Anda di halaman 1dari 175

ANALISIS FLYROCK UNTUK MENGURANGI RADIUS

AMAN ALAT DARI 300 METER KE 200 METER PADA


PELEDAKAN OVERBURDEN DI PIT BENDILI,
PT. KALTIM PRIMA COAL, SANGATTA,
KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Oleh :
HAVIS ABDURRACHMAN
NPM : 112100112

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2015
ANALISIS FLYROCK UNTUK MENGURANGI RADIUS
AMAN ALAT DARI 300 METER KE 200 METER PADA
PELEDAKAN OVERBURDEN DI PIT BENDILI,
PT. KALTIM PRIMA COAL, SANGATTA,
KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh
HAVIS ABDURRACHMAN
NPM : 112100112

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2015
ANALISIS FLYROCK UNTUK MENGURANGI RADIUS
AMAN ALAT DARI 300 METER KE 200 METER PADA
PELEDAKAN OVERBURDEN DI PIT BENDILI,
PT. KALTIM PRIMA COAL, SANGATTA,
KALIMANTAN TIMUR

Oleh
HAVIS ABDURRACHMAN
NPM : 112100112

Disetujui untuk
Program Studi Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Tanggal : ............................

PEMBIMBING I, PEMBIMBING II,

Ir.Bagus Wiyono, MT Ir.Ketut Gunawan, MT


Do not wait; the time will never be “just right.” Start where you stand, and work
with whatever tools you may have at your command, and better tools will be
found as you go along
~ Napoleon Hill ~

Skripsi ini kupersembahkan untuk :


 Allah SWT dan Nabiullah Muhammad Al-Musthofa sebagai penuntunku.
 Bapak, Ibu, Keluarga serta teman – teman tercinta atas segala kasih
sayang dan doa yang selalu menyertai setiap langkah-langkahku.

iv
RINGKASAN

Standar radius aman yang selama ini diterapkan PT. Kaltim Prima Coal adalah
300 m untuk alat dan 500 m untuk manusia. Standar radius aman ini ditetapkan
sesuai dengan tingkat keoptimisan peledakan oleh Drill Blast Departement PT.
Kaltim Prima Coal. Namun seiring dengan kemajuan penambangan, pit yang
mulai menyempit ditambah dengan lokasi peledakan yang cukup banyak dan
menyebar pada Pit Bendili, alat mulai kesulitan untuk berpindah dalam waktu
singkat karena terlampau jauh untuk bergerak menuju radius aman. Oleh karena
itu, jika pada kondisi saat ini akan dilakukan penurunan radius aman alat, maka
diperlukan analisis terhadap flyrock dari kegiatan peledakan tersebut apakah
radius aman tersebut dapat dikurangi atau tetap seperti keadaan saat ini.
Penelitian dilakukan dengan mengukur jarak lemparan maksimum flyrock
secara aktual di lapangan dan menghitung lemparan maksimum flyrock secara
teoritis. Pengamatan dilakukan sebanyak 30 kali dan didapatkan jarak lemparan
maksimal batuan aktual adalah 245 m. Jarak tersebut lebih pendek dari angka 300
m maka perlu dilakukan trial untuk mengurangi radius aman alat menjadi 200 m.
Dengan melakukan perhitungan jarak lemparan flyrock maksimum dengan
teori Richard dan Moore (face burst dan cratering), Lundborg, Ebrahim Ghasemi,
lalu menghitung kesalahan relatifnya antara hasil perhitungan teori tersebut
dengan hasil pengukuran aktual di lapangan, didapatkan hasil bahwa teori
Ebrahim Ghasemi memiliki kesalahan relatif paling kecil yaitu 12,02% dan
penyimpangan sebesar 22,86 m. Sehingga rumus yang selanjutnya dipakai untuk
menghitung prediksi jarak lemparan flyrock maksimum adalah rumus Ebrahim
Ghasemi.
Dengan menargetkan pengurangan radius aman alat dari 300 m menjadi 200
m, dilakukan trial dengan menetapkan safety factor 1,4, tinggi stemming
minimum 3 m dan jarak burden awal 3m. Dari data trial didapatkan jarak
lemparan flyrock maksimum aktual adalah 136 m. Sedangkan prediksi jarak
lemparan flyrock maksimum dengan hitungan teoritis adalah 131 m. Hal itu
menunjukkan bahwa hasil perhitungan jarak lemparan flyrock maksimum teoritis
tidak terpaut jauh dengan jarak lemparan flyrock maksimum aktual. Maka
disimpulkan bahwa radius aman alat pada peledakan di Pit Bendili PT. Kaltim
Prima Coal dapat dikurangi dari 300 m menjadi 200 m.

v
ABSTRACT

Safety radius standards that PT. Kaltim Prima Coal has been applied is 300 m
for equipment and 500 m for personnel, which determined by blasting experience
of Drill Blast Department of the company. However, along with the mining
progress, pits are getting narrow and furthermore there are many locations that
blasting has to be carried at Bendili Pit, lead the equipment to have difficulties to
move to safe area. Therefore an analysis of flyrock of the blasting activity need to
be carried out to see whether the safety radius can be reduced or not.
The Study was conducted by measuring the actual maximum flyrock throw
and calculating the maximum throw flyrock theoretically. Observations were
carried out 30 times and obtained that actual maximum throw of flyrock is 245 m.
This is a shorter distance than 300 m. So it is worth to do a trial to reduce the
safety radius standard of the equipment to 200 m.
By calculating the maximum flyrock throw distance using theories of Richard
and Moore (Face Burst and Cratering), Lundborg, Ebrahim Ghasemi, showed that
the theory of Ebrahim Ghasemi has the smallest relative error namely 12.02%,
and has the deviation of 22.86 m. Based on this, Ebrahim Ghasemi formula is
chosen to predict flyrock distance.
By using safety factor of 1.4, minimum stemming height of 3 m and the crest
burden distance of 3 m, a number of trials were held aiming reduction of
equipment safety radius from 300 m to 200 m, with the result that actual
maximum flyrock throw distance is 136 m, while the prediction by theoretical
calculation is 131 m, which is similar to the actual throw. It can be concluded that
the equipment safety radius on blasting in Pit Bendili of PT. Kaltim Prima Coal
reduced from 300 m to 200 m.

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan
judul “Analisis Flyrock Untuk Mengurangi Radius Aman Alat dari 300 Meter ke
200 Meter Pada Peledakan Overburden di Pit Bendili, PT. Kaltim Prima Coal,
Sangatta, Kalimantan Timur” yang dilaksanakan dari bulan Mei ~ Agustus 2014.
Dengan telah diberikannya kesempatan melakukan penelitian di
PT. Kaltim Prima Coal, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Yuli Prihartono, ST. selaku Manager Drill Blast Department
PT. Kaltim Prima Coal
2. Bapak Aris Hermawanto, ST. selaku Superitendent Drill Blast
Operation, Drill Blast Department PT. Kaltim Prima Coal
3. Ibu Zallykha Fahamzah, ST. selaku Engginer’s Coordinator Drill
Blast Department PT. Kaltim Prima Coal dan pembimbing lapangan.
Selanjutnya dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis menyampaikan
terimakasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sari Bahagiarti K., M.Sc., Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.
2. Ibu Dr. Ir. Dyah Rini R., MT., Dekan Fakultas Teknologi Mineral.
3. Bapak Ir. Inmarlinianto, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik
Pertambangan
4. Bapak Ir. Bagus Wiyono, MT. sebagai Dosen Pembimbing I
5. Bapak Ir. Ketut Gunawan MT. sebagai Dosen Pembimbing II
Semoga skripsi ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan bermanfaat
bagi semua pembaca.
Yogyakarta, Juli 2015 Penulis,

Havis Abdurrachman

vii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
BAB
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 2
1.4. Batasan Masalah ................................................................................ 2
1.5. Metode Penelitian .............................................................................. 3
1.6. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.7. Bagan Alir Penelitian ......................................................................... 4
II. TINJAUAN UMUM ................................................................................ 6
2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah ....................................................... 6
2.2. Keadaan Geologi .............................................................................. 7
2.3.1. Fisiografi ................................................................................. 7
2.3.2. Statigrafi .................................................................................. 8
2.3.3. Struktur Geologi ..................................................................... 9
2.3. Iklim dan Curah Hujan ...................................................................... 11
2.5. Kualitas Batubara............................................................................... 12
2.6. Produksi Batubara dan Overburden................................................... 13
2.7. Kegiatan Penambangan ..................................................................... 13
2.7.1. Eksplorasi ................................................................................ 14
2.7.2. Pembersihan Lahan dan Pengupasan Tanah Pucuk ................ 14
2.7.3. Pengupasan Lapisan Tanah Penutup ....................................... 15
2.7.4. Pemindahan Tanah Penutup .................................................... 16
2.7.7. Reklamasi ................................................................................ 16
III. DASAR TEORI ....................................................................................... 18
3.1. Flyrock ............................................................................................... 18
3.2. Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Flyrock .................................. 18
3.3. Pola Pengeboran ................................................................................ 20
3.4. Geometri Peledakan ........................................................................... 22
3.5. Pola Peledakan ................................................................................... 27
3.6. Perhitungan Perkiraan Lemparan Maksimum Flyrock ...................... 28

viii
Halaman
3.6.1. Swedish Detonatic Research Foundation (Sve De Vo) .......... 28
3.6.2. Perkiraan Lemparan Flyrock Menurut Richard dan Moore .... 31
3.6.3. Analisis Dimensi ..................................................................... 34
3.6.4. Skala Pengisian (Scaled Depth of Burial) .............................. 39
3.7. Teori Perhitungan Jarak .................................................................... 42
3.8. Matriks .............................................................................................. 42
3.9. Analisis Regresi ................................................................................ 45
3.6.2. Regresi Linear.......................................................................... 45
3.6.3. Regresi Linear Berganda ........................................................ 47
3.6.4. Regresi Non Linear .................................................................. 48
3.10.Koefisien Korelasi (R) ..................................................................... 51
IV. HASIL PENELITIAN............................................................................... 53
4.1. Lokasi Penelitian ............................................................................... 53
4.2. Karakteristik Massa Batuan ............................................................... 54
4.2.1. Sifat Fisik Batuan .................................................................... 54
4.2.2. Sifat Mekanik Batuan .............................................................. 55
4.3. Pengeboran ....................................................................................... 55
4.3.1. Pekerjaan Sebelum Pengeboran............................................... 56
4.3.2. Pekerjaan Setelah Pengeboran ................................................ 58
4.4. Operasi Peledakan ............................................................................. 58
4.4.1. Geometri Peledakan ................................................................ 58
4.4.2. Bahan Peledak ........................................................................ 59
4.4.3. Metode Peledakan ................................................................... 60
4.4.4. Pola Peledakan ........................................................................ 60
4.4.5. Peralatan Peledakan ................................................................ 62
4.4.6. Perlengkapan Peledakan ......................................................... 62
4.4.7. Pekerjaan Peledakan ............................................................... 65
4.5. Pengambilan Data Lemparan Flyrock ............................................... 70
4.6. Hasil Pengukuran Flyrock ................................................................. 75
4.6.1. Lemparan Maksimum Aktual ................................................. 75
V. PEMBAHASAN ....................................................................................... 77
5.1. Analisis Faktor – Faktor Penyebab Flyrock ..................................... 77
5.1.1. Jarak Antar Burden dan Spasi ................................................. 77
5.1.2. Burden Awal ............................................................................ 78
5.1.3. Tinggi Stemming ..................................................................... 79
5.1.4. Powder Factor ......................................................................... 80
5.1.5. Kedalaman Lubang Ledak ....................................................... 81
5.1.6. Rata – Rata Isian Perlubang Ledak.......................................... 82
5.1.7. Material Stemming ................................................................... 84
5.2. Arah Jatuhnya Lemparan Aktual Flyrock.......................................... 84
5.3. Lemparan Maksimum Secara Teoritis dan Aktual ............................ 87
5.4. Analisis Prediksi Lemparan Maksimum Flyrock .............................. 88
5.5. Variasi Isisan dan Stemming .............................................................. 91
5.6 Kajian Pengurangan Radius Aman Alat ............................................ 91

ix
Halaman
5.6.1. Penentuan Jarak Terjauh Lemparan Flyrock pada Kondisi
Peledakan Semula ................................................................... 91
5.6.2. Penentuan Safety Factor Maksimum ....................................... 92
5.6.3. Pengubahan Kondisi Peledakan untuk Mengurangi Jarak
Terjauh Lemparan Flyrock ...................................................... 93
5.7. Percobaan (Trial) ............................................................................... 95
5.8. Kajian Penentuan Radius Aman Alat ................................................ 96
5.8.1. Radius Aman Alat pada Kondisi Peledakan Semula ............... 96
5.8.2. Radius Aman Alat dengan Mengubah Kondisi Peledakan
(Trial) ....................................................................................... 96
5.8.3. Penentuan Exclusion Zone ....................................................... 97
VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 101
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 101
6.2 Saran ............................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 102
LAMPIRAN ...................................................................................................... 103

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1. Diagram Alir Tahapan Penelitian .......................................................... 5
2.1. Peta Kesampaian Daerah PT. Kaltim Prima Coal ................................. 7
2.2. Statigrafi Daerah Pinang ........................................................................ 9
2.3. Peta Geologi PT. Kaltim Prima Coal..................................................... 10
2.4. Grafik Curah Hujan Bulanan PT. Kaltim Prima Coal Tahun 2003-2013 11
2.5. Produksi Batubara dan Overburden PT. Kaltim Prima Coal ................. 13
2.6. Diagram Alir Kegiatan Penambangan di PT. Kaltim Prima Coal ......... 14
3.1. Jarak Toe Burden Yang Terlalu Pendek Sebagai Penyebab Flyrock .... 18
3.2. Jarak Burden Yang Terlalu Pendek Sebagai Penyebab Flyrock ........... 19
3.3. Pengaruh Waktu Delay Terhadap Potensi Flyrock................................ 20
3.4. Pola Pengeboran .................................................................................... 21
3.5. Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pengeboran ................................ 22
3.6. Geometri Peledakan Jenjang ................................................................. 27
3.7. Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan ............................ 28
3.8. Lemparan Maksimum Flyrock Sebagai Fungsi dari Spesific Charge ... 29
3.9. Representari Diagram dari Cratering .................................................... 30
3.10. Lemparan Maksimal Terhadap Ukuran Boulder Berdasar Variasi
Diameter Lubang ................................................................................... 30
3.11. Tiga Mekanisme Terjadinya Flyrock ................................................... 31
3.12. Lintasan Flyrock dari Lokasi Peledakan................................................ 33
3.13. Lemparan Maksimal dan Penentuan Rekomendasi Jarak Aman ........... 34
3.14. Hubungan Kedalaman dan Pengkawahan/Crater.................................. 40
3.15. Contoh Skala Pengisian (Scaled Depth of Burial) Untuk Kontrol
Flyrock dan Fragmentasi Pada Permukaan ........................................... 41
3.16. Skala Pengisian Berdasarkan Perbedaan Lubang Ledak ..... 41
3.17. Perhitungan Jarak ................................................................................... 42
3.18. Tampilan Diagram Pancar dan Garis Regresi ....................................... 46

xi
Halaman
3.19. Analisis Regresi Power .......................................................................... 49
3.20. Analisis Regresi Eksponensial............................................................... 50
4.1. Peta Topografi Pit Bendili ..................................................................... 53
4.2. Mesin Bor Sandvik Tipe D55SP ............................................................ 56
4.3. Pola Pengeboran Selang - Seling ........................................................... 56
4.4. Pemasangan Patok Informasi................................................................. 57
4.5. Pemasangan Cup.................................................................................... 58
4.6. Penandaan Informasi Kedalaman Lubang Bor ...................................... 58
4.7. Contoh Geometri Peledakan Pada Lubang denganKedalaman 11m ..... 59
4.8. Box Cut .................................................................................................. 60
4.9. V-cut....................................................................................................... 61
4.10. Center Lift .............................................................................................. 61
4.11. Echelon .................................................................................................. 61
4.12. Peralatan Peledakan ............................................................................... 63
4.13. Perlengkapan Peledakan ........................................................................ 64
4.14. Pengukuran Burden Awal Aktual .......................................................... 65
4.15. Pengukuran Kedalaman Lubang Ledak Aktual ..................................... 66
4.16. Burden dan Spasi ................................................................................... 66
4.17. Fortis yang Keluar dari Selang MMU.................................................... 67
4.18. Cara Pengisian ....................................................................................... 68
4.19. Drill Cuttings ......................................................................................... 68
4.20 Crushed Limestone .................................................................................. 69
4.21. Pengisian Stemming dengan Crushed Limestone ................................... 69
4.22. Patok Acuan Lemparan Maksimum ...................................................... 70
4.23. High Speed Video Camera .................................................................... 71
4.24. Pengamatan Flyrock .............................................................................. 71
4.25. Flyrock yang Terlempar Setelah Peledakan .......................................... 72
4.26. Plotting Lemparan Flyrock Terjauh....................................................... 72
4.27. Peta Lokasi Peledakan Pit Bendili BN 39 .............................................. 73
4.28. Peta Lokasi Peledakan Pit Bendili BN 86 dan BN 87 ........................... 74
Halaman

xii
5.1. Grafik Hubungan Jarak Antar Burden dengan Lemparan Aktual ......... 77
5.2. Grafik Hubungan Jarak Antar Spasi dengan Lemparan Aktual ............ 78
5.3. Grafik Hubungan Burden Awal dengan Lemparan Maksimum Batuan 79
5.4. Grafik Hubungan Tinggi Stemming dengan Lemparan Maksimum
Aktual .................................................................................................... 80
5.5. Grafik Hubungan Powder Factor dengan Lemparan Maksimum Aktual 81
5.6. Grafik Hubungan Kedalaman Lubang dengan Lemparan Maksimum
Aktual .................................................................................................... 82
5.7. Grafik Hubungan Rata – Rata Isian Perlubang Ledak dengan
Lemparan Maksimum Aktual ................................................................ 83
5.8. Peta Lokasi Peledakan Pit Bendili BN 39 ............................................. 85
5.9 Peta Lokasi Peledakan Pit Bendili BN 86 dan BN 87 ........................... 86
5.10. Standar Deviasi Prediksi dengan Aktual Lemparan Maksimum ........... 89
5.11. Grafik Hubungan Tinggi Stemming dan Lemparan Flyrock ................. 92
5.12. Awal Standar Geometri Peledakan ........................................................ 94
5.13. Rekomendasi Geometri Peledakan ........................................................ 94
5.14. Persen Kesalahan ................................................................................... 95
5.15. Radius Aman Alat di Lokasi yang Memiliki Dua Free Face dengan
Kondisi Peledakan Semula ................................................................... 97
5.16. Radius Aman Alat Untuk Lokasi yang Memiliki Dua Free Face dengan
Kondisi Peledakan yang Diubah............................................................ 98
5.17. Radius Aman Alat Untuk Lokasi yang Memiliki Satu Free Face
dengan Kondisi Peledakan Semula........................................................ 99
5.18. Radius Aman Alat Untuk Lokasi yang Memiliki Satu Free Face
dengan Kondisi Peledakan yang diubah ................................................ 99
5.19. Peta Lokasi Trial Peledakan BN 27 ....................................................... 100

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1. Spesifikasi Batubara PT. Kaltim Prima Coal ........................................ 12
3.1. Stiffnes Ratio dan Pengaruhnya ............................................................ 24
3.2. Powder Factor yang Disarankan .......................................................... 26
3.3. Nilai Koefisien Korelasi ....................................................................... 52
4.1. Klasifikasi Kuat Tekan Uniaksial ......................................................... 55
4.2. Lemparan Maksimum Aktual dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya75
5.1. Lemparan Secara Teoritis dan Aktual ................................................... 87
5.2. Sebaran Lemparan Aktual Flyrock ........................................................ 88
5.3. Persen Error Lemparan Maksimum Teoritis ......................................... 89
5.4. Scaled Depth of Burial Berdasarkan Skala Pengisian ........................... 91
5.5. Hasil Trial .............................................................................................. 95

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman
A. PETA EVAKUASI PELEDAKAN ........................................................... 103
B. PENGUKURAN LEMPARAN AKTUAL FLYROCK ............................. 117
C. PETA LEMPARAN AKTUAL FLYROCK .............................................. 119
D. PERHITUNGAN KONSTANTA FLYROCK DENGAN ANALISIS
DIMENSI................................................................................................... 124
E. PERHITUNGAN LEMPARAN TEORITIS.............................................. 132
F. PERHITUNGAN STANDAR DEVIASI .................................................. 140
G. PERHITUNGAN PERSEN ERROR ......................................................... 144
H. SCALED DEPTH OF BURIAL ................................................................. 149
I. LOADING SHEET ..................................................................................... 151
J. PERHITUNGAN PERPINDAHAN ALAT ............................................. 152
K. SPESIFIKASI ALAT ................................................................................ 154

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PT. Kaltim Prima Coal merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di
bidang pertambangan batubara, terletak di Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai
Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Kegiatan penambangan PT. KPC
menggunakan sistem tambang terbuka (surface mining). Kegiatan penambangan
batubara terdiri dari pembongkaran, pemuatan, dan pengangkutan. Salah satu
kegiatan pembongkaran di lingkungan PT. KPC adalah pengupasan lapisan tanah
penutup. Kegiatan ini didahului dengan proses pemberaian menggunakan metode
pengeboran dan peledakan.
Kegiatan peledakan di Pit Bendili dilakukan hampir setiap hari untuk
memenuhi jumlah overburden terbongkar dan batubara tertambang. Salah satu
efek terhadap lingkungan dari kegiatan paladakan yaitu adanya flyrock. Flyrock
adalah fragmentasi batuan yang terlempar akibat hasil peledakan. Fragmentasi
batuan ini apabila terlempar melebihi radius aman dapat mengakibatkan
kerusakan untuk alat mekanis dan dapat mengakibatkan cidera bahkan kematian
untuk manusia. Hal inilah yang menyebabkan efek flyrock menjadi salah satu
perhatian utama pada setiap kegiatan peledakan.
PT. KPC menetapkan standar radius aman pada peledakan untuk alat
adalah 300 m dan standar radius aman untuk manusia adalah 500 m. Radius aman
ini diterapkan sesuai dengan tingkat keoptimisan kegiatan peledakan oleh Drill
Blast Department PT. KPC. Namun seiring dengan kemajuan penambangan, pit
yang mulai menyempit diikuti dengan lokasi peledakan yang cukup banyak dan
menyebar, maka alat mulai kesulitan untuk berpindah dalam waktu singkat karena
terlampau jauh untuk bergerak menuju radius aman. Hal ini sangat berdampak
negatif untuk kegiatan penambangan karena menyebabkan kehilangan produksi
akibat waktu tunda perpindahan alat. Oleh karena itu perlu adanya analisis flyrock
di Pit Bendili untuk mengurangi radius aman alat pada kegiatan peledakan
sehingga mempercepat waktu alat untuk berpindah mencapai radius aman.

1
Penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu metode empirik dan metode
analisis dimensi. Hasil penelitian ini hanya berlaku di Pit Bendili. Apabila hasil
penelitian ini akan diimplementasikan di lokasi lain, maka perlu adanya penelitian
lanjutan untuk mengetahui kesesuaian karakteristik fisik-mekanik batuan,
geometri peledakan, maupun bahan peledak dengan yang ada di Pit Bendili PT.
KPC.

1.2. Rumusan Masalah


Dari pengamatan awal di lapangan, jarak lemparan flyrock mempunyai
kecenderungan jauh di bawah jarak 300 m, dan jarak lemparan maksimum flyrock
masih di bawah standar radius aman yang selama ini ditentukan untuk alat yaitu
300 m, sehingga dirasa perlu untuk dilakukan penelitian untuk membuktikan
secara teoritis dan juga pengukuran aktual mengenai jarak lemparan flyrock
terjauh.

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Menghitung jarak lemparan maksimum flyrock akibat peledakan secara
aktual.
2. Memprediksi lemparan maksimum flyrock yang sesuai dengan kondisi
aktual di Pit Bendili.
3. Melakukan trial pengurangan radius aman alat.
4. Mengoreksi radius aman alat yang sesuai dengan kondisi lokasi peledakan
di Pit Bendili.

1.4. Batasan Masalah


Berikut adalah batasan-batasan masalah dalam penelitian ini :
1. Penelitian flyrock dilakukan di Pit Bendili PT. Kaltim Prima Coal pada
bulan Mei 2014 ~ Agustus 2014.
2. Rekomendasi radius aman peledakan hanya untuk alat.

2
3. Material stemming yang digunakan adalah crushed limestone dengan
ukuran rata-rata 3 ~ 4 cm dan material hasil pengeboran (drill cutting)
dengan ukuran rata-rata < 1 mm.
4. Tidak mengubah jenis bahan peledak yang digunakan selama
penelitian.
5. Hanya mengkaji stemming dari geometri peledakan terhadap variasi
kedalaman lubang ledak untuk penurunan radius dari 300 m menjadi
200 m.
6. Tidak mengubah geometri peledakan.

1.5. Metodologi Penelitian


Prosedur penelitian yang dilakukan, meliputi :
1.Studi Pustaka
Tahap studi pustaka, yaitu mempelajari teori-teori yang berhubungan
dengan topik penelitian berupa buku literatur, laporan penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya berupa tesis, laporan perusahaan dan jurnal-
jurnal terbaru.
2. Observasi Lapangan
Dimaksudkan untuk melakukan pengamatan secara langsung di lapangan
terhadap kondisi kerja yang sedang berlangsung dan masalah yang akan
dibahas.
3. Pengambilan Data
a. Data Primer
Data primer merupaka data yang diperoleh secara langsung dari hasil
pengamatan di lapangan. Data primer yang didapatkan saat penelitian
adalah :
• Geometri peledakan aktual
• Lemparan maksimum flyrock aktual
• Waktu tempuh dan jarak perpindahan alat untuk mencapai radius aman
b.Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu
dapat menyalin atau mengutip dari data yang sudah ada. Data sekunder

3
yang didapatkan pada saat penelitian adalah:
• Peta peledakan
• Jenis bahan peledak yang digunakan
• Karakteristik fisik-mekanik batuan
• Rencana peledakan
• Blast hole record
Yaitu dokumentasi data peledakan untuk setiap lokasi peledakan,
berupa data kedalaman lubang, stemming, pola peledakan dll.)
• Data pengisian bahan peledak
4.Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan metode empirik, yaitu
dengan pengamatan dan percobaan terhadap kondisi aktual di lapangan,
sehingga akan didapatkan hasil sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu
terhadap data :
• Hasil pengukuran geometri peledakan aktual dan pengukuran jarak
lemparan maksimum flyrock dengan GPS.
• Perhitungan perkiraan lemparan maksimum flyrock menurut (Ludborg,
1981), (Alan B. Richard dan Adrian J. Moore, 2012) dan (Ebrahim
Ghasemi, 2012).
5. Kesimpulan dan Saran
Bertujuan untuk menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis data yang
telah dilakukan dan memberikan rekomendasi akhir dari penelitian.

1.6. Manfaat Penelitian


1. Menjadi parameter masukan untuk perusahaan dalam penentuan
penurunan radius aman alat terhadap flyrock.
2. Memberikan rekomendasi stemming yang aman untuk meminimalkan
flyrock.

1.7. Bagan Alir Penelitian


Secara umum tahapan penelitian yang dilakukan dalam penulisan laporan
tugas akhir ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 di bawah ini.

4
ANALISIS FLYROCK UNTUK MENGURANGI RADIUS AMAN ALAT DARI
300 METER KE 200 METER PADA PELEDAKAN OVER BURDEN DI PIT BENDILI,
PT. KALTIM PRIMA COAL, SANGATTA, KALIMANTAN TIMUR

RUMUSAN MASALAH

METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PUSTAKA OBSERVASI LAPANGAN


1. Buku literatur 1.Pengamatan geometri peledakan
2.Laporan penelitian : 2. Pengamatan karakteristik massa batuan
Thesis, Laporan perusahaan, Jurnal 3.Pengamatan metode peledakan

PENGAMBILAN DATA

Data Sekunder :
Data Primer : 1. Peta peledakan
1. Geometri peledakan 2. Jenis bahan peledak
2. Lemparan maksimum flyrock 3. Karakteristik fisik-mekanik batuan
3. Waktu tempuh dan jarak perpindahan 4. Rencana peledakan
alat untuk mencapai radius aman. 5. Blast hole record
6. Data pengisian bahan peledak

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA


Dengan metode empirik dan metode analisis dimensi
• Mengolah hasil pengukuran geometri peledakan aktual dan pengukuran jarak lemparan
maksimum flyrock.
• Menghitung perkiraan lemparan maksimum flyrock menurut Ludborg, Richard Moore dan
Ebrahim Ghasemi

TRIAL
Melakukan trial dengan mengubah kondisi peledakan

TIDAK
ANALISIS
HASIL TRIAL
Apakah jarak lemparan maksimum flyrock
< 200m ?

YA
KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar 1.1
Bagan Alir Penelitian

5
BAB II
TINJAUAN UMUM

PT. Kaltim Prima Coal (PT. KPC) adalah pemegang kuasa eksplorasi dan
penambangan untuk daerah seluas 90.960 Ha di Kecamatan Sangatta dan
Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Produksi
batubara dimulai pada tahun 1991 dengan produksi pengapalan batubara sebanyak
7,3 juta ton dicapai pada tahun 1992. Peningkatan produksi batu bara meningkat
hingga tahun 2012 sendiri total batubara mencapi 57,3 juta ton.

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah


PT. Kaltim Prima Coal memiliki dua area penambangan batubara yakni di
Kecamatan Sangatta yang berjarak kurang lebih 20 km dari Selat Makasar dan di
Kecamatan Bengalon yang berjarak kurang lebih 50 km dari kecamatan Sangatta.
Kedua area penambangan tersebut terletak di Kabupaten Kutai Timur, Provinsi
Kalimantan Timur. Pada Kecamatan Sangatta wilayah operasi penambangan
terdiri dari tiga departemen pit, yaitu Departemen Pit Bintang, Departemen Pit
Hatari, dan Departemen Pit J. PT. KPC terletak di sebelah Sungai Sangatta dan
berjarak ± 20 km dari pantai Timur Kalimantan. Secara administratif, wilayah
PT. KPC berbatasan dengan :
− Utara : Kecamatan Sangkulirang
− Timur : Desa Sepaso dan Sekepat
− Selatan : Desa Tebangan Lembak dan Tepian Langsat
− Barat : Taman Nasional Kutai
Secara astronomis, Wilayah Ijin Usaha Pertambangan PT. KPC terletak
pada 117° 19’ 23” – 117° 42’ 05” BT dan 0° 31’ 29” LU - 0° 58’ 47” LU. Untuk
mencapai lokasi PT. KPC dapat ditempuh dengan beberapa alternatif, yaitu :
1.) Melalui rute darat : Balikpapan - Samarinda - Simpang Bontang - Sangatta
dengan total jarak 370 km, dengan rincian 150 km dari Samarinda dan
220 km dari Balikpapan, dengan kondisi jalan aspal agak rusak terutama
jalur Samarinda - Bontang dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda

6
empat.
2.) Melalui rute darat : Bontang - Simpang Bontang - Sangatta, dengan jarak
65 km, dengan kondisi jalan aspal yang cukup baik dan dapat ditempuh
dengan kendaraan roda empat.
3.) Melalui rute udara : Balikpapan – Sangatta dapat ditempuh dengan pesawat
Airborne dari bandara Sepinggan Balikpapan ke bandara Tanjung Bara di
Sangatta selama 45 menit.

Sumber : PT. Kaltim Prima Coal


Gambar 2.1
Peta Kesampaian Daerah PT. Kaltim Prima Coal

2.2. Keadaan Geologi


2.2.1. Fisiografi
Topografi di daerah Pinang pada umumnya adalah bergelombang dan
kubang Pinang (Pinang Dome) merupakan daerah tertinggi dengan ketinggian
325 meter diatas permukaan laut, sedangkan titik terendahnya adalah tepi selatan
selat Makassar. Penambangan dipusatkan pada deposit Pinang yang sebagian
besar topografi permukaannya berupa perbukitan. Hal ini disebabkan oleh adanya
peristiwa pengangkatan perlapisan yang relatif masih muda mengakibatkan

7
lereng-lereng perbukitan mudah longsor. Dataran-dataran sempit yang terdapat di
beberapa daerah rata-rata berada pada ketinggian 20-50 meter di atas permukaan
laut. Terdapat dua sungai di daerah penambangan PT. Kaltim Prima Coal yaitu
sungai Sangatta yang merupakan anak sungai dari sungai Sangatta. Sungai
Murung mengalir membelah daerah penambangan dari arah selatan ke arah
utaraStratigrafi daerah Pinang (lihat pada Gambar 2.2) dari yang tua adalah
formasi Pamaluan, formasi Pulau Balang, dan Balikpapan Beds. Formasi –
formasi tersebut banyak mengandung batubara. Endapan batubara tersebut pada
kala Tersier yang merupakan bagian dari cekungan Kutai.
2.2.2.Stratigrafi
Stratigrafi daerah Pinang dari yang tua adalah formasi Pamaluan, formasi
Pulau Balang, dan formasi Balikpapan (lihat pada Gambar 2.2).
Formasi-formasi tersebut banyak mengandung batubara. Endapan batubara
tersebut pada kala Tersier yang merupakan cekungan Kutai.
a) Formasi Pamaluan tersusun dari batulempung, batupasir gampingan,
batugamping tipis, dengan lapisan penunjuk batugamping.
b) Formasi Pulau Balang dengan ketebalan ± 400 m, dominan tersusun oleh
batu lempung, batulanau dengan lapisan tipis batupasir gampingan,
batugamping koral, dan batupasir dengan fragmen batubara. Pada bagian
bawah ketebalan batubara 0,5-2 m, umumnya mempunyai kandungan
belerang yang tinggi sehingga tidak ekonomis untuk ditambang.
c) Formasi Balikpapan Beds dapat di bagi menjadi tiga, yaitu bagian bawah
yang terdiri dari batulempung, batulanau, dan alur-alur batu pasir serta
lapisan batubara Prima, Bintang, B1, dan B2. Pada bagian tengah tersusun
atas batulempung, batulanau, batupasir, dan batubara dengan ketebalan 1 -
20 m. Lapisan batubara tersebut yaitu : Sangatta, Middle, M1, Pinang, P1,
P2, P3, P4, P5, P6, P7, Mandili, Kedapat, dan K1. Balikpapan Beds yang
mempunyai lebih dari 500 m terletak selaras di atas formasi Pulau Balang
dan endapan yang ekonomis terletak di bagian bawah Balikpapan Beds yang
berkala Miosen.
(Sumber : Department Geologi PT. Kaltim Prima Coal)

8
Sumber : Departement Geologi PT. Kaltim Prima Coal

Gambar 2.2
Stratigrafi Daerah Pinang
2.2.3. Struktur Geologi
Struktur geologi utama yang terdapat didaerah Formasi Balikpapan adalah
Kubah Pinang dimana terdapat struktur antiklin dengan arah utara, dan patahan
normal yang memiliki kecenderungan arah Timur – Barat Daya. Struktur Geologi
yang banyak terdapat di daerah sekitar kubah Pinang merupakan perlapisan dan
kekar (lihat pada Gambar 2.3).

9
Deposit pinang terdapat dalam kompleks struktur yang terdiri dari
sinklin lembak, antiklin melawan dan sinklin runtu. Dari deposit pinang,
batubara terus berlanjut ke arah timur laut dan kemudian berputar ke arah
selatan sekeliling kubah pinang. Sesar yang muncul di area ini adalah sesar
villa, c north, dan sesar-sesar yang lain.
Jenis batuan utama tanah penutup adalah siltstone, mudstone, dan
sandstone. Ketebalan interburden relatif tetap. Sebagian mudstone mengandung
karbon dan berbatasan langsung dengan seam batubara. Sementara sandstone
tidak ditemukan dalam keadaaan menerus secara lateral, melainkan berbentuk
lensa dalam berbagai ukuran.
(Sumber : Department Geologi PT. Kaltim Prima Coal)

Sumber: Departemen Geologi, PT. Kaltim Prima Coal, 2012


Gambar 2.3
Peta Geologi PT. Kaltim Prima Coal

10
2.3. Iklim dan Curah Hujan
Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Sangatta dan sekitarnya beriklim
tropis yang dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan.
Musim hujan terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Juli, sedangkan
musim kemarau terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober. Sangatta
termasuk dalam daerah berhujan tropis, dengan ciri − ciri intensitas curah hujan
yang sangat bervariasi dari rendah (1,6 mm) hingga hujan intensitas tinggi
(2,5 mm) dengan waktu yang dapat sangat singkat, tetapi dapat pula dengan waktu

yang panjang. Rata-rata temperatur sepanjang tahun berkisar antara 20oC sampai

34oC. Pergerakan temperatur harian 3oC − 4oC. Kelembaban rata-rata 80%,


dengan kelembaban pagi hari 90% dan sore hari 70%.
Daerah Sangatta memiliki iklim dengan curah hujan yang relatif tinggi. Data
curah hujan rata-rata daerah Sangatta dan sekitarnya untuk tahun 2000 - 2013
dengan nilai rata-rata mm/bulan, nilai maksimum 261,5 mm/bulan pada bulan
Desember dan nilai minimum 113,2 mm/bulan pada bulan September. (Gambar
2.4).

300,0
261,5
251,5
250,0 225,3 237,0
219,4 220,3 214,2
Curah Hujan (mm)

200,0
150,3 145,2 146,8
150,0
123,3
113,2
100,0

50,0

0,0
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okto Nov Des

(Sumber : Departemen Environment PT. Kaltim Prima Coal)


Gambar 2.4
Grafik Curah Hujan Bulanan PT. Kaltim Prima Coal Tahun 2000-2013

11
2.4. Kualitas Batubara
Kualitas Batubara PT. Kal;itim Prima Coal diklasifikasikan menjadi tiga
golongan, yaitu kualitas Prima, Pinang dan Melawan dengan nilai kalor tertinggi
dimiliki oleh lapisan batubara Prima yaitu sekitar 6750 kkal/kg disusul oleh
Pinang sekitar 6000 kkal/kg dan Melawan sekitar 5370 kkal/kg. Perbandingan
kualitas antara ketiganya bisa dilihat di Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Spesifikasi Batubara PT. Kaltim Prima Coal

PARAMETER/KARAKTERISTIK PRIMA PINANG MELAWAN

Lengas total, % 9.5 13.5 23,0

Analisa proksimat (ADB)


Kandungan abu, % 4,0 7,0 4,0
Zat terbang, % 39,0 37,5 38,0
Karbon tertambat, % 51,0 45,5 38,0
Nilai kalor
Nilai kalor kotor, kkal/kg 6750 6000 5370
Nilai kalor bersih, kkal/kg 6500 5750 5100
Indeks kekerasan penggerusan (HGI) 50 45 41
Sulphur, % 0,5 0,4 0,1
Chroline, % <0,01 <0,01 0,01
Phosphorous, % <0,004 <0,004 0,002
Analisa ultimate (daf)
Karbon, % 80,5 77,5 74,8
Hidrogen,% 5,7 5,5 5,4
Nitrogen, % 1,6 1,7 1,5
Sulfur, % 0,5 0,4 0,2
Oksigen (by diff.) 11,7 14,9 18,1
Titik leleh abu
Deformation, ºC 1150 1150 1240
Spherical, ºC 1300 1210 1290
Hemisphere, ºC 1350 1310 1310
Flow, ºC 1450 1350 1360
Analisa komposisi dan kadar abu
SiO 2 (silika), % 51,0 37,0 21,7
Al 2 O 3 % 31,0 20,0 8,6
Fe 2 O 3 % 10,0 16,8 19,0
CaO % 1,3 8,8 22,4
MgO % 1,2 5,8 15,3
TiO 2 % 1,0 0,6 0,6
Na 2 O % 1,5 2,8 1,8
K2O % 1,8 0,9 1,0
P2O5 % 0,5 0,5 0,2
SO 3 (sulfat) & lainnya % 0,5 6,8 8,6
Sumber : Coal Technical Service PT. Kaltim Prima Coal

12
2.5. Produksi Batubara dan Overburden
Produksi PT. KPC pertahunnya senantiasa mengalami peningkatan seiring
dengan semakin meningkatnya permintaan batubara. Namun pada tahun 2014
terdapat pembatasan target produksi batubara yang ditetapkan pemerintah yakni
menjadi 50 juta ton batubara per tahun. Produksi baik batubara maupun material
overburden yang telah dicapai dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Sumber : Coal Technical Service PT. Kaltim Prima Coal


Gambar 2.5
Produksi Batubara dan Overburden PT. Kaltim Prima Coal
2.7. Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan pada PT. KPC terdiri dari tahapan eksplorasi hingga
penjualan dan pengapalan. Sistem penambangan yang dipakai adalah sisitem
tambang terbuka dengan konvensional alat muat dan alat angkut. Operasi
penambangan berlangsung selama 24 jam sehari yang terdiri dari 2 shift
operasional. Urutan kegiatan penambangannya dapat dilihat pada Gambar 2.6.

13
Sumber : Mining Operation Division PT. Kaltim Prima Coal
Gambar 2.6
Diagram Alir Kegiatan Penambangan PT. Kaltim Prima Coal

2.7.1. Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi meliputi kegiatan pemetaan lapangan, pengukuran
struktur geologi, pengambilan sampel singkapan, pemboran eksplorasi, logging
geofisika untuk mencari letak batubara, permodelan, menentukan kualitas
batubara, dan perhitungan cadangan.

2.7.2. Pembersihan Lahan dan Pengupasan Tanah Pucuk


Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan vegetasi tumbuhan –
tumbuhan yang berada di area yang akan ditambang. Lapisan tanah pucuk yang
ada pada saat kegiatan pembersihan lahan pun diambil, untuk kegiatan penggalian
tanah pucuk, ketebalan 1 – 2 m menggunakan backhoe. Setelah dilakukan
penggalian, maka tanah pucuk tersebut di angkut menggunakan alat angkut
“Articulated Truck” jenis Volvo A35C yang berkapasitas 7 ton menuju tempat
penimbunan.

14
Terdapat dua lokasi penimbunan tanah pucuk pada PT. KPC, yaitu direct
spreading dan stockpile. Lokasi dirrect spreading untuk menempatkan tanah
pucuk yang akan langsung digunakan untuk kegiatan reklamasi di area pit akhir.
Sedangkan lokasi stockpile digunakan sebagai tempat penimbunan sementara
yang nantinya akan digunakan untuk kegiatan reklamasi di lokasi lain.

2.7.3. Pengupasan Lapisan Tanah Penutup


Di PT. KPC, material batuan penutup memiliki karakteristik bervariasi,
mulai dari material yang lunak hingga keras. Untuk batuan penutup yang
ketebalannya kurang dari 3 m cukup di-ripping (Caterpilar 24M Global) untuk
pembongkarannya, sedangkan batuan penutup yang ketebalannya lebih dari 3 m
dilakukan pengeboran dan peledakan untuk pembongkarannya.
Alat bor yang digunakan dalam pengeboran material overburden adalah :
1) Sandvik D245KS
Mata bornya berdiameter 6 ¾” (171 mm) dengan Penetration Rate 90 m/jam
sebanyak 2 unit (D160,D161 ).
2) Sandvik D55SP
Mata bornya berdiameter 7 7/ 8 ” (200 mm) dengan Penetration Rate 130 m/jam
sebanyak 9 unit (D162, D163, D164, D165, D166, D167, D168, D169, D170) .
Jenis mata bor yang digunakan yaitu rotary tricone bit.

Pola pengeboran yang diterapkan adalah pola pengeboran selang-seling


(staggered pattern) dan tegak lurus. Mulai tahun 2013, di PT. KPC menggunakan
single product dengan komposisi 55% emulsi dan 45% ANFO yang diproduksi
oleh PT. Orica Mining Service dengan merek dagang Fortis Eclipse HD. Single
product tersebut digunakan baik di pit dalam pengelolaan Mining Operation
Division (MOD) dan Contract Mining Division (CMD) serta dalam kondisi lubang
kering maupun lubang basah.
Metode peledakan yang digunakan adalah metode sumbu ledak non –
elektrik (nonel) dimana pola peledakan yang digunakan berupa Box-cut, Corner-
cut, V-cut, dan Center Lift.

15
2.7.4. Pemindahan Tanah Penutup
Pemindahan tanah penutup dilakukan dengan menggunakan truk
berkapasitas antara 140 sampai 360 ton. Tanah penutup tersebut dimuat ke dalam
truk dengan menggunakan alat gali muat yang mempunyai kapasitas maksimal
42 m3.
Sebelum dilakukan penimbunan, material overburden tersebut harus
diidentifikasi terlebih dahulu apakah termasuk material non acid forming (NAF)
atau material potential acid forming (PAF). Tujuan akhirnya adalah untuk
menghindari terjadinya air asam tambang (AAT) akibat beraksinya material PAF
dengan air dan udara. Untuk itu diperlukan perlakuan khusus bagi material jenis
ini saat dilakukan penimbunan yaitu dengan menempatkan material PAF ini
didasar timbunan kemudian ditimpa dengan material NAF. Hal ini dimaksudkan
untuk memutus interaksi antara air, udara dan material PAF.

2.7.5. Reklamasi
PT. KPC merupakan perusahaan penambangan yang sangat memperhatikan
masalah lingkungan hidup. Untuk menjaga kelestarian lingkungan pada daerah
penambangan, maka dilakukan rehabilitasi dan revegetasi pada area yang telah
selesai ditambang.

2.7.5.1. Rehabilitasi
Kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh PT. KPC antara lain :
1) Pengangkutan tanah pucuk ke lokasi penimbunan
Pengaturan lapisan tanah penutup bertujuan untuk mengidentifikasi material
yang mengandung potensi asam (Potential Acid Forming/PAF) dan material
tanpa asam (Non Acid Forming/NAF) yang tujuan akhirnya adalah untuk
menghindari terjadinya air asam tambang. Identifikasi tanah penutup dilakukan
dengan cara pengambilan sampel tanah penutup pada saat pengeboran eksplorasi
dan pengeboran produksi.
2) Penyebaran tanah pucuk
Pada proses ini, tanah pucuk disebar dan diratakan menggunakan dozer.
Urutan penimbunannya adalah material PAF ditimbun terlebih dahulu kemudian

16
dipadatkan. Di atas material PAF kemudian ditimbun material NAF dan terakhir
disebarkannya tanah pucuk.
3) Pembuatan water management di area rehabilitasi
Di sekitar lokasi penimbunan perlu dibuat tanggul drainage sebagai batas di
sepanjang lereng yang berpotensi erosi. Pengendali air (drop structure) juga harus
dibentuk sepanjang permukaan tempat penimbunan agar dapat menerima aliran air
dan mengalirkannya ke bawah lereng dengan aman.

2.7.5.2. Revegetasi
Tujuan dari revegetasi adalah untuk mencegah terjadinya erosi dan
membentuk ekosistem hutan yang hampir sama dengan ekosistem aslinya. Ada
tiga jenis program revegetasi yang dilakukan di PT. KPC, yaitu perawatan dan
perbaikan, stabilitasi serta revegetasi akhir. Program perawatan dan perbaikan
yang dilakukan antara lain adalah dengan merawat dan memperbaiki lahan yang
telah dibuka secara berlebihan.

17
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Flyrock
Flyrock (batu terbang) adalah lemparan batuan ke segala arah secara tidak
terduga dari kegiatan peledakan yang berdampak paling berbahaya bagi
keselamatan manusia, alat, dan bangunan. (Bhadari, 1997)
3.2. Faktor- Faktor Penyebab Terjadinya Flyrock
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya flyrock merupakan salah satu
dari efek peledakan yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Sehingga perlu
diketahui beberapa hal yang dapat menyebabkan flyrock. Beberapa faktor yang
mempengaruhi flyrock adalah sebagai berikut (Bhadari, 1997):
1) Ketidaksesuaian burden dan spasi

STEMMING

EXPLOSIVE
CHARGE

RANCANGAN NOISE
BURDEN AIR BLAST
DAN
FLYROCK

TOE BURDEN
TIDAK MENCUKUPI

Gambar 3.1.
Jarak Toe Burden Yang Terlalu Pendek Sebagai Penyebab Flyrock
(Bhadari, 1997)
Parameter peledakan seperti burden dan spasi harus diperhitungkan
terlebih dahulu dengan memperhatikan diameter lubang ledak, karakteristik

18
batuan, dan perkiraan hasil fragmentasi. Burden yang terlalu kecil akan
mengakibatkan isian bahan peledak pada lubang ledak akan keluar melalui
free face (Lihat Gambar 3.1).
Penggunaan lubang vertikal biasanya menyebabkan variasi dalam beban di
bagian atas dan bawah jenjang. Baris pertama biasanya dekat dengan crest.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya blow out dan dapat mengakibatkan
flyrock (Gambar 3.2).

STEMMING
NOISE
AIR BLAST
DAN
FLYROCK
BURDEN TIDAK
MENCUKUPI

EXPLOSIVE
CHARGE

RANCANGAN
BURDEN

TOE BURDEN MENCUKUPI

Gambar 3.2.
Jarak Burden Yang Terlalu Pendek Sebagai Penyebab Flyrock
(Bhadari, 1997)
Spasi yang lebih kecil dari burden akan menyebabkan energi antar lubang
dalam satu baris akan terkumpul dan menyebabkan energi ke arah free face
berkurang. Sehingga batuan akan cenderung terlempar ke atas dan berpotensi
menyebabkan flyrock.
2) Kondisi geologi
Zona lemah dan rongga-rongga yang ada pada massa batuan akan
menyebabkan flyrock. Bahan peledak yang terisi pada zona lemah akan
menyebabkan blow out dan terjadinya flyrock.

19
3) Ketidaksesuaian pengeboran
Ketepatan pengeboran sesuai dengan rencana akan menghasilkan burden
dan spasi yang tepat dan menghasilkan hasil fragmentasi peledakan yang baik.
4) Ketidaksesuaian stemming
Isian bahan peledak yang terlalu sedikit akan membuat steeming terlalu
panjang dan menyebabkan energi yang dihasilkan tidak cukup untuk
memecahkan batuan. Tetapi isian bahan peledak yang terlalu banyak akan
membuat kolom stemming menjadi pendek dan akan sangat berpotensi
menyebabkan flyrock.
5) Penentuan waktu delay dan pola inisiasi yang kurang tepat
Penentuan waktu delay akan sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan
dan pergerakan energi untuk memecahkan batuan. Apabila penentuan waktu
delay yang tepat akan mengakibatkan energi bergerak ke arah free face sesuai
dengan urutan peledakan. Tetapi dengan penentuan waktu delay yang kurang
tepat energi hasil peledakan akan bergerak ke segala arah dan dapat berpotensi
mengakibatkan flyrock (Gambar 3.3)

Gambar 3.3.
Pengaruh Waktu Delay Terhadap Potensi Flyrock (Bhadari, 1997)

3.3. Pola Pengeboran


Pola pengeboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya
menggunakan dua macam pola pengeboran (lihat Gambar 3.4) yaitu :

20
Pola pengeboran sejajar (paralel pattern), terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Square pattern, pola ini besarnya jarak burden dan spasi adalah sama.
Biasanya pola ini dikombinasikan dengan “V” delay pattern.
2. Rectangular pattern, pada pola ini jarak spasi dalam satu baris lebih besar
daripada jarak burden.
Pola pengeboran selang-seling (staggered pattern), adalah pola pengeboran yang
penempatan lubang ledaknya pada baris yang berurutan tidak saling sejajar.
Dalam penerapannya, pola pengeboran sejajar merupakan pola yang umum karena
lebih mudah dalam pembuatannya, namun perolehan ukuran material hasil
peledakan tidak seragam, sedangkan pengeboran selang-seling lebih sulit
pembuatannya dilapangan namun menghasilkan ukuran material hasil peledakan
yang seragam (lihat Gambar 3.5).
Berdasarkan hasil penelitian, pola pengeboran selang-seling menghasilkan
produktivitas dan ukuran material yang lebih baik dibandingkan pengeboran
dengan menggunakan pola sejajar. Hal ini disebabkan oleh energi yang dihasilkan
pada pengeboran selang-seling lebih optimal dalam mendistribusikan energi
peledakan yang bekerja dalam batuan.

a. Holes Drilled in “Square” (in-Line) Rows

b. Holes Drilled in Staggered” Rows

Gambar 3.4.
Pola Pengeboran (Hustrulid, 1999)

21
Gambar 3.5.
Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pengeboran (Hustrulid, 1999)
3.4. Geometri Peledakan
Dalam peledakan yang termasuk geometri peledakan adalah burden,
spacing, stemming, subdrilling, kedalaman lubang ledak, panjang kolom isian,
tinggi jenjang, dan powder factor (lihat Gambar 3.6.).
Geometri peledakan menurut R.L. Ash (1967), adalah sebagai berikut :
a. Burden (B)
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak dengan bidang bebas
yang panjangnya tergantung pada karakteristik batuan, menentukan ukuran
burden merupakan langkah awal agar fragmentasi batuan hasil peledakan dapat
memuaskan dengan hasil efek peledakan yang masih diperbolehkan.
Burden diturunkan berdasarkan diameter lubang ledak atau diameter mata
bor. Untuk menentukan burden, R.L. Ash (1967) mendasarkan pada acuan yang
dibuat secara empirik, yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar.
Batuan standar memiliki densitas 160 lb/cuft (2,56 ton/m3), sedangkan
bahan peledak standar adalah bahan peledak yang mempunyai berat jenis 1.20
dan memiliki besaran kecepatan detonasi 12.000 fps (3657,6 m/detik). Dalam
persamaan matematis dituliskan dengan:

22
Keterangan:
B = Burden (m)
De = Diameter bahan peledak (inchi)
Kb = Burden ratio
Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standar dan
bahan peledak yang dipakai adalah bahan peledak standar, maka digunakan
burden ratio (Kb) yaitu 30. Tetapi apabila digunakan yang tidak standar maka
perlu dilakukan koreksi dengan menggunakan faktor penyesuaian.
1. Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak yang digunakan (AF 1 )
1/ 3
 SG.Ve 2 
AF=  2 
....................................................................................(3.2)
 SGstd .
Vestd 
Keterangan:
SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan
Ve = kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan (m/s)
SG std = berat jenis bahan peledak standard (1,20)
Ve std = kecepatan detonasi bahan peledak standard (12.000 feet/s)
2. Faktor koreksi material yang diledakan (AF 2 )
1/ 3
 Dstd 
AF 2 =   ...........................................................................................(3.3)
 D 
Keterangan:
D std = kerapatan batuan standard (160 lb/feet3)
D = kerapatan batuan yang diledakkan (lb/feet3)
Sehingga Kb terkoreksi adalah = Kb x AF 1 x AF 2 ………………………..
(3.4)
Untuk mengatasi masalah-masalah seperti kemungkinan terjadinya vibrasi,
airblast, flyrock, dan ukuran material yang tidak seragam dapat diperkirakan
dengan menghubungkan kedua parameter antara burden dengan tinggi jenjang,
yang dinamakan Stiffness Ratio (L/B).
Nilai Stiffness Ratio beserta pengaruhnya dapat dilihat pada tabel 3.1. Nilai
Stiffness Ratio yang semakin besar maka menunjukan fragmentasi yang semakin

23
baik namun semakin tidak ekonomis, maka dengan demikian perlu diketahui
perbandingan yang optimal antara tinggi jenjang dan burden yang diterapkan.

Tabel 3.1.
Stiffness Ratio dan Pengaruhnya (Konya, 1995)

b. Spacing (S)
Spacing dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang
tembak yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam
memperkirakan spasi adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling
berdekatan. Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
S = Ks x B ……………………………………… ………….……………….(3.5)
Keterangan:
S = Spacing (m) Ks = Spacing ratio (1,00-2,00)
B = Burden (m)

c. Stemming (T)
Stemming adalah lubang ledak bagian atas yang tidak diisi bahan peledak,
tetapi diisi oleh abu hasil pengeboran atau material berukuran kerikil (lebih baik)
dan dipadatkan di atas bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress
balance dan untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan
dengan kekuatan yang besar. Sedangkan di dalam penggunaan stemming yang
perlu diperhatikan adalah panjang stemming dan ukuran material stemming.
Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian
atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju
atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock,
overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan airblast. Panjang
stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

24
T = Kt x B ……………………………………………………………………..(3.6)
Keterangan:
T = Panjang Stemming (m) B = Burden (m)
Kt = Stemming Ratio (0,70-1,00)
Untuk menghitung panjang stemming perlu ditentukan terlebih dahulu
stemming ratio (Kt), yaitu perbandingan antara panjang stemming dengan burden.
Biasanya Kt yang digunakan adalah 0,70.

d. Kedalaman Lubang Ledak


Kedalaman lubang ledak biasanya ditentukan berdasarkan kapasitas
produksi yang diinginkan dan kapasitas dari alat muat. Sedangkan untuk
menentukan kedalaman lubang ledak dapat digunakan rumus sebagai berikut:

H = Kh x B ……………………….……………………………………….. (3.7)
Keterangan:
H = kedalaman lubang tembak, (m)
Kh = Hole depth ratio (1,5 – 4,0)

e. Subdrilling
Subdrilling adalah lubang ledak yang dibor sampai melebihi batas lantai
jenjang bagian bawah. Maksudnya adalah supaya batuan dapat meledak secara
fullface dan untuk menghindari kemungkinan adanya tonjolan-tonjolan (toe) pada
lantai jenjang bagian bawah. Menurut C.J Konya (1995) sub drilling dirumuskan
sebagai berikut :
J= B x Kj ……………………………………………………………………. (3.8)
Keterangan:
J = subdrilling, (m)
Kj = subdrilling ratio (0,2 – 0,3)

f. Charge Length (PC)


Charge length merupakan panjang isian bahan peledak, dimana
persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut:
PC = H – T ………………………………..……………………...……………(3.9)
Keterangan:
PC= Panjang kolom isian bahan peledak (m)

25
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)

g. Loading Density (de)


Dalam menentukan jumlah bahan peledak yang digunakan dalam setiap
lubang ledak maka terlebih dahulu ditentukan loading density. Adapun persamaan
loading density sebagai berikut :
de = 0,508 x D2 x SG ……………………………………………………..….(3.10)
Keterangan:
de = Loading Density (kg/m) SG = Berat jenis bahan peledak
D = Diameter lubang ledak (inchi)

h. Powder factor (PF)


Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan perbandingan antara
penggunaan bahan peledak terhadap jumlah material yang diledakkan atau
dibongkar dalam kg/m³, berdasarkan jenis batuan yang akan diledakan, nilai
powder factor yang disarankan menurut Jimeno (1995) dapat dilihat pada tabel
3.3. dan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
E de × PC × n
PF = = ......................................................................................(3.11)
V V
Keterangan:
PF = Powder factor (kg/m3)
E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)
V = Volume batuan yang terbongkar (m3)
de = Loading density (kg/m)
PC = Charge length (m)
n = jumlah lubang ledak

Tabel 3.2.
Powder Factor yang disarankan (Jimeno, 1995)
Powder Factor
Type of Rock UCS, (MPa)
(kg/m3)
Massive high
50 - >100 0,6 – 1,5
strength rock
Medium strength
25 - 50 0,3 – 0,6
rock
Highly fissured
<5 - 25 0,1 – 0, 3
rock

26
Gambar 3.6.
Geometri Peledakan Jenjang (Jimeno, 1995)
3.5. Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urut-urutan waktu peledakan antara lubang
tembak dalam satu baris dan antara satu dengan yang lainnya. Pola peledakan
ditentukan tergantung arah mana pergerakan material yang diharapkan. Setiap
baris lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang cukup di
muka bidang bebas yang sejajar dengan lubang tembak untuk terdesak, pecah,
mengembang dan tidak terlontar keatas. Berdasarkan sistem inisiasinya dan arah
runtuhan batuan yang dihasilkan, pola peledakan hole by hole dibagi menjadi tiga
macam (lihat Gambar 3.7) , yaitu :
1) V-Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya menuju ke salah
satu titik dan membentuk pola “v”.
2) Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuh batuannya menuju ke arah
bidang bebas dan membentuk kotak.
3) Corner Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu
sudut dari bidang bebasnya.
Ada macam-macam pola peledakan berdasarkan urutan peledakan, di
antaranya pola peledakan yang lubang-lubang tembaknya diledakkan dengan
waktu penundaan atau beruntun dalam satu baris (hole by hole) dan pola
peledakan serentak (row by row) dalam satu baris dan beruntun antara baris satu
dengan baris yang lain.

27
Gambar 3.7.
Pola Peledakan Berdasarkan Arah Runtuhan Batuan (Konya, 1995)
3.6. Perhitungan Perkiraan Lemparan Maksimum Flyrock
Beberapa penelitian telah dilakukan dalam usaha menentukan mekanisme
terjadinya flyrock. Sebagian penelitian tersebut telah dilakukan oleh Swedish
Detonic Research Foundation (Sve De Fo) pada (Hustrulid, 1999), Terrock
Consulting Engineers (Richard & Moore, 2005), analisis dimensi untuk flyrock
(Ebrahim Ghasemi, 2012) dan Skala Pengisian (scaled depth of burial)
(Livingston, 1956) yang dikembangkan oleh PT. Orica Mining Service (Richard
Taylor, 2010). Percobaan – percobaan tersebut bertujuan untuk menentukan jarak
yang aman dari bahaya flyrock serta mengontrol/meminimalisir jarak lemparan
flyrock. Berikut penjabaran dari masing – masing penelitian tersebut:
3.6.1 Swedish Detonatic Research Foundation (Sve De Vo)
Berdasarkan penelitian di Swedish Detonatic Research Foundation
(Sve De Vo), Lundborg (1973, 1974, 1981) mengembangkan persamaan
perhitungan semi-empiris untuk memprediksikan lemparan maksimal flyrock serta
ukuran optimal boulder flyrock. Persamaan tersebut ditentukan berdasarkan

28
pengalaman dan pengamatan di lapangan. Ketika specific charge atau powder
factor (q), q ≤ 0.2 kg/m3 maka lemparan flyrock dianggap tidak ada. Sedangkan
perhitungan dari q untuk lemparan maksimal dinyatakan sebagai berikut (lihat
Gambar 3.8)

Gambar 3.8.
Lemparan Maksimum Flyrock Sebagai Fungsi dari Spesific Charge
(Lundborg, 1981)
Perhitungan lain dari q untuk lemparan maksimum dinyatakan dengan
L = 143 d (q – 0,2)..................................................................................(3.12)
Keterangan : L = lemparan maksimal (m), d = diameter lubang ledak (inch), q =
specific charge (kg/m3).
Untuk perhitungan ukuran optimal boulder dari flyrock:
Φ=0,1 d2/3...............................................................................................(3.13)
Keterangan : Φ= diameter boulder (m), d = diameter lubang ledak (inch).
Sedangkan pada kondisi burden dan stemming tidak sesuai menyebabkan
terjadinya cratering (lihat Gambar 3.9) yang sebenarnya lebih berbahaya dari
lemparan ke arah depan, sehingga lemparan maksimal dari boulder optimal, yaitu:
L max = 260 d2/3.........................................................................................(3.14)
Keterangan : L max = lemparan maksimal (m), q = specific charge (kg/m3), d =
diameter lubang ledak (inch).

29
Gambar 3.9.
Representasi Diagram dari Cratering (Lundborg et al., Holmberg, 1975)
Di samping itu, dengan adanya range berbagai macam ukuran diameter
lubang ledak terhadap ukuran boulder (lihat Gambar 3.10) mengharuskan
dilakukannya evakuasi dengan jarak yang sangat jauh untuk mencegah terjadinya
kecelakaan.

Gambar 3.10.
Lemparan Maksimal Terhadap Ukuran Boulder Berdasar Variasi Diameter
Lubang (Lundborg, 1973)
Perhitungan Lundborg berguna untuk mengetahui lemparan maksimal
flyrock yang dapat terlempar sebagai akibat dari pengerjaan kegiatan peledakan
yang tidak terkontrol.

30
3.6.2. Perkiraan Lemparan Maksimum Flyrock Menurut Richard dan Moore
(2005)
Menurut pengujian yang telah dilakukan Adrian J. Moore dan Alan B.
Richard (2005), ada 3 faktor utama yang memepengaruhi terjadinya flyrock pada
kegiatan peledakan (lihat Gambar 3.11.), yaitu :

1) 2) 3)

Gambar 3.11.
Tiga Mekanisme Terjadinya Flyrock (Richard & Moore, 2005)
1) Face Burst
Kondisi burden dapat mengontrol lemparan batuan ke depan jenjang.
Burden ialah jarak lubang ledak terdekat yang dihitung tegak lurus dengan
crest. Jarak burden pada baris depan peledakan di lapangan yang terkadang
terlalu dekat dapat menyebabkan potensi flyrock secara face burst semakin
besar. Berikut persamaan yang digunakan: (Lihat gambar 3.11.)

L = ………………………………………………………(3.15)

Keterangan:
L = Lemparan maksimal
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = berat isian bahan peledak per meter (kg/m)
B = burden awal (m)
2) Cratering
Cratering ialah kondisi flyrock diakibatkan dari tinggi stemming yang
terlalu pendek serta terdapatnya bidang lemah pada lubang ledak. Bidang
lemah tersebut biasanya merupakan material broken dari hasil peledakan

31
sebelumnya. Berdasarkan kondisi tersebut maka flyrock dapat terlempar ke
segala arah dari lubang ledak yang diinisiasi. Berikut persamaan yang
digunakan: (Lihat gambar 3.11.)

L = ……………………………………………………..(3.16)

Keterangan:
L = Lemparan maksimal (m)
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi yaiu 9,8 m/s2
m = berat isian bahan peledak per meter (kg/m)
SH = panjang stemming (m)

3) Rifling
Rifling ialah kondisi dimana isian stemming sudah sesuai untuk mencegah
flyrock secara cratering namun material stemming yang digunakan kurang
baik. Flyrock yang disebabkan lebih cenderung dari kemiringan lubang
ledak karena jika pada lubang ledak tegak flyrock diasumsikan akan kembali
pada titik semula. Berikut persamaan yang digunakan: (Lihat gambar 3.11.)

L = ………………………………………………(3.17)

Keterangan:
L = Lemparan maksimal (m)
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = berat isian bahan peledak per meter (kg/m)
SH = panjang stemming (m)
= kemiringan lubang ledak
Konstanta untuk overburden batubara didapatkan k = 13,5 berasal dari data
hasil investigasi yang dilakukan Alan B. Richard dan Adrian J. Moore pada
kondisi peledakan untuk overburden batubara atau batuan lunak. Investigasi
dibantu dengan data yang akurat tentang kondisi muka jenjang serta penanganan
stemming yang baik. Sedangkan k = 17,5 untuk komponen batuan keras, seperti
basal atau granit.

32
Ricahrd dan Moore (2005) menentukan daerah jatuhnya lemparan flyrock
untuk setiap lokasi peledakan atau disebut juga exclusion zone, bersadasarkan
penelitian di Super Pit Gold Mine, Australia. Penentuan exclusion zone ditetapkan
dari lemparan aktual flyrock yang diperoleh dari hasil pengamatan kegiatan
peledakan (lihat Gambar 3.12.).

Gambar 3.12.
Lintasan Flyrock dari Lokasi Peledakan
(Richard and Moore, 2005)
Berdasarkan gambar 3.12 lemparan maksimum flyrock untuk elevasi yg sama
adalah 95 m, sedangkan prediksi lemparan flyrock untuk elevasi yang lebih rendah
adalah 190 m, dimana 190 m adalah 2 kali lemparan maksimum aktual, dari
lemparan aktual flyrock dibuat rekomendasi safety factor. Penentuan exclusion
zone minimum ditentukan oleh penerapa safety factor sebagai berikut :
• Safety factor 2.0 untuk alat
• Safety factor 4.0 untuk manusia

33
Gambar 3.13.
Lemparan Maksimal dan Penentuan Rekomendasi Jarak Aman
(Richard and Moore, 2005)
3.6.3. Analisis Dimensi
Analisis dimensi digunakan untuk menyelesaikan masalah teknik di
berbagai bidang, terutama di bidang mekanika fluida dan transfer panas.
Penerapannya tergantung dari variable dimensi yang mempengaruhi masalah.
Tahapan untuk menyelesaikan dengan metode analisis dimensi dengan
mengelompokkan besaran-besaran yang penting ke dalam parameter-parameter
tak berdimensi maka memungkinkan untuk mengurangi jumlah variable yang
muncul (Saptono, 2012).
Pankhurst (1964) menggunakan analisis dimensi untuk memprlajari
mekanika material yang berhubungan dengan deformasi elastis dan getaran pada

34
struktur yang kompleks. Roxborough & Eskikaya (1974) menggunakan analisis
dimensi untuk menetapkan kriteria pemodelan untuk pengujian model skala
system produksi batubara. Whittaker & Reddish (1989) untuk pemodelan
amblesan dan Kramadibrata (1996) menggunakan untuk menurunkan model
matematik penggalian dengan system alat gali kontinu.
3.6.3.1. Unit Dimensi
Unit dimensi dimekanika terdiri dari massa dan waktu, yang berhubungan
dengan hokum Newton kedua, yaitu persamman (3.18)
F = ma……………………………………………………………..…(3.18)
Keterangan: F = gaya, m = mass, a = percepatan.
Pada saat melakukan pekerjaan yang berkenaan dengan fisik maka akan
terjadi besaran yang berhubungan dengan massa, panjang dan waktu, sehingga
Hukum Newton kedua pada persamaan (3.18) berubah menjadi persamaan
dimensi (3.19) yaitu :
F = MLT-1…………………………………………………………….(3.19)
Keterangan : M = dimensi massa, L = dimensi panjang, T = dimensi waktu
3.6.3.2. Theorema Bucking π
Theorema Bucking π menyatakan bahwa masalah fisik yang mengandung
kuantitas besaran fisik, n dan kuantitas berulang, k dapat direduksi menjadi
persamaan tak berdimensi n – k. Apabila kuantitas besaran fisik terdiri dari Q1,
Q2, Q3, … , Qn maka untuk dapat menyelesaikan kuantitas besaran fisik harus
mempunyai unit dimensi. Bentuk persamaan kuantitas besaran fisik yaitu : (3.20)
f(Q 1 ,Q 2 ,Q 3 , … , Qn) =
0………………………………………………(3.20)
Keterangan : Q = besaran fisik, n = parameter ke n
Theorema Bucingham π, menjelaskan proses mereduksi persamaan
kuantitas besaran fisik menjadi persamaan tak berdimensi. Adapun prosedurnya
adalah sebagai berikut :
• Menetapkan sejumlah bentuk π dengan persamaan n-k.
• Memilih kuantitas berulang dengan ketentuan sebagai berikut :
o Kuantitas berulang harus mencakup semua dimensi dasar,
o Kuantitas bebas tidak digunakan sebagai variable berulang,

35
o Mudah ditentukan melalui eksperimentasi.
• Tentukan nilai π untuk bentuk Q yang berbeda (tidak termasuk variable
berulang).
• Cari nilai pangkat dalam masing-masing bentuk π.
• Susun kembali persamaan dalam bentuk π.
Persamaan (3.20) selanjutnya direduksi menjadi persamaan tak berdimensi
dalam bentuk fungsi π, yaitu kuantitas besaran fisik Q dikurangi dengan kuantitas
berulang menjadi n-k variable tak berdimensi dehingga menjadi persamaan (3.21)
f(π 1 , π2, π3, … π n-m ) =
0………………………………………………(3.21)
Pada metode analisis dimensi untuk analisis stabilitas lereng untuk
mementukan jumlah kuantitas besaran fisik didasarkan pada factor penahan dan
factor penggerak pada lereng dan pada tiga kriteria, yaitu kriteria kekeuatan,
kriteria sifat fisik dan kriteria geometri. Pada penelitian ini dipilih 10 kuantitas
besar fisik, yaitu kuat tekan uniaksial (σ c ), kohesi (c), sudut gesek dalam (ф), luas
contoh uji (A), frekuensi joint per meter (jF), dan Rock Mass Rating (RMR)
mewakili kriteria kekuatan ; bobot isis (γ), kadar air (w) dan slake durability (sd)
mewakili karakteristik sifat fisik; dan tinggi lereng tunggal (h) mewakili kriteria
geometri. Fungsi kuantitas besaran fisik tersebut dapat ditulis sebagai persamman
(3.22) yaitu,
f(h, γ, w, sd, σ c , c, tanɸ, A, jF, RMR) = 0…………..……………….(3.22)
3.6.3.3. Produk Tak Berdimensi
Seperti yang disebutkan sebelumnay, maka selanjutnya diperlukan proses
pereduksian persamman sehingga dengan asumsi bahwa n = 10 kuantitas besaran
fisik, k = 3 kuantitas besaran fisik berulang, maka n – k = 7 produk tak
berdimensi, sehingga menjadi persamaan (3.23) yaitu :
F = (π1, π2, π3, π4, π5, π6, π7)……………………………………….(3.23)
Berdasarkan persamaan (2.23), untuk memperoleh masing-masing π perlu
disusun 4 kuantitas besaran fisik lereng yang terdiri tiga kuantitas besaran fisik
berulang dan satu kuantitas besaran fisik lereng, missal π3 adalah produk tak
berdimensi terkait dengan kohesi, yaitu hubungan σc, h, γ, dan c. Hasil penurunan

36
persamman (3.23) adalah produk tak berdimensi dari π1 sampai π7 yaitu
persamaan (3.24) ~ (3.30),
π1 = f (σ c , h, γ, w)…………..………………………………………..(3.24)
π2 = f (σ c , h, γ, sd)…………..……………………………………….(3.25)
π3 = f (σ c , h, γ, c)…………..…………………………………….…..(3.26)
π4 = f (σ c , h, γ, tanф)…………..……………………………………..(3.27)
π5 = f (σ c , h, γ, A)…………..………………………………………..(3.28)
π6 = f (σ c , h, γ, w. jF)…………..………………………...…………..(3.29)
π7 = f (σ c , h, γ, RMR)…………..……………….……….…………..(3.30)
Perasamaan fungsi tak berdimensi memepunyai bentuk persamman fungsi
power dengan koefisien pangkat a, b, dan c. Koefisien pangkat ini akan dihitung
dengan menggunakan metode matrik. Contoh persamman tak berdimensi menjadi
persamman fungsi power (3.31),
π3 = σ c ahbγcRMR…………………………………………………… (3.31)
Bentuk persamaan untuk produk tak berdimensi (3.32) adalah
π n-k = Q 1 an-k Q 2 bn-k Q 3 cn-
k
A 4 ……………………………………..……(3.32)
3.6.3.4.Analisis Dimensi Untuk Menghitung Perkiraan Jarak Lemparan
Maksimum Flyrock
Berdasar penelitian di Sungun Copper Mine yang berlokasi di Iran,
Ebrahim Ghasemi (2012) membuat persamaan untuk memprediksi jarak flyrock.
Untuk mengembangkan persamaan jarak flyrock dan menetukan efek parameter
yang bias dikontrol, sebuah data base termasuk semua parameter peledakan yang
dapat dikontrol telah kumpulkan dari 150 operasi blasting di area tambang bijih di
Sungngun Copper Mine. Dengan mengupulkan beberapa data yaitu burden, spasi,
stemming, kedalaman lubang ledak, diameter lubang ledak sebagai parameter
yang dapat dikontrol dan flyrock maksimum diukur sebagai parameter yang ideal
dalam setiap peledakan. Jarak horizontal maksimum antara free face dengan
fragmen yg jatuh adalah dianggap sebagai jarak flyrock dan diukur menggunakan
GPS, perlu diketahui bahwa fragmen yang memiliki kapasitas merusak, melukai
atau menimbulkan fatality yang dipertimbangkan dan berdasarkan pengalaman di

37
Sungun Coper maine fragmen ini memeiliki diameter sekitar 10 cm, sedangkan
yang lebih kecil diabaikan.
Pada bagian ini, persamaan untuk memeprediksi jarak lemparan flyrock
dikembangkan menggunakan analisis dimensi. Analisis dimensi dapat
didefinisikan sebagai metode penelitian untuk menyimpulkan informasi lebih
lanjut tentang fenomena tertentu bergantung
pada postulat bahwa fenomena apapun
dapat menjelaskan melalui persamaan dimensi homogen. Flyrock diasumsikan
fungsi dari parameter peledakan yang dapat dikontrol seperti di bawah ini:
Fd = f(B, S, St, H, D, P,
Q)……………………………………………(3.33)
Dimana flyrock distance (F d ), burden (B), spasi (S), stemming (S t ),
kedalaman lubang ledak (H), diameter lubang ledak (D), powder factor (P), isian
rata-rata per lubang ledak (Q).
Untuk menentukan hubungan antara bebas dan tergantungnya variabel
dalam sebuah masalah, dapat diubah menjadi persamaan :
f (F d , B, S, St, H, D, P,
Q)……………………………….……………(3.34)
Dalam analisis dimensi, perlu untuk memilih sistem satuan. Ada dua
sisitem utama yaitu massa dan gaya, dalam system massa ada tiga unit dasar yaitu,
massa (M), panjang (L), dan waktu (T). Dengan demikian, dimensi masing-
masing variabel dapat didefinisikan sebagai berikut: F d = (L), B = (L), S = (L),
S t = (L), H = (L), D = (L), P = (ML-3), Q = (M).
Jika P dan Q dipilih sebagai variabel pengulang sehingga (P/Q) memiliki
dimensi (L-3), dan karenanya (P/Q)1/3 memiliki dimensi (L-1). Oleh karena itu,
semua parameter berdimensi menjadi: F d (P/Q)1/3, B(P/Q)1/3, S(P/Q)1/3, S t (P/Q)1/3,
H(P/Q)1/3, D(P/Q)1/3. Sekarang persamaan (3.8) diubah menjadi persamaan
(3.9) berdasarkan hasil yang diperoleh untuk parameter berdimensi
f [F d (P/Q)1/3, B(P/Q)1/3, S(P/Q)1/3, S t (P/Q)1/3, H(P/Q)1/3,
D(P/Q)1/3] = 0…………………...……………………………..……..(3.35)
hubungan antar dimensi dapat berupa persamaan linier atau non-linier.
Persamaan linier dan non-linier ditulis sebagai berikut:

38
F d (P/Q)1/3 = a1 + b1[B(P/Q)1/3] + c1[S(P/Q)1/3] + d1[S t (P/Q)1/3] +
e1[H(P/Q)1/3] + f1[D(P/Q)1/3]………………………...…........(3.36)
Ln[F d (P/Q)1/3] = a2 + b2ln[B(P/Q)1/3] + c12ln[S(P/Q)1/3] +
d2ln[S t (P/Q)1/3] + e2ln[H(P/Q)1/3]+
f2[D(P/Q)1/3]………………………..……(3.37)
Dengan bantuan analisis regresi berganda dari data yang dikumpulkan dari
oprasi peledakan di Sungun Coper Mine, koefisien persamaan
(3.36) dan (3.37) dapat ditentukan. Dengan perbandingan koefisien
determinasi (R²) dari kedua persamaan linear dan non-linear,
disimpulkan bahwa persamaan non-linear lebih cocok. Koefisien yang tidak
diketahui dihitung dengan SPSS menjadi a2 = 8,846, b2 = -
0,796, c2 = 0,783, d2 = 1,994, e2 = 1,649, dan f2 = 1,766.
Akhirnya, persamaan. (3.11) dapat disederhanakan sebagai berikut, yang
merupakan persamaan empiris yang paling tepat untuk penentuan jarak flyrock
di Sungun Coper Mine.
Fd =
6946.547( )…...…….(3.38)
Keterangan,
F d = flyrock distance (m),
B = burden (m),
S = spasi (m),
S t = stemming (m),
H = kedalaman lubang ledak (m),
D = diameter lubang ledak (m),
P = powder factor (kg/m3),
Q = isian rata-rata per lubang ledak (kg).
3.6.4. Skala Pengisian (Scaled Depth of Burial)
Lemparan flyrock ke segala arah terjadi karena kolom stemming kurang
panjang. Kolom stemming yang kurang panjang tersebut berhubungan dengan
kedalaman optimal supaya tidak terjadi pengkawahan (crater) diikuti lemparan
fragmen. Dimensi cratering ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya
kedalaman serta hubungan dengan diameter lubang ledaknya. Berdasarkan

39
Livingston (1956), skala pengisian (scaled depth of burial) (lihat Gambar 3.14.)
mengikuti persamaan berikut:
dob pt =
DOB pt /W1/3……………………………………………………..(3.34)
Sedangkan pengembangan yang dilakukan oleh PT. Orica Mining Service
(Richard Taylor, 2010) hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Livingston
(1956) namun terdapat modifikasi pada banyaknya bahan peledak yang akan
mempengaruhi skala pengisian (scaled depth of burial) tersebut.
SD = D/W1/3……………………………………………………………(3.35)

40
Gambar 3.14.
Hubungan Kedalaman dan Pengkawahan/Crater (Livingston, 1956)
Dimana, dob pt atau SD dinyatakan sebagai scaled depth of burial atau skala
pengisian (ft/lb1/3 atau m/kg1/3), DOB pt atau D sebagai jarak dari pusat daerah
pengaruh ledakan dari permukaan (ft atau m), dan W adalah muatan bahan

41
peledak yang berpengaruh terhadap cratering atau sama dengan 10 kali diameter
lubang ledak (lb atau kg) (lihat Gambar 3.14.).

Gambar 3.15.
Contoh Skala Pengisian (Scaled Depth of Burial) Untuk Kontrol Flyrock dan
Fragmentasi Pada Permukaan (Richard Taylor, 2010)
Berdasarkan dari perhitungan tersebut didapatkan skala penanaman yang
aman berdasar variasi kedalam lubang ledak sehingga didapatkan fragmentasi
yang baik serta dapat meminimalisir atau mengontrol flyrock dan air blast (lihat
Gambar 3.16.).

Gambar 3.16.
Skala Pengisian Berdasarkan Perbedaan Lubang Ledak (Richard Taylor, 2010)

42
3.7. Teori Perhitungan Jarak
Perhitungan jarak digunakan untuk mengathui jarak lemparan flyrock dari
lokasi peledakan. Pengukuran dilakukan setelah diketahui masing-masing
koordinat terluar dari lokasi peledakan dan koordinat jatuhnya flyrock dari GPS.
Menentukan jarak antara dua titik dengan menghubungkannya dengan segitiga
siku-siku, kemudian mengaplikasikan Teorema Pythagoras (lihat Gambar 3.17.)

Gambar 3.17.
Perhitungan Jarak
Perhitungan untuk menentukan jarak antara dua titik, jika diketahui
koordinat-koordinatnya sebagai berikut, jika koordinat dari titik-titik A dan B
secara berturut-turut adalah (x 1 , y 1 ) dan (x 2 , y 2 ), maka :
AB2 = (x 1 – x 2 )2 + (y 1 – y 2 )2 …………………………………
(3.36)
AB = (x 1 – x 2 )2 + (y 1 – y 2 )2 …………………………..……..
(3.37)
3.8. Matriks
Suatu matriks adalah rangkaian berbentuk persegi-panjang dari bilangan-
bilangan (yang biasanya nyata) yang tersusun dalam baris dan kolom (lajur)
(Fraleigh, 1973).
a 11 x 1 + a 12 x 2 + … + a 1n x n = b 1
a 21 x 1 + a 22 x 2 + … + a 2n x n =
…………………………………..……..............(3.38)
b2 )

43
………………………………
a 21 x 1 + a 22 x 2 + … + a 2n x n = b 2
Koefisien-koefisien dari (4.1) membentuk suatu matriks, yang kita sebut
matriks A. Adalah suatu kebiasaan untuk menulis matriks A seprti itu sebagai
berikut :

…...…………………...(3.39)

Matriks A dalam (4.2) mempunyai m baris dan n kolom, atau A


merupakan matriks berordo m x n, untuk singkatnya. Anggota dij yang ke-(i, j)
dari matriks A terletak pada persilangan antara baris ke-I dan kolom ke-j dari A.
3.8.1. Operasi Matriks dan Sifat Matriks
1. Penjumlahan atau pengurangan matriks
Matriks A dan B dapat dijumlahkan atau dikurangkan jika ordo A = ordo B,
dapat dilihat pada persamaan 3.40

…………………………………..................(3.40)

2. Perkalian matriks dengan saklar


Jika Skalar dikalikan dengan matriks, maka akan diperoleh sebuah matriks
yang elemen - elemennya merupakan perkalian saklar tersebut dengan setiap
elemen.

…………………………………..……(3.41)

Sifat – sifat matriks saklar :


• KA = A.
• K (A + B) = K.A + K.B
• K (A – B) = K.A + K.B
3. Perkalian dua matriks
Dua matriks A dan B dapat dikalikan bila banyak kolom matriks pertama
(kiri) sama dengan banyak baris matriks kedua (kanan).

44
Jika diketahui Matriks A mxn dan B nxk maka :
A mxn . B nxk = C mxn ……………………………………………………(3.42)
B nxk . A mxn (tidak dapat
dikalikan)…………………………………….....(3.43)
Sifat – sifat perkalian dua matriks :
• AxB≠BxA
• A x (B x C) = (A x B) x C
4. Transpos Matriks
Transpos dari suatu matriks merupakan pengubahan baris menjadi kolom dan
kolom menjadi baris. Tranpos dari matriks A dinotasikan dengan AT atau At.

(3.44)

Sifat transpos matriks :


• (AT) T = A
5. Determinan Matriks
Matriks yang mempunyai determinan hanyalah matriks bujur sangkar
(banyaknya baris sama dengan banyaknya kolom).

………………(3.45)

(3.46)

45
Sifat-sifat determinan matriks:

3.9. Analisis Regresi


Peneliti atau ilmuwan dituntut untuk mencari kebenaran secara ilmiah atau
berdasarkan ilmu. Dan salah satu fungsi ilmu ialah meramalkan (to predict).
Fungsi ilmu yang lainnya adalah menggambarkan (to describe), mengontrol (to
control), dan menerangkan (to explain).
Berdasarkan fungsi ilmu tersebut, maka jika terdapat dua buah variabel atau
lebih, maka sudah sewajarnyalah kalau peneliti ingin mempelajari bagaimana
variabel-variabel itu berhubungan atau dapat diramalkan. Hubungan yang
diperoleh biasanya dinyatakan dalam persamaan matematik yang menyatakan
hubungan fungsional antara variabel-variabel. Pelajaran yang menyangkut
masalah ini disebut analisis regresi. Hubungan fungsional antara satu variabel
prediktor dengan satu variabel kriterium disebut analisis regresi tunggal,
sedangkan hubungan fungsional yang lebih dari satu variabel disebut analisis
regresi ganda.
3.9.1.Regresi Linear.
Regresi linier merupakan persamaan matematik yang memungkinkan kita
meramalkan nilai-nilai suatu peubah tidak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih
peubah bebas disebut persamaan regresi. Istilah ini berasal dari dari telaah
kebanyakan yang dilakukan oleh Sir Francis Galton (1822 – 1911). Data-data dari
variabel x dan y akan menghasilkan suatu diagram pancar (lihat Gambar 3.17.).
Sesuai dengan diagram pencar tersebut, terlihat bahwa titik-titik sebaran
data mengikuti suatu garis lurus yang menunjukan bahwa kedua peubah tersebut
saling berhubungan secara linier. Bila hubungan linier demikian ini ada, maka

46
dinyatakan secara matematik dengan sebuah persamaan garis lurus yang disebut
garis regresi linier.
1. Regresi Linier Sederhana
Bentuk umum persamaan linear sederhana yang menunjukkan hubungan
antara dua variabel, yaitu variabel x sebagai variabel independen dan variabel Y
sebagai variabel dependen. Persamaan regresi linier sederhana dari Y terhadap X
dirumuskan sebagai berikut (lihat Persamaan 3.44).

Gambar 3.18.
Tampilan Diagram Pencar dan Garis Regresi

Y = a + bX ...................................................................................................... (3.47)
Keterangan :
Y = variabel terikat
X = variabel bebas
a = intersep (titik potomg antara garis regresi dengan sumbu Y pada
koordinat kartesius)
b = koefisien regresi/slope
Persamaan 3.28 dapat digunakan untuk menaksir nilai Y jika nilai a, b, dan
X diketahui. Nilai a pada persamaan 2-1 merupakan nilai Y yang dipotongnoleh
kurva linear pada sumbu vertikal Y. Atau dengan kata lain, a adalah nilai Y jika X
= 0. Nilai b adalah kemiringan (slope) kurva linear yang menunjukkan besarnya
perubahan nilai sertiap unit nilai X. Besarnya a dan b konstan sepanjang kurva
linear.

47
Koefisien-koefisien regresi a dan b untuk regresi linier, dapat dihitung
dengan:

a=
(∑ X )(∑ X ) − (∑ X )(∑ XY ) ………………..…………..………(3.48)
2

n∑ X − (∑ X ) 2 2

n∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
b= ………………………………….…………(3.49)
n∑ X − (∑ X )
2 2

Keterangan :
a = intersep
b = koefisien regresi/slope
3.9.2 Regresi Linear Berganda
Regresi ini dikembangkan untuk mengestimasi nilai variable dependen Y
dengan menggunakan lebih dari satu variable independen (X 1 , X 2 , …, X n )
Hubungan fungsional antara variable dependen (Y) dengan variable
independen (X 1 , X 2 , …, X n ) secara umum dapat ditulis sebagai berikut :
Y = f(X 1 , X2, …,
X n )…………………………………………………(3.50)
Keterangan : Y= variable dependen dan X 1 , X 2 , …, X n = variabel
independen.
Dalam pembahasan mengenai regresi sederhana, simbol yang digunakan
untuk variabel independennya adalah X. Dalam regresi berganda, persamaan
regresi mempunyai lebih dari satu variabel indepanden. Untuk memberi simbol
variabel independen yang terdapat dalam persamaan regresi berganda adalah
dengan melanjutkan symbol yang digunakan pada regresi sederhana, yaitu dengan
menambah tanda bilangan pada setiap variabel independen tersebut, dalam hal ini
X1, X2, … , Xn)
Persamaan regresi linear berganda dapat dirumuskan sebagai berikut
Y = a + b1X1 + b2X2 +…+
bnXn…………...…………………………..(3.51)
Keterangan :
Y = nilai variabel terikat
a = nilai Y pada perpotongan antara garis linear dengan sumbu vertikal Y
x 1 , x 2 = nilai variabel independen X 1 , X 2 , … Xn

48
b 1 , b 2 = slope yang berhubungan dengan variabel X 1 , X 2 , … , Xn
Koefisien-koefisien regresi a dan b untuk regresi linier berganda, dapat
dihitung dengan menggunakan matriks

………………………………………….......................................(3.52)

………………………………………….......................................(3.53)

…………………………………………........................................(3.54)

…………………………………………........................................(3.55)

………………(3.56)

………………(3.57)

………………(3.58)

………………(3.59)

Keterangan :
n = jumlah data
Σ Y = jumlah dari Y
Σ X = jumlah dari X
A = Notasi matriks
a = intersep

49
b = koefisien regresi/slope

3.9.3.Regresi Non Linear


Seperti yang telah dijelaskan pada regresi linear, untuk regresi non linear
tidak memiliki perbedaan yang signifikan, hanya saja pada regresi non linear
grafiknya berbentuk lengkungan atau hanya sedikit melengkung dari regresi
linear. Hal ini dikarenakan terkadang data komulatif yang ditampilakan memiliki
sebaran data yang cukup jauh sehingga dengan adanya regresi non linear yang
membentuk garis lengkung maka diharapkan untuk cakupan area regresi menjadi
semakin representatif.
1. Model Geometrik
Salah satu regresi non linear adalah regresi non linier power (geometrik).
Contoh hasil analisis regresi power dapat dilihat pada Gambar 3.19.
Persamaan regresi linier dari Y terhadap X dirumuskan sebagai pada
Persamaan 3.29.

Gambar 3.19.
Analisis Regresi Power

Y = aXb........................................................................................................... (3.60)
Keterangan :
Y = variabel terikat
X = variabel bebas

50
a = intersep (titik potomg antara garis regresi dengan sumbu Y pada
koordinat kartesius)
b = koefisien regresi/slope

Persamaan (11) dapat ditranformasikan ke dalam bentuk persamaan linier


fungsi logaritma akan menjadi :
a
log Y = log b X ................................................................................................(3.61)
a
log Y = log b + log X ......................................................................................(3.62)

log Y = log b + a log X ....................................................................................(3.63)

dengan Y i > 0 dan X i > 0.


2. Model Eksponen
Persamaan regresi linier dari Y terhadap X dirumuskan sebagai pada
Persamaan 3.29

Gambar 3.20.
Analisis Regresi Eksponensial

Bentuk umum model persamaan regresi eksponensial adalah :


Y = a ebX………………………………………………………...……(3.64)
Y = variabel terikat
X = variabel bebas

51
a = intersep (titik potomg antara garis regresi dengan sumbu Y pada
koordinat kartesius)
b = koefisien regresi/slope
e = bilangan pokok logaritma alam, yang nilainya hingga empat
decimal adalah 2,7183.
Persamaan Y = a ebX, ditransformasi menjadi persamaan linier fungsi (ln)
menjadi
ln Y = ln aebX………………………………………………..…….…(3.65)
ln Y = lna + bXlne……………………………………………….…..(3.66)
karena lne=1, maka:
ln Y = lna +bX ………………………………………………………(3.67)
3.10. Koefisien Korelasi (R)
Koefisien korelasi adalah sebuah analisis yang membahas tentang derajat
hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Dua variabel dikatakan
berkolerasi apabila perubahan dalam satu variabel diikuti oleh perubahan variabel
lain, baik yang searah maupun tidak. Sebagai contoh, jika nilai koefisien korelasi
adalah sebesar 0,80 berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan varians
dari variabel terikatnya adalah sebesar 80%. Berarti terdapat 20% (100%-80%)
varians variabel terikat yang dijelaskan oleh faktor lain.
Berdasarkan interpretasi tersebut, maka tampak bahwa nilai koefisien
determinasi adalah antara -1 sampai dengan 1. Hubungan antara variabel dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis :
1) Korelasi Positif.
Korelasi positif terjadi apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti
oleh variabel lainnya dengan arah yang sama (berbanding lurus). Artinya
apabila variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti peningkatan
variabel lainnya.
2. Korelasi Negatif.
Korelasi negatif terjadi apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti
oleh variabel lainnya dengan arah yang berlawanan (berbanding terbalik).
Artinya apabila variabel yang satu meningkat, maka akan diikuti penurunan
variabel lainnya.

52
3. Korelasi Nihil.
Korelasi nihil terjadi apabila perubahan antara variabel yang satu diikuti
oleh variabel lainnya dengan arah yang tidak teratur (acak). Artinya apabila
variabel yang satu meningkat, terkadang diikuti dengan peningkatan pada
variabel lain dan terkadang diikuti dengan penurunan pada variabel lain.
Berdasarkan hubungan antar variabel yang satu dengan variabel lainnya
dinyatakan dengan koefisien korelasi yang disimbolkan dengan “r“. besarnya
koefisien korelasi berkisar antara -1 ≤ r ≤ +1. Nilai koefisien korelasi adalah -1 ≤
r ≤ +1. Jika dua variabel berkorelasi negatif maka nilai koefisien korelasinya akan
mendekati -1, jika dua variabel tidak berkolerasi maka nilai koefisien korelasinya
akan mendekati 0, sedangkan jika dua variabel berkolerasi positif maka nilai
koefisien korelasinya akan mendekati 1. Tingkat hubungan antara variabel–
variabel dalam interval koefisien dapat dilihat dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3.
Nilai Koefisien Korelasi (Ronald E. Walpole, 1993)
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
(-0,80) – (-1,00) Sangat Kuat
(-0,60) – (-0,799) Kuat
(-0,40) – (-0,599) Sedang
(-0,20) – (-0,399) Rendah
(-0,01) – (-0,199) Sangat Rendah
0 Tidak Ada Hubungan
0,01 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 - 1,00 Sangat Kuat

3.11. Koefisien Determinasi


Koefisien determinasi (R2) pada regresi linear merupakan hubungan yang
menjelaskan tentang kecocokan antara dua variabel yang dilakukan analisis
dengan model regresi yang digunakan. Salah satu cara mendapatkan nilai
koefisien determinasi adalah dengan memangkatkan nilai dari koefisien korelasi.

53
Sebagai contoh jika dua variabel dilakukan analisis regresi dengan
menggunakan regresi linier menghasilkan nilai R2 sebesar 0,6, namun jika kedua
variabel tersebut diregresikan menggunakan regresi power menghasilkan nilai R2
0,8, maka kedua variabel tersebut lebih cocok diregresikan menggunakan regresi
power karena memiliki level kepercayaan yang lebih tinggi. Dampak dari level
kepercayaan semakin tinggi adalah data yang akan diujikan melalui persamaan
tersebut akan semakin akurat dan mendekati data aktual. Nilai koefisien korelasi
bernilai antara 0 – 1. Contoh kedua, R = 0,6 artinya variabel X memiliki korelasi
positif dan hubungan yang kuat dengan variabel Y dan R2 =0,36 atau 36 %
diantara keragaman total nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya
dengan nilai-nilai X. Atau besarnya sumbangan X terhadap naik turunnya Y
adalah 36% sedangkan 64% disebabkan oleh faktor lain.

54
BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian


Pit Bendili merupakan salah satu pit terbesar di PT Kaltim Prima Coal
dibawah pengelolaan Departemen Bintang (lihat Gambar 4.1). Pit Bendili mulai
ditambang pada tahun 2004 hingga sekarang, yang terdiri dari panel 6, 7, serta
panel 9 yang baru dibuka. Secara keseluruhan Pit Bendili memiliki luas sekitar
8 km2, dengan sisa cadangan sebesar 21 juta ton batubara dengan stripping ratio
11,5 : 1.

Sumber : Mining Operation Division PT. Kaltim Prima Coal


Gambar 4.1.
Peta Topografi Pit Bendili
Lapisan batubara yang ditambang pada Pit Bendili secara berurutan dari
lapisan yang muda ke lapisan yang tua yaitu K1, Mandili, MN, P7, P5, P4, P2, P1,
Pinang, M1, Middle, dan Sangata. Lapisan batubara tersebut memiliki ketebalan

53
bervariasi mulai dari 1 m hingga 8 m dengan nilai kalori 6400 – 7200 kkal/kg dan
kandungan sulfur lebih kurang 1,7%.
Pada Pit Bendili untuk pemberaian lapisan overburden dilakukan dengan
cara pengeboran dan peledakan. Secara umum tahapan pengerjaan dimulai dari
penentuan lokasi peledakan yang dilakukan oleh surveyor, menyiapakan lokasi
peledakan, pemasangan cup drill, pengeboran, pengangkutan bahan peledak,
primming, loading explosives, tie up, dan peledakan.
4.2. Karakteristik Massa Batuan
Karakteristik massa batuan di lokasi penelitian bervariasi, sifat fisik dan
sifat mekanik batuan yang ada berbeda untuk tiap jenis batuan dan berbeda pula
pengaruhnya terhadap suatu kegiatan peledakan. Karakteristik massa batuan akan
mempengaruhi kemudahan batuan untuk diledakkan.
4.2.1. Sifat Fisik Batuan
Sifat fisik batuan yang dipakai untuk membuat suatu rancangan peledakan
adalah berat jenis batuan yang akan diledakkan. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Departemen Geologi PT. Kaltim Prima Coal, jenis batuan lapisan penutup di
Pit Bendili adalah batulempung, batupasir dan batulanau.
a) Batu lempung :
- Bobot isi basah : 2,07 – 2,71 ton/m3
- Bobot isi basah rata-rata : 2,45 ton/m3
- Bobot isi kering : 1,56 – 2.63 ton/m3
- Bobot isi kering rata-rata : 2,33 ton/m3
b) Batu pasir :
- Bobot isi basah : 1,91 – 2,54 ton/m3
- Bobot isi basah rata-rata : 2,28 ton/m3
- Bobot isi kering : 1,5 – 2.45 ton/m3
- Bobot isi kering rata-rata : 2,11 ton/m3
c) Batu lanau :
- Bobot isi basah : 1,88 – 2.77 ton/m3
- Bobot isi rata-rata : 2,44 ton/m3
- Bobot isi kering : 1,78 – 2.65 ton/m3
- Bobot isi kering rata-rata : 2,33 ton/m3

54
4.2.2. Sifat Mekanik Batuan
Sifat mekanik batuan yang perlu diketahui adalah kuat tekan uniaksial
(uniaksial compressive strength/UCS). Data yang diperoleh dari Departemen
Geologi Pit Bendili PT. Kaltim Prima Coal adalah :
1) Batulempung :
Nilai UCS : 0,85 MPa – 21,76 MPa
Nilai UCS rata-rata : 7,01 MPa
2) Batupasir :
Nilai UCS : 1,28 MPa – 22,48 MPa
Nilai UCS rata-rata : 10,82 MPa
3) Batulanau :
Nilai UCS : 0,82 MPa – 24,84 MPa,
Nilai UCS rata-rata : 11,05 MPa.
Berdasarkan klasifikasi kuat tekan Bienewski ketiga jenis batuan yang ada
di Pit Pinang South PT. Kaltim Prima Coal, nilai kuat tekan uniaksial rata-ratanya
dapat diklasifikasikan sebagai material sangat lunak (lihat Tabel 4.1).
Tabel 4.1
Klasifikasi Kuat Tekan Uniaksial (Bieniawski, 1973)
Klasifikasi Kuat Tekan Uniaksial (MPa)
Sangat Keras 250 - 700
Keras 100 – 250
Sedang - Keras 50-100
Lunak 25-50
Sangat Lunak 1-25

4.3. Pengeboran
Kegiatan pengeboran di Pit Bendili PT. Kaltim Prima Coal dilakukan
dengan menggunakan mesin bor Sandvik D55SP (lihat Gambar 4.2.) dengan
diameter mata bor 7 7/8” (200 mm). Mesin bor ini menggunakan mata bor jenis
tricone bit.
Pola pengeboran yang diterapkan adalah pengeboran selang-seling
(rectangular staggered pattern) (lihat Gambar 4.3.) dengan lubang bor tegak.
Untuk lubang bor berdiameter 200 mm kedalaman rata-ratanya berkisar

55
10 m ~ 11 m dan kedalaman maksimalnya dapat mencapai 24 m. Kedalaman-
kedalaman tersebut termasuk subdrilling.

Gambar 4.2.
Mesin Bor Sandvik Tipe D55SP

Gambar 4.3.
Pola Pengeboran Selang-Seling

4.3.1.Pekerjaan Sebelum Pengeboran


Sebelum dilakukan peledakan terlebih dahulu dilakukan pengeboran untuk
penyediaan lubang tembak. Agar pengeboran dapat dilakukan secara optimal,
maka harus diperhatikan pekerjaan-pekerjaan sebelum dan sesudah pengeboran.
Adapun pekerjaan-pekerjaan sebelum pemboran antara lain:
1) Pemasangan batas preparasi
Pemasangan beberapa patok untuk menandai daerah yang akan dibor. Hal ini
bertujuan agar operator yang melakukan preparasi mengerti batas area yang
akan dipreparasi.

56
2) Preparasi
Preparasi dilakukan untuk mempersiapkan area mesin bor melakukan
pengeboran. Apabila masih terdapat broken material maka bulldozer akan
melakukan clearing, dan apabila kondisi area masih flat/berupa floor maka
akan dibuat dinding/teras. Kemudian dibuat juga batas area pengeboran
berupa gundukan material di tepian area pengeboran yang disebut windrow.
3) Pemasangan patok informasi
Terdapat beberapa macam patok informasi yang dipasang sebelum dilakukan
pengeboran, antara lain batas kepala batubara, batas material yang sudah
diledakan sebelumnya, batas ketinggian level elevasi, batas pembersihan area
pengeboran rencana peledakan, dan lain-lain. Patok informasi tersebut
dibedakan berdasarkan warna pita masing-masing. Pemasangan patok
informasi (lihat Gambar 4.4.)

Gambar 4.4.
Pemasangan Patok Informasi
4) Pengukuran elevasi dan acuan titik bor
Pengukuran elevasi bertujuan untuk mengetahui elevasi aktual dari permukaan
yang telah dipersiapkan. Kemudian dilakukan juga pengukuran acuan titik bor
sesuai dengan koordinat plan. Kegiatan tersebut dilakukan oleh tim survey.
5) Pemasangan cup (gelas plastik)
Pemasangan cup (gelas plastik) bertujuan untuk menginformasikan kepada
operator drill mengenai titik yang harus dibor (lihat Gambar 4.5.). Cup-cup
tersebut harus disesuaikan dengan pattern (burden dan spacing) yang sudah
ditentukan. Saat ini adapula penentuan titk bor dengan menggunakan sistem
informasi dari dispatch berupa titk koordinat yang dikirim dari dispatch

57
menuju unit mesin bor menggunakan sistem GPS. Untuk di Pit Pinang South
sendiri masih digunakan penentuan titik bor dengan pemasangan cup. Setelah
dipasang cup maka area siap untuk dibor.

Gambar 4.5.
Pemasangan Cup
4.3.2. Pekerjaan Setelah Pengeboran
Pengecekan kedalaman aktual lubang bor. Bertujuan untuk memberi
informasi mengenai kedalaman lubang di setiap lubang bor. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan meteran, kemudian data kedalaman lubang bor
ditulis pada pita kuning yang kemudian diletakan pada tepian lubang bor tersebut
(lihat Gambar 4.6.)

Gambar 4.6.
Penandaan Informasi Kedalaman Lubang Bor
4.4. Operasi Peledakan
4.4.1. Geometri Peledakan
Dalam membuat suatu rancangan geometri peledakan (lihat Gambar 4.7),
harus disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan, karakteristik batuan yang

58
akan diledakkan dan jenis bahan peledak yang akan dipakai merupakan unsur
yang sangat penting dalam membuat suatu rancangan peledakan. Harapannya
biaya yang dikeluarkan dalam melakukan peledakan agar dapat seminimal
mungkin, getaran dan efek lingkungan akibat peledakan juga dapat dikontrol,
namun tujuan dari peledakan itu sendiri juga harus terpenuhi untuk mendapatkan
fragmentasi yang baik dan target produktifitas dari alat gali dapat tercapai.
Geometri peledakan dibuat dengan memperhatikan nilai Powder Factor
(PF) dan fragmentasi. Geometri peledakan di Pit Bendili adalah sebagai berikut :
a. Diameter lubang 7 7/8” (200 mm).
b. Pattern burden x spasi : 8 x 8,5 m.
c. Kedalaman lubang ledak 3 m ~ 24 m.
d. Stemming 2,5 m ~ 7 m.
e. Subdrilling 1 m.

8,5 m ( S )

8m (B )

5,6 m ( T )
Keterangan :
2,5 m ( B )

10 m ( L ) B = Burden
11 m ( H )
S = Spacing
T = Stemming
5,4 m ( PC ) J = Subdrilling
L = Tinggi Jenjang
H = Kedalaman Lubang
PC = Panjang Isian
1m (J )

Gambar 4.7.
Contoh Geometri Peledakan Pada Lubang dengan Kedalaman 11m

4.4.2. Bahan Peledak


Dalam melakukan kegiatan peledakan, PT. KPC mulai tahun 2013
menggunakan produk tunggal (single product) yaitu bahan peledak Fortis. Di area
Mining Operation Division (MOD) bahan peledak disediakan oleh PT. Orica
Mining Services.
Fortis merupakan campuran antara emulsi dengan ANFO dengan
presentase emulsi 55% dan ANFO 45%. Fortis digunakan pada semua jenis

59
kondisi lubang ledak baik kering maupun basah, dengan densitas 1,175 gr/cc.
Kecepatan bahan peledak ini sekitar 5500 m/s.

4.4.3. Metode Peledakan


Metode peledakan yang digunakan di PT. Kaltim Prima Coal adalah
metode nonel. Metode nonel adalah metode peledakan yang telah dikembangkan
oleh Nitro Nobel AB Swedia. Metode ini pada prinsipnya adalah suatu sistem
peledakan beruntun tanpa menggunakan listrik (non electric delay system).
Sedangkan tujuan metode ini antara lain ialah menghilangkan bahaya akibat
pemakaian listrik dalam peledakan dan mengurangi efek noise dan air blast di
permukaan.
4.4.4. Pola Peledakan
Pola peledakan yang diterapkan di PT. Kaltim Prima Coal adalah
peledakan beruntun per lubang (hole by hole), yaitu jenis box cut (Lihat Gambar
4.8.), V-cut (Lihat Gambar 4.9.), center lift (Lihat Gambar 4.10.) dan echelon
(Lihat Gambar 4.11.)
B

9 11 13 15 S
8 10 12 14
8 10 12 14
7 9 11 13
7 9 11 13
6 8 10 12
6 8 10 12
5 7 9 11
5 7 9 11
4 6 8 10
4 6 8 10
3 5 7 9
Free Face

3 5 7 9
2 4 6 8
2 4 6 8
1 3 5 7
3 5 7 9
2 4 6 8
4 6 8 10
3 5 7 9
5 7 9 11
4 6 8 10
6 8 10 12
5 7 9 11
7 9 11 13
6 8 10 12
8 10 12 14
7 9 11 13
9 11 13 15
8 10 12 14

Keterangan :
echelon (42 ms) B : Burden (m)
control line (100 ms) S : Spasi (m)
arah Peledakan
inisiasi awal

Gambar 4.8.
Box cut

60
S

21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 B
14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Free Face
Keterangan :
echelon (42 ms) B : Burden (m)
control line (100 ms) S : Spasi (m)
arah Peledakan
inisiasi awal

Gambar 4.9.
V-cut
Free Face

22 21 20 19 15 13 11 11 13 15 17 19 21 22 23

20 19 18 16 14 12 10 10 12 14 16 18 20 21 22

19 18 17 15 13 11 9 7 9 11 13 15 17 19 20

17 16 14 12 10 8 6 6 8 10 12 14 16 18 19

16 15 13 11 9 7 5 3 5 7 9 11 13 15 17

14 12 10 8 6 4 2 2 4 6 8 10 12 14 16 B

15 13 11 9 7 5 3 1 3 5 7 9 11 13 15

16 14 12 10 8 6 4 4 6 8 10 12 14 16 17

18 17 15 13 11 9 7 5 7 9 11 13 15 17 18

19 18 16 14 12 10 8 8 10 12 14 16 18 19 20

21 20 19 17 15 13 11 9 11 13 15 17 19 20 21

22 21 20 18 16 14 12 12 14 16 18 20 21 22 23

S
Keterangan :
echelon (42 ms) B : Burden (m)
control line (100 ms) S : Spasi (m)
arah Peledakan
inisiasi awal

Gambar 4.10.
center lift
S

22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8

21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7

20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6

19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5

18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4

17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3

16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2
B
15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Free Face
Keterangan :
echelon (42 ms) B : Burden (m)
control line (100 ms) S : Spasi (m)
arah Peledakan
inisiasi awal

Gambar 4.11.
echelon
Nonel waktu tunda dipermukaan terdiri dari control row dan echelon row.
Control row merupakan waktu tunda antar lubang dalam satu baris yaitu 42 ms,
sedangkan echelon row adalah waktu tunda peledakan antar baris yaitu 100 ms
dengan pola pengeboran selang-seling (staggered pattern). Adapun lubang trim
menggunakan surface delay 25 ms.
Arah peledakan yang digunakan tergantung kondisi lapangan dan tujuan
peledakan. Arah peledakan ini mengacu pada target produktivitas alat gali dan

61
angkut, dimana lemparan dan tumpukan hasil peledakannya diarahkan ke bidang
bebas dan jalan yang akan dipakai sebagai loading point, agar mempermudah
proses penggalian dan pengangkutan material hasil peledakan itu sendiri sehingga
target produksi dapat tercapai.

4.4.5. Peralatan Peledakan


Peralatan peledakan yang digunakan di Pit Pinang South terdiri dari (lihat
Gambar 4.12.) :
1) Shoot gun, yang digunakan untuk meledakkan shoot shell.
2) Sirine, digunakan sebagai tanda bila peledakan siap untuk diledakkan
3) Cangkul, yang digunakan untuk menempatkan cutting pengeboran ke
lubang tembak.
4) MMU, digunakan untuk mengangkut bahan peledak untuk di loading ke
dalam lubang ledak.
5) Stemming truck, yang digunakan untuk mengangkut crushed limestone dari
tempat peremukan sampai ke lokasi peledakan.
6) Patok, barikade, papan peringatan dan pita (bendera), untuk membuat
barikade bahwa lokasi tersebut akan dilakukan peledakan.
7) Mobile blasting accesories, yang digunakan untuk membawa aksesoris
bahan peledak dari gudang bahan peledak ke lokasi peledakan.
4.4.6. Perlengkapan Peledakan
Perlengkapan yang digunakan di Pit Pinang South terdiri dari ( lihat
Gambar 4.13.) :
1) Bahan peledak utama yaitu Fortis Eclipse HD.
2) Bahan penguat peledakan adalah Booster Pentex PowerPlus P (PPP).
3) Lead In Line (LIL) digunakan untuk menghubungkan antara control line
dengan shoot gun dan menghubungkan antara dua lokasi yang meledak
bersamaan namun letaknya berjauhan. LIL memiliki delay time 0 ms.
4) Shoot sheel yang digunakan sebagai pemicu awal untuk meledakan LIL.
5) In hole delay dengan waktu tunda 500 ms. Ada dua jenis in hole delay
yakni Exel, untuk jenis peledakan load shoot/langsung diledakan setelah di
loading bahan peledak, dan Enduradet yaitu inhole delay untuk sleep
blasting.

62
6) Snapline (surface delay), dengan waktu tunda yang tersedia adalah 9, 17,
25, 42, 65, 100, 150, 175, 200 ms.
7) Plascon, digunakan sebagai penyangga untuk membuat air deck pada
lubang trim.

Shoot Gun Bendera Barikade

Stemming Truck Mobile Manufacturing Unit (MMU)

Papan Peringatan Mobile Blasting Accesories

Gambar 4.12.
Peralatan Peledakan

63
Fortis Eclipse HD Booster Pentex PowerPlus P (PPP)

Shoot Sheel Detonator In Hole

Detonator Surface Delay Plascon

Gambar 4.13.
Perlengkapan Peledakan

64
4.4.7. Pekerjaan Peledakan
Sebelum dilakukan kegiatan peledakan, terdapat beberapa pekerjaan yang
harus dilakukan. Pekerjaan sebelum peledakan antara lain :
1. Pengukuran jarak burden awal aktual
Burden awal merupakan burden yang terdapat pada baris pertama pada urutan
peledakan yang tegak lurus terhadap crest jenjang jika lokasi tersebut
memiliki 2 atau lebih bidang bebas (free face). Pengukuran burden awal
aktual (lihat Gambar 4.14.) ini dilakukan agar mendapatkan data pada tiap
lokasi peledakan yang pada tahap lanjutan nanti digunakan untuk perhitungan
perkiraan lemparan maksimal flyrock ke arah depan (face burst).

Gambar 4.14.
Pengukuran Burden Awal Aktual
2. Pengukuran kedalaman lubang aktual
Pengukuran kedalaman lubang ledak aktual ini dilakukan agar mengetahui
kedalaman lubang ledak aktual apakah sudah sesuai dengan lubang ledak yang
direncanakan (lihat Gambar 4.15.). Disamping itu, dapat untuk mengetahui
kondisi pada lubang tersebut merupakan lubang ledak basah atau lubang ledak
kering karena dapat mempengaruhi material stemming yang digunakan.
Berdasar identitas lubang ledak tersebut dapat memprediksi secara teoritis
lemparan flyrock (cratering).

65
Gambar 4.15.
Pengukuran Kedalaman Lubang Ledak Aktual
3. Pengukuran jarak antar burden aktual dan antar spasi aktual
Pengukuran jarak antar burden dan spasi aktual ini dilakukan agar mengetahui
apakah sudah sesuai dengan geometri peledakan yang direncanakan (lihat
Gambar 4.16). Untuk mengetahui apakah jarak antar burden dan spasi aktual
ini berpengaruh pada jarak lemparan flyrock.

Burden Spasi

Gambar 4.16.
Burden dan Spasi

66
4. Penempatan aksesoris peledakan
PT. Orica Mining Services sebagai suplier bahan peledak kemudian
menempatkan aksesoris peledakan seperti booster, in-hole delay, control
delay, echelon, dll pada setiap lubang bor.
5. Pengisian bahan peledak
Untuk bahan peledak yang digunakan di PT. KPC secara keseluruhan mulai
tahun 2013 menggunakan Single Product dari PT. Orica Mining Services yaitu
Fortis dengan jenis Eclipse HD (lihat Gambar 4.17.). Sehingga dalam
aplikasinya di lapangan walaupun kondisi lubang tersebut kering atau basah
tetap menggunakan Fortis. Komposisi dari Fortis yakni Emulsion 55% dan
ANFO 45%.
Pengisian bahan peledak yakni dengan mencurahkan Fortis dari Mobile
Manufacturing Unit (MMU) dengan menggunakan selang/hosing ke dalam
lubang bor (lihat Gambar 4.18.). Untuk mengisi lubang bor sebelumnya crew
PT. Orica Mining Services melihat pita informasi kedalaman lubang bor yang
kemudian akan di informasikan ke operator MMU lalu operator MMU akan
menyesuaikan jumlah bahan peledak yang akan di curahkan dengan melihat
loading sheet yang sesuai dengan kedalaman lubang bor.

Gambar 4.17.
Fortis yang Keluar dari Selang MMU

67
Gambar 4.18.
Cara Pengisian Bahan Peledak dari MMU
6. Pengisian stemming
Stemming adalah penutup lubang ledak supaya bahan peledak dalam kondisi
terkungkung (confined). Tujuan dari stemming adalah untuk mengontrol
energi dari bahan peledak supaya dapat memberai batuan di sekitar lubang
ledak dan agar energi peledakannya tidak keluar lubang (ejection). Stemming
material yang digunakan pada peledakan di PT Kaltim Prima Coal biasanya
berupa cutting pengeboran dan crushed limestone.
a) Cutting pengeboran
Cutting pengeboran dapat digunakan sebagai material tambahan stemming
agar dapat menghemat limestone yang jumlahnya terbatas. Memiliki ukuran
<1mm. Untuk material stemming, cutting pengeboran sendiri tidak memiliki
batasan, hanya berdasarkan adanya material cutting di sekitar lubang ledak
(lihat Gambar 4.19.).

Gambar 4.19.
Drill Cuttings

68
b) Crushed Limestone
Dahulu di PT. KPC untuk material stemming yang digunakan yaitu berupa
crushed redmudstone, namun karena persediaan yang terbatas maka sekarang
digantikan dengan crushed limestone. Limestone yang dibeli dari pihak luar
sebelum digunakan dilakukan pengecilan ukuran butir (crushing) hingga
ukuran 3 ~ 4 cm (lihat Gambar 4.20). Setelah dilakukan pengecilan ukuran
butir (crushing) lalu material tersebut ditempatkan dalam stemming truck yang
kemudian di angkut menuju lokasi peledakan (lihat Gambar 4.21).

Gambar 4.20.
Crushed Limestone

Gambar 4.21.
Pengisian Stemming dengan Crushed Limestone

69
7. Tie up
Tie up adalah perangkaian surface delay dengan mengacu pola penyalaan
yang telah direncanakan. Pada tie up ditentukan lubang mana yang pertama
kali ditembak (inisiasi), selain itu tie up juga berfungsi untuk menentukan arah
peledakan/arah lemparan broken material.
8. Pengecekan Akhir
Pengecekan akhir dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua
rangkaian benar-benar terhubung untuk menghindari gagal ledak (misfire).
Setelah semua tahapan selesai maka peledakan dapat dilakukan. Sebelum
dilakukan peledakan tentunya dilakukan clearing area untuk alat dan manusia
menuju radius aman. Shotfirer akan menuju radius aman dengan membawa
rangkaian sambungan Lead In Line dan Shot Gun sebagai pemicu peledakan.

4.5. Pengambialan Data Lemparan Flyrock


Kegiatan pengamatan flyrock bertujuan untuk mengetahui lemparan
maksimum flyrock aktual dengan melihat kondisi desain peledakan secara aktual
dan menggunakan patok sebagai objek untuk penentuan jarak radius dari area
peledakan. Langkah-langkah pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pemasangan patok
Patok (lihat Gambar 4.22.) digunakan sebagai titik monitor penentuan jarak
lemparan flyrock dari lokasi peledakan. Titik monitor tersebut berguna untuk
memudahkan mengingat lokasi jatuhnya flyrock.

Gambar 4.22.
Patok Acuan Lemparan Maksimum

70
2. Pengamatan batu terbang
Alat yang digunakan antara lain high speed video camera (lihat Gambar 4.23.)
yang digunakan untuk pengambilan dokumentasi dengan metode slow motion
sehingga dapat dilihat dengan jelas jatuhnya lemparan maksimum flyrock
(lihat Gambar 4.24.), kamera di letakkan tegak lurus free face.

Gambar 4.23.
High Speed Video Camera

Free Face

Patok monitor Lemparan flyrock

Gambar 4.24.
Pengamatan Flyrock
3. Pengukuran jarak lemparan maksimum flyrock
Setelah proses peledakan dilakukan pengukuran jarak leparan maksimum
flyrock (lihat Gambar 4.25). Pengukuran ini dilakukan menggunakan GPS,

71
sehingga didapatlah koordinat lemparan maksimum. Dengan mengetahui
koordinat lokasi peledakan dan koordinat lemparan maksimum didapatlah
jarak lemparan maksimum (lihat Gambar 4.26). Ukuran flyrock yang
terlempar samapi jarak maksimum yaitu 10 cm ~ 20 cm.

Gambar 4.25.
Flyrock yang Terlempar Setelah Peledakan

Gambar 4.26.
Plotting Lemparan Flyrock Terjauh
4. Pengolahan Data
Pengukuran jarak lemparan flyrock aktual dibantu dengan software autocad
(lihat Gambar 4.27 dan 4.28) dan Microsoft Excel untuk perhitungan
perkiraan lemparan flyrock menggunakan metode empirik dan analisis
dimensi. Metode semi empirik oleh Richard dan Moore (persamaan 3.15. dan
3.16.), dan Ludborg (persamaan 3.12). Metode analisis dimensi oleh Ebrahim
Ghasemi (persamaan 3.38). Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah

72
data hasil pengukuran flyrock peledakan selama bulan Juni 2014 – Agustus
2014.

Flyrock terjauh

Gambar 4.27.
Peta Lokasi Peledakan Pit Bendili BN 39

73
Flyrock terjauh

Gambar 4.28.
Peta Lokasi Peledakan Pit Bendili BN 86 dan BN 87

74
4.6. Hasil Pengukuran Flyrock
Pengukuran lemparan maksimum batu terbang aktual pada peledakan di Pit
Bendili dilakukan sebanyak 30 kali, dan analisa pengamatan ini menggunakan
GPS sebagai acuan radius untuk penentuan lemparan maksimum flyrock.
Berikut ini adalah lemparan maksimum flyrock secara aktual dan teoritis
dari kegiatan peledakan yang dikumpulkan pada kurun waktu 2 Juni sampai
dengan 24 Juli 2014, yaitu :
4.6.1 Lemparan Maksimum Aktual
Lemparan maksimum aktual adalah jarak lemparan terjauh yang dapat
dicapai oleh flyrock dari lokasi peledakan berdasarkan kondisi sebenarnya di
l

lapangan.
Sebelum dilakukan pengukuran jarak lemparan terjauh juga dilakukan
pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi lemparan maksimum flyrock (lihat
Tabel 4.2.). Untuk data rata-rata isian per lubang ledak didapatkan melalui data
sekunder, yaitu laporan bahan peledak yang dikeluarkan Mobile Manufacturing
Unit (MMU) untuk setiap lubang ledaknya.
Tabel 4.2.
Lemparan Maksimum Aktual dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Rata- Jarak
rata Burden
Jarak Jarak Lempar
Tinggi Kedalaman Powder isian awal
antar antar an
No Lokasi Stemming Lubang Factor per kearah
Burden Spasi Aktual
(m) (m) (kg/m³) lubang free
(m) (m) (m)
ledak face
(kg) (m)
1 BN05 8.1 8.55 2.4 3 0.33 218.5 2.70 179
2 BN20 8.1 8.54 2.4 3 0.34 192.3 2.60 229
3 BN86 & BN87 8.09 8.48 3.2 4.8 0.32 237.1 - 141
4 BN64 7.66 8.39 3.5 8 0.29 175.5 3.60 104
5 BN16 7.87 8.54 4 9.5 0.29 145.7 3.60 88
6 BN07 & BN14 8.05 8.6 2.5 3 0.31 293.9 3.10 152
7 BN25 7.9 8.45 3 6.5 0.3 200.4 3.00 168
8 BN18 8.1 8.56 2.8 4.5 0.34 205.4 2.60 200
9 BN76 7.85 8.25 2.7 3.2 0.3 245.2 - 152
10 BN15 8.03 8.48 3.5 8.6 0.29 250 2.80 122
11 BN27 & BN28 8.08 8.46 2.8 3.3 0.33 135.8 3.10 152
12 BN53 8.11 8.49 3.2 5 0.31 366 2.80 152
13 BN62 8.19 8.39 3.5 11 0.29 271 2.90 122
14 BN19 8.01 8.64 2.5 3 0.33 153 2.60 163

75
Rata- Jarak
rata Burden
Jarak Jarak Lempar
Tinggi Kedalaman Powder isian awal
antar antar an
No Lokasi Stemming Lubang Factor per kearah
Burden Spasi Aktual
(m) (m) (kg/m³) lubang free
(m) (m) (m)
ledak face
(kg) (m)
15 BN06 7.98 8.59 3 7.7 0.31 215.8 2.60 173
16 BN74 7.7 8.1 5.2 10.5 0.29 139.4 - 40
17 BN70 8.05 8.32 2.6 3 0.3 172.6 3.40 115
18 BN61 & BN63 8.03 8.48 2.6 3 0.31 159.4 3.30 130
19 BN18 8.09 8.48 3.2 5 0.31 256.8 2.80 141
20 BN55 8.05 8.6 2.5 3 0.32 244.8 3.10 152
21 BN60 & BN50 8.10 8.54 2.4 3 0.33 368.5 2.40 243
22 BN70 & BN73 7.85 8.25 2.5 3 0.31 203.5 3.30 148
23 BN72 8.05 8.6 2.5 3 0.31 317 3.20 152
24 BN26 8.10 8.56 2.4 3 0.33 217.1 2.70 200
25 BN36 8.10 8.54 2.4 3 0.33 359.4 2.60 245
26 BN19 8.01 8.64 2.8 8 0.33 210.6 3.10 162
27 BN46 7.66 8.39 3.8 9 0.31 226.9 3.30 100
28 BN39 8.00 8.55 2.5 3 0.32 197.2 3.00 184
29 BN18 8.1 8.55 2.5 3 0.32 235.5 - 180
30 BN16 7.7 8.1 4.6 10 0.29 148.2 - 50

76
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisis Faktor – Faktor Penyebab Flyrock


Flyrock merupakan efek peledakan yang paling berbahaya baik untuk alat
dan juga manusia. Flyrock di lapangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

5.1.1 Jarak Antar Burden dan Antar Spasi


Parameter peledakan seperti burden dan spasi harus diperhitungkan terlebih
dahulu dengan memperhatikan diameter lubang ledak, karakteristik batuan, dan
perkiraan hasil fragmentasi.
Spasi yang lebih kecil dari burden akan menyebabkan energi antar lubang
dalam satu baris akan terkumpul dan menyebabkan energi ke arah free face depan
berkurang. Sehingga batuan akan cenderung terlempar ke free face atas dan
berpotensi menyebabkan cratering. Berikut adalah grafik hubungan jarak antar
burden dengan lemparan maksimum aktual dan grafik hubungan jarak antar spasi
dengan lemparan maksimum aktual (Gambar 5.1.).

Gambar 5.1.
Grafik Hubungan Jarak Antar Burden dengan Lemparan Aktual

77
Seperti yang terlihat pada gambar 5.1. jarak antar burden mempunyai
hubungan yang berbanding lurus dengan lemparan maksimum flyrock. Hubungan
keduanya mempunyai koefisien korelasi (r) 0,6653 artinya lemparan maksimum
batuan memiliki korelasi positif dan nilai yang kuat dengan jarak antar burden.
Sedangkan (R²) = 0,509 atau 50,9 % adalah besarnya pengaruh naik turunnya
jarak antar burden terhadap lemparan flyrock maksimum, sedangkan 49,1 %
disebabkan oleh faktor lain.

Gambar 5.2.
Grafik Hubungan Jarak Antar Spasi dengan Lemparan Aktual
Seperti yang terlihat pada gambar 5.2. jarak antar spasi mempunyai
hubungan yang berbanding lurus dengan lemparan maksimum flyrock. Hubungan
keduanya mempunyai koefisien korelasi (r) 0,6558 artinya lemparan maksimum
batuan memiliki korelasi positif dan nilai yang sedang dengan jarak antar spasi.
Seadangkan (R²) = 0,5456 atau 54,56 % adalah besarnya pengaruh naik turunnya
jarak antar spasi terhadap lemparan flyrock maksimum, sedangkan 45,44 %
disebabkan oleh faktor lain.

5.1.2 Burden Awal


Penggunaan lubang vertikal biasanya menyebabkan variasi dalam beban di
bagian atas dan bawah jenjang. Baris pertama biasanya dekat dengan crest. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya blow out dan dapat mengakibatkan flyrock.

78
Burden awal yang terlalu kecil akan berpotensi menyebabkan flyrock
dengan mekanisme face burst. Berikut hubungan burden awal terhadap lemparan
maksimum flyrock (lihat Gambar 5.3.).

Gambar 5.3.
Grafik Hubungan Burden Awal dengan Lemparan Maksimum Batuan
Seperti yang terlihat pada Gambar 5.3. panjang jarak burden awal
mempunyai hubungan terbalik dengan lemparan maksimum batuan. Hubungan
keduanya mempunyai koefisien korelasi (r) -0,7916 artinya lemparan maksimum
batuan memiliki korelasi negatif dan hubungan yang kuat dengan burden awal.
Seadangkan (R²) = 0,6451 atau 64,51 % adalah besarnya pengaruh naik turunnya
jarak burden awal terhadap lemparan flyrock maksimum, sedangkan 35,49 %
disebabkan oleh faktor lain.
Faktor lain jarak burden awal yang terlalu pendek sangat berpotensi
flyrock sehingga perlu perhatian dalam menentukan letak lubang ledak pada
burden awal.

5.1.3 Tinggi Stemming


Semakin dangkal kolom stemming, maka potensi lemparan flyrock akan
semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kelebihan pengisian bahan
peledak sehingga kolom stemming menjadi lebih dangkal. Selain itu pada kondisi
lubang ledak basah diharuskan menggunakan material stemming crushed

79
limestone karena jika material stemming yang digunakan adalah drill cutting akan
terjadi penurunan tinggi stemming, dan berpotensi terjadinya rifling. Berikut
hubungan tinggi stemming terhadap lemparan maksimal flyrock (Gambar 5.4.)

Gambar 5.4.
Grafik Hubungan Tinggi stemming dengan Lemparan Maksimum Aktual
Seperti yang terlihat pada gambar 5.4. tinggi stemming mempunyai
hubungan terbalik dengan lemparan maksimum batuan. Hubungan keduanya
mempunyai koefisien korelasi (r) -0,8243 artinya lemparan maksimum batuan
memiliki korelasi negatif dan hubungan yang sangat kuat dengan tinggi
stemming. Seadangkan (R²) = 0,7729 atau 77,29 % adalah besarnya pengaruh
naik turunnya tinggi stemming terhadap lemparan flyrock maksimum, sedangkan
22,71% disebabkan oleh faktor lain.
Faktor lain seperti kontrol terhadap tinggi stemming harus benar-benar
dilakukan dan lubang ledak harus tertutup rapat/padat oleh stemming agar
meminimalisir terjadinya flyrock.

5.1.4 Powder Factor


Jumlah pemakaian bahan peledak sangat memepengaruhi terhadap
fragmentasi batuan hasil peledakan. Secara umum, powder factor dapat
dihubungkan dengan unit produksi pada operasi peledakan. Dengan powder factor
dapat diketahui konsumsi bahan peledak yang digunakan. Nilai powder factor

80
dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan, pola peledakan,
struktur geologi batuan dan karakteristik massa batuan itu sendiri.
Bila pengisian bahan peledak terlalu banyak maka akan mengakibatkan
jarak stemming akan kecil sehingga mengakibatkan terjadinya flyrock dan ledakan
tekanan udara (airblast).

Gambar 5.5.
Grafik Hubungan Powder Factor dengan Lemparan Maksimum Aktual
Seperti yang terlihat pada gambar 5.5. powder factor mempunyai
hubungan yang berbanding lurus dengan lemparan maksimum flyrock. Hubungan
keduanya mempunyai koefisien korelasi (r) 0,839 artinya lemparan maksimum
batuan memiliki korelasi positif dan nilai yang sangat kuat dengan powder factor.
Seadangkan (R²) = 0,7729 atau 77,29 % adalah besarnya pengaruh naik turunnya
nilai powder factor terhadap lemparan flyrock maksimum, sedangkan 37,51 %
disebabkan oleh faktor lain.

5.1.5 Kedalaman Lubang Ledak


Peledakan lubang ledak dangkal akan sangat susah dalam pengontrolan
flyrock. Jika diameter yang digunakan tetap dan burden spasi juga tetap, lubang
ledak pendek akan sangat berat dalam menghancurkan batuan. Hal ini memicu
tekanan lebih cenderung ke arah atas stemming. Dengan kondisi seperti itu,

81
penggunaan isian yang tidak terkontrol justru meningkatkan potensi flyrock
cratering. Sesuai dengan kondisi lapangan, pada lubang ledak dangkal yang
terletak pada posisi expose seringkali dilakukan pengisian bahan peledak berlebih
sehingga mengakibatkan potensi flyrock.(Gambar 5.6.)

Gambar 5.6.
Grafik Hubungan Kedalaman Lubang dengan Lemparan Maksimum Aktual
Seperti yang terlihat pada gambar 5.6. kedalaman lubang ledak
mempunyai hubungan yang berbanding terbalik dengan lemparan maksimum
batuan. Hubungan keduanya mempunyai koefisien korelasi (r) -0,6995 artinya
lemparan maksimum flyrock memiliki korelasi negatif dan hubungan yang kuat
dengan kedalam lubang. Seadangkan (R²) = 0,4697 atau 46,97 % adalah besarnya
pengaruh dangkal dan dalamnya lubang peledakan terhadap lemparan flyrock
maksimum adalah 46,97 % sedangkan 53,03 % disebabkan oleh faktor lain.

5.1.6 Rata – Rata Isian Perlubang Ledak


Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian
dasarnya. Kegiatan peledakan menggunakan bahan peledak Fortis. Fortis
merupakan campuran antara emulsi dengan ANFO dengan presentase emulsi 55%
dan ANFO 45%. Fortis digunakan pada semua jenis kondisi lubang ledak baik

82
kering maupun basah, dengan berat jenisnya 1,18 gr/cc. Kecepatan bahan peledak
ini sekitar 5500 m/s.
Dalam setiap lokasi peledakan pengisisan Fortis memiliki kebutuhan yang
berbeda berdasarkan kedalaman lubang dan luasnya lokasi peledakan. Semakin
dalam lubang ledak dan semakin luas lokasi peledakan maka semakin banyak
isiannya. Berikut adalah grafik hubungan rata – rata isian perlubang dengan
lemparan aktual (gambar 5.7.)

Gambar 5.7.
Grafik Hubungan Rata – Rata Isian Perlubang Ledak dengan Lemparan
Maksimum Aktual
Seperti yang terlihat pada gambar 5.7. rata – rata isian perlubang
mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan lemparan maksimum
batuan. Hubungan keduanya mempunyai koefisien korelasi (r) 0,7284 artinya
lemparan maksimum flyrock memiliki korelasi positif dan hubungan yang kuat
dengan rata-rata isian perlubang ledak. Seadangkan (R²) = 0,4887 atau 48,87 %
adalah besarnya pengaruh naik turunnya rata-rata isian perlubang ledak terhadap
lemparan flyrock maksimum, sedangkan 51,13 % disebabkan oleh faktor lain.

83
5.1.7 Material Stemming
Material stemming pada pit Bendili adalah material hasil pengeboran (drill
cutting) yang berukuran halus dan crushed limestone. Pada kondisi lubang kering,
proses stemming dengan crushed limestone akan sangat baik sebagai material
stemming, namun karena jumlahnya yang terbatas dapat menggunakan alternatif
lain yaitu drill cutting. Penggunaan material drill cutting dapat dipadatkan dengan
baik jika dalam kondisi kering. Sehingga energi peledakan efektif dan tidak
cenderung ke atas atau tidak terjadi riffling. Oleh karena itu didapatkan rata – rata
lemparan flyrock mencapai 151,3 meter.
Pada kondisi lubang basah diharuskan menggunakan material stemming
crushed limestone, karena jika pada kondisi lubang basah, proses pengerjaan
stemming dengan hasil drill cutting akan sangat sulit untuk dipadatkan. Dengan
material drill cutting yang menjadi lumpur maka dikawatirkan terjadi riffling.
Apabila terjadi riffling justru menghasilkan lemparan flyrock yang tidak jauh yaitu
kurang dari 100 m, karena flyrock hanya terlempar lurus ke atas mengikuti arah
kemiringan lubang ledak.

5.2 Arah Jatuhnya Lemparan Aktual Flyrock


Dalam suatu aktifitas peledakan salah satu yang harus diperhatikan adalah
terdapatnya ruang bebas yang dengan mudah batuan dapat bergerak atau
berpindah yang akan menciptakan ruang bebas baru, sehingga peledakan pada
baris berikutnya akan memudahkan batuan untuk bergerak.
Suatu peledakan yang memiliki satu freeface akan menyebabkan
pergerakan batuan relatif ke arah atas. Dalam peledakan seperti ini harus dibuat
peledakan awal sebagai pembuat free face. Jumlah baris yang banyak akan
mempengaruhi gelombang dan kecepatan explosive menghancurkan dan
melemparkan batuan. Proses Kecepatan penghancuran dan penimpukan pada
suatu baris akan segera diikuti oleh baris berikutnya, sehingga beban lubang pada
baris berikutnya akan semakin berat. Pada lokasi yang memiliki satu free face,
flyrock sering terjadi di baris bagian akhir. Sedangkan untuk lokasi yang memiliki
dua free face lemparan cenderung kearah muka jenjang. Berikut adalah peta
peledakan beserta lokasi jatuhnya flyrock (Gambar 5.10.) dan (Gambar 5.11.)

84
Gambar 5.8.
Peta Lokasi Peledakan Pit Bendili BN 39

85
Gambar 5.9.
Peta Lokasi Peledakan Pit Bendili BN 86 dan BN 87

86
5.3 Lemparan Maksimum Secara Teoritis dan Aktual
Perhitungan jarak lemparan flyrock yang dilakukan di Pit Bendili
dilakukan secara teoritis dan aktual (tabel 5.1) dengan berorientasi pada jarak
antar spasi, jarak antar burden, tinggi stemming minimum, kedalaman lubang
minimum, powder factor, rata – rata isian perlubang ledak dan jarak burden awal.
Untuk perhitungan teoritis Ebrahim Ghasemi menggunakan rumus yang sudah
disesuaikan nilai konstantanya (Lampiran D).
Tabel 5.1.
Lemparan Secara Teoritis dan Aktual
Perkiraan Jarak Lemparan Teoritis (m) Jarak
Richard dan Moore Lemparan
No Lokasi Ebrahim
Ludborg Maksimum
Face Burst Cratering Ghasemi Aktual (m)
1 BN05 153.28 208.20 146.30 193.18 179
2 BN20 169.08 208.20 157.56 187.78 229
3 BN86 & BN87 - 98.55 135.05 121.84 141
4 BN64 72.55 78.07 101.29 105.93 104
5 BN16 72.55 55.17 101.29 86.04 88
6 BN07 & BN14 107.03 187.24 123.80 187.55 152
7 BN25 116.55 116.55 112.54 147.81 168
8 BN18 169.08 139.45 157.56 156.27 200
9 BN76 - 153.28 112.54 145.27 152
10 BN15 139.45 78.07 101.29 124.49 122
11 BN27 & BN28 107.03 139.45 146.30 129.14 152
12 BN53 139.45 98.55 123.80 134.45 152
13 BN62 127.29 78.07 101.29 139.35 122
14 BN19 169.08 187.24 146.30 165.79 163
15 BN06 169.08 116.55 123.80 163.20 173
16 BN74 - 27.89 101.29 45.30 40
17 BN70 84.18 169.08 112.54 151.84 115
18 BN61 & BN63 90.97 169.08 123.80 151.89 130
19 BN18 139.45 98.55 123.80 125.96 141
20 BN55 107.03 187.24 135.05 180.80 152
21 BN60 & BN50 208.20 208.20 146.30 210.93 243
22 BN70 & BN73 90.97 187.24 123.80 162.02 148
23 BN72 98.55 187.24 123.80 189.99 152
24 BN26 153.28 208.20 146.30 193.24 200
25 BN36 169.08 208.20 146.30 210.03 245
26 BN19 107.03 139.45 146.30 191.87 162

87
Lanjutan Tabel 5.1.
Perkiraan Jarak Lemparan Teoritis (m) Jarak
Lemparan
No Lokasi
Richard dan Moore Ebrahim Maksimum
Ludborg Aktual (m)
Face Burst Cratering Ghasemi
27 BN46 90.97 63.04 123.80 95.16 100
28 BN39 116.55 187.24 135.05 171.59 184
29 BN18 - 153.28 135.05 179.83 180
30 BN16 - 38.36 101.29 58.91 50

Dari 30 kali pengamatan lemparan aktual flyrock di Pit Bendili, semuanya


tidak ada yang mencapai jarak 300 m dari lokasi peledakan. Rata-rata lemparan
maksimum flyrock selama pengamatan adalah 151,3 m dan paling jauh 245 m.
Untuk sebaran lemparan aktual flyrock lihat tabel 5.2.
Tabel 5.2
Sebaran Lemparan Aktual flyrock

No. Skala Lemparan Persentase (%)


1 ≤ 150 m 40%
2 151 ~ 200 50%
3 201 ~ 250 10%
4 ≥ 251 0%

Begitu juga untuk perkiraan lemparan maksimum toritis. Lemparan


maksimum aktual menurut teori Richard dan More (persamaan 3.15 dan
persamaan 3.16) sejauh 208,2 m untuk face burst dan 208,2 m untuk cratering.
Menurut Ludborg (persamaan 3.12) lemparan maksimum aktual sejauh 157,56 m
dan menurut Ebrahim Ghasemi (lampiran D) sejauh 210,93 m.

5.4 Analisis Prediksi Lemparan Maksimum Flyrock


Prediksi teoritis untuk memperkirakan lemparan maksimum flyrock
menurut Richard dan Moore (persamaan 3.4 dan persamaan 3.5) ini melibatkan
unsur konstanta (k), kecepatan gravitasi (m/s²), berat isian bahan peledak per
meter (kg) dan jarak awal burden (m) dan tinggi stemming (m) dengan nilai
konstata (k) untuk overburden batubara adalah 13,5. Ludborg melibatkan unsur
powder factor (kg/m³) dan diameter lubang bor (m). Menurut Ebrahim Ghasemi

88
melibatkan jarak antar spasi (m), jarak antar burden (m), tinggi stemming (m),
kedalaman lubang (m), powder factor (kg/m³) dan rata – rata isian perlubang
ledak (kg). Untuk melihat seberapa besar selisih perhitungan prediksi flyrock
dengan hasil aktual di lapangan maka dilakukan percobaan perhitungan dan
pengamatan sebanyak 30 kali. Dari hasil perhitungan standar deviasi antara
prediksi lemparan maksimum flyrock dan lemparan maksimum flyrock aktual
(lihat Lampiran F), didapatkan hasil seperti di bawah ini. (Gambar 5.12.)

Gambar 5.10.
Standar Deviasi Prediksi dengan Aktual Lemparan Maksimum
Seperti terlihat pada grafik di atas, standar deviasi dari prediksi lemparan
maksimum flyrock dan lemparan maksimum flyrock aktual pada teori Richard dan
Moore pada rumus face burst adalah 41,32 m dan pada rumus cratering adalah
36,59 m, pada teori Ludborg adalah 42,99 m dan pada teori Ebrahim Ghasemi
adalah 22,86 m. Untuk lebih detailnya, dapat juga dihitung persen error terhadap
jarak lemparan maksimum aktual setiap lokasi peledakan (Tabel 5.3.)
Tabel 5.3.
Persen Error Lemparan Maksimum Teoritis
Error (%)
Richard dan Moore
No Lokasi Ebrahim
Ludborg
Face Burst Cratering Ghasemi

1 BN05 14.37 16.31 18.27 7.92


2 BN20 26.16 9.08 31.20 18.00

89
Lanjutan Tabel 5.3.
Error (%)
No Lokasi Richard dan Moore Ebrahim
Ludborg
Face Burst Cratering Ghasemi
3 BN86 & BN87 - 30.11 4.22 13.59
4 BN64 30.24 24.94 2.61 1.86
5 BN16 17.55 37.31 15.10 2.22
6 BN07 & BN14 29.59 23.18 18.56 23.39
7 BN25 30.62 30.62 33.01 12.02
8 BN18 15.46 30.27 21.22 21.87
9 BN76 - 0.84 25.96 4.43
10 BN15 14.30 36.01 16.98 2.04
11 BN27 & BN28 29.59 8.26 3.75 15.04
12 BN53 8.26 35.17 18.56 11.55
13 BN62 4.34 36.01 16.98 14.22
14 BN19 3.73 14.87 10.24 1.71
15 BN06 2.26 32.63 28.44 5.67
16 BN74 - 30.28 153.22 13.24
17 BN70 26.80 47.03 2.14 32.04
18 BN61 & BN63 30.02 30.07 4.77 16.84
19 BN18 1.10 30.11 12.20 10.67
20 BN55 29.59 23.18 11.15 18.95
21 BN60 & BN50 14.32 14.32 39.79 13.20
22 BN70 & BN73 38.53 26.51 16.35 9.47
23 BN72 35.17 23.18 18.56 24.99
24 BN26 23.36 4.10 26.85 3.38
25 BN36 30.99 15.02 40.28 14.27
26 BN19 33.93 13.92 9.69 18.44
27 BN46 9.03 36.96 23.80 4.84
28 BN39 36.66 1.76 26.60 6.74
29 BN40 - 14.84 24.97 0.09
30 BN41 - 23.28 102.57 17.81
Rata - rata 21.44 23.34 25.93 12.02

Dari persen error dapat dilihat bahwa teori Ebrahim Ghasemi yang sudah
diubah konstantanya adalah yang paling mendekati dengan lemparan maksimum
aktual dengan 12,02 %, diikuti face burst 21,44 %, cratering 23,34 % dan
Ludborg dengan 25,93 %. Oleh karena itu, digunakan persamaan yang paling
mendekati lemparan terjauh flyrock aktual yaitu teori dari Ebrahim Ghasemi yang
sudah diubah konstantanya.

90
5.5 Variasi Isian dan Stemming
Menggunakan data stemming dan isian bahan peledak dari loading sheet
(Lampiran I)yang sudah ada di PT Kaltim Prima Coal, dengan mengacu pada teori
Livingston (1956) (lihat Gambar 3.13.) tentang skala pengisian (scaled depth of
burial) dengan persamaan (3.24.) yang dikembangkan Richard Taylor (2010)
dengan persamaan (3.25.). Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.4 di bawah ini.
Tabel 5.4.
Scaled Depth of Burial Berdasarkan Skala Pengisian (Richard Taylor, 2010)

Explosives Richard Taylor


Depth Length of
Blasthole mass per D - distance
of Stemming 10 SD - scaled
No diameter m of from surface
Hole (m) diameters W^1/3 depth of
(m) blasthole to center of
(m) (m) burial
(kg/m) crater charge

1 3 2.5 0.2 36.93 0.5 2.64 2.75 1.04


2 4 3 0.2 36.93 1 3.33 3.5 1.05
3 5 3.5 0.2 36.93 1.5 3.81 4.25 1.11
4 6 4 0.2 36.93 2 4.20 5 1.19
5 9 4.5 0.2 36.93 2 4.20 5.5 1.31
6 9.5 5 0.2 36.93 2 4.20 6 1.43

Dari tabel di atas didapatkan bahwa range skala kedalaman penanamannya


adalah 1,04~1,43. Dilihat dari “Skala Pengisian Berdasarkan Perbedaan Lubang
Ledak” (Gambar 3.15.), range 1,04~1,43 ini termasuk ke dalam skala yang bagus.
Yaitu menghasilkan ledakan dengan flyrock yang pendek, noise yang kecil,
fragmentasi yang bagus, airblast yang sedang, dan pengangkatan material yang
maksimum.

5.6 Kajian Pengurangan Radius Aman Alat


5.6.1 Penentuan Jarak Terjauh Lemparan Flyrock pada Kondisi Peledakan
Semula
Dengan tidak mengubah kondisi peledakan, dari hasil pengamatan di
lapangan seperti yang diuraikan di Sub Bab 5.3 didapatkan hasil bahwa jarak
maksimum lemparan flyrock aktual adalah 145 m atau dibulatkan menjadi 150 m,
didapatkan jarak terjauh lemparan flyrock yang dimungkinkan terjadi pada
peledakan, yaitu 150 m.

91
5.6.2 Penentuan Safety Factor Maksimum

Gambar 5.11.
Grafik Hubungan Tinggi Stemming dan Lemparan Flyrock
Dengan menggunakan rumus Ebrahim Ghasemi diperoleh grafik hubungan
jarak antar spasi, jarak antar burden, tinggi stemming, kedalaman lubang, powder
factor dan rata – rata isian perlubang ledak terhadap lemparan maksimum flyrock
seperti terlihat di atas (Gambar 5.13).
Dari grafik tersebut penulis akan menentukan safety factor berdasarkan
tinggi stemming minimum dan jarak terjauh lemparan flyrock.
Untuk tinggi stemming minimum angkanya adalah 2,5 m. Untuk jarak
terjauh lemparan flyrock adalah 250 m. Apabila kedua nilai ini dimasukkan ke
dalam grafik, maka didapatkan safety factor 1,4. Safety factor 1,4 inilah yang akan

92
penulis pakai sebagai safety factor maksimum untuk melakukan perhitungan
radius aman alat.

5.6.3 Pengubahan Kondisi Peledakan untuk Mengurangi Jarak Terjauh


Lemparan Flyrock
Mengingat adanya keinginan dari pihak PT. Kaltim Prima Coal untuk
mengurangi standar radius aman dari 300 m ke 200 m, maka penulis mencoba
membuat acuan dengan menetapkan lemparan maksimum 200 m, lalu mengubah
kondisi peledakan yang mempengaruhi jarak lemparan flyrock, dan melakukan
trial.
Berdasarkan Gambar 5.13, dengan menarik garis dari sumbu y pada
lemparan maksimum 200 m ke kurva biru, yaitu safety factor 1,4 m, maka
didapatlah tinggi stemming minimum 2,85 m yang dibulatkan menjadi 3 m.
Dalam hal ini, jarak antar burden 8 m, jarak antar spasi 8,5 m, diameter lubang 0,2
m, powder factor 0,29 kg/m³ dan isian rata–rata perlubang 232 kg. Kemudian
untuk mempermudah penentuan jarak burden awal pada lokasi yang memiliki free
face sebagai gantinya dapat digunakan tinggi stemming minimum yaitu 3 m.
Jadi, penulis merekomendasikan untuk melakukan trial dengan kondisi :
1. Tinggi stemming minimum 3 m
2. Jarak burden awal 3m
Dengan melihat loading sheet yang diterapkan selama pengamatan maka
untuk lubang kedalaman 3 m perlu dikaji ulang karena tinggi stemming-nya
dibawah 3 m yaitu 2,5 m (Lihat Gambar 5.12). Pada lubang 4 m masih dapat
dilakukan pengisian bahan peledak, namun pada lubang 3 m untuk menghindari
flyrock yang terlempar hingga jarak 200 m dari lokasi peledakan maka penulis
memberi rekomendasi untuk tidak melakukan pengisian pada lubang tersebut.
Tetapi untuk mendapatkan fragmentasi yang optimal di sekitar lubang 3 m maka
alternatif yang dapat dilakukan adalah merencanakan pemboran agar row lubang
terakhir sebelum ke level tujuan ditambah 3 m kedalaman (Lihat Gambar 5.13).
Berdasarkan hal ini, peledakan selanjutnya lubang 3 m tidak perlu ada lagi.

93
Gambar 5.12.
Awal Standar Geometri Peledakan

Gambar 5.13.
Rekomendasi Geometri Peledakan

94
5.7 Percobaan (Trial)
Setelah didapatkan rekomendasi jarak burden dan tinggi stemming minimum,
maka selanjutnya dilakukan trial (percobaan). Kegiatan trial dilakukan sebanyak
lima kali dalam kurun waktu 31 Juli ~ 5 Agustus 2014 (Tabel 5.5.), dengan
menempatkan semua alat pada jarak 200 m dari lokasi peledakan dengan
menggunakan jarak burden dan tinggi stemming yang sesuai rekomendasi. Pada
trial ini dilakukan proses yang hampir sama dengan proses pengambilan data.
Tetapi penanganan pada lokasi trial sedikit berbeda, mulai dari penandaan
kedalaman lubang, pengawasan terhadap pengisian Fortis, hingga penggunaan
material stemming.
Tabel 5.5.
Hasil Trial
Powder Factor

Perlubang (kg)
Stemming (m)

Jarak Burden

Teoritis (m)
Lubang (m)
Jarak Antar

Jarak Antar
Burden (m)

Kedalaman

Maksimum

Maksimum
Aktual (m)
Lemparan

Lemparan
Rata-Rata
Spasi (m)

Awal (m)

(kg/m³)
Lokasi

Tinggi

Isian
No

1 BN72 7.98 8.59 3 3 4 0.29 213.17 131.23 136


2 BN27 8.1 8.55 3 3 4 0.29 238.62 135.72 130
3 BN61 7.87 8.54 4 - 9 0.28 177.20 87.84 81
4 BN21 7.8 8.2 5 3.1 10 0.28 62.16 43.92 48
5 BN20 8.05 8.5 3 3 4 0.29 249.23 134.65 125

Sesuai dengan rekomendasi (lihat Gambar 5.13.) maka didapatkan persen


kesalahan tiap lokasi peledakan (lihat Gambar 5.14.)

Gambar 5.14.
Persen Kesalahan

95
Dari kegiatan trial diketahui koreksi kesalahan terbesar adalah 8,5% dan
koreksi kesalahan terkecil adalah 3,51%. Dengan mempertimbangkan toleransi
kesalahan 10%, dimana selisih lemparan maksimum aktual maksimal 10% dari
lemparan prediksi maka data di atas tidak perlu koreksi perhitungan.

5.8 Kajian Penentuan Radius Aman Alat


5.8.1 Radius Aman Alat pada Kondisi Peledakan Semula
Seperti yang diuraikan di Sub Bab 5.3 bahwa, berdasarkan pendataan oleh
penulis, dari 30 kali pengamatan lemparan flyrock aktual di Pit Bendili, semua
lemparan angkanya lebih kecil dari standar radius aman alat yang ditetapkan oleh
PT Kaltim Prima Coal yaitu 300 m. Dari data tersebut diketahui bahwa rata-rata
lemparan flyrock adalah 151,3 m dan paling jauh 245 m, dengan sebaran lemparan
terbanyak adalah dengan skala 151 m ~ 200 m (50%), dan sebaran lemparan
dengan skala 201 m ~250 m hanya sebesar 10%.
Jadi, berdasarkan pengamatan tersebut, jarak terjauh lemparan flyrock yang
dimungkinkan terjadi, adalah 245 m (jarak lemparan maksimum flyrock aktual)
atau dibulatkan menjadi 250 m.
Dengan demikian radius aman alat pada kondisi peledakan semula adalah
adalah 250 m.

5.8.2 Radius Aman Alat dengan Mengubah Kondisi Peledakan (Hasil Trial)
Dari kegiatan trial yang dilakukan dapat diketahui bahwa dengan
menggunakan data rekomendasi, didapatkan prediksi lemparan maksimum flyrock
yang mendekati lemparan maksimum flyrock aktual. Sehingga apabila
menggunakan jarak burden dan tinggi stemming minimum yang
direkomendasikan, yang dibarengi dengan pengawasan terhadap kegiatan
pengeboran dan peledakan, terutama pengisian bahan peledak ke lubang ledak
agar tidak terjadi overcharge, terbukti flyrock tidak akan terlempar lebih dari
200 m.
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa radius aman alat setelah kondisi
peledakannya diubah adalah 200 m.

96
5.8.3 Penentuan Exclusion Zone
Dengan prinsip bahwa untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat,
setiap lokasi peledakan safety factor yang dipakai tidak dipukul rata, melainkan
dapat disesuaikan dengan kondisi di lokasi tersebut. Yaitu terhadap satu lokasi
peledakan dilihat sebagai dua area berbeda, sesuai dengan kecenderungan arah
lemparan flyrock-nya. Area tertentu yang menjadi arah kecenderungan lemparan
flyrock, tetap memakai safety factor maksimum 1,4. Tetapi area tertentu yang
menjadi kebalikan dari kecenderungan lemparan flyrock, atau lemparan
flyrocknya pendek dapat memakai safety factor yang lebih kecil dari safety factor
minimum yaitu safety factor 1.
Berdasarkan hal tersebut, maka rekomendasi yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut.
a. Lokasi yang memiliki 2 free face
Pada lokasi ini, lemparan flyrock cenderung ke arah free face. Maka
rekomendasinya adalah (Gambar 5.15. dan Gambar 5.16.) :
• Di depan free face memakai safety factor 1,4.
• Di belakang free face mamakai safety factor 1.
Maximum Throw = 250 meter

FRONT OF FACE

BLAST

BEHIND

180 meter

Gambar 5.15.
Radius Aman Alat di Lokasi yang Memiliki 2 Free Face
dengan Kondisi Peledakan Semula

97
Maximum Throw = 200 meter

FRONT OF FACE

BLAST

BEHIND

140 meter

Gambar 5.16.
Radius Aman Alat Untuk Lokasi Lokasi yang Memiliki 2 Free Face
dengan Kondisi Peledakan yang Diubah

b. Lokasi yang memiliki 1 free face


Pada lokasi ini, lemparan flyrock cenderung terjadi di baris bagian akhir.
Maka berdasarkan arah peledakan rekomendasinya adalah (Gambar 5.19 dan
Gambar 5.20):
• Di depan lokasi peledakan memakai safety factor 1
• Di belakang lokasi peledakan mamakai safety factor 1,4

98
180 meter

FRONT

BLAST

BEHIND

Maximum Throw = 250 meter

Gambar 5.17.
Radius Aman Alat Untuk Lokasi yang Tidak Memiliki 1 Free Face
dengan Kondisi Peledakan Semula

140 meter

FRONT

BLAST

BEHIND

Maximum Throw = 200 meter

Gambar 5.18.
Radius Aman Alat Untuk Lokasi yang Tidak Memiliki 1 Free Face
dengan Kondisi Peledakan yang Diubah

99
Berikut adalah contoh pengaplikasian penentuan exclusion zone pada
lokasi peldakan (Gambar 5.19)

Gambar 5.19.
Peta Lokasi Trial Peledakan BN27

100
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, pengolahan data, dan analisis


hasil pengolahan data, maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

6.1. Kesimpulan
1. Dari 30 kali peledakan, lemparan maksimum flyrock aktual adalah 245 m dan
lemparan yang berjarak >200 m hanya terjadi dalam 3 kali peledakan atau
10% dari keseluruhan peledakan.
2. Untuk memprediksi jarak lemparan maksimum flyrock yang ada di loaksi
peledakan, menggunakan rumus dari Ebrahim Ghasemi karena memiliki
kesalahan relatif 12,02% dan penyimpangan sebesar 22,86 meter.
3. Hasil trial yang dilakukan sebanyak 5 kali menunjukkan bahwa jarak
lemparan flyrock maksimum adalah 136 m. Dengan demikian standar radius
aman alat dapat dikurangi dari 300 m menjadi 200 m.
4. Radius aman alat disesuaikan dengan exclusion zone yang berbeda sesuai
dengan kondisi lokasi peledakan.

6.2 Saran
1. Kontrol terhadap tinggi stemming dan jarak burden awal harus selalu
dilakukan agar sesuai dengan ketentuan.
2. Untuk setiap lokasi peledakan ditentukan exclusion zone-nya terlebih dahulu.
3. Penempatan alat disesuaikan dengan exclusion zone.

100
DAFTAR PUSTAKA

1. Bieniawski, Engineering Rock Mass Clasification, John Wiley & Sons, New
York, 1989.

2. Bhandari, S. 1997. Engineering Rock Blasting Operation,


Balkema/Rotterdam/Brookfield.

3. Ghasemi, Ibarhim. 2012. Development of an Empirical Model for Predicting


The Effects of Controllable Blasting Parameters on Flyrock Distance in
Surface Mines. International Journal of Rock Mechanic and Mining Sciences,
163-170.

4. Hustrulid, William. 1999. Blasting Principles for Open Pit Mining Vol. I:
General Design Concept. A. A. Balkema, Rotterdam, Brookfield.

5. Jimeno, C., Lopez, dkk. 1995. Drilling and Blasting of Rock, A. A. Balkema
Publisher, Rotterdam, Netherlands.

6. Richard, Alan B., Adrian J. Moore. 2005. Golden Pike Cut Back Fly Rock
Control and Calibration of a Predictive Model. Terrock Consulting Engineers,
Australia.

7. Rizqi Arianto Caesar Azeem. 2013. Kajian Batu Terbang Sebagai Acuan
Penentuan Radius Aman Alat Pada Peledakan Overburden Di Pit J PT. Kaltim
Prima Coal Sangatta Kalimantan Timur. Skripsi. Program Studi Teknik
Pertambangan. UPN “Veteran”, Yogyakarta.

8. Saptono, Singgih. 2012. Pengembangan Metode Analisis Stabilitas Lereng


Berdasarkan Karakterisasi Batuan di Tambang Terbuka Batubara. Desertasi.
Program Studi Rekayasa Pertambangan. ITB, Bandung.

9. Taylor, Richard. 2010. Macraes Phase III Vibration and Air Blast Assessment.
Orica Mining Service, New Zealand.

10. Walpole, Ronald E. 1993. “Pengantar Statistika Edisi 3”, Gramedia


Pustaka Tama, Jakarta.

104
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
PETA EVAKUASI PELEDAKAN

Gambar A.1.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 9 BN 86 dan BN 87

103
Gambar A.2.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 16 dan BN 64

104
Gambar A.3.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 07, BN 14, BN 28 dan
BN 25

105
Gambar A.4.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 9 BN 77 dan BN 76

106
Gambar A.5.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 27, BN 28, BN 15 dan
BN 10

107
Gambar A.6.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 6 BN 50, BN 70, BN 61 dan
BN 63

108
Gambar A.7.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 18, BN 07 dan BN 16

109
Gambar A.8.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 54, BN 65 dan BN 16

110
Gambar A.9.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 72, BN 73, BN 70, BN
42 dan BN 30

111
Gambar A.10.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 16, BN 17 dan BN 18

112
Gambar A.11.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 39, BN 30 dan BN 46

113
Gambar A.12.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 16, BN 18 dan BN 10

114
LOKASI TRIAL

Gambar A.13.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 27, BN 19 dan BN 72

115
Gambar A.14.
Peta Evakuasi Kegiatan Peledakan Pit Bendili Panel 7 BN 27, BN 19 ,BN 61, BN
21 dan BN 20

116
LAMPIRAN B
PENGUKURAN LEMPARAN AKTUAL FLYROCK

Tabel B.1
Data Pengukuran Lemparan Maksimum Flyrock Aktual

Koordinat Jatuhnya Lemparan Lemparan


Maksimum Flyrock Maksimum
No Tanggal Lokasi Flyrock
Easting Northing (m)
1 5 Juni 2014 BN05 96902,77 198562,57 179
2 5 Juni 2014 BN20 97345,91 198082,85 229
3 6 Juni 2014 BN86 & BN87 97620,31 196180,85 141
4 9 Juni 2014 BN64 97502,66 198152,48 104
5 9 Juni 2014 BN16 97015,62 197727,52 88
6 11 Juni 2014 BN07 & BN14 96660,54 198639,95 152
7 11 Juni 2014 BN25 97134,24 198468,1 168
8 14 Juni 2014 BN18 97053,82 197945,67 200
9 16 Juni 2014 BN76 97579,8 196177,20 152
10 17 Juni 2014 BN15 97105,24 197601,68 122
11 17 Juni 2014 BN27 & BN28 97132,59 197940,85 152
12 19 Juni 2014 BN53 97366,45 197703,23 152
13 19 Juni 2014 BN62 97340,64 197869,39 122
14 24 Juni 2014 BN19 96781,33 198712,47 163
15 24 Juni 2014 BN06 96648,72 198676,18 173
16 25 Juni 2014 BN74 97308,92 197745,68 40
17 26 Juni 2014 BN70 97651,28 199081,90 115
18 26 Juni 2014 BN61 & BN63 97718,61 199123,46 130
19 1 juli 2014 BN18 96898,28 198107,35 141
20 2 Juli 2014 BN55 97427,50 197851,43 152
21 4 Juli 2014 BN60 & BN50 97193,40 198888,77 243
22 8 Juli 2014 BN70 & BN73 97564,18 198273,83 148
23 8 Juli 2014 BN72 97218,68 198103,29 152
24 13 Juli 2014 BN26 97534,27 197598,85 200
25 13 Juli 2014 BN36 97344,68 197775,79 245
26 16 Juli 2014 BN19 96881,55 197789,37 162
27 22 Juli 2014 BN46 97318,76 197996,85 100
28 22 Juli 2014 BN39 97746,57 197386,1 184
29 24 Juli 2014 BN18 96705,4 198615,83 180
30 24 Juli 2014 BN16 96348,86 198298,17 50

117
Tabel B.2
Data Pengukuran Lemparan Maksimum Flyrock Aktual Pada Lokasi Trial
Koordinat Jatuhnya
Lemparan Maksimum Lemparan
No Tanggal Lokasi Flyrock Maksimum
Flyrock (m)
Easting Northing
1 31 Juli 2014 BN72 97103,73 198198,72 136
2 31 Juli 2014 BN27 96955,67 197974,31 130
3 1 Agustus 2014 BN61 97012,35 198885,76 82
4 1 Agustus 2014 BN21 97192,38 198995,21 48
5 1 Agustus 2014 BN20 97178,42 198865,52 125

118
LAMPIRAN C
PETA LEMPARAN AKTUAL FLYROCK
LAMPIRAN C
PETA LEMPARAN AKTUAL FLYROCK
LAMPIRAN D
PERHITUNGAN KONSTANTA FLYROCK DENGAN
ANALISIS DIMENSI

Pendekatan nilai konstanta rumus Ebrahi Ghasemi dilakukan untuk


mendapatkan jarak lemparan flyrock yang sesuai dengan kondisi aktual di Pit
Bendili sehingga prediksi lemparan maksimum flyrock mendekati lemparan
aktualnya. Persamaan untuk menghitung nilai kontanta flyrock adalah :

[F d (P/Q)1/3, B(P/Q)1/3, S(P/Q)1/3, S t (P/Q)1/3, H(P/Q)1/3, D(P/Q)1/3]= 0

Kemudian dirubah kedalam persamaan non linear berganda eksponensial,


sehingga persamaannya menjadi :

Ln[F d (P/Q)1/3] = lna + ln[B(P/Q)1/3]b + ln[S(P/Q)1/3]c + ln[S t (P/Q)1/3]d +


ln[H(P/Q)1/3]e + [D(P/Q)1/3]f
Keterangan :
F d = flyrock distance (m),
B = burden (m),
S = spasi (m),
S t = stemming (m),
H = kedalaman lubang ledak (m),
D = diameter lubang ledak (m),
P = powder factor (kg/m3),
Q = isian rata-rata per lubang ledak (kg)

Flyrock distance (Fd) didapat berdasarkan niali lemparan aktual terjauh. Jarak
burden (B) didapatkan dengan mengukur jarak rata-rata antar burden. Jarak spasi
(S) didapatkan dengan mengukur jarak rata-rata antar spasi. Tinggi stemming (St)
didapat dengan mengukur tinggi stemming minimum pada lokasi peledakan.
Kedalaman lubang ledak (H) diukur berdasarkan kedalaman rata-rata disetiap

124
lokasi peledakan. Diameter (D) lubang ledak sesuai dengan diameter bor. Powder
factor (pf) didapatkan berdasar penjumlahan bahan peledak yang digunakan
dibagi volume batuan yang diledakkan. Isian rata-rata perlubang ledak (Q)
dihitung dengan menjumlahkan total berat bahan peledak dubagi jumlah lubang
ledak.
Tabel D.1
Nilai Parameter Flyrock Rumus Ebrahim Ghasemi
No Fd B S St H D P Q P/Q (P/Q)1/3
1 179 8.10 8.55 2.4 3 0.2 0.330 218.500 0.002 0.115
2 229 8.10 8.54 2.4 3 0.2 0.340 192.300 0.002 0.121
3 141 8.09 8.48 3.2 4.8 0.2 0.320 237.100 0.001 0.111
4 104 7.66 8.39 3.5 8 0.2 0.290 175.500 0.002 0.118
5 88 7.87 8.54 4 9.5 0.2 0.290 145.700 0.002 0.126
6 152 8.05 8.6 2.5 3 0.2 0.310 293.900 0.001 0.102
7 168 7.90 8.45 3 6.5 0.2 0.300 200.400 0.001 0.114
8 200 8.10 8.56 2.8 4.5 0.2 0.340 205.400 0.002 0.118
9 152 7.85 8.25 2.7 3.2 0.2 0.300 245.200 0.001 0.107
10 122 8.03 8.48 3.5 8.6 0.2 0.290 250.000 0.001 0.105
11 152 8.08 8.46 2.8 3.3 0.2 0.330 135.800 0.002 0.134
12 152 8.11 8.49 3.2 5 0.2 0.310 366.000 0.001 0.095
13 122 8.19 8.39 3.5 11 0.2 0.290 271.000 0.001 0.102
14 163 8.01 8.64 2.5 3 0.2 0.330 153.000 0.002 0.129
15 173 7.98 8.59 3 7.7 0.2 0.310 215.800 0.001 0.113
16 40 7.7 8.1 5.2 10.5 0.2 0.290 139.400 0.002 0.128
17 115 8.05 8.32 2.6 3 0.2 0.300 172.600 0.002 0.120
18 130 8.03 8.48 2.6 3 0.2 0.31 159.4 0.002 0.125
19 141 8.09 8.48 3.2 5 0.2 0.31 256.8 0.001 0.106
20 152 8.05 8.6 2.5 3 0.2 0.32 244.8 0.001 0.109
21 243 8.1 8.54 2.4 3 0.2 0.33 368.5 0.001 0.096
22 148 7.85 8.25 2.5 3 0.2 0.31 203.5 0.002 0.115
23 152 8.05 8.6 2.5 3 0.2 0.31 317 0.001 0.099
24 200 8.1 8.56 2.4 3 0.2 0.33 217.1 0.002 0.115
25 245 8.1 8.54 2.4 3 0.2 0.33 359.4 0.001 0.097
26 162 8.01 8.64 2.8 8 0.2 0.33 210.6 0.002 0.116
27 100 7.66 8.39 3.8 9 0.2 0.31 226.9 0.001 0.111
28 184 8 8.55 2.5 3 0.2 0.32 197.2 0.002 0.118
29 180 8.1 8.55 2.5 3 0.2 0.32 235.5 0.001 0.111
30 50 7.7 8.1 4.6 10 0.2 0.29 148.2 0.002 0.125

125
Tabel D.2
Pendekatan Parameter Dimensional Untuk Flyrock
No Y(Fd(P/Q)1/3) X1(B(P/Q)1/3) X2(S(P/Q)1/3) X3(St(P/Q)1/3) X4(H(P/Q)1/3) X5(D(P/Q)1/3)
1 20.537 0.929 0.981 0.275 0.344 0.023
2 27.691 0.979 1.033 0.290 0.363 0.024
3 15.582 0.894 0.937 0.354 0.530 0.022
4 12.295 0.906 0.992 0.414 0.946 0.024
5 11.070 0.990 1.074 0.503 1.195 0.025
6 15.473 0.819 0.875 0.254 0.305 0.020
7 19.218 0.904 0.967 0.343 0.744 0.023
8 23.659 0.958 1.013 0.331 0.532 0.024
9 16.257 0.840 0.882 0.289 0.342 0.021
10 12.819 0.844 0.891 0.368 0.904 0.021
11 20.435 1.086 1.137 0.376 0.444 0.027
12 14.381 0.767 0.803 0.303 0.473 0.019
13 12.479 0.838 0.858 0.358 1.125 0.020
14 21.060 1.035 1.116 0.323 0.388 0.026
15 19.520 0.900 0.969 0.338 0.869 0.023
16 5.106 0.983 1.034 0.664 1.340 0.026
17 13.827 0.968 1.000 0.313 0.361 0.024
18 16.227 1.002 1.058 0.325 0.374 0.025
19 15.013 0.861 0.903 0.341 0.532 0.021
20 16.620 0.880 0.940 0.273 0.328 0.022
21 23.422 0.781 0.823 0.231 0.289 0.019
22 17.029 0.903 0.949 0.288 0.345 0.023
23 15.087 0.799 0.854 0.248 0.298 0.020
24 22.996 0.931 0.984 0.276 0.345 0.023
25 23.813 0.787 0.830 0.233 0.292 0.019
26 18.816 0.930 1.004 0.325 0.929 0.023
27 11.096 0.850 0.931 0.422 0.999 0.022
28 21.622 0.940 1.005 0.294 0.353 0.024
29 19.937 0.897 0.947 0.277 0.332 0.022
30 6.254 0.963 1.013 0.575 1.251 0.025
jumlah 483.152 25.307 26.845 9.352 16.289 0.633

126
Tabel D.3
Hasil Parameter Dimensional Untuk Flyrock

No Y X1 X2 X3 X4 X5 x1.x2 x1.x3 x1.x4 x1.x5 x2.x3 x2.x4 x2.x5 x3.x4 x3.x5 x4.x5
1 3.022 -0.073 -0.019 -1.290 -1.067 -3.775 0.001 0.095 0.078 0.277 0.025 0.020 0.073 1.375 4.868 4.026
2 3.321 -0.021 0.032 -1.237 -1.014 -3.722 -0.001 0.026 0.021 0.077 -0.040 -0.033 -0.120 1.254 4.605 3.774
3 2.746 -0.112 -0.065 -1.039 -0.634 -3.812 0.007 0.116 0.071 0.427 0.067 0.041 0.248 0.659 3.963 2.417
4 2.509 -0.099 -0.008 -0.882 -0.056 -3.745 0.001 0.087 0.006 0.371 0.007 0.000 0.030 0.049 3.304 0.209
5 2.404 -0.010 0.072 -0.687 0.178 -3.683 -0.001 0.007 -0.002 0.037 -0.049 0.013 -0.264 -0.122 2.529 -0.656
6 2.739 -0.199 -0.133 -1.369 -1.186 -3.894 0.026 0.273 0.236 0.775 0.182 0.158 0.518 1.623 5.329 4.619
7 2.956 -0.101 -0.034 -1.069 -0.296 -3.778 0.003 0.108 0.030 0.382 0.036 0.010 0.128 0.317 4.040 1.119
8 3.164 -0.043 0.013 -1.105 -0.631 -3.744 -0.001 0.047 0.027 0.160 -0.014 -0.008 -0.047 0.697 4.137 2.361
9 2.789 -0.175 -0.125 -1.242 -1.072 -3.845 0.022 0.217 0.187 0.672 0.155 0.134 0.481 1.332 4.776 4.122
10 2.551 -0.170 -0.115 -1.000 -0.101 -3.863 0.020 0.170 0.017 0.656 0.115 0.012 0.446 0.101 3.864 0.391
11 3.017 0.083 0.129 -0.977 -0.813 -3.616 0.011 -0.081 -0.067 -0.299 -0.126 -0.105 -0.466 0.794 3.533 2.939
12 2.666 -0.265 -0.219 -1.195 -0.749 -3.967 0.058 0.316 0.198 1.051 0.262 0.164 0.869 0.894 4.740 2.970
13 2.524 -0.177 -0.153 -1.027 0.118 -3.889 0.027 0.182 -0.021 0.689 0.157 -0.018 0.595 -0.121 3.995 -0.459
14 3.047 0.034 0.110 -1.130 -0.948 -3.656 0.004 -0.039 -0.033 -0.125 -0.124 -0.104 -0.402 1.071 4.131 3.465
15 2.971 -0.105 -0.031 -1.083 -0.141 -3.791 0.003 0.114 0.015 0.398 0.034 0.004 0.118 0.152 4.107 0.533
16 1.630 -0.017 0.033 -0.410 0.293 -3.668 -0.001 0.007 -0.005 0.063 -0.014 0.010 -0.123 -0.120 1.503 -1.075
17 2.627 -0.033 0.000 -1.163 -1.020 -3.728 0.000 0.038 0.033 0.122 0.000 0.000 -0.001 1.186 4.335 3.801
18 2.787 0.002 0.057 -1.125 -0.982 -3.690 0.000 -0.003 -0.002 -0.009 -0.064 -0.056 -0.210 1.105 4.153 3.625
19 2.709 -0.149 -0.102 -1.077 -0.630 -3.849 0.015 0.161 0.094 0.574 0.110 0.064 0.393 0.679 4.144 2.427
20 2.811 -0.128 -0.062 -1.297 -1.115 -3.823 0.008 0.166 0.142 0.488 0.080 0.069 0.235 1.446 4.958 4.261
21 3.154 -0.248 -0.195 -1.464 -1.241 -3.949 0.048 0.362 0.307 0.977 0.285 0.241 0.768 1.816 5.781 4.900
22 2.835 -0.102 -0.052 -1.246 -1.064 -3.772 0.005 0.127 0.108 0.384 0.065 0.055 0.196 1.325 4.700 4.012
23 2.714 -0.224 -0.158 -1.394 -1.211 -3.919 0.036 0.313 0.272 0.879 0.221 0.192 0.620 1.688 5.463 4.748
24 3.135 -0.071 -0.016 -1.288 -1.064 -3.772 0.001 0.092 0.076 0.268 0.020 0.017 0.060 1.370 4.857 4.015
25 3.170 -0.239 -0.186 -1.456 -1.232 -3.940 0.045 0.348 0.295 0.942 0.271 0.230 0.734 1.794 5.736 4.856
26 2.935 -0.072 0.004 -1.123 -0.073 -3.762 0.000 0.081 0.005 0.272 -0.004 0.000 -0.013 0.082 4.226 0.276
27 2.407 -0.163 -0.072 -0.864 -0.001 -3.808 0.012 0.140 0.000 0.619 0.062 0.000 0.272 0.001 3.288 0.005
28 3.074 -0.062 0.005 -1.225 -1.043 -3.751 0.000 0.076 0.064 0.232 -0.006 -0.005 -0.018 1.277 4.594 3.910
29 2.993 -0.109 -0.054 -1.284 -1.102 -3.810 0.006 0.139 0.120 0.413 0.070 0.060 0.207 1.415 4.892 4.198
30 1.833 -0.038 0.013 -0.553 0.224 -3.688 0.000 0.021 -0.008 0.139 -0.007 0.003 -0.048 -0.124 2.039 -0.825
Jumlah 78.413 -2.938 -1.291 -31.463 -18.794 -106.211 0.350 3.546 2.154 11.360 1.714 1.106 5.123 23.727 119.659 71.592

127
Lanjutan Tabel D.3
y.y y.x1 y.x2 y.x3 y.x4 y.x5 x1.x1 x2.x2 x3.x3 x4.x4 x5.x5
9.134 -0.221 -0.058 -3.898 -3.223 -11.408 0.005 0.000 1.663 1.138 14.248
11.030 -0.069 0.107 -4.109 -3.368 -12.361 0.000 0.001 1.531 1.028 13.854
7.541 -0.308 -0.178 -2.855 -1.741 -10.468 0.013 0.004 1.081 0.402 14.532
6.296 -0.249 -0.020 -2.214 -0.140 -9.396 0.010 0.000 0.779 0.003 14.022
5.780 -0.024 0.172 -1.651 0.428 -8.854 0.000 0.005 0.472 0.032 13.561
7.503 -0.545 -0.364 -3.748 -3.249 -10.667 0.040 0.018 1.873 1.407 15.165
8.737 -0.299 -0.100 -3.161 -0.876 -11.166 0.010 0.001 1.144 0.088 14.270
10.009 -0.135 0.040 -3.496 -1.995 -11.845 0.002 0.000 1.221 0.398 14.018
7.776 -0.488 -0.349 -3.464 -2.990 -10.721 0.031 0.016 1.543 1.150 14.782
6.507 -0.433 -0.294 -2.552 -0.259 -9.853 0.029 0.013 1.001 0.010 14.919
9.104 0.250 0.388 -2.948 -2.452 -10.911 0.007 0.017 0.955 0.660 13.076
7.107 -0.706 -0.584 -3.185 -1.995 -10.577 0.070 0.048 1.428 0.560 15.740
6.371 -0.447 -0.386 -2.593 0.298 -9.817 0.031 0.023 1.055 0.014 15.128
9.287 0.105 0.335 -3.444 -2.888 -11.141 0.001 0.012 1.277 0.898 13.365
8.829 -0.312 -0.093 -3.219 -0.418 -11.266 0.011 0.001 1.173 0.020 14.374
2.658 -0.028 0.055 -0.668 0.478 -5.980 0.000 0.001 0.168 0.086 13.453
6.899 -0.086 0.001 -3.054 -2.678 -9.791 0.001 0.000 1.352 1.040 13.896
7.766 0.006 0.158 -3.136 -2.737 -10.284 0.000 0.003 1.266 0.965 13.618
7.338 -0.404 -0.277 -2.917 -1.708 -10.427 0.022 0.010 1.159 0.397 14.817
7.899 -0.359 -0.173 -3.645 -3.133 -10.744 0.016 0.004 1.682 1.243 14.613
9.946 -0.781 -0.614 -4.617 -3.913 -12.453 0.061 0.038 2.143 1.539 15.593
8.037 -0.289 -0.148 -3.532 -3.015 -10.693 0.010 0.003 1.552 1.131 14.226
7.365 -0.609 -0.430 -3.782 -3.288 -10.637 0.050 0.025 1.943 1.468 15.362
9.830 -0.223 -0.050 -4.037 -3.337 -11.828 0.005 0.000 1.658 1.133 14.231
10.050 -0.758 -0.591 -4.614 -3.907 -12.492 0.057 0.035 2.119 1.519 15.527
8.613 -0.212 0.010 -3.296 -0.216 -11.041 0.005 0.000 1.262 0.005 14.155
5.792 -0.391 -0.172 -2.078 -0.003 -9.164 0.026 0.005 0.746 0.000 14.501
9.448 -0.190 0.014 -3.765 -3.205 -11.528 0.004 0.000 1.500 1.087 14.067
8.956 -0.325 -0.163 -3.843 -3.297 -11.401 0.012 0.003 1.649 1.214 14.515
3.361 -0.069 0.024 -1.013 0.410 -6.761 0.001 0.000 0.306 0.050 13.603
222.652 -8.205 -3.600 -89.679 -55.530 -297.513 0.520 0.284 36.744 19.420 403.114

128
Perhitungan nilai X dan Y dimasukkan kedalam rumus determinan menggunakan
rumus determinan :

Keterangan
ΣY : Jumlah data Y
ΣX : Jumlah data X
ΣX.Y : Jumlah data dari XY
ΣX.X : Jumlah data dari XX
ΣY.Y : Jumlah data dari XX

Nilai a, b, c, d, e dan f didapat dengan rumus:

129
30.000 -2.938 -1.291 -31.463 -18.794 -106.211
-2.938 0.520 0.350 3.546 2.154 11.360
Det(A) -1.291 0.350 0.284 1.714 1.106 5.123 = 1.506866588
-31.463 3.546 1.714 36.744 23.727 119.659
-18.794 2.154 1.106 23.727 19.420 71.592
-106.211 11.360 5.123 119.659 71.592 403.114

78.413 -2.938 -1.291 -31.463 -18.794 -106.211


-8.205 0.520 0.350 3.546 2.154 11.360
Det(A0) -3.600 0.350 0.284 1.714 1.106 5.123 = -0.001528551
-89.679 3.546 1.714 36.744 23.727 119.659
-55.530 2.154 1.106 23.727 19.420 71.592
-297.513 11.360 5.123 119.659 71.592 403.114

30.000 78.413 -1.291 -31.463 -18.794 -106.211


-2.938 -8.205 0.350 3.546 2.154 11.360
Det(A1) -1.291 -3.600 0.284 1.714 1.106 5.123 = 2.013843283
-31.463 -89.679 1.714 36.744 23.727 119.659
-18.794 -55.530 1.106 23.727 19.420 71.592
-106.211 -297.513 5.123 119.659 71.592 403.114

30.000 -2.938 78.413 -31.463 -18.794 -106.211


-2.938 0.520 -8.205 3.546 2.154 11.360
Det(A2) -1.291 0.350 -3.600 1.714 1.106 5.123 = 1.809434752
-31.463 3.546 -89.679 36.744 23.727 119.659
-18.794 2.154 -55.530 23.727 19.420 71.592
-106.211 11.360 -297.513 119.659 71.592 403.114

30.000 -2.938 -1.291 78.413 -18.794 -106.211


-2.938 0.520 0.350 -8.205 2.154 11.360
Det(A3) -1.291 0.350 0.284 -3.600 1.106 5.123 = -3.30886889
-31.463 3.546 1.714 -89.679 23.727 119.659
-18.794 2.154 1.106 -55.530 19.420 71.592
-106.211 11.360 5.123 -297.513 71.592 403.114

30.000 -2.938 -1.291 -31.463 78.413 -106.211


-2.938 0.520 0.350 3.546 -8.205 11.360
Det(A4) -1.291 0.350 0.284 1.714 -3.600 5.123 = 0.522912656
-31.463 3.546 1.714 36.744 -89.679 119.659
-18.794 2.154 1.106 23.727 -55.530 71.592
-106.211 11.360 5.123 119.659 -297.513 403.114

30.000 -2.938 -1.291 -31.463 -18.794 78.413


-2.938 0.520 0.350 3.546 2.154 -8.205
Det(A5) -1.291 0.350 0.284 1.714 1.106 -3.600 = -0.302951632
-31.463 3.546 1.714 36.744 23.727 -89.679
-18.794 2.154 1.106 23.727 19.420 -55.530
-106.211 11.360 5.123 119.659 71.592 -297.513

130
a = -0.001528551 / 1.506866588
= -0.001014391
b = 2.013843283 / 1.506866588
= 1.336444314
c = 1.809434752 / 1.506866588
= 1.200792934
d = -3.30886889 / 1.506866588
= -2.195860547
e = 0.522912656 / 1.506866588
= 0.347019876
f = -0.302951632 / 1.506866588
= -0.201047415

a = e-0.001014391
= 0.999
Fd(P/Q)1/3 = 0.999 ((B(P/Q) 1/3)-1.336 (S(P/Q) 1/3)1.201 (St(P/Q) 1/3)-2.196
(H(P/Q) 1/3)0.347 (D(P/Q) 1/3)-0.201))
Fd = 0.999 (B-1.336 S1.201 St-2.196H0.347 D-0.201)
(P/Q)(-1.336/3)+(1.201/3)+(-2.196/3)+(0.347/3)+(-0.201)-(1/3)

Sehingga apabila dimasukkan kedalam persamaan, didapatlah rumus :

F d = 0.999 ( )
F d = flyrock distance (m),
B = burden (m),
S = spasi (m),
S t = stemming (m),
H = kedalaman lubang ledak (m),
D = diameter lubang ledak (m),
P = powder factor (kg/m3),
Q = isian rata-rata per lubang ledak (kg)

131
LAMPIRAN E
PERHITUNGAN LEMPARAN SECARA TEORITIS

C.1. Perhitungan Berdasarkan Teori Lundborg


Berdasarkan model perhitungan Lundborg, lemparan maksimum flyrock
yang terjadi dapat dihitung dengan rumusan berikut :

L = 143 d (q – 0,2)
ɸ = 0,1 d2/3
Keterangan,
L = lemparan maksimal (m),
q = specific charge (kg/m3),
d = diameter lubang ledak (inch),
ɸ = diameter boulder (m).
Contoh perhitungan pada BN 55 pada tanggal 2 Juli 2014 :
L = 143 x 7,875 (0,32 – 0,2)
= 135,05 m
ɸ = 0,1 d2/3
ɸ = 0,1 x 7,8752/3
= 0,4 m
Pada kondisi ideal dengan isian bahan peledak serta derajat pengungkungan
stemming yang tepat, maka dengan nilai PF/specific charge = 0,32 kg/m3 dan
diameter lubang ledak 7,875 inch didapatkan lemparan sejauh 135,05 m dengan
diameter boulder flyrock sebesar 0,4 m.
Sedangkan pada kondisi tidak ideal dengan stemming dan burden yang tidak
sesuai maka Lundborg menerapkan persamaan sebagai berikut:
L max = 260 d2/3
L max = 260 x 7,8752/3
= 1029 m
Sehingga didapatkan lemparan sejauh 1029 m dengan ukuran boulder 0,4 m.

132
Disamping itu, dari dasar perhitungan diatas dapat diterapkan pada
penentuan lemparan terjauh flyrock menggunakan grafik sehingga didapatkan
lemparan berdasarkan grafik ± 1000 m. Berikut grafik yang ditentukan oleh
Lundborg:

Gambar C.1
Lemparan Maksimal Terhadap Ukuran Boulder Berdasar Variasi Diameter
Lubang (Lundborg, 1973)

C.2. Perhitungan Berdasarkan Teori Adrian J. Moore & Alan B. Richard


Berdasarkan model perhitungan Richards dan Moore, lemparan maksimum
flyrock baik yang terjadi karena faceburst maupun cratering dapat dihitung
dengan rumusan berikut :

Face burst

L max =

Cratering

L max =
Keterangan :

133
L max = Lemparan maksimal (m)
k = konstanta untuk overburden batubara k =13,5
g = percepatan gravitasi yaiu 9,8 m/s2
m = Isian bahan peledak per meter (kg/m). Dengan diameter
lubang ledak 200 mm dan densitas bahan peledak 1,175 kg/m3,
maka :
m = Vxр
= Πr2 x р
22
= (0,1 m)2 x 1,175 kg/m3
7
= 36,93 kg/m
SH = panjang stemming (m)
B = burden (m)

Contoh perhitungan pada BN 62


tanggal 19 Juni 2014
lokasi panel 7
kedalaman lubang 11 – 16,5 m, loading density 36,93 kg/m, burden awal 2,9 m
dan panjang stemming 3,5 m
Face burst

L max =

= 127,29 m

Cratering

L max =
= 78,07 m

Contoh perhitungan pada BN 19


tanggal 24 Juni 2014
lokasi panel 7
kedalaman lubang 3,0 – 13 meter, loading density 36,92 kg/m, burden awal 2,6
meter dan panjang stemming 2,5 meter

134
Face burst

L max =

= 169,08 m

Cratering

L max =

= 187,24 m

C.3. Perhitungan Berdasarkan Teori Ebrahim Ghasemi


Berdasarkan model perhitungan Ebbbrahim Ghasemi, lemparan maksimum
flyrock yang terjadi dapat dihitung dengan rumusan berikut :

F d = 0,999( )
Keterangan,
F d = flyrock distance (m),
B = burden (m),
S = spasi (m),
S t = stemming (m),
H = kedalaman lubang ledak (m),
D = diameter lubang ledak (m),
P = powder factor (kg/m3),
Q = isian rata-rata per lubang ledak (kg).

Contoh perhitungan pada BN 16


tanggal 9 Juni 2014
lokasi panel 7
kedalaman lubang 4 – 5 m, burden 7,87m, spasi 8,54m, stemming 4m, powder
factor 0,29 kg/m3, isian rata-rata per lubang ledak 145,7 kg.

Fd = 0,999( )
= 0,999( )
= 86,04m

135
Tabel E.1
Perhitungan Lemparan Maksimum Flyrock Teoritis

Jarak Perkiraan Jarak Lemparan Teoritis (m)


Jarak Jarak Rata-rata
Tinggi Powder Burden
antar antar Kedalaman isian per Richard dan Moore
No Tanggal Lokasi Stemming Factor awal Ebrahim
Burden Spasi Lubang (m) lubang Ludborg
(m) (kg/m³) kearah free Face Ghasemi
(m) (m) ledak (kg) Cratering
face (m) Burst
1 5 Juni 2014 BN05 8.1 8.55 2.4 3 0.33 218.5 2.70 153.28 208.20 146.30 193.18
2 5 Juni 2014 BN20 8.1 8.54 2.4 3 0.34 192.3 2.60 169.08 208.20 157.56 187.78
3 6 Juni 2014 BN86 & BN87 8.09 8.48 3.2 4.8 0.32 237.1 - - 98.55 135.05 121.84
4 9 Juni 2014 BN64 7.66 8.39 3.5 8 0.29 175.5 3.60 72.55 78.07 101.29 105.93
5 9 Juni 2014 BN16 7.87 8.54 4 9.5 0.29 145.7 3.60 72.55 55.17 101.29 86.04
6 11 Juni 2014 BN07 & BN14 8.05 8.6 2.5 3 0.31 293.9 3.10 107.03 187.24 123.80 187.55
7 11 Juni 2014 BN25 7.9 8.45 3 6.5 0.3 200.4 3.00 116.55 116.55 112.54 147.81
8 14 Juni 2014 BN18 8.1 8.56 2.8 4.5 0.34 205.4 2.60 169.08 139.45 157.56 156.27
9 16 Juni 2014 BN76 7.85 8.25 2.7 3.2 0.3 245.2 - 153.28 112.54 145.27
10 17 Juni 2014 BN15 8.03 8.48 3.5 8.6 0.29 250 2.80 139.45 78.07 101.29 124.49
11 17 Juni 2014 BN27 & BN28 8.08 8.46 2.8 3.3 0.33 135.8 3.10 107.03 139.45 146.30 129.14
12 19 Juni 2014 BN53 8.11 8.49 3.2 5 0.31 366 2.80 139.45 98.55 123.80 134.45
13 19 Juni 2014 BN62 8.19 8.39 3.5 11 0.29 271 2.90 127.29 78.07 101.29 139.35
14 24 Juni 2014 BN19 8.01 8.64 2.5 3 0.33 153 2.60 169.08 187.24 146.30 165.79
15 24 Juni 2014 BN06 7.98 8.59 3 7.7 0.31 215.8 2.60 169.08 116.55 123.80 163.20
16 25 Juni 2014 BN74 7.7 8.1 5.2 10.5 0.29 139.4 - - 27.89 101.29 45.30
17 26 Juni 2014 BN70 8.05 8.32 2.6 3 0.3 172.6 3.40 84.18 169.08 112.54 151.84

137
Lanjutan Tabel E.1
Jarak Perkiraan Jarak Lemparan Teoritis (m)
Jarak Jarak Rata-rata
Tinggi Powder Burden Richard dan Moore
antar antar Kedalaman isian per
No Tanggal Lokasi Stemming Factor awal Ebrahim
Burden Spasi Lubang (m) lubang Ludborg
(m) (kg/m³) kearah free Face Ghasemi
(m) (m) ledak (kg) Cratering
face (m) Burst
18 26 Juni 2014 BN61 & BN63 8.03 8.48 2.6 3 0.31 159.4 3.30 90.97 169.08 123.80 151.89
19 1 juli 2014 BN18 8.09 8.48 3.2 5 0.31 256.8 2.80 139.45 98.55 123.80 125.96
20 2 Juli 2014 BN55 8.05 8.6 2.5 3 0.32 244.8 3.10 107.03 187.24 135.05 180.80
21 4 Juli 2014 BN60 & BN50 8.10 8.54 2.4 3 0.33 368.5 2.40 208.20 208.20 146.30 210.93
22 8 Juli 2014 BN70 & BN73 7.85 8.25 2.5 3 0.31 203.5 3.30 90.97 187.24 123.80 162.02
23 8 Juli 2014 BN72 8.05 8.6 2.5 3 0.31 317 3.20 98.55 187.24 123.80 189.99
24 13 Juli 2014 BN26 8.10 8.56 2.4 3 0.33 217.1 2.70 153.28 208.20 146.30 193.24
25 13 Juli 2014 BN36 8.10 8.54 2.4 3 0.33 359.4 2.60 169.08 208.20 146.30 210.03
26 16 Juli 2014 BN19 8.01 8.64 2.8 8 0.33 210.6 3.10 107.03 139.45 146.30 191.87
27 22 Juli 2014 BN46 7.66 8.39 3.8 9 0.31 226.9 3.30 90.97 63.04 123.80 95.16
28 22 Juli 2014 BN39 8.00 8.55 2.5 3 0.32 197.2 3.00 116.55 187.24 135.05 171.59
29 24 Juli 2014 BN18 8.1 8.55 2.5 3 0.32 235.5 - - 153.28 135.05 179.83
30 24 Juli 2014 BN16 7.7 8.1 4.6 10 0.29 148.2 - - 38.36 101.29 58.91

138
Tabel E.2
Perhitungan Lemparan Maksimum Flyrock Teoritis Lokasi Trial

Rata - Rata Lemparan


Jarak Jarak Tinggi Powder Maksimum Teoritis
Jarak Antar Keadalaman Isian
No Tanggal Lokasi Antar Burden stemming Factor (m)
Burden (m) Lubang (m) Perlubang
Spasi (m) Awal (m) (m) (kg/m³)
(kg) Ebrahim Ghasemi
1 31 Juli 2014 BN72 7.98 8.59 3 3 4 0.29 213.17 131.23
2 31 Juli 2014 BN27 8.1 8.55 3 3 4 0.29 238.62 135.72
3 1 Agustus 2014 BN61 7.87 8.54 3.1 4 9 0.28 177.20 87.84
4 1 Agustus 2014 BN21 7.8 8.2 3 5 10 0.28 62.16 43.92
5 5 Agustus 2014 BN20 8.05 8.5 3 3 4 0.29 249.23 134.65

139
LAMPIRAN F
PERHITUNGAN STANDAR DEVIASI

F.1. Perhitungan Standar Deviasi Teori Richard dan Moore


a) Faceburst
Tabel F.1.
Perhitungan Standar Deviasi Faceburst
Y X
No Tanggal Lokasi X-Y (X - Y)²
(aktual) (prediksi)
1 5 Juni 2014 BN05 179 153.28 -25.72 661.46
2 5 Juni 2014 BN20 229 169.08 -59.92 3589.86
3 9 Juni 2014 BN64 104 72.55 -31.45 988.99
4 9 Juni 2014 BN16 88 72.55 -15.45 238.65
5 11 Juni 2014 BN07 & BN14 152 107.03 -44.97 2022.55
6 11 Juni 2014 BN25 168 116.55 -51.45 2646.91
7 14 Juni 2014 BN18 200 169.08 -30.92 955.77
8 17 Juni 2014 BN15 122 139.45 17.45 304.56
9 17 Juni 2014 BN27 & BN28 152 107.03 -44.97 2022.55
10 19 Juni 2014 BN53 152 139.45 -12.55 157.46
11 19 Juni 2014 BN62 122 127.29 5.29 28.00
12 24 Juni 2014 BN19 163 169.08 6.08 37.02
13 24 Juni 2014 BN06 173 169.08 -3.92 15.33
14 26 Juni 2014 BN70 115 84.18 -30.82 950.11
15 26 Juni 2014 BN61 & BN63 130 90.97 -39.03 1523.34
16 1 juli 2014 BN18 141 139.45 -1.55 2.40
17 2 Juli 2014 BN55 152 107.03 -44.97 2022.55
18 4 Juli 2014 BN60 & BN50 243 208.20 -34.80 1210.89
19 8 Juli 2014 BN70 & BN73 148 90.97 -57.03 3252.42
20 8 Juli 2014 BN72 152 98.55 -53.45 2857.19
21 13 Juli 2014 BN26 200 153.28 -46.72 2182.65
22 13 Juli 2014 BN36 245 169.08 -75.92 5763.16
23 16 Juli 2014 BN19 162 107.03 -54.97 3022.01
24 22 Juli 2014 BN46 100 90.97 -9.03 81.54
25 22 Juli 2014 BN39 184 116.55 -67.45 4549.25
Jumlah 41086.62

Standar Deviasi =

= 41,37 m
140
b) Cratering
Tabel F.2.
Perhitungan Standar Deviasi Cratering

N Y X
Tanggal Lokasi X-Y (X - Y)²
o (aktual) (prediksi)

1 5 Juni 2014 BN05 179 208.20 29.20 852.77


2 5 Juni 2014 BN20 229 208.20 -20.80 432.55
3 6 Juni 2014 BN86 & BN87 141 98.55 -42.45 1802.23
4 9 Juni 2014 BN64 104 78.07 -25.93 672.61
5 9 Juni 2014 BN16 88 55.17 -32.83 1078.01
6 11 Juni 2014 BN07 & BN14 152 187.24 35.24 1241.61
7 11 Juni 2014 BN25 168 116.55 -51.45 2646.91
8 14 Juni 2014 BN18 200 139.45 -60.55 3666.10
9 16 Juni 2014 BN76 152 153.28 1.28 1.64
10 17 Juni 2014 BN15 122 78.07 -43.93 1930.26
11 17 Juni 2014 BN27 & BN28 152 139.45 -12.55 157.46
12 19 Juni 2014 BN53 152 98.55 -53.45 2857.19
13 19 Juni 2014 BN62 122 78.07 -43.93 1930.26
14 24 Juni 2014 BN19 163 187.24 24.24 587.41
15 24 Juni 2014 BN06 173 116.55 -56.45 3186.39
16 25 Juni 2014 BN74 40 27.89 -12.11 146.69
17 26 Juni 2014 BN70 115 169.08 54.08 2925.14
18 26 Juni 2014 BN61 & BN63 130 169.08 39.08 1527.60
19 1 juli 2014 BN18 141 98.55 -42.45 1802.23
20 2 Juli 2014 BN55 152 187.24 35.24 1241.61
21 4 Juli 2014 BN60 & BN50 243 208.20 -34.80 1210.89
22 8 Juli 2014 BN70 & BN73 148 187.24 39.24 1539.50
23 8 Juli 2014 BN72 152 187.24 35.24 1241.61
24 13 Juli 2014 BN26 200 208.20 8.20 67.28
25 13 Juli 2014 BN36 245 208.20 -36.80 1354.08
26 16 Juli 2014 BN19 162 139.45 -22.55 508.43
27 22 Juli 2014 BN46 100 63.04 -36.96 1366.25
28 22 Juli 2014 BN39 184 187.24 3.24 10.48
29 24 Juli 2014 BN18 180 153.28 -26.72 713.90
30 24 Juli 2014 BN16 50 38.36 -11.64 135.52
Jumlah 38834.61

Standar Deviasi =

= 41,37 m

141
F.2. Perhitungan Standar Deviasi Teori Ludborg
Tabel F.3.
Perhitungan Standar Deviasi Teori Lundborg

Y X
No Tanggal Lokasi X-Y (X - Y)²
(aktual) (prediksi)

1 5 Juni 2014 BN05 179 146.30 -32.70 1069.07


2 5 Juni 2014 BN20 229 157.56 -71.44 5104.05
3 6 Juni 2014 BN86 & BN87 141 135.05 -5.95 35.41
4 9 Juni 2014 BN64 104 101.29 -2.71 7.36
5 9 Juni 2014 BN16 88 101.29 13.29 176.54
6 11 Juni 2014 BN07 & BN14 152 123.80 -28.20 795.52
7 11 Juni 2014 BN25 168 112.54 -55.46 3075.70
8 14 Juni 2014 BN18 200 157.56 -42.44 1801.37
9 16 Juni 2014 BN76 152 112.54 -39.46 1557.01
10 17 Juni 2014 BN15 122 101.29 -20.71 429.03
11 17 Juni 2014 BN27 & BN28 152 146.30 -5.70 32.45
12 19 Juni 2014 BN53 152 123.80 -28.20 795.52
13 19 Juni 2014 BN62 122 101.29 -20.71 429.03
14 24 Juni 2014 BN19 163 146.30 -16.70 278.78
15 24 Juni 2014 BN06 173 123.80 -49.20 2421.12
16 25 Juni 2014 BN74 40 101.29 61.29 3756.08
17 26 Juni 2014 BN70 115 112.54 -2.46 6.05
18 26 Juni 2014 BN61 & BN63 130 123.80 -6.20 38.50
19 1 juli 2014 BN18 141 123.80 -17.20 296.01
20 2 Juli 2014 BN55 152 135.05 -16.95 287.33
21 4 Juli 2014 BN60 & BN50 243 146.30 -96.70 9350.25
22 8 Juli 2014 BN70 & BN73 148 123.80 -24.20 585.88
23 8 Juli 2014 BN72 152 123.80 -28.20 795.52
24 13 Juli 2014 BN26 200 146.30 -53.70 2883.34
25 13 Juli 2014 BN36 245 146.30 -98.70 9741.04
26 16 Juli 2014 BN19 162 146.30 -15.70 246.39
27 22 Juli 2014 BN46 100 123.80 23.80 566.21
28 22 Juli 2014 BN39 184 135.05 -48.95 2396.18
29 24 Juli 2014 BN18 180 135.05 -44.95 2020.57
30 24 Juli 2014 BN16 50 101.29 51.29 2630.35
Jumlah 53607.66

Standar Deviasi =

= 42,99 m

142
F.3. Perhitungan Standar Deviasi Teori Ebrahim Ghasemi
Tabel F.4.
Perhitungan Standar Deviasi Teori Ebrahim Ghasemi

Y X
No Tanggal Lokasi X-Y (X - Y)²
(aktual) (prediksi)

1 5 Juni 2014 BN05 179 193.18 14.18 201.06


2 5 Juni 2014 BN20 229 187.78 -41.22 1698.77
3 6 Juni 2014 BN86 & BN87 141 121.84 -19.16 367.13
4 9 Juni 2014 BN64 104 105.93 1.93 3.74
5 9 Juni 2014 BN16 88 86.04 -1.96 3.83
6 11 Juni 2014 BN07 & BN14 152 187.55 35.55 1263.70
7 11 Juni 2014 BN25 168 147.81 -20.19 407.74
8 14 Juni 2014 BN18 200 156.27 -43.73 1912.50
9 16 Juni 2014 BN76 152 145.27 -6.73 45.33
10 17 Juni 2014 BN15 122 124.49 2.49 6.19
11 17 Juni 2014 BN27 & BN28 152 129.14 -22.86 522.36
12 19 Juni 2014 BN53 152 134.45 -17.55 308.04
13 19 Juni 2014 BN62 122 139.35 17.35 300.89
14 24 Juni 2014 BN19 163 165.79 2.79 7.80
15 24 Juni 2014 BN06 173 163.20 -9.80 96.14
16 25 Juni 2014 BN74 40 45.30 5.30 28.05
17 26 Juni 2014 BN70 115 151.84 36.84 1357.26
18 26 Juni 2014 BN61 & BN63 130 151.89 21.89 479.37
19 1 juli 2014 BN18 141 125.96 -15.04 226.33
20 2 Juli 2014 BN55 152 180.80 28.80 829.35
21 4 Juli 2014 BN60 & BN50 243 210.93 -32.07 1028.70
22 8 Juli 2014 BN70 & BN73 148 162.02 14.02 196.58
23 8 Juli 2014 BN72 152 189.99 37.99 1443.15
24 13 Juli 2014 BN26 200 193.24 -6.76 45.72
25 13 Juli 2014 BN36 245 210.03 -34.97 1223.08
26 16 Juli 2014 BN19 162 191.87 29.87 892.51
27 22 Juli 2014 BN46 100 95.16 -4.84 23.40
28 22 Juli 2014 BN39 184 171.59 -12.41 153.99
29 24 Juli 2014 BN18 180 179.83 -0.17 0.03
30 24 Juli 2014 BN16 50 58.91 8.91 79.34
Jumlah 15152.05

Standar Deviasi =

= 22,86 m

143
LAMPIRAN G
PERHITUNGAN PERSEN ERROR

G.1. Perhitungan Persen Error Teori Richard dan Moore


a) Faceburst
Tabel G.1.
Perhitungan Persen Error Faceburst

Y X
No Tanggal Lokasi (1 - X/Y)*100
(aktual) (prediksi)

1 5 Juni 2014 BN05 179 153.28 14.37


2 5 Juni 2014 BN20 229 169.08 26.16
3 9 Juni 2014 BN64 104 72.55 30.24
4 9 Juni 2014 BN16 88 72.55 17.55
5 11 Juni 2014 BN07 & BN14 152 107.03 29.59
6 11 Juni 2014 BN25 168 116.55 30.62
7 14 Juni 2014 BN18 200 169.08 15.46
8 17 Juni 2014 BN15 122 139.45 14.30
9 17 Juni 2014 BN27 & BN28 152 107.03 29.59
10 19 Juni 2014 BN53 152 139.45 8.26
11 19 Juni 2014 BN62 122 127.29 4.34
12 24 Juni 2014 BN19 163 169.08 3.73
13 24 Juni 2014 BN06 173 169.08 2.26
14 26 Juni 2014 BN70 115 84.18 26.80
15 26 Juni 2014 BN61 & BN63 130 90.97 30.02
16 1 juli 2014 BN18 141 139.45 1.10
17 2 Juli 2014 BN55 152 107.03 29.59
18 4 Juli 2014 BN60 & BN50 243 208.20 14.32
19 8 Juli 2014 BN70 & BN73 148 90.97 38.53
20 8 Juli 2014 BN72 152 98.55 35.17
21 13 Juli 2014 BN26 200 153.28 23.36
22 13 Juli 2014 BN36 245 169.08 30.99
23 16 Juli 2014 BN19 162 107.03 33.93
24 22 Juli 2014 BN46 100 90.97 9.03
25 22 Juli 2014 BN39 184 116.55 36.66
Rata - rata 21.44

144
b) Cratering
Tabel G.2.
Perhitungan Persen Error Cratering

Y X
No Tanggal Lokasi (1 - X/Y)*100
(aktual) (prediksi)

1 5 Juni 2014 BN05 179 208.20 16.31


2 5 Juni 2014 BN20 229 208.20 9.08
3 6 Juni 2014 BN86 & BN87 141 98.55 30.11
4 9 Juni 2014 BN64 104 78.07 24.94
5 9 Juni 2014 BN16 88 55.17 37.31
6 11 Juni 2014 BN07 & BN14 152 187.24 23.18
7 11 Juni 2014 BN25 168 116.55 30.62
8 14 Juni 2014 BN18 200 139.45 30.27
9 16 Juni 2014 BN76 152 153.28 0.84
10 17 Juni 2014 BN15 122 78.07 36.01
11 17 Juni 2014 BN27 & BN28 152 139.45 8.26
12 19 Juni 2014 BN53 152 98.55 35.17
13 19 Juni 2014 BN62 122 78.07 36.01
14 24 Juni 2014 BN19 163 187.24 14.87
15 24 Juni 2014 BN06 173 116.55 32.63
16 25 Juni 2014 BN74 40 27.89 30.28
17 26 Juni 2014 BN70 115 169.08 47.03
18 26 Juni 2014 BN61 & BN63 130 169.08 30.07
19 1 juli 2014 BN18 141 98.55 30.11
20 2 Juli 2014 BN55 152 187.24 23.18
21 4 Juli 2014 BN60 & BN50 243 208.20 14.32
22 8 Juli 2014 BN70 & BN73 148 187.24 26.51
23 8 Juli 2014 BN72 152 187.24 23.18
24 13 Juli 2014 BN26 200 208.20 4.10
25 13 Juli 2014 BN36 245 208.20 15.02
26 16 Juli 2014 BN19 162 139.45 13.92
27 22 Juli 2014 BN46 100 63.04 36.96
28 22 Juli 2014 BN39 184 187.24 1.76
29 24 Juli 2014 BN18 180 153.28 14.84
30 24 Juli 2014 BN16 50 38.36 23.28
Rata - rata 23.34

145
G.2. Perhitungan Persen Error Teori Ludborg
Tabel G.3.
Perhitungan Persen Error Teori Lundborg

Y X
No Tanggal Lokasi (1 - X/Y)*100
(aktual) (prediksi)

1 5 Juni 2014 BN05 179 146.30 18.27


2 5 Juni 2014 BN20 229 157.56 31.20
3 6 Juni 2014 BN86 & BN87 141 135.05 4.22
4 9 Juni 2014 BN64 104 101.29 2.61
5 9 Juni 2014 BN16 88 101.29 15.10
6 11 Juni 2014 BN07 & BN14 152 123.80 18.56
7 11 Juni 2014 BN25 168 112.54 33.01
8 14 Juni 2014 BN18 200 157.56 21.22
9 16 Juni 2014 BN76 152 112.54 25.96
10 17 Juni 2014 BN15 122 101.29 16.98
11 17 Juni 2014 BN27 & BN28 152 146.30 3.75
12 19 Juni 2014 BN53 152 123.80 18.56
13 19 Juni 2014 BN62 122 101.29 16.98
14 24 Juni 2014 BN19 163 146.30 10.24
15 24 Juni 2014 BN06 173 123.80 28.44
16 25 Juni 2014 BN74 40 101.29 153.22
17 26 Juni 2014 BN70 115 112.54 2.14
18 26 Juni 2014 BN61 & BN63 130 123.80 4.77
19 1 juli 2014 BN18 141 123.80 12.20
20 2 Juli 2014 BN55 152 135.05 11.15
21 4 Juli 2014 BN60 & BN50 243 146.30 39.79
22 8 Juli 2014 BN70 & BN73 148 123.80 16.35
23 8 Juli 2014 BN72 152 123.80 18.56
24 13 Juli 2014 BN26 200 146.30 26.85
25 13 Juli 2014 BN36 245 146.30 40.28
26 16 Juli 2014 BN19 162 146.30 9.69
27 22 Juli 2014 BN46 100 123.80 23.80
28 22 Juli 2014 BN39 184 135.05 26.60
29 24 Juli 2014 BN18 180 135.05 24.97
30 24 Juli 2014 BN16 50 101.29 102.57
Rata - rata 25.93

146
G.3. Perhitungan Persen Error Teori Ebrahim Ghasemi
Tabel G.4.
Perhitungan Persen Error Teori Ebrahim Ghasemi

Y X
No Tanggal Lokasi (1 - X/Y)*100
(aktual) (prediksi)

1 5 Juni 2014 BN05 179 193.18 7.92


2 5 Juni 2014 BN20 229 187.78 18.00
3 6 Juni 2014 BN86 & BN87 141 121.84 13.59
4 9 Juni 2014 BN64 104 105.93 1.86
5 9 Juni 2014 BN16 88 86.04 2.22
6 11 Juni 2014 BN07 & BN14 152 187.55 23.39
7 11 Juni 2014 BN25 168 147.81 12.02
8 14 Juni 2014 BN18 200 156.27 21.87
9 16 Juni 2014 BN76 152 145.27 4.43
10 17 Juni 2014 BN15 122 124.49 2.04
11 17 Juni 2014 BN27 & BN28 152 129.14 15.04
12 19 Juni 2014 BN53 152 134.45 11.55
13 19 Juni 2014 BN62 122 139.35 14.22
14 24 Juni 2014 BN19 163 165.79 1.71
15 24 Juni 2014 BN06 173 163.20 5.67
16 25 Juni 2014 BN74 40 45.30 13.24
17 26 Juni 2014 BN70 115 151.84 32.04
18 26 Juni 2014 BN61 & BN63 130 151.89 16.84
19 1 juli 2014 BN18 141 125.96 10.67
20 2 Juli 2014 BN55 152 180.80 18.95
21 4 Juli 2014 BN60 & BN50 243 210.93 13.20
22 8 Juli 2014 BN70 & BN73 148 162.02 9.47
23 8 Juli 2014 BN72 152 189.99 24.99
24 13 Juli 2014 BN26 200 193.24 3.38
25 13 Juli 2014 BN36 245 210.03 14.27
26 16 Juli 2014 BN19 162 191.87 18.44
27 22 Juli 2014 BN46 100 95.16 4.84
28 22 Juli 2014 BN39 184 171.59 6.74
29 24 Juli 2014 BN18 180 179.83 0.09
30 24 Juli 2014 BN16 50 58.91 17.81
Rata - rata 12.02

147
G.4. Perhitungan Persen Error pada Lokasi Trial
Tabel G.4.
Perhitungan Persen Error pada Lokasi Trial

X
No Tanggal Lokasi Y (aktual) (1 - X/Y)*100
(prediksi)

1 31 Juli 2014 BN72 136 131.23 3.51


2 31 Juli 2014 BN27 130 135.72 4.40
3 1 Agustus 2014 BN61 82 87.84 7.12
4 1 Agustus 2014 BN21 48 43.92 8.50
5 5 Agustus 2014 BN20 125 134.65 7.72
Rata - rata 6.25

148
LAMPIRAN H
PERHITUNGAN SCALED DEPTH OF BURIAL

H.1. Perhitungan Scaled Depth of Burial


a) Teori Livingston
Berdasarkan model perhitungan Teori Livingston, skala pengisian (scaled depth
of burial) mengikuti persamaan berikut :
dob pt = DOB pt /W1/3
Keteranagn :
DOB : distance from surface to center of crater charge (m), dihitung dengan
rumus DOB = Stemming (m) + (0,5 x Charge lengt (m))
W 1/3 : (Explosives mass per m of blasthole (kg/m) x Charge length (m))1/3
Contoh perhitungan pada lubang dengan kedalaman 5 m :
dob pt = DOB pt /W1/3
dob pt = (3,5 + (0,5 x 1,5))/(36,93 x 1,5)1/3
= 4,25 / 3,81
= 1,11

Tabel H.1.
Perhitungan Scaled Depth of Burial Teori Livingston
Livingston
D-
Depth Explosives distance
SD -
of Stemming Blasthole mass per Charge from
scaled
No diameter m of length W^1/3 surface to
Hole (m) (m) blasthole (m) depth
(kg) center of
(m) (kg/m) of
crater
burial
charge
(m)
1 3 2.5 0.2 36.93 0.5 2.64 2.75 1.04
2 4 3 0.2 36.93 1 3.33 3.5 1.05
3 5 3.5 0.2 36.93 1.5 3.81 4.25 1.11
4 6 4 0.2 36.93 2 4.20 5 1.19
5 9 4.5 0.2 36.93 4.5 5.50 6.75 1.23
6 9.5 5 0.2 36.93 4.5 5.50 7.25 1.32

149
b) Teori Richard Taylor
Berdasarkan model perhitungan Teori Richard Taylor, skala pengisian (scaled
depth of burial) mengikuti persamaan berikut :
SD = D/W1/3
Keteranagn :
SD : distance from surface to center of crater charge (m), dihitung dengan rumus
D = Stemming (m) + (0,5 x Charge lengt (m))
W 1/3 : (Explosives mass per m of blasthole (kg/m) x Charge length (m))1/3
Contoh perhitungan pada lubang dengan kedalaman 5 m :
SD = D/W1/3
SD = (3,5 + (0,5 x 1,5))/(36,93 x 1,5)1/3
= 4,25 / 3,81
= 1,11

Tabel H.2.
Perhitungan Scaled Depth of Burial Teori Richard Taylor
Richard Taylor
Explosives D-
Depth Length of distance
of Stemming Blasthole mass per
10 from
SD -
No diameter m of
diameters scaled
Hole (m) (m) blasthole W^1/3 surface
(m) depth of
(m) (kg/m) to center
burial
of crater
charge
1 3 2.5 0.2 36.93 0.5 2.64 2.75 1.04
2 4 3 0.2 36.93 1 3.33 3.5 1.05
3 5 3.5 0.2 36.93 1.5 3.81 4.25 1.11
4 6 4 0.2 36.93 2 4.20 5 1.19
5 9 4.5 0.2 36.93 2 4.20 5.5 1.31
6 9.5 5 0.2 36.93 2 4.20 6 1.43

150
LAMPIRAN I
LOADING SHEET

Tabel F.1
Loading Sheet Pit Bendili

KEDALAMAN SINGLE PRODUCT Isian Bawah Control


Stemming
LUBANG Stemming ISIAN ISIAN Bawah
Deck
Akhir (m)
(m) meter kg meter kg meter
3 2.5 0.5 18 0 0.5 18 2.55
4 3 1 37 0 1.0 37 3.10
5 3.5 1.5 55 0 1.5 55 3.65
6 4 2 74 0 2.0 74 4.20
7 4 3 111 0 3.0 111 4.30
8 4.3 3.7 137 0 3.7 137 4.67
8.5 4.6 4 146
9 4.8 4.2 155 0 4.2 155 5.22
9.5 5 4.5 166
10 5.2 4.8 177 0 4.8 177 5.68
10.5 5.4 5.1 188
11 5.6 5.4 199 0 5.4 199 6.15
11.5 5.9 5.7 209
12 6.1 5.9 218 2.2 2.3 85 9.93
12.5 6.3 6.2 229 2.1 2.7 98 9.85
13 6.5 6.5 240 2 3 111 10.3
13.5 6.7 6.8 251 2.3 3.3 120 10.25
14 6.9 7.1 262 2.5 3.5 129 10.85
14.5 7.1 7.4 273 2.5 3.8 138 10.75
15 7.3 7.7 284 2.5 4 148 11.4
15.5 7.5 8.0 295 2.8 4 148 11.5
16 7.7 8.3 307 3 4 148 12.4
17 7 10 369 3 4 148 13.4
18 7 11 406 3 4 148 14.4
19 7 12 443 3 4 148 15.4
20 7 13 480 3 4 148 16.4
21 7 14 517 3 4.5 166 16.95
22 7 15 554 3.5 5 185 17.5
151
152
LAMPIRAN J
PERHITUNGAN KECEPATAN TRAVEL ALAT

Perhitungan kecepatan perpindahan alat ini dilakukan untuk mengetahui


perbedaan waktu yang hilang selama berpindah dari front loading menuju radius
aman alat. Perhitungan dasar yang digunakan adalah :

Tabel J.1
Perhitungan Kecepatan Travel Liebherr R9800
Cycle Cycle
Unit Time Time Kecepatan
Lokasi Move
No Tanggal (Liebherr Sebelum Setelah Alat
Blasting Alat (m)
R9800) Peledakan Peledakan (m/menit)
(m) (m)
1 25 Juni 2014 BN74 S 602 270 11 10 24.55
2 1 juli 2014 BN18 S 602 301 11 11 27.36
3 2 Juli 2014 BN55 s 603 150 6 7 25.00
4 16 Juli 2014 BN19 s602 315 13 13 24.23
5 22 Juli 2014 BN46 s603 600 25 26 24.00
6 22 Juli 2014 BN39 s602 250 11 11 22.73

Sehingga didapat kecepatan travel Liebherr R9800 ( rata – rata sebesar


24,64 m/menit atau 1,48 km/jam.
Tabel J.2
Perhitungan Kecepatan Travel Liebherr R998
Cycle Cycle
Unit Move Time Time Kecepatan
Lokasi
No Tanggal (Liebherr Alat Sebelum Setelah Alat
Blasting
R998) (m) Peledakan Peledak (m/menit)
(m) an (m)
1 26 Juni 2014 BN70 S 403 350 14 15 25.00
2 26 Juni 2014 BN61 & BN63 S 405 150 7 8 21.43
3 4 Juli 2014 BN60 & BN50 S 407 170 7 6 24.29
4 8 Juli 2014 BN70 & BN73 s406 350 15 15 23.33
5 8 Juli 2014 BN72 s410 300 12 11 25.00
6 13 Juli 2014 BN26 s415 300 13 12 23.08

152
Cycle Cycle
Unit Move Time Time Kecepatan
Lokasi
No Tanggal (Liebherr Alat Sebelum Setelah Alat
Blasting
R998) (m) Peledakan Peledak (m/menit)
(m) an (m)
7 13 Juli 2014 BN36 s402 400 17 17 23.53

Sehingga didapat kecepatan travel PC 2000 rata – rata sebesar 23,66


m/menit atau 1,42 km/jam.

153
LAMPIRAN K
SPESIFIKASI ALAT

Liebherr R9800

154
155
Liebherr R998

156
157

Anda mungkin juga menyukai