”. https://allaboutgeo.wordpress.com
/2013/11/23/peta-geologi/. Diakses pada tanggal 14 Juni 2016.
Wijaya, Hadi, 2011, “Estimasi Sumber Daya Mineral”, http://hadiwijayatamb
ang-blosgpot.com/2011/05/estimasi-sumberdaya-mineral/html.
Diakses pada 14 Juni 2016.
Bentuk Asal Lahan
Setelah kegiatan analisa peta topografi, pola aliran sungai, morfologi,
serta kelurusan struktur, maka selanjutnya dapat ditentukan bentuk asal lahan
daerah penelitian. Berdasarkan analsisis dari peta topografi, pola aliran sungai,
morfologi, dan kelurusan struktur, maka didapatkanlah bahwa bentuk asal lahan
daerah penelitian merupakan bentuk asal lahan struktural. Hal ini dapat dilihat
melalui parameter di bawah ini.
Tabel 2
Klasifikasi Bentuk Asal Lahan
Bentuk Asal Lahan
No. Parameter
S1 Blok Sesar
S2 Gawir Sesar
S9 Perbukitan Monoklinal
S11 Perbukitan Dome
S15 Flat Iron
S17 Lembah Sinklinal
Sumber: Laboratorium Geologi Unisba, 2016