Anda di halaman 1dari 121

GEOLOGI DAN HUBUNGAN URAT KUARSA TERHADAP

MINERALISASI , DAERAH TOGURACI DAN SEKITARNYA,


KECAMATAN KAO, KABUPATEN HALMAHERA UTARA,
PROVINSI MALUKU UTARA

SKRIPSI

Oleh :

GURUH TRIADIYOGA CHARISMAPUTRA


111.070.060

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2011

i
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala rasa syukur tiada henti penulis ucapkan kepada ALLAH S.W.T yang telah
memberikan nikmat, daya juang, serta rezeki yang berlimpah.

Skripsi ini secara khusus dipersembahkan untuk Kedua orang tua Bapak
Lasimin dan Ibu Lilik S , Mba Niken, Mba Tata, Adik Ratu dan seluruh keluarga besar
Pangea 07 yang telah memberikan dukungan baik materiil maupun spiritual.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini tepat pada waktunya , oleh sebab itu
pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih bagi semua pihak yang
telah membantu dalam pelaksanaan skripsi dan penulisan laporan.

Pertama- tama penulis ucapkan terima kasih kepada Dr.Ir.H. Heru Sigit
Purwanto M.T dan Prof.Dr.Ir.C.Danisworo,M.Sc selaku dosen pembimbing I dan
pembimbing II yang telah membimbing, dan memberikan inspirasi dan gambaran hingga
terselesaikannya skripsi ini.

Yang kedua kepada Ir. H. Sugeng Raharjo, M.T selaku Ketua Prodi Teknik
Geologi yang telah memberikan perizinan untuk terlaksananya skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Keluarga Besar Mineral


Resources Department (PT. Nusa Halmahera Minerals) yang telah memberikan
motivasi, inspirasi dan gambaran dalam penyusunan skripsi ini, khususnya Bapak
Collin Mac Milan, Agus Purwanto dan Dadan Wardiman selaku Menejer (PT. Nusa
Halmahera Minerals Halmahera) yang telah memberikan izin tempat serta Bapak
Ketut dan Pak Daud selaku Pembimbing Lapangan dan Studio (PT. Nusa Halmahera
Minerals) yang telah membimbing, dan memberikan inspirasi dan gambaran dalam
penyusunan skripsi ini.

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Taufiq dan Bapak Harry Salman
(PT. Nusa Halmahera Minerals Jakarta) serta Bapak Anton Priangga Utama (ESDM
Jakarta) yang telah membantu mengurus perizinan dan akomodasi tempat terlaksananya
skripsi ini.

Kepada kedua orang tua Bapak Lasimin dan Ibu Lilik S , Mba Niken, Mba
Tata, Adik Ratu dan seluruh keluarga besar, penulis ucapkan terima kasih yang sebsar-
besarnya atas dukungan baik materiil maupun spiritual.

iv
Ibnu Kurniawan selaku teman pemetaan serta saudara- saudaraku Pangea 07,
penulis ucapkan terima kasih karena dukungan dan motivasi serta bantuan akomodasi
dalam penyusunan skripsi ini

Segala kekurangan dalam skripsi ini merupakan tahapan pembelajaran bagi


penulis dan semoga dapat menjadi pembelajaran kita bersama Amin Yaa
Rabbalaalamiin.

Yogyakarta, November 2011


Penulis

Guruh Triadiyoga Charismaputra

v
GEOLOGI DAN HUBUNGAN URAT KUARSA TERHADAP MINERALISASI
DAERAH TOGURACI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN KAO,
KABUPATEN HALMAHERA UTARA, PROVINSI MALUKU UTARA

Sari
Guruh Triadiyoga Charismaputra
111.070.060

Secara administratif daerah telitian termasuk dalam wilayah Kecamatan Kao,


Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Secara geografis terletak pada
koordinat UTM 52 N 350500 mE 354000 mE dan 125500 mN 128500 mN dengan
skala 1:10.000. Luas daerah penelitian yaitu 12 km2 dengan panjang 4 km dan lebar 3
km.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah pengambilan data dengan
melakukan surface mapping pengambilan conto batuan ( analisis petrografi, ASD dan
AAS), foto singkapan, pengukuran struktur dan deskripsi batuan.
Bentuklahan dibagi menjadi 4 (empat) satuan bentuklahan, yaitu: Perbukitan
aliran lava (V1), Perbukitan intrusi (V2), Tubuh sungai (F1), Dataran limpah banjir (F2),
dan Lembah bekas tambang (H1).
Daerah telitian dibagi menjadi 4 satuan vulkanostratigrafi tidak resmi dengan
urutan dari tua ke muda sebagai berikut: Lava basalt Gosowong (Miosen Akhir), Lava
andesit Gosowong (Miosen Akhir), Breksi vulkanik Gosowong (Miosen Akhir), Lava
dasit Kayasa (Pliosen Awal), Intrusi Diorit (Pliosen Awal), dan Endapan Aluvial
(Holosen). Struktur geologi terdiri dari kekar berarah tegasan relatif timur laut -barat
daya ( NE- SW) dan sesar naik berpola barat- timur ( W- E) hingga barat barat laut-
timur tenggara (WNW ESE) serta sesar mendatar kanan berarah relatif utara selatan
dengan dip hampir tegak.
Daerah telitian dibagi ke dalam 3 zona alterasi yaitu zona propilitik
bertemperatur antara 1200 C- 3000 C , zona argilik 1600 C - 2200C, dan zona silisifikasi
<1000 C- 2500. Mineralisasi bijih di daerah telitian terlihat dalam urat urat kuarsa dan
disseminated dan spotted pada batuan berupa pirit, kalkopirit, magnetit.
Tekstur urat di daerah telitian dimasukkan ke dalam 4 kelompok tekstur yaitu,
kuarsa kristalin, kriptokristalin, tekstur bladed dan karbonat kristalin.
Tekstur urat yang erat hubungannya dengan kehadiran unsur Au, Ag, Pb dan Zn
melimpah pada kelompok kuarsa kristalin dan kriptokristalin yang dikontrol struktur
berarah utara- selatan dan arah tegasan relatif timur laut barat daya.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
SARI ............................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR FOTO ............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ............................................................ 2
1.3. Ruang Lingkup Penelitian....................................................... 2
1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 3
1.5. Hasil Penelitian.................................................................... 4
1.6. Kegunaan Penelitian............................................................... 4
1.7. Metodologi Penelitian.......................................................... 5
1.7.1. Tahapan Pendahuluan................................................. 5
1.7.2. Tahapan Pengambilan Data................................. 5
1.7.3. Tahapan Analisis dan Pengolahan Data.................... 6
1.7.4. Tahapan Penyusunan Laporan
dan Penyajian Data................................................... 7
1.8. Peneliti Terdahulu................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 10
2.1. Geologi Regional............................................................. 10
2.1.1. Tatanan Geologi Regional............................................... 10

vii
2.1.2. Fisisografi................................................................. 12
2.1.3. Stratigrafi......................................................... 14
2.1.3.1. Wilayah Halmahera Timur.... 14
2.1.3.4. Wilayah Halmahera Barat...... 15
2.1.3. Struktur Geologi.............................................. 18
2.2 Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi............................... 19
2.2.1 Sistem Epitermal Sulfidasi Rendah........................ 19
2.2.2 Alterasi Hidrotermal............................................. 23
2.2.2.1. Kontrol Temperatur dan
pH Dalam Mineralogi Alterasi 26
2.2.3. Mineralisasi Hidrotermal... 30
2.2.3.1. Tekstur Urat Kuarsa pada
Endapan Epitermal. 30
2.2.3.2. Analisis Arah Urat 33
BAB III GEOLOGI DAERAH TELITIAN............................................ 36
3.1. Geomorfologi ..................................................................... 36
3.1.1. Pola Pengaliran dan Tipe Genetik Sungai................... 39
3.1.2. Bentukan Asal Vulkanik............................................. 41
3.1.2.1. Satuan Bentuklahan Perbukitan Lava (V1 41
3.1.2.2. Satuan Bentuklahan Perbukitan Intrusi (V2) 41
3.1.3. Bentukan Asal Fluvial 42
3.1.3.1. Satuan Bentuklahan Tubuh Sungai (F1).. 42
3.1.3.2. Satuan Bentuklahan Dataran
Limpah Banjir (F2) 43
3.1.4. Satuan Bentuklahan Lembah Bekas Tambang (H1)... 44
3.1.5. Stadia Geomorfik......................................................... 44
3.2. Stratigrafi Daerah Toguraci dan Sekitarnya.......................... 45
3.2.1 Lava basalt Gosowong......................................... 46
3.2.1.1 Ciri Litologi..................................................... 46

viii
3.2.1.2 Penyebaran Litologi ............................ 47
3.2.1.3 Lingkungan Pengendapan................................ 47
3.2.1.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi................. 47
3.2.2 Lava andesit Gosowong............................... 47
3.2.2.1 Ciri Litologi .................................................. 47
3.2.2.2 Penyebaran Litologi ............................ 48
3.2.2.3 Lingkungan Pengendapan................................ 49
3.2.2.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi.............. 50
3.2.3 Satuan breksi vulkanik Gosowong............................ 50
3.2.3.1 Ciri Litologi..................................................... 50
3.2.3.2 Penyebaran Litologi ............................ 51
3.2.3.3 Lingkungan Pengendapan............................... 51
3.2.3.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi.............. 52
3.2.4 Lava dasit Kayasa ................................................... 52
3.2.4.1 Ciri Litologi..................................................... 52
3.2.4.2 Penyebaran Litologi............................. 53
3.2.4.3 Lingkungan Pengendapan................................ 53
3.2.4.4 Umur dan Hubungan Stratigrafi.............. 54
3.2.5 Intrusi diorit ............................................................ 54
3.2.5.1 Ciri Litologi..................................................... 54
3.2.5.2 Penyebaran Litologi............................. 55
3.2.5.3 Umur dan Hubungan Stratigrafi.............. 55
3.2.6 Endapan Aluvial.. 56
3.3 Struktur Geologi Daerah Telitian ................ 58
3.3.1 Struktur Kekar............................................................. 58
3.3.2 Struktur Sesar............................................................... 59
3.3.2.1. Sesar Bora 1......................................... 59
3.3.2.2. Sesar Bora 2.................................................... 60
3.3.2.3. Sesar Naik UtaraToguraci.............................. 61

ix
3.3.2.4. Sesar Mendatar Toguraci............................... 62
3.3.2.5. Sesar Mendatar Selera............................... 63
3.3.2.6. Sesar Naik Selera...................................... 64
3.3.3, Analisis dan Interpretasi Pola
Struktur Geologi........................................................ 65

BAB IV ALTERASI DAN MINERALISASI........................................... 66


4.1 Alterasi Hidrothermal ........................................................ 66
4.1.1 Zona Alterasi Propilitik .............................................. 66
4.1.2 Zona Alterasi Argilik ................................................. 69
4.1.3 Zona Alterasi Silisifikasi.............................................. 72
4.2 Mineralisasi Bijih Daerah Telitian......................................... 74
4.3 Sejarah Geologi...................................................................... 75
4.4 Potensi Geologi...................................................................... 76
4.4.1 Potensi Geologi Positif.................................... 76
4.4.1.1 Tambang Emas.................................... 76
4.4.2 Potensi Geologi Negatif................................... 77
3.4.2.1 Potensi Gerakan Tanah........................ 77

BAB V URAT KUARSA SERTA HUBUNGANNYA


TERHADAP MINERALISASI.................................................... 78
5.1 Urat Kuarsa .......................................................................... 78
5.1.1 Urat Kuarsa dan Hubungannya
dengan Struktur Geologi .............................................. 78
5.1.1.1. Urat Kuarsa Tarikan......................................... 78
5.1.1.2. Urat Kuarsa Tekanan 79
5.1.1.3. Hasil Analisis Arah Urat.. 80
5.1.2. Tekstur Urat Kuarsa dan Hubungannya
Terhadap Mineralisasi................................................... 81

x
5.1.2.1. Kelompok Kuarsa Kristalin 81
5.1.2.2. Kelompok Kriptokristalin (Kalsedon).... 82
5.1.2.3. Kelompok Bladed 84
5.1.2.4. Kelompok Karbonat Kristalin.. 85
5.2. Karakteristik Endapan Epitermal Daerah Telitian. 86

BAB VI KESIMPULAN ........................................................................... 88


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 89
LAMPIRAN .................................................................................................. 91

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta lokasi daerah telitian..................................................... 4


Gambar 1.2 Diagram alir penelitian............................................................. 8
Gambar 2.1 Sistem tektonik Maluku dan daerah sekitarnya
saat ini (Hall,1999)... 10
Gambar 2.2 Rekontruksi pada 5 Ma, diperbaruhi dari
Hall (1996, 1997), sebelum lempeng Laut Maluku
tereliminasi oleh subduksi ke timur
dan kearah barat (Hall, 1999) 11
Gambar 2.3 Fisisografi Pulau Halmahera menurut Pusat Penelitian
Dan Pengembangan Geologi Bandung.. 12
Gambar 2.4 Geologi regional Halmahera (Daniel J.Olberg dkk,1999). 17
Gambar 2.5 Konsep model dari Pacific rim porphyry - epithermal
mineralisasi Cu-Au (modifikasi dari Corbett, 2002a). 20
Gambar 2.6 Sistem Vulkanik Hidrotermal (Hedenquist, 1997).. 23
Gambar 2.7 Model sistem epitermal Buchanan, berdasarkan
studi lebih dari 60 sistem epitermal di Barat Daya USA
(setelah Buchanan, 1981 dalam Olberg, 2001). 29
Gambar 2.8. Alterasi, mineral bijih dan model zonasi tekstur
urat kuarsa (setelah Buchanan (1981), Morisson dkk (1990)
dan Corbett & Leach (1997) dalam laporan Klondike 32
Gambar 2.9. Model sifat kekar dan urat kuarsa (Heru Sigit, 2002).
Kekar tarikan (1a), kekar tekanan(1b), urat kuarsa tarikan (2a),
urat kuarsa tekanan (2b), urat kuarsa tekanan
membentuk penebalan dan penipisan (2c) 34
Gambar 2.10. Rekahan dilatasi pada sistem tekanan orthogonal menurut
( Corbett dan Leach,1997).. 35

xii
Gambar 3.1 Rumus sudut kelerengan (van Zuidam, 1979).......................... 37
Gambar 3.2 Peta pola pengaliran daerah telitian......................................... 39
Gambar 3.3 Stratigrafi daerah telitian (Penulis, 2011).. 57
Gambar 3.5. Klasifikasi Rickard (1972) yang digunakan dalam
penamaan sesar daerah telitian.. 59
Gambar 4.1. Analisis petrografi pada lp 35 .. 68
Gambar 4.2. Hasil analisis clay minerals menggunakan ASD. 69
Gambar 4.3. Analisis petrografi pada lp 78 .. 71
Gambar 4.4. Analisa ASD yang menunjukan mineral lempung 72
Gambar 4.5. Analisis petrografi yang menunjukan silisifikasi kuat.. 73

xiii
DAFTAR FOTO

Foto 3.1. Satuan bentuklahan Perbukitan Aliran Lava (V1),


dan Perbukitan Intrusi (V2) 42
Foto 3.2. Kenampakan satuan bentuklahan tubuh sungai

pada Sungai Tobobo........................................................................ 43

Foto 3.3. Kenampakan bentuklahan dataran limpah banjir yang


berasosiasi dengan tubuh sungai pada S. Tobobo........................ 43
Foto 3.4. Kenampakan bentuklahan lembah bekas tambang
berupa pit terbuka Toguraci........................................................... 44
Foto 3.5. Kenampakan basalt lava pada lp 35 . 46
Foto 3.6. Kenampakan andesit di lapangan dan secara mikroskopis
yang menunjukkan andesit basaltik pada lp 29. 48
Foto 3.7. Kenampakan batuan andesit berstruktur autobreksia (kiri)
pada lp 7 dan kekar kolom (kanan) pada lp 90. 49
Foto 3.8. Kenampakan breksi vulkanik pada lp 67 51
Foto 3.9. Kenampakan dasit yang terkekarkan pada lp 13 53
Foto 3.10. Kenampakan aliran lava dasit pada lp 92 54
Foto 3.11. Kenampakan diorit yang mengintrusi basalt.. 56
Foto 3.12. Kenampakan bolder-bolder rombakan batuan asal pada S.Tobobo... 56
Foto 3.13 Kenampakan kekar pada lp 90. 58

Foto 3.14. Kenampakan bidang sesar dan gores garis pada lp 85... 60
Foto 3.15. Kenampakan zona sesar dan breksiasi milonit yang teralterasi. 61
Foto 3.16. Kenampakan zona breksiasi milonit yang teralterasi.. 62
Foto 3.17. Kenampakan bidang sesar dan gores garis
sesar mendatar Toguraci pada lp 3. 63
Foto 3.18. Kenampakan bidang sesar dan gores garis 64

xiv
Foto 3.19. Kenampakan zona sesar berupa breksiasi milonit
yang teralterasikan pada lp 50 65
Foto 4.1. Kenampakan propilitik di lp 82. 67
Foto 4.2. Batuan basalt yang teralterasi propilitik pada lp 35.. 67
Foto 4.3. Kenampakan alterasi argilik pada lp 22. 70
Foto 4.4. Kenampakan alterasi argilik yang sebagian besar mengubah
mineral mineral feldspar menjadi mineral lempung
dan sebagian masa dasar. 70
Foto 4.5. Kenampakan zona silisifikasi yang mengubah
batuan di sekitar urat-urat kuarsa pada lp 19.. 73

Foto 4.6. Penambangan open pit Toguraci PT. Nusa Halmahera Minerals 76
Foto 4.7. Pemukiman sementara tambang warga di daerah S. Bora 77
Foto 4.8. Kenampakan gerakan tanah di utara Pit Toguraci 77

Foto 5.1. Kenampakan lokasi ditemukannya stockwork pada bataun andesit

di S.Tobobo.. 80
Foto. 5.2. Kuarsa- karbonat menyerupai gigi anjing (a). mikrokristalin,
crustiform,sulfida dan adularia (b). comb structure (c) 82
Foto 5.3. Banded milky quartz, sulfida, adularia (a). masif milky quartz,
sedikit sulfide, adularia (b). breksi hidrotermal (c) 83
Foto 5.4. Kenampakan petrografi urat kuarsa bertekstur comb structure 83
Foto 5.5. Kenampakan tekstur bladed yang diambil dari lp 5 Pit Toguraci.. 84
Foto 5.6. Kenampakan stockwork urat- urat halus kalsit pada lp 88 85

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Modifikasi Unit Stratigrafi Halmahera dari Sukamto, 1989............ 16


Tabel 2.2 Ciri-ciri endapan epitermal acid sulphate dan adularia-serisit
(berdasarkan Hayba,dkk 1986, Heald dkk, 1987,
White & Hedequist 1990, dan Henley 1991, dalam White &
Hedenquist, 1995). 21
Tabel 3.1 Pembagian klasifikasi kelerengan menurut van Zuidam, (1983).... 37
Tabel 3.2 Karakteristik bentuklahan daerah telitian 39
Tabel 5.2. Hasil analisis AAS urat kelompok kuarsa kristalin.. 83
Tabel 5.3. Hasil analisis AAS urat kelompok kiptokristalin 84
Tabel 5.4. Hasil analisis AAS urat kelompok bladed.. 85
Tabel 5.5. Hasil analisis AAS urat kelompok karbonat kristalin. 86
Tabel 5.6. Karekteristik mineralisasi daerah Toguraci dan sekitarnya........... 87

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Peta Lokasi Pengamatan


Lampiran II Peta Geomorfologi
Lampiran III Peta Geologi
Lampiran IV Peta Alterasi
Lampiran V Peta Detail Sebaran Urat
Lampiran VI Analisis Petrografi
Lampiran VII Analisa Struktur
Lampiran VIII Analisis ASD
Analytical Spectral Devices
Lampiran IX Analisis AAS
Atomic Absorbption Spectophotometry

xvii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Mineralisasi epitermal kebanyakan terbentuk pada busur vulkanik-plutonik


berasosiasi dengan zona subduksi, dengan umur yang hampir sama dengan
vulkanismenya. Deposit ini terbentuk pada suhu < 3000C dan terletak pada kerak dengan
kedalaman rendah, biasanya < 1km.

Urat kuarsa adalah ciri-ciri umum dari banyak deposit dan merupakan petunjuk
utama adanya mineralisasi emas. Salah satu indikator yang berpengaruh terhadap
kehadiran urat-urat pembawa mineral bijih berharga adalah struktur rekahan (kekar,
sesar). Jaringan kekar yang berkembang merupakan jalan bagi late-magmatics untuk
mengisi dan mengendapkan mineral-mineral bijih (Purwanto, H.S. 2002).

Tekstur urat kuarsa memberikan kemudahan bagi seorang geolog dalam


eksplorasi sistem urat mineralisasi. Tekstur vein tidak hanya untuk memastikan sistem
urat epitermal sulfidasi rendah, namun dapat memberikan informasi yang berguna dalam
menentukan lokus mineralisasi dalam sistem vein (Dowling & Morrison, 1990 dalam
Morrison dkk ,1990). Pekerjaan detail pada sistem epitermal sulfidasi rendah selama
beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa ada sebuah pengelompokan karakteristik
tekstur urat kuarsa yang umum ditemukan dalam sistem ini. Dalam vein terdapat pola
distribusi tekstur yang konsisten dan kumpulan tekstur yang dapat digunakan untuk
menentukan model vertikal zonasi tekstur. Model seperti itu dapat dirasionalisasikan
dalam hal evolusi cairan di dalam sistem panas bumi dan arah pendidihan yang
dibandingkan dengan model Buchanan (1981) dalam Morisson dkk (1990), untuk
menentukan posisi tekstur dalam sistem vein dan terlebih lagi kemungkinan
keterdapatan emas (Morrison dkk, 1990). Salah satu model terbaru kuarsa yang
komprehensif untuk vein tekstur saat ini adalah menurut Morrison dkk (1990) yang
menyediakan sistem klasifikasi sangat berguna dan model tekstur fungsional.

1
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka menarik bagi penulis meneliti
lebih lanjut mengenai Geologi dan Hubungan Urat Kuarsa Terhadap Mineralisasi,
Daerah Toguraci dan Sekitanya, Kecamatan Kao, Kabupaten Halmahera Utara,
Provinsi Maluku Utara.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk lebih memahami dan
menerapkan salah satu cabang ilmu geologi yaitu geologi yang berkaitan dengan
eksplorasi endapan mineral yang sesuai dengan kondisi geologi daerah telitian, serta
untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk memproleh gelar sarjana Strata-
1 (S1) Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas
Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta.
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi litologi
dan struktur geologi, geomorfologi, stratigrafi dan sejarah geologi yang terdapat pada
daerah telitian, selain itu untuk mengetahui tipe-tipe alterasi dan mineralisasi di daerah
telitian serta secara khusus untuk mengidentifikasi dan mempelajari urat kuarsa
hubungannya terhadap struktur geologi dan mineralisasi yang terjadi pada daerah
telitian.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada tinjauan masalah geologi dan studi
tekstur kuarsa . Permasalahan- permaslahan yang terjadi dikelompokan menjadi 4
kelompok, yaitu :
a. Geomorfologi
Pembagian satuan geomorfik pada daerah penelitian berdasarkan bentuk
morfologi, morfogenesa, proses - proses eksogen dan endogen, bentuk -
bentuk erosi serta stadia geomorfik yang membentuknya.

2
b. Stratigrafi
Permasalahan stratigrafi meliputi ciri - ciri litologi , kotak dan hubungan
stratigrafi , penyebaran satuan batuan, urut - urutan satuan batuan dari tua ke
muda.

c. Struktur Geologi
Meliputi permasalahan tentang rezim gaya yang bekerja, jenis struktur
geologi dan arah tegasan utama yang mengontrol mineralisasi.
d. Urat Kuarsa
Meliputi tekstur urat kuarsa yang membawa mineralisasi berdasarkan acuan
model mineralisasi sistem epitermal tipe sulfidasi rendah dari Morrison dkk
(1990) serta analisis arah umum penguratan.

1.4 Lokasi dan Waktu Penelitian


Cebakan emas Toguraci terletak kurang lebih 1 km barat-barat daya tambang
Gosowong. Wilayah ini termasuk dalam wilayah kontrak karya PT. Nusa Halmahera
Minerals. Secara geografis terletak pada koordinat UTM N 350500 mE 354000 mE
dan 125500 mE 128500 mE zona 52 N, dan secara administratif termasuk ke dalam
wilayah kecamatan Kao, kabupaten Halmahera Utara, provinsi Maluku Utara. Letak
tambang emas Gosowong dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Daerah telitian dapat dicapai dari kota asal Yogyakarta dengan menggunakan
penerbangan komersial ke Manado, Sulawesi Utara yang sebelumnya transit di Jakarta.
Penerbangan dari Jakarta menuju Menado ditempuh selama 3 jam 15 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan pesawat charter selama 1 jam 20 menit ke Kobok,
lapangan terbang di Gosowong.

Penelitian dilakukan selama 3 bulan dimulai sejak 1 April 2011 sampai dengan
25 Juni 2011, bertempat di departemen Mineral Resources PT.Nusa Halmahera
Minerals.

3
MALUKU

Gambar 1.1 Peta Lokasi daerah Telitian

1.5 Hasil Penelitian


Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Peta Lintasan Pengamatan
b. Peta Geomorfologi
c. Peta Geologi
d. Peta Alterasi
e. Peta Analisis Urat Kuarsa
f. Laporan Skripsi

1.6 Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bekal pengalaman bekerja dan
tambahan pengetahuan bagi penulis, khususnya dalam bidang eksplorasi endapan
epitermal.

4
Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menambah data kepustakaan bagi
pihak PT. Nusa Halmahera Minerals dan Program Studi Teknik Geologi UPN Veteran
Yogyakarta. Selain itu dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain untuk dapat
menunjang pengembangan daerah eksplorasi lebih lanjut.

1.7 Metodologi Penelitian


Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara pemetaan
permukaan dengan pengambilan sampel dan analisis sampel yang dilakukan dalam 4
tahapan, yaitu:
1. Tahap pendahuluan,
2. Tahap pengambilan data,
3. Tahap analisis dan pengolahan data,
4. Tahap penyusunan laporan dan penyajian data.

1.7.1 Tahap Pendahuluan


Tahap pendahuluan merupakan tahap dilakukannya persiapan penelitian berupa
pembuatan proposal, persiapan materi dan persiapan perlengkapan seperti kompas
geologi, GPS, palu geologi, lup geologi, larutan HCl, buku catatan lapangan, sketcer,
alat tulis, peta topografi 1: 10.000 dan perlengkapan lainnya.

Persiapan materi dilakukan dengan mempelajari literatur yang berkaitan,


interpretasi peta topografi dan bimbingan, hal ini dilakukan untuk untuk mendapatkan
informasi dasar sebelum penulis melakukan penelitian lapangan.

1.7.2 Tahap Pengambilan Data


Tahap ini merupakan tahap dilakukannya pencarian dan pengumpulan data
primer dan data sekunder . Kegiatan yang dilakukan pada tahap pengumpulan data
primer adalah pemetaan geologi permukaan dengan skala 1:10.000 . Detail kegiatan
pada tahapan ini diantaranya adalah:

5
1. Observasi geomorfologi, yang terdiri dari: pengamatan morfologi dan
bentang alam, pengamatan pola aliran sungai meliputi tipe genetik dan
tahapan erosi sungai serta penentuan satuan geomorfologi.
2. Observasi singkapan, meliputi: deskripsi litologi mencakup hipotesis batuan,
alterasi dan stratigrafi awal, pengukuran elemen struktur geologi dan juga
pengambilan conto batuan untuk analisis laboratorium.
3. Observasi kenampakan struktur permukaan, meliputi pengukuran terhadap
bidang sesar, gores garis, breksiasi, kekar tarik dan kekar gerus, veinlet, dan
vein yang terdapat di permukaan pada daerah penelitian.
4. Observasi tekstur urat kuarsa di permukaan.
5. Dokumentasi dan pembuatan peta lintasan sementara.

1.7.3 Tahap Analisis dan Pengolahan Data


Tahapan ini merupakan tahapan dilakukannya analisis dan pengolahan data yang
dilakukan di laboratorium dan studio disertai diskusi antara penulis dengan pembimbing.
Analisis dan pengolahan data ini harus berdasarkan atas konsep-konsep geologi dan juga
didukung dari studi referensi tentang topik terkait. Adapun analisis yang dilakukan pada
tahapan ini diantaranya:
a. Analisis Satuan Geomorfik
Terdiri dari penentuan satuan geomorfik daerah telitian menurut Verstappen
(1985) dan pola serta tipe genetik aliran sungai (Howard, 1967).
b. Analisis Struktur Geologi
Tahap ini diawali dengan analisis pemerian unsur - unsur struktur yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis, kedudukan, dan orientasi
sekaligus dimensi dari unsur struktur yang ada. Sedangkan analisis
selanjutnya merupakan analisis dinamika dan kinematika dengan
menggunakan metode stereografi dengan program Dips version 5.1, dan
penamaan struktur sesar didasarkan pada klasifikasi Rickard (1972) .

6
c. Analisis Petrografi
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nama dari setiap conto batuan yang
diperoleh selama di lapangan, dilihat dari tekstur, struktur, dan komposisi
mineral pada batuan yang terdapat pada daerah penelitian. Penulis membuat
sayatan tipis (di lembaga terkait) berukuran 0,03 mm pada sampel yang akan
dianalisis, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui nama dari batuan secara
lebih rinci (klasifikasi William, 1982).
d. Analisis Urat Kuarsa
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tekstur dan mineralogi dari urat
kuarsa secara megaskopis dan nantinya dilakukan uji AAS untuk mengetahui
besaran mineralisasi Au, Ag, Pb dan Zn sehingga diketahui pengaruh urat
kuarsa terhadap mineralisasi mineral bijih tersebut.
e. Analisis ASD (Analytical Spectral Devices).
Analisis ASD terhadap beberapa sampel batuan terubah hidrotermal atau
termineralisasi berfungsi untuk mendeteksi terutama mineral lempung pada
tiap sampel. Pada awalnya sampel dikeringkan terlebih dahulu, kemudian
sampel discan dengan ASD untuk mendapatkan grafik pembacaan mineral
lempung. Hasil pembacaan ASD ditransfer ke TSG untuk pembacaan
mineral ubahan lainnya.
f. Analisis AAS (Atomic Absorption Spectophotometry)
Analisis kimia basah menggunakan metode Atomic Absorption
Spectophotometry (AAS) terhadap beberapa sampel batuan terubah
hidrotermal/ termineralisasi digunakan untuk mendeteksi terutama
kandungan unsur-unsur yang erat kaitannya dengan proses terjadinya
cebakan bijih epitermal (Au, Ag, Pb, dan Zn). Analisis ini dilakukan oleh
lembaga terkait.

7
1.7.4 Tahap Penyusunan Laporan dan Penyajian Data
Tahap ini merupakan tahap akhir dari penyusunan laporan tugas akhir
berdasarkan data - data yang diperoleh kemudian dianalisis dan diinterpretasi yang
diwujudkan dalam satu kesimpulan. Hasil dari penelitian ini disajikan dalam bentuk peta
lintasan pengamatan, peta geologi, peta geomorfologi, peta pola pengaliran, dan peta
urat kuarsa sebagai lampiran pada laporan skripsi.

8
Proposal
Tahap
Pendahuluan Persiapan materi : Studi
Literatur regional, lokal dan
interpretasi peta topografi

Data Primer
Observasi Geomorfologi
Observasi Singkapan
Observasi Struktur Geologi
Tahap
Pengambilan Observasi Kehadiran Urat
Kuarsa
Data
Dokumentasi

Data Sekunder
Peta Topografi daerah telitian
1: 10.000

Analisis subsatuan Geomorfik


Tahap Analisis Analisis Petrografi
dan Pengolahan Analisis Struktur Geologi
Data Analisis Urat Kuarsa
Analisis ASD
Analisis AAS

Peta Geomorfologi
Tahap Penyusunan
Peta Lintasan Pengamatan
Laporan dan Penyajian
Peta Geologi
Data
Peta Zona Alterasi
Peta Semi Detail Urat Kuarsa

Laporan Tugas Akhir

Gambar 1.2 Diagram Alir Penelitian

9
1.8 Peneliti Terdahulu
Penelitian terdahulu meliputi studi literatur dengan mengumpulkan publikasi-
publikasi hasil penelitian ahli geologi untuk kawasan daerah penelitian dan
mengumpulkan buku-buku literatur untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Tahun 1999, Olberg, D.J., Rayner, J., Langmead, R.P., dan Coote, J.A.R
mencoba menjelaskan tentang kondisi geologi cebakan emas epitermal daerah
Gosowong.
Kemudian pada tahun 2000 Marjoribank R menggambarkan tentang geologi
lokal Formasi Gosowong berdasarkan korelasi data bor yang menggunakan
interbedded hematitic siltstone and agglomerate sebagai datum.
Olberg, D.J pada tahun 2001 menjelaskan tentang target ore body zona urat
kuarsa daerah Gosowong.
Penelitian berkembang di sekitar daerah Toguraci pada tahun 2003 oleh Basuki
Dwi Priyono,M.D yang menjelaskan prospek daerah pertambangan Bora dan
Toguraci di Gosowong dengan melakukan pemetaan semi detail sekitar Bora dan
Toguraci.
Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Richards, T.H., dan Priyono, M.D.B.D
pada tahun 2004 yang menjelaskan tentang penemuan cebakan mineral epitermal
Au-Ag di Toguraci daerah Gosowong.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Fisiografi
Fisiografi adalah gambaran fisik dari permukaan bumi yang dipengaruhi aspek-
aspek geologi yang mengontrolnya. Faktor utama yang mengontrol keberadaan pulau-
pulau di Indonesia adalah interaksi antara Lempeng Benua Eurasia, Lempeng
Samudra Hindia dan Lempeng Samudra Pasifik.
Fisiografi Pulau Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu Mendala
Halmahera Timur, Halmahera barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter.
a. Mendala Fisiografi Halmahera Timur
Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengan tenggara, dan
beberapa pulau kecil di sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri
dari pegunungan berlereng terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian
mempunyai morfologikarst. Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan
cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa.
Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif
rendah dan lereng yang landai.
b. Mendala fisiografi Halmahera Barat
Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatan Halmahera. Morfologi
mendala berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada batugamping
berumur Neogen dan morfologikarst dan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar
yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur Oligosen .

c. Mendala busur kepulauan gunung api kuarter


Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau Halmahera.
Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api kuarter. Sebagian
pulaunya mempunyai kerucut gunung api yang masih aktif.

11
2.1.2 Stratigrafi
Pulau Halmahera terletak di antara pulau Sulawesi dan Papua, pada pusat
lempeng mikro yang sangat rumit dan berada pada batas pertemuan tiga lempeng
(Australia, Eurasia, dan Pasifik).
Lempeng samudra Australia dari arah tenggara dan Lempeng samudra Pasifik
dari arah timur laut bergerak mendekati lempeng benua Eurasia (konvergen) sehingga
mengakibatkan terjadinya proses subduksi yangmeninbulan munculnya gunung api di
Halmahera.
Geologi lengan timur dan barat Halmahera sangat berbeda bukan hanya secara
tektonik tetapi juga evolusi formasi geologinya telah menghasilkan jalur yang sangat
berbeda. Lengan timur Halmahera memiliki batuan ultrabasa sebagai batuan dasar dan
batuan sedimen di atasnya dari Formasi Dodoga dan Formasi Dorosagu yang berumur
Eosen. Setelah ada jeda waktu sedimentasi sejak Eosen Akhir hingga Oligosen Awal,
terjadi aktivitas vulkanik yang menghasilkan material vulkanik. Sementara itu terbentuk
batuan sedimen dan batuan karbonat. Selama Kala Kuarter Halmahera Timur mengalami
pengangkatan dan erosi.
Laut Maluku di sebelah Barat Halmahera merupakan zona tumbukan antara
busur vulkanik Sangihe dan Halmahera. Tunjaman ke arah Timur dari lempeng samudra
Maluku di bawah lempeng laut Halmahera dan Filipina sejak Paleogen telah
menghasilkan empat busur vulkanik di lengan Barat Halmahera, yaitu: Formasi Bacan
(? Paleogen), Formasi Gosowong (? Miosen Akhir), Formasi Kayasa (Pliosen) dan
Formasi Vulkanik Kuarter yang masih aktif hingga saat ini (Gambar 2.1). Formasi-
formasi ini dipisahkan oleh ketidak selarasan menyudut yang memiliki jeda waktu yang
cukup panjang (Daniel J.Olberg dkk, 1999).

12
Gambar 2.1 Geologi regional Halmahera (Daniel J.Olberg dkk, 1999)

13
Formasi Gosowong didominasi oleh batuan vulkanik bersifat andesitik sampai
dasitik dan batuan vulkaniklastik. Dari hasil dating (40Ar/39Ar) terhadap batuan basaltik-
andesit dari Formasi Gosowong didapatkan umur dengan kisaran (5,4Ma). Kisaran
waktu yang besar ini mungkin dikarenakan hilangnya argon selama proses tektonik yang
luas paska pengendapan, intrusi dan alterasi yang mempengaruhi Formasi Gosowong.
Bukti geologi menunjukkan bahwa umur yang tertua (5,6Ma atau Miosen Akhir)
seharusnya digunakan sebagai umur minimum dari Formasi Gosowong
(Majoribanks,1998, dalam Olberg dkk, 1999). Formasi Gosowong tertutup secara tidak
selaras oleh batuan vulkanik dari Formasi Kayasa.
Formasi Kayasa didominasi oleh lava dan breksi. Lava ini berkomposisi basaltik
sampai andesitik, berwarna abu-abu gelap sampai kehitaman; mineral gelapnya sebagian
besar piroksen, bertekstur porfiritik dengan feldspar sebagai fenokris. Breksi formasi ini
memiliki komponen andesitik dan basaltik, dengan warna abu-abu terang sampai abu-
abu gelap; bertekstur afanitik sampai faneritik, matriks pasir halus sampai sedang, tidak
terpilah dengan baik, sebagian umumnya terkloritisasi. Formasi ini deperkirakan
berumur Pliosen.
Kedua Formasi di atas kemudian secara lokal diintrusi oleh andesit porfiri dan
diorit kuarsa, yang kadang-kadang berasosiasi dengan mineralisasi emas-tembaga.

14
Tabel 2.1. Unit Stratigrafi Halmahera dari Sukamto, 1989

15
2.1.3 Struktur Geologi
Halmahera Timur dan Barat mewakili dua daerah tektonik yang berbeda.
Perkembangan tektonik Halmahera Timur yang dapat dilihat diperkirakan dimulai antara
Kapur Akhir sampai Awal Tersier. Elemen struktur utama Halmahera adalah:
1. Sesar naik berarah Utara Selatan di bagian tengah dan lengan selatan
Halmahera. Di Halmahera tengah jalur lipatan sesar naik ini membentuk batas
antara batuan dasar ofiolitik di bagian Timur dan batuan dasar busur vulkanik
dibagian Barat. Di lengan Selatan, basemen vulkanik ini diterobos oleh sedimen
Neogen.
2. Sesar konjugate berarah Timurlaut Baratdaya dan Barat-Baratlaut Timur-
Tenggara yang muncul di seluruh daerah ini. Set yang terakhir meliputi sesar
transform yang berasosiasi dengan busur vulkanik aktif.
3. Sesar normal listrik berarah Utara Selatan dan Timur Barat seperti pada urat
kuarsa Gosowong dan Ruwait.
4. Batuan berumur Pliosen di lengan utara di daerah Gosowong terlipat dengan
arah Sumbu Timur Barat.

16
Gambar 2.2 Setting tektonik Halmahera (Hall, 1999)

2.2 Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi


2.2.1. Alterasi Hidrothermal
Fluida epitermal biasanya temperaturnya berkurang bersamaan dengan
berkurangnya kedalaman dan bertambahnya jarak dari saluran fluida. Paleoisotherm dan
saluran fluida dapat diketahui dengan memetakan mineral alterasi hidrothermal yang
terdapat di dalam vein dan batuan induknya. Dalam hal ini, geothermometer mineral
alterasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat ubahan suatu sistem; daerah yang
mengindikasikan paleotemperatur yang rendah adalah baik, sementara indikasi
paleotemperatur yang tinggi menunjukkan terbatasnya keterusan bijih epitermal ke arah
kedalaman terbatas (Hedenquist, 1997).

17
Gambar 2.3 Sistem Vulkanik Hidrotermal (Hedenquist, 1997)

Banyak variabel yang mempengaruhi formasi mineral alterasi dalam sistem


hidrothermal. Ada enam faktor utama yang mempengaruhi mineral alterasi Corbett dan
Leach, 1996) yaitu:

1. Temperatur
2. Komposisi kimiawi fluida
3. Konsentrasi/kepekatan
4. Komposisi batuan induk
5. Lama aktifitas atau derajat kesetimbangan
6. Permeabilitas

18
1. Temperatur

Temperatur yang meningkat akan mempengaruhi stabilitas dan akan membentuk


mineral yang lebih sekikit kandungan airnya. Ini khususnya terlihat pada mineralogi
silikat lempung yang pada temperatur yang lebih tinggi akan membentuk urutan
mineral-mineral sebagai berikut: smektit, smektit-illit, illit-smektit, illit dan mika putih.

Temperatur juga mempengaruhi tingkat kristalinitas suatu mineral. Temperatur


yang lebih tinggi akan membentuk fasa yang lebih kristalin. Seperti pada kaolin, kaolin
dengan bentuk yang tidak teratur terbentuk pada suhu yang rendah, pada suhu yang
tinggi akan terbentuk dikit dengan bentuk kristal yang bagus.

Berikut temperatur pembentukan dari beberapa mineral alterasi yang dibuat


berdasarkan (Hedenquist,1997; Lawless dan white , 1997; Corbett dan Leach, 1996).
(Tabel 2.2)

19
Tabel 2.2 suhu pembentukan dari beberapa mineral alterasi
(berdasarkan Hedenquist,1997; Lawless dan white , 1997; Corbett dan Leach, 1996).
Mineral Hedenquist , Lawless dan White, Corbett dan Leach,
alterasi 1997 1997 1996
Kaolin <2000C <2200C <150-2000C
Dikit 150-2500C 200-2500C 150-2500C
Smektit <2200C <150 jarang sampai <100-1500C
2000C
Illit-smektit 150-2200C 150-2300C 100-2000C
Illit >2000C 230-3000C 200-2500C
Serisit - >2700C >200-2500C
Klorit-smektit 100-1800C <2300C biasanya <2000C -
Klorit >120-3000C <3000C -
Pyrophyllit >100-3000C >2600C 200-2500C
Paragonit - >2600C -
Epidot >200-3000C >2400C 180-3000C
Prehnit - 210-3000C 250-3000C
Kalsit <3000C <3000C -
Ankerit - >1200C -
Phengit - - >250-3000C

2. Kimia/Komposisi Fluida

Komposisi fluida sangat mempengaruhi mineralogi alterasi, dengan temperatur


yang akan mempengaruhi posisi batas phase. Yang lebih penting dari konsentrasi
absolut adalah perbandingan unsur utama seperti: aNa+/aH+, aK+/aH+.

20
3. Konsentrasi/Kepekatan

Konsentrasi absolut pada fluida hidrothermal berpengaruh pada tipe mineralogi


alterasi, karena ini mempengaruhi derajat kejenuhan yang berkenaan dengan mineral-
mineral tertentu.

4. Komposisi Batuan Induk

Komposisi batuan induk juga berpengaruh sangat luas pada tipe mineralogi
alterasi. Mineralogi skarn terbentuk pada batuan induk calcareous/gamping. Adularia
sebagai bentuk sekunder dari k-feldspar akan dijumpai pada batuan induk yang kaya
pottasium (cotoh: rhiolit atau shoshonit). Paragonit (Na-mika) pada kondisi tertentu
merupakan produk alterasi dari albit, seperti juga muskovit yang terbentuk dari alterasi
feldspar potasik

5. Lama Aktifitas atau Derajat Kesetimbangan

Durasi dari sistem hidrothermal, atau waktu selama permeabilitas masih terbuka,
menentukan apakah kesetimbangan telah tercapai antara sirkulasi fluida dan batuan
induk.

6. Permeabilitas

Permeabilitas memiliki pengaruh yang nyata yang membuat batuan induk


berhubungan langsung dengan sirkulasi fluida hidrothermal. Alterasi philik dan argilik
biasanya berbatasan langsung dengan struktur utama atau dengan sistem vein dimana
fluida memiliki pH di bawah normal dikarenakan gas-gas yang larut, sedangkan Alterasi
propilitik biasanya terdapat pada batuan induk dengan permeabilitas rendah dan jauh
dari jalur fluida utama.

21
2.2.1.1 Kontrol Temperatur dan pH Dalam Mineralogi Alterasi.

Menurut Corbett dan Leach (1996) temperatur dan pH fluida merupakan dua
faktor yang paling utama yang mempengaruhi mineralogi sistem hidrotermal, seperti
yang terlihat pada Gambar 2.4 (Corbett dan Leach, 1996) membagi kelompok alterasi
menjadi 7 group utama:
1. Group Mineral Silika /kuarsa
Merupakan mineral yang stabil pada pH rendah < 2. Pada kondisi yang sangat
asam ini, silika opalin, kristobalit, dan tridimit terbentuk pada suhu <1000C. Kuarsa
merupakan fase utama pada suhu yang tinggi. Pada kondisi pH fluida yang lebih tinggi,
silika amorf terbentuk pada suhu yang lebih dingin
2. Group Mineral Alunit
Alunit ternentuk pada pH yang sedikit lebih besar dari 2, terbentuk bersama
dengan group silika dalam rentang temperatur yang besar, berasosiasi dengan andalusit
pada temperatur yang tinggi (> 300-350oC) dan korundum hadir pada suhu yang lebih
tinggi lagi. Ada 4 macam alunit, alunit steam-heated, alunit supergen, alunit magmatic,
dan alunit liquid.
3. Group Mineral Kaolinit
Dijumpai pada pH sekitar 4, biasa hadir bersama group alunit-andalusit-korundum
pada pH 3-4. Halloysit merupakan produk supergene utama group ini. Kaolinit terbentuk
pada kedalaman dangkal dan temperatur yang rendah. Dikit terbentuk pada suhu yang
tinggi dan pada suhu yang lebih tinggi lagi akan terbentuk pirophilit. Diaspor setempat-
setempat dijumpai dalam zona silifikasi yang intens dengan group alunit dan/atau
kaolinit.
4. Group Mineral Illit
Terbentuk pada fluida dengan pH yang lebih tinggi (4-6). Smektit terbentuk pada
temperatur < 100-150C, interlayer illit-smektit (100-200C), illit (200-250C), serisit
(muskovit) >200-250oC, phengit >250-300oC. Kandungan smektit pada interlayer illit
smektit akan berkurang bersamaan dengan naiknya temperature.

22
Interlayer illit-smektit dapat menunjukkan temperatur fluida hidrothermal pada
kisaran 160-2200C (Lawless dan White, 1997). Alterasi dengan mineral alterasi yang
dominan illit menunjukkan temperatur fluida pada kisaran 220-2700C (Lawless dkk,
1997). Sebagaimana illit umumnya stabil pada temperature lebih tinggi dari 2200C,
berkurangnya temperatur akan meningkatkan stabilitas smektit. Pada umumnya illit
banyak dijumpai pada zona permeabel dan permeabilitas berkurang dengan
bertambahnya mineral klorit (Lawless dkk, 1997).
5. Group Mineral Klorit
Pada kondisi pH yang sedikit asam mendekati netral, fase klorit-karbonat menjadi
dominan, dimana mineral ini terbentuk bersama dengan group illit pada lingkungan
transisi pH 5-6. interlayer klorit-smektit akan terbentuk pada temperatur rendah, dan
klorit akan dominan pada suhu yang lebih tinggi.
Klorit bukan merupakan mineral yang baik untuk indikator paleo temperatur,
karena dapat dijumpai pada temperatur rendah sampai temperatur lebih tinggi dari
3000C, tetapi mineral ini merupakan mineral yang baik untuk menunjukkan pH
pembentukan yang mendekati netral 6-7 (Lawless dan White, 1997).
6. Group Mineral Kalksilikat
Group kalksilikat terbentuk pada kondisi pH netral sampai alkali, pada temperatur
rendah membentuk zeolit-klorit-karbonat, dan epidot diikuti amfibol (umumnya
aktinolit) terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi. Di beberapa sistem prehnit atau
pumpellyit dijumpai berasosiasi dengan epidot. Epidot dengan kristalinitas yang rendah
terbentuk pada suhu 180-2200C, pada kristalinitas yang lebih baik pada suhu yang lebih
tinggi (>220-2500C). Amfibol sekunder (aktinolit) terbentuk pada suhu 280-3000C.
Biotit umumnya tersebar luas di dalam atau di sekitar intrusi porfiri dan terbentuk pada
suhu 300-3250C.

23
7. Phase Mineral Lain
Mineral Karbonat terbentuk pada range pH (> 4) dan temperatur yang lebih
luas, dan berasosiasi dengan phase kaolin, illit, klorit, dan kalk-silikat. Mineral yang
termasuk dalam kelompok ini adalah siderit, rhodokrosit, ankerit, kutnahorit, dolomit,
magnesian-kalsit, dan kalsit.
Mineral Feldspar umumnya berassosiasi dengan phase klorit dan kalk-silikat,
terbentuk pada pH netral sampai basa. Mineral yang termasuk kelompok ini adalah albit,
adularia, dan orthoklas.
Mineral Sulfat terbentuk pada hampir semua suhu dan temperatur dalam
hidrothermal system. Mineral yang termasuk dalam kelompok ini adalah anhidrit,
gipsum, dan jarosit.

24
INCREASING pH
Hal
Al, Hal Hal
Op Al Sm Ch-Sm / Ch
Silica Silica Ch-Sm / Ch

Sib, Heu, Mor, Chab, Nat


Cr Op Silica Sm Silika
Silika
Tri Cr K, Sm Silica Zeo
Al, K K Cb
Silica Tri Silica Ct / Do
Silica Silica
+ Sid
K, Sm Sm Ch / Ch-Sm

Epithermal
Q Cb Sm Ch / Ch-Sm
Al
K + Sid Q / Chd Q / Chd Q / Chd
K
Q Zeo
INCREASING TEMPERATUR

Zeolite
K, I-Sm, Q Ch Ct / Do
+ Sid I-Sm
Cb
Q / Chd
I-Sm
Al, K K, Dik K, Dik Cb Ch
Q / Chd
Q Dik, Q Q I/ I-Sm Q / Chd

Lau
+ Dp + Dp + Sid Ch Ad / Ab
I I Ct / Do
Al
Al Dik Dik, I Q Ab / Ad
Dik, Q Q Q Cb Q Ch, Q, Ep
Cb

Wei
+ Dp + Dp + Sid Zeo, Ct / Do
Q Ad / Ab
Al, Dik Dik Dik
Pyr, Q Oyr, Q Pyr Ser Ch, Q, Ep

Mesothermal
+ Dp + Dp Ser, Q Ser Fsp Ct / Do
Q Q Ad / Ab
Cb Ch
Al Pyr Pyr Cb
Pyr, Q Q Ser Ep, Act, Ch, Q
+ Dp + Dp Q Fsp, Ct / Do

Mica / Ser Mica / Ser Mica / Ser Act, Q Tr


Pyt Q Fsp, Q Fsp, Cb Q
And Q Cb + Cb Ct / Do
Al And
Q And And Mica Cpx
Al, Pyr Bio, Act

Porphyry
Pyr Mica Q Q
Q Q Mica Fsp, Q
Q + Cb Ct / Do
Fsp, Q
And, Mica Mica, Cor + Cb Bio, Fsp Ga, Q, Wo,
Condition of non-dissociation Q, Cor Q Cpx, Mt Ves, Mt

Silica Alunite Al - K Kaoline I-K Illite Chlorite Calc - Silicate


Group Group Group Group Group Group Group Group

Mineral Abreviation :
Ab-albite ; Act-actinolite ; Ad-adularia ; Al-alunite ; And-andalusite ; Bio-biotite ; Cb-carbonate (Ca, Mg, Mn, Fe) ;
Ch-chlorite ; Chab-chabazite ; Chd-chalcedony ; Ch-Sm-chlorite-smectite ; Cor-corondum ; Cpx-clinopyroxene ;
Cr-cristobalite ; Ct-calcite ; Do-dolomite ; Dik-dickite ; Dp-diaspore ; Ep-epidot ; Fps-feldspar ; Ga-garnet ;
Hal-hallosyite ; Heu-heulandite ; I-illite ; I-Sm-illite-smectite ; K-kaolinite ; Lau-leumontite ; Mt-magnetite ;
Mor-mordenite ; Nat-natrolite ; Op-opaline silica ; Pyr-pyirophylite

Potasik Propylitic Outer / Sub Propylitic

Skarn Argillic Advanced Argillic

Phyllic

Gambar 2.4 Himpunan mineral alterasi sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996).

25
2.2.1.2 Sistem Epitermal Sulfida Rendah
Sistem epitermal sulfidasi rendah zona alterasi potasik dan filik tidak ditemukan.
Zona alterasi yang umum dijumpai pada epitermal sulfidasi rendah adalah sebagai
berikut: silisifikasi, ini banyak terdapat bersama mineral bijih sebagai generasi multiple
dari kuarsa dan kalsedon yang umumnya disertai dengan adularia dan kalsit. Resapan
silisifikasi dalam urat biasanya diapit oleh serisit-illit-kaolinit. Alterasi argilik [kaolinit-
illit-montmorillonit (smektit)] biasanya terbentuk berdampingan dengan urat. Alterasi
argilik lanjut (kaolinit-alunit) ini dapat terbentuk di sepanjang bagian atas zona
mineralisasi. Alterasi propilitik dijumpai pada bagian yang lebih dalam dan menjauhi
vein.
Sistem epitermal terbentuk pada kedalaman kurang dari dari 1 km dari
permukaan pada temperatur kurang 3000C (umumnya 1500-2500C), dan dari fluida asal
meteorik, mungkin dengan sebagian tambahan dari magmatic. Sistem epitermal
umumnya dibedakan dari tipe endapan lainnya berdasarkan perbandingan emas dan
peraknya, komposisi batuan induk, dan tatanan geologinya. Banyak peneliti
membedakan tipe deposit emas epitermal menjadi dua yang pada awalnya dibedakan
sebagai serisit adularia dan sulfat acid. Sekarang lebih dikenal dengan sistem sulfida
tinggi dan sulfida rendah (Gambar. 2.5; Hedenquist, 1997).

26
Gambar. 2.5 Distribusi skematik dari alterasi hydrothermal berassosiasi dengan deposit
epitermal sulfidasi rendah dan sulfidasi tinggi(Hedenquist, 1997).

Deposit emas epitermal sulfidasi rendah terbentuk dari larutan hidrothermal yang
naik melalui zona rekah dan bereaksi dengan batuan samping dan air meteorik sehingga
pH nya terus berkurang hingga hampir netral. Sistem epitermal sulfidasi rendah ini
dicirikan oleh sulfur yang berkurang dan membentuk H2S (Corbett dan Leach, 1996).
Tatanan tektonik dari epitermal sulfidasi rendah umumnya terdapat pada
volcanic island, busur magmatik pada batas lempeng dan continental volcanic dengan
regime struktur extensional dan strike-slip.
2.2.2 Mineralisasi Hidrotermal
Mineralisasi adalah proses pembentukan endapan mineral logam atau non logam
yang terkonsentrasi dari satu atau lebih mineral yang dapat dimanfaatkan (Bateman dan
Jensen,1981).Emas pada mineralisasi ini umumnya berassosiasi dengan galena,
sphalerit, kalkopirit, dan sedikit pirit (Corbett dan Leach 1996). Pola mineralisasinya
yaitu mineral bijih yang mengisi rongga-rongga dan rekah (open space & cavity filling).
Zona bijih biasanya dibatasi oleh struktur, tetapi juga bisa muncul pada litologi yang

27
bersifat permeable. Urat yang lebar (memiliki lebar > 1m dengan beberapa ratus meter
searah jurus) sampai urat-urat kecil dan stockworks biasanya memiliki penyebaran dan
pergantian yang lebih sedikit.
Mineral penyerta yang umum dijumpai pada epitermal sulfidasi rendah adalah:
kuarsa, ametis, kalsedon, struktur kalsit yang kemudian digantikan oleh kuarsa, kalsit,
adularia, serisit, barit, fluorit, rhodokrosit, hematit dan klorit.
Sistem epitermal sulfidasi rendah dapat dikelompokkan (Corbett dan Leach,
1996) sebagai berikut (Gambar 2.6):
Deposit yang berhubungan dengan porfiri menunjukkan hubungan yang sangat
dekat dengan sumber magmatik dan membentuk suatu kesatuan ke arah kerak
yang lebih dangkal dan semakin jauh dari sumber intrusi dibagi menjadi:
o Kuarsa emas perak sulfida
o Karbonat emas logam dasar
o Epitermal emas-perak kuarsa
Emas yang menggantikan batuan induk sedimen
Berdasarkan arah kedalaman, sistem epitermal Au-Cu-adularia-serisit dapat
dikelompokkan lagi sebagai berikut:
o Sinter dan breksi hidrothermal Au-Cu (deposit Hot spring)
o Urat kuarsa stockwork Cu-Au
o Urat pengisi rekah Au-Cu

28
Gambar 2.6 Model Deposit Bijih (Corbett dan Leach, 1996)

29
BAB III
GEOLOGI DAERAH TOGURACI DAN SEKITARNYA

3.1 Geomorfologi
Geomorfologi adalah studi yang menguraikan bentuk lahan dan proses yang
mempengaruhi pembentukannya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuk
lahan dengan proses dalam tatanan keruangan. Dalam pembagian satuan geomorfik
daerah penelitian penulis mengacu pada klasifikasi morfologi menurut (van Zuidam,
1983).
3.1.1 Dasar Pembagian Bentuk Lahan
Pembagian bentuk lahan pada daerah penelitian, penulis juga memperhatikan
faktor - faktor yang mempengaruhi proses pembentukan bentang alam suatu daerah yang
terdiri dari:
a. Morfologi : studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum, meliputi:
- Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada di permukaan bumi,
bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuk lahan, antara lain lembah,
bukit, perbukitan, dataran, pegunungan, teras sungai, beting pantai, kipas
alluvial, plato dan lain-lain.
- Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara
lain kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi,
bentuk lembah dan pola pengaliran.

30
Besaran kelerengan dapat diukur dalam analisis kelerengan yakni dengan rumus sebagai
berikut:

Gambar 3.1
Rumus sudut lereng (van Zuidam, 1979)
Tabel 3.1
Pembagian klasifikasi kelerengan menurut van Zuidam, (1979)

31
b. Morfogenesa : asal usul pembentukan dan perkembangan bentuk lahan serta
proses - proses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi,
litologi penyusun dan proses geomorfologi. Morfogenesa meliputi:
- Morfostruktur aktif, berupa tenaga endogen seperti pengangkatan, perlipatan
dan pensesaran. Bentuk lahan yang berkaitan erat dengan hasil gaya endogen
yang dinamis termasuk gunung api, tektonik (lipatan dan sesar), seperti :
gunungapi, pegunungan antiklin dan gawir sesar.
- Morfostruktur pasif, bentuk lahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe
batuan maupun struktur batuan yang berkaitan dengan denudasi seperti
messa, cuesta, hogback dan kubah.
- Morfodinamik, berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga air,
es, gerakan masa dan kegunungapian. Bentuk lahan yang berkaitan erat
dengan hasil kerja gaya eksogen (air, es, angin dan gerakan tanah) seperti
gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai dan lahan kritis.
3.1.2 Pola Pengaliran dan Tipe Genetik Sungai
Pola pengaliran adalah kumpulan jalur-jalur pengaliran hingga bagian
terkecilnya pada batuan yang telah mengalami pelapukan ataupun tidak dan ditempati
oleh sungai secara permanen.
Pola pengaliran Subdendritik, pola pengaliran ini merupakan pola ubahan dari
pola dendritik yang terjadi karena pengaruh dari topografi maupun struktur geologi pada
suatu daerah. Daerah penelitian memiliki sungai dengan pola pengaliran subdendritik
pada perbukitan bergelombang sedang. dengan bentuk yang menyerupai cabang pohon
dengan topografi miring yang dikontrol oleh struktur geologi baik berupa kekar, ataupun
sesar.
Pola pengaliran Rectangular. Daerah penelitian memiliki sungai dengan pola
pengaliran rectangular pada perbukitan bergelombang kuat. dengan bentuk geologi
dimana aliran cabang sungai tegak lurus terhadap sungai induk dengan topografi curam
yang dikontrol oleh struktur geologi baik berupa kekar, ataupun sesar yang saling tegak
lurus.

32
Gambar 3.2
Pola pengaliran daerah telitian

33
Berdasarkan sifat alirannya sungai pada daerah Toguraci dan sekitarnya
merupakan sungai eksternal, yakni aliran air berada dipermukaan dan membentuk
sungai maupun danau seperti Sungai Bora dan Sungai Tobobo.
Geomorfologi daerah penelitian mencakup bentang alam yang relatif kompleks,
yang didominasi oleh perbukitan dengan interval ketinggian antara 50 - 525 mdpl. Titik
terendah pada bagian tenggara daerah telitian sedangkan titik tertinggi pada bagian Barat
laut daerah telitian. Indikasi adanya struktur geologi berupa sesar dan kekar dapat
diketahui dari interpretasi pergeseran dan pembelokan kelurusan bukit. Geomorfologi
daerah penelitian didominasi oleh perbukitan dari utara sampai ke selatan peta.
3.1.3 Geomorfologi Daerah Toguraci dan Sekitarnya
Berdasarkan aspek-aspek geomorfologi tersebut dengan disertai klasifikasi
menurut van Zuidam, (1983), maka bentuk lahan pada daerah Toguraci dan sekitarnya
dapat diklasifikasikan menjadi 1 satuan geomorfik yaitu :
Satuan Geomorfik Bentukan Asal Vulkanik terdiri dari:
- Subsatuan Geomorfik Perbukitan Vulkanik Bergelombang Kuat (V1)
- Subsatuan Geomorfik Perbukitan Vulkanik Bergelombang Sedang (V2)
- Subsatuan Geomorfik Intrusi batuan Beku (V3)

3.1.3.1 Satuan Geomorfik Bentukan Asal Vulkanik


Satuan geomorfik bentukan asal vulkanik terdiri dari tiga subsatuan geomorfik,
yakni perbukitan vulkanik bergelombang kuat dengan pola pengaliran rectangular,
perbukitan vulkanik bergelombang sedang dengan pola pengaliran subdendritik ,
subsatuan geomorfik intrusi batuan beku dengan pola pengaliran subdendritik. Satuan
geomorfik bentukan asal vulkanik ini disusun oleh litologi basalt, andesit, dasit dan
diorit.

34
3.1.3.1.1 Subsatuan Geomorfik Perbukitan Vulkanik Bergelombang Kuat (V1)
Subsatuan geomorfik perbukitan vulkanik bergelombang kuat menempati luasan
65% dari seluruh daerah penelitian. Subsatuan geomorfik ini umumnya terdapat pada
bagian baratlaut hingga tenggara pada daerah penelitian.

Morfologi daerah ini yaitu Morfografi berupa perbukitan yang bergelombang,


Morfometri dengan kemiringan lereng miring curam (8 55%) (van Zuidam, 1983)
mempunyai perbedaan elevasi antara 50 500 mdpl serta berada pada ketinggian 50
425 mdpl.

Morfogenesa daerah ini yaitu Morfostruktur Aktif beruapa kekar dan sesar,
Morfostruktur pasif berupa andesit dan dasit dan Morfodinamik berupa pelapukan erosi
sedang.

Pola pengaliran perbukitan vulkanik bergelombang kuat adalah rectangular.

Subsatuan perbukitan vulkanik bergelombang kuat ini tersusun oleh litologi


berupa andesit dan dasit . (Foto 3.1)

Foto 3.1
Kenampakan subsatuan geomorfik perbukitan vulkanik bergelombang kuat (V1)

35
3.1.3.1.2 Subsatuan Geomorfik Perbukitan Vulkanik Bergelombang Sedang (V2)
Subsatuan geomorfik perbukitan vulkanik bergelombang sedang menempati
luasan 25% dari seluruh daerah penelitian. Subsatuan geomorfik ini umumnya terdapat
pada bagian timut laut pada daerah penelitian.
Morfologi daerah ini yaitu Morfografi berupa perbukitan yang bergelombang,
Morfometri dengan kemiringan miring agak curam (8 20%) (van Zuidam, 1983)
mempunyai perbedaan elevasi antara 50 200 mdpl serta berada pada ketinggian 50
225 mdpl.
Morfogenesa daerah ini yaitu Morfostruktur Aktif berupa kekar, Morfostruktur
pasif berupa basalt dan Morfodinamik berupa pelapukan erosi sedang.

Pola pengaliran perbukitan vulkanik bergelombang sedang adalah subdendritik.

Subsatuan perbukitan vulkanik bergelombang sedang ini tersusun oleh litologi


berupa basalt. (Foto 3.2)

Foto 3.2
Kenampakan subsatuan geomorfik perbukitan vulkanik bergelombang sedang (V2)

36
3.1.3.1.3 Subsatuan Geomorfik Intrusi Batuan Beku (V3)
Subsatuan geomorfik intrusi batuan beku menempati luasan 10% dari seluruh
daerah penelitian. Subsatuan geomorfik ini umumnya terdapat pada bagian tengah dan
timurlaut pada daerah penelitian.
Morfologi daerah ini yaitu Morfografi berada di lembah perbukitan, Morfometri
dengan kemiringan lereng agak curam curam (14 55%) (van Zuidam, 1983)
mempunyai perbedaan elevasi antara 75 500 mdpl serta berada pada ketinggian 100 -
425 meter mdpl.
Morfogenesa daerah ini yaitu Morfostruktur Aktif berupa kekar, Morfostruktur
pasif berupa diorit dan Morfodinamik berupa pelapukan erosi sedang.

Pola pengaliran intrusi batuan beku adalah subdendritik. Subsatuan intrusi


batuan beku diorit ini tersusun oleh litologi diorit. (Foto 3.3)

Foto 3.3
Kenampakan subsatuan geomorfik intrusi batuan beku (V3)

37
3.1.4 Stadia Geomorfik
Setiap bentuk morfologi pada suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai proses
yang menyebabkan perubahan bentuk morfologi. Penyebab dari perubahan ini adalah
proses eksogen dan proses endogen. Stadia geomorfik ditentukan oleh adanya tingkat
erosi, stadia geomorfik dapat dibagi menjadi stadia muda, stadia dewasa dan stadia tua.
Berdasarkan aspek relief dan topografi, gambaran bentang alam relatif tinggi
berada di bagian utara dan baratlaut dan relatif rendah pada bagian tenggara daerah
penelitian, dengan kemiringan lereng miring curam (8 55%) (van Zuidam, 1983)
mempunyai perbedaan elevasi antara 50 200 mdpl serta berada pada ketinggian 50
425 mdpl. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa bentukan topografi yang relatif terjal
dan bergelombang kuat seperti pada daerah penelitian lebih dipengaruhi oleh tingkat
erosi vertikal pada permukaan lahannya.
Dilihat dari bentukan topografi dan tingkat kelerengan pada uraian diatas, penulis
menyimpulkan bahwa stadia geomorfik pada daerah penelitian adalah stadia muda.
3.2 Stratigrafi Daerah Toguraci dan Sekitarnya
Stratigrafi daerah Toguraci dan sekitarnya tersusun atas empat satuan batuan
dari tua ke muda yaitu Lava basalt Toguraci, Lava andesit Toguraci, Intrusi dasit
Toguraci dan Intrusi diorit Toguraci. Pembagian satuan tersebut dimaksudkan untuk
menggolongkan batuan secara bersistem berdasarkan sumber, deskripsi dan genesa yang
termasuk di dalamnya struktur dan tekstur batuan yang terlihat pada singkapan batuan.
Kesebandingan dalam pembagian satuan batuan tersebut telah peneliti
sebandingkan dengan stratigrafi daerah terdekat yaitu stratigrafi daerah Gosowong dan
sekitarnya, dimana tersusun atas basalt firik augit, vulkaniklastik, lava andesit-basaltik,
batuan intrusi andesit-diorit, dasit-andesit kwarsa, dan piroklastik Kwarter
(Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004).

38
3.2.1 Lava Basalt Toguraci
Lava Basalt Toguraci pada daerah penelitian terdiri dari basalt.
3.2.1.1 Ciri Litologi
Batuan beku basa vulkanik, abu-abu sampai hitam, intergranular, hipokristalin,
fanerik halus (<1mm), subhedral, komposisi mineral : piroksen (55%) (sebagian besar
mineral telah mengalami ubahan menjadi klorit),plagioklas (35%) (sebagian besar telah
mengalami ubahan menjadi mineral lempung), mineral gelas (10%) (sebagian besar
telah mengalami ubahan menjadi mineral lempung) , didapatkan nama batuan pada LP 8
adalah basalt. (Foto 3.4 dan 3.5)

Foto 3.4
Kenampakan basalt pada Lava basalt Toguraci tersingkap baik di LP 8

39
Foto 3.5
Sampel batuan basalt LP 8

3.2.1.2 Penyebaran Litologi


Lava basalt Toguraci ini hampir menempati 10 % dari seluruh luas daerah
penelitian, yaitu pada bagian utara - timurlaut daerah penelitian. Umumnya menempati
sebagian besar perbukitan berelief lereng miring agak curam dan satuan geomorfologi
perbukitan vulkanik bergelombang sedang.
3.2.1.3 Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan lava basalt Toguraci berdasarkan sumber,
deskripsi dan genesa berupa basalt, diinterpretasikan sebagai lava. Lava ini termasuk
fasies proximal (Bogie & Mackenzie, 1998). (Gambar 3.3)
3.2.1.4 Umur Satuan Basalt Toguraci
Penentuan umur satuan ini di daerah penelitian didasarkan pada stratigrafi
regional yang dekat dengan daerah penelitian yaitu stratigrafi Gosowong dan sekitarnya,
yang termasuk didalam Formasi Gosowong dimana satuan ini diendapkan pada Miosen
Akhir (Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004).

40
3.2.1.5 Hubungan Stratigrafi
Lava basalt Toguraci mempunyai hubungan berangsur dengan lava andesit Toguraci.

3.2.2 Lava Andesit Toguraci


Lava andesit Toguraci pada daerah penelitian terdiri dari andesit.
3.2.2.1 Ciri Litologi
Batuan beku intermediet vulkanik, abu-abu sampai kehijauan, vitrophyre
(fenokris tertanam pada masa gelas), hipokristalin, fanerik halus (<1mm), subhedral-
anhedral, komposisi mineral : plagioklas (75%), piroksen (8%) (sebagian besar mineral
telah mengalami ubahan menjadi klorit), kuarsa (2%), mineral gelas (15%) (sebagian
besar telah mengalami ubahan menjadi mineral lempung) , didapatkan nama batuan pada
LP 60 adalah andesit. (Foto 3.6 dan 3.7)

Foto 3.6
Kenampakan andesit pada lava andesit Toguraci tersingkap baik di LP 60

41
Foto 3.7
Sampel batuan andesit LP 60

3.2.2.2 Penyebaran Litologi


Lava andesit Toguraci ini hampir menempati 45 % dari seluruh luas daerah
penelitian, yaitu pada bagian baratlaut - tenggara daerah penelitian. Umumnya
menempati sebagian besar perbukitan berelief lereng miring curam dan satuan
geomorfologi perbukitan vulkanik bergelombang kuat.
3.2.2.3 Lingkungan Pengendapan
Lava andesit Toguraci berdasarkan sumber, deskripsi dan genesa berupa andesit,
diinterpretasikan sebagai lava. Termasuk fasies proximal (Bogie & Mackenzie, 1998).
(Gambar 3.3)
3.2.2.4 Umur Satuan Andesit Toguraci
Penentuan umur satuan ini di daerah penelitian didasarkan pada stratigrafi
regional yang dekat dengan daerah penelitian yaitu stratigrafi Gosowong dan sekitarnya,
yang termasuk didalam Formasi Gosowong dimana satuan ini diendapkan pada Miosen
Akhir (Marjoribanks, 1997, in Richard and Priyono, 2004).

42
3.2.2.5 Hubungan Stratigrafi
Lava andesit Toguraci mempunyai hubungan berangsur dengan lava basalt
Toguraci dan di intrusi diorit Toguraci.

3.2.3 Intrusi Diorit Toguraci


Intrusi diorit Toguraci pada daerah penelitian terdiri dari diorit.
3.2.3.1 Ciri Litologi
Batuan beku intermediet plutonik, abu-abu sampai kehijauan, massif,
hipokristalin, fanerik sedang kasar inequigranular, subhedral, komposisi mineral:
plagioklas (75%) (sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi mineral lempung),
biotit (15%) (sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi klorit), kuarsa
(10%), didapatkan nama batuan pada LP 81 adalah diorite. (Foto 3.10 dan 3.11)

Foto 3.8
Kenampakan Intrusi diorit pada satuan diorit Toguraci tersingkap baik di LP 81

43
Foto 3.9
Sampel batuan diorit LP 81
3.2.3.2 Penyebaran Litologi
Intrusi Diorit Toguraci ini hampir menempati 25 % dari seluruh luas daerah
penelitian, yaitu pada bagian baratdaya - timurlaut daerah penelitian. Umumnya
menempati sebagian besar perbukitan berelief lereng agak curam curam dan satuan
geomorfologi Intrusi Batuan Beku.
3.2.3.3 Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan intrusi diorit Toguraci berdasarkan sumber,
deskripsi dan genesa berupa diorit, diinterpretasikan sebagai intrusi. Termasuk fasies
central (Bogie & Mackenzie, 1998). (Gambar 3.3)
3.2.3.4 Umur Intrusi Diorit Toguraci
Penentuan umur di daerah ini penelitian didasarkan pada stratigrafi regional yang
dekat dengan daerah penelitian yaitu stratigrafi Gosowong dan sekitarnya, yang
termasuk didalam Formasi Gosowong dimana satuan ini diendapkan pada Miosen Akhir
(Marjoribanks, 1997, in Richard and Priyono, 2004).

3.2.3.5 Hubungan Stratigrafi


Intrusi diorit Toguraci mempunyai hubungan tidak berangsur dengan lava basalt
Toguraci dan lava andesit Toguraci dimana intrusi diorit Toguraci ini merupakan batuan
terobosan (late magmatic).

44
3.2.4 Intrusi Dasit Toguraci
Intrusi dasit Toguraci pada daerah penelitian terdiri dari dasit.
3.2.4.1 Ciri Litologi
Batuan beku asam vulkanik, putih sampai kekuningan, porfiritik, hipokristalin,
fanerik sedang (1-2mm), subhedral-anhedral, komposisi mineral : kuarsa (55%) ,
plagioklas (25%) (Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi mineral lempung),
hornblende(7%), piroksen (3%) (sebagian besar mineral mengalami ubahan menjadi
klorit), Mineral Gelas (10%) (Sebagian besar mengalami ubahan menjadi mineral
lempung) , didapatkan nama batuan pada LP 119 adalah dasit .(Foto 3.8 dan 3.9)

Foto 3.10
Kenampakan dasit pada intusi dasit Toguraci tersingkap baik di LP 119

45
Foto 3.11
Sampel batuan dasit LP 119
3.2.4.2 Penyebaran Litologi
Intrusi Dasit Toguraci ini hampir menempati 20 % dari seluruh luas daerah
penelitian, yaitu pada bagian baratdaya daerah penelitian. Umumnya menempati
sebagian besar perbukitan berelief lereng miring curam dan satuan geomorfologi
perbukitan vulkanik bergelombang kuat.
3.2.4.3 Lingkungan Pengendapan
Penentuan lingkungan pengendapan intrusi dasit Toguraci berdasarkan sumber,
deskripsi dan genesa berupa dasit, diinterpretasikan sebagai intrusi. Termasuk fasies
central (Bogie & Mackenzie, 1998). (Gambar 3.3)

46
Gambar 3.3
Fasies gunungapi (Bogie & Mackenzie, 1998)
3.2.4.4 Umur Intrusi Dasit Toguraci
Penentuan umur satuan ini di daerah penelitian didasarkan pada stratigrafi
regional yang dekat dengan daerah penelitian yaitu stratigrafi Gosowong dan sekitarnya,
yang termasuk didalam Formasi Gosowong dimana satuan ini diendapkan pada Miosen
Akhir (Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004).

3.2.4.5 Hubungan Stratigrafi


Intrusi dasit Toguraci mempunyai hubungan tidak berangsur dengan lava basalt
Toguraci dan Lava andesit Toguraci dimana intrusi dasit Toguraci ini merupakan batuan
terobosan (late magmatic) setelah intrusi diorit Toguraci.

47
Gambar 3.4
Stratigrafi daerah Toguraci dan sekitarnya

48
Gambar 3.5
Stratigrafi Regional Gosowong dan sekitarnya
(Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004)

49
3.3 Struktur Geologi Daerah Toguraci dan Sekitarnya
Struktur yang bekerja di daerah Toguraci dan sekitarnya berkaitan dengan
aktivitas vulkanik dan tektonik regional. Struktur yang terbentuk pada daerah penelitian
adalah kekar dan sesar. Penentuan jenis dan penamaan struktur tersebut didasarkan pada
pengamatan dan pengukuran elemen-elemen struktur berupa kekar dan sesar yang
dijumpai di lapangan, kemudian dianalisis dan digambar secara visualisasi pada peta
struktur geologi dan penampang geologi.

3.3.1 Struktur Kekar


Kekar di daerah penelitian berupa kekar gerus (shear fracture) sebagai hasil dari
compression stress, dan kekar tarik (tension joint) sebagai hasil dari tensional stress.
Kenampakan kekar gerus di lapangan ditunjukkan oleh bidang lurus dan rata, terkadang
memperlihatkan gejala penggerusan serta memotong batuan, dan umumnya berpasangan
dengan jarak bervariasi antara 4 30 cm dan panjangnya 3 20 meter. Sedangkan kekar
tarik di lapangan terlihat dengan bidang kekar yang kasar dan terbuka. (Foto 3.12)
Pengukuran kekar-kekar dilapangan bertujuan untuk mengetahui arah umum kekar
dan selanjutnya mengetahui tegasan utama dari kekar - kekar tersebut sehingga dapat
diinterpretasikan arah gaya utama yang mengontrol perkembangan struktur geologi di
daerah penelitian. (Analisis kekar terlampir)

Foto 3.12 Analisis kekar

50
3.3.2 Struktur Sesar
Gejala struktur sesar yang dapat dijumpai di lapangan berupa bidang sesar, gores
garis, step gash, dan struktur penyerta kekar. Jejak sesar di daerah penelitian juga dapat
terlihat berupa kelurusan sungai dan pembelokan sungai yang ekstrim. Sesar yang
dijumpai pada daerah penelitian adalah sesar Bora 1 (LP 33), sesar Bora 2 (LP 109) dan
sesar Toguraci (LP 115) di analisis berdsarkan klasifikasi Rickard, 1972. (Gambar 3.5)

Gambar 3.6
Klasifikasi Rickard 1972

51
3.3.2.1 Sesar Bora 1
Cermin sesar dijumpai pada LP 33 di sungai Bora, diperoleh bidang sesar N 289
E/53, dan gores-garis pada cermin sesar 28 , N 308 E rake 32 dan arah step gash
bergerak relatif ke kanan. Dengan data tersebut dapat diperoleh nama sesar ini yaitu
Reverse Left Slip Fault berdasarkan klasifikasi Rickard (1972). (Analisis sesar
terlampir)
Penamaan sesar Bora 1 diambil dari daerah yang terlewati oleh sesar tersebut
yaitu Sungai Bora. Sesar ini memotong pada litologi andesit pada Khuluk Gosowong.
(Foto 3.13)

Foto 3.13
Analisis sesar Bora 1 Reverse Left Slip Fault

52
3.3.2.2 Sesar Bora 2

Cermin sesar dijumpai pada LP 109 di sungai Bora, diperoleh bidang sesar N
296 E/60, dan gores-garis pada cermin sesar 44 , N 089 E rake 56. Dengan data
tersebut dapat diperoleh nama sesar ini yaitu Right Reverse Slip Fault berdasarkan
klasifikasi Rickard (1972). (Analisis sesar terlampir)
Penamaan sesar Bora diambil dari daerah yang terlewati oleh sesar tersebut
yaitu Sungai Bora. Sesar ini memotong pada litologi andesit, basalt, dan diorit pada
KhulukGosowong. (Foto 3.14)

Foto 3.14
Analisis sesar Bora 2 Right Reverse Slip Fault

53
3.3.2.3 Sesar Toguraci
Cermin sesar dijumpai pada LP 115 di sungai Tabobo Utara, diperoleh bidang
sesar N 357 E/77, dan gores-garis pada cermin sesar 27 , N 004 E rake 10. Dengan
data tersebut dapat diperoleh nama sesar ini yaitu Right Slip Fault berdasarkan
klasifikasi Rickard (1972). (Analisis sesar terlampir)
Penamaan sesar Toguraci diambil dari daerah yang terlewati oleh sesar tersebut
yaitu Toguraci. Sesar ini memotong pada litologi andesit, basalt, dasit dan diorit pada
Khuluk Gosowong. (Foto 3.15)

Foto 3.15
Analisis sesar Toguraci Right Slip Fault

54
3.4 Potensi Geologi

Berdasarkan manfaat dan ancaman, potensi geologi daerah penelitian dapat


dibedakan menjadi dua, yaitu potensi geologi positif dan potensi negatif. Potensi geologi
positif berupa bahan galian logam yang menguntungkan bagi masyarakat sekitar
maupun bagi perusahaan yang memiliki wilayah konsesi pada daerah penelitian,
sedangkan potensi geologi negatif merupakan potensi yang merugikan berupa bencana
alam.

3.4.1 Potensi Geologi Positif

3.4.1.1 Tambang Emas

Tambang emas pada daerah penelitian merupakan tambang emas milik PT. Nusa
Halmahera Minerals yakni dengan menggunakan sistem underground minning dan open
pit. (Foto 3.16 dan 3.17)

Foto 3.16
Penambangan underground minning PT. Nusa Halmahera Minerals

55
Foto 3.17
Penambangan open pit PT. Nusa Halmahera Minerals

56
3.4.2 Potensi Geologi Negatif

3.4.2.1 Potensi Gerakan Tanah

Potensi geologi negatif merupakan bencana geologi yang terdapat di daerah


penelitian. Bencana geologi yang terjadi pada daerah Toguraci dan sekitarnya yaitu
gerakan tanah. Gerakan tanah terjadi akibat kemiringan lereng yang curam dan termasuk
daerah jalur patahan aktif yang rentan terhadap proses erosi dan struktur geologi. (Foto
3.18)

Foto 3.18
Gerakan tanah pada daerah penelitian

57
BAB IV
ALTERASI DAN MINERALISASI

4.1 Alterasi Hidrothermal Daerah Toguraci dan Sekitarnya


Alterasi hidrothermal pada suatu daerah tertentu mempunyai karakteristik
tersendiri. Fluida hidrothermal yang mempunyai kondisi fisika - kimia tertentu melewati
suatu batuan (wall rock) yang tertentu pula melewati permeabilitas sekunder maupun
primer, menghasilkan atau merubah batuan yang ada menjadi kumpulan/asosiasi mineral
ubahan (alteration). Pengendapan mineral tertentu ada yang bersifat pengisian dan juga
pengalterasian terhadap batuan yang ada. Alterasi itu menyangkut aspek kimiawi,
mineralogi, dan tekstur. Asosiasi mineral alterasi yang khas biasanya tercermin sebagai
suatu tipe alterasi.
Secara umum alterasi di daerah Toguraci dibagi menjadi tiga tipe yaitu tipe
argilik, tipe propilitik, dan tipe silisifikasi.
4.1.1 Alterasi Argilik

Keberadaan alterasi argilik pada daerah penelitian mempunyai pelamparan yang


cukup luas yaitu berada di zona sekitar ditemukannya silisifikasi di lapangan.

Penyebaran tipe alterasi argilik di sebelah tengah, baratlaut dan tenggara setelah
alterasi silisifikasi daerah penelitian relatif sejajar dengan arah kedudukan urat
mineralisasi, hal ini disebabkan karena fluida hidrothermal yang membentuk tipe alterasi
argilik daerah tersebut intensif bekerja menerobos permeabilitas primer batuan dan
permeabilitas sekunder dengan hadirnya urat-urat kuarsa (veinlets) yang mengisi kekar -
kekar di lapangan.

Singkapan - singkapan yang menunjukkan tipe alterasi argilik ditemukan di


tengah, baratlaut dan tenggara daerah penelitian dimana ditemukan urat mineralisasi.
Pengamatan alterasi argilik secara megaskopis di lapangan memperlihatkan warna
batuan putih sampai kuning kecoklatan, dengan komposisi penyusun relatif lunak.

58
Warna putih susu pada alterasi ini umumnya diperlihatkan oleh kehadiran mineral
lempung sedangkan warna coklat kekuningan lebih diakibatkan oleh proses pelapukan.
(Foto 4.1 dan 4.2)

Foto 4.1
Singkapan alterasi argilik LP 70

Foto 4.2
Sampel alterasi argilik LP 70

59
4.1.1.1 Hasil Analisis Petrografi
Berdasarkan hasil analisis petrografi, sayatan petrografi alterasi argilik pada
litologi Andesit terdapat mineral lempung, mineral opak dan serisit.
Hasil pengamatan mikroskopis sayatan petrografi yang dilakukan pada LP 70
pada batuan andesit, memperlihatkan kenampakan batuan beku intermediet vulkanik,
berwarna abu-abu sampai kehijauan, tekstur porfiritik, subhedral, hipokristalin,
komposisi mineral terdiri dari plagioklas, piroksen, mineral gelas dan mineral opak.
Mineral sekunder yang hadir berupa serisit yang menggantikan feldspar.
4.1.1.2 Hasil ASD (Analytical Spectral Devices)

Berdasarkan hasil analisis conto batuan dari daerah penelitian yang dianalisis
dengan ASD menunjukkan bahwa conto batuan LP 70 secara megaskopis berupa batuan
berwarna abu-abu sampai kehijauan, tekstur porfiritik, subhedral, hipokristalin,
komposisi mineral terdiri dari plagioklas, piroksen, mineral gelas dan mineral opak.
Conto batuan ini telah mengalami alterasi argilik dengan ditandai hadirnya mineral
lempung: serisit, illit-smektit dan illit.
Mineral-mineral penciri yang hadir dalam analisis ASD kemudian dapat
dimasukkan kedalam diagram himpunan mineral alterasi dalam sistem hidrotermal
(Corbett dan Leach, 1996). Sehingga dapat diketahui pada suhu berapa alterasi argilik
yang hadir di daerah penelitian terbentuk dan pada pH berapa alterasi jenis ini pada
daerah penelitian dapat terbentuk. Mineral - mineral yang hadir dalam alterasi argillik
ternyata terbentuk pada suhu 1000 - 2000 C dan pH fluida berkisar 4 6 yakni dari asam
kemudian mendekati netral karena adanya kontak dengan air meteorik selama proses
pembentukan alterasi argilik dan terjadi pengkayaan CO2 dari uap air yang terpanaskan
(steam heated waters) ke arah batuan (wall rock) oleh hadirnya asam sulfat / kondensasi
zat volatil magmatik (Corbett dan Leach, 1996). (Analisis ASD terlampir)

60
4.1.2 Alterasi Propilitik

Keberadaan alterasi propilitik pada daerah penelitian mempunyai pelamparan


yang paling luas yaitu berada di zona sekitar ditemukannya silisifikasi dan argilik di
lapangan.

Penyebaran tipe alterasi propilitik di sebelah barat dan timur setelah alterasi
silisifikasi dan argilik daerah penelitian relatif sejajar dengan arah kedudukan urat
mineralisasi, hal ini disebabkan karena fluida hidrothermal yang membentuk tipe alterasi
klorit propilitik daerah tersebut intensif bekerja menerobos permeabilitas primer batuan
dan permeabilitas sekunder dengan hadirnya urat-urat kuarsa (veinlets) yang mengisi
kekar - kekar di lapangan.

Singkapan - singkapan yang menunjukkan tipe alterasi klorit propilitik


ditemukan di sebelah barat dan timur daerah penelitian dimana ditemukan urat
mineralisasi. Pengamatan alterasi klorit propilitik secara megaskopis di lapangan
memperlihatkan warna batuan biru kehijauan, dengan komposisi penyusun relatif lunak
keras, sedangkan warna coklat kekuningan lebih diakibatkan oleh proses pelapukan.
(Foto 4.3 dan 4.4)

61
Foto 4.3
Singkapan alterasi propilitik LP 51

Foto 4.4
Sampel propilitik LP 51

62
4.1.2.1 Hasil Analisis Petrografi
Berdasarkan hasil analisis petrografi, sayatan petrografi alterasi klorit propilitik
pada litologi basalt terdapat klorit, mineral opak dan mineral gelas.
Hasil pengamatan mikroskopis sayatan petrografi yang dilakukan pada LP 51
pada batuan basalt, memperlihatkan kenampakan batuan beku basa vulkanik, berwarna
abu-abu sampai hitam, tekstur intergranular, subhedral, hipokristalin, komposisi mineral
terdiri dari plagioklas, piroksen dan mineral gelas. Mineral sekunder yang hadir berupa
klorit.
4.1.2.2 Hasil ASD (Analytical Spectral Devices)

Berdasarkan hasil analisis conto batuan dari daerah penelitian yang dianalisis
dengan ASD menunjukkan bahwa conto batuan LP 51 secara megaskopis berupa batuan,
berwarna abu-abu sampai hitam, tekstur intergranular, subhedral, hipokristalin,
komposisi mineral terdiri dari plagioklas, piroksen dan mineral gelas.
Conto batuan ini telah mengalami alterasi klorit propilitik dengan ditandai hadirnya Fe-
klorit dan Mg-klorit.
Mineral-mineral penciri yang hadir dalam analisis ASD kemudian dapat
dimasukkan kedalam diagram himpunan mineral alterasi dalam sistem hidrotermal
(Corbett dan Leach, 1996). Sehingga dapat diketahui pada suhu berapa alterasi klorit
propilitik yang hadir di daerah penelitian terbentuk dan pada pH berapa alterasi jenis ini
pada daerah penelitian dapat terbentuk. Mineral - mineral yang hadir dalam alterasi
klorit propilitik ternyata terbentuk pada suhu 2000 - 2500 C dan pH fluida berkisar 5 6
yakni dari asam kemudian mendekati netral karena adanya kontak dengan air meteorik
selama proses pembentukan alterasi klorit propilitik dan terjadi pengkayaan CO2 dari
uap air yang terpanaskan (steam heated waters) ke arah batuan (wall rock) oleh hadirnya
asam sulfat / kondensasi zat volatil magmatik (Corbett dan Leach, 1996). (Analisis ASD
terlampir)

63
4.1.3 Alterasi Silisifikasi

Keberadaan alterasi silisifikasi pada daerah penelitian mempunyai pelamparan


yang paling kecil yaitu berada di tengah zona sekitar ditemukannya argilik dan
propilitik di lapangan.

Penyebaran tipe alterasi silisifikasi di sebelah tengah sebelum alterasi argilik dan
klorit propilitik daerah penelitian relatif sejajar dengan arah kedudukan urat
mineralisasi, hal ini disebabkan karena fluida hidrothermal yang membentuk tipe alterasi
silisifikasi daerah tersebut intensif bekerja menerobos permeabilitas primer batuan dan
permeabilitas sekunder dengan hadirnya urat-urat kuarsa (veinlets) yang mengisi kekar -
kekar di lapangan.

Singkapan - singkapan yang menunjukkan tipe alterasi silisifikasi ditemukan di


tengah daerah penelitian. Pengamatan alterasi silisifikasi secara megaskopis di lapangan
memperlihatkan warna batuan abu abu kehitaman, dengan komposisi penyusun relatif
keras. Warna abu - abu pada alterasi ini umumnya diperlihatkan oleh kehadiran mineral
kuarsa (SiO2) sedangkan warna kehitaman lebih diakibatkan oleh proses pelapukan dan
oksidasi. (Foto 4.5 dan 4.6)

64
Foto 4.5
Singkapan alterasi silisifikasi LP 115

Foto 4.6
Sampel silisifikasi kalsedon LP 115

65
4.1.3.1 Hasil Analisis Petrografi
Berdasarkan hasil analisis petrografi, sayatan petrografi alterasi silisifikasi pada
litologi andesit terdapat plagioklas, kuarsa, piroksen dan mineral gelas.
Hasil pengamatan mikroskopis sayatan petrografi yang dilakukan pada LP 115
pada batuan andesit, memperlihatkan kenampakan batuan beku intermediet vulkanik,
berwarna abu-abu, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam pada masa dasar gelas),
subhedral, hipokristalin, komposisi mineral terdiri dari plagioklas, kuarsa, piroksen dan
mineral gelas. Mineral sekunder yang hadir berupa kuarsa.
Pembentukan tipe alterasi silisifikasi ini diinterpretasikan sebagai hasil
devitrivikasi gelas volkanik pada saat pendinginan fluida hidrothermal yang jenuh silika
(Lindgren, 1933). Tekstur alterasi yang khas berupa zona vuggy silika pada zona
silisifikasi, disebabkan oleh pelarutan oleh fluida yang bersifat asam yang meninggalkan
lubang-lubang silika, kemudian sisa pelarutan ini terekristalisasi menjadi kuarsa/silica
dengan kondisi pH rendah (< 2), temperature tinggi (200o 250o C) dan tekanan rendah
(< 100o) (Corbett dan Leach, 1996).

4.2 Mineralisasi Bijih Daerah Toguraci dan Sekitarnya


Mineralisasi pada daerah penelitian terdapat dalam bentuk urat-urat yang
menyisip dalam batuan basalt, andesit, dasit, dan diorit. Urat kuarsa pada prinsipnya
terbentuk oleh larutan yang mengisi rekahan, oleh sebab itu urat kuarsa akan
mengikuti pola rekahan dan bentuk urat.

Secara megaskopis, dapat diamati hadirnya mineral sulfida seperti pirit,


kalkopirit dan mineral kuarsa sebagai mineral gangue.

Pengamatan di lapangan dijumpai mineral pirit secara setempat terutama pada


daerah yang teralterasi argilik, dijumpai dengan tekstur disseminated dan spotted
pada tubuh batuan basalt, andesit, dasit, dan diorit ataupun pada urat mineralisasi
berukuran 1 3 mm, menyudut tanggung - menyudut, terkadang dijumpai pirit dalam
bentuk kristal yang baik yaitu oktahedron. (Foto 4.7 dan 4.8)

66
Foto 4.7
Singkapan hadirnya mineral sulfida (pirit) pada LP 109

Foto 4.8
Kehadiran mineral sulfida (pirit) pada LP 109

67
Pirit berwarna kuning emas, memiliki bentuk anhedral sampai euhedral pada
beberapa pengamatan terdapat pirit dalam bentuk kristal yang baik yaitu oktahedron,
memiliki kilap logam serta gores hitam dengan ukuran butir 0.1 cm 0.3 cm.

4.2.1 Hasil Analisis Geokimia AAS (Atomic Absorbption Spectophotometry)

Berdasarkan hasil analisis dari lima (5) conto batuan LP 103, LP79, LP37,LP6
dan LP44 dari daerah penelitian yang dianalisis dengan AAS (Atomic Absorbtion
Spectophotometry) menunjukkan bahwa conto batuan mengandung unsur - unsur berupa
Ag, Pb, Zn dan Au. (Tabel AAS terlampir)
Karakteristik alterasi dan mineralisasi pada daerah Toguraci dan sekitarnya dapat
dikelompokan pada tipe mineralisasi epitermal sulfidasi rendah dicirikan oleh:
Kehadiran dari semua mineral pada daerah telitian umumnya menunjukkan suhu
pembentukan berkisar 200 - 250 C, sehingga diinterpretasikan zona ini terbentuk pada
lingkungan dekat dengan permukaan oleh karenanya dapat diklasifikasikan dalam
epitermal sulfidasi rendah (Hedenquist,1997; Lawless dan white , 1997; Corbett dan
Leach, 1996).
Kehadiran mineral bijih yang melimpah dengan golongan mineral sulfida
mencerminkan sistem epithermal sulfidasi rendah, fluida magmatik yang didominasi gas
(SO2 dan HCl) direduksi pada saat bereaksi dengan batuan samping (wall rock) sehingga
terjadi dilusi (pengenceran) akibat adanya sirkulasi fluida meteorik (air hujan). Proses
tersebut terjadi pada bagian bawah dari sistem sulfidasi rendah yang membawa zat
volatil (termasuk unsur logam didalamnya), hal ini menyebabkan fluida didominasi oleh
H2S sebagai sumber sulfur yang paling besar yang juga melarutkan garam (terutama
NaCl) pada temperatur 200 250 oC dan kedalaman 50 1000 m (Corbett dan Leach,
1996 ).

4.3 Hubungan Struktur Geologi Dengan Mineralisasi Daerah Toguraci dan


sekitarnya.

68
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa mineralisasi
atau urat kuarsa yang ada pada daerah penelitian mengisi celah yang ada batuan basalt,
andesit, dasit, dan diorit. Kehadiran urat - urat (vein/veinlet) pada suatu formasi batuan
tersebut sebagai penciri terjadinya proses mineralisasi, dikontrol oleh struktur geologi.
Struktur geologi yang paling berperan sebagai indikator kehadiran urat-urat tersebut
adalah struktur kekar. Demikian pula kehadiran dan sebaran mineralisasi di daerah
penelitian dikontrol oleh struktur geologi, yaitu kekar tarik, kekar gerus, dan sesar (Sesar
Bora 1, Sesar Bora 2, dan Sesar Toguraci).
Berdasarkan hasil analisis terhadap arah umum uratan kuarsa (veinlets) yang
mengisi kekar menunjukan trend utara selatan, dan beberapa berarah baratlaut
tenggara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur geologi mengontrol terdapatnya
urat-urat kuarsa sebagai sebaran mineralisasi di daerah penelitian yakni searah dengan
Extension Joint . (Analisis sesar dan kekar terlampir)

4.4 Sejarah Geologi

69
Berdasarkan data data pengukuran di lapangan dan analisis struktur,
interpretasi, serta berdasarkan data dari peneliti terdahulu dapat ditarik suatu kesimpulan
geologi yang menggambarkan runtutan sejarah dalam kerangka ruang dan waktu.
Sejarah geologi pada daerah penelitian dimulai dari kala Miosen Akhir, dapat
diinterpretasikan bahwa daerah Toguraci dan sekitarnya terjadi satu periode tektonik
yaitu pada Kala Miosen Akhir, terutama Awal Miosen Akhir terjadi dua (2) kali
aktivitas volkanik dengan diendapkannya batuan beku vulkanik yakni diendapkan satuan
basalt Toguraci dan satuan andesit Toguraci yang termasuk ke dalam Khuluk
Gosowong.
Bersamaan dengan aktivitas vulkanik fase pertama terjadi intrusi diorit dan
intrusi dasit Toguraci yang menerobos batuan beku vulkanik diatasnya dan pada saat itu
sudah dimulainya proses alterasi dan mineralisasi dengan larutan sisa magma (late
magmatic) yang menerobos melalui rekahan atau kekar kekar yang merupakan kekar
ekstensional maupun kekar yang terjadi karena transpresional. Penerobosan melalui
kekar-kekar tersebut berassosiasi dengan batuan samping sehingga proses mineralisasi
kuat terjadi pada larutan sisa magma tersebut yang akhirnya menjadi urat-urat kuarsa
tensional.

BAB V
KESIMPULAN

70
1. Berdasarkan aspek litologi, struktur geologi, dan stadia erosi daerah penelitian dibagi
menjadi 3 subsatuan geomorfik, yaitu: subsatuan geomorfik perbukitan vulkanik
bergelombang kuat (V1), subsatuan geomorfik perbukitan vulkanik bergelombang
sedang (V2) dan subsatuan geomorfik intrusi batuan beku (V3).
2. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis laboratorium, daerah penelitian
dapat dibagi menjadi 4 satuan vulkanostratigrafi tidak resmi dengan urutan dari tua ke
muda sebagai berikut: lava basalt Toguraci (Miosen Akhir), lava andesit Toguraci
(Miosen Akhir), intrusi diorit Toguraci (Miosen Akhir) dan intrusi dasit Toguraci
(Miosen Akhir).
3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian terdiri dari sesar naik, sesar
mendatar kanan dan kekar dengan arah relatif N 289 E/53, 296 E/60, dan N 357
E/77.
4. Karakteristik tiga jenis alterasi yang ditemukan di daerah penelitian, yakni alterasi
argilik dengan suhu pembentukan mineral 100 - 200 C dengan pH fluida berkisar
4 6, alterasi propilitik dengan suhu pembentukan mineral 200 - 250 C dengan pH
fluida berkisar 5 6, dan alterasi sisilisikasi dan suhu pembentukan mineral 200 -
250 C dengan pH rendah (< 2).
5. Mineralisasi yang berkembang didaerah telitian ditunjukkan dengan hadirnya mineral
pirit, kalkopirit dan mineral kuarsa.
6. Berdasarkan data lapangan dan analisa kimia tipe mineralisasi daerah telitian adalah
epitermal sulfida rendah.

DAFTAR PUSTAKA

71
Basuki Dwi Priyono, M.D., 2003. The Bora Toguraci prospect Gosowong district
Halmahera, Indonesia. Report on Exploration Undertaken. Unpublished
report to PT. Nusa Halmahera Minerals.
Bateman, A.M., Jensen, M.L., 1981, Economic Mineral Deposit, 3rd, John Wiley &
Sons,New York
Bogie, I. dan Mackenzie, K.M., 1998. The application of a volcanic facies models to an
andesitic stratovolcano hosted geothermal system at Wayang Windu, Java,
Indonesia. Proceedings of 20th NZ Geothermal Workshop, h.265-276.
Corbett, Greg J and Leach, Terry M, 1996, Southwest Pacific Rim Gold-Copper System:
Structure, Alteration, and Mineralization, Manual Kursus Singkat Eksplorasi
di Baguio, Philippines
Daud Erikson Silitonga, 2006, Interpretasi zona alterasi dan mineralisasi berdasarkan
analisa data inti bor pada urat kuarsa k-1 deposit kencana, Gosowong,
Halmahera.
Hall, R., 1999. Neogene History of Collision In The Halmahera Region, Indonesia.
Proceedings, Indonesian Petroleum Association, 27th Annual Convention &
Exhibition.
Hedenquist J., 1997, Epithermal Gold Deposits: Styles, Characteristics and
Exploration. Kursus Singkat, The University of Western Australia.
Izzul Azmi, 2006, lithological and structural controls on the epithermal low
sulphidation mineralization styles at toguraci, Halmahera Island.
Lawless, J V, White, P J, 1997, Epigenetic Magmatic-Related Mineral Deposits:
Exploration Based on Mineralization Models. Kingston-Morrison Ltd.
Lindgren, W., 1933, Mineral Deposits, McGraw Hill Book Company, New York.
Marjoribank R, 2000, Geologival Observation on The Gosowong Gold Deposit and
Surrounding Regional, Halmahera Island.
Olberg, D.J., 2001, Ore Shoot Targeting in The Gosowong Vein Zone, Halmahera,
Indonesia. Submitted in fulfillment of the requirements for the degree of
MEeonGeol. University of Tasmania.

72
Olberg, D.J., Rayner, J., Langmead, R.P., Coote, J.A.R., 1999, Geology of Gosowong
Epithermal Gold Deposit, Halmahera, Indonesia, dalam Proceedings
PACRIM 1999, Hal. 179-185 (The Australasian Institute of Mining and
Metallurgy: Melbourne).
Richards, T.H., Priyono, M.D.B.D., 2004, Discovery of Toguraci Epithermal Au-Ag
Deposits, Gosowong Goldfield, Halmahera Island, East Indonesia, dalam
Proceedings PACRIM 2004, Hal. 359-366 (The Australasian Institute of
Mining and Metallurgy: Melbourne).
Richards, T.H., Suyadnya I.K.G., Mudadi, N., Darmawan, D., Muryanto, A., 2005, The
Discovery of the Kencana Low Sulphidation Epithermal Deposit, Gosowong
Goldfields, Halmahera Island.
Sukamto, R,. 1989. Halmahera, A Typical Cainozoic Volcanic Island Arc IN Eastern
Indonesia. Geologi Indonesia, Journal of the Indonesian Association of
Geologists, J.A. Kaliti Commemorative Volume (60 Years),v 12, n 1.
Williams H,. Turner F.J and Gilbert C.M., 1954, Petrography. AN introduction to Study
of Rock in Thin Section. University of California, Barkeley, W.H, Freeman
and Company, San Fransisco, 406, PP
Van Zuidam, R.A, 1983, Guide to Geomorphologi Aerial Photographic Interpretation
and Mapping. ITC.Enshede The Netherland, 325 hal.

73
LAMPIRAN

74
Kode contoh : Ibnu 1
Lokasi : Lokasi Pengamatan 10
Batuan : Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan : Satuan Andesit

Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam dalam
masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen, bentuk
subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi. Nampak dijumpai urat-urat kuarsa yang
terisi oleh mineral bijih.

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3

4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I

X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (65%)
Plagioklas (35%): (3E) tidak warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (15%),
bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (20%), An 43 (jenis andesin),
tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (2%) : (6D) hijau muda pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk subhedral -
anhedral. Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi
chlorit. Hadir merata dalam batuan.
Kuarsa (3%) : (6I) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (25%) : (2H) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna pink berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan menjadi
mineral lempung.

Mineral ubahan/sekunder: (35%):


Silika (18%): (4F) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Klorit (12%): (7D)hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (5%): (3C) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.
Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

1
Kode contoh : Ibnu 2
Lokasi : Lokasi Pengamatan 126
Batuan : Bantuan Beku Dasit (Altered)
Satuan batuan : Satuan Dasit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan tipis batuan beku asam vulkanik (terlaterasi), berwarna putih kekuningan, porfiritik, ukuran pada fenokris
0,02 - 2 mm bentuk subhegral-anhedral. fenokris berupa, feldspar, kuarsa, piroksen, hornblande, fenokris tertanam
dalam masa dasar berupa mikrolit-mikrolit plagioklas, kuarsa, dan gelas.

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3

4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I

X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :

Butiran: (80%)
Plagioklas (35%): (5F) warna putih abu-abu, relief rendah-sedang, ukuran butir 0,02-2 mm, memperlihatkan
kembaran albit An 14 (jenis oliglokas).
Kuarsa (25%): (3E) tidak berwarna, relief rendah, n<nKb, berukuran 0,020,8mm,bentuk anhedral, bebrapa
diantaranya memperlihatkan struktur embayment.
Hornblende (10%) : (6I) kecoklatan, relief tinggi, belahan 2 arah, pemadaman miring, nampak mulai
terubah menjadi mineral opak dan lempung pada batas kristal dan sepanjang belahannya.
Piroksen (5%): (1E) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
bentuk subhedral anhedral. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi klorit. Hadir merata dalam
batuan.
Mineral gelas (15%) : (7F) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
bentuk subhedral - anhedral, ukuran 0,05-1,5 mm. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi chlorit.
Hadir merata dalam batuan.
Mineral ubahan/sekunder: (20%):
Silika (10%): (2B) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Klorit (8%): (2D) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (6B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.

Nama batuan : Dasit (Klasifikasi Williams, 1954)

2
Kode contoh : Ibnu 3
Lokasi : Lokasi Pengamatan 17
Batuan : Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan : Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3

4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (45%): (7B) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (15%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 46 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 46 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (2%): (7C) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral..) Sbagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (3%): (3H) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (25%): (4D) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung.

Mineral ubahan/sekunder: (35%):


Silika (17%): (5H) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Klorit (15%): (7E) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (3%): (4B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.

Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

3
Kode contoh : Ibnu 4
Lokasi : Lokasi Pengamatan 119
Batuan : Bantuan Beku Dasit (Altered)
Satuan batuan : Satuan Dasit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan tipis batuan beku vulkanik, berwarna putih kehijauan, porfiritik, ukuran mineral 0,02 - 2 mm bentuk
subhegral-anhedral. fenokris berupa, feldspar, kuarsa, piroksen, hornblande, fenokris tertanam dalam masa dasar
berupa mikrolit-mikrolit feldspar, kuarsa, dan gelas. Banyak dijumpai mikro veinlet.

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3
4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (80%)
Plagioklas (35%): (7C) warna putih abu-abu, relief rendah-sedang, ukuran butir 0,02-2 mm, memperlihatkan
kembaran albit (An 12).
Kuarsa (25%): (3F) tidak berwarna, relief rendah, n<nKb, berukuran 0,050,8mm,bentuk anhedral, bebrapa
diantaranya memperlihatkan struktur embayment.
Hornblende (3%): (3C) kecoklatan, relief tinggi, belahan 2 arah, pemadaman miring, nampak mulai terubah
menjadi mineral opak dan lempung pada batas kristal dan sepanjang belahannya.
Piroksen (2%): (7D) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada,
bentuk subhedral anhedral. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi klorit. Hadir merata dalam
batuan.
Mineral gelas (15%) : (4H) hijau-hijau muda, indek bias n>nkb, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak
ada, bentuk subhedral anhedral. Sebagian besar telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir merata
dalam batuan.
Mineral ubahan/sekunder: (20%):
Silika (15%): (4E) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Klorit (3%): (7E) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (2F) hitam, isotrop relief tinggi,hadir mengisi urat.

Nama batuan : Dasit (Klasifikasi Williams, 1954)

4
Kode contoh : Ibnu 5
Lokasi : Lokasi Pengamatan 60
Batuan : Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan : Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3

4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (50%): (5F) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (20%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 43 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (4D) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral.Hadir sebagai klinopiroksen (Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan
menjadi chlorit. Hadir tidak merata dalam batuan.
Kuarsa (1%): (3G) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (20%): (5D) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung
Mineral ubahan/sekunder: (25%):
Silika (13%): (2H) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, berukuran 0,050,3mm.
Klorit (10%): (4E) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (3C) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.

Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

5
Kode contoh : Ibnu 6
Lokasi : Lokasi Pengamatan 81
Batuan : Bantuan Beku Diorit(Altered)
Satuan batuan : Intrusi diorite
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet plutonik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, holokristalin, fanerik sedang kasar
inequigranular, subhedral, sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3

4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (65%): (5D) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (45%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 47 (jenis andesin), sebagai massa dasar (20%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 57 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (5B) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral.sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (6%): (1E) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.

Mineral ubahan/sekunder: (25%):


Silika (18%): (6D) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.
Klorit (5%): (2B) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (6B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.

Nama batuan : Diorit (Klasifikasi Williams, 1954)

6
Kode contoh : Ibnu 7
Lokasi : Lokasi Pengamatan 8
Batuan : Bantuan Beku Basalt(Altered)
Satuan batuan : Satuan BasaltDeskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku basa vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur intergranular, bentuk subhedral-
anhedral, komposisi batuan terdiri dari mineral plagioklase, piroksen, gelas vulkanik dan mineral opak.

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3

4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (75%)
Plagioklas (32%): (3I) putih-abu-abu, indek bias n>nkb, relief sedang, kembaran Albit, bentuk subhedral-
anhedral, jenis plagioklas An 56 (jenis labradonite), berukuran 0,05-0,35 mm, sebagian besar telah
mengalami ubahan menjadi lempung, tersebar merata dalam sayatan.
Piroksen (28%): (7D) kekuningan-hijau pucat, indek bias n>nkb, relief tinggi, pleokroisme lemah, bentuk
subhedral- anhedral, hadir berupa clinopiroksen, merata dalam sayatan. Hadir sebagai klinopiroksen
(Augite) Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit.
Mineral gelas (15%): (6C) tidak bewarna-coklat muda (warna lapukan), pengamatan dengan cross nikol
bewarna gelap, dengan keping gips bewarna ungu muda berkabut. Sebagian besar telah mengalami ubahan
menjadi lempung.
Mineral ubahan/sekunder: (25%):
Klorit (10%): (7G) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Silika (3%): (7F) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang, hadir mengisi fracture berupa urat kuarsa.
Bijih (2%): (3D) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.

Nama batuan : Basalt (Klasifikasi Williams, 1954)

7
Kode contoh : Ibnu 8
Lokasi : Lokasi Pengamatan 57
Batuan : Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan : Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3

4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :
Butiran: (70%)
Plagioklas (45%): (7E) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (25%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 43 (jenis andesin), sebagai massa dasar (20%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 43 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (2B) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral. Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (1%): (3H) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (20%): (7B) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung
Mineral ubahan/sekunder: (25%):
Silika (17%): (3D) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.
Klorit (5%): (1H) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (3%): (7F) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.

Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

8
Kode contoh : Ibnu 9
Lokasi : Lokasi Pengamatan 74
Batuan : Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan : Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku intermediet vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam
dalam masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen,
bentuk subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3

4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :

Butiran: (75%)
Plagioklas (50%): (5D) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (20%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 47 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 47(jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (7G) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral, Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (1%): (3I) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (20%): (6E) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung.

Mineral ubahan/sekunder: (25%):


Silika (13%): (5C) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.
Klorit (10%): (3F) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (7B) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.

Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

9
Kode contoh : Ibnu 10
Lokasi : Lokasi Pengamatan 74
Batuan : Bantuan Beku Andesit (Altered)
Satuan batuan : Satuan Andesit
Deskripsi Mikroskopis :
Sayatan batuan beku vulkanik (teralterasi), warna abu-abu kehijauan, tekstur vitrophyre (fenokris tertanam dalam
masa dasar gelas, sedikit fine grain plagioklas, dan min opak), fenokris terdiri dari plagioklas dan Piroksen, bentuk
subhedral-anhedral Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan alterasi.
Nampak dalam sayatan dijumpai adanya urat-urat kuarsa dan urat klorit.

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
1 1
2 2 2
3 3 3

4 4 4

5 5 5
6 6 6

7 7 7

A B C D E F G H I A B C D E F G H I
X - Nikol ll Nikol

0 0,5 mm 0 0,5 mm
Deskripsi Mineralogi :

Butiran: (75%)
Plagioklas (50%): (2C) warna putih-abu-abu, relief sedang, kembaran Albit sebagai fenokris (20%)
berukuran 0,3-1,5 mm, bentuk subhedral-anhedral, An 48 (jenis andesin), sebagai massa dasar (30%)
berukuran 0,05-0,1mm, An 48 (jenis andesin), tersebar merata dalam sayatan, di beberapa bagian
memperlihatkan penjajaran mineral.
Piroksen (4%): (5C) hijau muda pucat, abu-abu pucat, relief sedang, pleokroisme lemah-tidak ada, bentuk
subhedral anhedral.. Sebagian besar mineral telah mengalami ubahan menjadi chlorit. Hadir tidak merata
dalam batuan.
Kuarsa (1%): (5I) tidak berwarna-kuning orde I, relief relief rendah, pemadaman bergelombang.
Mineral gelas (20%): (6B) tidak bewarna, pengamatan dengan cross nikol bewarna gelap, dengan
menggunakan keping gips berwarna ungu muda berkabut. Sebagian besar gelas telah mengalami ubahan
menjadi mineral lempung
Mineral ubahan/sekunder: (25%):
Silika (13%): (7H) tidak berwarna-kuning jerami orde I, relief rendah, indeks bias n>nKb, pemadaman
bergelombang.
Klorit (10%): (7C) hijau-hijau kekuningan, n>nKb, belahan parallel/satu arah, fibrous.
Bijih (2%): (3F) hitam, isotrop relief tinggi, hadir mengisi urat.

Nama batuan : Andesit (Klasifikasi Williams, 1954)

10
Data Kekar Toguraci

LP 73. Arah Umum N 335 E LP 76. Arah Umum N 056 E


Strike dip Strike dip
340 78 356 78
345 80 357 80
5 65 5 65
10 62 10 62
35 82 35 82
37 79 37 79
344 84 350 84
23 75 55 75
34 82 56 82
28 80 58 80
45 62 45 62
182 86 182 86
225 76 225 76
246 70 253 70
234 69
230 72
LP 10. Arah Umum N 012E
340 78 LP 38. Arah Umum N 024E
345 80 Strike dip
5 65 289 72
10 62 276 72
35 82 293 64
37 79 276 67
344 84 288 58
23 75 15 43
34 82 20 55
28 80 23 79
45 62 45 78
182 86 55 58
225 76 57 54
246 70 34 76
234 69 20 66
230 72
270 65
287 60
265 56

11
12
13
14
15
Data Sesar Toguraci
Sesar Bora 1 Sesar Bora 2
shear gash shear gash
255 67 30 55 320 35 88 55
263 65 30 54 327 28 78 50
257 55 45 45 323 31 73 51
260 72 19 47 332 37 77 58
272 66 20 42 319 32 85 59
276 73 18 43 328 36 76 51
268 66 8 52 318 27 66 57
264 60 10 45 326 38
270 62 47 42 320 32
248 68 19 50 329 30
255 64

Bidang Sesar : N 289 E/53 Bidang Sesar : N 296 E/60


Gores Garis : 28,N 089E rake 32 Gores Garis : 44,N 338E rake 56

Reverse Left Slip Fault (Rickard 1972) Right Reverse Slip Fault (Rickard 1972)

Sesar Mendatar
Toguraci
shear gash
340 72 26 64
342 65 33 67
337 73 28 70
339 68 30 68
336 77 24 60
343 64 25 63
356 70 22 64
342 71
335 662

Bidang Sesar : N 357 E/77


Gores Garis : 27,N 004 E
rake10

Right Slip Fault (Rickard 1972)

16
17
18
19
Interpretasi Gambar dengan ASD (Analytical Spectral Devides)

20
Analisis ASD pada LP 41

21
Analisis ASD pada LP 70

22
Analisis ASD pada LP 51

23
Analisis ASD pada LP 93

24
AAS (Atomic Absorption Spectophotometry)

KODE Hasil Pengukuran


No PARAMETER Kenampakan Mineral Bijih di Lapangan
SAMPEL (ppm)

Au 0.1
Ag 0.5
1 LP 103 Pirit
Pb 19
Zn 108

Au 0.15
Ag 1
2 LP 79 Pirit
Pb 31
Zn 119

Au 0.018
Ag 0.6
3 LP 37 Kalkopirit
Pb 10
Zn 105

Au 0.12
Ag 0.5
4 LP 6 Pirit
Pb 29
Zn 175

Au 0.01
Ag 0.5
5 LP 44 Pirit
Pb 38
Zn 121

25
1
2
3
4
5

Anda mungkin juga menyukai