Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Landasan teori merupakan gabungan dari teori-teori yang berhubungan

dengan judul penelitian. Landasan teori ini diperoleh dari sumber-sumber buku,

ataupun literatur lainnya yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan

penelitian. Landasan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Analisis fragmentasi peledakan merupakan suatu cara untuk melakukan

perhitungan terhadap fragmentasi yang dihasilkan dari kegiatan peledakan,

fragmentasi yang kurang ideal dapat mempengaruhi produktifitas dari alat gali muat

sehingga produksi kurang optimum. Dalam perhitungan Fragmentasi peledakan

terdapat unsur-unsurnya yaitu diameter lubang ledak, ketinggian jenjang, burden,

spacing, subdrilling, stemming dan kedalaman lubang ledak. Dari unsur tersebutlah

perhitungan distribusi fragmentasi dapat dihitung. Selain itu terdapat faktor- faktor

dalam kegiatan peledakan aspek teknis merupakan suatu parameter yang menjadikan

keberhasilan target produksi

2.1.1 Lokasi Kesampaian Daerah

Secara administratif lokasi tambang PT. Koto Alam Sejahtera termasuk dalam

Jorong Polong Duo Nagari Koto Alam Kecamatan Pangkalan Koto Baru Kabupaten

Lima Puluh Kota. Kabupaten Lima Puluh Kota diapit oleh empat Kabupaten dan satu

Provinsi Riau Adapun Batas-batasnya sebagai berikut :

6
7

1. Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten

Kampar Provinsi Riau

2. Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten

Sijunjung

3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Agam dan Kabupaten

Pasaman

4. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau

Gambar 2.1 Peta Kesampaian Daerah


Sumber: PT. Koto Alam Sejahtera

Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. Koto Alam Sejahtera dapat

ditempuh menggunakan transportasi darat dalam waktu 4 jam dari Ibukota Sumatra
8

Barat (Padang) melalui jalan raya Padang - Bukittinggi – Payakumbuh – Lokasi. Dari

Payakumbuh untuk mencapai kelokasi tambang masih memerlukan waktu 1 jam,

dengan kondisi jalan yang sangat bagus dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda 4

atau roda 2.

Koordinat dari lokasi tambang PT. Koto Alam Sejahtera dapat dilihat dari

tabel dibawah ini:

Tabel 2.1

Koordinat Lokasi Tambang PT. Koto Alam Sejahtera

Koordinat Geografis

No. Lintang Utara Bujur Timur

Titik Derajat Menit Detik Derajat Menit Detik

o ' " o ' "

1. 0 0 35,7 100 44 56,6

2. 0 0 35,7 100 44 56,6

3. 0 0 39,1 100 44 53,6

4. 0 0 39,1 100 44 53,6

5. 0 0 48,5 100 44 29,3

6. 0 0 48,5 100 44 29,3

Sumber: PT. Koto Alam Sejahtera


9

2.1.2 Geologi Daerah Penelitian

2.1.2.1 Struktur Geologi

Di lokasi Kegiatan Penelitian batuan yang tersingkap adalah Batupasir yang

berumur Miosen Awal. Batupasir Ini adalah anggota dari Sedimen antar Gunung

Oligo – Miosen (Tomsn) yang terdiri dari : Batupasir , Konglomerat kuarsa bermika

dan Batubara, Di bagian bawah: Batupasir, Batulumpur tuffan dan Gampingan: napal

dan lensa tipis Batugamping dibagian atas dapat dilihat pada gambar dibawah ini,

Gambar 2.2 Peta Geologi Regional


Sumber: PT. Koto Alam Sejahtera

Batuan Lain yang tersingkap di lokasi kegiatan penelitian adalah: basal –

andesit yang berumur Miosen Tengah. Merupakan anggota batuan Gunungapi


10

Miosen (Tmv): Lava, breksi, aglomerat dan sebagian kecil batuan terobosan yang

bersusunan andesit – basal. Selain itu juga dijumpai alluvial yang berumur Pliosen.

2.1.2.2 Topografi

Topografi dilakukan untuk memperoleh gambaran keadaan permukaan lokasi

penambangan dengan menggunakan peralatan total station. Pengukuran dilakukan

dengan mengambil data kemiringan, beda tinggi dan jarak setiap titik-titik

pengukuran.

Gambar 2.3 Peta Topografi PT. Koto Alam Sejahtera

Sumber: PT. Koto Alam Sejahtera


11

Dari data topografi diketahui area penambangan mempunyai titik tertinggi

540 mdpl dan titik terendah 400 mdpl.

2.1.2.3 Morfologi

Daerah Penambangan terdiri dari satuan perbukitan dan lembah. Daerah

Penambangan terletak pada ketinggian antara 400 – 500 mdpl Perbukitan daerah

Penambangan, dengan lereng 15o – 45o. pada bagian barat daerah Penambangan

terdapat anak sungai yang mengalir dengan lebar antara 1 – 5 m dan. Pola aliran

sungai pada umumnya sejajar (paralel) dan mendaun (dendritik). Vegetasi hampir 75

% terdiri dari tanaman karet rakyat dan sisanya berupa pohon kecil dan semak-

belukar. Secara morfologi daerah penambangan dapat dibagi dalam 2 (dua) satuan

morfologi, yaitu :

a. Satuan morfologi perbukitan sedang, yaitu dicirikan dengan adanya bukit-bukit

bergelombang, berlereng landai yang mempunyai ketinggian antara 350 m

sampai 700 m dari permukaan laut.

b. Satuan morfologi pedataran, yaitu daerah yang relatif datar yang mempunyai

ketinggian antara 250 m sampai 350 m, dari permukaan laut. Umumnya

satuan ini merupakan daerah perkotaan, perkampungan dan persawahan

2.1.2.4 Litologi

Secara geologi, daerah Koto Alam disusun oleh batuan Andesit, dan endapan

alluvial, yang ditafsirkan berdasarkan data singkapan yang dijumpai disekitar daerah
12

Penambangan. Batuan andesit jelas tersingkap bada lereng perbukitan dengan tinggi

singkapan 20 meter, berwarna putih ke abu-abuan, holokristalin, berbutir sedang

sampai kasar. Diperkirakan batuan andesit yang terdapat pada daerah Penambangan

merupakan kelanjutan dari perbukitan bukit barisan.

2.1.3 Metode Peledakan

Metode peledakan yaitu suatu metode pemberaian batuan dari batuan induk

dengan menggunakan bahan peledak. Menurut kamus pertambangan umum, bahan

peledak adalah senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan cepat apabila diberikan

suatu perlakuan, menghasilkan sejumlah gas bersuhu dan bertekanan tinggi dalam

waktu yang sangat singkat.

Peledakan memiliki daya rusak bervariasi tergantung jenis bahan peledak yang

digunakan dan tujuan digunakannya bahan peledak tersebut. Peledakan dapat

dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik itu positif maupun negatif, seperti

untuk memenuhi tujuan politik, ideologi, keteknikan, industri dan lain-lain.

Contohnya besi, baja dan logam lainnya, serta bahan galian industri, seperti batubara

dan gamping seringkali menggunakan peledakan untuk memperoleh bahan galian

tersebut, apabila dianggap lebih ekonomis dan efisien dari pada penggalian bebas

(free digging) maupun penggaruan (ripping).

Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan

penambangan apabila (Koesnaryo, 1988 ; 1-2) :


13

1. Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).

2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan yang

berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder faktor).

3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah

(kurang dari 15% dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).

4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak, overhang,

retakan – retakan).

5. Aman.

2.1.4 Pola Pemboran

Kegiatan pemboran lubang ledak merupakan suatu hal yang sangat penting

diperhatikan sebelum kegiatan pengisisan bahan peledak. Kegiatan pemboran lubang

ledak dilakukan dengan menempatkan lubang – lubang ledak secara sistematis,

sehingga membentuk suatu pola. Berdasarkan leak lubang bor maka pola pemboran

dibagi menjadi dua pola dasar, yaitu:

1. Pola pemboran sejajar (parallel pattern), terdiri dari dua macam, yaitu :

a. Pola bujursangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi yang sama.

b. Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris

lebih besar dibandingkan dengan burden.

2. Pola pemboran selang seling (staggered pattern), adalah pola pemboran yang

penempatan lubang ledak ditempatkan secara selang seling pada setiap

kolomnya. Dalam pola ini distribusi energi peledakan antar lubang akan lebih

terdistribusi secara merata daripada pola bukan staggered.


14

3m 3m

3m 2,5 m

Bidang bebas Bidang bebas


a. Pola bujursangkar b. Pola persegipanjang

3m 3m

2,5 m
3m

Bidang bebas
Bidang bebas
c. Pola zigzag bujursangkar d. Pola zigzag persegipanjang

Gambar 2.4 Pola Pemboran (suwandi, 2009)

2.1.5 Pola Peledakan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang – lubang

bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang

bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan

berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.

Urutan waktu peledakan juga sangat mempengaruhi arah dan ukuran material yang

terledakan.

Umumnya jika menggunakan masa tenggang urutan waktu (delay) batuan

yang terledakkan memiliki distribusi ukuran fragmen yang lebih beragam atau dapat
15

dikatakan persentase menghasilkan boulder lebih kecil. Beberapa contoh pola

peledakan berdasarkan sistem inisiasi dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.5 Pola Peledakan Berdasarkan Sistem Inisiasi (Suwandi, 2009)

Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai

berikut :

1. Box cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan

membentuk kotak.
16

2. Echelon cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu

sudut dari bidang bebasnya.

3. “V” cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan

membentuk huruf V.

Energi yang dilepaskan tersebut tidak dapat terkonsentrasi sepenuhnya untuk

menghancurkan massa batuan (membentuk fragmentasi), tetapi terbagi dalam

beberapa jenis energi yang terdistribusi menjadi dua bagian besar, yaitu energi

terpakai (work energy) dan energi tak terpakai (waste energy). Secara umum pola

peledakan menunjukan urutan atau sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak.

Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu ledakan diantara lubang-lubang

ledak yang disebut dengan waktu tunda atau delay time. Beberapa keuntungan yang

diperoleh dengan menerapkan waktu tunda (delay time) pada sistem peledakan antara

lain adalah:

1. Mengurangi getaran.

2. Mengurangi overbreak dan batu terbang (flyrock).

3. Mengurangi getaran dan suara.

4. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan.

5. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

2.1.6 Geometri Peledakan

Geometri peledakan terdiri dari burden, spacing, kedalaman lubang bor,

stemming, dan subdrilling. Dalam penentuan rancangan geometri peledakan, para ahli

telah terlebih dahulu memperkenalkan berbagai rumus empiris yang didapat melalui
17

berbagai penelitian ataupun pendekatan suatu model, yang berguna untuk menambah

keyakinan dalam penentuan rancangan geometri peledakan yang tepat untuk suatu

lokasi peledakan, Herman (20015) Rancangan geometri peledakan yang telah

diperkenalkan oleh para ahli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L. Ash

(1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1980), Rustan

(1990), dan lainnya. Caracara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk

menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran

burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan

peledak. Untuk menunjang kegiatan penelitian ini maka penulis menerapkan dasar

perhitungan geometri peledakan menurut R.L. Ash (1976), dengan dasar perhitungan

sebagai berikut, (Singgih Saptono, 2006) :

NG
ENJA
N CAK J CH)
PU BEN
(TOP

S
B
CREST
KOLOM LUBANG

T
LEDAK ( L )

AS
BEB )
I DANG FACE
B EE
H (FR

PC

E
TO

NG
ENJA
TAI J ENCH)
LAN B
J OR
(FLO

Gambar 2.6

Geometri Peledakan Jenjang (Singgih saptono, 2006)


18

Terminologi dan simbol yang digunakan pada geometri peledakan seperti

terlihat pada Gambar 2.3 yang artinya sebagai berikut:

B = burden ;L = kedalaman kolom lubang ledak

S = spasi ;T = penyumbat (stemming)

H = tinggi jenjang ; PC = isian utama (primary charge atau powder column)

J = subdrilling

2.1.6.1 Burden (B)

Burden yaitu jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak dengan

bidang bebas yang terdekat atau ke arah mana pelemparan batuan akan terjadi

a. Burden terlalu kecil: bongkaran terlalu hancur dan tergeser dari dinding jenjang

serta kemungkinan terjadinya batu terbang sangat besar.

b. Burden terlalu besar : Fragmentasi kurang baik ( gelombang tekan yang

mencapai bidang bebas menghasilkan gelombang tarik yang sangat lemah di

bawah kuat tarik batuan).Besarnya burden tergantung dari karakteristik batuan,

karakteristik bahan peledak dan diameter lubang ledak.

2.1.6.2 Spacing (S)

Spasi adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar dengan

bidang bebas.

a. Spacing terlalu besar : fragmentasi tidak baik, dinding akhir yang

ditinggalkan relative tidak rata


19

b. Spacing terlalu kecil : tekanan sekitar stemming yang lebih besar dan

mengakibatkan gas hasil ledakan dihamburkan ke atmosfer diikuti dengan suara

bising (noise).

2.1.6.3 Steamming (T)

Stemming adalah lubang ledak bagian atas yang tidak diisi bahan peledak,

tetapi biasanya diisi oleh cutting pemboran atau material berukuran kerikil (lebih

baik) dan dipadatkan diatas bahan peledak.

2.1.6.4 Subdrilling

Subdrilling adalah lubang ledak yang dibor sampai melebihi batas lantai

jenjang bagian bawah. Maksudnya supaya batuan dapat meledak secara fullface dan

untuk menghindari kemungkinan adanya tonjolan-tonjolan (toe) pada lantai jenjang

bagian bawah. Tonjolan yang terjadi akan menyulitkan peledakan berikutnya dan

pada waktu pemuatan dan pengangkutan.

Panjang subdrilling diperoleh dengan menentukan harga subdrilling ratio

(Kj) yang besarnya tidak lebih kecil dari 0,20. Untuk batuan masif biasanya dipakai

Kj sebesar 0,30.

2.1.6.5 Kedalaman Lubang Ledak (H)

Kedalaman lubang ledak tidak boleh kecil dari ukuran burden untuk

menghindari terjadinya overbreaks dan cratering. Menurut Ash (1967), kedalaman

lubang ledak berdasarkan pada hole depth ratio (Kh) yang harganya antara 1,50 –

4,00 (Herman, 2015).


20

2.1.6.6 Charger Length (PC)

Charge length merupakan panjang kolom isian bahan peledak dengan

persamaan rumus;

2.1.6.7 Loading Density (de)

Loading density adalah jumlah isian bahan peledak per meter panjang kolom

Isian (Agus ,2015) dengan persamaan;

2.1.7 Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang

Penentuan diameter lubang dan tinggi jenjang mempertimbangkan 2 aspek,

yaitu :

1. Efek ukuran lubang ledak terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan

getaran

2. Biaya pengeboran.

Dalam menyusun perencanaan geometri lubang ledak untuk proses peledakan,

tinggi jenjang (H) dan burden (B) sangat erat hubungannya untuk keberhasilan

peledakan dan ratio perbandingan antara tinggi jenjang dengan burden H/B (yang

dinamakan Stifness Ratio) yang bervariasi memberikan respon berbeda yang

ditimbulkan setiap proses peledakan di lakukan terhadap fragmentasi distribusi

ukuran material yang dihasilkan, airblast, flyrock, dan getaran tanah yang besaran

dan dampak yang akan ditimbulkan harus sesuai dengan standar aman yang telah

ditetapkan dari pemerintah dan hal tersebut haruslah menjadi perhatian penting dan

hasilnya seperti terlihat pada Tabel .


21

Adanya dampak yang akan muncul dimungkinkan untuk melakukan evaluasi

secara bertahap terhadap proses peledakan yang dilakukan. Penentuan diameter

lubang ledak untuk proses peledakan dapat ditentukan secara sederhana dengan

menerapkan “Aturan Lima (Rule of Five)”, yaitu menentukan ketinggian jenjang

(dalam feet) “Lima” kali dari diameter lubang ledaknya (dalam inci).

Tabel 2.2

Potensi yang Terjadi Akibat Variasi Stiffness Ratio (C.J. Konya, 1990)

Stifnes Fragmentas Ledaka Batu Getaran


Komentar
s Ratio i n udara terbang tanah

1 Buruk Besar Banyak Besar Banyak muncul

back-break di

bagian toe. Jangan

dilakukan dan

rancang ulang

2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila

memungkinkan,

rancang ulang

3 Baik Kecil Sedikit Kecil Kontrol dan

fragmentasi baik
22

4 Memuaska Sangat Sangat Sangat Tidak menambah

n kecil sedikit kecil keuntung-an bila

stiffness ratio di atas

2.1.8 Defenisi Fragmentasi

Suatu metode pembongkaran batuan dapat dilakukan dengan cara peledakan

berdasarkan pendekatan dari pengukuran sifat karakteristik massa batuan sebagai

acuan diberlakukannya metode pembongkaran batuan dengan metode tersebut. Hasil

akhir dari peledakan batuan adalah fragmentasi.

Fragmentasi adalah istilah yang digunakan sebagai petunjuk ukuran setiap

bongkah batuan setelah peledakan. Keberhasilan suatu proses peledakan dapat

dilakukan dengan menganalisis distribusi ukuran fragmentasi bongkah batuan.

Fragmentasi yang optimal berkaitan dengan peningkatan produktivitas , berkurangnya

tingkat keausan alat muat dan berkurangnya perbaikan alat mesin pengolahan di

pabrik. Disamping itu , menginginkan fragmen hasil peledakan yang optimal juga

memerlukan biaya dalam pemboran dan peledakan yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pembongkaran batuan dalam bentuk bongkah-bongkah.

Dalam mengontrol ukuran fragmentasi berkaitan dengan bahan peledak yang

digunakan , geometri lubang peledakan serta perencanaan peledakan yang akan

dilakukan. Ritringer berpendapat bahwa energi yang dibutuhkan pada fragmentasi


23

berhubungan dengan sejumlah area permukaan baru yang diledakkan (energi adalah

fungsi area). Perencanaan peledakan meliputi peletakkan bahan peledak yang sesuai

dengan konfigurasi geometri lubang ledak serta perhitungan delay dari tiap masing-

masing lubang ledak. Berdasarkan studi Beattie dan Grant (1988) , Konig (1991) ,

Norell (1985 ) berpendapat jika penggunaan delay yang tepat akan memungkinkan

tercapainya fragmentasi yang optimal.

Fragmentasi yang dihasilkan pada proses peledakan terjadi akibat gelombang

kejut yang dihasilkan dari pemantulan gelombang tekan pada bidang bebas , tegangan

tarik yang dihasilkan dalam massa batuan di sekeliling lubang ledak oleh tekanan

gas-gas peledakan dan benturan antar fragmen batuan yang terlempar antara fragmen

di dinding batuan yang menyebabkan energi dari suatu fragmen tersampaikan akibat

saling tumbukan antar partikel.

Diameter lubang ledak sangat berpengaruh terhadap proses peledakan, ketika

diameter lubang bor ditingkatkan maka akan menambah produktivitas dan hasil

fragmentasi. Variasi dalam peningkatan diameter lubang ledak mempunyai

keuntungan diantaranya adalah penginkatan kecepatan peledakan dari bahan peledak

yang juga meningkatkan energy gelombang regangan. Tetapi juga terdapat

kekurangan , antara lain :

1. Powder factor yang diperlukan besar untuk mendapatkan distribusi ukuran yang

sama.

2. Sistem inisiasi harus lebih akurat.

3. Tingginya tingkat getaran.


24

4. Resiko terjadinya batuan terbang (flyrock) lebih tinggi.

5. Tingginya tingkat kebisingan yang akan muncul setelah dari proses peledakan

yang dilakukan.

Adapun keuntungan dengan meningkatkan besar ukuran diameter lubang

ledak antara lain:

1. Tingkat produksinya tinggi.

2. Tidak ada keterbatasan dalam kapasitas pemuatan, pengangkutan, dan alat

peremuk.

3. Tidak ada masalah toe dan backbreak.

4. Tidak ada masalah lingkungan, seperti getaran tanah dan airblast.

Suatu fragmentasi hasil peledakan dapat dikatakan optimal apabila mudah

digali, didapatkan bentuk muckpile hasil peledakan tidak rata, melainkan menumpuk

keatas, didapatkan distribusi ukuran material yang rata, dan tidak terdapat material

berukuran besar.

2.1.9 Faktor – faktor Fragmentasi

Kegiatan peledakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor rancangan yang

dapat dikendalikan dan faktor rancangan yang tidak dapat dikendalikan.

Faktor rancangan yang dapat dikendalikan sebagai berikut :

1. Geometri pemboran : diameter, kedalaman, kemiringan, tinggi jenjang.

2. Pola pemboran : paralel pattern dan staggerd pattern.

3. Pola peledakan : box cut, corner cut, V-cut.


25

4. Bahan peledak : macam-macam bahan peledak, kekuatan, detonasi,

densitas, sumbu ledak, ketahanan terhadap air.

5. Geometri peledakan : burden, spasi, stemming, subdrill, kolom isian,

kedalaman lubang.

Faktor rancangan yang tidak dapat dikendalikan sebagai berikut :

1. Karakteristik massa batuan.

2. Bidang-bidang diskontinu.

3. Litologi batuan dan formasi batuan.

Tingkat ukuran fragmentasi diukur berdasarkan batuan hasil pembongkaran

yang akan di tambang. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat keekonomian baik

dalam penggunaan alat angkut serta perawatan yang digunakan dalam mengangkut

material hasil peledakan. Hal tersebut berkaitan dengan seberapa berhasilnya proses

peledakan yang dilakukan sehingga mendapatkan ukuran fragmentasi dengan

perencanaan peledakan baik berdasarkan geometri lubang ledak , hingga bahan

peledak yang akan digunakan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fragmentasi

adalah karakteristik batuan , kelurusan lubang ledak, properti bahan peledak,

pemuatan lubang ledak, spesifikasi isian, sistem pembakaran.

2.1.10 Metode Pengukuran Fragmentasi

Metode pengukuran fragmentasi hasil peledakan dapat dilakukan dengan

berbagai cara meliputi :

1. Metode Visual
26

Pada umumnya metode ini hanya mengamati fragmentasi hasil peledakan

berdasarkan karakterisitik bentuk farmen yang terbentuk, pusat gravitasi dari

muckpile, perpindahan batuan yang terbongkar akibat proses peledakan, dan flyrock.

Dilakukan pengamatan dan pengukuran secara manual di lapangan, dalam satuan luas

tertentu yang dianggap mewakili (representatif).

2. Bentuk Profil Muckpile

Sudut untuk profil tumpukan dari horizontal sebesar α 43o - 45o untuk batubara

sedangkan untuk batuan keras dan kuat dari 45 o - 60 o.

3. Metode Perhitungan Boulder

Hasil pembongkaran batuan terkadang menghasilkan oversize atau boulder yang

tidak menguntungkan dalam proses produksi selanjutnya terutama mempengaruhi

spesifikasi alat muat yang digunakan dan khususnya alat-alat peremuk. Selain itu

semakin banyak boulder yang terbentuk akan membuat penambahan biaya perbaikan

alat-alat produksi yang digunakan seperti alat-alat peremuk dan resiko kecelakaan

dalam proses pemuatan hingga proses pengangkutan menuju ke area pengolahan

untuk melalui tahapan proses pengolahan lebih lanjut.

Metode ini mengukur hasil peledakan melalui proses berikutnya, apakah terdapat

kendala dalam proses tersebut, misalnya melalui pengamatan yang dapat dilakukan

dengan pemantauan alat muat dan angkut dengan mengamatai digging rate,

secondary breakage dan produktivitas crusher.

4. Peledakan Sekunder
27

Penggunakan peledakan sekunder seharusnya tidak boleh lebih 2% dari

peledakan primer karena secara tidak langsung akan mencerminkan fragmentasi yang

dicapai.

5. Monitoring Alat Muat dan Excavators

Pengawasan dan pengamatan secara bertahap terhadap alat muat dan excavator

ini akan menentukan indeks penggalian (dig ability index) sebagai perhitungan

fragmentasi batuan yang terbongkar.

6. Analisis Fotografi

Menganalisis tumpukan material hasil pembongkaran batuan dapat dengan

menggunakan foto yang sudah didigitasi dan di simpan didalam komputer. Digitasi

foto merupakan proses dalam komputer dengan menggunakan bantuan software split-

dekstop untuk menganalisis ukuran fragmen dari tumpukan material hasil

pembongkaran batuan. Data foto yang di ambil haruslah mewakili material yang akan

diukur ukuran fragmennya.

Software tersebut antara lain Fragsize, Split Engineering, gold size, power sieve,

fragscan, dan wipfrag.

2.1.11 Analisis Fragmentasi Dengan Menggunakan Sofware Wipfrag

Program Wipfrag merupakan program yang berfungsi untuk menganalisa

ukuran fragmen batuan. Wipfrag adalah program penganalisaan gambar yang

dikembangkan oleh Universitas Arizona, Amerika Serikat. Pada penelitian ini

program Wipfrag digunakan untuk membantu menganalisis gambar fragmen material


28

hasil peledakan, hasilnya berupa grafik persentase lolos material dan ukuran fragmen

rata-rata yang dihasilkan dalam suatu peledakan.

Kelebihan program Wipfrag adalah sebagai berikut :

1. Dapat membaca file gambar dengan format : TIF, JPEG atau Windows BMP.

2. Mengambil gambar dari video (video capture) dengan Scion Framegrabber.

3. Digital Video Capture dengan IEEE 1394 (fireware).

4. Kelebihan prosesing gambar standar (Scaling, filtering, dan sebagainya).

5. Peralatan edit gambar (image editing tools).

6. Digitasi automatik partikel batuan.

7. Identifikasi automatik partikel halus.

8. Menggunakan ukuran ayakan yang bisa disesuaikan (standar ISO, US, UK).

9. Hasil berupa grafik distribusi ukuran butir yang bisa disesuaikan.

10. Basis pelaporan dalam HTML dan Text.

11. Menggunakan perhitungan algoritma untuk menggabung dua gambar yang

berbeda skala.

12. Kalkulasi automatik parameter dengan pendekatan metode distribusi Rossin-

Ramler atau Schumann.

Wipfrag merupakan program pemprosesan gambar (image analysis) untuk

menentukan distribusi ukuran dari fragmen batuan pada proses penghancuran batuan

yang terjadi pada proses penambangan. Program Wipfrag dijalankan oleh insinyur

tambang atau teknisi di lokasi tambang dengan mengambil input data berupa foto

digital fragmentasi. Sistem Wipfrag terdiri dari software, computer, keyboard dan
29

monitor. Terdapat mekanisme untuk mengunduh gambar dari kamera digital ke dalam

komputer. (Duna, 2010).

2.2 Kerangka Konseptual

2.2.1 Input

Input dalam kegiatan penelitian ini diperoleh dari dua sumber dimana terdiri

dari :

1. Data primer

Data primer adalah data yang didapat secara langsung di lapangan yaitu di

lokasi penambangan. Data primer meliputi data :

a. Geometri peledakan

b. Metode pola peledakan yang digunakan

c. Foto fragmentasi hasil peledakan

2. Data Sekunder

Sedangkan data sekunder diperoleh dari sumber-sumber buku atau studi

kepustakaan dan dari perusahaan, serta beberapa literatur untuk menunjang penelitian

ini. Berupa hasil penelitian terdahulu serta dokumen perusahaan. data sekunder :

a. Peta lokasi perusahaan

b. Peta wilayah IUP

c. Kondisi geologi setempat

d. Bahan peledak yang digunakan


30

2.2.2 Proses

Proses merupakan analisa dari data-data yang diperoleh pada bagian input.

Data-data yang dianalisa tersebut berupa nilai burden, spasi, kedalaman lubang

tembak, stemming, panjang kolom isian , tinggi jenjang, banyak bahan peledak tiap

lubang ledak, serta pola peledakan yang digunakan. Selanjutnya distribusi

fragmentasi yang dihasilkan dari geometri dan pola peledakan yang diterapkan

dilapangan dianalisa dengan menggunakan software Wipfrag. Setelah diketahui

distribusi fragmentasi yang dihasilkan maka dilakukan perbandingan distribusi

fragmentasi yang dahasilkan dari geometri dan pola peledakan yang sebelumnya.

Setelah diketahui perbandingan distribusi yang dihasilkan maka dapat diambil

kesimpulan bagaimana geometri dan pola peledakan yang dapat menghasilkan

distribusi fragmentasi yang paling optimal.

2.2.3 Output

Output yang dihasilkan berdasarkan input dan hasil analisa data yaitu.

mengungkap nilai fragmentasi peledakan berdasarkan geometri dan pola peledakan

yang digunakan di lapangan, mengungkap perbandingan distribusi fragmentasi yang

dihasilkan, menentukan bagaimana pola peledakan yang dapat menghasilkan

distribusi fragmentasi yang optimal.


31

Input Proses Output

Data primer 1. Menganalisa geometr 1. Mengungkap


dan pola peledakan Persentase boulder
1. Geometri aktual dilapangan rata-rata
peledakan
2. Menghitung berdasarkan pola
2. Pola peledakan distribusi fragmentasi peledakan yang
3. Foto fragmentasi aktual dengan diterapkan
hasil peledakan software Wipfrag dilapangan
3. Membandingkan 2. Mengetahui
Data Sekunder distribusi fragmentasi perbandingan
1. Peta lokasi
yang dihasilkan dari distibusi
2. Peta wilayah IUP
pola peledakan yang fragmentasi
3. Peta kondisi dgunakan dilapangan berdasarkan pola
geologi 4. Menentukan pola peledakan yang
4. Peralatan yang peledakan yang diterapkan
digunakan
optimal berdasarkan 3. Mengungkap pola
perbandingan peledakan yang
distribusi fragmentasi dapat
yang dihasilkan. menghasilkan
fragmentasi yang
optimal

Gambar 2.7 Kerangka Konseptual

Anda mungkin juga menyukai