DISUSUN OLEH:
ERICK ALAN DERATAMA
H1C111032
DISUSUN OLEH:
ERICK ALAN DERATAMA
(H1C111032)
Ashri Kurniawan
Mineplan PT. Natarang Mining
Mengetahui,
Martono
KTT PT. Natarang Mining
ii
Telah dipresentasikan dan telah dinyatakan LULUS pada tanggal 9 Januari
2015, oleh:
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan
Kerja Praktek ini untuk memenuhi tugas yang telah diberikan.
Penyusunan Laporan Kerja Praktek ini tidak dapat tersusun dengan baik
apabila tidak didukung dan dibantu oleh banyak pihak yang telah mendorong,
membimbing dan mengarahkan kami. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ing Yulian Firmana Arifin, MT selaku dekan Fakultas Teknik
Universitas Lambung Mangkurat.
2. Bapak Romla Noor Hakim, MT selaku Pembimbing Laporan.
3. Bapak Martono selaku Kepala Teknik Tambang PT Natarang Mining.
4. Bapak Ashri Kurniawan selaku Mineplan sekaligus sebagai Pembimbing di PT
Natarang Mining.
5. Bapak Kohandi selaku Surveyor di PT Natarang Mining.
6. Bapak Bayu selaku Geotech Engineer di PT. Natarang Mining
7. Seluruh crew Survey dan Geotech Departement PT Natarang Mining.yang telah
membantu dalam Kerja Praktek ini.
8. Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya laporan ini.
Saya menyadari akan ketidaksempurnaan Laporan Kerja Praktek yang saya
susun ini, oleh karena itu semua kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
oleh penyusun.
Akhir kata, saya mengharapkan agar Laporan Kerja Praktek Mahasiswa
Universitas Lambung Mangkurat ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR RUMUS ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GRAFIK xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................1-1
1.2 Maksud dan Tujuan............................................................................1-2
1.3 Metode Pengumpulan Data.................................................................1-2
1.4 Batasan Masalah.................................................................................1-3
BAB II TINJAUAN UMUM
2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah.........................................................2-1
2.2 Kondisi Umum Perusahaan................................................................2-1
2.2.1 Iklim........................................................................................2-1
2.2.2 Geomorfologi..........................................................................2-2
2.2.3 Keadaan Geologi Regional.....................................................2-4
2.2.4 Kondisi Tektonik....................................................................2-4
2.3 Kegiatan Penambangan......................................................................2-5
2.3.1 Persiapan Penambangan.........................................................2-5
2.3.2 Proses Development................................................................2-5
2.3.3 Penggalian, Pemuatan dan pengangkutan...............................2-6
2.3.4 Penumpukan Broken Ore.......................................................2-7
BAB III DASAR TEORI
3.1 Geoteknik Tambang Bawah Tanah....................................................3-1
3.1.1 Massa Batuan.........................................................................3-2
3.1.2 Klasifikasi Massa Batuan......................................................3-4
v
3.1.3 Rock Quality Designation (RQD).........................................3-5
3.1.4 Rock Mass Rating (RMR).......................................................3-7
3.2.3 Rock Mass Quality (Q) System...............................................3-14
3.2. Survey Tambang Bawah Tanah..........................................................3-20
3.2.1 Perkembangan Pengukuran dengan Total Statiom....................3-23
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Geoteknik Tambang Bawah Tanah....................................................4-1
4.1.1 Peralatan Geoteknik...................................................................4-1
4.1.2 Pengambilan Data......................................................................4-6
4.1.3 Pengolahan Data........................................................................4-9
4.2 Survey Tambang Bawah Tanah.........................................................4-17
4.2.1 Peralatan Survey........................................................................4-17
4.2.2 Jenis Kegiatan pada Tambang Bawah Tanah............................4-21
4.2.3 Pengambilan Data......................................................................4-25
4.2.4 Pengolahan Data........................................................................4-26
4.3. Pembahasan..........................................................................................4-27
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.........................................................................................5-1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
29. Gambar 4.20 Penempatan titik kontrol prisma pada dinding terowongan..........4-22
30. Gambar 4.21 Sketsa penempatan wall station....................................................4-22
31. Gambar 4.22 Penempatan titik monitoring.........................................................4-23
32. Gambar 4.23 Kegiatan monitoring penurunan permukaan tanah.......................4-23
33. Gambar 4.24 Pengukuran stockpile....................................................................4-24
34. Gambar 4.25 Stakeout titik bor eksplorasi..........................................................4-25
35. Gambar 4.26 Stakeout rencana pembuatan vertical shaft...................................4-25
36. Gambar 4.27 Sketsa pengambilan data koordinat lokasi L3-5E-sub3................4-26
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR RUMUS
x
DAFTAR GRAFIK
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1-1
penambangan. Pada kegiatan pertambangan, survey memiliki berbagai macam
kegunaan, salah satunya adalah untuk mengetahui kemajuan tambang pada satu
satuan waktu. Kemajuan tambang adalah keadaan tambang pada tiap akhir satuan
waktu, yang diukur dengan menggunakan alat dan software tertentu.
PT Natarang Mining yang berkecimpung dalam usaha pertambangan, dalam
hal ini penambangan emas dengan metode tambang bawah tanah, tentunya tidak
akan terpisah dari kegiatan geoteknik dan survey. Oleh itu sebabnya, alasan inilah
yang menjadi dasar penyusun memilih tempat Kerja Praktek (KP) pada PT Natarang
Mining. Adapun topik yang penyusun ajukan adalah ”Pengamatan Kegiatan
Geoteknik dan Survey Tambang Emas Bawah Tanah PT Natarang Mining Desa
Gunung Doh, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamusm
Provinsi Lampung”.
1-2
b. Sekunder
Data sekunder berasal dari perusahaan berupa data hasil survey end of month
(EOM), rekomendasi penyanggaan dari perusahaan serta berbagai sumber
literatur seperti buku, internet, serta interview terhadap karyawan yang
bersangkutan.
2. Pengolahan data
Pengolahan data dan pembobotan nilai klasifikasi massa batuan mengunakan
metode Rock Mass Rating (Bieniawski, 1989) dan Q system (Barton, 1974).
3. Pelaporan.
Pelaporan dari kegiatan kerja praktek ini berisi hasil pengamatan dan
perhitungan dari data primer yang dapat dipertanggungjawabkan.
1-3
BAB II
TINJAUAN UMUM
2-1
Sebagian besar dari wilayah Kabupaten Tanggamus dipengaruhi oleh udara
tropikal pantai dan dataran dengan temperatur udara rata-rata 28° Celcius dan
sebagian wilayah dengan udara sejuk pegunungan yang terletak sekitar 500 m dpl
sampai dengan 2000 meter dpl di kaki Gunung Tanggamus.
2.2.2. Geomorfologi
Bentuk Lahan merupakan bentukan alam di permukaan bumi yang
menggambarkan kondisi suatu wilayah dengan ciri yang berbeda satu dengan
lainnya, tergantung dari proses pembentukan dan evolusinya. Sebagian besar wilayah
Kabupaten Tanggamus merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dengan
kelerengan curam hingga terjal. Secara morfometrik dibagi menjadi 3 (tiga) satuan
geomorfologi yaitu:
a. Satuan geomorfologi dataran aluvial
b. Satuan geomorfologi perbukitan
c. Satuan geomorfologi pegunungan
Satuan geomorfologi dataran aluvial, satuan geomorfologi terbagi dua yaitu aluvial
marin dan aluvial sungai.. Satuan geomorfologi ini berada pada ketinggian 0 - 50
meter dpl. Daerah ini relatif sempit memanjang sepanjang pantai. Daerah yang
berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Seperti umumnya pantai di pantai
Barat Sumatera dan Pantai Selatan Jawa dipengaruhi oleh gempa tektonik dan
gelombang tsunami. Satuan geomorfologi perbukitan, berada pada ketinggian 200 –
1000 meter dpl, ditempati oleh endapan volkanik kuarter. Daerah ini relatif aman
terhadap gempa namun pada bagian yang berlereng masih rawan longsor. Satuan
geomorfologi pegunungan, yang merupakan punggungan BukitBarisan, ditempati
oleh endapan volkanik kuarter dan beberapa formasi. Daerah ini memiliki ketinggian
1000 – 2000 meter dpl. Daerah ini dilalui sesar semangko, dengan lebar zona 10 – 25
km.
2-2
104' 30'0"E 105' 0'0"E 105 ' 30'0"E 106 ' 0'0"E
LEGENDA PETA
: Jalur Alternatlf 1 Lffj : Pelabuhan SYSTEM PROJECTION
GEOGRAPHIC
: Jalur Alternatif 2 : Bandara
: Batas Kabupaten : PT. Natarang Mining Datum
■ : lbukota Provinsi WGS_84
2-4
2.3. Kegiatan Penambangan
Berdasarkan bentuk dan karakteristik cadangan bijih, maka sistem tambang
bawah tanah yang dapat diterapkan adalah square-set methode dan sublevel
stopping. Sublevel Stoping adalah penambangan bawah tanah dengan cara membuat
level-level, kemudian dibagi menjadi sublevel-sublevel. Pada site talang santo
penambangan baru dilakukan pada sampai level 3 dengan kedalaman 89 meter dari
permukaan tanah, sedangkan pada site Talang Semin sedang dilakukan proses
development.
2.3.1. Persiapan Penambangan
Secara umum daerah penelitian yang akan ditambang pada saat ini
merupakan daerah perbukitan dan pegunungan dan merupakan daerah yang telah
terbuka akibat kegiatan perladangan.
2.3.2. Proses Development
Proses development dilakukan dengan membuat lubang bukaan horizontal
pada kaki bukit (adit) dengan material penyangga berupa timber set, H Beam dan
concrete. Dari lokasi adit, lalu dibuat internal shaft menuju ke rencana pembuatan
level pada tambang bawah tanah. Waste, digunakan sebagai pengeras jalan menuju
stockpile sehingga tak ada material backfilling pada proses kegiatan penambangan
ini. Kegiatan pembukaan lubang bukaan pada tambang bawah tanah menggunakan
sistem peledakan.
Gambar 2.2.
Proses pembuatan lubang drill and blast
2-5
2.3.3. Penggalian, Pemuatan, dan Pengangkutan
Jack drill adalah alat yang akan digunakan untuk membuat lubang bor pada
stope yang akan di blasting. Broken ore yang telah terbongkar, lalu dipindahkan
menuju lori dengan menggunakan rocker shovel. Ada 3 proses pengangkutan yang
ada pada tambang bawah tanah, yaitu:
1) Gathering haulage, sistem pengangkutan dari stope menuju ke secondary
haulage
2) Secondary haulage, sistem pengangkutan tambang bawah tanah dari gathering
haulage menuju main haulage.
3) Main haulage, pengangkutan tambang bawah tanah yang membawa broken ore
menuju kembali ke shaft.
Gambar 2.3.
Proses pemuatan broken ore dari stope menuju ke main shaft
Gambar 2.4.
Proses pengangkutan broken ore dari shaft menuju ke stockpile
2-6
2.3.4. Penumpukan broken ore
Broken ore dari tambang di angkut ke unit pengolahan dimana terdapat
tempat penumpukan yang berbeda-beda dan juga grade (kadar) yang berbeda pula.
Gambar 2.5.
Pengukuran volume stockpile di pabrik
2-7
BAB III
DASAR TEORI
3-1
Klasifikasi massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter sangat cocok
untuk mewakili karakteristik massa batuan, khususnya sifat-sifat bidang lemah atau
kekar dan derajat pelapukan massa batuan. Atas dasar ini sudah banyak usulan tau
modifikasi klasifikasi massa batuan yang dapat digunakan untuk merancang
kestabilan lubang bukaan.
3.1.1. Massa Batuan
Secara umum bidang diskontinu merupakan bidang yang membagi-bagi
massa batuan menjadi bagian-bagian yang terpisah. Menurut Priest (1979), bidang
diskontinu adalah setiap bidang lemah yang terjadi pada bagian yang memiliki kuat
tarik paling lemah dalam batuan. Keterjadian bidang diskontinu tidak terlepas dari
masalah perubahaan stress (tegangan), temperatur, strain (regangan), mineralisasi
dan rekristalisasi yang terjadi dalam waktu yang panjang.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bidang diskontinu
terbentuk karena tegangan tarik yang terjadi pada batuan. Hal ini yang membedakan
antara diskontinuitas alami, yang terbentuk oleh peristiwa geologi atau geomorfologi,
dengan diskontinuitas artifisial yang terbentuk akibat aktivitas manusia misalnya
pengeboran, peledakan dan proses pembongkaran material batuan.
Secara tiga dimensi, struktur diskontinuitas pada batuan disebut sebagai
struktur batuan sedangkan batuan yang tidak pecah disebut sebagai material batuan
yang bersama struktur batuan, membentuk massa batuan. Beberapa macam bidang
diskontinu yang digolongkan berdasarkan ukuran dan komposisi bidang diskontinu
adalah sebagai berikut:
1. Fault atau Patahan
Fault atau patahan adalah bidang diskontinu yang secara jelas memperlihatkan
tanda-tanda bidang tersebut mengalami pergerakan. Tanda-tanda tersebut
diantaranya adalah adanya zona hancuran maupun slickensided atau jejak yang
terdapat disepanjang bidang fault. Fault dikenal sebagai weakness zone karena
akan memberikan pengaruh pada kestabilan massa batuan dalam wilayah yang
luas.
3-2
2. Joint atau Kekar
Beberapa pengertian joint atau kekar
a. Berdasarkan ISRM (1980), joint atau kekar adalah bidang diskontinu yang
terbentuk secara alami tanpa ada tanda-tanda pergeseran yang terlihat
b. Menurut Price (1966), joint adalah retakan pada batuan yang tidak
menunjukkan tanda-tanda pergerakan, atau meskipun mengalami pergerakan
tetapi sangat kecil sehingga bisa diabaikan.
Joint berdasarkan lokasi keterjadiannya dapat dikelompokkan menjadi :
a. Foliation joint adalah bidang diskontinu yang terbentuk sepanjang bidang
foliasi pada batuan metamorf.
b. Bedding joint adalah bidang diskontinu yang terbentuk sepanjang bidang
perlapisan pada batuan sedimen.
3. Tectonic joint
Tectonic joint (kekar tektonik) adalah bidang diskontinu yang terbentuk karena
tegangan tarik yang terjadi pada proses pengangkatan atau tegangan lateral, atau
efek dari tekanan tektonik regional (ISRM, 1975). Kekar tektonik pada umumnya
mempunyai permukaan datar (planar), kasar (rough) dengan satu atau dua joint
set.
4. Fracture
Fracture adalah bidang diskontinu pada batuan yang terbentuk karena adanya
proses pelipatan dan patahan yang intensif (Glossary of Geology, 1980).
Fracture adalah istilah umum yang dipakai dalam geologi untuk semua bidang
diskontinu. Namun istilah ini jarang dipakai untuk kepentingan yang
berhubungan dengan rock engineering dan engineering geology.
5. Crack
Crack adalah bidang diskontinu yang berukuran kecil atau tidak menerus
(ISRM1975). Namun beberapa rock mechanic engineer menggunakan istilah
fracture dan Crack untuk menjelaskan pecahan atau Crack yang terjadi pada saat
pengujian batuan, peledakan dan untuk menjelaskan mekanisme pecahnya
batuan.
3-3
6. Rupture
Rupture adalah pecahan atau bidang diskontinu yang terjadi karena proses
ekskavasi atau pekerjaan manusia yang lain.
7. Bedding
Merupakan istilah untuk bidang perlapisan pada batuan sedimen. Bedding terdapat
pada permukaan batuan yang mengalami perubahan ukuran dan orientasi butir dari
batuan tersebut serta perubahan mineralogi yang terjadi selama proses
pembentukan batuan sedimen.
8. Shear
Shear adalah bidang pergeseran yang berisi material hancuran akibat tergerus oleh
pergerakan kedua sisi massa batuan dengan ukuran celah yang lebih lebar dari
kekar. Ketebalan material hancuran yang berupa batu atau tanah ini bervariasi dari
ukuran beberapa millimeter sampai meter.
Gambar 4.27
Sketsa pegambilan data koordinat
pada lokasi L3-5E-Sub3
4-5
Hasil dari perhitungan kemajuan keseluruhan bukaan tambang pada bulan
September dan Okober 2014 dapat dilihat pada grafik 3.4.
800 745
700 643.57
Waste
Advance(m) 600
500 Ore
400
300
200
102.00 100.5
100 17.5 29
0 0
0
September Oktober September Oktober
Development Production
Grafik 3.4
Kemajuan tambang bulan September-Oktober tahun 2014
4.2. Pembahasan
Dalam kegiatan klasifikasi massa batuan, hal terpenting adalah mengamati
dan mencatat parameter yang terkait dengan metode klasifikasi massa batuan
yang digunakan. Tim geoteknik PT. Natarang Mining menggunakan metode
klasifikasi Rock Mass Rating (RMR) dan Rock Tunneling Quality Index (Q
system). Penggunaan lebih satu metode klasifikasi bertujuan agar memiliki data
pembanding atas hasil yang diperoleh dari tiap metode.
Pengamatan klasifiksi massa batuan diakukan pada lokasi L3-2W- SPV-W
(dinding terowongan) dan L3 SPV-2W-W50 (heading terowongan). Dalam
metode klasifikasi massa batuan dengan Rock Mass Rating (RMR) setiap
parameter diberi nilai pembobotan yang nantinya akan di jumlahkan untuk
mengetahui kelas dari batuan tersebut, sehingga dapat ditentukan rekomendasi
penyanggaan, stand-up time dan maximum unsuppored span.
Berdasarkan metode Rock Mass Rating (RMR), tipe batuan pada lokasi L3-
2W- SPV-W merupakan jenis batuan kelas IV yang termasuk jenis buruk (poor
rock), sehingga direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi wire mesh dan
rockbolt dengan panjang 4 - 5 m dengan jarak (spasi) 1 - 1.5 m pada atap dan
dinding lubang bukaan dan pemberian shotcrete dapat dilakukan di sepanjang atap
dan dinding lubang bukaan dengan ketebalan 100 – 150 mm. Untuk lebar
4-6
maksimum lubang bukaan yaitu sebesar 2.5 m, dengan stand-up time selama 3.5
jam. Sedangkan tipe batuan pada lokasi L3 SPV-2W-W50 merupakan batuan
kelas V yang termasuk jenis batuan sangat buruk (very poor rock) sehingga
direkomendasikan untuk menggunakan kombinasi wire mesh dan rockbolt dengan
panjang 5-6 m dalam pemberian shotcrete dapat dilakukan di sepanjang atap dan
dinding lubang bukaan dngan ketebalan 150-200 mm. Untuk lebar maksimum
lubang bukaan adalah sebesar 1 m dengan stand-up time selama 15 menit.
Berdasarkan metode Q system lokasi L3-2W- SPV-W berada pada kelas
batuan very poor tipe V, dengan rekomendasi penyanggaan shotcrete setebal 5-9
cm dan bolting dengan jarak 1.4 m. Jenis kelas batuan ini mampu bertahan selama
5 jam dengan maksimal lubang bukaan yang mampu bertahan tanpa adanya sistem
penyanggaan adalah sebesar 1.6 m. Sedangkan tipe batuan pada lokasi L3 SPV-
2W-W50 adalah extremely poor tipe VI dengan rekomendasi penyanggaan
shotcrete setebal 9-12 cm dan bolting dengan jarak 1.2 m. Jenis kelas batuan ini
mampu bertahan selama 40 menit dengan maksimal lubang bukaan yang mampu
bertahan tanpa adanya sistem penyanggaan adalah sebesar 0.96 m..
Pengamatan yang dilakukan pada kegiatan survey meliputi survey
pemboran dan peledakan, survey kemajuan lubang bukaan tambang bawah tanah,
survey monitoring, survey pengukuran stockpile serta penentuan stake out. Pada
survey kemajuan tambang dalam bulan September dan Oktober 2014, didapat
kemajuan proses development sepanjang 17.5 m pada waste dan 102 m pada ore,
sedangkan pada proses produksi didapat kemajuan sebesar 29 m pada waste dan
100.5 m pada ore.
Beberapa permasalahan yang terjadi pada saat pengambilan data di
lapangan adalah pengambilan data yang tidak sesuai standar operasionalnya
seperti pada saat pengambilan titik detail pada pengukuran stockpile posisi
tongkat prisma tidak berdiri tegak dan mengangkat tongkat saat prisma tertutup
oleh gundukan atau tumpukan tanah dan pembuatan kembali wall station
dikarenakan tertutup oleh pemasangan timber set.
Selain faktor tersebut, yang menjadi permasalahan saat pengamatan adalah
faktor ground water. Pada saat pengamatan beberapa kegiatan pengambilan data
terganggu akibat derasnya tetesan ataupun rembesan air pada lubang terowongan.
4-7
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan Kerja Praktek yang dilakukan oleh penyusun selama
berada di PT. Natarang Mining, dapat diambil kesimpulan:
1. Kegiatan survey tambang bawah tanah meliputi kegiatan survey pemboran
dan peledakan, survey kemajuan tambang, survey monitoring penurunan
permukaan tanah, penentuan stakeout dan survey stockpile.
2. Pada pemetaan kekar, parameter yang diamati meliputi jumlah kekar, lebar
bukaan kekar, kekasaran kekar, panjang kekar, material pengisi, dan tingkat
pelapukan kekar. Sedangkan pada survey tambang bawah tanah data yang
diambil meliputi koordinat xyz pada segmen floor, gridlines dan roof.
3. Klasifikasi kelas massa batuan pada tambang bawah tanah, PT Natarang
Mining menggunakan dua buah metode yaitu Rock Mass Rating (RMR) dan
Rock Quality Index (Q system).
4. Rekomendasi penyanggaan yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan
meliputi wire mesh, rockbolt, shotcrete dan timber-set.
5-1
DAFTAR PUSTAKA
Barton N, Lien R and Lunde J (1974): Engineering classification fo rock masses for
the design of tunnel support, Rock Mech, Min.
Bieniawski, Z.T. 1989. Engineering rock mass classifications. New York: Wiley.
Deere, D.U., 1989. Rock quality designation (RQD) after 20 years. U.S. Army Corps
Engrs. Contract Report GL-89-1. Vicksburg, MS: Waterways Experimental
Station.
Deere, D.U., Hendron, A.J., Patton, F.D. and Cording, E.J. 1967. Design of surface
and near surface construction in rock. In Failure and breakage of rock, proc.
8th U.S. symp. rock mech., (ed. C. Fairhurst), 237-302. New York: Soc. Min.
Engrs, Am. Inst. Min. Metall. Petrolm Engrs.
Goodman R.E. (1989): Introduction to rock mechanics. John Wiley & Sons, New
York, 561 p.
Hart, E.F., and Parrish, J.S. 1995. Mining surveys. In The Surveying Handbook.
Edited by R.C. Brinker and R. Minnick. Norwell, MA: Kluwer Academic
Publishers. pp. 702–728.
Hudson J.A., Priest S.D. (1979): Discontinuities and rock mass geometry. Int. J.
Rock Mech. Min. Sci & Geomech. Abstr., Vol 16, 1979, pp 339 - 362.
Kramadibrata, S. (1996): The influencw of rock mass and intact rock properties on
the design of surface mines with particular reference to the excavatability of
rock, Ph D Thesis, Curtin University of Technology.
Palmstrom A., 1982. The volumetric joint count - A useful and simple measure of the
degree of rock mass jointing. IAEG Congress, New Delhi, 1982. pp. V.221 –
V.228.