Anda di halaman 1dari 92

PENUNTUNPRAKTI

KUM
TEKNI
KPELEDAKAN
2019

DI
SUSUN OLEH:
TI
M ASI
STEN
LABORATORI
UM PENGEBORAN DAN PELEDAKAN

LABORATORI
UM PENGEBORANDANPELEDAKAN
JURUSANTEKNIKPERTAMBANGAN
FAKULTASTEKNOLOGII
NDUSTRI
UNI
VERSITASMUSLI
MINDONESI
A
KATA PENGANTAR

Buku Panduan Praktikum Peledakan ini disusun agar menjadi pedoman dalam
mempelajari tentang kegiatan peledakan dalam duia pertambangan, terutama bagi Mahasiswa
peserta Praktikum Peledakan di Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Muslim Indonesia.

Buku Panduan ini merupakan edisi revisi dari Panduan Praktikum Peledakan Jurusan
Teknik Pertambangan Universitas Muslim Indonesia yang dibuat pada tahun 2018. Semoga
Buku Panduan ini bermanfaat bagi pembaca.

Makassar, September 2019

Tim Asisten Peledakan 2019

ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM TEKNIK PELEDAKAN LABORATORIUM
PENGEBORAN DAN PELEDAKAN 2019/2020

ATURAN BERPAKAIAN
1. PRAKTIKAN LAKI-LAKI
 Memakai Celana Kain Warna Hitam
 Memakai Rompi dan kemeja ( pdh organisasi tidak diperbolehkan )
 Tidak dalam pengaruh obat-obatan terlarang
 Tidak merokok selama praktikum berlangsung, saat asistensi, dan selama
berada di area lab
 Tidak memakai perhiasan, kecuali jam tangan

2. PRAKTIKAN PEREMPUAN
 Memakai Rok Hitam, Tidak boleh ketat (span), tidak memiliki belahan dan
panjang rok harus melewati mata kaki
 Memakai Jilbab Warna Hitam dan menutupi dada
 Memakai rompi dan kemeja
 Tidak mengumbar aurat
 Tidak memakai makeup secara berlebihan
 Tidak memakai perhiasan kecuali jam tangan

ATURAN UMUM
1. Praktikan diwajibkan mengikuti asistensi umum (Tidak mengikuti asistensi
umum = batal mata acara 1)
2. Hadir tepat waktu saat praktikum dimulai, batas toleransi 15 menit.
3. Membawa alat dan bahan tiap praktikum sesuai arahan asisten.
4. Tidak diperkenankan pindah frekuensi kecuali urgent
5. Tidak diperkenankan mengikuti mata acara selanjutya jika mata acara
sebelumnya belum ACC
6. Dilarang menggunakan handphone selama praktikum kecuali ada arahan dari
asisten
7. Dilarang mengobrol diluar topik yang sedang dibicarakan.
8. Dilarang makan tanpa seizin asisten.
9. Diperbolehkan minum dengan catatan hanya air mineral.
10. Menyelesaikan problem set sebelum keluar dari laboratorium dan tidak boleh
mengambil data dari teman kecuali problem set untuk kelompok
11. Setelah selesai praktikum dan asistensi diwajibkan membersihkan sebelum
meninggalkan lab.
12. Menjaga kebersihan lab dan area lab
13. Mengikuti segala aturan lab dan bersedia menerima sanki sesuai dengan
pelanggaran

iii
ATURAN ASISTENSI
1. Praktikan diperbolehkan untuk asistensi pribadi
2. Batas asistensi pukul 17.00
3. Membawa perlengkapan asistensi (lembar asistensi, modul dan Kartu kontrol)
4. Pakaian kemeja bebas rapih

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
TATA TERTIB LABORATORIUM PELEDAKAN ................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v

Mata Acara 1 ................................................................................................. 1


Mata Acara 2 ................................................................................................. 25
Mata Acara 3 ................................................................................................. 40
Mata Acara 4 ................................................................................................. 49
Mata Acara 5 ................................................................................................. 63

Panduan Penulisan ....................................................................................... 79


Kartu Kontrol ............................................................................................... 84
Lembar Asistensi ......................................................................................... 85

Daftar Isi-v
Mata Acara

KRITERIA
PENGGALIAN
1

 Tujuan:
Menentukan kriteria penggalian dari suatu massa batuan yang
cocok untuk dilakukan peledakan.

 Praktek:
Melakukan penghitungan RMR dan Q-Sistem dari suatu batuan
menggunakan prototype coring.

 Peralatan
 Prototype
 Alat pengukur satuan panjang
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

TEORI DASAR
KRITERIA ANALISIS PENGGALIAN

1. KRITERIA PENGGALIAN MENURUT RMR


Kemampuan untuk menaksir kemampugalian atau potongan suatu
massa batuan sangatlah penting, apalagi bila akan menggunakan alat gali
mekanis menerus. Fowell & Johnson (1982) menunjukkan hubungan yang erat
antara kinerja (produksi) Road header kelas berat (> 50 ton) dengan RMR
(lihat Gambar 1).
Selanjutnya pada tahun 1991 mereka melaporkan juga bahwa hubungan
tersebut di atas dapat dibagi menjadi 3 zona penggalian :

Zone 1 Kinerja penggalian sangat ditentukan oleh sifat-sifat batuan utuh.

Zone 2 Keberhasilan kinerja penggalian dibantu oleh kehadiran struktur


massa batuan. Pengaruh sifat-sifat batuan utuh menurun dengan
memburuknya kualitas massa batuan.

Zone 3 Kinerja penggalian semata-mata dipengaruhi oleh struktur massa


batuan.
Nilai-nilai UCS, Energi Spesifik, Koefisien Abrasivity secara keseluruhan
menyimpulkan bahwa batuan utuh tersebut tidak dapat digali dengan
memuaskan oleh roadheader. Namun seperti dilaporkan oleh Fowell & Johnson
(1991) bahwa pada kenyataannya massa batuan itu dapat digali dengan cara
hanya menggoyang bongka-bongkah batuan dari induknya yang akhir jatuh
bebas.
RMR juga pernah dipakai untuk mengevaluasi kinerja roadheader Dosco
SL-120 (Sandbak 1985, lihat Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan pada bijih
tembaga Kalamazoo & San Manuel, Arizona. Dapat disimpulkan bahwa
kemajuan penggalian atau kinerja Doscotsb dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan berikut ini :

Y = 2.39 e-0.02x R2 = 0.79

KriteriaPenggalian- 2
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

dimana : Y adalah laju penggalian (m/jam) dan x adalah RMR.

Gambar 1. Hubungan antara RMR dan laju penggalian roadheader kelas> 50


ton (Fowell& Johnson, 1982 & 1991).

Gambar 2. Hubungan laju penggalian roadheader vs. RMR (Sandbak, 1985)

KriteriaPenggalian- 3
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

2. KRITERIA PENGGALIAN MENURUT RMR & Q-SISTEM


Hubungan antara RMR dan Q-Sistem untuk berbagai kondisi penggalian
dapat dilihat pada Gambar 3. Jelas tampak bahwa hubungan antara RMR & Q-
Sistem adalah linier. Titik-titik yang menunjukkan angka RMR & Q-Sistem yang
tinggi mencerminkan kondisi material keras yang penggaliannya perlu
peledakan. Sedangkan kehadiran alat gali seperti Surface Miner yang
menggunakan mekanisme potong rupanya dapat menggantikan operasi
peledakan.
Dalam upaya melengkapi informasi Gambar 3, data asli hasil penelitian
Abdullatif & Cruden (1983) dimasukkan dan data penggunaan surface miner
diperoleh dari Kramadibrata (1992 - Potong).

Gambar 3. Klasifikasi metode penggalian menurut RMR & Q-Sistem

3. INDEKS EKSKAVASI
Dalam upaya memudahkan pendugaan kemampugaruan suatu massa
batuan, Kirsten (1982) mengklasifikasikan massa batuan menurut sifat fisik
(Ms), relativitas orientasi struktur massa batuan terhadap arah penggalian dan

KriteriaPenggalian- 4
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

beberapa parameternya Q-Sistem yang disebut dengan Indeks Ekskavasi yang


dinyatakan dengan :

RQD Jr
N = Ms x Jn x JS x Ja

Keterangan :

Ms = Mass Strenght Number

RQD = Rock Quality Designation

Jn : Number of Joint Set

JS : Besaran relative struktur permukaan massa batuan, JS. (Kirsten, 1982)

Jr : Roughness (Kekasaran Kekar)

Ja : Joint Alteration (filling)

N adalah Indeks penggalian dan paramater lainnya sama dengan parameter


yang digunakan oleh Q-Sistem, sedangkan Ms dan Js dapat dilihat pada Tabel 1.

Kirsten membagi nilai indeks ekskavasi sebagai berikut :

1 < N < 10 Mudah digaru (ripping)


10 < N < 100 Sulit digaru
100 < N < 1000 Sangat sulit digaru
1000 < N < 10000 Antara digaru dan peledakan
N > 10000 Peledakan

Sudah tentu bahwa klasifikasi Kirsten tidak menjamin keberhasilan


penggaruan oleh suatu jenis buldoser pada kondisi tertentu, karena daya mesin
dan tipe alat garu tidak dilibatkan di dalam perhitungan.

KriteriaPenggalian- 5
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Gambar 4. Hubungan antara Excavatability Index dengan RMR

Tabel 1. Besaran parameter, Ms (Kirsten, 1982)

Kekerasan Identifikasi UCS Mass


(MPa) Strength
Number (Ms)
Batusangat Material crumbles under firm blows with 1.7 0.87
lunak sharp end of geological pick and can be 1.7 - 3.3 1.86
peeled off with a knife, it is too hard to cut
a sample by hand
Batulunak Can just scraped and peeled with a knife, 3.3 - 6.6 3.95
indentations 1mm to 3 mm show in the 6.6 - 13.2 8.39
specimen with firm blows of the pick point
Batukeras Cannot be scraped or peeled with a knife, 13.2 - 26.4 17.7
hand-held specimen can be broken with
hammer end of a geological pick with a
single firm blow
Batusangat Hand-held specimen breaks with hammer 26.4 - 53.0 35.0
keras end of pick under more than one blow 53.0 - 106.0 70
Batusamas Specimen requires many blows with 106.0-212.0 140.0
ekalikeras geological pickto break through intact 212.0 280.0
material

KriteriaPenggalian- 6
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Tabel 2. Besaran relative struktur permukaan massa batuan, Js. (Kirsten,


1982)

Arah kemiringan Sudut kemiringan Nisbah jarak joint, r


berjarak dekat berjarak dekat

dengan set kekar (0)-1 dengan set kekar (0)-2 1:1 1:2 1:4 1:8
180/0 90 1 1 1 1
0 85 0.72 0.67 0.62 0.56
0 80 0.63 0.57 0.50 0.45
0 70 0.52 0.45 0.41 0.38
0 60 0.49 0.44 0.41 0.37
0 50 0.49 0.46 0.43 0.40
0 40 0.53 0.49 0.46 0.44
0 30 0.63 0.59 0.55 0.53
0 20 0.84 0.77 0.71 0.68
0 10 1.22 1.10 0.99 0.93
0 5 1.33 1.20 1.09 1.03
0/180 0 1 1 1 1
180 5 0.72 0.81 0.86 0.90
180 10 0.63 0.70 0.76 0.81
180 20 0.52 0.57 0.63 0.67
180 30 0.49 0.53 0.57 0.59
180 40 0.49 0.52 0.54 0.56
180 50 0.53 0.56 0.58 0.60
180 60 0.63 0.67 0.71 0.73
180 70 0.84 0.91 0.97 1.01
180 80 1.22 1.32 1.40 1.46
180 85 1.33 1.39 1.45 1.50
180/0 90 1 1 1 1

1. r bentuk relatif blok antara arah penggaruan dan orientasi struktur.


2. Arah dip berjarak dekat dengan joint set relatif terhadap arah penggaruan.
3. Sudut Dip semu berjarak dekat dengan joint set tegak lurus dengan bidang
yang searah penggaruan.
4. Batuan utuh, Js = 1.0.
5. Untuk r < 0.125, ambil Js seperti r = 0.125.

KriteriaPenggalian- 7
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

4. KRITERIA PENGGALIAN MENURUT KECEPATAN SEISMIK


Seperti sudah disebutkan bahwa kecepatan seismik sudah banyak
dipakai untuk menduga kemampugaruan suatu massa batuan. Berbagai
kemungkinan cara penggalian untuk berbagai macam massa batuan menurut
kecepatan seismik diberikan oleh Atkinson (1971, lihat Gambar 5).
Penggaliandisinimeliputidaricaramanual hinggamekanispenuh.

Str ippi ng shovel : no blasti ng


W al kin g dr agl i ne : no b lasti ng
D rag li ne (cr aw le r) : no blasti ng
B ucket w heel excavator
B ucket chai n excavator
L o adi ng shovel : n o bl asti ng
Tractor scraper : af ter ri ppi ng
Tractor scraper : no ri ppin g etc
L abour er wi th pi ck & sho vel
Ri ppabl e
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
M arg inal
K E CEPA TA N SEI SM IK x 100 0 m/d
Impossi ble

Gambar 5. Metode kecepatan seismic untuk penentuan macam penggalian


(Atkinson, 1971)

5. KRITERIA PENGGALIAN MENURUT INDEKS KEKUATAN BATU


Franklin dkk (1971) mengusulkan klasifikasi massa batuan menurut dua
paramater, yaitu Fracture Index dan Point Load Index (PLI). Fracture Index
dipakai sebagai ukuran karakteristik diskontinuiti dan didefinisikan sebagai
jarak rata-rata fraktur dalam sepanjang bor inti atau massa batuan. Kedua
parameter ini digambarkan dalam satu diagram untuk menduga
kemampugaruan suatu massa batuan dimana If dan Is masing-masing
menyatakan Fracture Index dan PLIi.
Diagram klasifikasi dibagi kedalam tiga zona umum yaitu, penggalian
bebas (free digging), penggaruan (ripping) dan peledakan (blasting). Massa
batuan yang terkekarkan dan lemah masuk kedalam kategori bagian bawah kiri
diagram, sedangkan massa batuan massif dan kuat di plot dibagian atas kanan.
Yang pertama tentunya sangat mudah untuk digali dan yang terakhir sangat

KriteriaPenggalian- 8
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

sulit digali dengan alat mekanis.

Gambar 6. Kriteria Indeks kekuatan batu (Franklin dkk, 1971)

6. KLASIFIKASI KEMAMPUGARUAN
Klasifikasi massa batuan untuk kepentingan penggaruan yang
melibatkan parameter mesin penggaru dan sifat-sifat fisik, mekanik dan
dinamik massa batuan diberikan oleh Klasifikasi Kemampugaruan (rippability
chart). Tabel 3 adalah klasifikasi penggaruan menurut Weaver (1975) yang
sudah sering dipakai oleh para kontraktor penggalian dan kriterianya
didasarkan pada pembobotan total dari parameter pembentuknya bersamaan
dengan daya bulldozer yang diperlukan. Parameter yang dipakai dalam
klasifikasi ini adalah kecepatan seismik, kekerasan batuan, tingkat pelapukan,
jarak kekar, kemenerusan kekar, jarak pemisahan kekar dan orientasi kekar
terhadap penggalian.

KriteriaPenggalian- 9
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Tabel 3. Klasifikasi massa batuan untuk penggaruan menurut Weaver (1975)

Kelasbatuan I II III IV V
Dekripsi Sangatbaik Baik Sedang Buruk Sangatburuk
Kecepatanseismi > 2150 2150-1850 1850-1500 1500-1200 1200-450
k (m/s)
Bobot 26 24 20 12 5
Kekerasan Eks. keras Sangatkeras Keras Lunak Sangatlunak
Bobot 10 5 2 1 0
Pelapukan Tdk. lapuk Agaklapuk Lapuk Sangatlapuk Lapuk total
Bobot 9 7 5 3 1
Jarakkekar > 3000 3000-1000 1000-300 300-50 < 50
(mm)
Bobot 30 25 20 10 5
Kemenerusanke Tdk. Agakmeneru Menerus - Menerus-be- Menerusdgn.
kar menerus s tdkada gouge berapa gouge gouge
Bobot 5 5 3 0 0
Gouge kekar Tdkadapemi Agakpemisah Pemisahan Gouge < 5 Gouge > 5
sahan an < 1mm mm mm
Bobot 5 5 4 3 1
Orientasikekar Sgt. Tdk. me- Agaktdk me- Mengun- Sgt.
mengun- nguntungkan nguntungkan tungkan mengun-
tungkan tungkan
Bobot 15 13 10 5 3
Bobot total 100-90 90-70 70-50 50-25 <25
Penaksirankema Peledakan Eks. Sangatsusahg Susahgaru Mudahgaru
mpugaruan susahgaru&le aru
dak
Pemilihantrakto - D9G D9 / D8 D8 / D7 D7
r
Horse power 770-385 385-270 270-180 180
Kilowatt 575-290 290-200 200-135 135

Klasifikasi Kemampugaruan telah digunakan dengan hasil memuaskan di


daerah Afrika Selatan oleh Weaver (1975). Namun demikian perlu diketahui
bahwa klasifikasi ini selanjutnya dimodifikasi oleh Singh dkk (1987) yang hanya
melibatkan sifat-sifat batuan seperti UCS, ITS, Young's Modulus, dan Kecepatan
rambat gelombang seismik di lapangan.
Pettifer & Fookes di UK (1994) mencoba untuk melakukan modifikasi
terhadap kriteria penggaruan sebelumnya seperti ditunjukkan pada Tabel 7.
Kriteria versimereka, seperti ditunjukkan pada Gambar 7, memungkinkan

KriteriaPenggalian- 10
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

kemudahan penggalian suatu massa batuan dianalisis Kriteria ini sejenis


dengan kriterianya Franklin. Selanjutnya, mereka menduga bahwa jarak kekar
rata-rata dengan kuat tekan batu merupakan parameter penting dalam menilai
kemampugaruan, yang percontoh batuannya dapat diperoleh dari singkapan
atau bor inti. Grafik ini bukanlah petunjuk mutlak yang mampu memberikan
jawaban sebenarnya, karena biaya dan factor lainnya juga ikut menentukan
kemampugaruan suatu massa batuan oleh sebuah bulldozer.
Tabel 4. Parameter geoteknik yang digunakan oleh berbagai criteria
kemampugalian (Pettifer&Fookes, 1994)

Metoda Artirelatifdarisetiap parameter1)


analisis SV2) sc2) PLI Hd Ab2 Wea dsw Jp Jsp Jor.
)
Caterpillar (1970) **** - - - - - - - -
Franklindkk (1971) - - **** - - - **** - * ***
Weaver (1975) **** - - **3) - ** **** * * *6)
Kirsten (1982) - ****4 - - - - ****5 - * **7)
) )
Minty & Kearns (1983) **** - ** - - ** *** * * -
Scoble&Muftuoglu (1984) - **8) - - - ** ****9 - - **
)
Smith (1986) - ** - - - ** **** * * -
Singh dkk (1987) *** - **10) - ** ** **** - - -

Karpuz (1990) **** ***8) - **11) - ** **** - - -

Hadjigeorgiou&Scoble - - *** - - ** **** - - *6)


(1990) 12)
MacGregordkk (1994) * *
Pettifer&Fookes (1994) - - **** - - * **** - - **

1) Jumlah bintang menyatakan arti relatif setiap parameter pada masing-


masing metoda analisis
2) Membutuhkan teknik khusus atau uji laboratorium.
3) Dapat dinyatakan dalam UCS.
4) Dibandingkan dengan bobot isi kering.
5) Fungsi RQD dan jumlah set kekar.

KriteriaPenggalian- 11
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

6) Dibandingkan dengan "spacing ratio" dua set kekar.


7) Minty & Kearns juga memasukkan kondisi air tanah dan kekasaran
permukaan kekar.
8) Dapat diturunkan dari nilai PLI.
9) Jarak kekar dan jarak bidang perlapisan berbeda.
10) Uji tarik Brazilian diperlukan.
11) Nilai Schmidt hammer.
12) Dinyatakan dalam volumetric joint count, Jv.

Keterangan :
SV = Kecepatan seismik
Hd = Kekerasan batuan
Ab = Abrasivitas
Wea = Pelapukan
dsw = Jarak kekar
Jp = Persistensi kekar
Jsp = Pemisahan kekar
Jor = Orientasikekar

7. ROCK MASS RATING ( RMR )


Bieniawski ( 1976 ) dalam Manik ( 2007 ) mempublikasikan suatu
metode klasifikasi massa batuan yang dikenal dengan Geomechanics
Classification atau Rock Mass Wasting ( RMR ). Metode rating digunakan pada
klasifikasi ini. Besaran rating tersebut didasarkan pada pengalaman Bieniawski
dalam mengerjakan proyek – proyek terowongan dangkal. Metode ini telah
dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda –
beda seperti tambang pada batuan kuat, terowongan, tambang batubara,
kestabilan lereng, dan kestabilan pondasi. Klasifikasi ini juga sudah
dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan adanya data baru agar dapat
digunakan untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan standar internasional
Parameter – parameter Rock Mass Rating ( RMR ). Sistem klasifikasi massa
batuan Rock Mass Rating ( RMR ) menggunakan enam parameter.
Berikut ini dimana rating setiap parameter dijumlahkan untuk memperoleh

KriteriaPenggalian- 12
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

nilai total dari RMR :


1. Kuat tekan batuan utuh ( Strength of intact rock material )
2. Rock Quality Design ( RQD )
3. Jarak antar diskontinuitas ( Spacing of discontinuities )
4. Kondisi diskontinuitas ( Conditon of discontinuities )
5. Kondisi air tanah ( groundwater condition )
6. Orientasi diskontinuitas ( Orientation of discontinuities )
Berikut dijelaskan mengenai keenam parameter yang digunakan dalam
memperoleh klasifikasi massabatuan Rock Mass Rating ( RMR ) tersebut :
1. Kuat Tekan Batuan Utuh ( Strength Of Intact Rock Material )
Kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial (
Uniaxial Compressive Strength, UCS ) dan uji point load ( point Load Test, PLI
). UCS mengguanakn mesin tekan untuk menekan sampel batuan dari satu arah
( uniaxial ). Sampel batuan yang diuji dalam bentuk silinder ( tabung ) dengan
perbandingan antara tinggi dan diameter tertentu. Perbandingan ini sangat
berpengaruh pada nilai UCS yang dihasilkan. Semakin besar perbandingan
panjang terhadap diameter, kuat tekan akan semakin kecil.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi
bobot berdasarkan nilai UCS atau nilai PLI-nya seperti tertera pada Tabel 5
Tabel 5 . Pembobotan kekuatan material batuan utuh ( Bieniawski, 1989 )
Deskripsi Kualitatif UCS ( MPa ) PLI ( MPa ) Rating
Sangat kuat sekali >250 >10 15
(exceptionally
strong)
Sangat kuat(very strong) 100 – 250 4 – 10 12
Kuat ( strong ) 50 – 100 2–4 7
Sedang ( average ) 25 – 50 1–2 4
Lemah ( weak ) 5 – 25 Penggunaan 2
Sangat lemah 1–5 UCS 1
(very weak) lebihdianjurkan
Sangat lemah sekali <1 0
( extremely weak )

KriteriaPenggalian- 13
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

2. Rock Quality Design ( RQD )


Pada tahun 1967 D.U.Deere memperkenalkan Rock Quality Design ( RQD
) sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan
secara kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai presentasi dari perolehan inti bor
( core ) yang secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan
jumlah bagian yang lunak dari massa batuan yang diamati dari inti bor ( core ).
Hanya bagian yang utuh dengan panjang lebih besar dari 100 mm ( 4 inchi )
yang dijumlahkan keudian dibagi panjang total pengeboran ( core run ).

RQD =

Dalam menghitung nilai RQD, metode langsung digunakan apabila core


los tersedia. Tata cara untuk menghitung RQD menurut Deere diilustrasikan
pada gambar 1. Call & Nicholas, Inc ( CNI ), konsultan geoteknik asal Amerika,
mengembangkan koreksi perhitungan RQD untuk panjang total pengeboran
yang lebih dari 1,5 m. CNI mengusulkan nilai RQD diperoleh dari persentase
total panjang inti bor utuh yang lebih dari 2 kali diameter inti ( core ) terhadap
panjang total pengeboran ( core run ). Metode pengukuran RQD menurut CNI
diilustrasikan :
Panjang total pengeboran ( core run ) = 100 cm
Diameter core = 61.11 cm
Jumlah panjang core : 28 cm, 9 cm, 9,5 cm, 11 cm, 20 cm, 25 cm

1. RQD =

RQD =

RQD = 84 %

2. RQD =

RQD =

RQD = 73 %

KriteriaPenggalian- 14
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Hubungan antara nilai RQD dan kualitas dari suatu massa batuan
diperkenalkan oleh Barton, 1975 dalam Bell, 1992 seperti Tabel 6.
Tabel 6. Hubungan nilai RQD dan kualitas batuan
RQD ( % ) Kualitas Batuan
<25 Sangat jelek ( very poor )
25-50 Jelek ( poor )
50-75 Sedang ( fair )
75-90 Baik ( good )
90-100 Sangat baik ( excellent )
Pada perhitungan nilai RMR, parameter Rock Quality Designation ( RQD
diberi bobot berdasarkan nilai RQD-nya seperti tertera pada tabel 7.
Tabel 7. Bobot kualitas batuan berdasarkan nilai RQD
RQD ( % ) Kualitas Batuan Rating
<25 Sangat jelek ( very poor ) 20
25-50 Jelek ( poor ) 15
50-75 Sedang ( fair ) 10
75-90 Baik ( good ) 8
90-100 Sangat Baik ( excellent ) 5

3. Jarak antar diskontinuitas ( Spacing of discontinuities )


Jarak antar diskontinuitas didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara
dua diskontinuitas berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat
sembarang. Pada perhitungan nilai RMR, parameter jarak antar ( spasi )
diskontinuitas diberi bobot berdasarkan nilai spasi diskontinuitasnya seperti
tertera pada tabel 8.
Tabel 8. Pembobotan berdasaarkan spasi bidang diskontinu
Deskripsi Spasi diskontinuitas (m) Rating
Sangat lebar ( very wide ) >2 20
Lebar ( wide ) 0.6-2 15
Sedang ( moderate ) 0.2-0.6 10
Rapat ( close ) 0.006-0.2 8
Sangat rapat ( very close ) <0.006 5

KriteriaPenggalian- 15
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

4. Kondisi diskontinuitas ( Condition of discontinuities )


Ada lima karakteristik diskontinuitas yang masuk dalam pengertian
kondisi diskontinuitas, meliputi kemenerusan ( persistence ), jarak antar
permukaan diskontinuitas atau celah ( separation / aperture ), kekasaran
diskontinuitas ( roughness ), material pengisi ( infillinf / gouge ) dan tingkat
kelapukan ( weathering ).
a. Kemenerusan ( persistence / continuity )
Panjang dari suatu diskontinuitas dapat dikuantifikasi secara kasar
dengan mengamati panjang jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran ini
masih sangat kasar dan belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar
sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah diskontinuitas pada suatu
bukaan berhenti atau terpotong oleh solid / massive rock ini menunjukkan
adanya kemenerusan.
b. Jarak antar permukaan diskontinuitas atau celah ( separation / aperture )
Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada
bidang diskontinu. Celah tersebut dapat berisi material pengisi ( infilling ) atau
tidak.
c. Kekasaran diskontinuitas ( roughness )
Tingkat kekasaran permukaan diskontinuitas dapat dilihat dari bentuk
gelombang permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar
dari diskontinuitas. Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser
diskontinuitas dan dapat juga mengubah kemiringan pada bagian tertentu dari
diskontinuitas tersebut.
d. Material pengisi ( infilling / gouge )
Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang
diskontinuitas yang berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari
sifat batuan induknya. Beberapa material yang dapat mengisi celah di antaranya
breksi, lempung, silt, mylonite, gouge, sand, kuarsa dan kalsit.
e. Tingkat Kelapukan ( weathering )
Penentuan tingkat kelapukan diskontinuitas didasarkan pada perubahan
warna pada batuannya dan terdekomposisinya batuan atau tidak. Semakin
besar tingkat perubahan warna dan tingkat terdekomposisi, batuan semakin

KriteriaPenggalian- 16
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

lapuk.
Dalam perhitungan RMR, parameter – parameter di atas diberi bobot
masing – masing dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi
diskontinuitas. Pemerian bobot berdsarkan pada tabel 9.
Tabel 9. Perhitungan nilai RMR bersdasarkan 5 parameter
Parameter Rating
Panjang <1m 1-3 m 3-10 m 10-20m >20m
diskontinuitas 6 4 2 1 0
(Persistence/
continuity )
Jarakantar - <0.1mm 0.11>0m 1-5mm >5mm
permukaan m
diskontinuitas 6 5 4 1 0
Kekasarandiskontinuit Sangat Kasar Sedikit Halus Slicken-
as ( kasar kasar side
roughness ) 6 5 3 1 0
Material Pengisi ( Tidak Keras Lunak
infilling / gouge ) ada
6 4 2 2 0
Kelapukan Tidak Sedikit Lapuk Sangat hancur
( weathering ) lapuk Lapuk lapuk
6 5 3 1 0

5. Kondisi Air Tanah ( Groundwater conditions )


Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran diskontinuitas
diidentifikasikan sebagai salah satu kondisi berikut : kering ( completely dry),
lembab (damp), basah (wet), terdapat tetesan air ( dripping ), atau terdapat
aliran air(flowing). Pada perhitungan nilai RMR, parameter kondisi air tanah (
groundwater conditions ) diberi bobot berdasarkan tabel 6.

KriteriaPenggalian- 17
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Tabel 10. Pembobotan kondisi air tanah ( Bieniawski,1989 )


Kondisi Kering Lembab Basah Terdapat Terdapat
Umum (completely dry ( damp ) ( wet ) tetesan air aliran air
) ( dripping ) ( flowing )
Debit air tiap Tidak ada <10 10-25 25-125 >125
10 m panjang
terowongan
( ltr / menit )
Tekanan air 0 <0.1 0.1-0.2 0.1-0.2 >0.5
pada
diskontinuitas
/ tegangan
principal
mayor
Rating 15 10 7 4 0

Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter


sebelumnya. Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada
hubungan antara orientasi diskontinuitas yang ada dengan metode penggalian
yang dilakukan. Oleh karena itu dalam perhitungan, bobot parameter ini
biasanya diperlakukan terpisah dari lima parameter lainnya.

RMR = RMRbasic + penyesuaian terhadap orientasi diskontinuitas

dimana :
RMRbasic =  parameter ( a+b+c+d+e )

RMRbasic adalah nilai RMR dengan tidak memasukkan parameter


orientasi diskontinuitas dalam perhitungannya. Untuk keperluan analisis
kemantapan suatu lereng, Bieniawski ( 1989 ) merekomendasikan untuk
memakai sistem Slope Mass Rating ( SMR ) sebagai metode koreksi untuk
parameter orientasi diskontinuitas.

KriteriaPenggalian- 18
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Setelah nilai bobot masing – masing parameter –parameter diatas


diperoleh, maka jumlah keseluruhan bobot tersebut menjadi nilai total RMR.
nilai RMR ini dapat dipergunakan untuk mengetahui kelas dari massa batuan,
memperkirakan kohesi dan sudut geser dalam untuk tiap kelas massa batuan
seperti terihat pada tabel 11. dibawah ini :
Profil massa batuan Deskripsi
Rating 100-81 80-61 60-41 40-21 20-0
Kelas massa batuan Sangat Baik Sedang Jelek Sangat
baik Jelek
Kohesi >400kPa 300- 200-300 100-200 <100 kPa
400 kPa kPa
kPa
Sudut geser dalam >45° 35°- 25°-35° 15°-25° <15°
45°
Kestabilan Sangat Stabil Agak Tidak Sangat
stabil Stabil stabil tidak
stabil
Keruntuhan Tidak Sedikit Rekahan, Planar, Bidang
ada blok beberapa baji planar
membaji besar besar atau
seperti
tanah
Support Tidak Kadang Sistematis Koreksi Penggalian
perlu - penting ulang
kadang

8. KLASIFIKASI MASSA BATUAN (Q-SYSTEM)

Klasifikasi batuan Q-System dikenal juga dengan istilah Rock Tunneling


Quality Index untuk keperluan perancangan penyangga penggalian
bawahtanah.
Q-System digunakan dalam klasifikasi massa batuan sejaktahun 1980 di
Iceland. Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Barton, dkk di 1974

KriteriaPenggalian- 19
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

berdasarkan pengalaman pembuatan terowongan terutama di Norwegia dan


Finlandia.
Pembobotan QSystem didasarkan atas penaksiran numeric kualitas
massa batuan berdasarkan 6 parameter berikut;
1. RQD (Rock Quality Designation)
2. JumlahKekar/Joint Set Number (Jn)
3. KekasaranKekaratauKekarUtama/Joint Roughness Number (Jr)
4. DerajatAlterasiataupengisiansepanjangkekar yang paling lemah/Joint
Alteration Number (Ja)
5. Aliran Air/Joint Water Reduction Number (Jw)
6. Faktor Reduksi Tegangan /Stress Reduction Factor (SRF)
Dalam system ini, diperhatikan diskontinuitas dan joints. Angka dari Q
bervariasi dari 0.001-1000 dan dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut ini:

1. RQD (Rock Quality Designation)

Dimana ω : Frekuensi Joint (1/Spasi)

Tabel 1. RQD

KriteriaPenggalian- 20
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Kualitas batuanmenggunakan klasifikasi Q-system dapat berkisar dari


Q= 0,0001 sampai Q= 1000 pada skala logaritmik kualita smassa batuan.

2. Jn (Joint Set Number)

Tabel 2. Jn (Joint Set Number)

3. Jr (Joint Roughness Number

Tabel 3. Jr (Joint Roughness Number)

KriteriaPenggalian- 21
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

4. Ja (Joint Alteration Number)

Tabel 4.1 Rock Wall Contact

Tabel 4.2 Rock wall contact before 10 cm shear

Tabel 4.3 No rock wall contact when sheared

KriteriaPenggalian- 22
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

5. Jw (Joint Water Reduction Number)

Tabel 5. Jw (Joint Water Reduction Number)

6. SRF (Stress Reduction Factor)

Tabel 6.1 SRF (1)

KriteriaPenggalian- 23
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Tabel 6.2 SRF (2)

KriteriaPenggalian- 24
MATA ACARA
PERALATAN DAN PERLENGKAPAN
PELEDAKAN
DETONATOR
2
• Tujuan
- Mengenal dan mengetahui peralatan dan perlengkapan peledakan
- Memahami kegunaan peralatan dan perlengkapan peledakan
- Membedakan perbedaan peralatan dan perlengkapan
- Mempelajari lebih luas tentang detonator
- Mempelajari Jenis, bagian-bagian dan kegunaan detonator

• Praktek
Peragaan peralatan dan perlengkapan peledakan
Menggambarkan jenis-jenis detonator beserta bagian-bagiannya

• Peralatan
Alat Peraga
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

PERALATAN DAN PERLENGKAPAN PELEDAKAN

Didalam istilah peledakan ada yang namanya perlengkapan dan juga peralatan peledakan.
Karena dua kata ini selalu dianggap orang memiliki arti yang sama maka ada baiknya kita jelaskan
arti dari masing-masing kata agar mengerti apa perbedaan dari dua kata tersebut.

1. Peralatan

Peralatan peledakan (Blasting Equipment) ialah alat-alat yang diperlukan untuk menguji dan
menyalakan rangkaian peledakan, sehingga alat tersebut dapat dipakai berulang kali. Peralatn
peledakan antara lain :
a. Mesin Bor dan Kompresor
Sumber energi penghasil gaya adalah udara bertekanan tinggi (Pneumatic) yang
dihasilkan dari kompresor dan sekaligus sebagai tenaga penggerak unit alat bor untuk
berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Konsumsi udara yang diperlukan tergantung
pada ukuran mesin bor, makin besar ukuran mesin akan diperlukan konsumsi udara yang
besar pula.

Gambar 1.1 Mesin Bor (Crawler Drill) dan Kompresor

b. Batang Bor dan Mata Bor


Batang bor Extension Drill Steels menghubungkan DHT Hummer atau Shank
Adaptor dengan Extension Rods. Selain itu batang bor jenis Extension Drill Steels dapat dipakai untuk
mendapatkan kedalaman pemboran yang diinginkan.

Pengenalan Peralatan dan Perlengkapan Peledakan -


26
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Gambar 1.2 Batang bor Extension Drill Steel

Mata bor (Drill Bit) akan meneruskan energi putaran dan tekanan dari batang bor ke
batuan (Gambar 3)

Gambar 1.3 Mata Bor

c. Mobil Mixer/Manufacturing Unit (MMU)


Mobil Mixer/Manufacturing Unit adalah alat yang digunakan untuk pengisian lubang ledak
secara mekanis. MMU umumnya terdiri dari tiga kompartemen yang bermuatan butiran
Ammonium Nitrate (AN), bahan bakar (solar), dan emulsi.

Gambar 1.4 Pencampran bahan peledak di MMU

Pengenalan Peralatan dan Perlengkapan Peledakan -


27
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

d. Blasting Machine
Alat yang berfungsi untuk menghasilkan listrik untuk memicu dan membangkitkan panas yang
menyalakan detonator. Dimana sistem kerja dari alat ini adalah menghasilkan arus listrik searah (DC).
Ada 2 jenis tipe blasting machine, yaitu tipe generator dan tipe baterai. Dimana untuk tipe generator,
mengumpulkan energi listrik menggunakan gerakan mekanis dengan cara memutar engkol (handle) yang
telah disediakan. Putaran engkol dihentikan setelah lampu indikator menyala yang menandakan arus
sudah maksimum dan siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang digunakan. Sedangkan
untuk tipe baterai pengumpulan energi listrik dihasilkan dari baterai yang digunakan yaitu dengan cara
mengontakan kunci kearah “starter” dan setelah lampu indikator menyala
berarti kapasitor penuh dan arus sudah maksimal serta siap dilepaskan.

Gambar 1.1
Blasting Machine Tipe Generator

Gambar 1.2
Blasting Machine Tipe Baterai

Pengenalan Peralatan dan Perlengkapan Peledakan -


28
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

e. Crimper
Sejenis alat penjepit khusus yang digunakan untuk menjepit atau mengikat kuat detonator
biasa dengan sumbu api.

Gambar 1.3
Crimper

f. Kabel Utama (bus wire, leading wire)


Kabel yang berfungsi untuk menghubungkan blasting machine ke rangkaian peledakan
listrik.

Gambar 1.4
Kabel Utama

2. Perlengkapan

Perlengkapan peledakan adalah semua bahan atau kelengkapan yang dapat digunakan hanya untuk
satu kali peledakan saja. Hal itu dikarenakan perlengkapan adalah bahan baku pada kegiatan peledakan
ini. Dan perlengkapan peledakan ini akan rusak atau hancur hanya dalam sekali pakai, maka dari itu
sudah tidak dapat digunakan kembali.

Pengenalan Peralatan dan Perlengkapan Peledakan -


29
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

a. Detonator
Adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai
bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau primer. Isian
utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka (sensitif). Fungsinya adalah menerima
efek panas dengan sangat cepat dan meledak menimbulkan gelombang kejut.

Gambar 2.1
Detonator

b. Sumbu Api (Safety Fuse)


Sumbu api adalah alat berupa sumbu yang fungsinya merambatkan api dengan kecepatan tetap .
Perambatan api tersebut dapat menyalakan ramuan pembakar (Ignition Mixture) di dalam detonator
biasa, sehingga dapat meledakkan isian primer dan isian dasarnya.

Gambar 2.2
Sumbu api

Pengenalan Peralatan dan Perlengkapan Peledakan -


30
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

c. Sumbu Ledak
Sumbu ledak adalah sumbu yng pada bagian intinya terdapat bahan peledak PETN. Fungsi
sumbu ledak adalah untuk merangkai suatu sistem peledakan tanpa menggunakan detonator didalam
lubang ledak. Sumbu ledak mempunyai sifat tidak sensitif terhadap gesekan, benturan, arus liar, dan
listrik statis.

Gambar 2.3 Sumbu ledak Cordtex

d. Booster (Pentolite Cast Booster)

Merupakan bahan peledak dengan daya ledak paling tinggi diantara semua jenis handak yang
dipakai di dunia pertambangan saat ini. Merupakan pencampuran proses pelelehan dari TNT (Tri
Nitro Toluena) dengan PETN (Penta Erytrithol Tetra Nitrate).

Gambar 2.4. Booster (Pentolite Cast Booster)

e. Dynamite Dayagel Dahana Magnum


Merupakan bahan peledak istimewa yang memiliki kekuatan tinggi dan beremulsi sensitif
yang kuat, namun demikian memiliki sensitivitas yang rendah terhadap impak mekanik. Dayagel
Magnum merupakan bahan peledak kuat yang tahan terhadap air. Dayagel Magnum dikemas dalam
Cartridgedari bahan Nylon Film yang apabila diperlukan dapat dipotong.

Pengenalan Peralatan dan Perlengkapan Peledakan -


31
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

Gambar 2.5 Dayagel Dahana Magnum

f. Bahan Peledak
Bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk
padat, cair, gas atau campurannya yang apabila dikenai suatu aksi panas, benturan, gesekan atau
ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat yang hasil reaksinya
sebagian atau seluruhnya berbentuk gas dan disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara
kimia lebih stabil. Contohnya dalah ANFO, TNT dan lain - lain.

Gambar 2.6 Contoh bahan Peledak (ANFO)

3. Metode Peledakan

Secara garis besar, sesuai dengan perkembangan teknologi, metode peledakan dapat dibagi
sebagai berikut :
a. Metode sumbu api (cap & fuse method)
b. Metode sumbu ledak
c. Metode listrik
d. Metode non listrik (Nonel)
Secara lebih jelas, peralatan dan perlengkapan untuk setiap metode peledakan dapat dilihat

Pengenalan Peralatan dan Perlengkapan Peledakan -


32
Laboratorium Pengeboran dan Peledakan – T.Pertambangan FTI-UMI

pada tabel 3.1.

METODE PERLENGKAPAN PERALATAN


PELEDAKAN

1. Plain detonator 1. Cap crimper


2. Sumbu api 2. Penyulut (lighter) : korek
SUMBU API (CAP
3. Igneter cord api.
& FUSE)
4. Igneter cord conector 3. Tamper

1. Sumbu ledak
2. Detonatring Relay/
Tergantung detonator yang
Dellay connector
SUMBU LEDAK dipakai
3. Initator (detonator
listrik/biasa)

1. Blasting machine/ exploder


2. Blasting machine tester :
-Rheostat
LISTRIK -Blasting VOM meter
1. Detonator listrik
3. Circuit tester :
2. Connecting wire
- Galvanometer
- Voltmeter
4. Tamper
5. Leading wire

1. Detonator non listrik


1. Exploder
(Nonel, Hercudet)
2. Gas supply unit (untuk
2. Connector
NON LISTRIK hercudet)
3. Sumbu ledak (untuk
3. Circuit tester
nonel)
4. Pengenalan Peralatan dan

Perlengkapan Peledakan -
32
Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

DETONATOR

1. Detonator

Adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai
bentuk aksi yang memberikan efek kejut terhadap bahan peledak peka detonator atau primer.
Detonator disebut dengan blasting capsule atau blasting cap. Adapun pengelompokkan jenis detonator
didasarkan atas sumber energi pemicunya, yaitu api, listrik, dan benturan (impact) yang mampu
memberikan energi panas didalam detonator, sehingga detonator meletup dan rusak. Spesifikasi fisik
dari detonator secara umum sebagai berikut:

· Bentuk : tabung silinder


· Diameter : 6 – 8 mm
· Tinggi : 50 – 90 mm
· Bahan selubung luar : terbuat dari alumunium, tembaga
· Jenis detonator biasa : salah satu ujung tabung terbuka
· Jenis detonator listrik : pada salah satu ujung tabung terdapat dua kawat
· Jenis detonator nonel : pada salah satu ujung tabung terdapat sumbu non-electric (nonel)
terbuat dari plastik.

d. Disebut dengan blasting capsule atau blasting cap.


e. Bentuk silindris berdiameter 6 – 8 mm dan tinggi 50 – 90 mm.
f. Bahan selubung luar terbuat dari alumunium atau tembaga.
g. Berisi bahan peledak kuat (high explosive) dengan jumlah tertentu
yang menentukan kekuatannya dan bahan penimbul panas.
h. Pengelompokkan didasarkan atas sumber energi pemicunya, yaitu api, listrik,
dan benturan (impact) yang mampu memberikan energi panas didalam
detonator, sehingga detonator meletup dan rusak.

Pengelompokkan didasarkan atas waktu meledak, yaitu:

e. Instantaneous, bila meledak langsung


f. delay atau tunda, bila tertunda beberapa detik (sekon)

Detonator-
33
Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

Muatan dalam Detonator dan Fungsinya

g. Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang peka (sensitif),
berfungsi menerima efek panas dengan sangat cepat dan meledak menimbulkan
gelombang kejut. Bahannya disebut ASA, yaitu campuran lead azide atau lead
stypnate dan aluminium.

h. Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan peledak kuat
dengan VoD tinggi. Fungsinya menerima gelombang kejut dan meledak dengan
kekuatan besarnya tergantung pada berat isian dasar tersebut. Jenis bahan
peledaknya adalah PETN, TNT, atau kombinasi keduanya dengan perbandingan
tertentu.

b. Jenis-jenis detonator
Detonator biasa (plain detonator)
Detonator listrik (electric detonator)
Detonator nonel (nonel detonator)
Detonator elektronik (electronic det.)

Kekuatan ledak (strength) detonator ditentukan oleh jumlah isian dasarnya


dan diidentifikasi sbb: (dari ICI Explosive)

a. detonator No. 6 = 0,22 gr PETN


b. detonator No. 8 = 0,45 gr PETN
c. detonator No. 8* = 0,80 gr PETN

1. Detonator Biasa
c. Bagian-bagian utama dan mekanisme peledakannya
Bagian-bagian utama detonator biasa adalah Ramuan Pembakar (ignition
mixture), Isian Utama (primary charge), dan Isian Dasar (base charge).
Terdapat ruang kosong pada salah satu ujungnya yang berfungsi untuk
menyisipkan sumbu api atau sumbu bakar atau safety fuse.
Mekanisme peledakan detonator biasa diawali dari sumber panas yang berasal
langsung dari api melalui sumbu api yang akan membakar Ramuan Pembakar.
Panas yang ditimbulkan oleh Ramuan Pembakar akan menginisiasi Isian
Utama, yang selanjutnya meledakkan Isian Dasar

Detonator-
34
Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

Gambar 3.1 detonator biasa

tabung silinder isian dasar


(shell)

ramuan pembakar
isian utama

ruang kosong disediakan untuk


sumbu bakar (safety fuse)

Gambar 3.2 bagian bagian detonator

e. Kelebihan dan Kelemahan Detonator


Biasa Kelebihan
Tidak dipengaruhi oleh gelombang radio dan “arus liar” dari dalam bumi serta
arus listrik lainnya karena tidak ada unsur listrik
Lebih praktis, murah dan mudah mengontrol bila digunakan untuk meledakkan
beberapa lubang ledak (kurang dari 10 lubang) dalam cuaca normal / kering
atau untuk secondary blasting.

kekurangan

g. Jumlah lubang yang diledakkan terbatas karena detonator biasa


sangat dipengaruhi oleh kelembaban
h. Harus terlebih dahulu disambung dengan sumbu api (safety fuse)
i. Tidak ada detonator biasa tunda, kecuali hanya dengan membedakan
panjang sumbu apinya, sehingga akurasi tunda sulit dicapai
j. Membutuhkan alat penguat sambungan (cramper) ketika sumbu api disisipkan
ke dalam detonator biasa.
k. Membutuhkan pengalaman yang cukup lama untuk trampil dalam
proses penyambungan detonator biasa dengan sumbu api.

Detonator-
35
Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

c. Ciri-ciri khusus:

Salah satu bagian ujungnya terbuka untuk menyisipkan sumbu api

e. Panjang detonator relatif sama


f. Dikemas dalam dos (kotak) yang isinya 100 detonator per
kotak Sifat-sifat penting:
Bisa meledak bila terkena panas yang berlebih atau dibakar, dipukul-pukul, dan
dibanting keras.
Untuk menginisiasi dengan cara menyambungnya terlebih dahulu dengan
sumbu api, kemudian sumbu api dibakar menggunakan korek api atau alat
khusus yang menghasilkan pijar (ignitor)

5. Detonator listrik

penyumbat
penyumbat

waktu tunda

isian utama

isian dasar

DELAY

Gambar 3.3 Bagian-bagian detonator listrik

a. Mekanisme Peledakan Detonator Listrik


1. Setelah listrik mengalir melalui legwire, kawat halus (bridge wire) yang
diselubungi ramuan pembakar, secara keseluruhan disebut fusehead, di dalam
detonator akan memijar.
2. Apabila pijar dari kawat halus terbentuk, maka ramuan pembakar langsung
terbakar dan timbul energi panas dalam ruang detonator yang akan menginisiasi
isian utama.
3. Untuk detonator tunda, energi panas dirambatkan dulu melalui elemen tunda
yang lamanya sesuai panjang elemen tunda atau jenis bahan lain penghambat
panas sebelum menginisiasi isian utama.

Detonator-
36
Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

4. Selanjutnya ledakan isian utama menginisiasi isian dasar yang menghasilnya


intensitas ledakan lebih besar sesuai beratnya.

b. Kelebihan dan kelemahan detonator listrik

Kelebihannya

1. Jumlah lubang yang dapat diledakkan sekaligus relatif lebih banyak


2. Dengan adanya elemen tunda dalam detonator, pola peledakan menjadi lebih
bervariasi dan arah serta fragmentasi peledakan dapat diatur dan diperbaiki.
Demikian juga getaran bisa dikurangi.
3. Penanganan lebih mudah dan praktis

Kelemahannya:

1. Tidak boleh digunakan pada cuaca mendung apalagi disertai kilat, karena
kilatan dapat mengaktifasi aliran listrik, sehingga terjadi peledakan premature.
2. Dipengaruhi gelombang radio, televisi, dan “arus liar” atau stray currents dan
listrik statis (static electricity) dari dalam bumi serta arus listrik lainnya dapat
mengaktifasi aliran listrik pada detonator
3. Membutuhkan peralatan peledakan khusus listrik, yaitu sumber arus listrik, alat
penguji tahanan, penguji arus, detektor kilat dan peralatan listrik lainnya yang
memerlukan biaya.

c. Ciri-ciri khusus:

1. Dilengkapi sepasang kawat (kabel) dengan warna yang berbeda keluar dari
detonator yang disebut leg wire
2. Terdapat waktu tunda yang ditempel pada ujung kawat dengan penomoran dari
0, 1, 2, 3, …. dst
3. Kedua ujung kawat selalu dihubungkan sebelum dilakukan perangkaian

d. Sifat-sifat penting:

1. Bisa meledak bila terkena panas yang berlebih atau dibakar, dipukul-pukul, dan
dibanting keras.
2. Dapat terinisiasi oleh arus liar (stray currents), listrik statis (static electricity)
dari dalam bumi, petir atau kilat serta arus listrik lainnya dapat mengaktifasi
aliran listrik
3. Untuk menginisiasi harus digunakan alat pemicu khusus yang disebut blasting
machine atau exploder

3. Sumbu nonel (nonel tube)


Berfungsi sebagai saluran signal energi menuju detonator nonel. Pada bagian ujung
sumbu dipres atau ditutup yang disebut dengan ultrasonic seal. Jangan coba-coba

Detonator-
37
Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

memotong ultrasonic seal ini karena uap air akan masuk kedalam sumbu dan
dapat menyebabkan gagal ledak. Sumbu nonel terdiri dari tiga lapisan, yaitu:

a. Lapisan luar: untuk ketahanan terhadap goresan dan perlindungan terhadap ultra
violet
b. Lapisan tengah: untuk daya regang dan ketahanan terhadap zat kimia
c. Lapisan dalam: menahan bahan kimia reaktif, yaitu jenis HMX atau
octahydrotetranitrotetrazine dan aluminium. HMX bersuhu stabil dan memiliki
densitas serta kecep detonasi yang tinggi.

Untuk menginisiasi digunakan alat pemicu khusus yang disebut Shot firer atau Shot
gun atau menggunakan detonator listrik atau biasa nomor 8. Ketika inisiasi impact
dilakukan, transmisi signal energi rendah bergerak disepanjang sumbu dgn kecepatan
propagasi enam kali kecepatan suara (2000 m/s), shg detonator nonel meledak.

Satu set detonator nonel terdiri dari

a. Sumbu nonel, telah diuraikan sebelumnya


b. Detonator nonel, yang berkekuatan nomor 8. Komponen utama dalam detonator
nonel sama dengan detonator listrik yang membedakannya hanya pada mekanisme
pembentukan energi panasnya. Bagian-bagiannya sudah diuraikan sebelumnya.
c. Label tunda, yaitu label dengan warna tertentu yang menandakan tipe priode tunda
half second, quarter second, atau mill isecond dan waktu nominal ledaknya. Hanya
saja label ini bisa rusak atau lepas, sehingga identitas waktu tunda tidak diketahui.
Bila hal tersebut terjadi bisa membingungkan dan berbahaya.
d. “G”Hook, adalah alat untuk menyisipkan detonating cord. Fasilitas ini tidak selalu ada
atau modelnya yang berbeda. Nomor tunda biasanya juga dituliskan pada “J” Hook
ini.
Penyambungan pada peledakan nonel

a. In-hole atau down line, yaitu satu set detonator nonel yang dimasukan ke dalam
lubang ledak (sebagai primer)
b. Trunkline atau surface, yaitu satu set detonator nonel yang dipasang di permukaan
sebagai penyambung antar lubang
c. Control line, adalah satu baris sambungan nonel sebagai pengontrol inisiasi seluruh
lubang ledak. Letaknya tergantung pola peledakan yang dikehendaki. Pada
peledakan tambang terbuka, umumnya diletakkan paling depan sejajar dengan
bidang bebas, tapi bila digunakan pola peledakan Box Cut diletakkan pada baris
tengah sejajar bidang bebas
d. Dengan demikian waktu tunda (delay system) pada peledakan nonel dapat terjadi di
dalam lubang ledak maupun dipermukaan.

Detonator-
38
Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia
Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

gambar 3.4 Bagian-bagian detonator Nonel

Detonator-
39
MATA ACARA

BLASTING AGENT AND


OXIGEN BALANCE
3
Tujuan

 Memahami reaksi dan klasifikasi bahanpeledakan


 Memahami komposisi bahan peledak kimia(ANFO)
 Memahami gas-gas yang dapat ditimbulkan pada peledakan, serta gambaran
tingkat energi yangdihasilkan.
Praktek
Menghitung volume asap hasil peledakan (bahan peledak petasan) serta
waktu hilangnya asap.
Peralatan
 Tabel priodik unsur
 Petasan 4 biji/ orang (petasan korek-korek)
 Stopwatch (boleh hp)
Laboratorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

Klasifikasi Dan Sifat-Sifat Bahan Peledak


1. Klasifikasi bahanpeledak
Pada tabel 4.1 terlihat klasifikasi metode pemecahan batuan berdasarkan energi
yang digunakan. Dari metode yang disebutkan diatas hanya energi kimiayang
dipergunakan secara luas untuk pemberaian batuan yang kuat. Kecuali bahan peledak
kimia, masih ada bahan peledak lain , yaitu bahan peledak mekanis (mechanical
explosive) dan nuklir (nuclear) seperti yang tercantum dalam klasifikasi bahan peledak
menurut manon, 1976.
Tabel 4.1 klasifikasi metode pemecahan batuan

Bentu energi yang Alat atau mesin


Metode yang
dipergunakan
dipergunakan
High explosive, blasting
Kimia Peledakan agent, liquid oxygen (olx),
black powder
Udara bertekanan tinggi,
Pneumatic
silinder carbondioxide
Mekanis Ripper teeth, dozer blade
Ripping
Impact Hydraulic impact hammer,
drop dll
Menyemprit tanah (soil) Hydraulicking (monitor)
Fluida
menyembur batuan Hydraulic jet
Lelectric arc atau lompatan
Listrik Electrofrac machines
Listrik

MenurutManon,permissibleexplosivesdigolongkandalambahanpeledaklemah, hal
tersebut kurang tepat, karena tidak semua permessible explosives merupakan bahan
peledak lemah. Sebenarnya masih ada beberapa cara dalam menyusun klasifikasi bahan
peledak, antara lain:

Menurut Manon (1976), bahan peledak dibagi menjadi :


a. Bahan peledakkimia
b. Bahan peledakmekanis
c. Bahan peledaknuklir

Blasting agent And Zero Oxigen Balance- 41


Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

BahanPeledak

mekanis kimia nuklir

bahanpeledakkuat Bahan PeledakLemah

VOD>Vsonic
Tekanan >300 VODella < Vsonic
MPaContoh= Tekanan<100MPa
Dinamit contoh:blackpouder

Primer Sekunder permissible non-permessible


- nyalaapikejut - energibesar
- NG,leadazide - TNT,Comp.B
-Mercurifulminate PETN, BPEmulsi

Gambar 4.2. klasifikasi bahan peledak menurut Manon

Menurut mike smith ( mining magazine, feb. 1988) bahan peledak dibagi
menjadi:
a. Bahan peledak kuat (high explosives)
b. Blastingagents
c. Speciallyexplosives
d. Explosivesubtitues

Eksplosives

HIGH BLASTING SPECIALITY EXPLOSIVES


EXPLOSIVES AGENTS EXPLOSIVES SUBTITUTES

Tnt AN/FO Seismic Compressed air/gas


Dinamite seismic trimmingpe exspansion agents
gelatin emulsion rmessible mechanical methods
hybridAN/FO shaped water jetz
slurry changes jet piercing
binan/LOX
liquid

Gambar 4.3. klasifikasi bahan peledak menurut Mike Smith

Blasting agent And Zero Oxigen Balance- 42


Laboratorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

2. Bahan PeledakKimia

Bahan peledak yang banyak digunakan disunia industrii pertambangan, oleh


beberapa penulis diklasifikasikan sebagai berikut :
Menurut rl. Ash bahan peledak kimia dibagi menjadi
a) Bahanpeledakkuat(highexplosives),yangmemilikisifatdetonasidengan kecepatan
detonasi 5.000 – 24.000 feet per second(fps)
b) Bahan peledak lemah (low explosives), yang memiliki sifat deflagasi dengan
kecepatan reaksi < 5.00fps
Menurut anon (1977) bahan peldak kimia diklasifikasikan mejadi :
a. Bahan peledak lemah (low explosives)
b. Bahan peledak kuat (high explosives)
c. Blastingagents

Bahan peledak kimia adalah senyawa kimia atau campuran senyawa kimia yang
apabila dikenakan panas, benturan, gesekan, atau kejutan (shock) secara cepat dengan
sendirinya akan bereaksi dan terurai (exothermic decomposition). Penguraian ini
menghasilkan produk yang lebih stabil, umumnya berupa gas-gas bertekanan tinggi,
karena gas-gas tersebut menggembung pada suhu yang tinggi akibat panas yang
dihasilkan dari reaksi eksotermis.

Besarnya tenaga yang dihasilkan suatu bahan peledak terutama tergantung pada
jumlah panas yang dihasilkan selama peledakan. Ada dua macam istilah untuk reaksi
yang terjadi pada bahan peledak kimia, yaitu detonation dan deflagration. Detonation
menunjukan reaksi kimia yang terjadi pada bahan peledak dengan kecepatan suara yang
menyebabkan shattering effect, sedangkan deflagration menyebabkan heaving effect .
Tabel 4.2 klasifikasi bahan peledak menurut anon

Macam Reaksi Contoh


Low explosives Deflagrate (terbakar) Black pouder
High explosives Detonate (meledak) Nitro glycerin (ng),
dynamit
Blasting agents Detonate (meledak) Anfo, slurry

Blasting agent And Zero Oxigen Balance- 43


Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

3. Bahan PeledakLemah
Bahan peledak lemah merupakan campuran dari potsium nitrat atau sodium
nitrat, sulphur, dan charcoal yang biasa disebut dengan black pouder. Black powder
diproduksi dalam dua bentuk, yaitu :
 Granular atau black blasting powder yang berbentuk butiran kecil; biasanya dikenal
dalam tong seberat 25pound
 Pelleted atau pellet pouder yang berbentuk silinder. Ada dua macam black blasting
powder, yaitu:
 Grade a adalah black blasting powder yang mengandung saltpeter atau potassium
nitrat, charcoal, dan sulsur (75% : 15% : 10%). Bahan peledak ini
lebihcepatreaksinya,sedikitlebihberatdankuranghigrokopisdibandingkan dengan
gradeb.
 Grade b adalah black blasting powder yang mengandung sodium nitrate,
charcoal, dan sulfur (72% : 16% :12%).

Kecepatanpembakaran(burningspeed)dariblackblastingpowderdikontrololehukur
an butir. Semakin kecil ukuran butirnyaakan semakin cepat pembakaran atau reaksi
kimianya.

4. Bahan Peledak Kuat (High Explosives)


Berdasarkan fungsinya bahan-bahan (ingredients) yang digunakan untuk membuat
bahan peledak kuat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Bahan peledak dasar (explosivesbases)
b. Bahan bakar(combustibles)
c. Pembawa oksigen (oxigencarriers)
d. Antacid
e. Penyerap(absorbents)

Blasting agent And Zero Oxigen Balance- 44


Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

Beberapa bahan dapat mempunyai fungsi lebih dari satu. Bahan peledak dasar
adalah bahan yang berbentuk padat atau cair yang apabila dikenakan panas yang tinggi
atau kejutan(shock)akanteruraimenjadiprodukyangberupagas-gasdisertaipelebasanatau
pembebasan energi panas yangbesar.
Combustibles dan oxigen carriers ditambahkan dalam suatu bahan peledak untuk
mendapatkan oxigen balance yang baik untuk menghindari terbentuknya NO2 (nirogen
oxide) atau CO (carbon monoksida). Antacid ditambahkan dalam campuran suatu bahan
peledak untuk menambahkan stabilitas pada waktu penyimpanan dan absorbends
digunakanapabiladiperlukanuntukmenyerapbahanpeledakdasaryangberbentukcair.
5. Sifat-Sifat BahanPeledak
Bahanpeledakmempunyaibermacam-macamsifat.Untukjenisbahanpeledaktertentu
sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari pabrik pembuatannya. Sifat-sifat bahan peledak
yang akan dibahas disini adalah sifat-sifat yang berguna sebagai untuk memilih bahan
peledak sifat-sifat tersebut adalah sifat fisik bahan peledak dan sifatdetonasi.
Sifat fisik terdiri dari
a. Bobot isi
b. Sensitivitas
c. Ketahanan terhadapair
d. Stabilitaskimia
e. Karakteristik gas peledakan
f. Karakteristik keselamatan

Sedangkan sifat detonasi terdiridari


g. Kecepatan detonasi (velocity ofdetonation)
h. Tekanandetonasi
i. Tekanan lubangledak
j. Energi/kekuatan

6. BahanPeledak
Bahan peledaak komersial adalah campuran senyawa yang mengandung unsur
dasar: C, H, N dan O. untuk menghasilkan efek kekuatan tertentukadang-kadang
ditambahkan pula unsur-unsur Al, Ca, Na, Mg, dsb.
Bahan peledak komersial dibuat berdasarkan prinsip “zero oxygen balance”
artinya jumlah oxygen yang terdapat dalam bahan peledak bila bereaksi hanya cukup
untuk membentuk “smoke” (H2O, CO2,N2) bebas.

Blasting agent And Zero Oxigen Balance- 45


Laboratoorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

Kekurangan oksigen dalam bahan peledak akan megakibatkan “”negative oxygen


balanceterbentuk CO, berupa “fumes” beracun.
Kelebihan oksigen dalam bahan peledak akan mengakibatkan “positive oxygen
balance” yang menghasilkan “fumes” berupa NO, NO2, dan beracun.

Umumnya produk yang dikehendaki dari suatu reaksi peledakan adalah uap air
(steam, H2O), carbondioxide (C2O), gas Nitrogen (N2) dan oksida padat (solid oxides)
yang semuanya reltif inert dan tidak beracun.
Contoh:
3 NH4NO3 + CH2 ---------- 7 H2O + CO2 + 3 N2
2 AL + 6 NH4NO3 + CH2 ---------- 13 H2O + CO2 + 6 N2 + Al2O3

Apabila suatu bahan peledak hanya mengandung elemen-elemen carbon, oxygen,


hydrogen,dannitrogen,makahubunganuntukoxygenbalancedapatdinyatakansebagai
berikut:

OB = Oo --- 2 Co – 1/2 Ho

Oo, Co, Ho menyatakan jumlah gram atom dari masing-masing element dalam bahan
peledak. Apabila bahan peledak mengandung elemen-elemen tambahan yang mempunyai
afinitas terhadap oxygen, maka Oo harus dikoreksi menjadi berikut:
OB = (Oo – ½ NaO – CaO – DST) - 2 Co - 1/2 Ho

Contoh beberapa campuran ANFO dengan Oxigen balancenya :


1. 94,5% AN – 5,5 % FO (zero oxigenbalance)
3 NH4NO3 + CH2 ------- 7 H2O + CO2 + 3 N2 + 430 kcal/kg
2. 92,0% AN – 8,0% FO (fuelexcess)
2 NH4NO3 + CH2 ------- 5 H2O + CO + 2 N2 + 810 kcal/kg
3. 96,9 % AN – 3,4 % FO (fuelshortage)
5 NH4NO3 + CH2 ------- 11 H2O + CO2 + 4 N2 + 2NO + 600 kcal/kg

Blasting agent And Zero Oxigen Balance- 46


Laboratorium Teknik Peledakan – Universitas Muslim Indonesia

Contoh perhitungan Zero Oksigen Balance pada ANFO dengan berat keseluruhan adalah 1500 kal/kg
5NH4NO3 + CH2 11H2O + CO2 + 5N2 1500 kal/kg

Jawab :
Berat Molekul (BM):
5NH4NO3 CH2
N =14 x 10 = 140 C = 1 x 12 = 12
H = 1 x 20 = 20 H=1x2= 2
+
O = 16 x 15 = 240 +
= 400 = 14
400 + 14 = 414
Persentase antara AN dengan FO :

5NH4NO3 = x 100% = 96,61 %

CH2 = x 100% = 3,38 %

Berat per 1360 kal/kg :


5NH4NO3 = 0,9661 x 1500 kal/kg = 1449,15 kal/kg
CH2 = 0,0338 x 1500 kal/kg= 50,7 kal/kg

Blasting agent And Zero Oxigen Balance- 47


Blasting agent And Zero Oxigen Balance- 48
BENCH 4
BLASTING

Tujuan
 Memahami prinsip peledakan jenjang
 Memahami macam pola pengeboran dan pola peledakan
 Memahami rangkaiaan peledakan jenjang
Praktek
Merangkai instalasi peledakan
Urutan percobaan
1. Buat perhitungan peledakan jenjang dengan parameter desain sendiri
2. Membuat Rangkaian Instalasi
3. Menentukan Pola Peledakan

Bench Blasting 1
1. Pendahuluan

Geometri peledakan adalah suatu rancangan jarak, ukuran dimensi dari lubang ledak
yang dibuat pada area pertambangan yang akan di ledakkan. Peledakan jenjang merupakan
peledakan yang memakai lubang bor vertikal atau hampir vertikal. Lubang bor diatur dalam
satu deretan atau beberapa deretan sejajar atau kearah bidang bebas (free face). Kondisi
batuan dari satu tempat ke tempat yang lain akan berbeda walaupun jenisnya sama. Hal ini
disebabkan oleh proses genesa batuan yang akan mempengaruhi karakteristik masa batuan
secara fisik maupun mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya
kekar retakan atau rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, dan bidang diskontinyu lainnya.
Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampu ledakan (blastability). Tentunya
pada batuan yang relative kompak dan tampa di dominasi struktur geologii tersebut diatas,
jumlah bahan peledak yang diperlukan akan lebih banyak untuk jumlah produksi tertentu
disbanding batuan yang sudah ada rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dnamakan
specific charge atau pouder factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai per m3 atau
ton produksi batuan (kg/m3 atau kg/ton). Dengan demikian kuat suatu batuan pada daerah
tertentu memerlukan PF yang tinggi agar kekuatan (strength) bahan peledak melampaui
kekuatan batuan.

2. Pola pengeboran

Pola pengeboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya menggunakan
dua macam pola pengeboran yaitu :
1. Pola pengeboran segi empat (square pattern)
2. Pola pengeboran selang-seling (staggered)
Pola pengeboran segi empat adalah pola pengeboran dengan penempatan lubang-
lubang tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan membentuk segi empat.
Pola pengeboran segi empat yang mana panjang burden dengan panjang spasi tidak sama
besar disebut square rectangular pattern. Sedangkan pola pemboran selang-seling adalah
pola pemboran yang penempatan lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling sejajar,
dan untuk pola pengeboran selang-seling yang mana panjang burden tidak sama dengan
panjang spasi disebut staggered rectangular pattern.

Bench Blasting 50
Dalam penerapannya, pola pengeboran sejajar adalah pola yang umum, karena lebih
mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk meningkatkan mutu fragmentasi yang
diinginkan, maka penggunaan pola pengeboran selang-seling lebih efektif.

Gambar 1.1. Pola Lubang Bor

a. Geomertri peledakan
Geometri peledakan yang ditentukn terlebih dahulu adalah burden (B), jika barden sudah di
tentukan maka besaran lain seperti spacing, steming, subdrilling, dsb

1. Geometri peledakan menurut C.J. KONYA


Hasil pembongkaran batuan dengan cara peledakan dapat di peroleh sesuai yang
diinginkan, jika suatu perencanaan peledakan memperhatikasaran-besaran geometri
peledakan. Berikut akan dijelaskan perhitungan geometri peledakan menurut C.J. Konya
(1990).

Bench Blasting 51
2.6 Pola Peledakan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang bor
dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor yang
satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan
waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan. Berdasarkan arah runtuhan
batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut
a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan membentuk
kotak.
b. Corner cut (echelon cut) , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah
satu sudut dari bidang bebasnya.
c. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan membentuk
huruf V.
Berdasarkan urutan waktu peledakan, maka pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pola peledakan serentak, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan secara serentak
untuk semua lubang tembak.
b. Pola peledakan beruntun, yaitu suatu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu
tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.

Gambar 1.3. Pola peledakan Angel cut

Bench Blasting 52
Gambar 1.4. Pola Peledakan V-cut

Gambar 1.5. Pola Peledakan Echelon

Gambar 1.6. Pola Peledakan Box-cut

Bench Blasting 53
Gambar 1.7. Geometri peledakan, C.J. Konya

Geometri peledakan menurut Konya (1990) adalah sbb:


1) Burden (B)
Burden merupakan jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak dengan bidang
bebas yang terdekat atau kearah dimana batuan akan terlempar. Jarak barden yang terlalu
kecil akan menghasilkan bongkaran yang terlalu hancur dan tergeser jauh dari dinding
jenjang dan kemungkinan terjadinya batuan terbang yang sangat besar. Sedangkan jika jarak
burden terlalu besar akan menghasilkan menghasilkan gelombang Tarik yang sangat lemah
dibawah kuat Tarik b atuan, sehingga batuan dalam area burden tidak hancur. Besrnya berden
tergantung karakteristik batuan, karakteristikmbahan peledak dan diameter lubang ledak.
Secara sistematis besarnya burden dan hubungannya dengan factor-faktor tersebut dinyatakan
sebagai berikut :
� = �, �� ��(��� ���)^�, ��
� = [(� ��� ��� + �, �)] ��
� = �, �� ��( ��� ���)^�, ��
Dengan
B = Burden
De = diameter bahan peledak (inch)

Bench Blasting 54
SGe = SG bahan peledak
Stv = relative bulk strength (ANFO = 100) Setelah diketahui nilai burden dasarnya, maka
menurut Konya harus sikoreksi terhadap beberapa factor penentu, yaitu factor koreksi
terhadap jumlah baris lubang ledak (Kr), factor koreksi terhadap
beberapa factor penentu, yaitu factor koreksi terhadap posisi lapisan batuan (Kd), dan
factor koreksi terhadap struktur geologi (Ks). Dengan adanya factor koreksi tersebut maka
hasil nilai burden dapat dikoreksi dengan banyaknya baris yang akan diledakkan serta kondisi
geologi setempat dalam pelaksanaan peledakan.
Secara sistematis persamaan burden koreksi dapat di tulis :
Bc = Kr x Kd x Ks x B
Dengan :
B = Burden hasil perhitungan dengan rumus dasar (inch)
Bc = Burden terkoreksi (inch)
Kd = Faktor terkoreksi terhadap jumlah baris lubang ledak (Tabel 10.1)
Kr = Factor koreksi terhadap posisi lapisan batuan
Ks = Factor koreksi terhadap struktur geologi

2) Spasi (S)
Spacing merupakan jarak diantara lubang ledak dalam suatu baris yang sejajar dengan bidang
bebas (Free Face)
Jika spacing terlalu besar akan menghasilkan fragmen yang tidak baik dan dinding akhir yang
ditinggalkan cenderung tidak rata, sebaliknya bila spacing terlalu kecil dari jarak barden
maka akan mengakibatkan tekanan sekitar stemming yang lebih dan mengbatkan gas hasil
ledakan dihamburkan ke atas atmosfer diikuti dengan suara bising (noise)
Menentukan jarak spasi menurut konya, didasarkan pada jenis detonator listrik yang
digunakan dan beberapa besar nilai perbandingan antara tinggi jenjang dan jarak barden. Bila
perbandingan antara L/B lebih kecil dari 4 maka digolongkan jenjang rendah dan bila lebih
besar dari 4 digolongkan jenjang tinggi. Misalkan tinggi jenjang 6 meter dan barden menurut
perhitungan pernilai antara 2,3 – 2,7 meter, maka perbandingan L/B masih dibawa 4 . jenis
detonator yang digunakan adalah delay detonator maka persamaan yang digunakan adalah :

Bench Blasting 55
S= (� + ��)
8

Keterangan :
S = Spacing (m)
L = tinggi jenjang (m)
B = burden (m)
Table 3.4 Persamaan untuk menentukan jarak spacing

3) Stemming
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak diatas kolom isian bahan
peledak. Stemming yang terlalu pendek yang dapat mengakibatkan batu terbang (fly rock)
dan suara ledakan yang keras, sedangkan stemming yang terlalu panjang akan mengakibatkan
retakan kebelakang jenjang dan bongkah disekitar dinding jenjang. Secara tektonik jenjang
stemming sama dengan jenjang burden, agar tekanan ke arah bidang bebas atasdan samping
seimbang. Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak stemming adalah :

Keterangan :
De = Diameter Lubang Ledak, (inch)

Stv = Relative Bulk Strength (ANFO = 100)


Sgr = Berat Jenis Batuan

Bench Blasting 56
4) Subdrilling
Subdrilling merupakan lubang ledak yang berada dibawah garis lantai jenjang, yang
berfungsi untuk membuat lantai jenjang relative rata setelah peledakan. Adapun persamaan
untuk mencari jarak subdrilling menurut Konya adalah sebagai berikut:
Subdrilling merupakan lubang ledak yang berada dibawah garis lantai jenjang, yang
berfungsi untuk membuat lantai jenjang relative rata setelah peledakan. Adapun persamaan
untuk mencari jarak subdrilling menurut Konya adalah sebagai berikut:
J = 0,3 (B)
Keterangan:
J = subdrilling (m)
B = burden (m)
5) Waktu tunda
Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan perbedaan waktu peledakan
antara dua lubang ledak sehingga diperoleh secara beruntun. Pengaturan waktu ini dapat
diterapkan pada peledakan beruntun antar baris bang ledak, maka persamaan waktu tundanya
adalah sebagai berikut :
tr = Tr x B
keterangan :
tr = waktu tunda antara baris lubang ledak (ms)
Tr = konstanta waktu tunda
B = burden (ft)

6) Pemakaian bahan peledak


Jumlah bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang ledak ditentukan berdasarkan
loading density. Loading density ditentukan berdasarkan rumus:
de = 0,34 x SGe x De2
keterangan:
de = loading density, lb handa k/ft kolom isian
SGe = berat jenis bahan peledak
De = diameter bahan peledak, (inch)

Bench Blasting 57
Banyaknya bahan peledak pada setiap lubang ditentukan menggunakan rumus:
E = Pc x de x N
Keterangan :
E = jumlah bahan peledak
Pc = tinggi kolom isian
De = loading density (kg/m)
N = jumlah lubang ledak

b. Perhitungan Geometri peledakan menurut RL. Ash

RL. Ash (1967) membuat suatu perhitungan geometri peledakan jenjang berdasarkan
pengalaman empiric yang diperoleh diberbagai tempat dengan jenis pekerjaan dan batuan
yang berbeda-beda. Sehingga RL. Ash berhasil mengajukan rumusan-rumusan empiric yang
tepat digunakan sebagai pedoman dalam rancangan awal suatu peledakan batuan.
Dalam pelaksanaannya nanti perhitungan RL. Ash ternyata selalu harus dicoba di lapangan
untuk memperoleh gambaran dan perubahan geometri yang lebih mendekati kondisi
sesungguhnya. Percobaan dilapangan dilakukan dengan cara trial dan error sampai diperoleh
geometri peledaka yang optimal.

1. Penentuan burden (B)


Dimensi yang pertama kali ditentukan adalah burden (B), yang diturunkan berdasarkan
diameter lubang ledak atau diameter batang bor atau diameter dodol bahan peledak (handak).
Untuk menentukan burden, RL. Ash (1967) berdasarkan pada acuan yang dibuat secara
empiris, yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar. Batuan standar memiliki
bobot isi 160 lb/cuft, dan bahan peledak standar memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan
detonasi 12000 fps. Apabila batuan yang akan diledakkan sama dengan batuan standar dan
bahan peledak yang dipakai adalah bahan peledak standar, maka digunakan burden ratio (Kb)
standar yaitu 30. Tetapi apabila batuan yang akan diledakkan tidak sama dengan batuan
standar dan bahan peledak yang dipakai bukan pula bahan peledak standart maka harga Kb
standart itu harus di koreksi menggunakan factor penyesuai.
Jika :

Bench Blasting 58
De = duiameter lubang ledak == diameter dodol handak
B = burden
Kb = Burden Ratio

2. Spacing (S)
KS = S/B KS = Spacing ratio (1-2) S = Ks x B (meter)
Ukuran spacing yang dipengaruhi oleh :
a. Cara peledakkan yang digunakan : setrentak atau beruntun
b. Fragmentasi tang diinginkan
c. Delay interval
Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil
peledakan terlalu hancur. Akan tetapi apabila spacing mmelebihi ukuran yang ditentukan
maka fragmentasi hasil peledakan akan mengalami over size atau boulder (bongkahan) dan
juga akan menciptakan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan.
Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spacing adalah sebagai berikut.
a. Peledakan serentak S = 2B
b. Peledakan dengan delay interval lama (Second Delay) S = B
c. Peledakan dengan millisecond delay S antara 1B sampai 2B
d. Jika terdapat kekear yang tidak saling tegak lurus, S antara 1,2B sampai 1,8B
e. Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris yang
sama
f. S = 1,15 B
g. Gambar pengaruh spacing pada penyebaran energy peledakan

Bench Blasting 59
3. Stemming (T)
Kt = T/B
Kt = stemming ratio (0,75-1,00)
T = Kt x B
Fungsi stemming :
a. Meningktkan confining pressure dari akumulasi gas hasil peledakan
b. Menyeimbangkan tekanan di daerah setemming

4. Kedalam lubang ledak (H)


Kh = H/B
Kh = hole depth ratio (1,5 - 4,0)
H = Kh x B (meter)

5. Subdrilling (J)
Kj = J/B
Kj = Subdrilling ratio (0,2-0,3)
J = Kj x B (meter)
Panjang subdrilling dipengaruhi struktur geologi, tinggi jenjang dan kemiringan
lubang ledak.
6. Tinggi Jenjang (L)

Tinggi Jenjang (L) =H–J


Keterangan :
H = Kedalaman Lubang Bor, feet.
J = Subdrilling, feet
7. Panjang isian (PC)
PC = H-T
PC = panjang kolom isian (meter)
H = kedalaman lubang tembak (meter)
T = Stemming (meter)

Bench Blasting 60
8. Loading density (de)
Loading density adalah jumlah isian permeter panjang kolom isian
de = 0,34 . De2 x SG (untuk satuan ft)
de = 0,508 . De2 x SG (untuk satuan m)

de = loading density (kg/m)


De = diameter lubang ledak (inch)
SG = berat jenis bahan peledak
Jadi bahan peledak dalam satu lubang ledak (E) = PC x d (kilogram)

9. Powder factor
Pf = W/E
Pf = Pouder factor (ton/kg)
W = berat batuan yang diledakan (ton)
E = berat bahan peledak yang digunakan (kg)

10. Volume
V= S×B×banyak lubang×kedalaman rata-rata lubang

Bench Blasting 61
Bench Blasting 62
TIE IN AND
UNDERGROUN BLASTING
5

Tujuan

  Memahami prinsip peedakan bawah tanah


  Memahami macam Cut
 Memahami tie in underground blasting
Praktek

Merangkat (Tie-in) instalasi peledakan pada bidan/face terowongan.


peralatan

  Dummy
  Peralatan dan pelengkapan peledakan
 Dummy bidang/face terowongan
Urutan percobaan

 Memnghitung rancangan peledakan bawah tanah dengan


 parameter desain yang suda di tentukan atau di tentukan sendiri
  Merangkai instalasi peledakan yang sudah di desain
 Menentukan pola dari peledakannya.
LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

TIE IN UND UNDERGROUND BLASTING

1. Rancangan peledakan bawah tanah

Tie in and underground blasting merupakan aktifitas peledakan yang di lakukan


untuk membuat terowongan untuk jalan atau untuk mengambil bahan galian yang
berharga di area penambangan. Pada peledakan tambang bawah tanah dilakukan
perancangan berdasarkan letak endapan bahan galian dan sangat berpengaruh terhadap
struktur dari batuan. Pada penambangan bawah tanah system peledakkan lebih kompleks
dan rumit di bandingkan dengan peledakan tambang permukaan. Berikut beberapa
perbedaan yang paling mendasar dari peledakan tambang bawah tanah.

no Jenis Tambang bawah tanah Tambang permukaan


1 Bahan Konsumsi bahan peledak lebih Konsumsi bahan peledak lebih
peledak banyak sedikit
2 Luas area Tambang bawah tanah luas areanya Pada tambang permukaan luas
sangat terbatas karena kestabilan area peledakan tidak menjadi
dari terowongan area penambangan kendala dan mempunyai area
yang tidak terbatas

3 Volume hasil Volume tambang bawah tanah lebih Lebih besar tergantung berapa
ledakan sedikit dan diameter lubag bor lebih volume material yang akan
kecil dibandingkan tambang diledakkan
peledakan tambang permukaan

4 Suplai udara Membutuhkan system ventilasi Tidak membutuhkan ventilasi


untuk ketersediaan udara segar dan karena berada di ruang terbuka
mengurangi gas beracun di dalam
terowongan

5 lingkungan Dampak lingkungan sangatlah kecil Dampak lingkungan sangatlah


karena berada di bawah permukaan besar karena membutuhkan area
yang luas sehingga mengubah
ekosistem asli dari area lahan yan
akan di tambangan

68 Tie In and Underground Blastin -64


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

6 Keselamatan Kritis terhadap runtuhan batuan Relative lebih aman karena


kerja dan gas beracun berada di area terbuka

Selain perbedaan yang di jelaskan di table diatas terdabat beberapa keistimewaan dari
peledakan tambang bawah tanah diantaraya yaitu:

a. Barden pada bagian box cut sangat kecil sehingga membutuhkan kehati hatian dalam
melakukan pengeboran untuk peledakkan
b. Bahan peledak pada bagian lifters atau floor harus tahan terhadap air karena umumnya
pada bagian lifter kondisi batuannya lembab bahkan berair
c. Pada bagian contour perlu dilakukan smooth blasting dengan menggunakan bahan
peledak yang mempunyai VOD rendah atau hanya diisi dengan detonator tanpa bahan
peledak hal ini di lakukan untuk menghindari terjadinya over break dari kegiatan
peledakan.
d. Mempunyai satu bidang bebas dan dilakukan pembuatan lubang kosong dengan
diameter yang lebih besar disbanding lubang yang diisi bahan peledak.

2. Siklus terowongan

Siklus terowongan pada tambang bawah tanah diantaranya yaitu :


a. Pengeboran (drilling)
b. Pemuatan (charnging)
c. Peledakan (blasting)
d. Pembersihan asap (ventilasi)
e. Scalling
f. Grouting (apabila diperlukan)
g. Penyanggaan
h. Pemuatan (loading) & pengangkutan (transport)
i. Persiapan pengeboran selanjutnya

Tie In and Underground Blasting-65


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

3. Dasar peledakan bawah tanah

a. Tegangan insitu
b. Air tanah
c. Arah ledakan 1-2 maksimum bidang bebas
d. Terbatas, ruang, udara, penerangan
e. Specific charge 3-10 kali > SC permukaan
f. Cut : burn cut, wedge cut, atau tipe cut lainnya
g. Look out

4. Cut lubang ledak bawah tanah

a. Cut terowongan: circular cut atau large hole cut atau parallel hole cut
b. Pengeboran horizontal tegak lurus pada permukaan batuan
c. Lubang bor parallel satu dan yang lainnya, & peledakkan diarahkan kelubang kososng
yang bertindak sebagai bukaan
d. Posisi cut dapat sembarang akan tetapi dapat mempengaruhi : lemparan, PF, dan
jumlah lubang ledak/round

Tie In and Underground Blasting-66


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

e. Agar arah peledakkan kedepan dan tumpukan ke tengah, cut diletakkan ketengah-
tengah penampang dan agak kebawah.
f. Posisi cut tinggi memudahkan pemuatann hasil peledakan
g. Umumnya posisi cut di deretan lubang pertama diatas terowongan.

CONTOUR

Upward stopping

Box cut (BX) 4


o
p
p

n
g
s
t

BC 3

Horizontal stopping
Horizon

BC 2
tal
WALL

WALL
BC 1

Downward stopping

LIFTERS/FLOOR

5. Parameter cut

a. Diameter lubang besar-kosong


b. Burden
c. Charge consentration

Cut hole dapat diletakkan dibeberapa lokasi pada permukaan terowongan. Walaupun
demikian lokasi cut mempengaruhi jauh lemparan, jumlah lubang yang di bor dan total
biaya per meter kubik. Sebagai contoh cut holes diletakkan dekat dinding (gambar A dan

Tie In and Underground Blasting-67


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

B), pola akan membutuhkan sedikit lubang bor, brocken rock akan tidak dipindahhkan
jauh dari terowongan.

Bagian bagian geometri peledakan tambang bawah tanah

a. Lubang kosong
b. Box cut
c. Stopping
d. Wall
e. Contour
f. Drifter

6. Perhitungan

Tahap awal yang dilakuka dalam melakukan perhitungan geometri peledakan untuk
tambang bawah tanah atau pembbuatan terowongan yaitu mengetahui kondisi batuan baik
berupa jenis batuannya, tipe endapannya serta yang paling penting adalah struktur
batuannya. Ada beberap parameter yang dilakukan untuk menentukan geometri peledakan
yang disajikan dengan berupa grafik dari hasil penelitian oleh beberapa ahli diantaranya
yaitu Stig O. Olofsson dari Swedish Technique diantaranya yaitu

1. Grafik penentuan jumlah lubang dalam satu kali peledakan perkemajuan tambang
berdasarkan jenis batuannya dan luas penampang terowongnnya..

Tie In and Underground Blasting-68


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Selain parameter batuan terdapat pula parameter penentuan jumlah lunbag secara
dari sekali peledakkan berdasarkan diameter lubag ledak dan luas penampang dari
terowongan.

Tie In and Underground Blasting-69


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2. Grafik penentuan jumlah charge concentration atau isian bahan peledak berdasarkan
dengan luas penampang terowongan yang akan dibuat dan diameter lubang bahan
peledak yang sesuai digunakan.

3. Grafik penentuan diameter lubang samaran atau lubang kosong yang berfungsi sebagai
bidang bebas yang tidak diisii bahan peledak berkuran lebih besar dari diameter lubag
ledak yang didisi bahan peledak. Lubang samaran dapat mempermudah
pembongkaran batuan dan terarah pada satu titik kumpuulan batuan.

Diameter lubag samaran dipilih berdasarkan panjang dari batang bora tau
kedalaman lubang ledak dan persentase kemajuan tambang per round.

Tie In and Underground Blasting -70


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Faktor Perencanaan

a. Cut diameter lubang besar (kosong)


b. burden charge concentration
c. ketepatan pemboran, terutama untuk lubang-lubang ledak paling dekat dengan
lubang besar/kosong

Bila menggunakan beberapa lubang kosong, hitung dahulu diameter lubang


samaran (fictious diameter )
D = d√n

D = diameter lubang samaran

d = diameter lubang kosong

n = jumlah lubang

Agar peledakan berhasil dengan baik (cleaned blast), jarak antara lubang
ledak dengan lubang kosong, tidak boleh lebih besar daripada 1,5  lubang kosong.

Apabila jaraknya lebih besar hanya akan menimbulkan kerusakan


(breakage) dan jika jaraknya terlalu dekat ada kemungkinan lubang ledak bertemu
dengan lubang besar kosong

Kemajuan Per Round

Jarak lubang tembak ke lubang kosong

1. a = 1,5 

Tie In and Underground Blasting -71


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2. a = jarak antara titik pusat lingkaran lubang besar dengan lubang tembak
3. b = diameter lubang besar Jika gunakan beberapa lubang kosong,
4. a = 1,5 D
5. D = diameter samaran

d. Grafik pemilihan formula yang sesuai untuk menentukan jarak lubang untuk setiap
box cut atau burn cut pada bidang lubnag samara atau lubang kosong.

Waktu tunda:
1. Hole depth 4 m
2. Clean Blast 60 – 100 ms
3. Stoping 100 – 500 ms
4. Antar cut utk V > 50 ms

  a < 1,5  lubang kosong – cleaned blast


 a > 1,5  - kerusakan breakage
 a << 1,5  - lubang ledak bertemu lubang kosong

Tie In and Underground Blasting -72


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Pemuatan Lubang Tembak Dalam Bujursangkar Pertama


Muatan BP (charge concentration) sedikit → batuan tidak akan terbongkar. Muatan BP
banyak tidak akan terjadi blow out melalui lubang kosong sehingga terjadi pemadatan
kembali batuan yang telah terpecahkan dan efisiensi kemajuan rendah.

Kebutuhan muatan BP untuk berbagai jarak C-C (pusat ke pusat) antara lubang kosong dan
lubang tembak terdekat dapat dihitung menggunakan grafik berikut Muatan BP Fungsi
Jarak Pusat – Pusat Lubang Untuk Berbagai Diameter Lubang
Perhitungan u/ bujursangkar selanjutnya

Perhitungan bujursangkar dalam cut yang tersisa sama dengan bujursangkar pertama.
Peledakan pada bujursangkar sisa mengarah ke bukaan segiempat bukan bukaan sirkular.
Sudut ledakan (angle of break) jangan terlalu kecil.

Dalam perhitungan “burden” (B) sama dengan lebar (W) dari bukaan:

B=W

Dengan grafik perkirakan muatan bahan peledak minimum dan burden maksimum untuk
bermacam-macam lebar bukaan. Muatan bahan peledak ini adalah muatan untuk semua
kolom lubang tembak.

Tie In and Underground Blasting -73


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Apabila diperlukan peledakan pada bagian dasar yang susah diledakkan (constricted
bottom) harus digunakan muatan dasar yang besarnya dua kali charge concentration (lc)
dan tingginya 1,5 B.

Stemming Cut

  Panjang kolom lubang bor yang tidak diisi bahan peledak.


  ho = 0,5 B
 Perhitungan berikut utk f lubang tembak 38 mm

Tie In and Underground Blasting -74


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Bujursangkar I
 mm 76 89 102 127 159
• a =1,5
a mm 110 130 150 190 230
• W1 = a √2
W1 mm 150 180 210 270 320

Bujursangkar II

• B1 = W1

• C – C = 1,5 W1  mm 76 89 102 127 159

• W2 = 1,5 W1 √2 W1 mm 150 180 210 270 320

C-C mm 225 270 310 400 480

W2 mm 320 380 440 560 670

Bujursangkar III  mm 76 89 102 127 159

• B2 = W2 W3 mm 320 380 440 560 670

• C–C=1,5W2 C–C 480 570 660 840 1.000


• W3 = 1,5 W2 W4 mm 670 800 930 1.180 1.400
√2

Tie In and Underground Blasting -75


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Bujursangkar IV
 mm 76 89 102 127 159
• B3 =W3
W2 mm 320 380 440 560 670
• C–C= 1,5W3

• W4 = 1,5 W3 √2 C–C 480 570 660 840 1.000


W3 mm 670 800 930 1.180 1.400

Round Stoping

a. Lubang lantai (floor holes)


b. Lubang dinding (wall holes)
c. Lubang atap (roof holes)
d. Lubang stoping arah pemecahan ke atas dan horizontal
e. Lubang stoping arah pemecahan ke bawah
f. Untuk menghitung burden (B) dan muatan untuk bermacam-macam bagian dari
round dapat dipakai grafik berikut

Tie In and Underground Blasting -76


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Burden Fungsi Muatan BP Pada Berbagai f Lubang Tembak & Jenis BP

Barden pada box cut dan barden pada area stoping, conteour, wall dan drfter berbeda. Pada
tabel di atas, barden dipilih berdasarkan jenis bahan peledak dan diameter lubang ledak
yang digunakan yang kemudian nilai barden tersebut dimasukkan dalam rumus
perhitungan stoping, conteour, wall dan drigter, seperti pada tabel di bawah ini.

Tie In and Underground Blasting -77


LABORATOORIUM TEKNIK PELEDAKAN – UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Geometri Pemboran & Peledakan Round - Normal Profile Blasting

Height Charge concentration


Part of time Burden Spacing Stemming
bottom Bottom Column
round (m) (m) (m)
charge (m) (kg/m) (kg/m)

Floor 1xB 1.1 x B 1/3 x H Lb 1.0 x lb 0.2 x B

Wall 0.9 x B 1.1 x B 1/6 x H Lb 0.4 x lb 0.5 x B

Roof 0.9 x B 1.1 x B 1/6 x H Lb 0.3 x lb 0.5 x B

Stopping :

Upwards 1xB 1.1 x B 1/3 x H lb 0.5 x lb 0.5 x B

Horizontal 1xB 1.1 x B 1/3 x H lb 0.5 x lb 0.5 x B

Downwards 1xB 1.2 x B 1/3 x H lb 0.5 x lb 0.5 x B

Tie In and Underground Blasting - 78


Ini adalah contoh judul „EXPANDED ABSTRACT‟ Jurnal Geomine dengan
MSWord Century 12-font, huruf kapital, bold, rata kanan-kiri. Catatan:
hindari penggunaan singkatan dan formula persamaan jika memungkinkan

Penulis pertama1*, penulis kedua2, dan penulis ketiga3


1. Afiliasinya penulis pertama dicetak miring, „rata-tengah‟.
2. Afiliasi penulis kedua dicetak miring dan „rata-tengah‟, ukuran 10-point.
3. Afiliasi penulis ketiga dicetak miring dan „rata-tengah‟, ukuran 10-point.
Tambahkan Email Aktif Salahsatu Penulis dengan Posisi Center
*Email penulis

SARI

Penulisan abstrak dengan format: rata kiri-kanan, spasi 1, dan ukuran 10 point dan total
panjang ≤ 300 kata. Komposisi isi abstrak terdiri atas: LATAR BELAKANG (1 kalimat),
mengemukakan mengapa penelitian ini dilakukan; TUJUAN PENELITIAN (1 kalimat),
mengemukakan tujuan utama (main objectives) dari apa yang ingin dipaparkan dalam artikel
tersebut; METODOLOGI (4-5 kalimat), memberikan informasi yang jelas bagaimana
penelitian tersebut dilaksanakan, dan sebaiknya memperlihatkan lokasi (tidak merujuk ke
lokasi perusahaan), sampel, variabel yang diukur, metode pengukuran, sampai metode
statistik yang digunakan jika memungkinkan; HASIL PENELITIAN (5-6 kalimat),
merupakan komponen paling urgent dengan memaparkan hasil-hasil temuan/ penelitian dan
KESIMPULAN (1 kalimat), mengemukakan kalimat ringkas dan menghimpun semua hasil
yang tentunya menjawab TUJUAN PENELITIAN dari sebuah artikel.

Kata kunci: maksimum 5 kata( hindari penggunaan kata “dan”, “dari” (diakhiri tanda titik).

ABSTRACT

All words in SARI (above) were translated to English


Keyword: 5 words (maximum)

79
PENDAHULUAN

Penulisan isi artikel menggunakan MS Word Century format: rata kiri-kanan dengan
ukuran 10 point.
Bagian ini adalah aspek yang mengemukakan permasalahan secara umum kemudian
mengerucut kepada masalah kecil yang merupakan objek khusus yang diteliti. Mengapa hal
tersebut perlu untuk diteliti, kontribusi apa yang dapat diberikan melalui pemecahan
masalah yang ada dewasa ini, kesemuanya harus terungkap jelas dengan menggunakan
kalimat yang padat dan berisi, umumnya terdiri dari 5-7 paragraf.
Harus terungkap pula penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang
berhubungan dengan fokus kajian yang diteliti. Hal ini akan memperlihatkan bahwa
penelitian yang dilakukan adalah kelanjutan dari penelitian yang telah ada sebelumnya atau
bahkan dapat mengungkap aspek novelty dari penelitian yang dilakukan.

METODE PENELITIAN

Pemaparan metoda penelitian harus detail, utamanya mengenai metoda apa yang
digunakan dan data-data apa yang digunakan dari suatu penelitian. Kesemua aspek di atas
kemudian dipaparkan mengenai cara pengumpulan data dan pengolahan data. Pada bagian
ini juga diharapkan untuk membuat desain penelitian dalam bentuk bagan alir.

HASIL PENELITIAN

Tuliskan hasil-hasil penelitian anda disini, terutama untuk bagian-bagian terpenting


dalam penelitian itu. Tulis secara ringkas, padat dan tepat sasaran.
Bila anda ingin menyajikan gambar atau grafik (Gambar 1), maka gambar atau grafik
dapat diletakkan setelah atau sebelum penunjukkan dalam naskah. Gambar atau grafik
diberi nomor dan diurut dengan angka. Nama gambar diletakkan di bawah gambar dan
berjarak satu spasi tunggal dari gambar. Penulisan nama gambar menggunakan huruf
berukuran 10 point, bold. Bila menggunakan keterangan, maka digunakan huruf berukuran
10 point, tidak bold. Jarak nama gambar dengan paragraf adalah satu spasi tunggal dan
paragraf dengan gambar adalah satu spasi tunggal.

Gambar 1. Hasil nilai resistivitas bawah permukan

80
Kemudian bila anda ingin menyajikan tabel (Tabel 1), maka tabel ditulis dengan MS
Word Century berukuran 10 point dan diletakkan di bawah judul tabel tanpa spasi. Judul
tabel ditulis dengan huruf berukuran 10 point, bold. Bila menggunakan keterangan, maka
digunakan huruf berukuran 10 pts, tidak bold. Tabel diberi nomor dan diurut dengan angka.
Tabel dapat diletakkan setelah atau sebelum penunjukkan dalam naskah. Jarak tabel dengan
paragraf adalah satu spasi tunggal dan jarak paragraph dengan nama table adalah satu spasi
tunggaal.

Tabel 1. Kadar Nikel Laterit


No Resistivity (Ωm) Warna Keterangan
1. 1 – 20 Hijau Sandstone
2. 21 – 100 Merah Clay
3. >100 Biru Heat source

Penunjukkan tabel, grafik atau gambar disertai dengan nomornya (Tabel 2, Gambar
7, bukan tabel berikut atau tabel di bawah ini). Tabel hanya berisi garis-garis mendatar,
sedang garis vertical dihapus.
Gambar harus dapat dicetak dengan kualitas baik. Apabila perlu sertakan satu
gambar yang dicetak dengan kualitas baik atau hasil scan dengan resolusi baik.
Apabila tabel, grafik atau gambar merupakan hasil rujukan, maka perlu disebutkan
sumbernya, dan ditulis: (Sumber: nama pengarang, tahun).

KESIMPULAN

Tuliskan kesimpulan utama atau paling penting dari hasil penelitian anda. Bila
dianggap perlu, tuliskan pula saran-saran untuk penelitian lanjutan. Anda dapat menuliskan
kesimpulan secara „naratif‟ dalam satu alinea saja, atau dapat pula menuliskannya secara
berurutan dengan menggunakan penomoran atau „bulleting‟.

UCAPAN TERIMAKASIH (Optional)

Pada bagian ini diutarakan ucapan terima kasih kepada pihak/ instansi yang turut
andil dan berkontribusi bagi penulis.

PUSTAKA

Anda hanya menuliskan daftar „Pustaka/ References‟ yang benar-benar anda kutip
(quote/cited) di dalam text artikel anda. Kalau anda tidak mengutip suatu artikel, maka anda
tidak perlu menuliskannya dalam „Pustaka/ References‟. Referensi yang digunakan dalam
artikel minimal lima (5) Pustaka dan sedapat mungkin mengutip dari jurnal/ artikel lima (5)
tahun terakhir. Anda tidak perlu menulis secara lengkap judul suatu makalah dalam
„Pustaka/References‟, cukup hanya dengan nama atau nama-nama penulis, tahun publikasi,
nama jurnal/majalah/thesis, Vol. atau No., hal.

81
Petunjuk Penulisan:

1. Panduan Penulisan Kutipan/Rujukan Dalam Teks Artikel


Setiap mengambil data atau mengutip pernyataan dari pustaka lainnya maka penulis
wajib menuliskan sumber rujukannya. Rujukan atau sitasi ditulis di dalam uraian/ teks
dengan cara nama penulis dan tahun (Irwan dan Salim, 1998). Jika penulis lebih dari
dua, maka hanya dituliskan nama penulis pertama diikuti “dkk” atau “et al.”
(Bezuidenhout dkk., 2009; Roeva, 2012). Semua yang dirujuk di dalam teks harus
didaftarkan di bagian Daftar Pustaka, demikian juga sebaliknya, semua yang dituliskan
di Daftar Pustaka harus dirujuk di dalam teks (Wang dkk., 2011).

2. Panduan Penulisan Daftar Pustaka


Penulisan Daftar Pustaka sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi
seperti Mendeley, End Note, Zotero, atau lainnya. Berikut ini merupakan contoh-contoh
penyajian pustaka sumber kutipan.

Pustaka yang berupa majalah/ jurnal ilmiah:


Bakri, Hasbi dan Umar, Emi Prasetyawati. 2016. Pendugaan Ketebalan Aquifer Airtanah
Untuk Pengembangan Kawasan Sofifi Maluku Utara . Jurnal Geomine, 4(1), 5-10.

Pustaka yang berupa judul buku:


Reynolds, J.M. 1998. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. New York:
John Wiley and Sons.

Pustaka yang berupa Prosiding Seminar:


Roeva, O. 2012. Real-World Applications of Genetic Algorithm. In International Conference on
Chemical and Material Engineering (pp. 25–30). Semarang, Indonesia: Department of
Chemical Engineering, Diponegoro University.

Pustaka yang berupa disertasi/ thesis/ skripsi:


Amiruddin, S. 2011. Studi Karakteristik Akuifer Dan Distribusi Airtanah Pada Formasi
Walanae Studi Kasus Daerah Sengkang Kabupaten Wajo. Tesis. Universitas
Hasanuddin.

Pustaka yang berupa patent:


Primack, H.S. (2011). Method of Stabilizing Polyvalent Metal Solutions.US Patent No.
4,373,104

Pustaka yang berupa Handbook:


Hovmand, S. 2013. Fluidized Bed Drying. In Mujumdar, A.S. (Ed.) Handbook of Industrial
Drying (pp.195-248). 2nd Ed. New York: Marcel Dekker.

3. Kesimpulan
Setiap artikel yang dikirimkan ke kantor editorial Jurnal Geomine harus mengikuti
petunjuk penulisan ini. Jika artikel tersebut tidak sesuai, maka tulisan akan
dikembalikan sebelum ditelaah lebih lanjut.

Catatan Redaksi:
1. Deadline penerimaan Paper untuk terbitan Edisi Volume Baru No.1 bulan April sampai
pada tanggal 28 Februari, No.2 Bulan Agustus batasnya pada tanggal 30 Juni. Untuk
No.3 bulan Desember batasnya tanggal 30 Oktober.
82
2. Jurnal/ artikel yang masuk akan direview oleh reviewer yang berkompeten sesuai objek
kajian penelitian jurnal/ artikel.
3. Jurnal/ artikel yang belum accepted by reviewer akan dikembalikan kepada penulis
untuk diperbaiki.
4. Apabila jurnal sudah berstatus accepted by reviewer akan disampaikan kepada penulis
dan dipublish di jurnal geomine online.
Pemasukan jurnal/ artikel dikirim via email: geomine@umi.ac.id

83
KARTU KONTROL ASISTENSI
PRAKTIKUM PELEDAKAN
2X3 LABORATORIUM PENGEBORAN DAN PELEDAKAN
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI - UMI
TAHUN AJARAN 2018/2019

NAMA MAHASISWA :
STAMBUK :
KELAS /FREKUENSI :
HARI/TGL JADWAL ASISTENSI
NO MATA ACARA NILAI
PRAKTIKUM I II III IV V

1 ASISTENSI UMUM

KRITERIA
2 PENGEBORAN DAN
PENGGALIAN

PERALATAN DAN
3 PERLENGKAPAN

BLASTING AGENT
4 DAN ZERO OXIGEN
BALANCE

5 BENCH BLASTING

SIMULASI BENCH
6 BLASTING

7 TIE IN

8 SIMULASI TIE IN

9 MID LAB

10 ASISTENSI UMUM

11 FIELD TRIP

12 FINAL LAB

Mengetahui,
Koordinator Praktikum

Reza Wardhani Tonang, S.T

84
LEMBAR ASISTENSI PRAKTIKUM
TEKNIK PELEDAKAN
LABORATORIUM PENGEBORAN DAN
PELEDAKAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI – UMI
NAMA :
STB :
KELAS :
MATA ACARA :
ASISTEN :
No. HARI/TANGGAL KOREKSI PARAF

Mengetahui

Koordinator

Reza Wardhani Tonang, S.T

85

Anda mungkin juga menyukai