Anda di halaman 1dari 82

Adalah semua kegiatan baik teknis maupun tindakan

pengamanan yang ditujukan untuk dapat melaksanakan


suatu peledakan dengan efisien dan aman
Topik bahasan:
POLA PENGEBORAN DAN PELEDAKAN
GEOMETRI PELEDAKAN JENJANG
POWDER FACTOR
MENGATASI GAGAL LEDAK (MISFIRE)
MENANGANI BONGKAHAN BATU (BOULDERS)
3m 3m a. Pola bujursangkar
3m
3m b. Pola persegi
panjang
c. Pola zigzag
Bidang bebas
(b) Bidang bebas bujursangkar
(a)
d. Pola zigzag persegi
panjang
3m 3m

2,5 m 2,5 m

Bidang bebas Bidang bebas


(c) (d)
OHT 1
FAKTOR TAMBANG BWH TANAH TAMBANG TERBUKA
Luas area Terbatas, sesuai dimensi bukaan Lebih luas karena terdapat
yang luasnya dipengaruhi oleh dipermukaan bumi dan dapat
kestabilan bukaan tersebut. memilih area yang cocok
Volume hasil Terbatas, karena dibatasi oleh luas Lebih besar, bisa
permukaan bukaan, diameter mata mencampai ratusan ribu
peledakan
bor dan kedalaman pengeboran, meterkubik per peledakan,
sehingga produksi kecil. sehingga dapat direncana-
kan target yang besar.
Suplai udara Tergantung pada jaminan sistem Tidak bermasalah karena
ventilasi yang baik. dilakukan pada udara
segar
terbuka
Keselamatan Kritis, diakibatkan oleh: ruang yang Relatif lebih aman karena
terbatas, guguran batu dari atap, seluruh pekerjaan dilakukan
kerja
tempat untuk penyelamatan diri pada area terbuka.
terbatas.

OHT 2
 Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau
sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak akibat adanya
jeda waktu atau waktu tunda (delay time).
 Pola peledakan pada tambang terbuka dan bukaan di bawah
tanah berbeda karena adanya faktor pola pengeboran
 Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan
waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:
– Mengurangi getaran
– Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
– Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise).
– Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
– Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan
 Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang
diledakkan sekaligus, akan terjadi dampak merugikan, a.l.
mengganggu lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak
efisien.
OHT 3
Urutan peledakan yang tidak logis
bisa disebabkan oleh :
 penentuan waktu tunda yang terlalu dekat,
 penentuan urutan ledakannya yang salah,
 dimensi geometri peledakan tidak tepat,
 bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai
dengan perhitungan.
Acuan dasar penentuan pola peledakan
pada tambang terbuka, yaitu :
 Peledakan tunda antar baris.
 Peledakan tunda antar beberapa lubang.
 Peledakan tunda antar lubang.
OHT 4
PENGARUH ORIENTASI RETAKAN
THD. POLA PELEDAKAN
(R.L. ASH dan KONYA, 1980)

1. Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus,


sebaiknya S = 1,41 B
2. Bila orientasi antar retakan mendekati 60
sebaiknya S = 1,15 B dan menerapkan interval
waktu long-delay
3. Bila peledakan dilakukan serentak antar baris,
maka ratio spasi dan burden (S/B) dirancang
dengan pola bujursangkar (square pattern).
4. Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas
yang memanjang, maka arah lemparan
sebaiknya terfokus ke depan (tidak menyebar)
OHT 5
Orientasi antar retakan hampir tegak
lurus, sebaiknya S = 1,41 B
Arah lemparan
batuan

B
4 3 2 1
B y
5 4 3 2
B
6 5 4 3
SEBELUM
PELEDAKAN 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B

4 3 2 1

5 4 3 2

SETELAH 6 5 4 3
PELEDAKAN
OHT 6
Orientasi antar retakan mendekati
60, S = 1,15 B, dan long delay
Arah lemparan
batuan
w

B
4 3 2 1
B
5 4 3 2
y
B
6 5 4 3
SEBELUM
PELEDAKAN 1,15B 1,15B 1,15B 1,15B
• POLA
4 3 2 1 STAGGERED
• INITIASI
5 4 3 2 ECHELON
6 5 4 3
SESUDAH
PELEDAKAN

OHT 7
Peledakan serentak antar baris,
S/B berpola bujursangkar
Arah lemparan batuan
w

B
4 3 2 1
B
1.4B
4 3 2 1
y
1.4B • POLA
2B 4 3 2 1 BUJUR
SEBELUM SANGKAR
PELEDAKAN 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B • INISIASI
ECHELON

4 3 2 1

SETELAH
PELEDAKAN

OHT 8
Peledakan serentak antar baris,
S/B berpola staggered
Arah lemparan batuan

B
1 1 1 1
B
B y
2 2 2 2
1,4B
B
3 3 3 3
SEBELUM
PELEDAKAN 2B 2B 2B 2B

SETELAH 3
PELEDAKAN
OHT 9
Bidang bebas yang memanjang,
pola V-cut bujur sangkar
Arah lemparan batuan
w

B
4 3 2 1 2 3 4
1.4B B 2B y
5 4 3 2 3 4 5 • WAKTU TUNDA
1.4B CLOSE INTERVAL
6 5 4 3 4 5 6 • INISIASI
SEBELUM CHEVRON
1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B
PELEDAKAN

1
2 2
3 3
SETELAH 4 4
PELEDAKAN 5 5
6 6

OHT 10
Bidang bebas yang memanjang,
pola V-cut persegi panjang
Arah lemparan batuan
w

B
4 3 2 1 2 3 4
B y
6 5 4 3 4 5 6
B
8 7 6 5 6 7 8
SEBELUM
PELEDAKAN B 1,4 B 1,4 B 1,4 B 1,4 B B

3 2 1 2 3
4 4

SETELAH 5 4 3 4 5
6 6
PELEDAKAN
7 6 5 6 7
8 8

OHT 11
(BENCH BLASTING GEOMETRY)
B

• Diameter lubang ledak (  ) T

• Burden ( B )

H
Spasi ( S ) L PC

• Stemming ( T )
• Tinggi jenjang ( H ) J

• Kedalaman lubang ledak ( L ) B


• Subdrilling / Subdrill / Sub
grade ( J ) T

• Isian utama / primary charge B


H
( PC) L
α
• Sudut kemiringan lubang PC

ledak ( )
J

OHT 12
Burden
BLASTING GEOMETRY

Stemming

Bench Height

Hole Length
Throw

Danfo Charge Limestone

Floor

Hole Incline
Subdrill
Primer (Deto+Dynamite)
THROW

Floor

0 0 0 0 0 2 2 2 2 2
B
4 4 4 4 4 6 6 6 6 6

S
Limestone
• BLASTING DATA • Explosive Charge :
• Hole Diameter  : 3.5” • - Detonator/Hole = 2 pc
• Burden B : 2.75 m • Total = Row I No.0 = 2, No.1 = 3, No 3 = 3
• Spacing S : 3.25 m Row II No.5 = 3, No.7 = 3, No 9 = 3, No 10 =3
• Bench Height H: 9 m • - Power Gel/Hole = 2 pcs = 0.4 kg
• Hole Length L : 10 m
• Total = 40 pcs = 8 kg
• Subdrilling J: 1 m
• Hole Angle  : 70o • - Danfo Loading =  x (/2)2 x PC x dD
• Stemming T : 2.75 m • = 3.14 x 19.76 cm2 x 725 cm x 0.9 gr/cm3
• Primer & DANFO Charge C : 7.25 m • = 40,485.28 gr = 40.5 kg/hole
• Number of Hole n : 20 • - Total = 20 x 40.5 kg = 810 kg
• Limestone Insitu Density dL: 2.5 ton/m3
• - Bahan Peledak = 125 kg / delay
• DANFO Density dD: 0.9 gr/cm3
• Power Gel Weight : 0.2 kg/pc
• Specific Charge/Powder Factor
= (8kg+810kg)/1,608.75 m3
• Blasted Limestone : = 0.51 kg/m3 or
• = (n x B x S x H) x dL
= 0.2 kg/ton
• = (20x2.75 mx3.25 mx9 m) x 2.5 ton/m3
• = 1,608.75 m3 x 2.5 ton/m3
• = 4,021.875 ton ≈ 4,022 ton • Blasting Ratio
= 1,608.75 m3/818 kg
= 1.97 m3/kg or
= 4.92 ton/kg

• Specific Drilling
= (20x10 m)/1,608.75 m3
= 0.12 drm / m3
 KEUNTUNGAN:
– Pelaksanaan pengeboran lebih mudah, cepat, dan akurat
– Untuk jenis batuan yang sama, asesoris bor berumur lebih
panjang
– Bahan peledak lebih sedikit
– Biaya pengeboran lebih kecil
 KELEMAHAN:
– Potensi terbentuk toe dan backbreak besar
– Lereng kurang stabil terhadap getaran, perlu analisis kestabilan
lereng
– Hanya baik untuk batuan yang kompeten (kuat)
– Permukaan bidang bebas sering tidak rata

OHT 13
 KEUNTUNGAN:
– Akan diperoleh jenjang yang stabil
– Mengurangi resiko timbulnya toe dan backbreak
– Bentuk muck pile lebih baik
– Dapat diterapkan pada batuan yang lemah
– Permukaan bidang bebas lebih mungkin rata
 KELEMAHAN:
– Sulit melakukan pengeboran miring yang akurat
– Umur asesoris bor lebih pendek
– Diperlukan supervisi yang ketat

OHT 14
G
J E NJAN
CAK H)
PUN P BENC
( TO

S
B
CREST
KOLOM LUBANG

T
LEDAK ( L )

S
B EBA )
ANG CE
BID EE FA
H (F R

PC

E
TO

G
I J E NJAN )
TA ENC
H
LAN R B
J O
(FLO
OHT 15
Membentuk Flyrock
dome di
permukaan

Burden
Burden atau
Burden atau kedalaman
kedalaman kritis optimum

(a) B = 15’ (b) B = 12’ (c ) B = 9’

Burden masih kuat, hanya Mulai terjadi runtuhan di Runtuhan permukaan dan sub-
terjadi penggerusan di permukaan. Burden tak permukaan hampir terbentuk.
sekitar lubang dan retakan runtuh. Beberapa dome Kenampakannya seperti dua lapis
tarik radial terbentuk ke arah terbentuk di permukaan (papan) batuan yang tak pecah. Dome
luar lubang tersebut. di permukaan menggelembung.

(d) B = 6’ (e) B = 3’

Ledakan kawah penuh, burden Ledakan kawah penuh, volume yang


hancur seluruhnya. Runtuhan dihasilkan lebih sedikit dibanding dgn. Berat bhn.peledak
permukaan dan sub-permukaan fragmentasi butir halus. Terbentuk ANFO diasumsikan =
bergerak ke arah bidang bebas. kawah seperti mangkuk, noise dan 18 kg ( 40 lb)
flyrock.

OHT 16
 Beberapa peneliti peledakan yang telah memperkenalkan
perhitungan geometry peledakan a.l: Anderson (1952), Pearse
(1955), R.L. Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi
(1980), Olofsson (1990), Rustan (1990) dan lainnya
 Perhitungan didasarkan pada pertimbangan ukuran burden, diameter
lubang ledak, kondisi batuan setempat, dan jenis bahan peledak
 Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara coba-coba
(rule of thumb) untuk menghitung geometri peledakan, diantaranya
ICI Explosive, Dyno Wesfarmer Explosives, Atlas Powder Company,
Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide, dan lain-lain
 Kesimpulan yang dapat diambil adalah:
– Diameter dan burden dan dijadikan referensi sebelum menghitung
parameter geometri peledakan lainnya
– Perhitungan parameter geometri peledakan lainnya merupakan fungsi
diameter atau burden yang mempunyai limitasi/batasan terendah dan
tertinggi.
– Batasan tsb memberi peluang bagi perancang peledakan utk melakukan
uji coba sampai diperoleh standar ukuran parameter geometri yg sesuai
di lokasi mereka

OHT 17
SGe
B  3,15 de 3  ( Burden, ft ; de, inci )
SGr
☺ Serentak tiap baris lubang ledak (instantaneous single-row blastholes)
H  2B
H  4B  S  H  4B  S  2B
3
☺ Berurutan dalam tiap baris lubang ledak (sequenced single-row blastholes)
H  7B
H  4B  S  H  4B  S  1,4B
8
☺ Stemming (T):
– Batuan massif, T=B
– Batuan berlapis, T = 0,7B
☺ Subdrilling (J) = 0,3B
☺ Tinggi jenjang (H) dan burden (B) ditentukan oleh ratio H/B (Stifness Ratio)

OHT 18
Potensi yang terjadi akibat variasi
stiffness ratio (C.J. Konya, 1972)
Stifness Fragmen- Ledakan Batu Getaran
Komentar
Ratio tasi udara terbang tanah
1 Buruk Besar Banyak Besar Banyak muncul back-break di
bagian toe. Jangan dilakukan dan
rancang ulang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila memungkinkan, rancang ulang

3 Baik Kecil Sedikit Kecil Kontrol dan fragmentasi baik

4 Memuaskan Sangat Sangat Sangat Tidak akan menambah keuntungan


kecil sedikit kecil bila stiffness ratio di atas 4

OHT 19
ATURAN LIMA (RULE OF FIVE)
Cara sederhana untuk mengestimasi diameter lubang (inci)
yang dihubungkan dgn ketinggian jenjang (feet), yaitu tinggi
jenjang “Lima” kali diameter lubang ledaknya.

Diameter bahan peledak, inci

2 4 6 8 10 12

10

20

30

40

50

60
OHT 20
KURVA HUBUNGAN d DENGAN H
J. Naapuri (Tamrock), 1988
32

28
TIDAK DISARANKAN
24
Tinggi Jenjang, m

20
DOMAIN YANG DISARANKAN
16

12

8
TIDAK DISARANKAN
4

25 38 51 64 76 89 102 115 127 140 152 165 178

Diameter lubang ledak, mm


OHT 21
• Tinggi jenjang (H) dan diameter lubang ledak (d)
merupakan pertimbangan pertama yang dipertimbangkan
• Hmaks ditentukan berdasarkan kemampuan jangkauan alat
muat dan peraturan Pemerintah
• Secara empiris H = 60d s/d 140d
• Burden (B) antar baris; B = 25d s/d 40d
• Spasi antar lubang ledak sepanjang baris (S) = 1B s/d
1,5B
• Subgrade (J); J = 8d s/d 12 d
• Stemming (T); T = 20d s/d 30d
• Powder Factor (PF) =
Berat bahan peledak (Berat/m) x (Panjang isian)

Volume batuan (B x S x H)
OHT 22
Titik awal inisiasi Bidang bebas IP
(Initiation Point)
Bidang bebas 4 3 2 1 0 1 2 3 4
X X X X X X X X
X X X
S
5
X B S X
X Se Be X B X
6
X X
X X X
X X X X X X X X 7
X X

Square, V.
Square, Row by Row. Drilled: B = S, Drilled: B = S, square.
square. Instantaneous row firing is Effectiv e Spacing Se
Ratio:  2
not recommended by ICI Effectiv e Burden Be

Bidang bebas IP
Bidang bebas IP

X Be
S B
X Be
S
X Se B
S
X
e
X
X X X

Square, VI. Square, VII.


Drilled: B = S, square. Drilled: B = S, staggered.
Se Se
Ratio: 5 Ratio:  3,25
Be Be
OHT 23
Sebuah perusahaan mendapat proyek untuk
memotong tebing yang akan digunakan jalan raya.
Tinggi jenjang maksimum 30 ft. Karena alat yang
akan digunakan kecil, maka fragmentasi harus
sesuai dengan ukuran peralatan tersebut.
Terdapat 2 unit alat bor yang masing-masing bisa
membuat lubang ledak berdiameter 5 inci dan 7
inci. Rancang geometrinya agar pembongkaran
tebing berhasil menggunakan:
1. cara Konya
2. rule of thumb dari “ICI Explosive”
• Center cut / pyramid / diamond cut
• Wedge cut / V-cut / angled cut / cut
bentuk baji
• Drag cut / pola kipas
• Burn cut / cylinder cut

OHT 24
Center cut / pyramid /
diamond cut

OHT 25
Wedge cut / V-cut / angled
cut / cut bentuk baji

OHT 26
Drag cut / pola kipas

OHT 27
Burn cut / cylinder cut

OHT 28
VARIASI BURN CUT
180 210
80 75
500 500
75 35
35

210 mm 250 mm 200 250 mm 160

a. GRONLUND CUT b. MICHIGAN CUT c. CAT HOLE DENGAN 75


mm (3 inci) LUBANG
KOSONG
100 170

60
150

300

140

d. TRIANGULAR BURN CUT


DENGAN LUBANG 35 mm

e. BULLOCK CUT 90

(Langerfors, 1978) 520 OHT 29


PENGELOMPOKKAN LUBANG LEDAK
PADA PEMBUATAN TEROWONGAN
Roof holes atau
back holes

Stoping holes atau


Tinggi helper holes atau
busur reliever holes

Wall holes
atau rib holes

Cut holes
Tinggi
abutment
Cut spreader holes
atau raker holes

Floor holes atau


lifter holes

OHT 30
POLA “BURN CUT” PADA
PEMBUATAN TEROWONGAN
18 18 18 18 18
18 18
19 18 16 15 16 18 19
17 17
18 16 15 14 14 15 16 18
12
17 17
15 13 11 9 11 13 15
5,2 m
16 16
14 12 10 10 12 14
16 16

15 13 11 9 11 13 15
17 17

18 17 16 14 12 14 16 17 18

7,5 m

5 7

3 4

Angka menunjukkan 1

urutan peledakan 8 6
OHT 31
POLA “WEDGE CUT” DAN “DRAG CUT”
PADA TEROWONGAN
12
11 11 11 11
11
11 11
11 11 10 8 8 10
10 9 9 10
11 11

10 9 8 7 7 7 8 9 10 9 7 6 7 9
7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7
6,4 m

7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 9 7 2 4 6 8 2,8 m

7 6 5 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7
10 9 9 9 9 9 9 9 9 10 8 6 1 3 5 7

9 7 2 4 6 8
9,4 m
TAMPAK DEPAN 12 11 10 11 12

2,5 m
TAMPAK DEPAN

5,6 m

1,0 m

TAMPAK ATAS TAMPAK ATAS OHT 32


• Peledakan khusus dikelompokkan menjadi : Controlled blasting,
Precutting, Demolition, dan Construction Blasting
• Controlled blasting: Lubang ledak perimeter diledakkan terakhir
– Cushion blasting, teknik kontrol peledakan setelah peledakan produksi selesai dengan tujuan
memangkas dinding pada batas akhir penambangan agar rata
– Smooth blasting, sama dengan cushion blasting, tapi pada pembuatan terowongan
– Buffer blasting, teknik kontrol peledakan yg dikerjakan selama produksi berlangsung dimana jarak
burden, spasi dan bahan peledak pada baris lubang terakhir dikurangi

• Precuting: Lubang ledak perimeter diledakkan pertama kali


– Prespliting, teknik kontrol peledakan sebelum peledakan produksi yang dibuat pada garis batas
penambangan dengan spasi lubang yang rapat dan bermuatan handak sedikit, sehingga setelah
diledakkan akan terbentuk retakan terbuka yang menerus sepanjang garis batas akhir
penambangan tersebut
– Line drilling, teknik kontrol peledakan yang dibuat pada garis batas akhir penambangan, dengan
spasi lubang sangat rapat dan membentuk bidang lemah, sehingga setelah peledakan produksi
didepannya diledakkan akan menghasilkan dinding yang rata.
– Fracture control blasting, teknik kontrol peledakan dimana dua sisi dalam lubang bor dibuat celah
alur (grooved) untuk mengarahkan retakan antar lubang sebelah menyebelah
• Lubang ledak perimeter adalah lubang-lubang ledak yang disiapkan untuk menghindari
terjadinya overbreak / backbreak agar terbentuk dinding akhir yang rata dan mulus
OHT 33
• Fully Coupled, yaitu lubang bor diisi penuh bahan peledak,
sehingga:
– tekanan gas hasil peledakan terhadap dinding lubang (bore hole
pressure) akan maksimal
– getaran dan gegaran tinggi
– batuan akan hancur oleh gelombang tekan dan tarik yang
diproduksi peledakan
• Decoupled, yaitu sepanjang kolom lubang, diameter
lubang bor lebih besar dari pada bahan peledakan,
sehingga:
– mengurangi daya kerja
– bore hole pressure akan berkurang
– hasil kerja tidak tersalurkan sepenuhnya ke seluruh massa batuan
yang diledakkan dan hanya menghasilkan retakan

OHT 34
Berat bahan peledak (Berat/m) x (Panjang isian)
PF  
Volume batuan (B x S x H)

Contoh: Setelah melalui perhitungan dan berbagai pertimbangan, diper-


oleh d = 4,75”; S = B = 3,6 m; H = 13 m; L = 14 m; T = 3 m;
jumlah lub. ledak (n) = 100. Bhn peledak ANFO dgn densitas
0,8 gr/cc. Hitung PF.

A. MENGHITUNG VOLUME
a. VS = B x S x H; VS = 3,6 x 3,6 x 13 = 168,50 m³ (bank)/lubang  bank=insitu
b. Volume total hasil peledakan (VS-total ) = 100 x 168,5 = 16.850 m³ (bank)
c. Berat hasil peledakan (W) = 16.850 x 2,5 = 42.125 ton (bank)

BxSxH 16.850
d. VL = = = 20.548,80 m³ (loose)
SF 0,82

OHT 35
B. MENGHITUNG BERAT HANDAK

 Gunakan loading density chart untuk


mendapatkan berat handak/m
 Kalikan jumlah handak/m dengan panjang 3,6
PC dalam kolom lubang ledak akan 6
didapatkan berat handak/lubang 3,

 Keperluan handak total yang harus di “bon”


dari gudang diperoleh dengan mengalikan 3
handak/lubang dengan n.
13
 Diketahui diameter lubang ledak 4,75 “(121 mm)
dengan panjang kolom PC = 11 m (lihat Gambar). 14
Bahan peledak yang digunakan ANFO densitas
0,80 gr/cc. Maka bahan peledak yg dibutuhkan 11
sebagai berikut:
 Wtotal handak = n x PC x d 1
 W handak/lub. = 1 x 11 m x 9,2 kg/m = 101,20 kg/lub.
 W total handak = 100 x 11 m x 9,2 kg/m = 10.120 kg
= 10,12 ton

OHT 36
Diam. lubang Densitas bahan peledak, gr/cc
mm inci 0.70 0.80 0.85 0.90 1.00 1.15 1.20 1.25 1.30
76 3.00 3.18 3.63 3.86 4.08 4.54 5.22 5.44 5.67 5.90
89 3½ 4.35 4.98 5.29 5.60 6.22 7.15 7.47 7.78 8.09
102 4.00 5.72 6.54 6.95 7.35 8.17 9.40 9.81 10.21 10.62
108 4¼ 6.41 7.33 7.79 8.24 9.16 10.54 10.99 11.45 11.91
114 4½ 7.14 8.17 8.68 9.19 10.21 11.74 12.25 12.76 13.27
121 4¾ 8.05 9.20 9.77 10.35 11.50 13.22 13.80 14.37 14.95
127 5.00 8.87 10.13 10.77 11.40 12.67 14.57 15.20 15.83 16.47
130 518 9.29 10.62 11.28 11.95 13.27 15.26 15.93 16.59 17.26
140 5½ 10.78 12.32 13.08 13.85 15.39 17.70 18.47 19.24 20.01
152 6.00 12.70 14.52 15.42 16.33 18.15 20.87 21.78 22.68 23.59
159 6¼ 13.90 15.88 16.88 17.87 19.86 22.83 23.83 24.82 25.81
165 6½ 14.97 17.11 18.18 19.24 21.38 24.59 25.66 26.73 27.80
178 7.00 17.42 19.91 21.15 22.40 24.88 28.62 29.86 31.11 32.35
187 7 38 19.23 21.97 23.34 24.72 27.46 31.58 32.96 34.33 35.70
203 8.00 22.66 25.89 27.51 29.13 32.37 37.22 38.84 40.46 42.08
210 8¼ 24.25 27.71 29.44 31.17 34.64 39.83 41.56 43.30 45.03
229 9.00 28.83 32.95 35.01 37.07 41.19 47.37 49.42 51.48 53.54

OHT 37
C. MENGHITUNG POWDER FACTOR (PF)
a. Dari item “A” diperoleh volume (bank) peledakan 168,50 m³/lubang
b. Dari item “B” diperoleh berat bahan peledak 101,20 kg/lubang
101,20
c. PF = = 0,60 kg/m³
168,50
d. PF yang ideal berdasarkan pengalaman berkisar antara 0,20 – 0,30 kg/m³
e. Rancangan tersebut menghasilkan pemborosan karena PF terlalu besar,
perlu dimodifikasi dengan melakukan uji coba mengubah dimensi parameter
geometri peledakan dan jumlah bahan peledak dengan tolok ukur :
(1) ukuran fragmentasi, (2) keselamatan kerja, dan (3) lingkungan
f. Misalnya dilakukan modifikasi terhadap B, S dan penghematan bahan
peledak menjadi sebagai berikut:
 VS = B x S x H; VS = 3,6 x 5 x 13 = 234 bcm/lubang
 Volume seluruh hasil peledakan (VS-total ) = 100 x 234 = 23.400 bcm
 Dari hasil uji coba berkali-kali ternyata bahan peledak dari gudang bisa dikurangi
dari 10.120 kg menjadi 7.500 kg per peledakan

7.500
g. PF = = 0,31 kg/m³
23.400
OHT 38
Untuk mencapai target produksi batubara 2 juta ton per
tahun perlu dikupas overburden (o/b) sebanyak 7 juta bcm
(karena Stripping Ratio = 3½ : 1) . Densitas o/b hasil
pengujian rata-rata 2,5 ton/m3 dan bahan peledak yang
akan digunakan adalah Titan 4000 Gassed Emulsion Blends
dengan densitas 1,20 gr/cc. Alat bor yang dimiliki Tamrock
type Drilltech D25K yang mampu membuat lubang
berdiameter 5½ inci. Fragmentasi hasil peledak harus baik,
artinya sesuai dengan dimensi mangkok shovel dan dengan
airblast, batu terbang serta getaran kurang. Alat muat yang
dipakai jenis Front Shovel Cat 5230B yang mampu
menjangkau sampai 15 m. Hitunglah seluruh parameter
geometri peledakan dan PF, kemudian gambar sketsanya
PROSEDUR PENGINISIASIAN
• Bila menggunakan sumbu api, gunakan alat
penyulut pijar atau nyala api kemudian sumbu api
dibakar
• Bila menggunakan blasting machine:
– sambungkan kawat utama (lead wire) ke kutub-kutub listrik
pada BM,
– lakukan pengisian baterai BM sampai penuh sesuai dengan
prosedur dari pabrik pembuatnya,
– untuk menginisiasi kunci atau tombol pemicu dikontakkan
• Bila menggunakan shotgun:
– sumbu nonel dihubungkan ke shotgun,
– lakukan prosedur selanjutnya sesuai dengan tipe shotgun yang
digunakan.

OHT 39
PERAGAKAN CARA MENGINISIASI:
1. SUMBU API
2. SUMBU LEDAK
3. BLASTING MACHINE
4. SHOTGUN
SAAT PELAKSANAAN
PELEDAKAN (aba-aba 1)
 Memberikan aba-aba peringatan secara bertahap untuk
memberi kesempatan pekerja lain menghindari lokasi
yang akan diledakkan
 Aba-aba pertama (berupa peringatan melalui megaphone
atau HT):
 Semua orang yang berada di area peledakan harus menyingkir dan
berlindung
 Minta ijin ke sentral informasi bahwa jalur komunikasi untuk
sementara diambil alih oleh team peledakan, jadi seluruh bagian
tidak diperkenankan menggunakan jalur tersebut, kecuali bila
mengetahui di area peledakan terdapat sesuatu yang
membahayakan.
 Semua jalan masuk ke area peledakan ditutup atau diblokir
 Pada saat itu kedua ujung kawat utama (lead wire) masih
terkait satu sama lainnya dan belum disambung ke
pemicu ledak (B M)
OHT 40
SAAT PELAKSANAAN
PELEDAKAN (aba-aba 2 dan 3)
• Aba-aba kedua (persiapan akhir):
– Pekerjaan pada aba-aba pertama sudah dilaksanakan dan Mandor
atau Foreman atau Pengawas Peledakan sedang melakukan
pemeriksaan akhir
– Kondensator dalam pemicu ledak sedang diisi arus listrik
– Kawat utama sudah disambung dengan pemicu ledak (exploder)
– Masih mungkin peledakan ditunda apabila Pengawas Peledakan
menilai terdapat kondisi tidak aman melalui komunikasi dan aba-
aba khusus.
• Aba-aba ketiga (peledakan) :
– Peledakan dilakukan, biasanya dengan hitungan mundur bisa dari 5
atau 3, misalnya 5….4….3….2….1….”tembak !!”. Hitungan
tersebut ada baiknya disalurkan juga melalui jalur komunikasi agar
seluruh karyawan mengetahui detik-detik peledakan.
– Sampai tahap ini jalur komunikasi masih dikuasai team peledakan
sebelum dilakukan pemeriksaan hasil peledakan dan dinyatakan
bahwa peledakan aman dan terkendali.
OHT 41
PROSEDUR PELEDAKAN
• Sumbu api: dibakar oleh penyulut yang berpijar
atau membara
• Blasting Machine: kuncinya dikontak atau
tombolnya ditekan sesuai prosedur dari pabrik
pembuat BM dengan terlebih dulu memberi aba-
aba (seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya)
• Untuk shotgun: penginisiasian shotgun sesuai
dengan prosedut yang ditetapkan oleh pabrik
pembuatnya dengan memberi aba-aba (seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya)

OHT 42
1. PERAGAKAN ABA-ABA PELAKSANAAN
PELEDAKAN
2. PERAGAKAN CARA MENGINISIASI:
a. SUMBU API
b. SUMBU LEDAK
c. EXPLODER
d. SUMBU NONEL (NONEL TUBE)
• Setelah peledakan selesai dan gas hasil peledakan
berkurang, lakukan pemeriksaan ke seluruh area yang
diledakkan
• Periksa adanya sumbu ledak, atau kabel listrik yang
terlihat
• Kalau terlihat sumbu ledak, sudah dapat dipastikan bahwa
lubang tersebut gagal ledak (misfire)
• Kalau terlihat kabel listrik diantara batuan hasil peledakan
yang dicurigai, maka lakukan pengukuran menggunakan
BOM, sbb:
– Bila jarum atau angka pada BOM tidak menunjukkan suatu angka tertentu
(jarum bergerak cepat sampai batas akhir skala atau angka digital
menunjukkan nol semua), artinya detonator sudah meledak.
– Bila menunjukkan angka tertentu dicurigai detonator belum meledak,
maka lakukan peledakan ulang sesuai prosedur peledakan menggunakan
blasting machine.

OHT 43
1. LAKSANAKAN PROSEDUR PEMERIKSA-
AN HASIL PELEDAKAN
2. BAGAIMANA TINDAKAN SAUDARA
APABILA DISINYALIR TERDAPAT
LUBANG YANG GAGAL LEDAK BILA
MENGGUNAKAN:
a. SISTEM PELEDAKAN LISTRIK
b. SISTEM PELEDAKAN SUMBU LEDAK
c. SISTEM PELEDAKAN NONEL
d. SISTEM PELEDAKAN SUMBU API
• Menaksir volume fragmentasi hasil peledakan merujuk ke volume
berdasarkan perhitungan geometri dengan mempertimbangkan
faktor berai (swell factor). Misalnya sbb:
– Vs = 16.850 m³ (bank)  merupakan hasil perkalian BxSxH
– Faktor Berai (swell factor) = 82% (diberikan oleh Peng.Peledakan)
– VL = Vs/SF =16.850 / 0.82 = 20.549 m³ (loose)  taksiran volume
yang dilaporkan
• Menaksir distribusi ukuran fragmentasi hasil peledakan mulai dari
bongkah sampai ukuran kecil. Penaksiran distribusi “paling tidak”
menampilkan seperti contoh berikut ini:
> 100 cm = …. %
50 – 100 cm = …. %
20 – 49 cm = …. %
< 20 cm = …. %
Total = 100%
• Melaporkan pekerjaan diatas kepada Pengelola Peledakan
dengan mengisi format laporan “Hasil Peledakan” yang tersedia.
OHT 44
1. BILA B = 3 M, S = 5 M, H = 12 M, DAN SF =
0,85%, BERAPA TAKSIRAN VOLUME HASIL
PELEDAKAN YANG HARUS DILAPORKAN ?
2. FAKTOR APA YANG HARUS SAUDARA
PERTIMBANGKAN KETIKA MENAKSIR UKURAN
FRAGMENTASI HASIL PELEDAKAN
3. MENURUT SAUDARA UNTUK APA MENGE-
TAHUI UKURAN FRAGMENTASI HASIL
PELEDAKAN
• Mengukur atau menaksir lemparan batu terjauh.
Cara penaksiran dilakukan sbb:
– berdasarkan lebar jenjang, yaitu bila tinggi jenjang 10
m, dgn bahan peledak ANFO, maka lemparan batu
terbang minimal 500 m
– menggunakan peta untuk lemparan yang jauh
• Periksa ada-tidaknya pemukiman disekitar batu
terbang tersebut
• Melaporkan pekerjaan diatas kepada Pengelola
Peledakan dengan mengisi format laporan
“Hasil Peledakan” yang tersedia.

OHT 45
AMBIL PETA YANG DIGUNAKAN UNTUK
PELEDAKAN. DENGAN SKALA YANG
ADA, HITUNG BERAPA METER JARAK
FLYING ROCK BILA PADA PETA SEKITAR
17 CM SEARAH DENGAN LEMPARAN
FRAGMENTASI.
A. DIKETAHUI PADA SAAT PEMERIKSAAN
– Memeriksa kondisi lubang gagal ledak (apakah terdapat kawat
detonator listrik atau sumbu)
– Memasang kembali pita pengaman dengan warna menyolok dan
bendera merah disekeliling area yang akan diledakkan ulang
– Menyiapkan alternatif penanggulangan gagal ledak
– Melaporkan langsung secara lisan jumlah lubang yang gagal ledak
kepada Pengelola Peledakan serta alternatif penanggulangannya
B. DIKETAHUI KEMUDIAN PADA SAAT PROSES PEMUATAN
– Lakukan prosedur di atas
– Mengisi formulir “Gagal Ledak” yang telah disediakan
– Melaporkan langsung secara tertulis jumlah lubang gagal ledak dan
jenis bahan peledak kepada Pengelola Peledakan serta alternatif
penanggulangannya

OHT 46
• Pada sistem peledakan listrik:
– Memeriksa dan menyambung kawat listrik yang nampak keluar dari setiap lubang gagal ledak
– mengukur tahanan kawat listrik, bila menunjukkan angka tahanan detonator berarti detonator masih
aktif; tetapi bila menunjukkan angka tak terhingga detonator sudah meledak
– menyambung detonator listrik ke sumbu nonel atau sumbu ledak
• Pada sistem sumbu ledak:
– Sudah dapat dipastikan gagal ledak (waspadai)
– Tempelkan detonator listrik (sesuai prosedur yang telah diterangkan sebelumnya), kemudian ledakkan
• Pada sistem sumbu api:
– Periksa sumbu apinya dari kemungkinan lembab atau berair
– Dengan hati-hati keluarkan stemming sampai isian utama terlihat
– Buat primer dengan sumbu api baru, kembalikan stemming dan segera diledakkan
– Untuk sumbu api yang gagal ledak disarankan peledakkan ulangnya per lubang
• Pada sistem nonel:
– Setelah diyakini lubang gagal ledak dan sumbu nonel masih terlihat, tempel detonator listrik dan ledakkan
– Bila sumbu nonel rusak, tapi primer belum meledak, keluarkan dulu stemming dgn hati2
– Setelah handak utama terlihat buat primer baru dari detonator listrik, kembalikan stemming dan ledakkan
• Untuk kawat detonator atau sumbu yang tidak nampak di sekitar lubang ledak, caranya:
– membuat lubang bor berjarak sekitar 50 – 100 cm dari lubang gagal ledak dengan kedalaman miminum 2
kali tinggi stemming, atau
– menggali lubang gagal ledak menggunakan alat gali dengan seijin Pengelola Peledakan
OHT 47
• Peledakan ulang setelah penyambungan kabel listrik atau
menempelkan detonator pada sumbu ledak dan sumbu nonel atau
mengganti sumbu api
• Mengeluarkan stemming (menggunakan kompresor) kemudian
setelah handak utama kelihatan masukkan primer baru, tutup
kembali dengan stemming dan terakhir ledakkan.
• Membuat lubang ledak baru berjarak sekitar 50 – 100 cm dari
lubang gagal ledak dengan kedalaman melebihi tinggi stemming.
Kemudian isi dengan handak dan stemming seperti biasa, terakhir
ledakkan. Dengan adanya symphatetic detonation lubang gagal
ledak akan terinisiasi oleh ledakan lubang didekatnya
• Menggali area sekitar lubang gagal ledak menggunakan alat berat
(excavator). Pada alternatif ini, juru ledak bertindak sebagai
pengatur alat berat dan memposisikan diri dekat lubang gagal ledak
untuk memberikan aba-aba kepada operator excavator. Setelah
primer ditemukan, langsung diambil dan diamankan, sementara
handak ANFO bisa disiram air

OHT 48
• Boulders adalah fragmentasi hasil peledakan
berupa bongkah besar yang tidak dapat diambil
oleh alat muat dan tidak masuk ke dalam
crusher. Biasanya berukuran  80 cm
• Boulders adalah ukuran fragmentasi maksimum
yang dapat diterima oleh proses berikutnya.
• Harus dipisahkan dari tumpukan hasil peledakan
yang berukuran sesuai menggunakan bantuan
alat mekanis, misalnya excavator, wheel loader,
atau didorong bulldozer.
• Boulders dipisahkan sebaiknya tidak jauh dari
tumpukan hasil peledakan dan siap diledakkan
ulang.
OHT 49
• Menghitung jumlah boulders yang akan diledakkan ulang,
misalnya n bongkah
• Menghitung volume setiap bongkah dengan toleransi 10%
dengan cara menyesuaikan bentuk bangun relative setiap
bongkah tersebut, misalnya:
– seperti balok, maka harus diukur panjang (p), lebar (ℓ), dan tinggi
(t), kemudian volumenya dihitung (p x ℓ x t) m³,
– seperti bola, maka harus diukur diameternya (d), dan volume
dihitung 1/6  d³
– seperti prisma, maka volume = Lt, di mana L dan t masing-
masing adalah luas alas dan tinggi
– seperti limas atau kerucut, maka volume = 1/3 Lt, di mana L dan
t masing-masing adalah luas alas dan tinggi.
• Menghitung volume total bongkah, yaitu menjumlahkan
setiap volume bongkah, atau V1+V2+V3+…+Vn.
OHT 50
OHT 51
2
3  34
arah
pengeboran

(A) (B)

(A) Block holing


(B) Snake holing
(C) Mud capping /
plaster blasting (C)
OHT 52
Ketebalan bongkah rata-rata Cartridge1)/ lubang ledak
45 cm ¼ x tinggi = 5 cm
75 cm ¼ x tinggi = 5 cm
100 cm ½ x tinggi = 10 cm
120 cm 1 x tinggi = 20 cm
1) Ukuran cartridge:  = 3 cm dan tinggi = 20 cm

Specific charge cartridge,


Kondisi bongkah
gr/m³
Diatas permukaan tanah 50 - 100
Separuh tertanam di dalam tanah 100 - 150
Seluruhnya tertanam di dalam tanah 150 - 200

OHT 53
a. Pendorong proyektil metal b. Mengatasi batu macet di draw
(shaped directional charges) point menggunakan pendorong
proyektil metal

OHT 54
TERDAPAT BOULDERS BERBENTUK:
– RELATIF BULAT BERDIAMETER 90 CM, 110 CM, DAN
150 CM
– RELATIF PERSEGI PANJANG 2 BONGKAH DENGAN
UKURAN : bongkah p, cm ℓ, cm t, cm
1 110 65 33
2 200 90 120

HITUNGLAH :
• VOLUME TOTAL BOULDERS
• JUMLAH BAHAN PELEDAK YANG DIBUTUHKAN
• PF
üÜ üÜ
üÜ üÜ

DIKLAT JURU LEDAK KLAS II

Oleh
Asep Suryana

PUSDIKLAT TEKNOLOGI MINERAL DAN


BATUBARA
BANDUNG
DATA PENYAJI
Asep Suryana
Garut, 09 Pebruari 1954
Jl. Cisitu Lama No. 13/160B
(022)-2509713 Bandung

Widyaiswara Pusdiklat TMB

D3, Tambang Umum


S1, Teknik Pertambangan
FOR MINERS
ARROUND THE
WORLD
PELEDAKAN OVERBURDEN
BATUBARA
SEKUEN PROSES YANG TERJADI PADA
BIDANG HORISONTAL DARI MASSA BATUAN DI
SEKITAR LUBANG LEDAK KETIKA KOLOM
LUBANG LEDAK TERINISIASI

a)

c)

b)
POWER (TENAGA)
PELEDAKAN
• Laju tenaga peledakan yang terbentuk
• Tergantung pada AWS dan VOD
• Bila dua jenis handak mempunyai VOD
yang sama, maka handak yang
mempunyai AWS lebih tinggi akan lebih
bertenaga besar (powerfull), shg lebih
banyak energi yang dilepaskan selama
periode yang sama.
ENERGI EFEKTIF
• Energi total yang
dilepaskan handak
sampai gas-gas terbuang
ke udara bebas
• Batas tekanan yang
terbuang tersebut sekitar
100 MPa
TAHAPAN PROSES
PENGHANCURAN
BATUAN
PEMBEBANAN PADA
PELEDAKAN

Pembebanan dinamis
Pembebanan quasi-
statis (semi-statis)
Pelepasan Beban
Membentuk Flyrock
dome di
permukaan

Burden
Burden atau
kedalaman
Burden atau
optimum
kedalaman
kritis

(a) B = 15’ (b) B = 12’ (c ) B = 9’

Burden masih kuat, hanya Mulai terjadi runtuhan di Runtuhan permukaan dan sub-
terjadi penggerusan di permukaan. Burden tak permukaan hampir terbentuk.
sekitar lubang dan retakan runtuh. Beberapa dome Kenampakannya seperti dua lapis
tarik radial terbentuk ke terbentuk di permukaan (papan) batuan yang tak pecah. Dome
arah luar lubang tersebut. di permukaan menggelembung.

(d) B = 6’ (e) B = 3’

Ledakan kawah penuh, burden Ledakan kawah penuh, volume yang


hancur seluruhnya. Runtuhan dihasilkan lebih sedikit dibanding dgn. Berat bhn.peledak
permukaan dan sub-permukaan fragmentasi butir halus. Terbentuk kawah ANFO diasumsikan =
bergerak ke arah bidang bebas. seperti mangkuk, noise dan flyrock. 18 kg ( 40 lb)
GEOMETRI PELEDAKAN

Geometri peledakan
Burden (B)
Diameter lubang tembak (  ) L H
Tinggi jenjang (L) H

Kedalaman lubang tembak (H) L

Subdrilling (J)
Stemming (T)
Spacing (S)
BURDEN RATIO
PERBANDINGAN BURDEN DENGAN DIAMETER LUBANG TEMBAK
YANG DIPENGARUHI OLEH KONDISI BATUAN DAN
BAHAN PELEDAK YANG AKAN DIPAKAI

SEBAGAI PEMBANDING DIPERLUKAN BATUAN DAN


BAHAN PELEDAK STANDAR
BATUAN STANDAR  DENSITY = 160 lb/cuft (2,00 ton/m3)
HANDAK STANDAR  BERAT JENIS = 1,20
KECEP. DETONASI (Ve) = 12.000 fps = 4.000 m/s
KBstd = 30

RUMUS YANG DIPAKAI DARI R.L. ASH


RUMUS DARI C.J.KONYA
KB = KBstd x AF1 x AF2

Energy potensial bhn. peledak yang dipakai 1/ 3 B = 3.15 De


AF1 = 
Energy potensial bhn. peledak standar
(SGe/SGr) 1/3
Burden, ft
Density batuan standar 1/ 3 De, inci
AF2 = 
Density batuan yang akan diledakkan
SISTEM PELEDAKAN DENGAN PENGGALAK
DETONATING CORD DAN 17 MS CONNECTOR
PELEDAKAN DENGAN SISTEM
DETONATOR LISTRIK
Biaya Pemboran (cost of drilling)
Tipe Batuan (rock type)
Diameter Lub. Ledak (borehole
Suhu Sekitar diameter)
Lub.Ledak (ambient
Biaya Bahan temperature)
Peledak (explosive cost)

Anda mungkin juga menyukai