Anda di halaman 1dari 26

BATU APUNG/PUMICE

LATAR BELAKANG
Batu apung atau pumice merupakan salah satu bahan galian industri atau
golongan C, yang cukup mempunyai peranan berarti di sektor konstruksi dan
sektor industri, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan baku
penolong.

Di alam, batu apung yang terbentuk hasil letusan gunung berapi, umumnya
berupa fragmen-fragmen dalam batuan breksi, termasuk jenis batuan alumunium
silikat bersifat gelas (glassy), berstuktur celular, serta mempunyai densitih ruah,
(bulk density) yang rendah. Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan
asal terbentuknya sama dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinder, dan
scoria.
Peranan sektor kontruksi dan industri terutama di negara-negara maju,
telah menunjukkan peningkatan yang berarti; dan hal itu telah mengakibatkan segi
permintaan akan batu apung indonesia pada akhir-akhir ini terus meningkat. Dari
segi pemasokan, produksi batu apung indonesia sebagian besar berasal dari daerah
Nusa Tenggara Barat, dan sisanya dari daerah Ternate, Pulau Jawa dan lainlainnya. Sementara itu impor batu apung dapat dikatakan tidak ada, atau untuk
kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi.
Untuk mengetahui sampai mana perilaku dan perkembangan dari segi
pemasokan, permintaan dan harga batu apung, beserta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perkembangan tersebut maka akan dilakukan evaluasi dan
analisisnya, serta membuat perkiraan di masa mendatang (prospek). Metode
analisis yang digunakan adalah dengan melakukan penelaahan secara kualitatif,
dan dengan menggunakan serial data tahun 1985 sampai tahun 1993.

Dengan mengetahui perkembangan serta faktor yang berpengaruh tersebut,


diharapkan dapat dijadikan dasar dalam menentukan langkah-langkan atau
tindakan yang perlu diambil/dilakukan, baik oleh pihak pemerintah maupun oleh
pihak swasta untuk pengembangan industri pertambangan batu apung dalam
negeri dalam menunjang pembangunan nasional.
GEOLOGI
Batu apung atau pumice adalah jenis yang batuan berwarna terang,
mengandung buih yang terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasannya
disebut juga sebagai gelas vulkanik silikat. Batuan ini terbentuk oleh magma asam
oleh aksi letusan gunung api yang mengeluarkan materialnya ke udara; kemudian
mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan
piroklastik. Batu apung mempunyai sifat versikular yang tinggi, mengandung
jumlah sel yang benyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang
terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau
fragmen-fragmen dalam breksi guning api. Sedangkan mineral-mineral yang
terdapat dalam batu apung dalah feldspar, kuarsa, obsidian, cristobalit, dan
tridimit.

Pumice terjadi bila magma asam muncul ke permukaan dan bersentuhan


dengan udara luar secara tiba-tiba. Buih gelas alam dengan gas yang terkandung
didalamnya mempunyai kesempatan untuk keluar dan magma membeku dengan
tiba-tiba, pumice umumnya terdapat sebagai fragmen yang terlemparkan pada saat
letusan guning api dari ukuran mulai dari kerikil sampai bongkah. Pumice

umumnya terdapat sebagai lelehan atau aliran permukaan, bahan lepas atau
fragmen dalam breksi gunung api.
Batu apung dapat pula dibuat dengan cara memanaskan obsidian, sehingga
gasnya keluar. Pemanasan yang dilakukan pada obsidian dari Krakatau, suhu yang
diperlukan untuk mengubah obsidian menjadi batu apung rata-rata 880oC. Berat
jenis obsidian yang semula 2,36 turun menjadi 0,416 sesudah perlakuan tersebut
oleh sebab itu mengapung di dalam air. Batu apung ini mempunyai sifat hydraulis.
Pumice berwarna putih abu-abu, kekuningan sampai merah, tekstur
vesikular dengan ukuran lubang, yang bervariasi hubungannya baik berhubungan
satu sama lain atau tidak struktur skorious dengan lubang yang terorientasi.
Kadang-kadang lubang tersebut terisi oleh zeolit/kalsit. Batu ini tahan terhadap
pembekuan embun (frost), tidak begitu higroskopis (mengisap air). Mempunyai
sifat pengantar panas yang rendah. Kekuatan tekanan antara 30 20 kg/cm2.
Komposisi utama mineral silikat amorf.
Didasarkan pada cara pembentukan (desposisi), dristibusi ukuran parktikel
(fragmen) dan material asalnya, endapan batu apung diklasifikasikan sebagai
berikut :

Sub-areal
Sub-aqueous
New ardante; yaitu endapan yang dibentuk oleh pergerakan keluar secara
horizontal dari gas dalam lava, yang mengahsilakan campuran fragmen

dengan berbagai ukuran dalam suatu bentuk matriks.


Hasil endapan ulang (redeposit)
Dari metamorfosenya, hanya daerah-daerah yang relatif ada gunung api,

akan mempunya endapan batu apung yang ekonomis. Umur geologi dari endapanendapan ini antara Tersier sampai sekarang. Gunung api yang aktif selama umur
geologi tersebut antara lain pada jalur pinggiran laut Pasifik dan jalur yang
mengarah dari laut Mediteran ke pegunungan Himalaya kemudian ke India Timur.
Batuan yang sejenis dengan batu apung lainnya adalah pumicit dan
vulkanik cinder. Pumicit mempunyai komposisi kimia, asal pembentukan dan

struktur gelas yang sama dengan batu apung. Perbedaanyahanya pada ukuran
partikel, yaitu diameternya lebih kecil dari ), 16 inci. Batu apung ditemukan relatif
dekat dengan tempat asalnya, sedangkan pumicit sudah ditransportasi oleh
angindengan jarak yang cukup jauh, dan terendapkan berupa akumulasi abu
berukuran halus atau sebagai sedimen tufa.
Vulkanik cinder mempunyai fragmen vesikular berwarna kemerahan
sampai hitam, yang tertumpuk selama erupsi batuan basaltik dari letusan gunung
api. Sebagian besar endapan cinder kedapatan sebagai fragmen-fragmen
perlapisan yang berbentuk kerucut dengan diameter antara 1 inci sampai beberapa
inci.
Potensi
Di indonesia, keterdapatan batu apung selalu berkaitan dengan rangkaian
gunung api berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebarannya meliputi daerah
Serang dan Sukabumi (Jawa Barat), pulau Lombok (NTB) dan pulau Ternate
(Maluku).
Potensi endapan batu apung yang mempunyai arti ekonomis dan
cadangannya sangat besar adalah di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, pulau
Ternate, Maluku. Jumlah cadangan yang terukur di daerah tersebut diperkirakan
lebih dari 10 juta ton. Di daerah Lombok, eksploitasi batu apung sudah dilakukan
sejak lima tahun yang lalu, sedangkan Ternate pengusahaannya baru dilakukan
tahun 1991.
Sifat-sifat kimia batu apung adalah :

Komposisi kimianya:
SiO2

: 60,00 75,00 %

Al2O3

: 12,00 15,00 %

Fe2O3

: 0,90 4,00 %

Na2O

: 2,00 5,00 %

K2O

: 2,00 4,00 %

MgO

: 1,00 2,00 %

CaO

: 1,00 2,00 %

Unsur lainnya : TiO2, SO3, dan Cl

Hilang pijar (LOI atau loss of ignition) : 6 %


pH : 5

Sedangkan sifat fisiknya adalah :

Bobot isi ruah: 480 960 kg/cm3


Peresapan air (water absopsion): 16,67 %
Gravitasi spesifik: 0,8 gr/cm3
Hantaran suara (sound transmission): rendah
Ratio kuat tekan terhadap beban: tinggi
Kondukrifitas panas (thermal conductivity): rendah
Ketahanan terhadap api: s.d. 6 jam

Tempat Diketemukan
Keterdapatan batu apung Indonesia selalu berkaitan dengan rangkaian
gunung api Kuarter sampai Tersier Awal. Tempat dimana batu apung didapatkan
antara lain :

Jambi: Salambuku, Lubukgaung, Kec. Bongko, Kab. Sarko (merupakan


piroklastik halus yang berasal dari satuan batuan gunung api atau tufa
dengan komponen batu apung diameter 0,5 15 cm terdapat dalam

Formasi Kasai).
Lampung : sekitar kepulauan Krakatau terutama di P. Panjang (sebagai

hasil letusan G. Krakatau yang memuntahkan batu apung).


Jawa Barat: Kawah Danu, Banten, sepanjang pantai laut sebelah barat (di
duga hasil kegiatan G. Krakatau); Nagre, Kab. Bandung (berupa fragmen
dalam batuan tufa); Mancak, Pabuaran, Kab. Serang (mutu baik untuk
agregat beton, berupa fragmen pada batuan tufa dan aliran permukaan);
Cicurug Kab. Sukabumi (kandungan SiO2 = 63,20%, Al2O3 = 12,5%

berupa fragmen pada batuan tufa); Cikatomas, Cicurug G. Kiaraberes

Bogor.
Daerah Istimewa Yogyakarta: Kulon Progo pada Formasi Andesit Tua.
Nusa Tenggara Barat : Lendangnangka, Jurit, Rempung, Pringgesela (tebal
singkapan 2 5 m sebaran 1000 Ha); Masbagik Utara Kec. Masbagik Kab.
Lombok Timur (tebal singkapan 2 5 m sebaran 1000 Ha); Kopang,
Mantang Kec. Batukilang Kab. Lombok Barat (telah dimanfaatkan untuk
batako sebaran 3000 Ha); Narimaga Kec. Rembiga Kab. Lombok Barat

(tebal singkapan 2 4 m, telah diusahakan rakyat).


Maluku: Rum, Gato, Tidore (kandungan SiO2 = 35,67 67,89%; Al2O3 =

6,4 16,98%).
Nusa Tenggara Timur: Tanah Beak, Kec. Baturliang Kab. Lombok Tengah
(dimanfaatkan sebagai campuran beton ringan dan filter).

Eksplorasi
Penelusuran ke terdapatan endapan batu apung dilakukan dengan
mempelajari struktur geologi batuan di daerah sekitar jalur gunung api, antara lain
dengan mencari singkapan-singkapan, dengan geolistrik, atau dengan melakukan
pemboran den pembuatan bebrappa sumur uji. Selanjutnya dibuat peta topografi
daerah yang sekitarnya terdapat endapan batu apung dengan skala besar guna
melakukan eksplorasi detail. Eksplorasi detail dilakukan guna untuk mengetahui
kualitas dan kuatitas cadangan dengan lebih pasti. Metode eksplorasi yang
digunakan di antaranya dengan pemboran (bor tangan atau bor mesin) atau
pembuatan sumur uji.
Dalam menentukan metode mana yang akan dipakai, harus dilihat kondisi
dari lokasi yang akan dieksplorasi, yaitu didasarkan pada peta topografi yang
dibuat pada tahap penelusuran (prospeksi). Metode eksplorasi yang dilakukan
dengan cara pembuatan sumur uji, pola yang digunakan adalah empat persegi
panjang (dapat pula dengan bentuk bujur sangkar) dengan jarak dari sattu
titik/sumur uji ke sumur uji berikutnya antara 25 50 m. Peralatan yang dipakai
dalam pembuatan sumur uji diantaranya adalah; cangkul, linggis, belincong,
ember, tali.

Sedangkan eksplorasi dengan pemboran dapat dilakukan dengan


menggunakan alat bor yang dilengkapi bailer (penangkap contoh), baik bor tangan
ataupun bor mesin. Dalam eksplorasi ini dilakukan dengan pengukuran dan
pemetaan yang lebih detail, untuk digunakan dalam perhitungan cadangan dan
pembuatan perencanaan tambang.
Penambangan
Pada umumnya, endapan batu apung terletak dekat permukaan bumi,
penambangannya dilakukan dengan cara tambang terbuka dan selektif.
Pengupasan tanah penutup dapat dilakukan dengan alat-alat sederhana (secara
manual) ataupun dengan alat-alat mekanis, seperti bulldozer, scraper, dan lainlain. Lapisan endapan batu apungnya sendiri dapat digali dengan menggunakan
excavator antara lain backhoe atau power shovel, lalu dimuat langsung kedalam
truk untuk diankut ke pabrik pengolahan.
Pengolahan
Untuk menghasilkan batu apung dengan kualitas yang sesuai dengan
persyaratan ekspor atau kebutuhan disektor kontruksi dan industri, batu apung
dari tambang diolah terlebih dahulu, antara lain dengan menghilangkan pengotor
dan mereduksi ukurannya.
Secara garis besar, proses pengolahan batu apung terdiri atas :

Pemilahan (sorting); untuk memisahkan batu apung yangbersih dan batu


apung yang banyak pengotornya (impuritis), dan dilakukan dengan cara

manual atau dengan scalping screens.


Peremukan (crushing); untuk mereduksi ukuran dengan menggunakan

crusher, hummer mills, dan roll mills.


Sizing; untuk memilahkan material berdasarkan ukuran yang sesuai
dengan permintaan pasar, dilakuakn dengan menggunakan saringan

(screen).
Pengeringan (drying); jika material dari tambang banyak mengandung air,
maka perlu dilakukan pengeringan, antar lain dengan menggunakan rotary
dryer.

KEGUNAAN
Batu apung lebih banyak di gunakan di sektor konstruksi dibandingkan
sektor industri.
Sektor Konstruksi
Di sektor konstruksi, batu apung banyak dimanfaatkan untuk pembuatan
agregat ringan dan beton agregat ringan karena mempunyai karakteristik yang
sangat menguntungkan; yaitu ringan dan kedap suara (high in-sulation). Berat
spesifik batu apung sebesar 650 kg/cm3 sebanding dengan bata biasa seberat
1.800 2.000 kg/cm3. Dari batu apung, lebih mudah dibuat blok-blok yang
berukuran besar, sehingga dapat mengurangi plesteran. Kelebihan lain dari
penggunaan batu apung dalam pembuatan agregat adalah tahan terhadap api,
kondensi, jamur dan panas, serta cocok untuk akustik.
Spesifikasi batu apung dalam pembuatan agregat dan beton agregat ringan adalah
sebagai berikut :

Agregat ringan (BS 3797, tahun 1964):


SO3 : maks. 1%
LOI (loss on ignition) : maks. 4%

Bobot isi ruah :

Butiran kasar : maks. 0,96 ton/m3


Butiran halus : maks. 1,20 ton/m3
Beton agregat ringan (BS 2028, 1364, tahun 1968)
Kedap suara (3 inci blok) : 44.3 db.
Bobot isi kering : 0.88 ton/m3
Nilai kalori : 1.0 kal
Fire resistence : sampai dengan 6 jam
Susut kering (drying shrinkage) : 0.04%
Ukuran butir : 1 9 cm
Selain penggunaan tersebut diatas, di sektor konstruksi batu apung

digunakan untuk fondasi jalan, bahan baku genteng akustik, bahan tahan api dan
lain-lain.

Sektor Industri
Di sektor industri, batu apung digunakan sebagai bahan pengisi (filler),
pemoles atau penggosok (polishing), pembersih (cleaner), stonewashing, abrasif,
isolator temperatur tinggi dan lain-lain. Industri pengguna, fungsi, dan derjat
ukuran buti batu apung dapatdilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kegunaan Batu Apung di Sektor Industri
Industri

Cat
Kimia
Logam
plastik

Kegunaan

Derajat

Ukuran

Butir
Kasar
Kasar
Halus-kasar
Sangat halus
Kasar
Kasar
Halus-kasar
Sangat halus
Sangat
halus-

Pelapis nonskid
Cat sekat akustik
Bahan pengisi cat tekstur
Flattening agents
Media filtrasi
Chemical carrier
Pemicu korek api belerang
dan Pembersih dan pemoles
Vibratory and barrel finishing

sedang
Pressure blasting
Sedang
Electro-plating
Halus
Pembersih gelas/kaca
Sangat halus
Bubuk sabuk tangan
Sedang
Komponder
Pembersi gelas/kaca
Sangat halus
Kosmetik
dan Pemoles dan penambal gigi
Halus
Pemerata kulit
Bubuk cair
odol
Bahan penghapus
Sedang
Karet
Bahan cetakan
Sangat halus
Kulit
Untuk mengkilap
Sedang
Pemrosesan tabung TV
Halus
Pemolesan dan pengkilapan kaca tabung Halus
Kaca dan cermin TV
Bevel finishing
Sangat halus
Penghapus potongan kaca
Sangat halus
Elektronika
Pembersih papan sirkit
Sangat halus
Tembikar
Bahan pengisi
Halus
Keterangan : Kasar = 8 30 mesh; sedang = 30 100 mesh; halus = 100 200
mesh;
Sumber

sangat

halus

>

: Industri Minerals, Bulletin, 1990

200

mesh

Beberapa contoh spesifikasi batu apung yang digunakan di sektor industri, adalah:

Untuk pigmen sebagai berikut :


Hilang pijar

: maks. 5%

Zat terbang

: maks. 1%

Lolos saringan 300 m : min. 70%


Lolos saringan 150 m : maks 30%

Untuk keramik tembikar :


SiO2

: 69,80%

Al2O3

: 17,70%

Fe2O3

: 1,58%

MgO

: 0,53%

CaO

: 1,49%

Na2O

: 2,45%

K2O

: 4,17%

H2O

: 2,04%

Kadar air

: 21%

Kuat lentur

: 31,89 kg/cm2

Peresapan air : 16,66%


Berat volume : 1,18 gr/cm2
Keplastisan

: plastis

Ukuran butir : 15 150 mesh

Komposisi bahan untuk keramik tembikar ini terdiri atas pumice, tanah
liat, dan kapur dengan perbandingan masing-masing 35%, 60% dan 5%.
Penggunaan batu apung ini, dimasudkan untuk mengurangi bobot dan
meningkatkan kualitas tembikar.
Disamping di sektor konstruksi dan industri, batu apung digunakan juga di
sektor pertanian, yaitu sebagai bahan adiktif dan subsitusi pada tanah pertanian.
Beberapa spesifikasi batu apung yang diperdagangkan oleh beberapa
produsen di dunia adalah sebagai berikut :

Tipe Itali :
SiO2: 70,90%
Al2O3: 12,76%
Fe2O3: 1,75%

Lolos saringan
0.5 inci

: 100%

inci: 95%
inci: 67%
inci: 51%
Pengotor (lempung, garam dan abu): 32,8%
Karbonat: 0%
Bobot isi ruah: 480 kg/cm3
Graviti spesifik: 0.80
Peresapan air: 44.0% berat kering
Nilai agregat impact (0.5 3/8 inci): 56.0%

Nilai abrasi agregat (0.5 3/8 inci): 212.0


Indeks falkiness: 5.4
Indeks elongation: 3.6

Tipe Turki
SiO2: 67,80% - 72,50%
Al2O3: 12,59% - 14,00%
Fe2O3: 0,90% - 3,00%
MgO: 0,13% - 0,26%
CaO: 0,80% - 1,50%
Na2O: 3,40% - 3,62%
K2O: 4,30% - 4,71%
Hilang pijar: 4% - 5%

Tipe Yunani
SiO2: 70,55%
Al2O3: 12,24%
Fe2O3: 0,89%
MgO: 0,10%
CaO: 2,36%
Na2O: 3,49%
K2O: 4,21%
SO3: 0,03%
Unsur lainnya: 0,62%

Hilang pijar: 5,51%


Bobot isi ruah kering: 0,6 0,72 ton/m3
Ukuran butir: s.d. 8 mm
Perkembangan Pemasokan, Permintaan dan Harga
Didasarkan pada kaidah keseimbangan pemasokan dan permintaan,
pemasokan terdiri atas produksi, impor dan stok pada tahun sebelumnya,
sedangkan permintaan terdiri atas konsumsi, ekspor dan stok pada tahun
bersangkutan. Oleh karena data stok baik pada tahun sebelumnya maupun
padatahun bersangkutan tidak/sulit diperoleh, maka dalam evaluasi dan analisis
perkembangan pemasokan dan permintaan batu apung di Indonesia, selama
periode 1985 1991 ini diasumsikan nol.
Pemasokan Batu Apung
Perkembangan pemasokan batu apung indonesia dalam kurun waktu 1985 1991,
terus meningkat, sebagai berikut.
Produksi
Produksi batu apung indonesia berasal dari pulau Lombok, Nusa Tenggara
Barat (NTB) dan daerah lainnya seperti bali, Lpampung, Bengkulu dan Jawa
Barat. Dalam tahun-tahun terakhir ini, di daerah Ternate, Maluku, bau apung
sudah mulai dieksploitasi.
Perkembangan produksi batu apung indonesia, selama periode 1985
1991, secara keseluruhan menunjukkan kecenderungan meningkat, yaitu dari
3.091 ton pada tahun 1985 menjadi 127.401 ton pada tahun 1988, kemudian
meningkat lagi pada tahun 172.554 ton pada tahun 1991. Produksi tertinggi
tercapai pada tahun 1990 sebesar 185.461 ton, yang berarti juga telah tejadi
penurunan di tahun 1991 sebesar 6,96%. Laju pertumbuhan produksi selama
periode tersebut (lima tahun) terakhir adalah 16,78% per tahun

Di daerah Lombok, batu apung tercatat mulai di produksi tahu 1987, yaitu
sebesar 23.936 ton, dan terus meningkat hingga menjadi 138.661 ton pada tahun
1990 (Tabel 2). Produksi pada tahun 1991, berdasarkan kuota dari pemerintah
terhadap asosiasi batu apung di daerah tersebut, sebanyak 125 ton. Dalam tiga
tahun terakhir konstribusi rata-rata produksi batu apung dari lombok, NTB,
terhadap seluruh produksi batu apung indonesia adalah sekitar 70%.
Tabel 2. Produksi Batu Apung Indonesia

1985
1986
1987

Produksi (ton)
Daerah
NTB
lainnya
Tt
3.091
Tt
12.361
23.963 73.848

1988

51.290

Tahun

1989
1990
1991

100.00
0
138.66
1
125.00

76.332
64.322
46.800

Jumlah
3.091
17.361
97.811
127.60
2
164.111
185.46
1
172.55

47.554
0
4
Sumber: Dinas Pertambangan NTB dan survei PPTM 1991/92, diolah kembali.
Jumlah perusahaan pertambangan batu apung di daerah lombok yang
memiliki SIPD eksploitasi sampai dengan tahun 1991 dan masih aktif, hanya
sebanyak lima buah. Sedangkan yang lainnya merupakan perusahaan-perusahaan
dengan SIPD prosesing dan penjualan.
Produksi batu apung dari daerah Bengkulu, Lampung dan Jawa Barat, sudah
dimulai sejak sebelum tahun 1985. Meskipun pada tahun 1989 dan 1990 terjadi
penurunan produksi, tetapi selama kurun waktu 1985 1991, perkembangan
produksi

batu

apung

dari

daerah-daerah

tersebut

masih

menunjukkan

kecenderungan meningkat. Kenaikan kembali produksi pada tahun 1991,


disebabkan oleh mulai diproduksinya kembali dari daerah Ternate.
Impor Batu Apung

Selama kurun waktu 1985 1991, Indonesia mengimpor batu apung hanya
dalam jumlah kecil, yaitu dari Jepang dan Taiwan. Pada tahun 1985 dan 1987
tidak tercatat adanya impor batu apung.
Impor batu apung pada tahun 1986 dan 1988 masing-masing berjumlah
hanya 3 ton dan satu ton. Akan tetapi, impor batu apung mulai meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1989, tahun 1990, dan pada
tahun 1991 masing-masing sebesar 259 ton senilai 88.725 dolar AS, 153 ton
senilai 49.106 dolar AS dan 294 ton senilai 131.502 dolar AS (Tabel 3).
Tabel 3. Impor Batu Apung Indonesia
Tahun

Tonase
(ton)
3

Nilai (AS $)

1985
1986
4.763
1987
1988
1
2.249
1989
259
88.725
1990
153
49.106
1991
294
131.502
Sumber : Statistik Perdaganan, Impor, BPS
Permintaan Batu Apung
Permintaan batu apung Indonesia yang terdiri atas konsumsi di dalm
negeri dan ekspor selama periode 1985 1991 cenderung terus meningkat sebagai
berikut:
Konsumsi
Di Indonesia, batu apung digunakan untuk pembuatan agregat ringat
seperti genteng, bata, gorong-gorong untuk pondasi rumah, dan stonewashing di
industri jean. Konsumsi batu apung di dalam negeri selam kurun waktu 1985
1991, ternyata telah menunjukkan peningkatan yang berarti. Pemenuhan
kebutuhan batu apung tersebut, lebih dari 98% dipenuhi dari produksi dalam
negeri sendiri, yaitu antara 10 20% dari tingkat produksi.

Laju pertumbuhan konsumsi dari lima tahun terakhir adalah 48,59%.


Konsumsi pada tahun 1985 hanya sebanyak 697 ton, pada tahun 1988 meningkat
menjadi 17,891 ton, hingga pada tahun 1991 mencapai 49,917 ton (Tabel 4).
Tabel 4. Konsumsi Batu Apung Indonesia
Tahun
Tonase (ton)
1985
697
1986
1.739
1987
12.178
1988
17.891
1989
26.670
1990
55.668
1991
49.917
Sumber : Survei PPTM, diolah kembali
Penggunaan batu apung di dalam negeri, baik sebagai bahan baku utama
maupun penolong, diantaranya adalaha industri bahan konstruksi seperti genteng,
bata bangunan, dan untuk pondasi rumah terutama di daerah yang memiliki
potensi batu apung. Industr lainnya yang mengunakan batu apung adalah industri
jean (tekstil, keramik, gerabah), patung, dan barang-barang seni lainnya.
Ekspor
Sebagian besar (95%) ekspor batu apung indonesia ditujukan ke
Hongkong, Thailand, Taiwan, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia dan Korea
Selatan, sedangkan sisanya ke negara-negara di Asia Timur, India, Bangladesh,
Oman, dan lain-lain. Ukuran batu apung yang di ekspor ada tiga jenis yaitu 2/3
inci, inci dan 5/8 inci. Jumlah ekspor setiap tahunnya sekitar 80 90% dari
total batu apung yang diproduksi.
Perkembangan sektor batu apung indonesia, selama kurun waktu 1985
1991, meskipun sedikit telah berfluktasi, dapat dikatakan tetap menunjukkan
peningkatan, dan dalam lima tahun terakhir kenaikannya rata-rata 14,96% per
tahun. Pada tahun 1985 ekspor batu apung hanya sebanyak 2.787 ton, pada tahun
1988 menjadi 88.787 ton, dan pada tahun 1991 meningkat lagi menjadi 106.161
ton. Ekspor tertinggi dicapai pada tahun 1989, yaitu sebanyak 119.082 ton. Jika

dibandingkan dengan tahun 1989, ekspor tahin 1991 menurun sekitar 10,85%,
tetapi meningkat sebesart 1,28% dibandingkan ekspor tahun 1990 (Tabel 5).
Tabel 5. Ekspor Batu Apung Indonesia
Tahun
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991

Tonase (ton)
Nilai (AS $)
2.787
321.404
15.626
1.863.752
73.759
8.683.463
88.787
9.360.696
119.082
13.857.259
104.402
14.373.400
106.161
14.413.440
Sumber : Biro Pusat Statistik

Harga Batu Apung Indonesia


Harga batu apung Indonesia (harga berlaku) dalam kurun waktu 19841991, dan dihitung berdasarkan volume dan nilai ekspor, ternyata berfluktasi,
tetapi menunjukkan kenaikan rata-ratasebesar 3,16% per tahun harga dinyatakan
dalam dolar AS, sedangkan jika dalam rupiah, kenaikannya lebih besar , yaitu
13,84%.
Perbedaan ini disebabkan oleh perubahan nilai tukan AS terhadap rupiah
dalam setiap tahunnya, yang ternyata semakin tinggi. Pada tahun 1985 harga batu
apung per ton adalah 115,32 dolar AS, kemudian menurun menjadi 105,43 dolar
AS pada tahun 1988, dan naik kembali menjadi 135,77 dolar AS pada tahun 1991.
Lain halnya jika dalam rupiah, harga pada tahun 1985 adalah Rp 128.582,00 per
ton. Pada tahun 1988 meningkat menjadi Rp 178.388,00 per ton, dan pada tahun
1991 terus meningkat hingga mencapai Rp 270.455,00 per ton (Tabel 6)
Tabel 6. Harga Batu Apung Indonesia
Tahun
1985
1986
1987
1988
1989

Harga per ton *)


Dolar AS
Rupiah
115,32
128.582,00
119,27
153.023,00
117,72
194.238,00
105,43
178.388,00
116,37
206.790,00

1990
1991
Sumber

137,67
254.690,00
135,77
270.454,00
: Biro Pusat Statistik, diolah kembali

Keterangan : *) Harga batu apung (harga berlaku) dihitung melalui volume dan
nilai ekspor
Prospek Batu Apung
Untuk dapat melihat prospek industri pertambangan batu apung Indonesia
di masa mendatang, perlu ditinjau/dianalisis beberapa faktor atau aspek yang
berpengaruh, baik yang mendukung maupun hambatan-hambatannya. Oleh karena
data yang diperoleh sangat terbatas, analisis hanya dilakukan secara kualitatif.
Disamping itu, akan dibuat juga proyeksi untuk tahun 2000.
Aspek-aspek yang Berpengaruh
Perkembangan industri pertambangan batu apung di Indonesia, baik yang sudah,
sedang, ataupun yang akan datang, diantaranya dipengaruhi oleh aspek-aspek
berikut; potensi, kebijaksanaan pemerintah, permintaan di dalam dan di luar
negeri, harga, subsitusi, dan aspek lainnya, seperti tumpang tindih lahan, jarak
transportasi dan informasi potensi dan teknologi pemanfaatan.
Ketersedian Potensi
Potensi batu apung Indonesia yang tersebar di daerah Bengkulu, Lampung, dan
Jawa Barat, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Ternate, belum dapat
diketahui secara pasti. Tetapi diperkirakan memiliki cadangan lebih dari 12 juta
m3. Menurut Dinas Pertambangan Provinsi NTB, potensi endapan batu apung
terbesar terdapat di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan cadangannya
diperkirakan lebih dari 7 juta m3.
Apabila dilihat dari tingkat produksi sekarang, yaitu sekitar 175.00 ton per tahun,
potensi batu apung di Indonesia baru habis lebih dari 40 tahun. Namun, eksplorasi
dan inventaris endapan batu apung di daerah- daerah tersebut diatas perlu di
tingkatkan ke eksplorasi yang lebih detail, sehingga jumlah cadangan dan
kualitasnya dapat diketahui dengan pasti.

Kebijaksanaan Pemerintah
Aspek yang tidak kalah pentingnya bagi industri pertambangan adalah
kebijaksanaan pemerintah, antara lain perencanaan eksplor di luar minyak dan gas
sejak Pelita IV, deregulasi di bidang ekspor, dan peningkatan pemanfaatan sumber
daya alam. Kebijaksanaan tersebut pada dasarnya merupakan dorongan bagi
eksportir dan para pengusaha untuk menanamkan investasinya, yang diantaranya
adalah industri pertambangan batu apung.
Namun, agar kebijaksanaan pemerintah tersebut lebih berhasil, bagi industri
pertambangan batu apung, masih perlu disertai dengan kemudahan dalam
perizinan dan bantuan teknis baik eksplorasi maupun eksploitasi, serta informasi
tentang potensi; terutama untuk pengusaha golongan ekonomi lemah.
Faktor Permintaan
Dengan meningkatanya sektor konstruksi dan industri pemakai batu apung di
dalam negeri, di negara-negara maju dan negara-negara berkembang lainnya,
permintaan akan batu apung telah semakin meningkat.
Di sektor konstruksi, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk di dalam
negeri, kebutuhan perumahan pun terus meningkat, yang sudah barang tentu
pemakaian barang konstruksi akan naik. Untuk daerah yang dekat dengan lokasi
keterdapatan batu apung, dan sukar mendapatkan batu bata dan genteng yang
terbuatb dari tanah merah, serta batu untuk pondasi, maka batu apung dapat di
gunakan untuk mengganti bahan konstruksi tersebut.
Dalam tahuntahun terakhir ini pemakaian batu apung untuk agregat ringan, yaitu
genteng sudah dilakukan oleh satu perusahaan bahan bangunan di Bogor, Jawa
Barat, dan menghasilkan produksi genteng yang lebih ringan serta kuat. Di
negara-negara maju penggunaan bahan konstruksi yang ringan dan tahan api
untuk pembangunan gedung dan perumahan semakin di utamakan. Dalam hal ini,
pemakaian batu apung sangat sesuai karena selain ringan juga mudah
penanganannya, yaitu di bentuk menjadi agregat dengan ukuran sebagaimana
yang

di

inginkan

sehingga

mempermudah

dan

mempercepat

proses

pembangunannya. Demikian juga dinegara-negara berkembang, penggunaan batu


apung untuk pembangunan perumahan yang mudah dan murah serta aman mulai
banyak dilakukan.
Semakin meingkat dari masyarakat terhadap pemakaian dari bahan tekstil jenis
jean, baik di dalam maupun luar negeri telah memacu industri tekstil jenis jean
untuk berproduksi secara besar-besaran, sehingga pemakaian batu apung sebagai
stonewashing trus meningkat. Karena adanya kelebihan dari sifat batu apung
dengan menggunakan bahan galian lainnya seperti batu apung dibandingkan
dengan menggunakan bahan galian lainnya seperti bentonit, zeolit atau kaolin, di
negara-negara maju, pemakaian batu apung sebagai filter dalam industri peptisida,
mulai menunjukkan peningkatan. Jika menggunakan batu apung peptisida tidak
akan tenggelam di dalam air, sehingga kerjaanya akan relatif lebih efektif
dibandingkan menggunakan bentonit atau kaolin, peptisida tersebut akan cepat
tenggelam dan kurang efektif.
Keadan tersebut diatas terbukti dari tingkat permintaan (konsumsi atau ekspor)
batu apung yang hampir setiap tahunnya terus meningkat. Dalam industri keramik
jenis gerabah, pemakaian batu apung akan meningkatkan kualitas keramik, yaitu
lebih ringan dan lebih kuat. Namun, pemakaian batu apung untuk bahan keramik
didalam negeri sampai saat ini belum banyak berkembang dan masih di lakukan
penelitian.
Faktor Harga
Struktur atau tata niaga yang berlaku pada batu apung sekarang ini, masih kurang
menguntungkan para pengusaha tambang batu apung. Sebagai contoh, di daerah
Nusa Tenggara Barat, pada tahun 1991 harga batu apung di lokasi tambang
berkisar antara Rp 450 Rp 500,00 per karung, dan di tempat prosesing sekitar
Rp 700,00 per karung. Jika selesai di proses akan menghasilkan batu apung
sekitar 30 kg/karung. Sementara itu, harga batu apung yang di ekspor, jika
dihitung dari nilai dan volume yang di ekspor tahun 1991 diperoleh harga sebesar
Rp 270,50 per kg. Jika harga tersebut di asumsikan sebagai harga sampai negara
tujuan ekspor, ongkos transportasi, pajak, dan asuransi, serta ongkos-ongkos

lainnya sebesar 40% dari harga tersebut di atas, maka harga jual batu apung di
tempat eksportir sekitar Rp 165,00 per kg, atau Rp 4.950,00 per 30 kg.
Dengan demikian jelas sekali bahwa harga batu apung dilokasi tambang sangat
rendah. Dengan kata lain tata niaga batu apung di Indonesia, cenderung lebih
banyak menguntungkan pihak eksportir, di bandingkan dengan pengusaha
tambangnya sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya perombakan dalam tata niaga
batu apung sedemikian rupa, yang dapat lebih mendukung peningkatan industri
pertambangan batu apung, serta tetap menguntungkan semua pihak.
Subsitusi
Dalam penggunaannya batu apung dapat disubsitusi dengan material lain. Di
sektor industri konstruksi, batu apung dapat di ganti oleh kaolin dan felspar
sebagai salah satu bahan baku genteng, saluran air (gorong-gorong). Untuk
dinding bangunan, penggunaan batu apung mendapat persaingan dari bata merah,
asbes, kayu papan, dan sebagainnya. Di sektor industri, serta sebagai bahan baku
di industri keramik, dapat di subsitusi dengan bentonit, kaolin, felspar, dan zeolit,
yang cnderung lebih mudah untuk didapatkan.
Aspek Lainnya
Aspek lainnya yang dapat berpengaruh terhadap sektor pertambangan, khususnya
pertambangan batu apung, adalah :
Masalah tumpang tindih lahan
Pada kenyataanya, banyak potensi batu apung yang terdapat di kawasan
perkebunan, kehutanan (hutan lindung dan cagar alam), dan kawasan lainnya,
sehingga terjadi benturan kepentingan, yang akhirnya cenderung potensi batu
apung tersebut tidak dapat dimanfaatkan/diusahakan.
Masalah transportasi
Meskipun harga batu apung ini relatif lebih murah, tetapi karena jarak transportasi
dari lokasi terdapatnya batu apung dengan industri-industri pemakaianya cukup

jauh, maka industi-industri cenderung menggunakan bahan galian industri lainnya


(subsitusinya).
Informasi potensi dan teknologi pemanfaatan
Pada dasarnya, banyak investor yang berminat terhadap industri pertambangan
batu apung. Akan tetapi, karena masih kurangnya informasi tentang data potensi
yang lebih akurat, maka para investor tersebut tidak melanjutkan niatnya.
Demikian juga halnya, penelitian dan informasi tentang teknologi pemanfaatan
batu apung di industri hilir pemakainya, di dalam negeri dirasakan masih perlu di
tingkatkan lagi, agar dapat menunjang pengembangan industri batu apung di masa
mendatang.
Prospek Batu Apung Indonesia
Berdasarkan analisis perkembangan selama periode 1985 1991 dan aspek-aspek
yang mempengaruhinnya, prospek industri pertambangan batu apung di Indonesia
di masa mendatang (sampai tahun 2000) di perkirakan cukup baik.
Pemasokan
Walaupun ada subsitusi dari material lain bagi batu apung dan pemanfaatannya di
sektor industri di dalam negeri yang belum berkembang, jika dilihat dari sisi
potensi yang cukup besar, terus meningkatnya permintaan dari luar negeri, serta
kebijaksanaan pemerintah dalam ekspor yang lebih luwes, diperkirakan sisi
pemasokan, yaitu produksi dan impor batu apung, akan terus menigkat.
Produksi
Produksi batu apung di masa datang cenderung akan lebih di pengaruhi oleh
perkembangan ekonomi di dalam negeri sendiri. Oleh karena itu, untuk proyeksi
dihgunakan laju pertumbuhan pendapatan domestik bruto (GDP) per tahun; antar
lain 3% (proyeksi rendah), 5% (proyeksi sedang), 7% (proyeksi tinggi), maka
produksi batu apung pada tahun 2000 diperkirakan mencapai antara 225.100
317.230 ton (Tabel 7).
Tabel 7. Proyeksi Produksi Batu Apung Indonesia Tahun 1997 dan 2000

Produksi pada Proyeksi Produksi (ton)


LP
1997
Tahun 1991
Rendah
194.200

172.554

2000
225.100

(3,00%)
Sedang

209.740

267.680

(5,00%)
Tinggi

225.100

317.230

(7,00%)
Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun.
Import
Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi, di masa datang pengolahan
batu apung di dalam negeri di perkirakan semakin maju, dan sudah dapat
meghasilkan produk dengan spesifikasi sebagaimana dibutuhkan oleh industri
pemakainya. Dengan demikian, impor batu apung yang semula timbul sebagai
akibat kualitasnya tidak dapat memenuhi permintaan industri hilir tersebut, kini
dapat di pasok di dalam negeri sendiri. Dengan demikian, pada tahun 200 impor
batu apung tidak ada lagi.
Permintaan
Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dengan bahan konstruksi
yang lebih ringan, aman, dan mudah penanganannya, serta meningkatnya
kemajuan teknologi pemanfaatan batu apung di sektor industri maka permintaan
batu apung baik di dalam maupun di luar negeri di perkitrakan akan terus
meningkat.
Konsumsi
Konsumsi batu apung di dalam negeri beberapa tahun terakhir ini menunjukkan
peningkatan, terutama di sektor konstruksi. Di masa yang akan datang pun
konstruksi batu apung di perkirakan terus meningkat. Untuk proyeksinya di hitung
dengan laju pertumbuhan GDP 3%, 5%, dan 7%, maka di dapat konsumsi batu
apung di dalam negeri pada tahun 2000, antara 65.130 91.770 ton (Tabel 8).
Tabel 8. Proyeksi Konsumsi Batu Apung Indonesia Tahun 1997 2000

Produksi
Tahun 1991

pada Proyeksi Produksi (ton)


LP
1997

49.917

2000

Rendah

56.180

65.130

(3,00%)
Sedang

60.670

77.440

(5,00%)
Tinggi

65.430

91.770

(7,00%)
Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun
Ekspor
Proyeksi ekspor untuk pemenuhan permintaan negara-nagara lain, pada tahun
2000 di perkirakan mencapai jumlah anatar 184.770 369.390 ton. (Tabel 9).
Tabel 9. Proyeksi Ekspor Batu Apung Indonesia Tahun 1997 dan 2000
Produksi

pada Proyeksi Produksi (ton)


LP
1997
Tahun 1991
Rendah
119.480

2000
138.510

(3,00%)
Sedang

139.150

164.690

(5,00%)
Tinggi

184.770

369.390

106.161

(7,00%)
Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun
Berdasarkan hasil evaluasi dan analisis tentang perkembangan batu apung
selama periode tahun 1985 1991, beserta aspek-aspek yang mempengaruhinnya,
dapat di tarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :
Kesimpulan
Batu apung adalh jenih bahan galian industri yang dihasilkan dari letusan
gunung api, mempunyai struktur seluler, bobot isi ruahnya rendah, dan
mengandung gelembung yang berdinding gelas, serta sering disebut juga sebagai
batuan vulkanik gelas.

Batu apung banyak digunakan untuk bahan konstruksi, yaitu agregat


ringan seperti genteng, pipa saluran air, dinding kedap suara dan lain-lain.
Sedangkan

disektor

industri

digunakan

sebagai

bahan

abrasif

dan

pemoles/pengkilap (polishing) di industri logam dan kulit, bahan pembersih kaca,


bahan pengisi (filler) dan pelapis (coating) di industri cat, odol, dan kosmetik,
serta sebagai chemical carrier di industri kimia.
Indonesia memiliki potensi endapan batu apung yang cukup besar, yaitu
lebih dari 10 juta m3, tersebar di Bengkulu, Jambi, Lampung, Jawa Barat,
Yogyakarta, Bali, Lombok, Ternate dan Tidore. Potensi yang sudah di usahakan
adalah di daerah Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Pulau Lombok, dan Ternate.
Perkembangan pemasokan dan permintaan batu apung Indonesia dalam kurun
waktu 1985 1991, cenderung meningkat. Produksi batu apung meningkat
16,78% per tahun, konsumsi 48,59% per tahun, dan ekspor sekitar 14,67% per
tahun. Impor batu apung selama kurun waktu tersebut masih sangat kecil, yaitu
hanya 294 ton pada tahun 1991. Sedangkan harga batu apung rata-rata, meningkat
3,16% per tahun, dan pada tahun 1991 mencapai angka Rp 270.454,00 per ton
atau Rp 270,00 per kg.
Prospek industri pertambangan batu apung di masa datang diperkirakan
baik, yaitu pada tahun 2000 proyeksi produksi antara 225.100 317.230 ton,
konsumsi di dalam negeri antara 65.130 91.770 ton, dan ekspor mencapai angka
138.510 369.390 ton. Sementara itu batu apung yang semula di impor
diharapkan sudah dapat dipenuhi didalam negeri sendiri.
Dilihat dari sisi proyeksi pemasokan dan permintaan, sampai tahun 2000
peluang pengusahaan di industri pertambangan batu apung, masih cukup terbuka.
Saran
Untuk meningkatkan industri pertambangan batu apung di Indonesia,
maka perlu dilakukan inventarisasi dan eksplorasi bahan galian tersebut dengan
lebih lengkap, agar dapat menari minat investor untuk menanamkan uangnya di
industri pertambangan tersebut.

Penelitian dan informasi teknologi pemanfaatan batu apung di semua


sektor atau bidang, perlu ditingkatkan lagi.
Peran serta pemerintah untuk pengembangan industri batu apung sangat di
perlukan, antara lain bantuan eksplorasi, kemudahan perizinan eksplorasi dan
eksploitasi, dan bantuan penelitian teknologi pemanfaatan batu apung.
DAFTAR PUSTAKA
Appleyard, F.C., Industrial Minerals and Rocks (Construction Materials).
Mesinger A.C., Pumice and Pumicite (Mineral Fact and Problems) Bureau of
Mines, Buletin, United State, Departement of Interior, 1985.
Michele B. Mc., Pumice Market (Volcanic Rise of Stone-washing), Industrial
minerals, Buletin, Departement of Interior, 1990.
Peterson N.V. and Mason R.S., Pumice,Pumicite, and Volcanic Cider, Industrial
Minerals and Rocks.
Wiss L.N., Mineral Processing Handbook, (Pumice), Society of Mining
Engineers, American Institut of Mining, Metallurgical, and Petroleum Engineers
Inc., New York, 1985.
_________, Statistik Industri, Biro Pusat Statistik, Jakrata, 1980 1988.
_________, Statistik Perdagangan Luar Negeri, Ekspor & Impor, Biro Pusat
Statistik, 1980 1988.
_________, Laporan Tahunan Kegiatan Pertambangan, Direktorat Teknik
Pertambangan Umum, Jakarta.
_________, Informasi Teknologi Keramik dan Gelas, Laporan hasil penelitian,
LIPI, Jakarta.
_________, Peningkatan Mutu Body Keramik Plered dengan Bahan Tambah,
Brosur, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Balai Besar Industri
Keramik, Departemen Perindustrian, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai