LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kasih
penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan Pemetan Gcologi Lanjut dengan
judul "Geologi Dacrah Wanasari dan Sckitarnya, Kecamatan Surian, Kabupaten
Sumedang, Provinsi Jawa Barat".
Penulis menyadari bahwa kegiatan penelitian dan laporan hasil
penclitian imi tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa dukungan, motivasi,
dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua penulis yang telah
memberikan dukungan doa, motivasi. Serta tak lupa terimakasih sebesar-
besarnya kepada Bapak Dr. Iyan Hariyanto, M.T,, selaku dosen pembimbing
utama dan Bapak Syaiful Alam, ST,, selaku dosen pembimbing kedua yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin sampaikan rasa terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Vijaya Isnaniawardhani M.T., selaku Dekan Fakultas Tcknik
Geologi Unpad yang telah memberikan izin dalam melaksanakan pemetaan
geologi lanjut ini.
2. Bapak Dr. Eng. H. Boy Yoseph C,S.S.S.A., S.T. M.T, selaku Ketua
Program Sudi Teknik Geologi Unpad atas dorongannya dalam
menyelesaikan laporan ini
3. Seluruh staf dosen dan staf tata usaha fakultas Teknik Ceologi Unpad atas
segala bantuan dan dukungannya.
4. Saudara-saudari HMG angkatan 2016 yang telah memberi dukungan
dalam bentuk semangat kebersamaan sehingga penulis dapat merasakan
arti perjuangan selama kurang lebih tiga tahun ini.
5. Teman-teman terdekat, Buhari Wakano, Fikri Toisuta, Astry Wulandari,
Iksan Tuankotta yang sudah selalu bersama penulis dalam suka mauun
duka.
iii
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
membantu penulis selama penelitian dan penyusunan laporan ini. Tidak lupa,
saran, dan kritik yang membangun tetap penulis harapkan dari semua pembaca.
Besar harapan penulis agar pemetaan ini dapat memberikan manfaat bagi
banyak pithak.
Jatinangor, 06 Februari
DAFTAR ISI
COVER
SARI ........................................................................................................ x
ABSTRAK ....................................................................................................... xi
2. 1. Geomorfologi ........................................................................................ 29
3.1.1. Morfografi ................................................................................... 29
3.1.2. Morfometri .................................................................................. 30
3.1.3. Morfogenetik ............................................................................... 31
3.1.4. Satuan Geomorfologi................................................................... 31
3.1.4.1. Satuan Dataran Fluvial ............................................................. 32
3.1.4.2. Satuan Perbukitan Rendah Struktural....................................... 32
3.1.4.3. Satuan Perbukitan Rendah Denudasional................................. 33
3.1.4.4. Satuan Perbukitan Sedang Vulkanik ........................................ 34
3.2. Stratigrafi ................................................................................................ 35
3.2.1. Satuan Batulempung (Mbl) ......................................................... 35
3.2.1.1. Karakteristik Litologi ........................................................... 36
3.2.1.2. Penyebaran dan Ketebalan ................................................... 37
3.2.1.3. Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan ...................... 37
3.2.1.4. Hubungan Stratigrafi ............................................................ 39
3.2.1.5. Kesebandingan Regional ...................................................... 39
3.2.2. Satuan Batupasir (Mbp) ............................................................... 40
3.2.2.1. Karakteristik Litologi ........................................................... 40
3.2.2.2. Penyebaran dan Ketebalan ................................................... 41
3.2.2.3. Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan ...................... 41
3.2.2.4. Hubungan Stratigrafi ............................................................ 43
3.2.2.5. Kesebandingan Regional ...................................................... 44
3.2.3. Satuan Breksi (Qbx) .................................................................... 44
3.2.3.1. Karakteristik Litologi ........................................................... 44
3.2.3.2. Penyebaran ........................................................................... 46
3.2.3.3. Kisaran Umur dan Lingkungan Pengendapan ...................... 47
3.2.3.4. Hubungan Stratigrafi ............................................................ 47
3.2.3.5. Kesebandingan Regional ...................................................... 47
3.2.4. Satuan Tuf (Qtv) .......................................................................... 47
3.2.4.1. Karakteristik batuan ............................................................. 47
vi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Pola Pengaliran Dasar (Howard dan Remson, 1978; dalam Van
Zuidam,1988) ........................................................................................11 11
Gambar 1.2. Pola Pengaliran Modifikasi (Howard, 1967 dalam Van Zuidam
1985) ......................................................................................................13
13
Gambar 1.3. Lokasi Daerah Penilitian .......................................................................22 22
Gambar 2.1. Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949; modifikasi). ..................23 23
Gambar 2.2. Sebagian Peta Geologi Regional pada Daerah Penelitian (P.H
Silitonga, 2003) .....................................................................................24 24
Gambar 3.1. Peta Morfografi daerah penelitian berdasarkan ketinggian
absolute (Van Zuidam, 1985) ................................................................29 29
Gambar 3.2. Pola Pengaliran Sungai (A; Pola pengaliran sub-rektangular, B;
Pola pengaliran sub-dendritik-dendritik, C; Pola pengaliran sub-
paralel). ..................................................................................................30
30
Gambar 3.3. Pembagian kelas morfometri daerah penelitian berdasarkan
presentasi kemiringan lereng yang dibedakan dengan warna (Van
Zuidam, 1985) .......................................................................................30 30
Gambar 3.4. Bentang alam Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial dengan latar
belakang Satuan Geomorfologi Perbukitan Rendah Struktural.
(Azimuth foto N241°E; Foto oleh Fauzan A, 2019)..............................33 33
Gambar 3.5. Bentang alam satuan geomorfologi perbukitan rendah
denudasional dengan latar belakang Satuan Perbukitan sedang
vulkanik. (Azimuth foto N161°E, Foto oleh Fauzan A, 2019). .............34 34
Gambar 3.6. Peta Geologi dan Kolom Stratigrafi Daerah Penelitian. ........................35 35
Gambar 3.7. Foto singkapan batulempung pada stasiun 62 Desa Wanasari.
(Azimuth foto N330°E, Foto oleh Fauzan, 2019) ..................................36 36
Gambar 3.8. Hasil analisis sayatan tipis mikroskopis sampel mudstone
(Pettijhon, 1957), dengan kenampakan // nikol perbesaran 40 kali
(kanan) dan kenampakan X nikol perbesaran 40 kali (kiri) untuk
batulempung ST 60 (Foto oleh Fauzan A, 2019)...................................36 36
Gambar 3.9. Foraminifera Planktonik Globorotalia mayeri yang ditemukan
Pada ST 60 (Foto oleh Fauzan A, 2019)................................................37 37
Gambar 3.10.Foraminifera Bentonik Hanzawaia grossepunctata yang
ditemukan Pada ST 60 ...........................................................................38 38
Gambar 3.11.Foto singkapan perselingan batupasir batulempung pada stasiun
57 Desa Wanajaya (Azimuth foto N76°E, Foto oleh Fauzan,
2019) ......................................................................................................40
40
Gambar 3.12.Hasil analisis sayatan tipis mikroskopis sampel greywacke
(Pettijhon, 1957), dengan kenampakan // nikol perbesaran 40 kali
(kanan) dan kenampakan X nikol perbesaran 40 kali (kiri) untuk
breksi ST 57 (Foto oleh Fauzan A, 2019)..............................................41 41
Gambar 3.13.Foraminifera Planktonik Globorotalia mayeri yang ditemukan
Pada ST 57 .............................................................................................42 42
ix
SARI
ABSTRAK
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Bentuk permukaan bumi selalu mengalami perubahan, perubahan
tersebut dapat terjadi secara alami akibat adanya air, angin, dan panas.
Perubahan akibat ulah manusia seperti penggunaan lahan, serta pembangunan
gedung, juga berupa kejadian-kejadian alam atau kejadian geologi yang tidak
jarang menimpa kehidupan manusia. Kejadian geologi yang tejadi dimasa
sekarang juga terjadi dimasa lampau, Seperti doktrin yang berasal dari James
Hutton, “The Present is The Key To The Past” yang menerankan bahwa gaya-
gaya dan proses-proses yang membentuk permukaan bumi seperti yang kita
amati saat ini telah berlangsung sejak terbentuknya bumi. Tapi dengan sekala
dan intensitas yang berbeda. Energi yang dimilki bumi mampu menggerakkan
satuan blok-blok batuan (Lempeng Bumi) dalam sekala besar sampai blok
batuan tersebut berinteraksi satu sama lainnnya. Pergerakan atau interaksi
antara satu blok batuan dengan blok b atuan lainnya biasa disebut tektonik
lempeng.
Indonesia merupakan salah satu Negara yamg dikatakan aktif secara
tektonik. Dari mulai ujung Barat sampai ujung Timur, merupakan lajur
konvergensi antara lempeng yang sampai sekarang terus menunjukkan
aktivitasnya. Di Indonesia terdapat tiga lembeng besar yang bertemutepat di
bagian Timur Indonesia dengan kecepatan pergerakan yang berbeda-beda. Hal
tersebut mengakibatkan terjadinya perbedaan proses Geologi yang terjadi antara
bagian Barat Indonesia dengan bagian Timur Indonesia.
Hampir seluruhnya pulau di Indonesia merupakan daerah yang aktif,
selama aktivitas Tektonik masi terus berlangsung kejadian Geologi masih akan
terus terjadi di sepanjang pulau Indonesia. Oleh karena itu penilitian Geologi
dengan bebgai macam tujuan dan jenisnya masih harus terus dilakukan untuk
memonitor setiap perubahan yang terjadi, misalnya dengan melakukan
pemetaan geologi.
2
7. Sumber daya geologi yang terdapat di daerah penelitian baik yang telah
dimanfaatkan maupun yang belum dimanfaatkan serta kebencanaan geologi
yang mungkin timbul di daerah penelitian.
perlapisan dan klinometer dapat dilevelkan. Setelah itu akan dihasilkan nilai
sudut dipnya.
1.4.4.1. Morfometri
Merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai aspek
pendukung dari morfograti dan morfogenetik sehingga klasifikasi kualitatif
akan semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan
lereng yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi
kemiringan lereng (Tabel 3.1) menurut Van Zuidam (1985), sehingga diperoleh
penamaan kelas lerengnya (Tabel 3.2). Teknik perhitungan kemiringan
lerengnya dapat dilakukan dengan menggunakan teknik grid cell berukuran 2x2
cm pada peta topografi skala 1 : 25.000. Kemudian setiap sisi ditarik tegak
lurus kontur dan dihitung kemiringan lerengnya dengan menggunakan
persamaan berikut.
(𝑛 − 1). 𝐼𝑐
𝑆= 𝑋 100%
𝑑𝑥. 𝑠𝑝
Dimana ;
n = jumlah kontur yang memotong diagonal jaring
Ic = interval kontur (meter)
dx = jarak datar
sp = skala peta
10
Kemiringan
Klasifikasi Beda Tinggi Warna
Persen (%) Derajat ()ﹾ
Datar 0-2 0-2 <5 m Hijau
Agak Landai 2-7 2-4 5-25 m Hijau Muda
Landai 7-15 4-8 25-75 m Kuning
Agak Curam 15-30 8-16 75-200 m Jingga
Curam 30-70 16-35 200-500 m Merah Muda
Terjal 70-140 35-55 500-1000 m Merah
Sangat Terjal >140 >55 >1000 m Ungu
Tabel 1.2. Pemberian Bentuk Lahan Absolut berdasarkan Perbedaan Ketinggian (Van
Zuidam, 1983)
Tinggi Absolut Unsur Morfografi
< 50 meter Dataran rendah
50-100 meter Dataran rendah pedalaman
100-200 meter Perbukitan rendah
200-500 meter Perbukitan sedang
500-1500 meter Perbukitan tinggi
1500-3000 meter Pegunungan
> 3000 meter Pegunungan tinggi
1.4.4.2. Morfografi
Morfografi berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan
graphos yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk
permukaan bumi.
Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta topografi,
berupa pengenalan bentuk lahan, yang tampak dari tampilan kerapatan kontur,
sehingga dapat menentukan perbukitan atau pedataran, juga kemiringan lereng
yang bisa mengindentifikasikan sesar atau perbedaan litologi, sedangkan
11
Tabel 1.3 Pola Pengaliran Dasar dan Karakteristiknya (Howard dan Remson, 1978
dalam Van Zuidam, 1988)
Pola
Pengaliran Karakteristik
dasar
Bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan kekerasan relatif
Dendritik
sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar serta tahan akan pelapukan,
kemiringan landai, kurang dipengaruhi struktur geologi.
pengontrol struktur atau sesar yang memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki
perulangan perlapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran yang
tidak menerus.
Bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah intrusi, kerucut
Radial
vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut serta sisa-sisa erosi. Memiliki dua
sistem, sentrifugal dengan arah penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah)
dan sentripetal dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).
Bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai, sedangkan induk
Anular
sungai memotong anak sungai hampir tegak lurus. Mencirikan kubah dewasa
yang sudah terpotong atau terkikis dimana disusun perselingan batuan keras
dan lunak. Juga berupa cekungan dan kemungkinan stocks.
Kontorted Multibasinal
Terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein yang menunjukkan
daerah yang relatif keras batuannya, Anak sungai yang lebih panjang ke arah
lengkungan subsekuen, umumya menunjukkan kemiringan lapisan batuan
metamorf dan merupakan pembeda antara penujaman antiklin dan sinklin.
13
Gambar 1.2. Pola Pengaliran Modifikasi (Howard, 1967 dalam Van Zuidam 1985)
Tabel 1.4 Pola Pengliran Modifikasi dan Karaktersitiknya (Howard, 1967 dalam Van
Zuidam 1985)
Pola Pengaliran Karakteristiknya
Subdendritik Umumnya struktural
Pinnate Tekstur batuan halus dan mudah tererosi
Anastomatik Dataran banjir, delta atau rawa
Dikhotomik kipas aluvial dan delta seperti penganyaman
lereng memanjang atau dikontrol oleh bentuk lahan
Subparalel
memanjang
kelurusan bentuk lahan bermaterial halus dan beting
Kolinier
pasir
Direksional Trellis homoklin landai seperti beting gisik
Trellis Berbelok perlipatan memanjang
percabangan menyatu atau berpencar,
Trellis Sesar
sesar paralel
Trellis Kekar sesar paralel dan atau kekar
Angulate kekar dan sesar pada daerahber kemiringan
Karst Batu gamping
Dikhotomik kipas aluvial dan delta seperti penganyaman
kelurusan bentuk lahan bermaterial
Kolinier
halus dan beting pasir
1.4.4.3. Morfogenetik
Morfogenetik adalah suatu proses terbentuknya permukaan bumi
sehingga membentuk dataran, perbukitan, pegunungan, gunungapi, plato,
lembah, lereng dan pola pengaliran, Kenampakan bentuk lahan pada muka
bumi disebabkan dua proses yakni endogenik yaitu ; merupakan proses yang
15
dipengaruhi oleh kekuatan dari dalam kerak bumi, dan proses eksogenik yang
merupakan proses yang dipengaruhi dari luar seperti iklim, vegetasi, erosi,
buatan manusia. Dilihat dari genesis kontrol utama pembentukannya, bentuk
lahan dapat dibedakan menjadi bentuk asal struktural, vulkanik, fluvial, marine,
karst, acolian, dan denudasi.
Litologi, aspek litologi ini digunakan sehagai pengontrol dalam batas-
batas satuan geomortologi. Litologi dapat mempengaruhi morfologi sungai dan
jaringan topograti yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan
batuan terhadap erosi.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau
bila perubahan tersebut tidak nyata, maka batasnya merupakan bidang yang
diperkirakan kedudukannya.
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari peralihannya dapat
dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan sandi.
4. Penyebaran satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan
gejala-gejala litologi yang menjadi cirinya.
5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batasan
cekungan pengendapan atau aspek geologi lainnya.
6. Batas-batas daerah hukum tidak boleh digunakan sebagai alasan
berakhirnya penyebaran lateral suatu satuan.
Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan atas jenis litologi yang paling
dominan dalam satuan tersebut. Pengamatan terhadap litologi di lapangan
dilakukan secara megaskopis meliputi warna batuan, ukuran butir, kebundaran,
kemas, pemilahan, kekerasan, struktur sedimen, dan lain-lain.
Indikasi sentuh stratigrafi yang ditemukan di lapangan sangat berguna
untuk menentukan hubungan antara satuan batuan dengan satuan batuan
lainnya.
Adapun dasar penentuan jenis stratigrafi adalah :
1. Perlapisan merupakan sifat dari batuan sedimen yang memperlihatkan
bidang-bidang yang sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi.
Perlapisan terbentuk karena adanya perubahan-perubahan pada proses
sedimentasi, seperti pasang surut, banjir, perbedaan temperatur.
2. Bidang perlapisan adalah suatu bidang yang merupakan perlapisan dan dapat
diwujudkan berupa hamparan dari suatu mineral tertentu, besar butir atau
bidang sentuh yang tajam antara dua macam batuan yang berbeda.
3. Lapisan adalah satuan stratigrafi terkecil yang tersusun hanya dari satu
macam batuan yang homogen dan bagian atas dan bagian bawahnya dibatasi
oleh bidang perlapisan secara tajam, erosional, ataupun berangsur. Batas
satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri satuan dan
keseragaman secara lateral atau suatu lapisan tergantung dari jenis litologi
17
dan media pengendapan. Jadi kontak antar satuan batuan atau sentuh
stratigrafi dapat bersifat tajam ataupun berangsur. Ada dua macam hubungan
stratigrafi, yaitu :
a) Selaras; sedimentasi berlangsung menerus tanpa interupsi dari satuan
stratigrafi di bawah lapisan yang di atasnya.
b) Tidak selaras; terdapat empat jenis ketidakselarasan, yaitu :
1. Paraconfomity, siklus sedimentasi tidak menerus atau terdapat gap umur,
sedangkan pola arah jurus dan kemiringan batuan relatif sama.
2. Disconformity, terjadi kontak erosional yang cukup berarti antara dua
satuan batuan
3. Nonconformity, terdapat kontak antara dua satuan batuan yang berbeda
genetik, seperti kontak antara batuan sedimen dengan batuan beku.
4. Angular Unconformity, terdapat perbedaan pola arah jurus dan
kemiringan yang cukup signifikan antara dua satuan batuan.
Penentuan umur masing-masing satuan batuan didasarkan atas kandungan
fosil foraminifera planktonik dan posisi stratigrafinya. Kisaran umur fosil
foraninifera planktonik merujuk kepada Blow (1969). Untuk penentuan
lingkungan pengendapan, didasarkan pada fasies yang meliputi textural
properties, structural properties, facies assosiation, dan facies succesion yang
juga didukung oleh keberadaan fosil foraminifera bentonik untuk mengetahui
kisaran kedalamannya yang dapat ditentukan dengan berdasarkan tabel kisaran
kedalaman Phleger (1969) atau pelagik rasio Grimsdale & Markhoven (1955).
unsur-unsur struktur geologi yang ditemukan seperti cermin sesar, batuan sesar
dan indikasi struktur lainnya. Data yang diperoleh diplot dalam peta dasar.
Adapun hal-hal yang perlu dicatat dalam mengamati singkapan untuk
analisis deskriptif dan kinematik struktur geologi adalah :
1. Lokasi singkapan.
2. Jenis singkapan, apakah berupa pergeseran batuan (offset litologi), cermin
sesar (slicken side), lipatan seret (drag fold), struktur kekar, antiklin, sinklin,
zona hancuran, bukit segitiga (triangular facet), air terjun, kelurusan mata
air panas.
3. Litologi setempat dengan pola indikasi strukur geologi yang variatif.
4. Luas dan geometri singkapan.
5. Pengukuran arah jurus dan kemiringan batuan.
6. Pengukuran arah jurus dan kemiringan bidang sesar.
7. Besarnya picth, pengukuran pitch yaitu sudut lancip antara arah jurus dan
gores garis sesar. Pada tahap akhir dilakukan rekonstruksi struktur geologi
berdasarkan hasil inventarisasi data lapangan yang telah dilengkapi dengan
data analisis peta topografi. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk peta pola
jurus perlapisan batuan.
Umur lipatan dan sesar di daerah pemetaan ditentukan berdasarkan
umur satuan batuan penyusun daerah pemetaan yang terpengaruh oleh stuktur
yang berkembang dan didukung oleh data stratigrafi serta dikontrol oleh
periode tektonik regional yang berpengaruh terhadap daerah pemetaan.
7. Kantong sampel
8. Mikroskop
9. Preparat.
10. Jarum dan Kuas
11. Lembar deskripsi fosil
Tahapan dalam menganalisis fosil adalah sebagai berikut :
1. Ambil sekitar 100 hingga 300 gram contoh batuan kering.
2. Apabila sampel batuan tersebut keras atau relatif agak keras, maka harus
dipecah secara perlahan-lahan dengan menumbuknya mempergunakan
lumpang besi.
3. Setelah agak halus, sampel tersebut dimasukkan ke dalam mangkuk plastik
dan dilarutkan dengan H2O2 15% secukupnya, untuk memisahkan
mikrofosil dalam batuan tersebut dari sedimen yang melingkupinya.
4. Biarkan selama 2 hingga 5 jam sehingga tidak ada reaksi lagi.
5. Setelah tidak terjadi reaksi, seluruh residu dicuci di atas saringan berukuran
60 dan 80 mesh.
6. Residu yang tertinggal dalam saringan diambil dan dimasukkan ke dalam
mangkuk aluminium, kemudian dikeringkan dalam oven (土 60~C).
7. Setelah kering, residu tersebut dikemas di dalam plastik residu dan diberi
label sesuai dengan nomor sampel yang dipreparasi.
8. Sampel siap dianalisis.
Tahap analisis di bawah mikroskop meliputi determinasi :
1. Determinasi
Determinasi taksonomi (pemberian nama dari fosil) ada beberapa cara
yaitu :
a. Membandingkan fosil yang ditemukan dengan contoh fosil yang sudah ada
dan diberi nama.
b. Membandingkan fosil yang ditemukan dengan gambar-gambar yang terdapat
dalam literatur-literatur.
Untuk membedakan satu spesies dengan spesies lainnya adalah dengan
memperhatikan beberapa karakteristik dari fosil seperti : morfologi cangkang,
20
letak, struktur dan komposisi, dinding cangkang, letak, jumlah, serta bentuk
apertur dari kamar, bentuk, dan ornamentasi cangkang.
2. Interpretasi Paleontologi
Ada dua metode untuk interpretasi paleontologi yaitu untuk metode
kualitatif dan metode kuantitatif.
a. Metode Kualitatif
Metode ini dilakukan tanpa memperhatikan jumlah individu dari setiap
genus/spesies yang ditemukan, tetapi dengan memperhatikan sifat lingkungan
tempat hidup dari setiap genus atau spesies. Pada penelitian ini untuk penentuan
zona batimetri berdasarkan pada jenis spesies foraminifera bentonik yang
dikisarkan dari chart Phleger (1951) dan jenis spesies foraminifera besar yang
dikisarkan berdasarkan permodelan Wagner (1965).
b. Metode Kuantitatif
Metoda kuantitatif adalah :
1. Rasio plantonik-bentonik (rasio P/B)
Metode ini menggunakan jumlah individu dari foraminifera bentonik dan
plantonik untuk menentukan lingkungan :
Rasio P/B = P/P+B x 100%
(Grimsdale & Markhoven, 1955)
Dimana;
P :Jumlah individu foraminifera plantonik
B : Jumlah individu foraminifera bentonik
Tabel 1.5 Penentuan Lingkungan Berdasarkan Rasio P/B (Grimsdale & Markhoven,
1955).
Rasio P/B (%) Kedalaman Zona Batimetri
0 – 20 0 – 30 Inner Neritic
20 - 50 30 – 100 Middle Neritic
20 – 50 100 – 200 Outer Neritic
30 – 50 200 – 500 Upper Bathyal
Middle Bathyal, Lower
50 – 100 500 - >2500
Bathyal, Abbysal
21
2. Penentuan Umur
Penentuan umur dari suatu sampel dilakukan dengan menggunakan
konsep biostratigrafi, yang pada penelitian ini menggunakan analisis fosil
indeks, yang ditentukan melalui kemunculan awal dan kemunculan akhir dari
jenis spesies foraminifera plantonik yang menjadi penciri suatu umur tertentu,
dalam hal ini berdasarkan pada zonasi fosil indeks dari Banner dan Blow
(1965).
BAB II
KERANGKA GEOLOGI REGIONAL
Gambar 2.2 Sebagian Peta Geologi Regional pada Daerah Penelitian (P.H Silitonga,
2003)
BAB III
GEOLOGI
Pada bab ini akan dibahas hasil analisis data – data yang diperoleh dari
lapangan, dan pengolahan data studio. Aspek – aspek yang akan dibahas, yaitu :
1. Geomorfologi
2. Stratigrafi
3. Struktur Geologi
4. Sejarah Geologi
5. Sumberdaya dan Kebencanaan Geologi
2. 1. Geomorfologi
Berikut merupkan hasil pengamatan lapanagan dan juga analisis
menggunakan software global mapper. Beberapa aspek yang dikaji yaitu
morfografi, morfometri, dan morfogenetik seperti yang akan dijelaskan
dibawah.
3.1.1. Morfografi
Di daerah penelitian memiliki bentuklahan dataran rendah sampai perbukitan
sedang vulkanik. Bentuklahan memiliki ketingggian dalam rentang 80 – 275 m.
Titik terendah berada di Desa Cipondok dan titik tertinggi berada di Desa
Mekarmukti,. Bentuk lembah pada daerah penelitian yaitu lembah V hingga
lembah U. Peta morfografi di daerah ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
PETA MOFOGRAFI
Gambar 3.1. Peta Morfografi daerah penelitian berdasarkan ketinggian absolute (Van
Zuidam, 1985)
30
PENGALIRAN SUNGAI
U
U
Gambar 3.2. Pola Pengaliran Sungai (A; Pola pengaliran sub-rektangular, B; Pola
pengaliran sub-dendritik-dendritik, C; Pola pengaliran sub-paralel).
3.1.2. Morfometri
Berdasarkan kontur dan titik ketinggian, daerah penelitian berada pada
elevasi 80 – 275 m. Dari hasil perhitungan menggunakan klasifikasi Van
Zuiddam (1985), diketahui kemiringan lereng daerah penelitian dibagi menjadi
3 yaitu datar-agak landai, landai-agak curam, curam seperti yang terlihat pada
gambar 3.3.
PETA MORFOMTERI
Kelas relif curam terdapat pada bagian timur, tenggara, barat daya,
daerah penelitian. Kelas relief landai sampai agak curam terdapat pada bagian
barat daya, utara, barat, barat laut, timur dan tenggara daerah penelitian. Kelas
relif datar sampai agak datar terdapat pada bagian tengah ke arah timur laut dan
baratlaut daerah penelitian.
3.1.3. Morfogenetik
Morfogenetik sangat erat hubungannya dengan jenis litologi, proses–
proses vulkanik serta struktur geologi yang ada pada daerah penelitian. Analisis
morfogenetik digunakan untuk mengetahui proses asal usul terbentuknya
bentuklahan. Morfogenetik didaerah penelitian terdiri dari bentuk lahan asal
gunung api atau vulkanik. Proses yang berkembang terhadap pembentukkan
permukaan bumi tersebut terdiri dari dua faktor pengontrol, yaitu proses
eksogen dan proses endogen.
Bentuk lahan asal gunung api/vulkanis dipengaruhi oleh proses endogen.
Bentuk lahan asal sedimen dipengaruhi oleh proses eksogen, seperti iklim,
vegetasi dan aktivitas manusia. Iklim, seperti curah hujan dan perubahan
temperatur berpengaruh terhadap proses pelapukan batuan, erosi dan gerakan
tanah. Vegetasi dan aktivitas manusia sangat membantu percepatan proses
eksogen, sehingga perubahan bentuklahan terjadi sangat cepat.
Gambar 3.4. Bentang alam Satuan Geomorfologi Dataran Fluvial dengan latar
belakang Satuan Geomorfologi Perbukitan Rendah Struktural. (Azimuth foto N241°E;
Foto oleh Fauzan A, 2019).
pada satuan ini yaitu batulempung, sebagian besar lahan dimanfaatkan sebagai
pemukiman dan ladang.
3.2. Stratigrafi
Berdasarkan data lapangan yang didapat yang kemudian diolah dalam sistem
penamaan litostratigrafi, satuan batuan pada daerah penelitian diurutkan dari
satuan yang tertua hingga satuan yang termuda :
1. Satuan Batulempung (Mbl) berumur miosen tengah
2. Satuan Batupasir (Mbp) berumur miosen tengah
3. Satuan Breksi Vulkanik (Qbx) berumur kuarter
4. Satuan Tuf (Qtv) berumur kuarter
5. Kuarter Aluvium (Qa) berumur recent
Kolom Stratigrafi :
Gambar 3.7. Foto singkapan batulempung pada stasiun 62 Desa Wanasari. (Azimuth
foto N330°E, Foto oleh Fauzan, 2019)
// Nicol X Nicol
Gambar 3.8. Hasil analisis sayatan tipis mikroskopis sampel mudstone (Pettijhon,
1957), dengan kenampakan // nikol perbesaran 40 kali (kanan) dan kenampakan X
nikol perbesaran 40 kali (kiri) untuk batulempung ST 60 (Foto oleh Fauzan A, 2019)
37
(5%), Mineral Lain (5%). Berdasarkan anlisis sayatan tipis petrografi (Gambar
3.12), satuan ini termaksud jenis greywacke (Klasifikasi Pettijhon, 1957).
// Nicol X Nicol
Gambar 3.12. Hasil analisis sayatan tipis mikroskopis sampel greywacke (Pettijhon,
1957), dengan kenampakan // nikol perbesaran 40 kali (kanan) dan kenampakan X
nikol perbesaran 40 kali (kiri) untuk breksi ST 57 (Foto oleh Fauzan A, 2019)
Memiliki warna segar abu-abu terang dan warna Batupasir andesit, batupasir
Deskripsi
lapuk coklat tua, ukuran butir pasir sedang, konglomerat, breksi, lapisan
bentuk butir rounded, terpilah baik, kemas batugamping dan batulepung,
tertutp, terdapat struktur paralel laminasi, jarang mengandung fosil
karbonatan, keras. Lepidocyclina
Umur Miosen Tengah Miosen
Lingkungan
Batial awal-tengah Batial
Pengendapan
Gambar 3.15. Foto singkapan breksi pada stasiun 54 Desa Mekarmukti. (Azimuth
foto N289°E, Foto oleh Fauzan, 2019)
//-Nikol X-Nikol
Gambar 3.16. Hasil analisis sayatan tipis mikroskopis komponen breksi Andesit
(Streckeisen, 1976), dengan kenampakan // nikol perbesaran 40 kali (kanan) dan
kenampakan X nikol perbesaran 40 kali (kiri) untuk breksi ST 57 (Foto oleh Fauzan A,
2019)
//-Nikol X-Nikol
Gambar 3.17. Hasil analisis sayatan tipis mikroskopis matriks breksi stal tuf (Schmid,
1981), dengan kenampakan // nikol perbesaran 40 kali (kanan) dan kenampakan X
nikol perbesaran 40 kali (kiri) untuk breksi ST 57 (Foto oleh Fauzan A, 2019)
3.2.3.2. Penyebaran
Posisi satuan breksi berada pada tenggara hingga timur dari daerah
penelitian dan presentase penyebaranya sekitar 12%. Penyebaran batuan ini
terdapat pada Desa Mekarmukti sampai Desa Pasiripis.
47
Tabel 3.7. Kesebandingan Satuan Breksi Vulkanik (Qbx) dengan Hasil Gunung Api
Tak Teruraikan (QYU) (P.H Silitonga, 2003)
Presentase fragmen 70% dan matriks 30% Pasir tufan, lapili, breksi,
dengan warna segar abu-abu kehitaman dan lava, aglomerat. Sebagian
warna lapuk coklat, ukuran butir kerakal berasal dari G.
sampai kerikil, bentuk butir menyudut , Tampomas, sebagian
terpilah buruk, kemasterbuka, keras. berasal dari G. Tangkuban
perahu. Antara Sumedang
Komponen merupakan batuan beku yang dan Bandung batuan ini
bersifat adesitik, memiliki warna segar abu- membentuk dataran-
Deskripsi
abu terang, warna lapuk kekuningan, indeks dataran kecil atau bagian-
warna mesokratik, granularitas porfiritik, bagian rata dan bukit
struktur masif, keras, dan secara umum rendah yang tertutup oleh
memiliki mineral kuarsa, plagioklas, feldspar, tanah yang berwarna abu-
amfibol, piroksen, dan mineral lain. abu kuning dan kemerah-
Matriks tersusun atas tuf kasar, warna segar merahan.
coklat terang, warna lapuk putih pudar,
memiliki ukuran butir tuf kasar, terdapat
banyak gelas vulkanik, masif, mudah
diremas.
Gambar 3.18. Foto singkapan tuf pada stasiun 52 Desa Mekarmukti. Azimuth foto
N289°E, Foto oleh Fauzan A, 2019)
analisis sayatan petrografi (Gambar 3.19), satuan ini termasuk jenis vitric tuff
(Klasifikasi Schmidt, 1981)
//-Nikol X-Nikol
Gambar 3.19. Hasil analisis sayatan tipis mikroskopis sayatan vitric tuff (Klasifikasi
Schmidt, 1981), dengan kenampakan // nikol perbesaran 40 kali (kanan) dan
kenampakan X nikol perbesaran 40 kali (kiri) untuk breksi ST 57 (Foto oleh Fauzan A,
2019)
3.2.4.2. Penyebaran
Satuan tuf menempati bagian tenggara dari daerah penelitian (dapat
dilihat pada peta geologi lampiran lembar ke 4). Presentase penyebaranya
kurang lebih 5%, pada sekitar Desa Mekarmukti.
Tabel 3.8. Kesebandingan Satuan Tuf (Qtv) dengan Hasil Gunung Api Tak
Teruraikan (QYU) (P.H Silitonga, 2003)
Satuan Tuf (Qtf) Hasil Gunung Api tak teruraikan (Qyu) (P.H
Kesebandingan
Silitonga, 2003))
warna segar coklat terang, abu Pasir tufan, lapili, breksi, lava, aglomerat. Sebagian
gelap, memiliki ukuran butir berasal dari G. Tampomas, sebagian berasal dari G.
Deskripsi
tuf kasar, terdapat banyak Tangkuban perahu. Antara Sumedang dan Bandung
gelas vulkanik, masif, mudah batuan ini membentuk dataran-dataran kecil atau
diremas. bagian-bagian rata dan bukit rendah yang tertutup oleh
tanah yang berwarna abu-abu kuning dan kemerah-
merahan.
Lingkungan
Darat Darat
Pengendapan
3.2.5. Aluvium
Satuan aluvium memiliki presentase luas ± 13% dari luas peta daerah
penelitian. Pada satuan batulempung tersapat beberapa singkapan yang
mewakili setiap daerah, seperti pada singkapan batulempung ST 48,49 dan
beberapa lainnya yang berada pada Timurlaut peta, kemudian pada singkapan
ST 63,64, dan beberapa lainnya yang berada pada bagian Barat peta daerah
penelitian. Dapat dilihat pada lampiran peta 1 (Peta kerangka), dan pada
Gambar 3.8 diatas, atau pada lampiran peta 4 (Peta Geolgi).
3.2.5.1. Penyebaran
Aluvium menempati bagian tengah sampai ke timur laut daerah
penelitian (dapat dilihat pada peta geologi lampiran lembar ke 4). Presentase
penyebaranya kurang lebih 13%, pada Sungai Cikandung sekitar Desa
Karangbungur.
51
3.2.5.2. Karakteristik
Satuan ini tersusu atas endapan aluvium dengan ukuran kereikil hingga
bongkah berupa batuan sedimen batupasir sedang sapai kasar, batulempung,
dan batuan beku dengan warna segar coklat terang, abu gelap.
Gambar 3.20. Foto jauh endapan aluvium pada Desa Karangbungur. Azimuth foto
N119°E (Foto oleh Fauzan A, 2003)
Gambar 3.21. Kelurusan Lembahan (garis biru) pada Peta DEM dan Diagram roset
yang menunjukan arah tegasan baratlaut-tenggara.
3.3.2. Kekar
Kekar (Gambar 3.22) merupakan struktur rekahan yang pada satu
batuan namun tidak ada pergeseran pada bidang rekahannya.
Gambar 3.22. Pengukuran data kekar dengan metode window 1x1 meter pada Stasiun
58 di Daerah Wanajaya (Foto oleh Fauzan A, 2019).
53
A B
3.3.3. Lipatan
Setelah mengolah data yang didapat di lapangan maka dapat dilihat ada
3 strktur lipatan yang terdapat pada daerah penelitian.
Untuk menentukan jenis lipatan diatas dapat dilihat dari sudut interlimb,
dips of axial plane, dan sudut plunge. pada pengolahan streografi maka lipatan
Wanajaya 1 bernama “open steeply inclined moderate plungking fold” (Fluety,
1964).
BAB IV
RANGKUMAN
b. Potensi kebencanaan :
1. Banjir
2. Longsor
x
DAFTAR PUSTAKA
Silitonga, P.H., 1973. Peta Geologi Regional Lembar Bandung, Jawa Barat,
Skala 1 : 100.000. Direktorat Geologi, Bandung.
Travis, Russel B. 1955. Classification of Rocks. Colorado School of Mines,
4thedition, Colorado.
Zuidam, R.A., Van 1985, Aerial Photo-Interpretation In terrain Analysis and
Geomorphology Mapping, Smith Publisher The Hague , ITC.
Walker, Roger, G dan James, Noel P., 1992, Facies Models: Response to Sea
Level Change, Love Printing Service Ltd, Ontario.
Zakaria, Zulfiadi. 2003. Metode Pemetaan Geologi, Jurusan Geologi, UNPAD.