2,5 m 2,5 m
OHT 2
Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau
sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak akibat adanya
jeda waktu atau waktu tunda (delay time).
Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di bawah
tanah berbeda karena adanya faktor pola pengeboran
Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan
waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:
– Mengurangi getaran
– Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
– Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise).
– Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
– Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan
Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang
diledakkan sekaligus, akan terjadi dampak merugikan, a.l.
mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak
efisien.
OHT 3
Urutan peledakan yang tidak logis
bisa disebabkan oleh :
penentuan waktu tunda yang terlalu dekat,
penentuan urutan ledakannya yang salah,
dimensi geometri peledakan tidak tepat,
bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai
dengan perhitungan.
Acuan dasar penentuan pola peledakan
pada tambang terbuka, yaitu :
Peledakan tunda antar baris.
Peledakan tunda antar beberapa lubang.
Peledakan tunda antar lubang.
OHT 4
PENGARUH ORIENTASI RETAKAN
THD. POLA PELEDAKAN
(R.L. ASH dan KONYA, 1980)
B
4 3 2 1
B y
5 4 3 2
B
6 5 4 3
SEBELUM
PELEDAKAN 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B
4 3 2 1
5 4 3 2
SETELAH 6 5 4 3
PELEDAKAN
OHT 6
Orientasi antar retakan mendekati
60, S = 1,15 B, dan long delay
Arah lemparan
batuan
w
B
4 3 2 1
B
5 4 3 2
y
B
6 5 4 3
SEBELUM
PELEDAKAN 1,15B 1,15B 1,15B 1,15B
• POLA
4 3 2 1 STAGGERED
• INITIASI
5 4 3 2 ECHELON
6 5 4 3
SESUDAH
PELEDAKAN
OHT 7
Peledakan serentak antar baris,
S/B berpola bujursangkar
Arah lemparan batuan
w
B
4 3 2 1
B
1.4B
4 3 2 1
y
1.4B • POLA
2B 4 3 2 1 BUJUR
SEBELUM SANGKAR
PELEDAKAN 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B • INISIASI
ECHELON
4 3 2 1
SETELAH
PELEDAKAN
OHT 8
Peledakan serentak antar baris,
S/B berpola staggered
Arah lemparan batuan
B
1 1 1 1
B
B y
2 2 2 2
1,4B
B
3 3 3 3
SEBELUM
PELEDAKAN 2B 2B 2B 2B
SETELAH 3
PELEDAKAN
OHT 9
Bidang bebas yang memanjang,
pola V-cut bujur sangkar
Arah lemparan batuan
w
B
4 3 2 1 2 3 4
1.4B B 2B y
5 4 3 2 3 4 5 • WAKTU TUNDA
1.4B CLOSE INTERVAL
6 5 4 3 4 5 6 • INISIASI
SEBELUM CHEVRON
1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B
PELEDAKAN
1
2 2
3 3
SETELAH 4 4
PELEDAKAN 5 5
6 6
OHT 10
Bidang bebas yang memanjang,
pola V-cut persegi panjang
Arah lemparan batuan
w
B
4 3 2 1 2 3 4
B y
6 5 4 3 4 5 6
B
8 7 6 5 6 7 8
SEBELUM
PELEDAKAN B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B B
3 2 1 2 3
4 4
SETELAH 5 4 3 4 5
6 6
PELEDAKAN
7 6 5 6 7
8 8
OHT 11
(BENCH BLASTING GEOMETRY)
B
• Burden ( B )
•
H
Spasi ( S ) L PC
• Stemming ( T )
• Tinggi jenjang ( H ) J
ledak ( )
J
OHT 12
KEUNTUNGAN:
– Pelaksanaan pengeboran lebih mudah, cepat, dan akurat
– Untuk jenis batuan yang sama, asesoris bor berumur lebih
panjang
– Bahan peledak lebih sedikit
– Biaya pengeboran lebih kecil
KELEMAHAN:
– Potensi terbentuk toe dan backbreak besar
– Lereng kurang stabil terhadap getaran, perlu analisis kestabilan
lereng
– Hanya baik untuk batuan yang kompeten (kuat)
– Permukaan bidang bebas sering tidak rata
OHT 13
KEUNTUNGAN:
– Akan diperoleh jenjang yang stabil
– Mengurangi resiko timbulnya toe dan backbreak
– Bentuk muck pile lebih baik
– Dapat diterapkan pada batuan yang lemah
– Permukaan bidang bebas lebih mungkin rata
KELEMAHAN:
– Sulit melakukan pengeboran miring yang akurat
– Umur asesoris bor lebih pendek
– Diperlukan supervisi yang ketat
OHT 14
E NJ ANG
J
CAK H)
PUN P BENC
( TO
S
B
CREST
KOLOM LUBANG
T
LEDAK ( L )
S
B EBA )
ANG CE
BID EE FA
H (F R
PC
E
TO
G
I J E NJAN )
TA ENC
H
LAN R B
J O
(FLO
OHT 15
Membentuk Flyrock
dome di
permukaan
Burden
Burden atau
Burden atau kedalaman
kedalaman kritis optimum
Burden masih kuat, hanya Mulai terjadi runtuhan di Runtuhan permukaan dan sub-
terjadi penggerusan di permukaan. Burden tak permukaan hampir terbentuk.
sekitar lubang dan retakan runtuh. Beberapa dome Kenampakannya seperti dua lapis
tarik radial terbentuk ke arah terbentuk di permukaan (papan) batuan yang tak pecah. Dome
luar lubang tersebut. di permukaan menggelembung.
(d) B = 6’ (e) B = 3’
OHT 16
Beberapa peneliti peledakan yang telah memperkenalkan
perhitungan geometry peledakan a.l: Anderson (1952), Pearse (1955),
R.L. Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980),
Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya
Perhitungan didasarkan pada pertimbangan ukuran burden, diameter
lubang ledak, kondisi batuan setempat, dan jenis bahan peledak
Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba-coba
(rule of thumb) untuk menghitung geometri peledakan, diantaranya
ICI Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company,
Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide, dan lain-lain
Kesimpulan yang dapat diambil adalah:
– Diameter dan burden dan dijadikan referensi sebelum menghitung
parameter geometri peledakan lainnya
– Perhitungan parameter geometri peledakan lainnya merupakan fungsi
diameter atau burden yang mempunyai limitasi/batasan terendah dan
tertinggi.
– Batasan tsb memberi peluang bagi perancang peledakan utk melakukan
uji coba sampai diperoleh standar ukuran parameter geometri yg sesuai
di lokasi mereka
OHT 17
SGe
B 3,15 de 3 ( Burden, ft ; de, inci )
SGr
☺ Serentak tiap baris lubang ledak (instantaneous single-row blastholes)
H 2B
H 4B S H 4B S 2B
3
☺ Berurutan dalam tiap baris lubang ledak (sequenced single-row blastholes)
H 7B
H 4B S H 4B S 1,4B
8
☺ Stemming (T):
– Batuan massif, T=B
– Batuan berlapis, T = 0,7B
☺ Subdrilling (J) = 0,3B
☺ Tinggi jenjang (H) dan burden (B) ditentukan oleh ratio H/B (Stifness Ratio)
OHT 18
Potensi yang terjadi akibat variasi
stiffness ratio (C.J. Konya, 1972)
Stifness Fragmen- Ledakan Batu Getaran
Komentar
Ratio tasi udara terbang tanah
1 Buruk Besar Banyak Besar Banyak muncul back-break di
bagian toe. Jangan dilakukan dan
rancang ulang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila memungkinkan, rancang ulang
OHT 19
ATURAN LIMA (RULE OF FIVE)
Cara sederhana untuk mengestimasi diameter lubang (inci)
yang dihubungkan dgn ketinggian jenjang (feet), yaitu tinggi
jenjang “Lima” kali diameter lubang ledaknya.
2 4 6 8 10 12
10
20
30
40
50
60
OHT 20
KURVA HUBUNGAN d DENGAN H
J. Naapuri (Tamrock), 1988
32
28
TIDAK DISARANKAN
24
Tinggi Jenjang, m
20
DOMAIN YANG DISARANKAN
16
12
8
TIDAK DISARANKAN
4
Bidang bebas IP
Bidang bebas IP
X Be
S B
X Be
S
X Se B
S
X
e
X
X X X
OHT 24
Center cut / pyramid /
diamond cut
OHT 25
Wedge cut / V-cut / angled
cut / cut bentuk baji
OHT 26
Drag cut / pola kipas
OHT 27
Burn cut / cylinder cut
OHT 28
VARIASI BURN CUT
180 210
80 75
500 500
75 35
35
60
150
300
140
e. BULLOCK CUT 90
Wall holes
atau rib holes
Cut holes
Tinggi
abutment
Cut spreader holes
atau raker holes
OHT 30
POLA “BURN CUT” PADA
PEMBUATAN TEROWONGAN
18 18 18 18 18
18 18
19 18 16 15 16 18 19
17 17
18 16 15 14 14 15 16 18
12
17 17
15 13 11 9 11 13 15
5,2 m
16 16
14 12 10 10 12 14
16 16
15 13 11 9 11 13 15
17 17
18 17 16 14 12 14 16 17 18
7,5 m
5 7
3 4
Angka menunjukkan 1
urutan peledakan 8 6
OHT 31
POLA “WEDGE CUT” DAN “DRAG CUT”
PADA TEROWONGAN
12
11 11 11 11
11
11 11
11 11 10 8 8 10
10 9 9 10
11 11
10 9 8 7 7 7 8 9 10 9 7 6 7 9
7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7
6,4 m
7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 9 7 2 4 6 8 2,8 m
7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7
10 9 9 9 9 9 9 9 9 10 8 6 1 3 5 7
9 7 2 4 6 8
9,4 m
TAMPAK DEPAN 12 11 10 11 12
2,5 m
TAMPAK DEPAN
5,6 m
1,0 m
OHT 34
Berat bahan peledak (Berat/m) x (Panjang isian)
PF
Volume batuan (B x S x H)
A. MENGHITUNG VOLUME
a. VS = B x S x H; VS = 3,6 x 3,6 x 13 = 168,50 m³ (bank)/lubang bank=insitu
b. Volume total hasil peledakan (VS-total ) = 100 x 168,5 = 16.850 m³ (bank)
c. Berat hasil peledakan (W) = 16.850 x 2,5 = 42.125 ton (bank)
BxSxH 16.850
d. VL = = = 20.548,80 m³ (loose)
SF 0,82
OHT 35
B. MENGHITUNG BERAT HANDAK
OHT 36
Diam. lubang Densitas bahan peledak, gr/cc
mm inci 0.70 0.80 0.85 0.90 1.00 1.15 1.20 1.25 1.30
76 3.00 3.18 3.63 3.86 4.08 4.54 5.22 5.44 5.67 5.90
89 3½ 4.35 4.98 5.29 5.60 6.22 7.15 7.47 7.78 8.09
102 4.00 5.72 6.54 6.95 7.35 8.17 9.40 9.81 10.21 10.62
108 4¼ 6.41 7.33 7.79 8.24 9.16 10.54 10.99 11.45 11.91
114 4½ 7.14 8.17 8.68 9.19 10.21 11.74 12.25 12.76 13.27
121 4¾ 8.05 9.20 9.77 10.35 11.50 13.22 13.80 14.37 14.95
127 5.00 8.87 10.13 10.77 11.40 12.67 14.57 15.20 15.83 16.47
130 518 9.29 10.62 11.28 11.95 13.27 15.26 15.93 16.59 17.26
140 5½ 10.78 12.32 13.08 13.85 15.39 17.70 18.47 19.24 20.01
152 6.00 12.70 14.52 15.42 16.33 18.15 20.87 21.78 22.68 23.59
159 6¼ 13.90 15.88 16.88 17.87 19.86 22.83 23.83 24.82 25.81
165 6½ 14.97 17.11 18.18 19.24 21.38 24.59 25.66 26.73 27.80
178 7.00 17.42 19.91 21.15 22.40 24.88 28.62 29.86 31.11 32.35
187 7 38 19.23 21.97 23.34 24.72 27.46 31.58 32.96 34.33 35.70
203 8.00 22.66 25.89 27.51 29.13 32.37 37.22 38.84 40.46 42.08
210 8¼ 24.25 27.71 29.44 31.17 34.64 39.83 41.56 43.30 45.03
229 9.00 28.83 32.95 35.01 37.07 41.19 47.37 49.42 51.48 53.54
OHT 37
C. MENGHITUNG POWDER FACTOR (PF)
a. Dari item “A” diperoleh volume (bank) peledakan 168,50 m³/lubang
b. Dari item “B” diperoleh berat bahan peledak 101,20 kg/lubang
101,20
c. PF = = 0,60 kg/m³
168,50
d. PF yang ideal berdasarkan pengalaman berkisar antara 0,20 – 0,30 kg/m³
e. Rancangan tersebut menghasilkan pemborosan karena PF terlalu besar,
perlu dimodifikasi dengan melakukan uji coba mengubah dimensi parameter
geometri peledakan dan jumlah bahan peledak dengan tolok ukur :
(1) ukuran fragmentasi, (2) keselamatan kerja, dan (3) lingkungan
f. Misalnya dilakukan modifikasi terhadap B, S dan penghematan bahan
peledak menjadi sebagai berikut:
VS = B x S x H; VS = 3,6 x 5 x 13 = 234 bcm/lubang
Volume seluruh hasil peledakan (VS-total ) = 100 x 234 = 23.400 bcm
Dari hasil uji coba berkali-kali ternyata bahan peledak dari gudang bisa dikurangi
dari 10.120 kg menjadi 7.500 kg per peledakan
7.500
g. PF = = 0,31 kg/m³
23.400
OHT 38
Untuk mencapai target produksi batubara 2 juta ton per
tahun perlu dikupas overburden (o/b) sebanyak 7 juta bcm
(karena Stripping Ratio = 3½ : 1) . Densitas o/b hasil
pengujian rata-rata 2,5 ton/m3 dan bahan peledak yang
akan digunakan adalah Titan 4000 Gassed Emulsion Blends
dengan densitas 1,20 gr/cc. Alat bor yang dimiliki Tamrock
type Drilltech D25K yang mampu membuat lubang
berdiameter 5½ inci. Fragmentasi hasil peledak harus baik,
artinya sesuai dengan dimensi mangkok shovel dan dengan
airblast, batu terbang serta getaran kurang. Alat muat yang
dipakai jenis Front Shovel Cat 5230B yang mampu
menjangkau sampai 15 m. Hitunglah seluruh parameter
geometri peledakan dan PF, kemudian gambar sketsanya
PROSEDUR PENGINISIASIAN
• Bila menggunakan sumbu api, gunakan alat
penyulut pijar atau nyala api kemudian sumbu api
dibakar
• Bila menggunakan blasting machine:
– sambungkan kawat utama (lead wire) ke kutub-kutub listrik
pada BM,
– lakukan pengisian baterai BM sampai penuh sesuai dengan
prosedur dari pabrik pembuatnya,
– untuk menginisiasi kunci atau tombol pemicu dikontakkan
• Bila menggunakan shotgun:
– sumbu nonel dihubungkan ke shotgun,
– lakukan prosedur selanjutnya sesuai dengan tipe shotgun yang
digunakan.
OHT 39
PERAGAKAN CARA MENGINISIASI:
1. SUMBU API
2. SUMBU LEDAK
3. BLASTING MACHINE
4. SHOTGUN
SAAT PELAKSANAAN
PELEDAKAN (aba-aba 1)
Memberikan aba-aba peringatan secara bertahap untuk
memberi kesempatan pekerja lain menghindari lokasi
yang akan diledakkan
Aba-aba pertama (berupa peringatan melalui megaphone
atau HT):
Semua orang yang berada di area peledakan harus menyingkir dan
berlindung
Minta ijin ke sentral informasi bahwa jalur komunikasi untuk
sementara diambil alih oleh team peledakan, jadi seluruh bagian
tidak diperkenankan menggunakan jalur tersebut, kecuali bila
mengetahui di area peledakan terdapat sesuatu yang
membahayakan.
Semua jalan masuk ke area peledakan ditutup atau diblokir
Pada saat itu kedua ujung kawat utama (lead wire) masih
terkait satu sama lainnya dan belum disambung ke
pemicu ledak (B M)
OHT 40
SAAT PELAKSANAAN
PELEDAKAN (aba-aba 2 dan 3)
• Aba-aba kedua (persiapan akhir):
– Pekerjaan pada aba-aba pertama sudah dilaksanakan dan Mandor
atau Foreman atau Pengawas Peledakan sedang melakukan
pemeriksaan akhir
– Kondensator dalam pemicu ledak sedang diisi arus listrik
– Kawat utama sudah disambung dengan pemicu ledak (exploder)
– Masih mungkin peledakan ditunda apabila Pengawas Peledakan
menilai terdapat kondisi tidak aman melalui komunikasi dan aba-
aba khusus.
• Aba-aba ketiga (peledakan) :
– Peledakan dilakukan, biasanya dengan hitungan mundur bisa dari 5
atau 3, misalnya 5….4….3….2….1….”tembak !!”. Hitungan
tersebut ada baiknya disalurkan juga melalui jalur komunikasi agar
seluruh karyawan mengetahui detik-detik peledakan.
– Sampai tahap ini jalur komunikasi masih dikuasai team peledakan
sebelum dilakukan pemeriksaan hasil peledakan dan dinyatakan
bahwa peledakan aman dan terkendali.
OHT 41
PROSEDUR PELEDAKAN
• Sumbu api: dibakar oleh penyulut yang berpijar
atau membara
• Blasting Machine: kuncinya dikontak atau
tombolnya ditekan sesuai prosedur dari pabrik
pembuat BM dengan terlebih dulu memberi aba-
aba (seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya)
• Untuk shotgun: penginisiasian shotgun sesuai
dengan prosedut yang ditetapkan oleh pabrik
pembuatnya dengan memberi aba-aba (seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya)
OHT 42
1. PERAGAKAN ABA-ABA PELAKSANAAN
PELEDAKAN
2. PERAGAKAN CARA MENGINISIASI:
a. SUMBU API
b. SUMBU LEDAK
c. EXPLODER
d. SUMBU NONEL (NONEL TUBE)
• Setelah peledakan selesai dan gas hasil peledakan
berkurang, lakukan pemeriksaan ke seluruh area yang
diledakkan
• Periksa adanya sumbu ledak, atau kabel listrik yang
terlihat
• Kalau terlihat sumbu ledak, sudah dapat dipastikan bahwa
lubang tersebut gagal ledak (misfire)
• Kalau terlihat kabel listrik diantara batuan hasil peledakan
yang dicurigai, maka lakukan pengukuran menggunakan
BOM, sbb:
– Bila jarum atau angka pada BOM tidak menunjukkan suatu angka tertentu
(jarum bergerak cepat sampai batas akhir skala atau angka digital
menunjukkan nol semua), artinya detonator sudah meledak.
– Bila menunjukkan angka tertentu dicurigai detonator belum meledak,
maka lakukan peledakan ulang sesuai prosedur peledakan menggunakan
blasting machine.
OHT 43
1. LAKSANAKAN PROSEDUR PEMERIKSA-
AN HASIL PELEDAKAN
2. BAGAIMANA TINDAKAN SAUDARA
APABILA DISINYALIR TERDAPAT LUBANG
YANG GAGAL LEDAK BILA
MENGGUNAKAN:
a. SISTEM PELEDAKAN LISTRIK
b. SISTEM PELEDAKAN SUMBU LEDAK
c. SISTEM PELEDAKAN NONEL
d. SISTEM PELEDAKAN SUMBU API
• Menaksir volume fragmentasi hasil peledakan merujuk ke volume
berdasarkan perhitungan geometri dengan mempertimbangkan
faktor berai (swell factor). Misalnya sbb:
– Vs = 16.850 m³ (bank) merupakan hasil perkalian BxSxH
– Faktor Berai (swell factor) = 82% (diberikan oleh Peng.Peledakan)
– VL = Vs/SF =16.850 / 0.82 = 20.549 m³ (loose) taksiran volume
yang dilaporkan
• Menaksir distribusi ukuran fragmentasi hasil peledakan mulai dari
bongkah sampai ukuran kecil. Penaksiran distribusi “paling tidak”
menampilkan seperti contoh berikut ini:
> 100 cm = …. %
50 – 100 cm = …. %
20 – 49 cm = …. %
< 20 cm = …. %
Total = 100%
• Melaporkan pekerjaan diatas kepada Pengelola Peledakan
dengan mengisi format laporan “Hasil Peledakan” yang tersedia.
OHT 44
1. BILA B = 3 M, S = 5 M, H = 12 M, DAN SF =
0,85%, BERAPA TAKSIRAN VOLUME HASIL
PELEDAKAN YANG HARUS DILAPORKAN ?
2. FAKTOR APA YANG HARUS SAUDARA
PERTIMBANGKAN KETIKA MENAKSIR UKURAN
FRAGMENTASI HASIL PELEDAKAN
3. MENURUT SAUDARA UNTUK APA MENGE-
TAHUI UKURAN FRAGMENTASI HASIL
PELEDAKAN
• Mengukur atau menaksir lemparan batu terjauh.
Cara penaksiran dilakukan sbb:
– berdasarkan lebar jenjang, yaitu bila tinggi jenjang 10
m, dgn bahan peledak ANFO, maka lemparan batu
terbang minimal 500 m
– menggunakan peta untuk lemparan yang jauh
• Periksa ada-tidaknya pemukiman disekitar batu
terbang tersebut
• Melaporkan pekerjaan diatas kepada Pengelola
Peledakan dengan mengisi format laporan
“Hasil Peledakan” yang tersedia.
OHT 45
AMBIL PETA YANG DIGUNAKAN UNTUK
PELEDAKAN. DENGAN SKALA YANG ADA,
HITUNG BERAPA METER JARAK FLYING
ROCK BILA PADA PETA SEKITAR 17 CM
SEARAH DENGAN LEMPARAN
FRAGMENTASI.
A. DIKETAHUI PADA SAAT PEMERIKSAAN
– Memeriksa kondisi lubang gagal ledak (apakah terdapat kawat
detonator listrik atau sumbu)
– Memasang kembali pita pengaman dengan warna menyolok dan
bendera merah disekeliling area yang akan diledakkan ulang
– Menyiapkan alternatif penanggulangan gagal ledak
– Melaporkan langsung secara lisan jumlah lubang yang gagal ledak
kepada Pengelola Peledakan serta alternatif penanggulangannya
B. DIKETAHUI KEMUDIAN PADA SAAT PROSES PEMUATAN
– Lakukan prosedur di atas
– Mengisi formulir “Gagal Ledak” yang telah disediakan
– Melaporkan langsung secara tertulis jumlah lubang gagal ledak dan
jenis bahan peledak kepada Pengelola Peledakan serta alternatif
penanggulangannya
OHT 46
• Pada sistem peledakan listrik:
– Memeriksa dan menyambung kawat listrik yang nampak keluar dari setiap lubang gagal ledak
– mengukur tahanan kawat listrik, bila menunjukkan angka tahanan detonator berarti detonator masih
aktif; tetapi bila menunjukkan angka tak terhingga detonator sudah meledak
– menyambung detonator listrik ke sumbu nonel atau sumbu ledak
• Pada sistem sumbu ledak:
– Sudah dapat dipastikan gagal ledak (waspadai)
– Tempelkan detonator listrik (sesuai prosedur yang telah diterangkan sebelumnya), kemudian ledakkan
• Pada sistem sumbu api:
– Periksa sumbu apinya dari kemungkinan lembab atau berair
– Dengan hati-hati keluarkan stemming sampai isian utama terlihat
– Buat primer dengan sumbu api baru, kembalikan stemming dan segera diledakkan
– Untuk sumbu api yang gagal ledak disarankan peledakkan ulangnya per lubang
• Pada sistem nonel:
– Setelah diyakini lubang gagal ledak dan sumbu nonel masih terlihat, tempel detonator listrik dan ledakkan
– Bila sumbu nonel rusak, tapi primer belum meledak, keluarkan dulu stemming dgn hati2
– Setelah handak utama terlihat buat primer baru dari detonator listrik, kembalikan stemming dan ledakkan
• Untuk kawat detonator atau sumbu yang tidak nampak di sekitar lubang ledak, caranya:
– membuat lubang bor berjarak sekitar 50 – 100 cm dari lubang gagal ledak dengan kedalaman miminum 2
kali tinggi stemming, atau
– menggali lubang gagal ledak menggunakan alat gali dengan seijin Pengelola Peledakan
OHT 47
• Peledakan ulang setelah penyambungan kabel listrik atau
menempelkan detonator pada sumbu ledak dan sumbu nonel atau
mengganti sumbu api
• Mengeluarkan stemming (menggunakan kompresor) kemudian
setelah handak utama kelihatan masukkan primer baru, tutup
kembali dengan stemming dan terakhir ledakkan.
• Membuat lubang ledak baru berjarak sekitar 50 – 100 cm dari
lubang gagal ledak dengan kedalaman melebihi tinggi stemming.
Kemudian isi dengan handak dan stemming seperti biasa, terakhir
ledakkan. Dengan adanya symphatetic detonation lubang gagal
ledak akan terinisiasi oleh ledakan lubang didekatnya
• Menggali area sekitar lubang gagal ledak menggunakan alat berat
(excavator). Pada alternatif ini, juru ledak bertindak sebagai
pengatur alat berat dan memposisikan diri dekat lubang gagal ledak
untuk memberikan aba-aba kepada operator excavator. Setelah
primer ditemukan, langsung diambil dan diamankan, sementara
handak ANFO bisa disiram air
OHT 48
• Boulders adalah fragmentasi hasil peledakan
berupa bongkah besar yang tidak dapat diambil
oleh alat muat dan tidak masuk ke dalam
crusher. Biasanya berukuran 80 cm
• Boulders adalah ukuran fragmentasi maksimum
yang dapat diterima oleh proses berikutnya.
• Harus dipisahkan dari tumpukan hasil peledakan
yang berukuran sesuai menggunakan bantuan
alat mekanis, misalnya excavator, wheel loader,
atau didorong bulldozer.
• Boulders dipisahkan sebaiknya tidak jauh dari
tumpukan hasil peledakan dan siap diledakkan
ulang.
OHT 49
• Menghitung jumlah boulders yang akan diledakkan ulang,
misalnya n bongkah
• Menghitung volume setiap bongkah dengan toleransi 10%
dengan cara menyesuaikan bentuk bangun relative setiap
bongkah tersebut, misalnya:
– seperti balok, maka harus diukur panjang (p), lebar (ℓ), dan tinggi
(t), kemudian volumenya dihitung (p x ℓ x t) m³,
– seperti bola, maka harus diukur diameternya (d), dan volume
dihitung 1/6 d³
– seperti prisma, maka volume = Lt, di mana L dan t masing-
masing adalah luas alas dan tinggi
– seperti limas atau kerucut, maka volume = 1/3 Lt, di mana L dan
t masing-masing adalah luas alas dan tinggi.
• Menghitung volume total bongkah, yaitu menjumlahkan
setiap volume bongkah, atau V1+V2+V3+…+Vn.
OHT 50
OHT 51
2
3 34
arah
pengeboran
(A) (B)
OHT 53
a. Pendorong proyektil metal b. Mengatasi batu macet di draw
(shaped directional charges) point menggunakan pendorong
proyektil metal
OHT 54
TERDAPAT BOULDERS BERBENTUK:
– RELATIF BULAT BERDIAMETER 90 CM, 110 CM, DAN
150 CM
– RELATIF PERSEGI PANJANG 2 BONGKAH DENGAN
UKURAN : bongkah p, cm ℓ, cm t, cm
1 110 65 33
2 200 90 120
HITUNGLAH :
• VOLUME TOTAL BOULDERS
• JUMLAH BAHAN PELEDAK YANG DIBUTUHKAN
• PF