Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN EKSPLORASI BATUBARA DI KABUPATEN

SORONG PROVINSI PAPUA BARAT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Praktikum Geologi Struktur Semester IV


Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Islam Bandung Tahun Akademik 2015 / 2016

Disusun oleh:
Kelompok 3
Shift 3

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1437 H / 2016 M
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : LAPORAN EKSPLORASI BATUBARA KABUPATEN
SORONG PROVINSI PAPUA

Waktu Kegiatan : 12 Mei 2016 – 02 Juni 2016


Disusun Oleh : 1. Andi Setiawan (10070113113)
2. Haeril Desnitigina (10070114087)
3. Sochaputra O. Lantilali (10070114088)

Bandung, Agustus 2016


Menyetujui,

Adi Sutrisno Adi Sutrisno


Asisten Pembimbing GM Laboratorium Geologi Unisba

Mengetahui.
Kasie Laboratorium Geologi

Dr. Ir. Yunus Ashari, M.T


NIK: D.92.0.158
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Illahi Robbi yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan draft kegiatan praktikum
Geologi Struktur ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada

junjungan kita Nabi Muhammad ‫ﷺ‬

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dari awal sampai akhir dalam pembuatan atau proses pada penulisan
laporan ini, diantaranya :
1. Orang Tua kami yang telah mendukung kami baik dalam moril maupun
materi.
2. Bapak Dr. Ir. Yunus Ashari, M.T selaku Kasie. Laboratorium Geologi, atas
arahan dan perhatiannya.
3. Adi Sutrisno, selaku GM Laboratorium Geologi Universitas Islam Bandung
atas bimbingannya selama kegiatan pembuatan draft dan pembuatan
peta.
4. Adi Sutrisno, selaku pembimbing Kelompok 3 atas saran dan
bimbingannya dalam kegiatan pembuatan draft dan peta.
Kami menyadari bahwa draft ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik serta saran yang sifatnya membangun agar
draft ini dapat disempurnakan.
Semoga draft ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan bermanfaat
bagi kita semua.
Jazakallahu Khoiron Katsiron
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Bandung, Agustus 2016

Kelompok 3
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang berlimpah akan sumber daya alam, baik
itu sumber daya renewable maupun sumber daya non-renewable. Sumber daya
tersebut kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Satu di
antara sumber daya yang dimiliki Indonesia adalah batubara. Batubara
merupakan sumber daya alam yang cukup banyak ditemui di Indonesia. Hal ini
dikarenakan secara geografis dan geologis negara Indonesia sangat cocok
sebagai tempat terbentuknya batubara.
Seperti yang diketahui, keberadaan endapan sedimenter dipengaruhi oleh
tiga hal; yaitu sumber, migrasi, dan jebakan. Negara Indonesia yang merupakan
daerah tropis memiliki hutan hujan yang sangat banyak sehingga keberadaan
batubaranya juga cukup melimpah. Keberadaan batubara yang melimpah ini
sudah seharusnya dimaksimalkan oleh pemerintah untuk digunakan dalam
rangka menunjang dan memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya.
Keberadaan batubara yang berupa endapan sedimenter yang berbentuk
lapisan akan sangat dipengaruhi oleh struktur geologi, di mana struktur geologi
ini juga akan memengaruhi kualitas batubaranya. Semakin banyak struktur
geologi yang berperan di suatu daerah, maka kualitas batubaranya juga akan
semakin baik.

Maksud dan Tujuan


Maksud
Maksud dari kegiatan eksplorasi yang dilaksanakan di Kabupaten Sorong,
Provinsi Papua Barat ini adalah agar dapat menganalisa daerah penelitian
berdasarkan peta topografi, menentukan sebaran batuan serta pemodelan
batubara dengan metode satu, dua, dan tiga titik, serta dapat menentukan
estimasi cadangan batubara yang terdapat di daerah penelitian.
Tujuan
• Dapat mengidentifikasi potensi struktur daerah penelitian berdasarkan
peta topografi
• Dapat menentukan bentuk lahan berdasarkan klasifikasi bentuk lahan
yang ada
• Dapat mengetahui sebaran batuan di daerah penelitian
• Dapat mengetahui kondisi bawah permukaan daerah penelitian
• Dapat mengetahui pemodelan batubara
• Dapat mengetahui kondisi geologi daerah penelitian
• Dapat menghitung jumlah cadangan batubara di daerah penelitian.

Lokasi Daerah Penyelidikan


Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat.
Kabupaten Sorong terletak pada 00o 33’ 42” – 10o 35’29” Lintang Selatan dan
1300o 40’49” – 1320o 13’48” Bujur Timur. Kabupaten Sorong sendiri memiliki luas
wilayah sekitar 12.159.42 km2. Daerah ini memiliki batasan daerah sebagai
berikut.
 Utara : Kabupaten Raja Ampat
 Timur : Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Tembrauw.
 Selatan : Kabupaten Sorong Selatan
 Barat : Kabupaten Raja Ampat.

Keadaan Lingkungan
Secara topografi, Kabupaten Sorong sangat bervariasi mulai dataran
rendah dan berawa. Wilayah Kabupaten Sorong hampir 60 persen berupa
daerah pegunungan dengan lereng-lereng yang curam seperti Makbon, Moraid,
dan sebagian Pulau Salawati terdapat di bagian tengah ke arah timur dan utara.
Dua puluh persen topografi Kabupaten Sorong berupa dataran rendah dan
sebagian berawa yang menyebar di bagian selatan sampai ke barat.
Ketinggian di Kabupaten Sorong bervariasi yaitu wilayah dengan
ketinggian di bawah 100 meter umumnya terdapat di Distrik Seget, Beraur
sebagian di Distrik Salawati bagian selatan. Wilayah dengan ketinggian 500
meter berada di Distrik Aimas sebagian Distrik Salawati, 500 – 2000 meter
sebagian besar terdapat di Distrik Makbon dan ketinggian 2.000 – 2.500 meter
terdapat di Distrik Mega.
Keadaan Masyarakat
Jumlah Penduduk Kabupaten Sorong Tahun 2013 berjumlah 73.642 Jiwa
(sumber Badan Pusat Statistik Kab.Sorong Tahun 2013) dengan komposisi 53,51
% (39.110 Jiwa) merupakan penduduk Laki-laki, dan 47,25 % (34.532 Jiwa)
adalah penduduk berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian, sex ratio
penduduk Kabupaten Sorong adalah 113,26 yang tersebar menurut masing-
masing Distrik. Dengan jumlah distrik sebanyak 19 unit, maka secara rata-rata
jumlah penduduk distrik adalah 3.846 jiwa; serta dengan jumlah kampung/
kelurahan efektif dewasa ini 133 unit, maka secara rata-rata kampung/kelurahan
jumlah penduduk adalah 549 jiwa. Sebaran penduduk Kabupaten Sorong yang
memiliki luas wilayah daratan sekitar 8.289,31 km2, dengan penduduk 73.088
jiwa tersebar pada 121 kampung dan 13 kelurahan yang terhimpun pada 19
distrik. Distrik Aimas yang merupakan ibu kota Kabupaten Sorong memiliki
penduduk terpadat dengan penduduk 21.489 jiwa atau sekitar 28,79 % dari total
penduduk, dengan kepadatan 94,59 jiwa / km2.
Tabel 1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2011
No Rentang Usia (tahun) Tahun
Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 0 – 14 12.989 13.445 26.434


2 15 – 55 22.400 18.725 41.125
3 >56 3.414 2.115 5.529
38.803 34.285 73.088
Sex Ratio Penduduk 113.1777745
Rasio Ketergantungan 77.72158055
Sumber: miga.bisbak.com

Dari segi perekonomian, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sorong


pada tahun 2013 sebesar 4,78%. Sektor Keuangan, Real estate dan Jasa
Perusahaan merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi dibandingkan
sektor ekonomi lainnya yaitu sebesar 29,67%. Sektor Pengangkutan dan
komunikasi berada di posisi kedua dengan pertumbuhan sebesar 20,18%. Sektor
Bersih Perdagangan, Hotel & Restoran berada di posisi ketiga dengan
pertumbuhan sebesar 18,18%. Sedangkan posisi keempat ditempati sektor
Listrik dan air Bersih yang tumbuh sebesar 14,91%.
Mata pencaharian utama penduduk di kawasan ini adalah petani,
sedangkan nelayan dan berburu hanya sebagai sampingan. Pola mata
pencaharian demikian mencerminkan bahwa masyarakat di wilayah ini adalah
masyarakat peladang dan peramu murni. Karena itu, untuk pengembangan dan
pembinaan ekonomi masyarakat di wilayah ini diarahkan pada usaha-usaha
pertanian terutama tanaman pangan dan perkebunan (usaha tani lahan kering).
Sementara usaha-usaha nelayan, mungkin dapat dikembangkan baik usaha
penangkapan maupun budidaya sesuai potensi wilayah terutama komoditas laut
yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Jumlah nelayan pada tahun 2006 sebanyak 888 orang, sedangkan jumlah
pembudidaya ikan sebanyak 552 orang. Adapun jumlah armada perikanan
sebanyak 320 unit terdiri dari 256 perahu tanpa motor, 49 perahu motor tempel, 5
perahu motor dalam, dan 10 kapal motor. Alat tangkap ikan yang digunakan
adalah pancing ulur, gill net, bagan perahu, bagan rakit, pancing tonda, trawl,
pole and line, longline, sero dan bubu.
Iklim
Secara umum iklim kabupaten sorong adalah tropis dan panas, tapi pada
umumnya masyarakat sorong lebih menganggap bahwa iklimnya tdk menentu.
Cuaca panas dan hujan datang tdk sesuai dengan apa yang dikeluarkan oleh
BMKG. Curah hujan di Kabupaten Sorong ini adalah 2.836,4 mm/tahun.
Rata-rata curah hujan per tahun berkisar 1.500-2.500 mm. Puncak musim
hujan terjadi saat angin barat laut bertiup yakni pada bulan Oktober-Maret. Suhu
dan kelembaban udara cenderung stabil, berkisar antara 290 - 320C dan 75-80%.
Flora dan Fauna
Sepanjang pesisir pantai Kabupaten Sorong merupakan tipe vegetasi
hutan pantai, di antaranya adalah mangrove dan pandan laut. Vegetasi ini sangat
baik untuk meneduhi kawasan pantai peneluran penyu, khusunya jenis penyu
hijau dan penyu sisik. Adapun jenis penyu yang biasa ditemukan di daerah distrik
Abun adalah jenis Penyu Belimbing (Dermochelys coreacea), Penyu hijau
(Chelonia mydas), Penyu sisik (Eretmochelys imbricate), dan Penyu lekang
(Lepidochelys oliace).

.
Sumber: antaranews.com
Foto 1
Flora Di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat

Sumber: mongabay.co.id
Foto 2
Fauna Di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat

Kondisi Topografi dan Morfologi


Topografi daerah penelitian termasuk ke dalam daerah bergelombang
dan berbukit. Hal ini dapat dilihat dari elevasi tertinggi yaitu 400 mdpl dan elevasi
terendah yaitu 80 mdpl dengan jarak kontur yang merapat ke arah elevasi yang
tinggi. Pada bagian tengah dan timur daerah penelitian, terdapat pola kontur
yang menunjukkan adanya indikasi struktur geologi, yaitu perapatan kontur
secara tiba-tiba.
PETA TOPOGRAFI
A3
PETA MORFOLOGI
A3
Waktu
Kegiatan eksplorasi ini dilakukan dari tanggal 12 Mei 2016 hingga 2 Juni
2016. Pada jangka waktu tanggal tersebut didapatkan output berupa peta yang
berhubungan dengan darah penelitian. Di bawah ini merupakan silabus dari
waktu kegiatan penelitian.
Tabel 3
Silabus dan Output Kegiatan Eksplorasi
Tanggal
Juni
Kegiatan Mei 2016
2016
12 19 26 2
Peta Morfologi, Aliran Sungai, Kelurusan
Struktur, dan Bentuk Lahan

Peta Sebaran Batuan

Peta Batubara seam 13, 15, 19

Penentuan Sumberdaya
Sumber: Kegiatan Eksplorasi Kelompok 5

Pelaksanaan dan Peralatan


Kegiatan penelitian ini dilaksanakan oleh 3 orang engineer yang
beranggotakan Andi Setiawan, Haeril Desnitigina, dan Sochaputra Octarahman
Lantilali. Penelitian ini ditunjang dengan peralatan serta perlengkapan
pendukung; di antaranya adalah kompas dan palu geologi, Global Positoning
System (GPS), kamera, dan alat bor.
Sumber: google.com
Foto 3
Perlatan Penunjang Kegiatan Eksplorasi

Penyelidikan Terdahulu
Di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat, lapisan batubara merupakan
satuan batuan dari Formasi Klasaman yang berumur Miosen Akhir – Pliosen.
Namun, untuk penelitian yang akan dilakukan di lokasi penelitian di Daerah
Inamo Kabupaten Sorong ada yang menarik untuk diungkap karena secara
geologi regional masuk pada endapan alluvial yang berumur kuarter.
Keberadaan batubara berumur kuarter ini sangat menarik untuk diteliti lebih detail
karena belum pernah dilakukan penelitian pada batubara kuarter di wilayah
Provinsi Papua Barat.
Stratigrafi regional daerah penelitian terdiri atas formasi tertua, yakni
Formasi Klasaman yang berumur Miosen Akhir – Pliosen dengan ketebalan
lapisan 200 m – 4.500 m. Litologi struktur sedimen menurut Sanyoto dkk (1990)
terdiri atas batulumpur, serpih, batulempung, batupasir, dan di utara terdapat
konglomerat gampingan, serta sebagian gampingan di bagian bawah tepi
cekungan dekat utara agak kasar, bagian atas lebih kasar dari bagian bawah.
Daerah penelitian masuk ke dalam Cekungan Salawati yang meluas dari
bagian barat daratan pulau Papua ke separuh bagian selatan pulau Salawati
(Hamilton, 1979). Di utara, cekungan ini terpotong oleh sistem sesar Sorong. Di
timur, batasnya sulit untuk ditentukan karena berakhir di Dataran Tinggi Ayamaru
yang tertutup oleh lapisan tipis endapan cekungan dan yang lebih muda (Qa).
Sekumpulan sesar turun yang berarah menyelatan – barat daya memotong
formasi Klasaman di selatan struktur tersebut.

Geologi Regional
Secara topografi, Kabupaten Sorong sangat bervariasi mulai dataran
rendah dan berawa. Wilayah Kabupaten Sorong hampir 60 persen berupa
daerah pegunungan dengan lereng-lereng yang curam seperti Makbon, Moraid,
dan sebagian Pulau Salawati terdapat di bagian tengah ke arah timur dan utara.
Dua puluh persen topografi Kabupaten Sorong berupa dataran rendah dan
sebagian berawa yang menyebar di bagian selatan sampai ke barat.
Ketinggian di Kabupaten Sorong bervariasi yaitu wilayah dengan
ketinggian di bawah 100 meter umumnya terdapat di Distrik Seget, Beraur
sebagian di Distrik Salawati bagian selatan. Wilayah dengan ketinggian 500
meter berada di Distrik Aimas sebagian Distrik Salawati, 500 – 2000 meter
sebagian besar terdapat di Distrik Makbon dan ketinggian 2.000 – 2.500 meter
terdapat di Distrik Mega.

Sumber: papua.go.id
Gambar 1
Peta Geologi Regional Provinsi Papua
Sumber: suarageologi.blogspot.com
Gambar 2
Peta Fisiografi Provinsi Papua

Struktur Regional Papua


Tektonik Pulau Papua pada saat ini berada pada bagian tepi utara
Lempeng Indo-Australia, yang berkembang akibat adanya pertemuan antara
Lempeng Australia yang bergerak ke utara dengan Lempeng Pasifik yang
bergerak ke barat.
Dua lempeng utama ini mempunyai sejarah evolusi yang diidentifikasi
yang berkaitan erat dengan perkembangan sari proses magmatik dan
pembentukan busur gunung api yang berasoisasi dengan mineralisasi emas
phorpir dan emas epithermal. Menurut Smith (1990), perkembangan Tektonik
Pulau Papua dapat dipaparkan sebagai berikut:
Sumber: demimaki.wordpress.com
Gambar 3
Tektonik Papua dan PNG

a. Periode Oligosen Sampai Pertengahan Miosen ( 35 – 5 Juta tyl)


Pada bagian belakang busur Lempeng kontinental Australia terjadi
pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari Kelompok Batugamping
Papua Nugini selama Oligosen – Awal Miosen dan pergerakan lempeng ke arah
utara berlangsung cepat dan menerus.

Sumber: demimaki.wordpress.om
Gambar 4
Keadaan Pulau Papua Pada 30 ma Midle Oligocene

Pada bagian tepi utara Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas


penunjaman, membentuk perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar
kerak samudera selama periode 44 – 24 Juta Tahun yang lalu (JTL).
Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek intrusi yang terjadi
pada Oligosen – Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan Bacan, Komplek
Porphir West Delta – Kali Sute di Kepala Burung Papua.
Selanjutnya pada Pertengahan Miosen terjadi pembentukan ophiolit pada
bagian tepi selatan Lempeng Samudera Solomon dan pada bagian utara dan
Timur Laut Lempeng Indo-Australia. Kejadian ini membentuk Sabuk Ofiolit Papua
dan pada bagian kepala Burung Papua diekspresikan oleh adanya Formasi
Tamrau.
Pada Akhir Miosen terjadi aktivitas penunjaman pada Lempeng
Samudera Solomon ke arah utara, membentuk Busur Melanesia dan ke arah
selatan masuk ke lempeng Indo-Australia membentuk busur Kontinen Calc Alkali
Moon – Utawa dan busur Maramuni di Papua Nugini.
b. Periode Miosen Akhir Sampai Pleistosen (15 – 2 Juta tyl)
Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia di
Papua Nugini sangat dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng
Solomon. Pelelehan sebagian ini mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni
dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18 – 7 Juta Tahun yang lalu.
Busur Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas
sulfida ephitermal dan logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf,
sedangkan Maramuni di utara, Lempeng Samudera Solomon menunjam terus di
bawah Busur Melanesia mengakibatkan adanya penciutan ukuran selama
Miosen Akhir.

Sumber: demimaki.wordpress.com
Gambar 5
Keadaan Pulau Papua pada 15 ma Midle Miocene
Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur Melanesia ini
menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih muda
dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan
tumbukan semakin bertambah ke arah timur.
Akibat tumbukan tersebut memberikan perubahan yang sangat signifikan
di bagian cekungan paparan di bagian selatan dan mengarahkan mekanisme
perkembangan Jalur Sesar Naik Papua.
Zona Selatan tumbukan yang berasosiasi dengan sesar serarah
kemiringan konvergensi antara pergerakan ke utara lempeng Indo-Australia dan
pergerakan ke barat lempeng Pasifik mengakibatkan terjadinya resultante NE-
SW tekanan deformasi. Hal itu mengakibatkan pergerakan evolusi tektonik
Papua cenderung ke arah Utara – Barat sampai sekarang.
Kejadian tektonik singkat yang penting adalah peristiwa pengangkatan
yang diakibatkan oleh tumbukan dari busur kepulauan Melanesia. Hal ini
digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian mulai dari batuan dasar yang ditutupi
suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng Indo-Australia yang membentuk
Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur sesar naik ini dibatasi oleh
batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai kejadian pada Miosen Awal.
Perbatasan bagian selatan dari sesar naik ini ditandai oleh adanya batuan
dasar Precambrian yang terpotong di sepanjang Jalur Sesar Naik. Jejak mineral
apatit memberikan gambaran bahwa terjadi peristiwa pengangkatan dan
peruntuhan secara cepat pada 4 – 3,5 juta tahun yang lalu (Weiland, 1993).
Selama Pliosen (7 – 1 juta tahun yang lalu) Jalur lipatan papua
dipengaruhi oleh tipe magma I, yaitu suatu tipe magma yang kaya akan
komposisi potasium kalk alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang
bernilai ekonomi di Ersberg dan Ok Tedi.
Selama pliosen (3,5 – 2,5 JTL) intrusi pada zona tektonik dispersi di
kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas
graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian
tepi utara lempeng Indo-Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan
pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan
dari Blok Kemum. Menurut Smith (1990), sebagai akibat benturan lempeng Indo-
Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan
komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah
mengalami patahan dan perlipatan.

Sumber: demimaki.wordpress.com
Gambar 6
Keadaan Pulau Papua Pada Zaman Recen (Sekarang)

Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan


mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak.
Tempat – tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi
diperkirakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek
Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa,
Wabu, Komopa – Dawagu, Mogo Mogo – Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu,
Magoda, Degedai, Gokodimi, Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna
Paririm Ilaga.
Sementara di daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute.
Sementara itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik
Group) yang terdiri dari : Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Island (F.Batanta),
Utara Kepala Burung (Mandi & Arfak Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland
Overhrust (Topo Volc), Memungkinkan terdapatnya logam, emas dalam bentuk
nugget.

Kepala Tektonik Kepala Burung Papua


Fisiografi Papua secara umum dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian kepala ini terletak pada
koordinat 1300 BT – 135o BT.
Bagian utara Kepala Burung merupakan pegunungan dengan relief kasar,
terjal, sampai sangat terjal.
Batuan yang tersusun berupa batuan gunung api, batuan ubahan, dan
batuan intrusif asam sampai menengah. Morfologi ini berangsur berubah ke arah
barat sampai selatan berupa dataran rendah aluvial, rawa dan plateau
batugamping.

Tatanan Bagian Batang atau Daratan Utama


Bagian Badan ini terletak pada koordinat 135o BT – 143.5o BT yang
didominasi oleh pegunungan tengah, dataran pegunungan tinggi dengan lereng
di utara dan di selatan berupa dataran dan rawa pada permukaan dekat laut.
Dataran di utara terdiri dari cekungan luar antar bukit dikenal sebagai dataran
danau yang dibatasi di bagian utaranya oleh medan kasar dengan relief rendah
sampai sedang.

Tatanan Bagian Timur (“Ekor”) Papua


Bagian ‘ekor’ ini terletak pada koordinat 143.5o BT – 151o BT.

KEGIATAN PENYELIDIKAN
Persiapan
Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan kegiatan penyelidikan
adalah dengan melakukan analisa morfometri yang meliputi analisa peta
topografi terhadap pola aliran sungai, kelurusan struktur, morfologi, dan bentuk
lahannya.
Daerah penelitian didominasi oleh morfologi perbukitan dengan elevasi
tertinggi adalah 400 mdpl dan elevasi terendah adalah 80 mdpl. Pola aliran
sungai yang mendominasi daerah penelitian berupa pola aliran sungai trellis dan
parallel di mana kedua pola aliran sungai ini terkontrol oleh struktur geologi. Pola
aliran sungai trellis dapat dijumpai di sepanjang pesisir sungai, sementara pola
aliran sungai parallel dapat dijumpai di daerah selatan daerah penelitian.
PETA POLA ALIRAN SUNGAI
A3
PETA KELURUSAN STRUKTUR
A3
Pola Aliran Sungai
Berdasarkan peta topografi yang telah diberikan, maka dapat
diinterpretasikan pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian tersebut.
Pola aliran sungai yang terdapat di daerah tersebut didominasi oleh pola trellis,
terutama percabangan anak sungai yang terdapat di sepanjang pesisir sungai di
mana percabangan sungai ordo keduanya membentuk hampir tegak luru
terhadap sungai utama atau sungai ordo pertama. Pola aliran sungai trellis ini
juga didukung oleh keberadaan struktur geologi yang cukup intens. Pola aliran
sungai trellis ini dicirikan dengan dikontrolnya suatu daerah oleh struktur geologi.
Di bagian timur dan utara, struktur geologinya cukup intens sehingga mendukung
untuk terbentknya pola aliran sungai trellis. Di bagian selatan, pola aliran
sungainya adalah parallel. Hal ini terjadi karena pola aliran sungai parallel ini
dikontrol oleh struktur geologi berupa sesar atau lipatan. Di bagian selatan
sendiri, struktur geologinya sangat intens, dapat dilihat melalui adanya kelurusan
perbukitan atau punggungan dari timur hingga ke barat. Selain itu, sungai parallel
ini umumnya terdapat batuan yang resisten yang didukung dari keadaan
topografi yang cukup rapat di mana kontur yang rapat mengindikasikan bahwa di
daerah tersebut terdapat batuan yang resisten. Pola parallel juga tidak seperti
pola dendritik, di mana pola dendritik menyebar ke segala arah yang berarti
batuan di daerah tersebut non-resisten sehingga aliran air bebas menerobos
batuan ke segala arah. Pada pola sungai parallel ini, arah aliran air hanya
menuju satu arah. Ini berarti, batuan di sekeliling sungai cukup resisten sehingga
air tidak bebas menerobos ke segala arah sehingga terbentuklah pola aliran
parallel yang aliran airnya hanya menuju satu arah. Di bagian tengah daerah
penelitian, pola aliran sungai ordo ketiga yang terbentuk merupakan dendritik.
Hal ini dapat dilihat dari arah percabangannya yang ke segala arah dan didukung
pula oleh keberadaan struktur yang umum atau tidak terlalu intens di daerah
tengah tersebut dan juga konturnya yang cukup renggan yang mengindikasikan
bahwa daerah tersebut tersusun atas batuan yang non-resisten sehingga aliran
air bebas menerobos ke segala arah.
Tabel 4
Klasifikasi Bentuk Asal Lahan
Bentuk Asal Lahan
No. Parameter
S1 Blok Sesar
S2 Gawir Sesar
S9 Perbukitan Monoklinal
S11 Perbukitan Dome
S15 Flat Iron
S17 Lembah Sinklinal
Sumber: Laboratorium Geologi Unisba, 2016

A. Blok Sesar
Berdasarkan data-data yang telah didapat sebagaimana tercantum di
atas, maka dapat dilihat bahwa daerah penelitian didominasi oleh batuan dengan
ukuran butir yang halus; seperti batupasir, batulanau, dan batulempung. Selain
itu, terdapat sisipan batubara di beberapa titik pengeboran; di antaranya di OC_I,
OC_II, OC_III, dan OC_IV.
Data lain yang didapatkan adalah data offset, yaitu data pergeseran
singkapan yang berupa hieve sejauh 20 m. pergeseran ini diindikasikan
merupakan jenis sesar mendatar.
Tabel 5
Data Offset
ID Koordinat X Koordinat Y
Offset 1 6734 82539
Offset 2 6651 82540
Offset 3 6488 82543
Offset 4 5890 842467
Offset 5 5239 82293
Offset 6 4825 81837
Offset 7 4424 81366
Offset 8 4289 81230
Sumber: Laboratorium Geologi Unisba, 2016
Sumber: Docplayer.info
Foto 3
Pergeseran Lapisan

B. Gawir Sesar
Gawir sesar adalah tebing curam yang terbentuk akibat sesar yang baru
yang biasanya disertai perpindahan secara vertikal.

Sumber: Dokumentasi Penulis


Gambar 7
Gawir Sesar
PETA BENTUK LAHAN
A3
.
Pemetaan Geologi
Dalam kegiatan eksplorasi, perlu adanya suatu penelitian wilayah secara
keseluruhan. Pemetaan geologi lokal ini bertujuan untuk mendapatkan suatu
data yang lebih spesifik yang diamati. Dari pemetaan geologi ini, data yang dapat
diinformasikan berupa sebaran batuan dan juga adanya suatu struktur geologi.
Tabel 6
Data Singkapan
Koordinat
ID Singkapan Litologi Deskripsi
X Y
Pasir, lanau,
OC – 1 6734 82539 Pasir, Lanau dengan sisipan
batubara
Lempung, pasir
Lempung,
OC – 2 6651 82540 dengan sisipan
Pasir
batubara
Lempung, pasir
Lempung,
OC – 3 6488 82543 dengan sisipan
Pasir
batubara
Lanau, lempung
Lanau,
OC – 4 5890 82467 dengan sisipan
Lempung
batubara
Lanau, pasir
OC – 5 5239 82293 Lanau, Pasir dengan sisipan
batubara
Lanau, pasir
OC – 6 4825 81837 Lanau, Pasir dengan sisipan
batubara
Lanau, pasir
OC - 7 4424 81366 Lanau, Pasir dengan sisipan
batubara
Sumber: Data Hasil Eksplorasi
HASIL PENYELIDIKAN
Geologi Permukaan
Geologi permukaan menggambarkan keadaan geologi yang terdapat di
permukaan, di mana data-data tersebut didapat dari kegiatan pemboran.
Selanjutnya, data-data tersebut dapat diinterprtasikan ke dalam peta sebaran
batuan.
Berdasarkan peta sebaran yang telah dibuat, maka dapat dilihat bahwa
arah umum sebaran batuan di daerah penelitian adalah N 330o E dengan litologi
yang mendominasi adalah batupaasir dan batulanau, yang terdapat di 4 data titik
bor. Batupasir dan batulempung ini mendominasi sekitar 50% dari daerah
penelitian.
Selain itu, dari keadaan geologi permukaan yang telah dipetakan juga ditemukan
sebuah offset yang memotong strike atau arah umum perlapisan batuan. Offset
ini membentang dari arah barat daya hingga ke arah timur dan diindikasikan
offset ini merupakan sebuah struktur sesar mendatar karena adanya pergeseran
secara mendatar sejauh 20m. Offset ini menyebabkan lapisan di bagian selatan
bergeser ke kanan sejauh hievenya yaitu sejauh 20m dan menyebabkan arah
kemenerusannya menjadi sedikit berubah.
PETA SEBARAN BATUAN
A3
Geologi Bawah Permukaan
Keadaan geologi bawah permukaan ini dapat dilihat dari penampang
sebaran yang dibuat dengan garis penampang dari barat daya ke timur dengan
garis penampang ini melewati offset yang ada di daerah penelitian.
Geologi bawah permukaan ini menggambarkan kondisi bawah
permukaan dari perlapisan batuan, di antaranya adalah kemiringan lapisan dan
stratigrafi atau urutan umur batuan. Untuk kemiringan, Kemiringan umum lapisan
adalah sebesar 30o. Dari segi stratigrafi atau umur batuan, lapisan yang paling
dahulu terendapkan adalah batulanau, kemudian batulempung, batupasir,
batulanau, dan yang paling terakhir terbentuk adalah batupasir. Lapisan ini
mengikuti hokum horizontalitas, di mana kondisi pada awal masa pengendapan
adalah horizontal. Dikarenakan di daerah penelitian terdapat struktur geologi
yang cukup instens, maka lapisan yang horizontal tersebutmenjadi miring
sebesar 30o.
Sumber: Data Hasil Pengolahan
Gambar 8
Log Profile
Sumber: Data Hasil Pengolahan
Foto 4
Penampang Sebaran Batuan

Berdasarkan penampang sebaran batuan yang telah dibuat, maka dapat


disimpulkan bahwa lapisan yang paling pertama terbentuk adalah lapian
batulanau, kemudian diikutir oleh lapisan batulempung, batupasir, batulanau lagi,
dan batupasir di mana lapisan yang paling bawah adalah lapisan yang paling
awal terbentuk.

Sumber: Data Hasil Pengolahan


Gambar 9
Peta Sebaran Titik Bor
Tabel 3
Data Hasil Pemboran
KOORDINAT COAL DEPTH (METER)
BOR ID LOKASI
X Y Z Seam Top Bottom Roof Floor
PR_001 YAKOHIMO 5176.22 82087.1 265
PR_002 YAKOHIMO 5091.31 82536.1 230 S13 23.71 28.95 206.29 201.05
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_003 YAKOHIMO 5402.24 81747.5 255
PR_004 YAKOHIMO 5976.73 81654.9 220 S13 62.83 68.71 157.17 151.29
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_005 YAKOHIMO 5712.5 81976.7 224.68 S13 68.99 74.68 155.69 150
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_006 YAKOHIMO 5465.43 82254.3 210 S13 54.3 60.1 155.7 149.9
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_007 YAKOHIMO 5228.88 82604.5 240 S13 84.29 89.75 155.71 150.25
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_008 YAKOHIMO 5707.31 82422.1 188.23 S15 72.38 75.7 115.85 112.53
S13 167.6 173.42 20.63 14.81
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_009 YAKOHIMO 5972.11 82586.5 162.22 S19 29.45 32.1 132.77 130.12
S15 163.2 166.62 -0.98 -4.4
S13 256.5 262.2 -94.25 -99.98
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_010 YAKOHIMO 6182.97 82238.8 132.06 S15 108.8 112.06 23.27 20
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_011 YAKOHIMO 305957.9 9482128 166.47 S15 43.2 46.44 123.27 120.03
S13 123.84 129.56 42.63 123.84
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_012 YAKOHIMO 306218.5 9481833 205 S15 101.76 105.02 103.24 99.98
S13 158.95 164.71 46.05 158.95
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
S15 147.2 150.58 -9.83 -13.17
S13 182.1 187.47 -44.72 -50.06
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_015 YAKOHIMO 7091.36 81830.8 141.32 S19 165.1 168.11 -23.78 -26.79
-
S15 278 281.35 -136.6
140.03
-
S13 311.8 316.86 -170.5
175.54
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_016 YAKOHIMO 6744.84 82109.1 135.63 S19 154.7 157.21 -19.09
-21.58
-
S15 272.1 275.6 -136.5
139.97
-
S13 298.9 304.8 -163.3
169.17
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_017 YAKOHIMO 6389.05 82402.5 111.09 S19 67.48 70.2 43.61 40.89
S15 187.6 191.09 -76.54
-80
-
S13 252.5 258.35 -141.4
147.26
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_018 YAKOHIMO 6158.63 82688.7 127.52 S19 80.24 82.94 47.28 44.58
S15 204 207.52 -76.49
-80
-
S13 294.37 300.06 -166.9
172.54
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_019 YAKOHIMO 6059.98 83072.8 103.29 S19 17.95 20.67 85.34 82.62
S15 149.7 153.3 -46.43 -50.01
S13 247.7 253.29 -144.4 -150
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_020 YAKOHIMO 5716.42 82905.4 159.2 S15 95.87 99.22 63.33 59.98
S13 199.4 204.98 -40.23 -45.78
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_021 YAKOHIMO 5462.73 82752 200 S15 36.6 39.92 163.4 160.08
S13 137.4 142.96 62.64 57.04
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_022 YAKOHIMO 5148.12 82887.3 178.65 S13 23.39 28.61 155.26 150.04
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_023 YAKOHIMO 5148.12 82887.3 178.65 S13 23.39 28.61 155.26 150.04
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_024 YAKOHIMO 5743.43 83229.4 92.64 S15 48.91 52.51 43.73 40.13
S13 149 154.59 -56.35 -61.95
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_025 YAKOHIMO 6081.17 83304.7 85.23 S15 101.5 105.22 -16.28
-19.99
-
S13 199.9 205.46 -114.7
120.23
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_026 YAKOHIMO 6325 83325.4 85 S15 161.8 165.55 -76.76 -80.55
S13 203.8 209.57 -118.8 -
124.57
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
PR_027 YAKOHIMO 6497.85 81948.7 150 S19 30.32 33.23 119.68 116.77
S15 167.04 170.27 -17.04 -20.27
S13 203.81 209.57 -53.81 -59.57
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_001 YAKOHIMO 6261.45 83009.8 108.25 S19 105.2 107.93 3.06
0.32
-
S15 223.1 226.73 -114.8
118.48
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_002 YAKOHIMO 6309.04 82799.2 107.99 S19 130.4 133.11 -22.4
-25.12
-
S15 245.7 249.36 -137.8
141.37
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_003 YAKOHIMO 6441.67 82662.9 93.64 S19 142.3 145 -48.63
-51.36
-
S15 253.8 257.41 -160.1
163.77
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_004 YAKOHIMO 6573.21 82498.1 85 S19 123.5 126.1 -38.46
-41.1
-
S15 233.4 237.08 -148.4
152.08
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_005 YAKOHIMO 6736.1 82388.1 86.39 S19 166 168.46 -79.64
-82.07
-
S15 272.4 276.12 -186
189.73
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_006 YAKOHIMO 6840.95 82270.8 104.46 S19 197.9 200.28 -93.47
-95.82
-
S15 303.8 307.45 -199.3
202.99
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
-
RD_007 YAKOHIMO 7085.14 82101.1 122.37 S19 242.6 245.29 -120.3
122.92
-
S15 343.2 346.78 -220.8
224.41
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
-
RD_008 YAKOHIMO 7226.5 82025.7 109.9 S19 250.1 252.87 -140.2
142.97
S15 346.6 350.1 -236.7 -240.2
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_009 YAKOHIMO 6863.56 81947.1 169.09 S19 169 171.77 0.1 -2.68
-
S15 288.8 292.24 -119.7
123.15
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_010 YAKOHIMO 6674.67 82063.5 134.71 S19 115.3 117.89 19.43 16.82
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_011 YAKOHIMO 6575 82204.8 113.34 S19 94.67 97.25 18.67
16.09
-
S15 215.2 218.61 -101.9
105.27
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_012 YAKOHIMO 6244.6 82466.3 107.39 S19 25.89 28.63 81.5 78.76
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
RD_013 YAKOHIMO 6083.55 82830.7 123.1 S19 52.83 55.5 70.27 67.6
S15 179.5 183.04 -56.44 -59.94
TOTAL DEPTH AND THICKNESS
Sumber: Data Hasil Eksplorasi

Endapan Bahan Galian


Endapan bahan galian di daerah penelitian ini dapat terlihat pada ketiga
peta seam batubara; yaitu seam 13, seam 15, dan seam 19 dengan data bor dan
ketebalan lapisan yang relatif bervariasi.
Kondisi geologi pada daerah penelitian tergolong ke dalam kondisi
geologi moderat, di mana dalam penentuannya berdasarkan atas parameter
seperti aspek tektonik, aspek sedimentasi, dan variasi kualitas.

Sumber: SNI Kondisi Geologi Tahun 1998


Gambar 10
Parameter Kondisi Geologi
A. Aspek Sedimentasi
 Percabangan
Percabangan merupakan satu di antara parameter yang dapat
menentukan suatu kondisi endapan bahan galian. Di mana dari penampang bor
di bawah ini tidak terdapat adanya percabangan.

Sumber: Data Hasil Pengolahan


Gambar 11
Penampang Lapisan Batubara

B. Aspek Tektonika
 Sesar
Sesar merupakan satu di antara parameter dalam penentuan kondisi
bentuk endapan bahan galian. Dari peta sebaran di bawah ini, dapat dilihat
bahwa keterdapatan sesar jarang ditemui. Hal ini dibuktikan dengan adanya
struktur yang keberadaannya sedikit.
Sumber: Data Hasil Pengolahan
Gambar 12
Bukti Sesar

 Lipatan dan Kemiringan


Pada daerah penelitian ini keberadaan struktur berupa lipatan cukup
sedang. Hal ini dibuktikan dengan penampang dari lapisan titik bor batubara di
bawah ini.
Dari kemiringan lapisan batubara yang terdapat di daerah penelitian,
didapatkan kemiringan sebesar 24o sehingga dengan nilai kemiringan ini maka
termasuk kemiringan sedang.

Sumber; Data Hasil Pengolahan


Gambar 13
Penampang Lapisan Batubara

Dari parameter yang telah dianalisa, maka jenis endapan bahan galian pada
daerah penelitian termasuk ke dalam jenis moderat.
Hasil Pengolahan Data

Sumber: Data Hasil Pengolahan


Gambar 14
Tabel Histogram Variasi Ketebalan Lapisan Batubara

Ketebalan Terhadap Data Bor


7

5
y = -0.0165x + 4.6663
Ketebalan

4
R² = 0.0236 Ketebalan Terhadap Data
3 Bor
Linear (Ketebalan
2
Terhadap Data Bor)
1

0
0 10 20 30 40 50
Banyak data

Sumber: Data Hasil Pengolahan


Gambar 15
Grafik Linier Variasi Ketebalan Lapisan Batubara
Hasil Pengolahan Data
Data Statistika Ketebalan Batubara Seam 15
Tabel 4
Data Statistika Ketebalan Batubara Seam 15
Panjang Xrata-
Invterval F Xi Fi.Xi (Xi-X)^2 S Std dev Error Modus Median
data rata
3.23 3.32 6 0.045 0.27 0.0324
3.33 3.42 6 0.045 0.27 0.0324
3.43 3.52 5 0.045 0.225 0.0324
3.53 3.62 6 0.045 0.0949 0.27 0.225 0.0324 0.006703448 0.003351724 0.000111724 3.594285714 3.446666667
3.63 3.72 5 0.045 0.225 0.0324
3.73 3.82 2 0.045 0.09 0.0324
Jumlah 30 0.1944
Sumber: Data Hasil Pengolahan
Estimasi Sumber Daya Bahan Galian
Hasil Perhitungan Sumber Daya
Dari hasil peta sumber daya batubara ini, akan didapatkan informasi
berupa sumber daya terukur, terunjuk, dan tereka. Pada pengukuran sumber
daya tereka, merupakan cakupan luasan daerah yang terkecil karena didasarkan
pada kondisi batubara yang ada. Pengukuran sumber daya terukur memiliki nilai
terbesar dibandingkan dengan sumber daya terunjuk dan tereka. Karena dalam
perhitungannya didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan
pertimbangan aspek kuantitas dan kualitas.
Tabel 6
Perhitungan Cadangan Sumber Daya Batubara
Location Tonase

Seam 19 2998931.214

Seam 15 5555393.428

Seam 13 17615835.33

Total 26,170,159,972
Sumber: Data Hasil Pengolahan
PETA SEAM 13
PETA SEAM 15
PETA SEAM 19
KESIMPULAN
Morfometri merupakan suatu analisis bentuk lahan yang didasarkan oleh
keberadaan sungai di daerah tersebut. Pola aliran sungai yang mendominasi
daerah penelitian adalah pola aliran trellis yang tersebar di seluruh bagian
daerah penelitian. Beberapa pola aliran lain di antaranya adalah pola aliran
paralel yang berada di bagian selatan dan dendritik yang berada di bagian
tengah daerah penelitian.
Berdasarkan peta morfologi, dapat dilihat bahwa daerah penelitian kali ini
didominasi oleh lereng bergelombang kuat yang ditandai dengan warna hijau tua
dengan persentase >14% dan beda tinggi >50m.
Struktur yang mengisi daerah penelitian termasuk ke dalam struktur aktif
atau intens, yang ditandai dengan adanya kelurusan punggungan perbukitan di
bagian selatan serta teras dan gawir sesar yang berada di bagian timur.
Secara keseluruhan, bentuk asal lahan daerah penelitian adalah bentuk
asal struktural, yang ditandai dengan banyaknya struktur intens yang mengisi
daerah penelitian, terutama di bagian selatan dan timur.
Berdasarkan peta sebaran yang telah dibuat, dapat dilihat bahwa daerah
penelitian didominasi oleh sebaran batuan sedimen dengan ukuran butir yang
halus, seperti batulanau dan batulempung. Pola sebaran di daerah penelitian ini
dikontrol oleh struktur, yang mana dapat dilihat dengan adanya offset yang
memotong arah kemenerusan sebaran batuan.
Berdasarkan penampang peta sebaran, batuan yang terbentuk lebih
dahulu adalah batulanau. Kemudian diikuti oleh batulempung, batulanau, dan
batupasir.
Berdasarkan data pemboran, maka dapa ditemukan tiga seam batubara;
yaitu seam 13, seam 15, dan seam 19.
Berdasarkan data statistika, variasi ketebalan untuk setiap seam berbeda-
beda. Untuk seam 13, ketebalannya dapat dikategorikan menjadi bervariasi, di
mana ketebalan maksima di seam 13 ini adalah sebesar 5.88 meter dan
ketebalan minimalnya adalah 5.05 meter. Sementara untuk seam 15,
ketebalannya dapat dikategorikan menjadi sedikit bervariasi, di mana ketebalan
maksimalnya adalah sebesar 3.79 meter dab ketebalan minimalnya adalah
sebesar 3.23 meter. Untuk seam 19, ketebalannya dapat dikategorikan menjadi
sedikit bervariasi, di mana ketebalan maksimalnya adalah sebesar 3.05 dan
ketebalan minilanya adalah 2.35 meter.. Jadi, ketebalan batubara secara
keseluruhan adalah cukup bervariasi.
Kondisi geologi daerah penelitian adalah kondisi moderat, yang didukung
oleh data statistik dan dari aspek tektonika. Dari data statistik, nilai point of
correlation untuk semua seam rata-rata berada di nilai 0.4 di mana nilai 0.4 ini
menunjukkan keadaan geologi moderat. Dari data kemiringan batubara, semua
seam rata-rata memiliki dip sebesar 24.9o di mana dip dengan nilai ini berada di
kelompok moderat.

DAFTAR PUSTAKA
Afan. 2012. “Pola Penyebaran Singkapan” afanmining10.blogspot.com
Diakses pada tanggal 14 Juni 2016.
Amin, Yadil. 2011 “Geologi Struktur” blogspot.co.id/20 11/11 /geologi-struktur-
gs-part-i.html. Diakses pada tanggal 14 Juni 2016.
Anonymous. 2012. “Problema Tiga Titik dan Pola Penyebaran Singkapan”
http://dc254.4shared.com/doc/pS6QtC68/preview.html. Diakses pada
tanggal 14 Juni 2016.
Kurniawan, Widhi. 2013. “Peta Geologi”. https://allaboutgeo.wordpress.com
/2013/11/23/peta-geologi/. Diakses pada tanggal 14 Juni 2016.
Wijaya, Hadi, 2011, “Estimasi Sumber Daya Mineral”, http://hadiwijayatamb
ang-blosgpot.com/2011/05/estimasi-sumberdaya-mineral/html.
Diakses pada 14 Juni 2016.
Bentuk Asal Lahan
Setelah kegiatan analisa peta topografi, pola aliran sungai, morfologi,
serta kelurusan struktur, maka selanjutnya dapat ditentukan bentuk asal lahan
daerah penelitian. Berdasarkan analsisis dari peta topografi, pola aliran sungai,
morfologi, dan kelurusan struktur, maka didapatkanlah bahwa bentuk asal lahan
daerah penelitian merupakan bentuk asal lahan struktural. Hal ini dapat dilihat
melalui parameter di bawah ini.
Tabel 2
Klasifikasi Bentuk Asal Lahan
Bentuk Asal Lahan
No. Parameter
S1 Blok Sesar
S2 Gawir Sesar
S9 Perbukitan Monoklinal
S11 Perbukitan Dome
S15 Flat Iron
S17 Lembah Sinklinal
Sumber: Laboratorium Geologi Unisba, 2016

Parameter-parameter di atas dapat dilihat dari beberapa peta, di antaranya peta


topografi dan penampang. Melalui peta topografi, dapat dilihat parameter seperti
perbukitan monoklinal, blok sesar dan lembah sinklinal. Sementara melalui
penampang yang mana garis penampangnya ditarik pada setiap grid peta, dapat
dilihat parameter seperti gawir sesar dan flat iron. Melalui parameter-parameter
yang ada tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk asal lahan daerah
penelitian merupakan bentuk asal lahan struktural. Pada peta, bentuk asal lahan
struktural ini diwakili oleh warna ungu.

Anda mungkin juga menyukai