Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Landasan teori terdiri dari seluruh referensi-referensi, konsep-konsep dan

kerangka penelitian yang didukung oleh teori-teori ilmiah, yang diperoleh

kepustakaan maupun teori yang ada yang berhubungan dengan judul penelitian.

2.1.1 Tinjauan Umum Perusahaan

CV. AIR MATA EMAS merupakan salah satu perusahaan yang bergerak

di bidang pertambangan dan telah berinvestasi di Kota Sawahlunto. Bahan galian

yang telah ditambang adalah batubara. Kegiatan penambangan batubara telah

dilaksanakan sejak tahun 2006 setelah memperoleh Kuasa Pertambangan

Eksploitasi berdasarkan Keputusan Walikota Sawahlunto Nomor

05.45.PERINDAGKOP.TAHUN 2006 tanggal 7 Juni 2006 tentang Pemberian

Kuasa Pertambangan Eksploitasi (KW 1373 AME 6605). CV. AIR MATA EMAS

memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Batubara berdasarkan

Keputusan Walikota Sawahlunto tanggal 6 juni 2011 dengan Nomor

05.101.PERINDAGKOP Tahun 2011 seluas 118,20 Ha dengan masa berlaku selama 5

(lima) tahun. Selanjutnya pada tanggal 31 Mei 2016, berdasarkan Keputusan Gubernur

Sumatera Barat Nomor : 544-662-2016 dikeluarkan Persetujuan Perpanjangan Kedua Izin

Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batubara CV. Air Mata Emas di Kota Sawahlunto

Propinsi Sumatera Barat, dengan luas yang sama.

Sehubungan dengan adanya daerah tanpa cadangan batubara dalam IUP OP CV.

AIR MATA EMAS, maka pihak perusahaan mengajukan penciutan wilayah IUP OP dan

6
7

disetujui melalui Keputusan Gubernur Sumatera Barat No. 544-209-2018 tanggal 28

Nopember 2018 dengan luas IUP OP sebesar 80,81 hektar.

Secara administrasi lokasi izin tersebut berada di Kumanis Atas Desa Tumpuak

Tangah Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan

penambangan yang diterapkan adalah sistem tambang terbuka dengan metode open pit

dan tambang bawah tanah dengan metoda room and pillar, pada akhir penambangan akan

dilakukan sistem back filling terhadap lahan bekas tambang. Dari luas wilayah 80,81 Ha,

kegiatan penambangan yang telah dilakukan pada area seluas 2,5 Ha.

2.1.2 Keadaan Geologi Wilayah Penelitian

a. Kondisi Umum Geologi

Area Perambahan memiliki kondisi geologi yang cukup kompleks, dimana

sturtur geologi berupa patahan atau sesar yang sangat mempengaruhi pola

penyebaran lampisan batubara dan juga kualitas batubara .

Gambar 2.1 Peta Geologi CV. Air Mata Emas


8

Cekungan Ombilin terbentuk sebagai akibat langsung dari gerak mendatar

menganan sistem sesar Sumatera pada masa pleosen awal. Akibatnya terjadi

tarikan yang membatasi oleh sistem sesar normal berarah utara–selatan. Daerah

tarikan tersebut dijumpai dibagian utara cekungan pada daerah pengundakan

mengiri antara sesar setangkai dan sesar silungkang yaitu terban Talawi.

Sedangkan bagian selatan cekungan merupakan daerah kompresi yang ditandai

oleh terbentuknya sesar naik dan lipatan (sesar sinamar). Ketebalan batuan

sendimen dicekungan Ombilin mencapai ±4.500 m terhitung sangat tebal untuk

cekungan berurukuran panjang ±60 km dan lebar ±30 km.

Dari hasil bebarapa penyelidikan yang telah dilakukan, daerah penelitian

diyakini terletraka pada sub-cekungan kiliran yang merupakan bagian dari suatu

sistem cekungan intramortana (cekungan pegunungan),yang merupakan bagian

dari tengah pegunungan bukit barisan. Cekungan–cekungan tersebut mulai

berkembang pada pertengahan tersier, sebagai akibat pengerakan ulang dari

patahan-patahan yang menyebabkan terbentuknya, cekungan–cekungan tektonik

di daerah tinggi (intra mountain basin) cekungan–cekungan yang terbentuk di

antara pegunungan tersebut merupakan daerah pengendapan batuan-batuan tersier

yang merupakan siklus sendimen tahap kedua.

b. Litologi

Daerah parambahan terdiri dari empat batuan yaitu batuan pasir (sandtone),

batu lempung (claystone), batubara (coal) dan batu lanau (silstone).


9

1) Batu pasir (sandstone)

Adalah batuan sedimen yang terutama terdiri dari mineral berukuran pasir

atau butir-butir batuan yang dapat berasal dari pecahan batuan-batuan lainya. Batu

pasir memiliki berbagai jenis warna diantaranya: coklat muda, coklat, kuning,

merah, abu-abu dan putih.

2) Batu lempung (claystone)

Adalah batuan yang memiliki struktur padat dengan susunan mineral yang

lebih banyak dari batu lanau. Tersususn dari hidrous aluminium silikat (mineral

lempung) yang ukuran butirannya halus yakni tidak lebih dari 0,002 mm.

3) Batubara (coal)

Adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,

utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.

4) Batu lanau (siltstone)

Adalah batuan sedimen klastik menengah dalam komposisi mineralnya antara

batu pasir dan lempung. Batu lanau termasuk dalam sedimen, karena batu ini

terbentuk akibat litifikashi bahan rombakan batuan asal atau denudasi. Batuan asal

dapat dari batuan beku, metamorf, dan sedimen.

c. Morfologi

Secara umumnya morfologi daerah penyelidikan dapat digolongkan sebagai

perbukitan yang rendah sampai terjal, dengan sudut kemiringan lereng berkisar

antara 5˚ samapi 30˚, yang dikontrol oleh litologi berupa rijang, metagamping,

lava, batu pasir, batu lanau, dan batu lempung, serta stuktur sesar. Sedangkan pada

kawasan yang berupa dataran mempunyai kemiringan sudut kemiringan lereng


10

brkisar antara 0˚sampai 4˚. Dengan litologi batu pasir, batu lempung, serta

rombakan dari batuan yang lebih tua.

Ketingian bukit berkisar antara 140m hingga 300 m dari permukaan laut

(dpl). Puncak tertinggi lereng timur berupa bukit kapur dengan ketinggian 300 m

dpl. Lereng-lereng perbukitan umunya cukup terjal dengan sudut kemiringan

lereng berkisar antara 30 ˚hingga 50˚.

Pada umumnya sungai yang mengalir pada daerah penelitian berada pada

stadiun muda dimana dasaranya relatif terbentuk “V” adanya erosi horizontal

yang relatif lebih intensif dibandingan dengan erosi vertikal dibeberapa tempat

sehingga terlihat pada beberapa sungai mempunyai dasar telah berbentuk “U”.

Secara umum pola aliran diwilayah ini dapat dikategorikan sebagai sistim pola

aliran sub paralel. Kenaikan permukaan air sungai pada saat musim hujan antara

0,5 hingga 2,50 meter.

d. Stratigrafi regional

Berdasar peta geologi lembak Solok Sumatera Barat oleh P.H Silitoga 1975

maka startigrafi daerah penyelidikan dan sekitarnya berurutan dari muda ke tua

terdiri dari satuan aluvial (kuater) dan satuan batu lanau, batubara, serpih (tersier),

serta satuan batuan Pra-Tersier.

Secara regional stratigrafi adalah Sawahlunto dapat dibagi menjadi dua

bagian utama, yaitu kelompok batuan pra-tertier dan kelompok batuan

tertier.Stratigrafi formasi Sawahlunto tersebut dapat dilihat pada lampiran berikut.


11

1) Kelompok batuan pra-tertier terdiri dari:

a) Formasi Silungkang

Nama formasi ini mula-mula diusulkan oleh Klompe, Katili dan Sekunder

pada tahun 1958. Secara petrografi formasi ini masih dapat dibebankan menjadi

empat satuan yaitu: satuan lava andesit, satuan lavabasalt, satuan tufa andesit dan

satuan tufa basalt. Umur dan formasi ini diperkirakan perm sampai trias.

b) Tuhur

Formasi ini dirincikan lempung abu-abu kehitaman, berlapis baik, dengan

sisipan-sisipan batu pasir dan batu gamping hitam. Diperkirakan formasi ini

berumur trias.

2) Kelompok batuan tersier terdiri dari:

a) Formasi Sangkarewang

Nama formasi ini pertama diusulkan oleh Kastowo dan Silitonga pada 1975.

Formasi ini terutama terdiri dari serpih gampingan sampai napal berwarna coklat

kehitaman, berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta tumbuhan. Formasi ini

diperkirakan berumur Eosen Oligosen.

b) Formasi Sawahlunto

Nama formasi ini diusulkan oleh R.P.Koesoemadinata dan Th. Matasak pada

1979. Formasi ini merupakan formasi yang paling penting karena mengandung

lapisan batubara. Formasi ini dicirikan oleh batu lunau, batu lempung, dan

batubara yang berselingan satu sama lain. Diperkirakan formasi ini berumur

oligosen.
12

c) Formasi Sawah Tambang

Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan Silitonga pada

tahun 1975. Bagian bawah dari formasi ini dicirikan oleh beberapa siklus endapan

yang terdiri dari batu pasir konglomerat, batu lunau dan batu lempung. Bagian

atas didominasi pada umumnya oleh batu pasir konglomerat tanpa adanya sisipan

lempung atau batu lunau, umur dari formasi ini diperkirakan lebih tua dari miosen

bawah.

d) Formasi Ombilin

Nama formasi ini diusulkan pertama kali oleh Kastowo dan Silitonga pada

tahun 1975. Formasi ini terdiri dari lempung gamping. napal dan pasir gampingan

yang berwarna abu-abu kehitaman, berlapis tipis dan mengandung fosil. Umur

formasi ini diperkirakan Miosen bawah.

e) Formasi Ranau

Nama ini diusulkan pertama kali oleh Marks pada tahun 1961. satuan ini

terdiri dari batu apung berwarna abu-abu kehitaman. Umur dari formasi ini

diperkirakan Pleistosen.

e. Lokasi Dan Kesampaian Daerah

CV.Air Mata Emas berlokasi di kumanis atas desa tumpuak tangah

kecamatan talawi kota sawahlunto provinsi sumatera barat, secara geografis

daerah penambangan tersebut terletak pada koordinat 100o47’37”-100o48’45,64”

BT dan 00o34’57,44”- 00o35’44” LS. Perjalanan ke lokasi penambangan bisa

ditempuh dengan kendaraan roda empat maupun roda dua.


13

2.1.3 Klasifikasi Massa Batuan Metode RMR

Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem klasifikasi RMR,


Bieniawski menggunakan enam parameter utama yang dijumlahkan untuk
memperoleh nilai total RMR, yaitu:
a. Uniaxial Compressive Strength (UCS).
UCS adalah uji kuat tekan dengan satu arah dengan bentuk sampel batu

tidak beraturan atau irregular dan regular geometri seperti silinder prisma dan

kubik. Dalam pengukuran stabilitas tambang bawah tanah tekanan menjadi

salah satu parameter di dalam kestabilan peyangga. Uji point load diketahui

untuk memprediksi nilai UCS secara tidak langsung

Tabel 2.1 Parameter Uniaxial Compressive Strength


Qualitative Comprassive Point Load Rating
Description Strength(MPa) Strength (MPa)
Extremely strong >250 8 15
Very strong 100-250 4-8 12
Strong 50-100 2-4 7
Medium strong 25-50 1-2 4
Weak 5-25 2
Very weak 1-5 Use of UCS is 1
Extremely weak <1 preferred
Sumber: refky adi nata(2017)
b. Rock Quality Designation (RQD).
RQD diperkenalkan oleh deere pada tahun 1967, Rock quality design

mendefinisikan persentase inti utuh. Pengukuran ini dapat dilihat pada

gambar 2.2 Dan RQD juga dapat ditentukan dengan mengamati jumlah

diskontinuitas per meter dan menggunakan persamaan :

RQD = 100(0,1ƛ+1)e-0,1ƛ……………………..………………….(2.1)

Keterangan

RQD= Rock quality design. ƛ = Jumlah diskontinuitas per meter


14

Sumber : refky adi nata (2017)

Gambar 2.2 Pengukuran RQD dan scanline

Pembobotan untuk rqd dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Rating Rock quality design

Qualitative Description RQD (%) Rating

Excellent 90-100 20
Good 75-95 17
Pair 50-75 13
Poor 25-50 8
Very poor <25 3
Sumber : refky adi nata (2017)

c. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities).


Tabel 2.3 Spacing of discontinuities

Qualitative Description Spacing (m) Rating


Very Wide >2 20
Wide 0.6-2 15 15
Moderate 0.2-0.6 10
Close 0.06-0.2 8
Very Close <0.06 5
Sumber : refky adi nata (2017)
15

d. Kondisi kekar (Condition of discontinuities).


Dikontinuitas yang diamati di lapangan adalah persistence atau panjang

kekar lebar bukaan kekar atau aperture, material pengisi kekar dan kondisi

pelapukan kekar. Pembobotan kondisi kekar dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 2.4 Conditions of Discontinuity

Parameter Ratings
Discontinuity <1 m 1-3 m 3-10 m 10-20 20m
length(persistence/ m
continuity) 6 4 2 1 0
Separation None <0.1 mm 0.1-1.0 1-5 mm >5 mm
(aperture) mm
6 4 2 1 0
Roughness of Very rough Rough Slightly Smooth Slicksided
discontinuity rough
surface 6 5 3 1 0
Infillings (gouge) None Hard filling Soft filling
<5 mm >5 <5 mm >5
mm mm
6 4 2 2 0
Weathering Unweathere Slightly Moderat Highly Decompo
discontinuity d weathered ely weather sed
surface weathere ed
d
6 5 3 1 0
Sumber : refky adi nata (2017)

e. Kondisi air tanah (Groundwater conditions).


Adalah kondisi tekanan dan aliran air, jika kondisi tekanan dan aliran air

sangat tinggi dapat menyebabkan keruntuhan. Pembobotan air tanah dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.5 The condition of Groundwater

Inflow per 10 m None <10 10-25 25-125 >125


length (L/min)
Ratio of joint wate 0 0-0.01 0.1-0.2 0.2-0.5 >0.5
pressure to major
16

principalstess
General description Comple Damp Wet Dripping Flowing
tely dry
Rating 15 10 7 4 0

f. Orientasi Kekar (Orientation of discontinuites).

Orientasi diskontinuitas dilihat dari struktur dominan di lapangan, di

tambang bawah tanah jika arah sumbu tegak lurus maka menguntungkan

apabila sejajar dengan sumbu terowongan maka tidak kestabilan nya akan

besar.Pembobotan orientasi kekar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.6 The Orientation of discontinuites

Joint Very Favorable Fair Unfavorable Very


orientation favorable unfavorable
asessment
for
Tunnels 0 -2 -5 -10 -12
Raft 0 -2 -7 -15 -25
foundation
Slopes 0 -5 -25 -50 -60

2.1.4 Parameter-parameter yang digunakan


a. Sifat Fisik Batuan

Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah bobot isi,

porositas dan kadar air. Berikut penjelasan dari sifat fisik batuan:

1) Bobot Isi (γ)

Semakin besar bobot isi suatu batuan atau tanah, maka gaya penggerak yang

menyebabkan longsor semakin besar juga. Dengan demikian, kemantapan lereng

tersebut semakin berkurang. Bobot isi terdiri dari:

a) Bobot Isi Asli (γn)

Bobot Isi Asli (γn) merupakan perbandingan antara berat batuan asli dengan

volume total batuan dengan satuan dalam Gr/Cm3.


17

ɣn = Wn / (Ww – Ws)……………………..………………..………….(2.2)

b) Bobot Isi Kering (γo)

Bobot Isi Kering (γo) merupakan perbandingan antara berat batuan kering

dengan volume total batuan dengan satuan Gr/Cm3

ɣo = Wo / (Ww-Ws)………………………………………..………… (2.3)

c) Bobot Isi Jenuh (γw)

Bobot Isi Jenuh (γw) merupakan perbandingan antara berat batuan jenuh

dengan volume total batuan dengan satuan Gr/Cm3

ɣw = Ww / (Ww –Ws)…………………...…………..……….………. (2.4)

2) Kadar Air

Kandungan air pada suatu material baik tanah maupun batuan sangat

berpengaruh terhadap kemantapan lereng.Semakin tinggi kandungan air pada

suatu lereng maka semakin kecil nilai kemantapan dari suatu lereng. Kadar ait

terdiri dari:

a) Kadar Air Asli (ωn)

Kadar Air Asli merupakan perbandingan antara berat air dalam batuan asli

dengan berat butiran batuan dan dinyatakan dalam %.

ωn = ((Wn – Wo) / Wo) × 100%...........…………..………..................(2.5)

b) Kadar Air Jenuh (ωsat)

Kadar air jenuh (ωsat) merupakan perbandingan antara berat air dalam batuan

jenuh dengan berat butiran batuan dan dinyatakan dalam % (persen).

ωsat = ((Ww-Wo) /Wo) × 100%..........………….……….....................(2.6)


18

3) Porositas (n)

Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan

demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga memperkecil kemantapan

lereng. Adanya air dalam batuan juga akan menimbulkan tekanan air pori yang

memperkecil kuat geser batuan. Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan

lebih mudah longsor.

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume total pori-

pori batuan dengan volume total batuan per satuan volume tertentu,dinyatakan

dalam %, yang dirumuskan:

n = ((Ww-Wo) / (Ww-Ws)) × 100%....…………..………...................(2.7)

Sumber : Purwanto, 2010

Keterangan:

Wn = Berat Batuan Air Asli (Gram)

Wo = Berat Batuan Air Kering (Gram)

Ww = Berat Batuan setelah direndam (Gram)

Ws = Berat Batuan Jenuh (Gram)

b. Sifat Mekanik Batuan

1) Kuat tekan Uniaxial Compressive Strength(UCS)

Pengujian UCS (Unconfined Compressive Strength) adalah menguji kuat

tekan dalam satu arah dengan irreguler geometri dari sampel batuan, dan

geometri biasa seperti silinder, prisma, dan kubik. Pada pengukuranstabilitas

di tambang bawah tanah, tekan menjadi parameter penting dalam pilar

stabilitas. Tes ini menggunakan mesin kompresi dan mengikuti Standard


19

International Society of Rock Mechanics (ISRM,1981). Pengujian beban

titik diketahui untuk memprediksi nilai UCS suatu batuan tidak langsung di

lapangan. Ini disebabkan oleh prosedur sederhana dilakukan, persiapan

sampel mudah dan dapat dilakukan di lapangan (Made Astawa Rai. 2010).

Tabel 2.7 Parameter Uniaxial Compressive Strength


Deskripsi Kualitatif UCS(MPa) PLI(MPa) Bobot
Sangat Kuat Sekali (Exceptionally Strong) >250 > 10 15
Sangat Kuat(Very Strong) 100 – 250 4 > 10 12
Kuat(Strong) 50 – 100 2–4 7
Sedang(Average) 25 – 50 1–2 4
Lemah(Weak) 5 – 25 Penggunaan 2
Sangat Lemah(Very Weak) 1–5 UCS lebih 1
Sangat Lemah Sekali (Extremely Weak) <1 dilanjutkan 0
Sumber :Beniawski, 1989

a. Point Load Indeks

Pengujian Point Load Indeks merupakan pengujian alternatif lain yang

digunakan untuk memperoleh nilai UCS. Jika pengujian UCS dilakukan dengan

penekanan pada permukaan sampel, pada pengujian point load indeks sampel diuji

pada satu titik.

Menurut Broch dan Franklin (1972) point load ideks (Is) suatu contoh batuan

yang dapat dihitung dengan persamaan:

P
IS = ….……….…………….....................………………………...(2.7)
D2

Akan tetapi untuk sampel yang diameternya bukan 50 mm serta sampel tidak

teratur (Irregular) maka diperlukan faktor koreksi (F) yang diturunakan oleh

Broch and Franklin. Menurut Greminnger (1982), selang faktor koreksi


20

tergantung besarnya diameter, karena diameter sampel yang ideal adalah 50 mm,

maka Greminnger menurunkan persamaan sebagai berikut:

Sumber : Irwandi Arif, 2016


Gambar 2.3 Tipe Dan Syarat Contoh Batuan Uji Point Load Indeks

P
IS =F ……….…………………………..........................................(2.8)
D2

Dimana nilai F diperoleh dari persamaan sebagai berikut:

F = (d / 50)0,45 ……………………………………………………..(2.9)

Setelah faktor koreksi diperoleh maka faktor koreksi dimasukkan kedalam

Point Load Index(Is) persamaan 2.9. Sehingga jika Point Load Indeks telah

didapat maka Unconfined Compressive Strength dapat ditentukan dari persamaan:

σc = 23 x Is……………………..………………………………….(2.10)

Keterangan:

F : Faktor Koreksi D : Jarak antar konus penekan (cm)

d ` : Diameter sampel (cm)

Is : Point load Index(Index Franklin) (kg/cm2)

P : Tekanan maksimum sampel pecah (kg/cm2)


21

Pengujian point load indeks merupakan pengujian yang sederhana dan mudah

dilakukan baik di lapangan maupun di laboratorium disebabkan alat yang mudah

dibawa. Berikut ini adalah alat yang digunakan untuk Uji Point Load.

Gambar2.4 Alat Pengujian Point Load Index


Laboratorium Mekanika Batuan STTIND Padang

2) Kohesi (ʗ)

Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel dalam batuan, dinyatakan

dalam satuan berat per satuan luas. Kohesi batuan akan semakin besar jika

kekuatan gesernya makin besar. Nilai kohesi (c) diperoleh dari nilai RMR

menggunakan tabel modifikasi RMR (bieniawski,1989).Untuk menentukan nilai

kohesi dapat dilihat pada tabel 2.8 :

Tabel 2.8 Pengertian Kelas Massa Batuan Dari Rmr(Modifikasi


Bieniawski,1989)

Sumber : Heri Syaeful dan Dhatu Kamajati , 2015


22

3) Sudut geser dalam(𝜃)

Sudut geser dalam merupakan sudut yang dibentuk dari hubungan antara

tegangan normal dan tegangan geser didalam material tanah atau batuan. Sudut

geser dalam adalah sudut rekahan yang dibentuk jika suatu material dikenai

tegangan atau gaya terhadapnya yang melebihi tegangan gesernya. Nilai Sudut

geser dalam (𝜃) diperoleh dari pengujian laboratorium yaitu pengujian Kuat Geser

Langsung (Direct Shear Strength Test), pengujian Triaxial (Triaxial Test). Dan

nilai sudut geser dalam juga bisa diperoleh dari nilai atau rating dari RMR dengan

menggunakan tabel modifikasi RMR (bieniawski,1989)

Semakin besar sudut geser dalam suatu material maka material tersebut akan

lebih tahan menerima tegangan luar yang dikenakan terhadapnya.

4) Modulus young (E)

Modulus Young atau Modulus Elastisitas merupakan faktor penting dalam

mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai

modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah

geologi ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi

batuan dan genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi

oleh tipe batuan, porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus

elastisitas dapat ditentukan berdasarkan persamaan:

Е=2 RMR – 100 GPa ..........……………………………………………..(2.11)


23

Keterangan:
E = Modulus young
RMR = Rock mass rating

(RMR−10)
Е=πr 2 = 10 40 .........…………………………………………… (2.12)
Keterangan:
E = Modulus young
RMR = Rock mass rating

5) Poisson Ratio

Poisson ratio didefinisikan sebagai rasio antara radial dan regangan aksial

dalam bahan elastis yang dimuat secara uniaksial. Lebih umum, Poisson ratio

adalah rasio antara regangan dalam satu arah koordinat (karena tekanan ke arah

itu) dan regangan yang disebabkan dalam arah koordinat lainnya dengan tekanan

yang sama (Somerville dan Paul 1983). Jika suatu material direganggankan

kepada suatu arah, material tersebut cenderung mengkerut (jarang mengambang)

pada arah lainnya. Sebaliknya, jika suatu material ditekan, material tersebut akan

mengembang pada dua arah lainnya. Dalam deformasi elastik mekanik,

kecenderungan material untuk mengkerut atau menembang dalam arah tegak lurus

terhadap arah pembebanan dikenal sebagai efek poisson. Poisson Ratio sanggat

bergantung kepada tingkat tegangan serta dipengaruhi oleh pembukaan dan

penutupan rekahan dalam batuan saat penyediaan dilakukan dan nilainya

berfariasi sesuai dengan deformasi yang dialami batuan tersebut. Poisson Ratio

sangat jarang bernilai negatif atau lebih besar dari 0,5. Untuk batuan Isotropik

nilainnya berada diantara 0-0,5. Sementara itu, untuk batuan yang umumnya nilai

Poisson Ratio berkisar 0,05 – 0,45 sedangkan untuk aplikasi rekayasa nilainnya
24

sekitar 0,2 – 0,3 dan untuk batubara berkisar 0,25 – 0,346 (Astawaray,

Kramadibrata ,dan Wattimena 1998). Dan poisson ratio dapat dihitung denga

persamaan :

1−sin(0.64∅′ )
V= .........………………………………………….……… (2.13)
2

Keterangan:

V= poisson ratio

ǿ = Sudut geser dalam

2.1.5 Perhitungan Faktor Keamanan

Faktor keamanan digunakan untuk sebagai acuan dalam mengoptimalkan

penyanggan yang digunakan berdasarkan analisis jenis dan besarnya deformasi

yang terjadi. Menurut Bieniewski (1989) nilai FK>1 menjelaskan terowongan

dalam keadaan Stabil, FK=1 menjelaskan dalam keadaan Kritis, dan FK<1 Tidak

Stabil. Sebelum penyanggaan keadaan lubang bukaan sangat rentan terjadinya

runtuhan pada beberapa bidang lemah, maka dari itu perhitungan FK dengan

kriteria runtuhan Mohr-Coulumb dilakukan untuk menanggulangi failure pada

lubang bukaaan. Keruntuhan massa batuan dapat terjadi saat kurva Mohr-

Coulomb telah menyinggung lingkaran Mohr atau dapat dikatakan bahwa batuan

dapat mengalami keruntuhan pada dua bidang dengan kondisi tegangan yang

berbeda. Perhitungan FK ssecara deterministik memiliki keterbatasan,

konsenkuensinya lubang bukaan bawah tanah dengan FK > 1 mempunyai

kemampuan untuk runtuh juga sebaliknya, lubang bukaan memilki FK < 1tetap

mempunyai kemungkinan untuk mantap.


25

Gambar 2.6 Lingkaran Mohr-Coulumb


(kramadibrata, s. 2015)

. Seperti yang diketahui bahwa analisis keruntuhan ditentukan berdasarkan

hasil percobaan, dimana kriteria ini mengandung satu atau lebih parameter sifat

mekanik batuan, menjadi sederhana jika dihitung dalam 2 dimensi dengan asumsi

regangan bidang (plane strain) atau tegangan bidang (plane stress). Dalam kriteria

Mohr-Coulomb dapat ditentukan kekuatan batuan sebelum pemasangan

penyangga dengan melakukan perhitungan sebagai berikut :

2∁ × cos 𝜃
𝜎1 = …………………………………………………........(2.14)
1 − sin 𝜃

2∁ × cos 𝜃
𝜎3 = ………………………………………………………(2.15)
1+ sin 𝜃

𝜎1+ 𝜎3
𝑎 ( ) sin 𝜃+ ʗ.cos 𝜃
FK = = 2
𝜎1− 𝜎3 ……………………………………… (2.16)
𝑏 ( )
2

Keterangan :

𝜎1 = tegangan mayor (Mpa)

𝜎3 = tegangan minor (Mpa)

ʗC = kohesi (Mpa)

𝜃 = sudut geser dalam (°)


26

2.2 Kerangka Konseptual

Alur penelitian dapat dilihat pada kerangka konseptual seperti yang dijelaskan

pada gambar berikut:

INPUT PROSES
Data Primer Pengolahan Data
1. Dimensi terowongan 1. Kuat tekan point load dengan
2. Sampel batuan persamaan 2.8
3. Data kekar 2. Kuat tekan UCS dengan
4. Kondisi air tanah persamaan 2.10
3. Spesifikasi kekar berdasarkan
Data Sekunder tabel 2.3
1. Peta Geologi 4. Rock Quality Design berdasarkan
2. Peta topografi tabel 2.2
3. Peta Kesampaian Daerah 5. Kondisi kekar berdasarkan tabel
2.4
6. Kondisi air tanah berdasarkan
tabel 2.5
7. Orientasi kekar
8. Pengolahan displacement dan
strength factor menggunakan
software plaxis

OUTPUT
1. Nilai Kelas massa batuan berdasarkan
RMR

2. Nilai displacement terowongan

3. Nilai Strength factor terowongan

Gambar 2.7 Kerangka Konseptual

Anda mungkin juga menyukai