LATAR BELAKANG
Batu apung atau pumice merupakan salah satu bahan galian industri atau
golongan C, yang cukup mempunyai peranan berarti di sektor konstruksi dan
sektor industri, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai bahan baku
penolong.
Di alam, batu apung yang terbentuk hasil letusan gunung berapi, umumnya
berupa fragmen-fragmen dalam batuan breksi, termasuk jenis batuan alumunium
silikat bersifat gelas (glassy), berstuktur celular, serta mempunyai densitih ruah,
(bulk density) yang rendah. Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan
asal terbentuknya sama dengan batu apung adalah pumicit, volkanik cinder, dan
scoria.
Peranan sektor kontruksi dan industri terutama di negara-negara maju,
telah menunjukkan peningkatan yang berarti; dan hal itu telah mengakibatkan segi
permintaan akan batu apung indonesia pada akhir-akhir ini terus meningkat. Dari
segi pemasokan, produksi batu apung indonesia sebagian besar berasal dari daerah
Nusa Tenggara Barat, dan sisanya dari daerah Ternate, Pulau Jawa dan lainlainnya. Sementara itu impor batu apung dapat dikatakan tidak ada, atau untuk
kebutuhan di dalam negeri sudah terpenuhi.
Untuk mengetahui sampai mana perilaku dan perkembangan dari segi
pemasokan, permintaan dan harga batu apung, beserta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perkembangan tersebut maka akan dilakukan evaluasi dan
analisisnya, serta membuat perkiraan di masa mendatang (prospek). Metode
analisis yang digunakan adalah dengan melakukan penelaahan secara kualitatif,
dan dengan menggunakan serial data tahun 1985 sampai tahun 1993.
umumnya terdapat sebagai lelehan atau aliran permukaan, bahan lepas atau
fragmen dalam breksi gunung api.
Batu apung dapat pula dibuat dengan cara memanaskan obsidian, sehingga
gasnya keluar. Pemanasan yang dilakukan pada obsidian dari Krakatau, suhu yang
diperlukan untuk mengubah obsidian menjadi batu apung rata-rata 880oC. Berat
jenis obsidian yang semula 2,36 turun menjadi 0,416 sesudah perlakuan tersebut
oleh sebab itu mengapung di dalam air. Batu apung ini mempunyai sifat hydraulis.
Pumice berwarna putih abu-abu, kekuningan sampai merah, tekstur
vesikular dengan ukuran lubang, yang bervariasi hubungannya baik berhubungan
satu sama lain atau tidak struktur skorious dengan lubang yang terorientasi.
Kadang-kadang lubang tersebut terisi oleh zeolit/kalsit. Batu ini tahan terhadap
pembekuan embun (frost), tidak begitu higroskopis (mengisap air). Mempunyai
sifat pengantar panas yang rendah. Kekuatan tekanan antara 30 20 kg/cm2.
Komposisi utama mineral silikat amorf.
Didasarkan pada cara pembentukan (desposisi), dristibusi ukuran parktikel
(fragmen) dan material asalnya, endapan batu apung diklasifikasikan sebagai
berikut :
Sub-areal
Sub-aqueous
New ardante; yaitu endapan yang dibentuk oleh pergerakan keluar secara
horizontal dari gas dalam lava, yang mengahsilakan campuran fragmen
akan mempunya endapan batu apung yang ekonomis. Umur geologi dari endapanendapan ini antara Tersier sampai sekarang. Gunung api yang aktif selama umur
geologi tersebut antara lain pada jalur pinggiran laut Pasifik dan jalur yang
mengarah dari laut Mediteran ke pegunungan Himalaya kemudian ke India Timur.
Batuan yang sejenis dengan batu apung lainnya adalah pumicit dan
vulkanik cinder. Pumicit mempunyai komposisi kimia, asal pembentukan dan
struktur gelas yang sama dengan batu apung. Perbedaanyahanya pada ukuran
partikel, yaitu diameternya lebih kecil dari ), 16 inci. Batu apung ditemukan relatif
dekat dengan tempat asalnya, sedangkan pumicit sudah ditransportasi oleh
angindengan jarak yang cukup jauh, dan terendapkan berupa akumulasi abu
berukuran halus atau sebagai sedimen tufa.
Vulkanik cinder mempunyai fragmen vesikular berwarna kemerahan
sampai hitam, yang tertumpuk selama erupsi batuan basaltik dari letusan gunung
api. Sebagian besar endapan cinder kedapatan sebagai fragmen-fragmen
perlapisan yang berbentuk kerucut dengan diameter antara 1 inci sampai beberapa
inci.
Potensi
Di indonesia, keterdapatan batu apung selalu berkaitan dengan rangkaian
gunung api berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebarannya meliputi daerah
Serang dan Sukabumi (Jawa Barat), pulau Lombok (NTB) dan pulau Ternate
(Maluku).
Potensi endapan batu apung yang mempunyai arti ekonomis dan
cadangannya sangat besar adalah di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, pulau
Ternate, Maluku. Jumlah cadangan yang terukur di daerah tersebut diperkirakan
lebih dari 10 juta ton. Di daerah Lombok, eksploitasi batu apung sudah dilakukan
sejak lima tahun yang lalu, sedangkan Ternate pengusahaannya baru dilakukan
tahun 1991.
Sifat-sifat kimia batu apung adalah :
Komposisi kimianya:
SiO2
: 60,00 75,00 %
Al2O3
: 12,00 15,00 %
Fe2O3
: 0,90 4,00 %
Na2O
: 2,00 5,00 %
K2O
: 2,00 4,00 %
MgO
: 1,00 2,00 %
CaO
: 1,00 2,00 %
Tempat Diketemukan
Keterdapatan batu apung Indonesia selalu berkaitan dengan rangkaian
gunung api Kuarter sampai Tersier Awal. Tempat dimana batu apung didapatkan
antara lain :
Formasi Kasai).
Lampung : sekitar kepulauan Krakatau terutama di P. Panjang (sebagai
Bogor.
Daerah Istimewa Yogyakarta: Kulon Progo pada Formasi Andesit Tua.
Nusa Tenggara Barat : Lendangnangka, Jurit, Rempung, Pringgesela (tebal
singkapan 2 5 m sebaran 1000 Ha); Masbagik Utara Kec. Masbagik Kab.
Lombok Timur (tebal singkapan 2 5 m sebaran 1000 Ha); Kopang,
Mantang Kec. Batukilang Kab. Lombok Barat (telah dimanfaatkan untuk
batako sebaran 3000 Ha); Narimaga Kec. Rembiga Kab. Lombok Barat
6,4 16,98%).
Nusa Tenggara Timur: Tanah Beak, Kec. Baturliang Kab. Lombok Tengah
(dimanfaatkan sebagai campuran beton ringan dan filter).
Eksplorasi
Penelusuran ke terdapatan endapan batu apung dilakukan dengan
mempelajari struktur geologi batuan di daerah sekitar jalur gunung api, antara lain
dengan mencari singkapan-singkapan, dengan geolistrik, atau dengan melakukan
pemboran den pembuatan bebrappa sumur uji. Selanjutnya dibuat peta topografi
daerah yang sekitarnya terdapat endapan batu apung dengan skala besar guna
melakukan eksplorasi detail. Eksplorasi detail dilakukan guna untuk mengetahui
kualitas dan kuatitas cadangan dengan lebih pasti. Metode eksplorasi yang
digunakan di antaranya dengan pemboran (bor tangan atau bor mesin) atau
pembuatan sumur uji.
Dalam menentukan metode mana yang akan dipakai, harus dilihat kondisi
dari lokasi yang akan dieksplorasi, yaitu didasarkan pada peta topografi yang
dibuat pada tahap penelusuran (prospeksi). Metode eksplorasi yang dilakukan
dengan cara pembuatan sumur uji, pola yang digunakan adalah empat persegi
panjang (dapat pula dengan bentuk bujur sangkar) dengan jarak dari sattu
titik/sumur uji ke sumur uji berikutnya antara 25 50 m. Peralatan yang dipakai
dalam pembuatan sumur uji diantaranya adalah; cangkul, linggis, belincong,
ember, tali.
(screen).
Pengeringan (drying); jika material dari tambang banyak mengandung air,
maka perlu dilakukan pengeringan, antar lain dengan menggunakan rotary
dryer.
KEGUNAAN
Batu apung lebih banyak di gunakan di sektor konstruksi dibandingkan
sektor industri.
Sektor Konstruksi
Di sektor konstruksi, batu apung banyak dimanfaatkan untuk pembuatan
agregat ringan dan beton agregat ringan karena mempunyai karakteristik yang
sangat menguntungkan; yaitu ringan dan kedap suara (high in-sulation). Berat
spesifik batu apung sebesar 650 kg/cm3 sebanding dengan bata biasa seberat
1.800 2.000 kg/cm3. Dari batu apung, lebih mudah dibuat blok-blok yang
berukuran besar, sehingga dapat mengurangi plesteran. Kelebihan lain dari
penggunaan batu apung dalam pembuatan agregat adalah tahan terhadap api,
kondensi, jamur dan panas, serta cocok untuk akustik.
Spesifikasi batu apung dalam pembuatan agregat dan beton agregat ringan adalah
sebagai berikut :
digunakan untuk fondasi jalan, bahan baku genteng akustik, bahan tahan api dan
lain-lain.
Sektor Industri
Di sektor industri, batu apung digunakan sebagai bahan pengisi (filler),
pemoles atau penggosok (polishing), pembersih (cleaner), stonewashing, abrasif,
isolator temperatur tinggi dan lain-lain. Industri pengguna, fungsi, dan derjat
ukuran buti batu apung dapatdilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kegunaan Batu Apung di Sektor Industri
Industri
Cat
Kimia
Logam
plastik
Kegunaan
Derajat
Ukuran
Butir
Kasar
Kasar
Halus-kasar
Sangat halus
Kasar
Kasar
Halus-kasar
Sangat halus
Sangat
halus-
Pelapis nonskid
Cat sekat akustik
Bahan pengisi cat tekstur
Flattening agents
Media filtrasi
Chemical carrier
Pemicu korek api belerang
dan Pembersih dan pemoles
Vibratory and barrel finishing
sedang
Pressure blasting
Sedang
Electro-plating
Halus
Pembersih gelas/kaca
Sangat halus
Bubuk sabuk tangan
Sedang
Komponder
Pembersi gelas/kaca
Sangat halus
Kosmetik
dan Pemoles dan penambal gigi
Halus
Pemerata kulit
Bubuk cair
odol
Bahan penghapus
Sedang
Karet
Bahan cetakan
Sangat halus
Kulit
Untuk mengkilap
Sedang
Pemrosesan tabung TV
Halus
Pemolesan dan pengkilapan kaca tabung Halus
Kaca dan cermin TV
Bevel finishing
Sangat halus
Penghapus potongan kaca
Sangat halus
Elektronika
Pembersih papan sirkit
Sangat halus
Tembikar
Bahan pengisi
Halus
Keterangan : Kasar = 8 30 mesh; sedang = 30 100 mesh; halus = 100 200
mesh;
Sumber
sangat
halus
>
200
mesh
Beberapa contoh spesifikasi batu apung yang digunakan di sektor industri, adalah:
: maks. 5%
Zat terbang
: maks. 1%
: 69,80%
Al2O3
: 17,70%
Fe2O3
: 1,58%
MgO
: 0,53%
CaO
: 1,49%
Na2O
: 2,45%
K2O
: 4,17%
H2O
: 2,04%
Kadar air
: 21%
Kuat lentur
: 31,89 kg/cm2
: plastis
Komposisi bahan untuk keramik tembikar ini terdiri atas pumice, tanah
liat, dan kapur dengan perbandingan masing-masing 35%, 60% dan 5%.
Penggunaan batu apung ini, dimasudkan untuk mengurangi bobot dan
meningkatkan kualitas tembikar.
Disamping di sektor konstruksi dan industri, batu apung digunakan juga di
sektor pertanian, yaitu sebagai bahan adiktif dan subsitusi pada tanah pertanian.
Beberapa spesifikasi batu apung yang diperdagangkan oleh beberapa
produsen di dunia adalah sebagai berikut :
Tipe Itali :
SiO2: 70,90%
Al2O3: 12,76%
Fe2O3: 1,75%
Lolos saringan
0.5 inci
: 100%
inci: 95%
inci: 67%
inci: 51%
Pengotor (lempung, garam dan abu): 32,8%
Karbonat: 0%
Bobot isi ruah: 480 kg/cm3
Graviti spesifik: 0.80
Peresapan air: 44.0% berat kering
Nilai agregat impact (0.5 3/8 inci): 56.0%
Tipe Turki
SiO2: 67,80% - 72,50%
Al2O3: 12,59% - 14,00%
Fe2O3: 0,90% - 3,00%
MgO: 0,13% - 0,26%
CaO: 0,80% - 1,50%
Na2O: 3,40% - 3,62%
K2O: 4,30% - 4,71%
Hilang pijar: 4% - 5%
Tipe Yunani
SiO2: 70,55%
Al2O3: 12,24%
Fe2O3: 0,89%
MgO: 0,10%
CaO: 2,36%
Na2O: 3,49%
K2O: 4,21%
SO3: 0,03%
Unsur lainnya: 0,62%
Di daerah Lombok, batu apung tercatat mulai di produksi tahu 1987, yaitu
sebesar 23.936 ton, dan terus meningkat hingga menjadi 138.661 ton pada tahun
1990 (Tabel 2). Produksi pada tahun 1991, berdasarkan kuota dari pemerintah
terhadap asosiasi batu apung di daerah tersebut, sebanyak 125 ton. Dalam tiga
tahun terakhir konstribusi rata-rata produksi batu apung dari lombok, NTB,
terhadap seluruh produksi batu apung indonesia adalah sekitar 70%.
Tabel 2. Produksi Batu Apung Indonesia
1985
1986
1987
Produksi (ton)
Daerah
NTB
lainnya
Tt
3.091
Tt
12.361
23.963 73.848
1988
51.290
Tahun
1989
1990
1991
100.00
0
138.66
1
125.00
76.332
64.322
46.800
Jumlah
3.091
17.361
97.811
127.60
2
164.111
185.46
1
172.55
47.554
0
4
Sumber: Dinas Pertambangan NTB dan survei PPTM 1991/92, diolah kembali.
Jumlah perusahaan pertambangan batu apung di daerah lombok yang
memiliki SIPD eksploitasi sampai dengan tahun 1991 dan masih aktif, hanya
sebanyak lima buah. Sedangkan yang lainnya merupakan perusahaan-perusahaan
dengan SIPD prosesing dan penjualan.
Produksi batu apung dari daerah Bengkulu, Lampung dan Jawa Barat, sudah
dimulai sejak sebelum tahun 1985. Meskipun pada tahun 1989 dan 1990 terjadi
penurunan produksi, tetapi selama kurun waktu 1985 1991, perkembangan
produksi
batu
apung
dari
daerah-daerah
tersebut
masih
menunjukkan
Selama kurun waktu 1985 1991, Indonesia mengimpor batu apung hanya
dalam jumlah kecil, yaitu dari Jepang dan Taiwan. Pada tahun 1985 dan 1987
tidak tercatat adanya impor batu apung.
Impor batu apung pada tahun 1986 dan 1988 masing-masing berjumlah
hanya 3 ton dan satu ton. Akan tetapi, impor batu apung mulai meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1989, tahun 1990, dan pada
tahun 1991 masing-masing sebesar 259 ton senilai 88.725 dolar AS, 153 ton
senilai 49.106 dolar AS dan 294 ton senilai 131.502 dolar AS (Tabel 3).
Tabel 3. Impor Batu Apung Indonesia
Tahun
Tonase
(ton)
3
Nilai (AS $)
1985
1986
4.763
1987
1988
1
2.249
1989
259
88.725
1990
153
49.106
1991
294
131.502
Sumber : Statistik Perdaganan, Impor, BPS
Permintaan Batu Apung
Permintaan batu apung Indonesia yang terdiri atas konsumsi di dalm
negeri dan ekspor selama periode 1985 1991 cenderung terus meningkat sebagai
berikut:
Konsumsi
Di Indonesia, batu apung digunakan untuk pembuatan agregat ringat
seperti genteng, bata, gorong-gorong untuk pondasi rumah, dan stonewashing di
industri jean. Konsumsi batu apung di dalam negeri selam kurun waktu 1985
1991, ternyata telah menunjukkan peningkatan yang berarti. Pemenuhan
kebutuhan batu apung tersebut, lebih dari 98% dipenuhi dari produksi dalam
negeri sendiri, yaitu antara 10 20% dari tingkat produksi.
dibandingkan dengan tahun 1989, ekspor tahin 1991 menurun sekitar 10,85%,
tetapi meningkat sebesart 1,28% dibandingkan ekspor tahun 1990 (Tabel 5).
Tabel 5. Ekspor Batu Apung Indonesia
Tahun
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
Tonase (ton)
Nilai (AS $)
2.787
321.404
15.626
1.863.752
73.759
8.683.463
88.787
9.360.696
119.082
13.857.259
104.402
14.373.400
106.161
14.413.440
Sumber : Biro Pusat Statistik
1990
1991
Sumber
137,67
254.690,00
135,77
270.454,00
: Biro Pusat Statistik, diolah kembali
Keterangan : *) Harga batu apung (harga berlaku) dihitung melalui volume dan
nilai ekspor
Prospek Batu Apung
Untuk dapat melihat prospek industri pertambangan batu apung Indonesia
di masa mendatang, perlu ditinjau/dianalisis beberapa faktor atau aspek yang
berpengaruh, baik yang mendukung maupun hambatan-hambatannya. Oleh karena
data yang diperoleh sangat terbatas, analisis hanya dilakukan secara kualitatif.
Disamping itu, akan dibuat juga proyeksi untuk tahun 2000.
Aspek-aspek yang Berpengaruh
Perkembangan industri pertambangan batu apung di Indonesia, baik yang sudah,
sedang, ataupun yang akan datang, diantaranya dipengaruhi oleh aspek-aspek
berikut; potensi, kebijaksanaan pemerintah, permintaan di dalam dan di luar
negeri, harga, subsitusi, dan aspek lainnya, seperti tumpang tindih lahan, jarak
transportasi dan informasi potensi dan teknologi pemanfaatan.
Ketersedian Potensi
Potensi batu apung Indonesia yang tersebar di daerah Bengkulu, Lampung, dan
Jawa Barat, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Ternate, belum dapat
diketahui secara pasti. Tetapi diperkirakan memiliki cadangan lebih dari 12 juta
m3. Menurut Dinas Pertambangan Provinsi NTB, potensi endapan batu apung
terbesar terdapat di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan cadangannya
diperkirakan lebih dari 7 juta m3.
Apabila dilihat dari tingkat produksi sekarang, yaitu sekitar 175.00 ton per tahun,
potensi batu apung di Indonesia baru habis lebih dari 40 tahun. Namun, eksplorasi
dan inventaris endapan batu apung di daerah- daerah tersebut diatas perlu di
tingkatkan ke eksplorasi yang lebih detail, sehingga jumlah cadangan dan
kualitasnya dapat diketahui dengan pasti.
Kebijaksanaan Pemerintah
Aspek yang tidak kalah pentingnya bagi industri pertambangan adalah
kebijaksanaan pemerintah, antara lain perencanaan eksplor di luar minyak dan gas
sejak Pelita IV, deregulasi di bidang ekspor, dan peningkatan pemanfaatan sumber
daya alam. Kebijaksanaan tersebut pada dasarnya merupakan dorongan bagi
eksportir dan para pengusaha untuk menanamkan investasinya, yang diantaranya
adalah industri pertambangan batu apung.
Namun, agar kebijaksanaan pemerintah tersebut lebih berhasil, bagi industri
pertambangan batu apung, masih perlu disertai dengan kemudahan dalam
perizinan dan bantuan teknis baik eksplorasi maupun eksploitasi, serta informasi
tentang potensi; terutama untuk pengusaha golongan ekonomi lemah.
Faktor Permintaan
Dengan meningkatanya sektor konstruksi dan industri pemakai batu apung di
dalam negeri, di negara-negara maju dan negara-negara berkembang lainnya,
permintaan akan batu apung telah semakin meningkat.
Di sektor konstruksi, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk di dalam
negeri, kebutuhan perumahan pun terus meningkat, yang sudah barang tentu
pemakaian barang konstruksi akan naik. Untuk daerah yang dekat dengan lokasi
keterdapatan batu apung, dan sukar mendapatkan batu bata dan genteng yang
terbuatb dari tanah merah, serta batu untuk pondasi, maka batu apung dapat di
gunakan untuk mengganti bahan konstruksi tersebut.
Dalam tahuntahun terakhir ini pemakaian batu apung untuk agregat ringan, yaitu
genteng sudah dilakukan oleh satu perusahaan bahan bangunan di Bogor, Jawa
Barat, dan menghasilkan produksi genteng yang lebih ringan serta kuat. Di
negara-negara maju penggunaan bahan konstruksi yang ringan dan tahan api
untuk pembangunan gedung dan perumahan semakin di utamakan. Dalam hal ini,
pemakaian batu apung sangat sesuai karena selain ringan juga mudah
penanganannya, yaitu di bentuk menjadi agregat dengan ukuran sebagaimana
yang
di
inginkan
sehingga
mempermudah
dan
mempercepat
proses
lainnya sebesar 40% dari harga tersebut di atas, maka harga jual batu apung di
tempat eksportir sekitar Rp 165,00 per kg, atau Rp 4.950,00 per 30 kg.
Dengan demikian jelas sekali bahwa harga batu apung dilokasi tambang sangat
rendah. Dengan kata lain tata niaga batu apung di Indonesia, cenderung lebih
banyak menguntungkan pihak eksportir, di bandingkan dengan pengusaha
tambangnya sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya perombakan dalam tata niaga
batu apung sedemikian rupa, yang dapat lebih mendukung peningkatan industri
pertambangan batu apung, serta tetap menguntungkan semua pihak.
Subsitusi
Dalam penggunaannya batu apung dapat disubsitusi dengan material lain. Di
sektor industri konstruksi, batu apung dapat di ganti oleh kaolin dan felspar
sebagai salah satu bahan baku genteng, saluran air (gorong-gorong). Untuk
dinding bangunan, penggunaan batu apung mendapat persaingan dari bata merah,
asbes, kayu papan, dan sebagainnya. Di sektor industri, serta sebagai bahan baku
di industri keramik, dapat di subsitusi dengan bentonit, kaolin, felspar, dan zeolit,
yang cnderung lebih mudah untuk didapatkan.
Aspek Lainnya
Aspek lainnya yang dapat berpengaruh terhadap sektor pertambangan, khususnya
pertambangan batu apung, adalah :
Masalah tumpang tindih lahan
Pada kenyataanya, banyak potensi batu apung yang terdapat di kawasan
perkebunan, kehutanan (hutan lindung dan cagar alam), dan kawasan lainnya,
sehingga terjadi benturan kepentingan, yang akhirnya cenderung potensi batu
apung tersebut tidak dapat dimanfaatkan/diusahakan.
Masalah transportasi
Meskipun harga batu apung ini relatif lebih murah, tetapi karena jarak transportasi
dari lokasi terdapatnya batu apung dengan industri-industri pemakaianya cukup
172.554
2000
225.100
(3,00%)
Sedang
209.740
267.680
(5,00%)
Tinggi
225.100
317.230
(7,00%)
Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun.
Import
Sejalan dengan semakin berkembangnya teknologi, di masa datang pengolahan
batu apung di dalam negeri di perkirakan semakin maju, dan sudah dapat
meghasilkan produk dengan spesifikasi sebagaimana dibutuhkan oleh industri
pemakainya. Dengan demikian, impor batu apung yang semula timbul sebagai
akibat kualitasnya tidak dapat memenuhi permintaan industri hilir tersebut, kini
dapat di pasok di dalam negeri sendiri. Dengan demikian, pada tahun 200 impor
batu apung tidak ada lagi.
Permintaan
Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya kebutuhan dengan bahan konstruksi
yang lebih ringan, aman, dan mudah penanganannya, serta meningkatnya
kemajuan teknologi pemanfaatan batu apung di sektor industri maka permintaan
batu apung baik di dalam maupun di luar negeri di perkitrakan akan terus
meningkat.
Konsumsi
Konsumsi batu apung di dalam negeri beberapa tahun terakhir ini menunjukkan
peningkatan, terutama di sektor konstruksi. Di masa yang akan datang pun
konstruksi batu apung di perkirakan terus meningkat. Untuk proyeksinya di hitung
dengan laju pertumbuhan GDP 3%, 5%, dan 7%, maka di dapat konsumsi batu
apung di dalam negeri pada tahun 2000, antara 65.130 91.770 ton (Tabel 8).
Tabel 8. Proyeksi Konsumsi Batu Apung Indonesia Tahun 1997 2000
Produksi
Tahun 1991
49.917
2000
Rendah
56.180
65.130
(3,00%)
Sedang
60.670
77.440
(5,00%)
Tinggi
65.430
91.770
(7,00%)
Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun
Ekspor
Proyeksi ekspor untuk pemenuhan permintaan negara-nagara lain, pada tahun
2000 di perkirakan mencapai jumlah anatar 184.770 369.390 ton. (Tabel 9).
Tabel 9. Proyeksi Ekspor Batu Apung Indonesia Tahun 1997 dan 2000
Produksi
2000
138.510
(3,00%)
Sedang
139.150
164.690
(5,00%)
Tinggi
184.770
369.390
106.161
(7,00%)
Keterangan : LP = Laju pertumbuhan rata-rata per tahun
Berdasarkan hasil evaluasi dan analisis tentang perkembangan batu apung
selama periode tahun 1985 1991, beserta aspek-aspek yang mempengaruhinnya,
dapat di tarik kesimpulan dan saran sebagai berikut :
Kesimpulan
Batu apung adalh jenih bahan galian industri yang dihasilkan dari letusan
gunung api, mempunyai struktur seluler, bobot isi ruahnya rendah, dan
mengandung gelembung yang berdinding gelas, serta sering disebut juga sebagai
batuan vulkanik gelas.
disektor
industri
digunakan
sebagai
bahan
abrasif
dan