Anda di halaman 1dari 21

KESTABILAN BAWAH TANAH

“ANALISA DISTRIBUSI TEGANGAN DENGAN PERSAMAAN


KIRSCH”

Oleh :

TAUFIK HIDAYAT
1609055035
S1 TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS
MULAWARMAN

SAMARINDA
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang
bawah tanah biasanya akan selalu membutuhkan penanganan khusus terutama atas dua
hal, yaitu keselamatan pekerja dan keselamatan peralatan yang terdapat di dalam
tambang. Disamping itu, akibat dari kondisi yang lemah pada badan bijih sehingga
menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh, dapat mengakibatkan keuntungan dari
operasi penambangan mungkin akan berkurang jika terjadi failure pada batuan di sekitar
stope pada saat proses penambangan. Untuk mengatasi hal-hal seperti di atas,
dibutuhkan pengetahuan mengenai penyebab ketidakstabilan dan merencanakan ukuran
yang sesuai sehingga akan mengurangi atau menghilangkan segala macam
permasalahan yang mungkin timbul pada proses penambangan bawah tanah.

Berdasarkan informasi ini, maka pembahasan mengenai sistem penyanggaan batuan


merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pembahasan mengenai metode
penambangan bawah tanah. Pembahasan ini menjadi sangat penting mengingat
karakteristik batuan yang berbeda-beda dan memungkinkan munculnya bidang lemah
batuan yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan batuan –seperti terjadinya
runtuhan- sehingga menghambat kerja perusahaan dan berakibat pada terhambatnya
pencapaian tingkat produksi yang diinginkan. Penyanggaan sendiri didefinisikan
sebagai sistem yang membantu batuan agar dapat menopang dirinya sendiri sehingga
mencapai keseimbangan setelah padanya diberikan gangguan berupa lubang bukaan.

1.2 Tujuan Penulisan

1
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui Parameter pada Analisa Perkuatan Terowongan.


2. Mengetahui tegangan pada galian terowongan yang mempengaruhi kestabilan
tambang bawah tanah.

BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1 Tegangan pada Penggalian Terowongan

Penggalian terowongan pada massa tanah/batuan membawa perubahan kondisi


tegangan di area sekitarnya dan ruang akibat penggalian menyebabkan terjadinya
displacement. Akibat lain adalah terjadinya degradasi tegangan tanah/batuan di area
penggalian yang bersifat merugikan bagi stabilitas.

2.1.1 Akumulasi Tegangan Akibat Penggalian Terowongan

Tegangan vertikal pada penampang tanah/batuan merupakan fungsi kedalaman. Dengan


mengetahui tegangan vertikal pada suatu titik, dapat dihitung tegangan horizontal titik
tersebut melalui hubungan rasio Poisson. Hubungan tegangan ini dirumuskan dengan :

σv = γ.h
σh = σv.μ /(1 – μ)

Keterangan :
σv = tegangan vertikal (KN/m2)
σh = tegangan horizontal (KN/m2)
γ = massa jenis tanah/batuan (KN/m3)
h = kedalaman (m)
μ = rasio Poisson

Pada Gambar 2.1.a tampak kondisi awal tegangan vertikal bernilai seragam di tiap titik
dengan kedalaman yang sama. jika pada lokasi tersebut dilakukan penggalian
terowongan seperti pada Gambar 2.1.b tegangan dari massa yang digali akan dialihkan
atau ditransfer ke sisi terowongan. Akibat transfer tegangan ini, terjadi akumulasi
tegangan di permukaan galian terowongan.

3
Gambar 2.1. (a) Kondisi tegangan pada kondisi awal (b) Kondisi akibat
transfer tegangan

Akumulasi tegangan ini bernilai maksimum di sisi galian (spring line), dengan nilai dua
kali tegangan awal. Pada Gambar 2.2, r adalah jarak titik tinjau dari pusat galian dan a
adalah jari-jari terowongan. Tegangan maksimum berada pada lokasi r/a = 1. Tegangan
tersebut berkurang secara proporsional terhadap pertambahan jarak, kemudian menjadi
konstan sebesar nilai awal pada lokasi kurang lebih r/a = 4 dari pusat galian
terowongan.

4
Gambar 2.2. Akumulasi tegangan pada permukaan terowongan

Tegangan-tegangan pada permukaan galian dapat diuraikan sebagai berikut:


- Tegangan radial (σr) yang searah radius
- Tegangan tangensial (σt) yang tegak lurus terhadap radial
- Tegangan geser (τrt), hasil interaksi dari σr dan σt

Kirsch menurunkan rumus untuk masing-masing tegangan di atas sebagai berikut:

5
(2.3)

(2.4)

(2.5)

Dimana:
σv = γ.h = tekanan vertikal (KN/m2)
λ = angka Poisson
a = radius galian terowongan (m)
φ = sudut tinjau (derajat, φ = 0o pada puncak, φ = 90o pada dinding
terowongan)

Kirsch memberikan tabel secara lengkap untuk nilai konsentrasi tegangan pada berbagai
kondisi sebagai berikut:

Tabel 2.1. Konsentrasi tegangan menurut persamaan Kirsch (Goodman, 1989)

6
2.1.2 Displacement pada Area Penggalian

Hilangnya efek confining akibat penggalian membawa displacement pada batuan.


Displacementini merupakan displacement yang terjadi dengan pola tertentu terhadap
arah radial dan tangensial.. Besarnya displacement dipengaruhi oleh kombinasi nilai
gaya vertikal dan horizontal serta properti dari batuan. Kirsch memberikan persamaan
displacement sebagai berikut:

7
(
(2.7)

dimana:
G = Modulus Geser ….(KN/m2)
ν = Rasio Poisson

Gambar 2.3 Displacement pada area penggalian terowongan (Goodman, 1989)

8
Secara mikroskopis displacement merupakan sliding butir tanah/batuan yang berakibat
melemahnya tegangan batuan di area sekitar penggalian. Hingga jarak tertentu dari area
penggalian, displacement ini bersifat tetap.

2.1.3 Area Plastis Akibat Penggalian Terowongan

penggalian yang menghasilkan tegangan besar (tegangan tangensial lebih besar dari
setengah unconfined compressive strength), akan menyebabkan perlemahan hingga
lokasi tertentu. Perlemahan merupakan area plastis (plastic zone). Pada Gambar 2.4,
area plastis yang terbentuk mempunyai jari-jari R dari pusat penggalian. Area plastis ini
merupakan sebuah slab beam yang melingkar dan paralel dengan permukaan
penggalian (ring crack).

9
Gambar 2.4 Area plastis dan elastic menurut Bray (Goodman, 1989)

Pada illustrasi ini Bray juga mengasumsikan bahwa retakan yang terjadi berbentuk log
spiral yang mempunyai sudut δterhadap arah radial. Untuk nilai δminimum diambil
45°+ φ/2. Term yang populer digunakan untuk sudut log spiral adalah parameter Q,
dimana:

Radius batas area elastis-plastis dirumuskan dengan:

(
Dimana:
a = jari-jari terowongan

10
p = initial rock pressure = σv = σh untuk K = 1
qu = unconfined compressive strength
pi = internal pressure dalam galian yang dapat ditahan penyangga
φ = sudut geser batuan

Selanjutnya Bray menentukan nilai-nilai tegangan pada area elastis maupun area plastis
sebagai berikut :

(
(

Dimana :

Untuk area plastis, nilai tegangan-tegangan adalah:

11
(2

Pada area plastis, displacement yang terjadi mempunyai arah radial terhadap permukaan
galian (inward radially). Besarnya displacement ini dirumuskan dengan :

(
Dimana:

12
2.1.4 Area Plastis /Loosening Zone sebagai Overburden

Adanya ruang kosong pada terowongan menyebabkan penurunan confining pada batuan
dan tercipta area untuk displacement secara plastis (plastic zone). Hal ini memberikan
efek butir-butir pada batuan menjadi lebih “renggang”(loose), hal ini menyebabkan
tegangan batuan menurun. Demikian istilah dari area plastis dalam kondisi perubahan
keadaan butir disebut “loosening zone”. Untuk terowongan yang cukup dalam, beban
yang diterima oleh terowongan bukan merupakan seluruh beban overburden yang ada di
atas terowongan, tetapi wilayah plastis berupa area loosening zone.

Illustrasi loosening zone sebagai beban tampak pada keruntuhan atap terowongan yang
cukup dalam yang digali tanpa tanpa penyangga. Keruntuhan ini terjadi secara gradual
dan tidak mencapai permukaan tanah di atas terowongan. Hasil akhirnya membentuk
kerucut pada atap terowongan. Hal ini biasanya terlihat pada terowongan alam.
Gambar 2.5 adalah ilustrasi urutan runtuhnya atap terowongan pada batuan. Tinggi
maksimal kerucut keruntuhan ditentukan dengan pendekatan:

13
(2.15)

Gambar 2.5. Pola keruntuhan gradual pada terowongan tanpa penyangga

2.2 Parameter Input pada Analisa Perkuatan Terowongan

Pelaksanaan penggalian dan penentuan pola perkuatan amat tergantung pada


karakteristik dari batuan yang akan digali. Berikut adalah ulasan parameter-parameter
batuan yang umum pada material dan massa yang akan digali.

2.2.1 Test dan Parameter Material

Untuk memastikan massa kekuatan batuan n penilaiannya diadakan beberapa test di


laboratorium dan di lapangan. Berikut adalah hal-hal yang berhubungan dengan
penentuan dan penilaian batuan

2.2.1.1 Kekuatan Material

14
Parameter material yang penting dalam karakteristik tanah/batuan adalah kekuatan
tekan (compressive strength). Parameter kekuatan tekan bisa didapat dari tiga macam
metode uji tekan, yaitu:

- Unconfined compression test (uniaxial test)


- Triaxial compression test
- Point load test

Unconfined compression test adalah bentuk test yang dilakukan dengan memberi beban

secara axial pada sampel. Dengan demikian, sampel tanah/batuan hanya menerima
beban tekan satu arah. Kekuatan tekan (compressive strength), qu diekspresikan dalam
bentuk rasio antara beban saat failure dan luas awal sampel. Pada test ini permukaan
sampel dibuat rata agar beban dapat diteruskan merata pada semua permukaan.
Kekuatan batuan dirumuskan:

(
Keterangan:

15
qu = kekuatan tekan (kg/cm2)
P = beban axial (kg)
A = luas awal sampel (cm2)

Hasil percobaan diplot pada diagram tegangan-regangan seperti pada Gambar 2.4
Triaxial compression test adalah suatu test yang dilakukan pada sampel tanah/batuan
dengan memberikan tegangan aksial pada sampel dan confining (cell pressure).
Tegangan aksial/vertikal biasanya disimbolkan dengan σ1, dan confining stress diberi
simbol σ3 (dimana σ2 = σ3). Pada test ini selain didapat tegangan saat keruntuhan seperti
pada Gambar 2.6, juga didapat nilai tegangan geser dan sudut geser internal sampel.
Ekspresi tegangan geser dan sudut geser digambarkan secara grafis dalam diagram
Mohr- Coulomb, dengan mengikuti persamaan :

τp = c + σ tan φ

dimana:
τp = tegangan geser (shear strength) (kg/cm2)
c = kohesi (kg/cm2)
σ = deviator stress (kg/cm2)
φ = sudut geser dalam (derajat)

16
Gambar 2.6. Diagram Mohr-Coulomb untuk tegangan dan sudut geser

Point load test merupakan test kekuatan tekan yang relatif mudah dilakukan. Pada test
ini tidak dibutuhkan persiapan sampel yang rumit. Pembebanan dilakukan dengan
menempatkan sampel (tanpa dilakukan perataan permukaan/irregular piece) di antara
dua conus baja hingga mencapai kehancuran. Selanjutnya dihitung indeks kekuatan
batuan dengan persamaan :

17
(2.

Dimana:
Is = index kekuatan ((kg/cm ) 2

P = beban saat hancur (kg)


D = jarak antar titik pembebanan (cm)

Untuk mendapatkan nilai kuat tekan (unconfined compression strength), digunakan


persamaan :

qu = 24 (I50) (2.19)

dimana:

qu = kuat tekan (kg/cm2)

I50 = index kekuatan pada sample diameter 50 mm (kg/cm )


2

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Parameter Input pada Analisa Perkuatan Terowongan:
a. Test dan Parameter Material
b. Intact Rock dan Penentuan Kekuatan Massa Batuan

2. Tegangan pada Penggalian Terowongan yang mempengaruhi kestabilan


bawah tanah adalah
c. Akumulasi Tegangan Akibat Penggalian Terowongan
d. Displacement pada Area Penggalian
e. Area Plastis Akibat Penggalian Terowongan
f. Area Plastis /Loosening Zone sebagai Overburden

DAFTAR PUSTAKA

1. Astawa, Rai., M., 1994, Teknik Terowongan , Institut Teknologi Bandung.

19
2. Menteri Pekerjaan Umum, 2015, ”Pedoman Perencanaan Penggalian dan Sistem Perkuatan
Terowongan Jalan pada Media Campuran Tanah-Batuan”, Surat Edaran Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 30/SE/M/2015.

20

Anda mungkin juga menyukai