Oleh :
DELLA AMELIA SANDRI
171071322003
Oleh :
DELLA AMELIA SANDRI
171071322003
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Atas
berkat rahmat dan karunia-Nya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian Skripsi
yang berjudul “Studi Ramah Lingkungan Alat Penangkapan Ikan Berdasarkan
Code Of Conduct For Responsible Fisheries Di Kecamatan Aluh –Aluh
Kabupaten Banjar”. ”. Laporan Penelitian Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung
Mangkurat.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kesulitan dan kendala yang
dihadapi dalam penyusunan laporan penelitian skripsi ini. Namun, berkat dukungan
dan bantuan dari banyak pihak maka laporan penelitian skripsi ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada orangtua penulis, Sandodie Ritam dan Sri Mastuti serta adik
penulis,Denovan Avila Sandri atas semangat, dukungan dan doanya sehingga
laporan penelitian skripsi dapat disusun hingga selesai. Ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya juga penulis berikan kepada Bapak Ir. Iriansyah, M.Si. sebagai
Ketua Tim Pembimbing Skripsi dan Bapak Ir. Irhamsyah M.Si. sebagai Anggota
Tim Pembimbing Skripsi atas ilmu, arahan, dukungan serta saran yang diberikan dari
awal penyusunan hinga akhir penulisan laporan penelitian skripsi. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Hj. Agustiana, MP. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Lambung Mangkurat,
2. Bapak Eka Anto Supeni, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah
memberikan saran serta masukan dalam penyusunan laporan penelitian skripsi ini,
3. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Perikanan Tangkap atas ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di bangku kuliah,
4. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Perikanan dan Kelautan ULM yang telah banyak
membantu dalam pengurusan kelengkapan administrasi dari awal perkuliahan hingga
tahap penyelesaian laporan penelitian skripsi,
5. Bapak-bapak nelayan di wilayah kecamatan Aluh-Aluh atas keramahan serta
kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan informasi selama penulis
melakukan penelitian skripsi,
6. Sahabat penulis, Khairunnisa dan Rahmalinda Izany yang telah memberikan
bantuan dan kerjasama selama penulis melakukan penelitian
iv
7. Teman-teman Program Studi Perikanan Tangkap Angkatan 2017 dan HIFASURIN
yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu atas segala bantuan, pengalaman,
pembelajaran dan kebersamaan yang berarti bagi penulis,
8. I want to thank me for believing in me, doing all the hard work and never quitting,
10. Seluruh pihak yang tidak dapat dicantumkan satu-persatu yang telah memberikan
saran, bantuan, doa dan motivasi dalam penulisan laporan penelitian skripsi ini.
.
Banjarbaru, Desember 2021
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................. iv
DAFTAR ISI............................................................................................ v
DAFTAR TABEL.................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian....................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian..................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 4
2.1. Kriteria Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan....................... 4
BAB 3. METODE PENELITIAN.......................................................... 8
3.1. Waktu dan Tempat..................................................................... 8
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................... 8
3.3. Metode Penelitian...................................................................... 8
3.4. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 9
3.5. Jenis Data................................................................................... 9
3.6. Analisis Data.............................................................................. 10
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................. 16
4.1. Hasil .......................................................................................... 16
4.1.1. Identifikasi Alat Tangkap................................................ 16
4.1.2. Hasil Skoring Kriteria Alat Tangkap Ramah
Lingkungan ..................................................................... 20
4.2. Pembahasan............................................................................... 24
4.2.1. Selektifitas....................................................................... 24
4.2.2. Alat Tangkap................................................................... 28
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 33
5.1. Kesimpulan................................................................................. 33
5.2. Saran........................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
vi
Nomor Halaman
3.1. Rencana Pelaksanaan Kegiatan Penelitian.................................... 8
3.2. Alat................................................................................................ 8
3.3. Kriteria Tingkat Keramahan Lingkungan CCRF/FAO 1995........ 14
4.1. Lampara (trawl net)....................................................................... 21
4.2. Rawai (longline)............................................................................ 21
4.3. Togo (filter net)............................................................................. 22
4.4. Jaring Insang (Gillnet)................................................................... 22
4.5. Standarisasi Fungsi Nilai Alat Tangkap Di Kecamatan
Aluh-Aluh Kabupaten Banjar........................................................ 23
DAFTAR GAMBAR
vii
Nomor Halaman
3.1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Aluh-Aluh
Kabupaten Banjar.......................................................................... 8
4.1. Lampara Dasar (Mini trawl).......................................................... 16
4.2. Rawai (longline)............................................................................ 17
4.3. Togo (filter net)............................................................................. 19
4.4. Jaring Insang (gillnet).................................................................... 20
viii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
sebanyak 1,085 jiwa, sedangkan nelayan yang pekerjaan utamanya bukan nelayan
sebanyak 593 jiwa (Dinas Perikanan Kabupaten Banjar, 2019 )
Berdasarkan data yang di dapat mengenai alat penangkapan yang ada di
wilayah Kecamatan Aluh- aluh Kabupaten Banjar sehingga perlu dilakukan
penelitian mengenai tingkat keramahan lingkungan alat penangkapan ikan yang
ada di Kecamatan Aluh- Aluh Kabupaten Banjar.
Penggunaan alat tangkap ikan ramah lingkungan sangat penting untuk
diterapkan dalam proses penangkapan ikan. Hal ini perlu dilakukan sebagai
upaya untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya ikan di masa
yang akan datang. Oleh sebab itu, untuk mewujudkannya maka perlu adanya
penilaian tingkat keramah lingkungan dari suatu alat tangkap.
Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) atau tata laksana
perikanan yang bertanggungjawab dipergunakan sebagai pedoman pelaksanaan
kegiatan perikanan secara bertanggung jawab. Pedoman ini memberi kelengkapan
bagi upaya nasional dan internasional untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya
laut yang lestari dan berkelanjutan. Sasaran dari CCRF ditujukan bagi para
pengambil keputusan dalam otoritas pengelolaan perikanan, termasuk perusahaan
perikanan, organisasi nelayan, serta organisasi non pemerintah yang peduli
terhadap kelestarian sumberdaya laut dan perikanan (Dahuri , 1993)
Alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan merupakan suatu alat
penangkapan ikan yang tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan,
yaitu sejauh mana alat tersebut tidak merusak dasar perairan, kemungkinan
hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi. Factor lain adalah
dampak terhadap biodiversity dan target resources yaitu komposisi hasil
tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda (Arimoto, et al.,
1999).
Monintja, (2001) menyebutkan bahwa kriteria teknologi penangkapan
ikan memiliki beberapa aturan penting, yaitu: selektifitas yang tinggi, tidak
membahayakan nelayan, tidak destruktif terhadap nelayan, produksinya
berkualitas, produknya tidak tidak membahayakan konsumen, ikan buangan
minimum, tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah,
dampak minimum terhadap keanekaragaman hayati dan dapat diterima secara
3
4
5
3.2. Alat
8
9
Xi = Kriteria ke -i
Kriteria keramahan lingkungan alat tangkap ditentukan berdasarkan total
standar nilai dari sejumlah variabel yang digunakan. Kriteria ramah lingkungan
dalam penelitian ini ditetapkan dalam 3 kategori (Najamuddin, 2004 yang
dimodifikasi), yaitu:
Tidak ramah lingkungan, nilai < 2,66
Kurang ramah lingkungan, 2,66 = nilai = 5,32
Ramah lingkungan, nilai > 5,32 dari total nilai
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Adapun hasil survey lapangan yang dilakukan terdapat 7 alat tangkap yang
terdapat di kecamatan Aluh-Aluh yaitu lampara (trawl mini), bubu, togo (trap
net), jaring kantong (trammel net), rawai (long line), jala (cast net), jaring insang
(gill net).
7 alat tangkap tersebut terdapat 4 alat tangkap yang mendominasi di
wilayah kecamatan Aluh-Aluh yaitu alat tangkap Lampara (mini trawl), Rawai
(longline), Jaring insang (gillnet) dan Togo (trap net) sedangkan 3 alat tangkap
lainya yaitu bubu, jaring kantong, jala tidak bisa memenuhi dari 15 sampel yang
diperlukan dikarenakan ada berbagai macam alasan seperi nelayan yang jarang
menggunakan alat tangkap tersebut, rusak nya alat tangkap akibat tidak digunakan
lagi, berpindahnya nelayan dari menggunakan alat tangkap bubu menjadi rawai,
tidak mendapatkan hasil ketika melakukan proses penangkapan. Berdasarkan
factor tersebut, hanya 4 dari 7 alat tangkap yang ada di Kecamatan Aluh – Aluh
yang bisa dilakukan penelitian karena dapat memenuhi 15 sampel yang
dibutuhkan.
16
17
2. Rawai (Longline)
18
Rawai merupakan alat tangkap yang bersifat pasif yang terdiri dari tali
utama (main line), pelampung (buoy), Tali-tali cabang (branch line), bendera
(sign flag), mata pancing (hook) dan jangkar. Pengoperasian alat tangkap rawai
dilakukan oleh seorang nelayan dan biasanya 2 – 3 kali pengoperasian dalam satu
hari. Hasil tangkapan satu kali operasi ± 3 kg dan jumlah rata-rata hasil tangkapan
dalam satu hari berkisar ± 15 kg. Jika tepat pada musimnya pengoperasian alat
tangkap rawai ini dilakukan 3 – 4 kali pengoperasian dan biasanya hasil
tangkapan mencapai 30 kg.
Alat tangkap rawai yang digunakan nelayan di kecamatan Aluh-Aluh
Besar, merupakan jenis rawai yang dipasang di dasar perairan secara tetap dalam
jangka waktu tertentu. Tali utama terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan
panjang 410 meter dengan diameter 3 mm. Tali-tali cabang (branch line) terbuat
dari nilon monofilament dengan panjang 1 meter dengan diameter 1 mm. Tali tali
cabang (branch line) dikaitkan pada tali utama dengan jarak satu sama lain 2
meter dan diujung tali cabang diikatkan mata pancing (hook). Mata pancing yang
digunakan bernomor 7 dengan jumlah mata pancing 200 mata per unit rawai.
Pelampung (bouy) yang digunakan adalah jeregen bekas terbuat dari bahan
plastik. Untuk satu unit rawai digunakan 2 pelampung (buoy) yang berfungsi juga
sebagai pelampung tanda atau ketika malam hari nelayan membawa bendera
sebagai tanda. Pemberat (sinker) terbuat dari tanah yang diisi ke dalam plastik
seberat 1 kg dan diikatkan pada tali pemberat sepanjang 3 meter, dimana satu unit
rawai menggunakan 4 pemberat.
Dalam kegiatan pengoperasian rawai (longline) di Kecamatan Aluh-Aluh
metode pengoperasian rawai di mulai dari penyetingan rawai ketika sudah tiba di
19
Togo (Filter Net) adalah Alat tangkap yang bersifat pasif sehingga tidak
membutuhkan banyak nelayan saat pengoperasiannya. Togo (Filter Net) memiliki
bentuk yang terdiri dari sayap, badan, dan kantong. Dua buah sayap di kanan dan
kiri diikatkan pada bambu yang ditancapkan. Konstruksi alat tangkap togo (Filter
Net) adalah Jaring berbentuk kerucut dengan bukaan mulut jaring yang lebar,
memiliki ukuran mata jaring cukup besar, tetapi pada umumnya ukuran mata
20
jaring tidak ditentukan secara khusus, karena hasil tangkapan dapat berbeda-beda
atau tidak tentu sama
Metode pengoperasian alat tangkap togo tegantung dari tempat nelayan
togo meletakkan tiang togonya, yaitu ada 2 metode: Memanfaatkan air turun dan
Memanfaatkan air pasang. Prinsip dari alat ini adalah pasang kemudian ditunggu
beberapa jam. Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap togo terdiri dari 1
orang, dan membutuhkan lama waktu pada saat pengoperasian adalah 2-3 jam,
menunggu saat air sampai tenang.
Jumlah tiang togo yang ada di Kecamatan Aluh-Aluh sekitar 3-6 tiang,
jenis dari tiang togo adalah dari batang nyiur. Setiap 1 nelayan menggunakan 2
tiang untuk pengoperasian alat tangkap togo. Pengoperasian alat tangkap togo di
mulai dari jam 2-3 dini hari untuk menurunkan alat tangkap togo, setelah itu di
diamkan selama 2-3 jam, kemudian alat tangkap togo di angkat sekitar jam 5-6
pagi , pengangkatan hasil tangkapan dilakukan 2-3 kali,setelah air sudah tenang
alat tangkap togo di bersihkan dengan cara membalik jaring dan menngantung di
tiang togo selama 1 jam.Hasil tangkapan yang di dapat lebih dominan dengan
jenis udang yaitu Udang Papai Dan Udang Bajang.
4. Jaring Insang (Gillnet)
Gillnet adalah jaring yang berbentuk persegi panjang, terdiri dari tali ris
atas, tali pelampung, badan jaring, tali ris bawah, dan tali pemberat. Alat tangkap
Gillnet di Kecamatan Aluh-Aluh rata-rata memiliki ukuran mata jaring atau mesh
size dari 4 -5 inchi. Panjang alat tangkap gillnet 30 meter, dengan lebar 5 meter.
Bahan pembuatan jaring berasal dari nilon.
21
Adapun hasil scoring kriteria alat tangkap ramah lingkungan yang berada
di kecamatan Aluh – Aluh sebagai berikut :
2 Dampak terhadap 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
habitat
3 Kesegaran hasil 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
tangkapan
4 Keamanan terhadap 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3,2
nelayan
5 Produk tidak 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
membayakan konsumen
6 By catch 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
7 Dampak terhadap 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
biodiversity
8 Keamanan terdahap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
ikan yang dilindungi
22
2 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
habitat
3 Kesegaran hasil 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
tangkapan
4 Keamanan terhadap 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3,8
nelayan
5 Produk tidak 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
membayakan
konsumen
6 By catch 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2,2
7 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
biodiversity
8 Keamanan terdahap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
ikan yang dilindungi
9 Diterima secara sosial 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 Dampak terhadap 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
habitat
3 Kesegaran hasil 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3,1
tangkapan
4 Keamanan terhadap 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3,1
nelayan
5 Produk tidak 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
membayakan
konsumen
23
6 By catch 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 3,2
7 Dampak terhadap 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
biodiversity
8 Keamanan terdahap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
ikan yang
dilindungi
9 Diterima secara 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
sosial
2 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
habitat
3 Kesegaran hasil 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
tangkapan
4 Keamanan 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3,7
terhadap nelayan
5 Produk tidak 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
membayakan
konsumen
6 By catch 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
7 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
biodiversity
8 Keamanan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
terdahap ikan
yang dilindungi
9 Diterima secara 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
sosial
Hasil total standarisasi fungsi nilai dari jumlah variable yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Standarisasi Fungsi Nilai Alat Tangkap Di Kecamatan Aluh Aluh
Kabupaten Banjar
Variabel Jumlah
No. Alat
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 V(A)
Tangkap
V1(X2) V2(X2) V3(X3) V4(X4) V5(X5) V6(X6) V7(X7) V8(X8) V9(X9)
24
1 1 3 3,2 4 2 2 4 3
1 Lampara
0 0 0 0,142 0 0 0 0 0 0,142
3,2 4 3 3,7 4 2 4 4 3
4 Gillnet
1 1 1,14 0,875 0 0 1 1 0,5 6,775
Hasil standarisasi fungsi nilai alat tangkap ramah lingkungan yang ada di
Kecamatan Aluh-Aluh adalah sebagai berikut :
Lampara = 0,142
Rawai = 6,712
Gillnet = 6,775
Togo = 3,9
Dari hasil tebel fungsi standarisasi nilai di atas diperoleh bahwa alat
tangkap yang ada di Kecamatan Aluh- Aluh yang termasuk dalam alat tangkap
ramah lingkungan adalah alat tangkap jaring insang dan Rawai, dimana kedua
alat tangkap tersebut memperoleh nilai > 5,32 dari total nilai. Alat tangkap yang
termasuk dalam kategori alat tangkap kurang ramah lingkungan adalah togo
dimana memperoleh index nilai 2,66 = x = 5,32. Alat tangkap yang masuk dalam
golongan alat tangkap tidak ramah lingkungan adalah alat tangkap Lampara,
dimana alat tangkap tersebut memperoleh nilai < 2,66.
4.2 Pembahasan
Status alat penangkapan ikan yang ada di Kecamatan Aluh- Aluh dikaji
berdasarkan kriteria yang sudah dikemukakan dalam Code of Conduct
forResponsible Fisheries (CCRF) yaitu berdasarkan selektifitas, dampak terhadap
habitat, kesegaran hasil tangkapan, keamanan terhadap nelayan, produk tidak
membahayakan konsumen, by catch, dampak terhadap biodiversity, keamanan
terhadap ikan yang dilindungi dan diterima secara sosial.
25
4.2.1. Selektifitas
Selektifitas yang tinggi bisa diartikan bahwa alat tangkap tersebut hanya
menangkap ikan atau organisme yang menjadi sasaran penangkapan saja. Sub
penilaian selektifitas yaitu berdasarkan ukuran dan jenis tangkapan. Alat
penangkapan ikan rawai dan jaring insang memiliki tingkat selektifitas yang sama
yaitu hasil tangkapan lebih dari 3 spesies dengan ukuran yang hampir seragam.
Menurut Nikijuluw (2002). Alat tangkap selektif merupakan alat tangkap yang
dapat menangkap ikanyang sudah layak tangkap, baik dari segi umur maupun
ukuran. dapatmeloloskan ikan ikan yang tidak layak tangkap, ikan yang
dilindungi, dan ikan yangtidak diinginkan tanpa melukai atau membunuhnya
(Martasuganda, 2008).
ikan yang tertangkap pada alat tangkap jaring insang ialah ikan yang
sesuai dengan ukuran mata jaring sehingga ikan yang berukuran lebih kecil dari
mata jaring dapat lolos dari alat penangkapan nya, sedangkan alat tangkap rawai
ikan yang tertangkap ialah ikan dengan bukaan mulut yang besar dsari ukuran
mata pancingnya dan ikan yang memilki bukaan mulut yang lebih kecil dari
ukuran mata pancing akan lolos dari penangkapanya. Jaring insang memiliki
ukuran mata jaring 8cm dan alat tangkap rawai menggunakan ukuran mata
pancing 11 .
Alat penangkapan ikan yang memiliki tingkat selektifitas yang rendah
yaitu alat tangkap togo dan alat penangkapan lampara dasar, karena alat
penangkapan tersebut menangkap lebih dari 3 jenis spesies tetapi dengan ukuran
yang berbeda hal ini dikarenakan oleh konstruksi alat tangkap, seperti ukuran
mata jaring yang kecil, memiliki kantong dan cara penangkapan nya yang bersifat
aktif. Alat tangkap lempara dikatakan tidak selektif karena bersifat aktif dan
memilki prinsip penangkapan yaitu dengan cara di tarik serta kontruksi jaring
yang memiliki ukuran mata jaring yang sangat kecil, sehingga dapat dipastikan
ikan yang tersapu dengan alat tangkap lampara akan tertangkap.
1. Dampak Terhadap Habitat
Alat tangkap yang digunakan tidak mengakibatkan rusaknya suatu
habitat ikan yang berada di perairan tersebut, seperti kerusakan ekosistem,
termasuk lingkungan, sumberdaya perikanan dan lainya. Alat tangkap rawai , togo
26
dan jaring insang dinyatakan aman bagi habitat, karena hanya dioperasikan di
permukaan saja sehingga mempunyai kemungkinan yang sangat kecil dapat
merusak karang.
Alat tangkap yang dinyatakan dapat merusak habitat adalah alat tangkap
lampara, karena alat tangkap lampara merupakan alat tangkap yang dioperasikan
dengan cara ditarik sampai menyentuh dasar perairan, dikarenakan target
penangkapannya adalah udang. Maka dapat dipastikan habitat dasar laut akan
tersapu dengan alat tangkap lampara.
2. Kesegaran Hasil Tangkapan
Kesegaran hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu
penangkapan ikan, penanganan ikan dan proses pembusukan. Ikan juga dapat
dinyatakan mati segar, hidup ,ikan mati busuk , dan ikan mati segar dan cacat fisik
bisa di lihat dari keadaan tubuhnya.
Hasil tangkapan yang memilki nilai tertinggi yaitu pada alat tangkap
rawai, karena hasil tangkapan rawai ada di dominasi dengan ikan mati segar dan
ada juga hasil tangkapan yang masih hidup, sedangkan alat tangkap jaring insang
didominasi oleh hasil tangkapan ikan yang mati, segar dan cacat karena cara
pengoperasinya yang cukup lama sehingga ikan yang tertangkap dalam keadaan
mati, segar dan ikan yang tertangkap oleh jaring insang terlilit di daerah
operculum maka ada beberapa hasil tangkapan yang mengalami cacat fisik,
Alat tangkapan lampara juga di dominasi dengan hasil tangkapan yang
mati tetapi segar karena proses penanganan ketika di atas kapal yang
menyebabkan hasil tangkapan masih terlihat segar.
3. Keamanan Terhadap Nelayan
Alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan diharapkan tidak
melukai nelayan baik itu gangguan kesehatan, cacat fisik maupun kematian ketika
melakukan proses penangkapan ikan.
Alat penangkapan rawai termasuk alat penangkapan yang bisa dikatakan
alat yang aman terhadap nelayan tetapi ada pula nelayan yang terluka ketika
melakukan proses penurunan branch line rawai karena tersangkut mata pancing.
Alat tangkap lampara, jaring insang dan togo termasuk alat tangkap yang memilki
dampak terhadap kesehatan nelayan yang bersifat sementara seperti terluka,
27
tangkap yang dapat menyebabkan kematian pada beberapa spesies dan dapat
menyebabkan kerusakan pada habitat, hal ini dikarenakan alat tangkap tersebut
memilki tingkat selektifitas yang rendah sehingga banyak spesie lainya diluar
hasil tangkapan utama yang tertangkap dan juga dilihat dari cara pengoperasi alat
tangkap nya yang ditarik dan menggeruk dasar laut karena tangkapan utama dari
alat tangkap lampara adalah ikan demersal.
7. Keamanan Terhadap Ikan yang Dilindungi
Keamanan terhadap ikan yang dilindungi yang di maksud adalah tidak
menangkap ikan yang dilindungi dalam undang/undang ataupun hewan yang
terancam punah. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di sebutkan beberapa
spesies atau biota air yang dilindungi pemerintah.
Berdasarkan dampak terhadap keamanan ikan yang dilindungi, dari hasil
wawancara dengan nelayan di kecamatan Aluh-Aluh. Alat penangkap seperti
rawai,jaring insang, togo dan lampara dasar tidak pernah menangkap spesies yang
dilindungi.
8. Diterima Secara Sosial
Alat tangkap dikatakan diterima secara sosial oleh masyarakat bila biaya
investasinya murah menguntungkan secara ekonomi tidak bertentangan dengan
budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada, serta tidak
berpotensi untuk menimbulkan konflik antara nelayan.
Alat penangkapan ikan lampara dan jaring insang memenuhi 3 sub
kriteria dari 4 sub kriteria yang ada, alat tangkap lampara dan jaring insang
merupakan alat tangkap dengan biaya investasi yang rendah karena nelayan ketika
melakukan kegiatan penangkapan memerlukan biaya sekali melaut sekitar 5-8 juta
yang berupa bahan bakar minyak, dan perbekalan ketika melakukan
pengoperasian. Karena hal tersebut bisa dikatakan alat tangkap lempara termasuk
dalam subkriteria alat tangkap dengan biaya investasi yang rendah karena biaya
yang diperlukan < Rp.25.000.00 dan untuk alat tangkap yang menguntungkan,
alat tangkap lempara termasuk menguntungkan secara ekonomi bagi nelayan yang
menggunakan alat tangkap tersebut, untuk sub kriteria tidak bertentangan dengan
budaya setempat ketika dilakukan survey kelapangan dan melakukan wawancara
29
terhadap 15 nelayan jaring insang di dapat bahwa 3 dari nelayan jaring insang
pernah bersinggungan dengan nelayan lempara dikarenakan nelayan jaring insang
beranggapan hasil tangkapan mereka semkain sedikit dikarenakan nelayan
lempara yang melakukan penangkapan secara berlebihan dan tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada atau tidak illegal. Sedangkan alat tangkap seperti rawai
dan togo memenuhi 4 kriteria dari 4 sub kriteria yang ada karena Alat tangkap
rawai dan togo memiliki investasi yang rendah yaitu hanya sebesar 60 ribu untuk
biaya bahan bakar kapal rawai sedangkan untuk togo tidak memperlukan bahan
bakar dikarena mereka menggunakan kapal dayung, untuk sub kriteria
menguntungkan terhadap nelayan alat tangkap togo dan rawai menguntungkan,
dan untuk tidak berpotensi konflik antara sesama nelayan dan tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada atau tidak illegal alat tangkap togo maupun rawai
termasuk dalam sub kriteria alat tangkap yang tidak berpotensi konflik sesama
nelayan dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
4.2.2. Alat Tangkap
1. Lampara
Lampar memiliki tingkat selektivitas yang rendah yaitu dengan nilai skor
satu. Hal ini dikarenakan lampara dasar memiliki ukuran mata jaring yang sangat
kecil sehingga hasil tangkapan yang didapat lebih daripada tiga spesies dengan
ukuran yang berbeda. Lampara juga merupakan alat tangkap yang berpotensi
menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas dengan nilai skor 1
dikarenakan pengoperasian lampara dasar umumnya dilakukan pada dasar
perairan yang berpasir atau berlumpur dengan cara ditarik menggunakan
kapal .hasil tangkapan lampara memiliki mutu yang cukup baik yaitu dengan skor
3, hal ini dikarenakan cara pengoperasian lampara yang tidak terlalu lama
sehingga ikan yang didapat akan hidup tetapi ada pula yang mati .
Pengoperasian alat tangkap lampara dasar dapat menyebabkan gangguan
kesehatan yang sifatnya sementara dengan nilai skor 3,2 , yaitu nelayan dapat
mengalami luka dan terkilir. Hasil tangkapan lampara tidak membahayakan
konsumen dengan skor 4, karena cara pengoperasian alat tangkap lampara yang
tidak menggunakan bahan-bahan kimia ketika melakukan proses penangkapan
ikan, sehingga ikan hasil tangkapan lampara aman untuk dikonsumsi oleh
30
konsumen. Lampara memiliki hasil tangkapan sampingan lebih dari 3 spesies dan
laku dijual dengan skor 2. Cara pengoperasin lampara dapat menyebabkan
kematian bagi beberapa spesies dan merusak habitat karena cara pengoperasian
nya dengan cara ditarik sampai menyentuh dasar perairan, karna target tangkapan
lampara dasar adalah udang, sehingga diberikan skor 2.
Lemparan tidak pernah menangkap ikan atau biota laut yang dilindungi
dengan skor 4. Alat tangkap lampara dasar dapat diterima secara skor sosial
dengan nilai skor 3 dari empat sub kriteria karena alat tangkap lampara dasar
merupakan alat tangkap dengan biaya investasi sekali pengoperasian alat tangkap
nya kurang dari Rp 25.000.00, sehingga termasuk dalam alat tangkap yang
memenuhi sub kriteria alat tangkap dengan biaya investasi rendah . Kedua
menguntungkan, lampara menguntungkan secara ekonomi bagi nelayan yang
menggunakan alat tangkap tersebut. Ketiga lampara tidak berpotensi konflik, tidak
bertentangan dengan budaya setempat dan yang keempat alat tangkap lampara
dasar tidak bertentangan atau tidak illegal.
2. Jaring insang
Jaring insang memiliki selektivitas cukup tinggi yaitu dengan skor 2,7
hal ini dikarenakan hasil tangkapan yang tertangkap pada jaring insanglebih dari 3
spesies dengan ukuran yang seragam dan ada juga yang kurang dari 3 spesies
dengan ukuran yang seragam. Ukuran mata jaring dan bukaan mata jaring
mempengaruhi kemampuan alat tangkap gillnet dalam menyeleksi ikan yang
tertangkap karena ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang sesuai dengan
ukuran mata jaring (mesh size) dan bentuk tubuh yang sesuai dengan ukuran
bukaan mata jaring (hanging ratio) dengan begitu ikan yang memiliki ukuran
lebih kecil dari mata jaring dan bentuk tubuh yang lebih kecil dari bukaan mata
jaring memilki kemungkinan yang sangat kecil untuk tertangkap .
Jaring insang merupakan alat tangkap yang tidak merusak habitat
sehingga diberi skor 4 dikarenakan jaring insang dioperasikan pada
permukaan(surface) sehingga memiliki kemungkinan yang sangat kecil dapat
merusak karang ataupun padang lamun. Hasil tangkapan jaring insang diberi skor
3 hal ini dikarenakan hasil tangkapan yang didapat dominan ikan mati, segar,
dikarenakan jaring ikan melakukan pengoperasian sekitar lebih dari 1-3 jam yang
31
memungkinkan ikan yang tertangkap akan mati segar dan juga dikarenakan dari
segi konstruksi/ bentuk alat tangkap yang dapat melukai. Jaring insang saat
pengoperasiannya mendapat skor 3,7 yaitu dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan yang sifatnya sementara pada nelayan yang melakukan pengoperasian
jaring insang seperti mengalami luka dan terlilit ataupun terkilir hal ini terjadi
karena alat tangkap jaring insang masih dioperasikan secara manual (tenaga
manusia).
Hasil tangkapan jaring insang tidak membahayakan konsumen sehingga
diberi skor 4 dikarenakan pengoperasian jaring insang tidak menggunakan bahan-
bahan yang dapat membuat konsumen tidak dapat mengkonsumsi hasil
tangkapannya. Jaring insang memiliki hasil tangkapan sampingan lebih daripada 3
spesies dan laku untuk dijual dengan skor 2, hasil tangkapan jaring insang
memilki nilai ekonomis. Jaring insang pengoperasiannya dapat menyebabkan
beberapa spesies mengalami kematian tetapi tidak merusak habitat sehingga diberi
skor 3 karena jaring insang dioperasikan secara pasif sehingga apabila telah
selesai digunakan jaring akan diangkat kembali ke atas kapal, sehingga tidak akan
mengakibatkan kematian pada ikan atau menjadi ghost fishing dan dapat
berakibat kematian spesies secara terus menerus. Jaring insang tidak pernah
menangkap biota laut yang dilindungi sehingga diberi skor 4. Jaring insang dapat
diterima secara sosial dengan skor 3 karena jaring insang memenuhi 3 kriteria dari
4 kriteria yang ada yaitu jaring insang menguntungkan secara ekonomi bagi
nelayan yang menggunakan alat tangkap tersebut, jaring insang tidak bertentangan
dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada atau
lega,l dan tidak menimbulkan konflik antara nelayan setempat tetapi jaring insang
memiliki investasi yang sangat tinggi.
3. Rawai
Alat tangkap rawai memiliki selektivitas yang cukup tinggi yaitu dengan
skor 3. Hal ini dikarenakan bahwa ikan yang tertangkap kurang dari 3 spesies
tetapi dengan ukuran yang seragam. Tingkat selektivitas alat tangkap rawai dilihat
dari ukuran mata pancingnya, karena Menurut nikijuluw (2002) ikan yang
tertangkap dengan alat tangkap rawai ialah ikan yang memiliki bukaan mulut
yang lebih besar dari ukuran mata pancing dan ikan yang mempunyai bukaan
32
mulut lebih kecil dari ukuran mata pancing akan lolos dari penangkapan. Rawai
merupakan alat tangkap yang tidak merusak habitat sehingga diberikan skor 4, hal
ini dikarenakan alat tangkap rawai pada dasarnya tidak dapat dioperasikan pada
daerah yang berkarang ataupun daerah padang lamun karena dapat menyebabkan
mata pancing akan tersangkut .
Ikan hasil tangkapan rawai memiliki mutu yang tinggi dan didominasi
dengan ikan mati, segar namun ada pula ikan yang tertangkap masih hidup tetapi
ketika dimasukan di dalam penyimpanan akan mati mati karena tertindih ikan
lainya, sehingga diberikan skor 3.Pengoperasian rawai tidak membahayakan
nelayan,tetapi ada juga yang dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya
sementara seperti terkilirketika melakukan pengangkatan di branch line atapun
terkait mata pancing sehingga diberikan skor 3,8. Hasil tangkapan ikan dari alat
tangkap rawai tidak membahayakan konsumen sehingga diberikan skor 4. Hal ini
dikarenakan ketika melakukan pengoperasian penangkapan ikan dengan rawai
tidak menggunakan bahan kimia yang dapat menyebabkan hasil tangkapan ikan
aman untuk dikonsumsi. Rawai memiliki hasil tangkapan sampingan dengan skor
2,2 yaitu hasil tangkapan sampingan lebih dari 3 spesies dan ada yang laku untuk
di jual.
Hasil tangkapan sampingan didefinisikan sebagai hasil tangkapan yang
insidental yaitu hasil tangkapan yang tidak diperkirakan sebelumnya akan
tertangkap dan ketika melakukan operasi penangkapan ikan tetapi tertangkap
secara sepintas atau kebetulan atau insidental menurut rasa (Rasdani dkk, 2001).
Alat tangkap rawai aman bagi keanekaragaman sumber daya hayati karena alat
tangkap rawai tidak menyebabkan kematian terhadap beberapa spesies dan tidak
merusak habitat dan juga hal ini disebabkan karena pengoperasian alat tangkap
yang aman terhadap habitat dan spesies yang tertangkap pula merupakan spesies
yang biasa ditemui. Alat tangkap rawai tidak pernah menangkap ikan yang
dilindungi sehingga diberikan skor 4, alat tangkap rawai dapat diterima secara
sosial dan diberikan skor 4 karena memenuhi seluruh subkriteria alat tangkap
rawai memiliki nilai investasi yang rendah menguntungkan dan tidak
menimbulkan potensi konflik dan legal.
33
4. Togo
Alat tangkap togo memiliki tingkat selektivitas yang cukup tinggi yaitu
dengan skor 1,4 hal ini dikarenakan sebagian nelayan mengatakan bahwa ikan
yang tertangkap lebih dari pada 3 spesies dengan ukuran yang berbeda. Togo
merupakan alat tangkap yang dapat menyebabkan kerusakan sebagian habitat
pada wilayah yang sempit sehingga diberian skor 3, hal ini dikarenakan cara
pengoperasian alat tangkap togo. Ikan hasil tangkapan togo memiliki skor yang
tinggi yaitu 3,1 hal ini dikarenakan ikan yang tertangkap masih dalam keadaan
mati, segar. Togo saat pengoperasiannya dapat membahayakan nelayan sehingga
diberikan hasil atau skor 3,1 karena cara pengoperasian alat tangkap togo menurut
nelayan dapat beresiko terjadi kecelakaan atau gangguan kesehatan ketika
melakukan pemasangan alat tangkap togo yang dilakukan secara manual dengan
cara nelayan harus berenang ketika melakkan pemasangan jaring togo kepada
bambu. Hasil tangkapan togo tidak membahayakan konsumen sehingga diberikan
skor 4, hal ini dikarenakan pengoperasian alat tangkap togo tidak menggunakan
bahan kimia atau hal-hal yang dapat menyebabkan hasil tangkapan tidak layak
konsumsi. Togo memiliki hasil tangkapan sampingan kurang dari 3 spesies dan
ada yang laku dijual sehingga diberikan skor 3,2. Togo aman bagi
keanekaragaman sumber daya hayati sehingga diberikan skor 4 karena alat
tangkap togo tidak menyebabkan kematian beberapa spesies dan tidak merusak
habitat. Togo tidak pernah menangkap ikan atau biota laut yang dilindungi
sehingga diberikan skor 4 togo dapat diterima secara sosial dengan skor 4 yaitu
memenuhi seluruh sub kriteria, karena alat tangkap togo merupakan alat tangkap
dengan biaya investasi yang rendah, menguntungkan secara ekonomi bagi nelayan
yang menggunakan alat tangkap togo, dan tidak bertentangan dengan budaya
setempat tidak juga bertentangan dengan peraturan yang ada atau legal dan tidak
menimbulkan konflik antara nelayan setempat.
BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di dapat dari hasil penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Alat tangkap yang terdapat di kecamatan Aluh-Aluh ada 7 macam yaitu
lampara (trawl mini), bubu, togo (trap net), jaring kantong (trammel net),
rawai (long line), jala (cast net), jaring insang (gill net) dari 7 alat tangkap
tersebut terdapat 4 alat tangkap yang mendominasi di wilayah kecamatan Aluh-
Aluh yaitu alat tangkap Lampara (mini trawl), Rawai (longline), Jaring insang
(gillnet) dan Togo (trap net) sedangkan 3 alat tangkap lainya tidak bisa
memenuhi dari 15 sampel yang diperlukan karena ada berbagai macam alasan
seperi nelayan yang jarang menggunakan alat tangkap tersebut, tidak
mendapatkan hasil ketika melakukan proses penangkapan sehingga bisa
dikatakan 3 alat tangkap seperti bubu, jaring kantong, jala tidak bisa dilakukan
penelitian .
2. Status alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan di dapatkan hasil bahwa
alat tangkap rawai dan jaring insang (gillnet) termasuk dalam kategori alat
tangkap yang ramah lingkungan karena memenuhi criteria alat tangkap yang
memiliki tingkat selektivitas yang tinggi, aman terhadap habitat, ikan yang
tertangkap mati segar atau dominan hidup, hasil tangkapan aman terhadap
konsumen, hasil tangkapan sampingan (by catch) rendah, tidak pernah
tertangkap ikan yang dilindungi, aman bagi keanekaragaman hayati (aman bagi
biodiversity) dan dapat diterima secara sosial. Hasil perhitungan dari
standarisasi fungsi nilai dengan nilai didapatkan bahwa alat tangkap rawai dan
jaring insang memiliki skor >5,32 yaitu sebesar 6,712 untuk rawai dan 6,775
untuk jaring insang (gillnet) sehingga dapat dikatakan alat tangkap tersebut alat
yang ramah lingkungan. Sedangkan alat tangkap togo masuk dalam kategori
alat tangkap yang kurang ramah lingkungan karena memperoleh skor 2,66 <
(X) < 5,32 yaitu sebesar 3,9. Alat tangkap yang masuk dalam kategori tidak
ramah lingkungan adalah lampara dengan memperoleh skor <2,66 yaitu
sebesar 0,014.
5.2 Saran
33
Adapun saran yang di dapat dari hasil penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Alat tangkap yang masuk dalam kategori kurang ramah lingkungan dan tidak
ramah lingkungan di harapkan dapat dilakukan perbaikan, atau modifkasi serta
inovasi agar dapat terciptanya alat tangkap yang ramah lingkungan.
34