Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Atas
berkat rahmat dan karunia-Nya dapat menyelesaikan Laporan Skripsi yang
berjudul “Studi Ramah Lingkungan Alat Penangkapan Ikan Berdasarkan Code Of
Conduct For Responsible Fisheries Di Kecamatan Aluh –Aluh Kabupaten
Banjar”.”. Laporan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kesulitan dan kendala yang
dihadapi dalam penyusunan laporan skripsi ini. Namun, berkat dukungan dan bantuan
dari banyak pihak maka laporan skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya juga penulis berikan kepada Bapak Ir. Iriansyah, M.Si.
sebagai Ketua Tim Pembimbing Skripsi dan Bapak Ir. Irhamsyah M.Si. sebagai
Anggota Tim Pembimbing Skripsi atas ilmu, arahan, dukungan serta saran yang
diberikan dari awal penyusunan hinga akhir penulisan laporan skripsi. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Hj. Agustiana, MP. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Lambung Mangkurat,
2. Bapak Eka Anto Supeni, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah
memberikan saran serta masukan dalam penyusunan laporan penelitian skripsi ini,
3. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Perikanan Tangkap atas ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di bangku kuliah,
4. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada orangtua penulis, Sandodie Ritam dan Sri Mastuti serta adik
penulis,Denovan Avila Sandri atas semangat, dukungan dan doanya sehingga
laporan penelitian skripsi dapat disusun hingga selesai,
5. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Perikanan dan Kelautan ULM yang telah banyak
membantu dalam pengurusan kelengkapan administrasi dari awal perkuliahan hingga
tahap penyelesaian laporan penelitian skripsi,
6. Bapak-bapak nelayan di wilayah kecamatan Aluh-Aluhatas keramahan serta
kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan informasi selama penulis
melakukan penelitian skripsi,
iv
7. Sahabat penulis, Khairunnisa dan Rahmalinda Izany yang telah memberikan
bantuan dan kerjasama selama penulis melakukan penelitian
8. Teman-teman Program Studi Perikanan Tangkap Angkatan 2017 dan HIFASURIN
yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu atas segala bantuan, pengalaman,
pembelajaran dan kebersamaan yang berarti bagi penulis,
9. Seluruh pihak yang tidak dapat dicantumkan satu-persatu yang telah memberikan
saran, bantuan, doa dan motivasi dalam penulisan laporan penelitian skripsi ini.
.
Banjarbaru, April 2022
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 4
2.1. Kriteria Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan ................................ 4
BAB 3. METODE PENELITIAN .......................................................... 8
3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................. 8
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 8
3.3. Metode Penelitian............................................................................... 8
3.4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 9
3.5. Jenis Data ........................................................................................... 9
3.6. Analisis Data ...................................................................................... 10
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 16
4.1. Hasil .................................................................................................. 16
4.1.1.Identifikasi Alat Tangkap. ................................................................ 16
4.1.2.Hasil Skoring Kriteria Alat Tangkap Ramah Lingkungan .............. 20
4.2. Pembahasan ........................................................................................ 24
4.2.1. Selektifitas ....................................................................................... 24
4.2.2. Alat Tangkap ................................................................................... 28
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 33
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 33
5.2. Saran ................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRA
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3.1. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian .................................................. 8
3.2. Alat ............................................................................................... 8
3.3. Kriteria Tingkat Keramahan Lingkungan CCRF/FAO 1995 ....... 14
4.1. Lampara (Mini trawl) ................................................................... 19
4.2. Rawai (longline) ........................................................................... 20
4.3. Togo (Filter net) ........................................................................... 20
4.4. Jaring Insang (Gillnet).................................................................. 21
4.8. Standarisasi Fungsi Nilai Alat Tangkap Di Kecamatan
Aluh-Aluh Kabupaten Banjar ...................................................... 21
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
3.1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Aluh-Aluh
Kabupaten Banjar ......................................................................... 8
4.1. Lampara (Mini trawl) ................................................................... 16
4.2. Rawai (Longline) ......................................................................... 18
4.3. Togo (Filter net)........................................................................... 19
4.4. Jaring Insang (Gillnet) ................................................................. 21
4.5. Jaring tiga lapis (Trammel net)………………………………….... 22
4.6. Bubu (Trap)……………………………………………………..... 23
4.7. Lunta (Cast net)…………………………………………………… 24
viii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
2
1.2.Rumusan Masalah
4
5
8
9
3.2. Alat
Tabel 3.2.Alat
No. Alat Kegunaan
1. Lembar kuisioner Panduan dan sarana melakukan
wawancara
2. Pulpen Alat tulis untuk mencatat jawaban yang
diperoleh
3. Alat Tangkap Objek penelitian
4. Laptop Untuk menginput data
5. Kamera Untuk mendokumentasikan
6. Roll meter Mengukur panjang alat tangkap
7. Penggaris Mengukur mesh size
Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula
terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut. Hal ini tergantung dari
bahan yang digunakan dan metode operasinya. Semakin kecil dampak
terhadap biodiversity maka semakin besar skor yang diberikan;
(1) Menyebabkan kematian semua spesies atau merusak habitat
(2) Menyebabkan kematian beberapa spesies, merusak habitat
(3) Menyebabkan kematian beberapa spesies, tidak merusak habitat
(4) Aman bagi biodiversity
g. Keamanan bagi spesies ikan yang dilindungi
Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yangdilindungi
apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk
menangkap spesies yang dilindungi.Semakin aman bagi ikan yang dilindungi
maka semakin besar skor yangdiberikan;
(1) Ikan dilindungi sering tertangkap
(2) Ikan dilindungi beberapa kali tertangkap
(3) Ikan dilindungi pernah tertangkap
(4) Ikan dilindungi tidak pernah tertangkap
h. Penerimaan secara sosial (Investasi rendah, menguntungkan, tidak
berpotensi konflik dan legal)
Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap tergantung pada
kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Suatu alat tangkap
dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila investasi rendah,
menguntungkan, tidak berpotensi konflik, dan legal. Investasi rendah apabila
jumlah investasi untuk pengoperasian satu unitalat < Rp. 25.000.000,-. Tidak
berpotensi konflikdilihat dari sikap dan perilaku antar pengguna alat tangkap
atau pemanfaat sumberdaya. Suatu alat tangkap legal apabila
dalampengoperasian alat tangkap sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Semakin banyak kriteria terpenuhi maka skor yang diberikan semakin besar;
(1) Memenuhi 1 dari 4 kriteria
(2) Memenuhi 2 dari 4 kriteria
(3) Memenuhi 3 dari 4 kriteria
(4) Memenuhi semua kriteria
14
Dimana:
V(x) = Fungsi nilai dari variabel X
X = Variabel X
X0 = Nilai terburuk pada kriteria X
Xi = Nilai terbaik pada kriteria X
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A
Vi(Xi) = Fungsi nilai dari alternative pada kriteria ke-i
Xi = Kriteria ke -i
Kriteria keramahan lingkungan alat tangkap ditentukan berdasarkan total
standar nilai dari sejumlah variabel yang digunakan. Kriteria ramah lingkungan
dalam penelitian ini ditetapkan dalam 3 kategori (Najamuddin, 2004) yang
dimodifikasi, yaitu:
• Tidak ramah lingkungan, nilai < 2,66
• Kurang ramah lingkungan, 2,66 = nilai = 5,32
• Ramah lingkungan, nilai > 5,32 dari total nilai
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
Hasil survey lapangan yang dilakukan terdapat 7 (tujuh) alat tangkap yang
terdapat di Kecamatan Aluh-Aluh yaitu lampara dasar (mini trawl), bubu (trap),
togo (filter net), jaring tiga lapis (trammel net), rawai (long line), lunta (cast net),
jaring insang (gill net).
Dari 7 (tujuh) alat tangkap tersebut terdapat 4(empat) alat tangkap yang
mendominasi wilayah Kecamatan Aluh-Aluh yaitu Lampara dasar (mini trawl),
Rawai (longline), Jaring insang (gillnet) dan Togo (filter net) sedangkan 3 alat
tangkap lainya yaitu bubu (trap), jaring tiga lapis (trammel net) , lunta (cast net)
tidak bisa memenuhi dari 15 sampel yang diperlukan dikarenakan ada berbagai
macam alasan seperti nelayan yang jarang menggunakan alat tangkap tersebut,
rusaknya alat tangkap akibat tidak digunakan lagi, berpindahnya nelayan dari
menggunakan bubu menjadi rawai, tidak mendapatkan hasil ketika melakukan
proses penangkapan. Berdasarkan faktor tersebut, hanya 4 dari 7 alat tangkap
yang ada di Kecamatan Aluh – Aluh yang bisa dilakukan penelitian karena dapat
memenuhi 15 sampel yang dibutuhkan.
Adapun hasil penelitian mengenai alat tangkap yang ada di wilayah
Kecamatan Aluh – Aluh sebagai berikut :
16
17
2. Rawai (Longline)
Rawai merupakan alat tangkap yang bersifat pasif yang terdiri dari tali
utama (main line), pelampung (buoy), Tali-tali cabang (branch line), bendera
(sign flag), mata pancing (hook) dan jangkar. Pengoperasian alat tangkap rawai
dilakukan oleh seorang nelayan dan biasanya 2 – 3 kali pengoperasian dalam satu
hari. Hasil tangkapan satu kali operasi ± 3 kg dan jumlah rata-rata hasil tangkapan
dalam satu hari berkisar ± 15 kg. Jika tepat pada musimnya pengoperasian alat
tangkap rawai ini dilakukan 3 – 4 kali pengoperasian dan biasanya hasil
tangkapan mencapai 30 kg.
Rawai yang digunakan nelayan di Kecamatan Aluh-Aluh Besar,
merupakan jenis rawai yang dipasang di dasar perairan secara tetap dalam jangka
waktu tertentu. Tali utama terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan panjang
410 meter dengan diameter 3 mm. Tali-tali cabang (branch line) terbuat dari nilon
monofilament dengan panjang 1 meter dengan diameter 1 mm. Tali tali cabang
(branch line) dikaitkan pada tali utama dengan jarak satu sama lain 2 meter dan
diujung tali cabang diikatkan mata pancing (hook). Mata pancing yang digunakan
bernomor 7 dengan jumlah mata pancing 200 mata per unit rawai. Pelampung
(bouy) yang digunakan adalah jeregen bekas terbuat dari bahan plastik. Untuk satu
unit rawai digunakan 2 pelampung (buoy) yang berfungsi juga sebagai pelampung
tanda atau ketika malam hari nelayan membawa bendera sebagai tanda. Pemberat
(sinker) terbuat dari tanah yang diisi ke dalam plastik seberat 1 kg dan diikatkan
pada tali pemberat sepanjang 3 meter, dimana satu unit rawai menggunakan 4
pemberat.
19
Togo (Filter Net) adalah Alat tangkap yang bersifat pasif sehingga tidak
membutuhkan banyak nelayan saat pengoperasiannya. Togo (Filter Net) memiliki
bentuk yang terdiri dari sayap, badan, dan kantong. Dua buah sayap di kanan dan
kiri diikatkan pada bambu yang ditancapkan. Konstruksi togo (Filter Net) adalah
Jaring berbentuk kerucut dengan bukaan mulut jaring yang lebar, memiliki ukuran
mata jaring cukup besar, tetapi pada umumnya ukuran mata jaring tidak
ditentukan secara khusus, karena hasil tangkapan dapat berbeda-beda atau tidak
tentu sama.
20
Togo merupakan alat tangkap berbentuk kantong dimana tiap sisi kanan
dan kirinya terdapat kerangka atau tiang yang berfungsi untuk memasang jaring
togo. Tiang yang digunakan terbuat dari batang kayu palm, togo memiliki panjang
total antara 5-7 meter yang mana mulut jaring berbentuk persegi panjang dengan
ukuran 2,5-4,5 meter dengan bahan terbuat dari nylon dengan mesh size yang
terdiri dari untuk ukuran mulut 3,8 cm, ukuran 2,5 cm untuk badan dan ukuran
kantong 0,7 cm dan 0,2 cm .
Metode pengoperasian togo tergantung dari tempat nelayan togo
meletakkan tiang togonya, yaitu ada 2 metode: Memanfaatkan air turun dan
Memanfaatkan air pasang. Prinsip dari alat ini adalah pasang kemudian ditunggu
beberapa jam. Nelayan yang mengoperasikan togo terdiri dari 1 orang, dan
membutuhkan lama waktu pada saat pengoperasian adalah 2-3 jam, menunggu
saat air sampai tenang.
Jumlah tiang togo yang ada di Kecamatan Aluh-Aluh 2 tiang di kiri dan
dikanan, jenis dari tiang togo adalah dari batang nyiur. Setiap 1 nelayan
menggunakan 2 tiang untuk pengoperasian togo. Pengoperasian togo di mulai dari
jam 2-3 dini hari untuk menurunkan togo, setelah itu di diamkan selama 2-3 jam,
kemudian togo di angkat sekitar jam 5-6 pagi , pengangkatan hasil tangkapan
dilakukan 2-3 kali, setelah air sudah tenang togo dibersihkan dengan cara
membalik jaring dan menggantung di tiang togo selama 1 jam. Hasil tangkapan
yang didapat lebih dominan adalah jenis udang yaitu Udang rebon dan Udang
Bajang, sedangkan tangkapan sampingan yang sering didapat yaitu ikan bilis.
21
Gillnet adalah jaring yang berbentuk persegi panjang, terdiri dari tali ris
atas, tali pelampung, badan jaring, tali ris bawah, dan tali pemberat. Alat tangkap
Gillnet di Kecamatan Aluh-Aluh rata-rata memiliki ukuran mata jaring atau mesh
size dari 4 -5 inchi. Panjang alat tangkap gillnet 30 meter, dengan lebar 5 meter.
Bahan pembuatan jaring berasal dari nilon. Jumlah pelampung yang digunakan
pada gillnet adalah sebanyak 40 buah dengan jenis pelampung yang ringan dan
untuk tali pelampung menggunakan tali yang terbuat dari bahan multifilament,
sedangkan untuk pemberat menggunakan timah.
Daerah penangkapan ikan gillnet berjarak 3 mil dan memerlukan waktu
tempuh ± 2 jam dari fishing base ke lokasi pengoperasiannya (fishing ground) di
laut Muara Banjar.
Cara pengoperasian Gillnet di mulai dari Setting, yaitu proses penebaran
jaring yang diawali dari penurunan pelampung tanda kemudian dilanjutkan
dengan penurunan tali ris bawah (pemberat). Setelah itu dilakukan penebaran
jaring, setelah semua jaring telah diturunkan, kapal berputar menuju pelampung
tanda pertama untuk tahap drifting . Proses drifting memerlukan waktu sekitar 3 –
4 jam. Setelah 3 – 4 jam dilakukannya proses drifting maka selanjutnya adalah
tahap penarikan (hauling), penarikan dilakukan dengan memposisikan kapal
sesuai arah angin, arah arus dan posisi jaring agar proses hauling dapat berjalan
lancar.
22
Trammel net merupakan jaring insang yang memiliki ciri khusus yaitu
terdiri dari tiga lapis jaring, dua lapis di sebelah luar ukuran mata jaring lebih
besar dari lapisan dalam. Trammel net disebut juga jaring gondrong atau jaring
tiga lapis (Jatilap) yangdioperasikan pada dasar perairan dan permukaan perairan.
Alat penangkapan ikan trammel net di Kecamatan Aluh-Aluh memiliki
panjang jaring sekitar 30-32 meter dengan tinggi jaring berkisar 4-6 meter dengan
kedalaman perairan ketika melakukan operasi penangkapan ikan berkisar 12-14
meter.
Material bahan trammel net untuk bagian badan jaring atau (inner net)
biasanya terbuat dari monofilament dan untuk bagian luar (outer net) yang
berfungsi sebagai penguat jaring pada bagian dalam dan sebagai kerangka untuk
terbentuknya kantong pada jaring bagian dalam, bahannya terbuat dari
multifilamen.
Mata jaring untuk bagian dalam (inner net) berukuran 1,75 inchi dan
ukuran outer net digunakan jaring berukuran 10 inchi. Bahan yang digunakan
untuk jaring outer net adalah nylon dan plastik untuk jaring inner net. Tali iris
menggunakan bahan tambang atau polyethylene dengan ukuran diameter 4 mm
untuk tali Ris atas dan 2,5 mm untuk bawah tali salambar terbuat dari
polyethylene dengan panjang tali selambar sekitar 130 sampai 150 M dengan
diameter 6 mm. Pelampung menggunakan bahan plastik dan gabus jumlah
pelampung pada trammel net biasanya menggunakan 42 buah per piece jaring
17
dengan panjang tiap gabus 3 cm dan diameter 4 cm. Untuk pemberat terbuat dari
timah dengan jumlah pemberat menggunakan 240 buah Jaring atau sekitar 4 Kg
dengan panjang tiap pemberat 2 cm dan diameter 1,5 cm dan untuk pelampung
tanda terbuat dari gabus dengan diberikan tambahan bendera sebagai penanda.
Dalam pengoperasian alat tangkap trammel net terdapat tiga tahap
yaitu,penurunan alat tangkap (setting) prendaman (soaking) dan penarikan
(hauling). penurunan jaring (setting) dimulai pelampung tanda tanda ujung jaring
kemudian tali selembar depan, lalu badan jaring dan yang diikatkan pada perahu
lama peremdaman (soaking) jaring trammel net didiamkan terendam dalam
perairan kurang 62 - 85 menit sedangkan penarikan jaring (hauling) urutan
penarikan mulai tali selembar belakang terhadap badan jaring, tali selembar depan
dan terakhir pelampung tanda. Hasil tangkapan utama jaring tiga lapis (trammel
net ) adalah udang dogol (Metapenaeus endeavouri) dan udang jerbung (Penaeus
merguiensis), dan untuk hasil tangkapan sampingan dari trammel net adalah ikan
Senangin (Mugil cephalus) Cumi-cumi(Loligo sp), Lemuru (Ambligaster sim)
dan Belanak (Valamugil seheli).
6. Lukah (Trap)
Lukah adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang
berupa jebakan, danbersifat pasif.Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan
tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Lukah merupakan alat tangkap pasif,
tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari lukah, rotan,kawat, besi,
18
jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk
tidakdapat keluar. Prinsip dasar dari lukah adalah menjebak penglihatan ikan
sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya
Metode pengoperasiannya yaitu dipasang di daerah penangkapan yang
sudah diperkirakan adanya stok ikan. Jenis tangkapan yang biasa menjadi target
lukah diantaranya ikan dasar, udang, kepiting, keong, cumi-cumi dan biota
lainnya. cara pengoperasian lukah dimulai dengan pemberian umpan pada tiap
unit lukah, selanjutnya pencarian daerah operasisambil mengamati kondisi di
sekitar perairan. Lukah dipasang di daerah yang menjadi habitat bagi target
tangkapan, seperti di perairan karang yang merupakan habitat bagi ikan karang.
Nelayan biasa nya mendiamkan dan meninggalkan alat lukah yang telah
disimpan di daerah penangkapan selama satu hari dan diangkat pada esok harinya.
Pengangkatan lukah dilakukan secara hati-hati dan perlahan agar ikandapat
beradaptasi dengan berubahnya tekanan didalam air. Setelah itu hasil tangkapan
kemudian dikeluarkan dari lukah. Waktu pemasangan dan pengangkatan alat
tangkap lukah ada yang dilakukan pagi hari,siang hari, sore hari, sebelum
matahari tenggelam. Menurutnya, lama perendaman lukah pun bervariasi, ada
yang hanya direndam beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada juga
yang direndam tiga sampai dengan empat hari.
7. Lunta (cast net)
Adapun hasil scoring kriteria alat tangkap ramah lingkungan yang berada
di kecamatan Aluh – Aluh sebagai berikut :
1 Selektifitas 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
7 Dampak terhadap 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
biodiversity
8 Keamanan terdahap ikan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
yang dilindungi
9 Diterima secara sosial 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
7 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
biodiversity
8 Keamanan terdahap ikan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
yang dilindungi
9 Diterima secara sosial 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 Selektifitas 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1,4
2 Dampak terhadap 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
habitat
3 Kesegaran hasil 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3,1
tangkapan
4 Keamanan terhadap 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3,1
nelayan
5 Produk tidak 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
membayakan
konsumen
6 By catch 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 3,2
7 Dampak terhadap 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
biodiversity
21
8 Keamanan terdahap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
ikan yang dilindungi
9 Diterima secara 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
social
2 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
habitat
3 Kesegaran hasil 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
tangkapan
4 Keamanan terhadap 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3,7
nelayan
5 Produk tidak 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
membayakan
konsumen
6 By catch 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
7 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
biodiversity
8 Keamanan terdahap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
ikan yang
dilindungi
9 Diterima secara 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
social
Hasil total standarisasi fungsi nilai dari jumlah variable yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Variabel Jumlah
No. Alat
Tangkap X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 V(A)
V1(X2) V2(X2) V3(X3) V4(X4) V5(X5) V6(X6) V7(X7) V8(X8) V9(X9)
1 1 3 3,2 4 2 2 4 3
1 Lampara
0 0 0 0,142 0 0 0 0 0 0,142
3,2 4 3 3,7 4 2 4 4 3
4 Gillnet
22
Dari hasil tebel fungsi standarisasi nilai di atas diperoleh bahwa alat
tangkap yang ada di Kecamatan Aluh- Aluh yang termasuk dalam alat tangkap
ramah lingkungan adalah alat tangkap jaring insang dan Rawai, dimana kedua
alat tangkap tersebut memperoleh nilai> 5,32 dari total nilai. Alat tangkap yang
termasuk dalam kategori alat tangkap kurang ramah lingkungan adalah togo
dimana memperoleh index nilai 2,66 = x = 5,32. Alat tangkap yang masuk dalam
golongan alat tangkap tidak ramah lingkungan adalah alat tangkap Lampara,
dimana alat tangkap tersebut memperoleh nilai < 2,66.
4.2 Pembahasan
Status alat penangkapan ikan yang ada di Kecamatan Aluh- Aluh dikaji
berdasarkan kriteria yang sudah dikemukakan dalam Code of Conduct
forResponsible Fisheries (CCRF) yaitu berdasarkan selektifitas, dampak terhadap
habitat, kesegaran hasil tangkapan, keamanan terhadap nelayan, produk tidak
membahayakan konsumen, by catch, dampak terhadap biodiversity, keamanan
terhadap ikan yang dilindungi dan diterima secara sosial.
1. Selektifitas
Selektifitas yang tinggi bisa diartikan bahwa alat tangkap tersebut hanya
menangkap ikan atau organisme yang menjadi sasaran penangkapan saja. Sub
penilaian selektifitas yaitu berdasarkan ukuran dan jenis tangkapan. Alat
penangkapan ikan rawai dan jaring insang memiliki tingkat selektifitas yang sama
yaitu hasil tangkapan lebih dari 3 spesies dengan ukuran yang hampir seragam.
23
Menurut Nikijuluw (2002). Alat tangkap selektif merupakan alat tangkap yang
dapat menangkap ikanyang sudah layak tangkap, baik dari segi umur maupun
ukuran. Dapatmeloloskan ikan ikan yang tidak layak tangkap, ikan yang
dilindungi, dan ikan yangtidak diinginkan tanpa melukai atau membunuhnya
(Martasuganda, 2008).
ikan yang tertangkap pada alat tangkap jaring insang ialah ikan yang
sesuai dengan ukuran mata jaring sehingga ikan yang berukuran lebih kecil dari
mata jaring dapat lolos dari alat penangkapan nya, sedangkan rawai ikan yang
tertangkap ialah ikan dengan bukaan mulut yang besar dsari ukuran mata
pancingnya dan ikan yang memilki bukaan mulut yang lebih kecil dari ukuran
mata pancing akan lolos dari penangkapanya. Jaring insang memiliki ukuran mata
jaring 8 cm dan alat tangkap rawai menggunakan ukuran mata pancing 11 .
Alat penangkapan ikan yang memiliki tingkat selektifitas yang rendah
yaitu togo dan lampara dasar, karena alat penangkapan tersebut menangkap lebih
dari 3 jenis spesies tetapi dengan ukuran yang berbeda hal ini dikarenakan oleh
konstruksi alat tangkap, seperti ukuran mata jaring yang kecil, memiliki kantong
dan cara penangkapan nya yang bersifat aktif. Lempara dasar dikatakan tidak
selektif karena bersifat aktif dan memiliki prinsip penangkapan yaitu dengan cara
ditarik serta kontruksi jaring yang memiliki ukuran mata jaring yang sangat kecil,
sehingga dapat dipastikan ikan yang tersapu dengan alat tangkap lampara akan
tertangkap.
2. Dampak Terhadap Habitat
Alat tangkap yang digunakan tidak mengakibatkan rusaknya suatu
habitat ikan yang berada di perairan tersebut, seperti kerusakan ekosistem,
termasuk lingkungan, sumberdaya perikanan dan lainya. Alat tangkap rawai , togo
dan jaring insang dinyatakan aman bagi habitat, karena hanya dioperasikan di
permukaan saja sehingga mempunyai kemungkinan yang sangat kecil dapat
merusak karang.
Alat tangkap yang dinyatakan dapat merusak habitat adalah lampara
dasar, karena alat tangkap lampara dasar merupakan alat tangkap yang
dioperasikan dengan cara ditarik sampai menyentuh dasar perairan, dikarenakan
24
target penangkapannya adalah udang, maka dapat dipastikan habitat dasar laut
akan tersapu dengan tangkap lampara dasar.
3. Kesegaran Hasil Tangkapan
Kesegaran hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu
penangkapan ikan, penanganan ikan dan proses pembusukan. Ikan juga dapat
dinyatakan mati segar, hidup ,ikan mati busuk , dan ikan mati segar dan cacat fisik
bisa di lihat dari keadaan tubuhnya.
Hasil tangkapan yang memilki nilai tertinggi yaitu pada alat tangkap
rawai, karena hasil tangkapan rawai ada di dominasi dengan ikan mati segar dan
ada juga hasil tangkapan yang masih hidup, sedangkan alat tangkap jaring insang
didominasi oleh hasil tangkapan ikan yang mati, segar dan cacat karena cara
pengoperasinya yang cukup lama sehingga ikan yang tertangkap dalam keadaan
mati, segar dan ikan yang tertangkap oleh jaring insang terlilit di daerah
operculum maka ada beberapa hasil tangkapan yang mengalami cacat fisik,
Lampara dasar juga di dominasi dengan hasil tangkapan yang mati tetapi
segar karena proses penanganan ketika di atas kapal yang menyebabkan hasil
tangkapan masih terlihat segar.
4. Keamanan Terhadap Nelayan
Alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan diharapkan tidak
melukai nelayan baik itu gangguan kesehatan, cacat fisik maupun kematian ketika
melakukan proses penangkapan ikan.
Rawai termasuk alat penangkapan yang bisa dikatakan alat yang aman
terhadap nelayan tetapi ada pula nelayan yang terluka ketika melakukan proses
penurunan branch line rawai karena tersangkut mata pancing. Lampara dasar,
jaring insang dan togo termasuk alat tangkap yang memilki dampak terhadap
kesehatan nelayan yang bersifat sementara seperti terluka, terkilir. Menurut
Radarwati et al (2010) menyatakan bahwa tingkatan bahaya yang dapat diterima
oleh nelayan ketika melakukan proses pengoperasian alat tangkap tergantung
pada jenis alat tangkap dan keterampilan yang dimilki oleh nelayan dan
didasarkan pada dampak yang mungkin diterima.
5. Produk Tidak Membahayakan Konsumen
25
Ikan yang ditangkap dengan cara yang illegal seperti menggunakan bahan
peledak dan racun kemungkinan hasil tangkapan akan tercemar oleh racun.
Produk tidak membahayakan konsumen diartikan bahwa tidak terdapat dampak
yang ditimbulkan ketika konsumen mengkonsumsi hasil tangkapan ikan.
Hasil tangkapan jaring insang, rawai, togo dan lampara dasar dapat
dinyatakan aman bagi konsumen karena nelayan setempat tidak menggunakan alat
tangkapan dengan menggunakan bahan kimia peledak dan racun.
6. Hasil Tangkapan Sampingan (by catch)
Menurut Sadili et al (2015), by catch adalah bagian dari hasil tangkapan
yang bukan target penangkapan utama. By catch meliputi seluruh biota yang
bukan menjadi tujuan utama penangkapan. Alat tangkap yang tidak selektif dapat
menangkap ikan yang bukan merupakan sasaran utamanya. Ikan yang tertangkap
terdiri dari beberapa spesies, dari beberapa spesies ada yang dapat dijual dan ada
pula yang tidak laku.
Hasil tangkapan sampingan dari togo ada yang laku dijual tetapi ada
beberapa spesies yang tidak laku dijual dan memilki by catch kurang dari 3
spesies, sedangkan rawai, jaring insang dan lampara dasar memilki tangkapan
sampingan lebih dari 3 spesies dan ada yang laku untuk dijual selain dari target
utama.
7. Dampak Terhadap Biodiversity
Penangkapan ikan diharapkan tidak merusak atau mengganggu
keanekaragaman sumberdaya hayati lainya atau merusak habitat tempat tinggal
ikan yang dapat mempengaruhi hilangnya suatu spesies di perairan tersebut.
Rawai termasuk dalam golongan alat tangkap yang aman bagi
keanekaragaman sumberdaya hayati dan juga tidak merusak habitat, dikarena
teknik pengoperasian alat tangkapnya yang tidak sampai ke dasar dan merusak
habitat suatu spesies. Lampara dasar, togo dan jaring insang termasuk alat tangkap
yang dapat menyebabkan kematian pada beberapa spesies dan dapat menyebabkan
kerusakan pada habitat, hal ini dikarenakan alat tangkap tersebut memilki tingkat
selektifitas yang rendah sehingga banyak spesies lain nya di luar hasil tangkapan
utama yang tertangkap dan juga dilihat dari cara pengoperasi alat tangkapnya
26
yang di tarik dan mengngeruk dasar laut karena tangkapan utama dari alat
tangkap lampara dasar adalah ikan demersal.
8. Keamanan Terhadap Ikan yang Dilindungi
Keamanan terhadap ikan yang dilindungi yang di’maksud adalah tidak
menangkap ikan yang dilindungi dalam undang-undang ataupun hewan yang
terancam punah. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa d’i sebutkan beberapa
spesies atau biota air yang dilindungi pemerintah.
Berdasarkan dampak terhadap keamanan Ikan yang dilindungi, dari hasil
wawancara dengan nelayan di Kecamatan Aluh-Aluh. Alat penangkap seperti
rawai,jaring insang, togo dan lampara dasar tidak pernah menangkap spesies yang
dilindungi.
9. Diterima Secara Sosial
Alat tangkap dikatakan diterima secara sosial oleh masyarakat bila biaya
investasinya ‘murah menguntungkan secara ekonomi tidak bertentangan dengan
budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada, serta tidak
berpotensi untuk menimbulkan konflik antara nelayan.
Lampara dasar dan jaring insang memenuhi 3 sub kriteria dari 4 sub
kriteria yang ada, lampara dasar dan jaring insang merupakan alat tangkap
dengan biaya investasi yang rendah karena nelayan ketika melakukan kegiatan
penangkapan memerlukan biaya sekali melaut sekitar 5-8 juta yang berupa bahan
bakar minyak, dan perbekalan ketika melakukan pengoperasian. Karena hal
tersebut bisa dikatakan lempara dasar termasuk dalam sub kriteria alat tangkap
dengan biaya investasi yang rendah karena biaya yang diperlukan < Rp.25.000.00
dan untuk alat tangkap yang menguntungkan, lempira dasar termasuk
menguntungkan secara ekonomi bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap
tersebut,untuk sub kriteria tidak bertentangan dengan budaya setempat ketika
dilakukan survey ke lapangan dan melakukan wawancara terhadap 15 nelayan
jaring insang didapat bahwa 3 dari nelayan jaring insang pernah bersinggungan
dengan nelayan lempira dasar dikarenakan nelayan jaring insang beranggapan
hasil tangkapan mereka semakin sedikit dikarenakan nelayan lempara dasar yang
melakukan penangkapan secara berlebihan dan bertentangan dengan peraturan
27
yang ada atau tidak illegal, sedangkan alat tangkap seperti rawai dan togo
memenuhi 4 kriteria dari 4 sub kriteria yang ada karena rawai dan togo memiliki
investasi yang rendah yaitu hanya sebesar 60 ribu rupiah untuk biaya bahan bakar
kapal rawai sedangkan untuk togo tidak memperlukan bahan bakar dikarena
mereka menggunakan kapal dayung, untuk sub kriteria menguntungkan terhadap
nelayan alat tangkap togo dan rawai menguntungkan,dan untuk tidak berpotensi
konflik antara sesama nelayan dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada
atau tidak illegal alat tangkap togo maupun rawai termasuk dalam sub kriteria alat
tangkap yang tidak berpotensi konflik sesama nelayan dan tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada.
1. Lampara Dasar
Lampar dasar memiliki tingkat selektivitas yang rendah yaitu dengan
nilai skor satu. Hal ini dikarenakan lampara dasar memiliki ukuran mata jaring
yang sangat kecil sehingga hasil tangkapan yang didapat lebih daripada tiga
spesies dengan ukuran yang berbeda. Lampara juga merupakan alat tangkap yang
berpotensi menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas dengan nilai
skor 1 dikarenakan pengoperasian lampara dasar umumnya dilakukan pada dasar
perairan yang berpasir atau berlumpur dengan cara ditarik menggunakan kapal
.hasil tangkapan lampara memiliki mutu yang cukup baik yaitu dengan skor 3, hal
ini dikarenakan cara pengoperasian lampara dasar yang tidak terlalu lama
sehingga ikan yang didapat akan hidup tetapi ada pula yang mati .
Pengoperasian lampara dasar dapat menyebabkan gangguan kesehatan
yang sifatnya sementara dengan nilai skor 3,2 , yaitu nelayan dapat mengalami
luka dan terkilir. Hasil tangkapan lampara tidak membahayakan konsumen
dengan skor 4, karena cara pengoperasian alat tangkap lampara yang tidak
menggunakan bahan-bahan kimia ketika melakukan proses penangkapan
ikan,sehingga ikan hasil tangkapan lampara aman untuk dikonsumsi oleh
konsumen. Lampara memiliki hasil tangkapan sampingan lebih dari 3 spesies dan
laku dijual dengan skor 2. Cara pengoperasin lampara dasar dapat menyebabkan
kematian bagi beberapa spesies dan merusak habitat karena cara pengoperasian
28
nya dengan cara ditarik sampai menyentuh dasar perairan, karna target tangkapan
lampara dasar adalah udang, sehingga diberikan skor 2.
Lemparan dasar tidak pernah menangkap ikan atau biota laut yang
dilindungi dengan skor 4. Lampara dasar dapat diterima secara skor sosial dengan
nilai skor 3dari empat sub kriteria karena alat tangkap lampara dasar merupakan
alat tangkap dengan biaya investasi sekali pengoperasian alat tangkap nya kurang
dari Rp 25.000.00, sehingga termasuk dalam alat tangkap yang memenuhi sub
kriteria alat tangkap dengan biaya investasi rendah . Kedua menguntungkan,
lampara menguntungkan secara ekonomi bagi nelayan yang menggunakan alat
tangkap tersebut. Ketiga lampara dasar tidak berpotensi konflik, tidak
bertentangan dengan budaya setempat dan yang keempat alat tangkap lampara
dasar tidak bertentangan atau tidak illegal.
2. Jaring insang
Jaring insang memiliki selektivitas cukup tinggi yaitu dengan skor 2,7
hal ini dikarenakan hasil tangkapan yang tertangkap pada jaring insang lebih dari
3 spesies dengan ukuran yang seragam dan ada juga yang kurang dari 3 spesies
dengan ukuran yang seragam. Ukuran mata jaring dan bukaan mata jaring
mempengaruhi kemampuan gillnet dalam menyeleksi ikan yang tertangkap
karena ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang sesuai dengan ukuran mata
jaring (mesh size) dan bentuk tubuh yang sesuai dengan ukuran bukaan mata
jaring (hanging ratio) dengan begitu ikan yang memiliki ukuran lebih kecil dari
mata jaring dan bentuk tubuh yang lebih kecil dari bukaan mata jaring memilki
kemungkinan yang sangat kecil untuk tertangkap .
Jaring insang merupakan alat tangkap yang tidak merusak habitat
sehingga diberi skor 4 dikarenakan jaring insang dioperasikan pada
permukaan(surface) sehingga memiliki kemungkinan yang sangat kecil dapat
merusak karang ataupun padang lamun. Hasil tangkapan jaring insang diberi skor
3 hal ini dikarenakan hasil tangkapan yang didapat dominan ikan mati, segar,
dikarenakan jaring ikan melakukan pengoperasian sekitar lebih dari 1-3 jam yang
memungkinkan ikan yang tertangkap akan mati segar dan juga dikarenakan dari
segi konstruksi/ bentuk alat tangkap yang dapat melukai. Jaring insang saat
pengoperasiannya mendapat skor 3,7 yaitu dapat mengakibatkan gangguan
29
dapat dioperasikan pada daerah yang berkarang ataupun daerah padang lamun
karena dapat menyebabkan mata pancing akan tersangkut .
Ikan hasil tangkapan rawai memiliki mutu yang tinggi dan didominasi
dengan ikan mati, segar namun ada pula ikan yang tertangkap masih hidup tetapi
ketika dimasukan di dalam penyimpanan akan mati karena tertindih ikan lainnya,
sehingga diberikan skor 3. Pengoperasian rawai tidak membahayakan
nelayan,tetapi ada juga yang dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya
sementara seperti terkilir ketika melakukan pengangkatan di branchline atau pun
terkait mata pancing sehingga diberikan skor 3,8. Hasil tangkapan ikan dari rawai
tidak membahayakan konsumen sehingga diberikan skor 4. Hal ini dikarenakan
ketika melakukan pengoperasian penangkapan ikan dengan rawai tidak
menggunakan bahan kimia yang dapat menyebabkan hasil tangkapan ikan aman
untuk dikonsumsi. Rawai memiliki hasil tangkapan sampingan dengan skor 2,2
yaitu hasil tangkapan sampingan lebih dari 3 spesies dan ada yang laku untuk
dijual.
Hasil tangkapan sampingan didefinisikan sebagai hasil tangkapan yang
insidental yaitu hasil tangkapan yang tidak diperkirakan sebelumnya akan
tertangkap dan ketika melakukan operasi penangkapan ikan tetapi tertangkap
secara sepintas atau kebetulan atau insidental menurut rasa (Rasdani dkk, 2001).
Rawai aman bagi keanekaragaman sumber daya hayati karena rawai tidak
menyebabkan kematian terhadap beberapa spesies dan tidak merusak habitat dan
juga hal ini disebabkan karena pengoperasian alat tangkap yang aman terhadap
habitat dan spesies yang tertangkap pula merupakan spesies yang biasa ditemui.
Rawai tidak pernah menangkap ikan yang dilindungi sehingga diberikan skor 4,
rawai dapat diterima secara sosial dan diberikan skor 4 karena memenuhi seluruh
subkriteria alat tangkap rawai memiliki nilai investasi yang rendah
menguntungkan dan tidak menimbulkan potensi konflik dan legal.
4. Togo
Togo memiliki tingkat selektivitas yang cukup tinggi yaitu dengan skor
1,4 hal ini dikarenakan sebagian nelayan mengatakan bahwa ikan yang
tertangkap lebih dari pada 3 spesies dengan ukuran yang berbeda. Togo
merupakan alat tangkap yang dapat menyebabkan kerusakan sebagian habitat
31
pada wilayah yang sempit sehingga diberian skor 3, hal ini dikarenakan cara
pengoperasian togo. Ikan hasil tangkapan togo memiliki skor yang tinggi yaitu 3,1
hal ini dikarenakan ikan yang tertangkap masih dalam keadaan mati, segar. Togo
saat pengoperasiannya dapat membahayakan nelayan sehingga diberikan hasil
atau skor 3,1 karena cara pengoperasian togo menurut nelayan dapat beresiko
terjadi kecelakaan atau gangguan kesehatan ketika melakukan pemasangan togo
yang dilakukan secara manual dengan cara nelayan harus berenang ketika
melakkan pemasangan jaring togo kepada bambu. Hasil tangkapan togo tidak
membahayakan konsumen sehingga diberikan skor 4, hal ini dikarenakan
pengoperasian alat tangkap togo tidak menggunakan bahan kimia atau hal-hal
yang dapat menyebabkan hasil tangkapan tidak layak konsumsi. Togo memiliki
hasil tangkapan sampingan kurang dari 3 spesies dan ada yang laku dijual
sehingga diberikan skor 3,2. Togo aman bagi keanekaragaman sumber daya hayati
sehingga diberikan skor 4 karena alat tangkap togo tidak menyebabkan kematian
beberapa spesies dan tidak merusak habitat. Togo tidak pernah menangkap ikan
atau biota laut yang dilindungi sehingga diberikan skor 4 togo dapat diterima
secara sosial dengan skor 4 yaitu memenuhi seluruh sub kriteria, karena alat
tangkap togo merupakan alat tangkap dengan biaya investasi yang rendah,
menguntungkan secara ekonomi bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap
togo, dan tidak bertentangan dengan budaya setempat tidak juga bertentangan
dengan peraturan yang ada atau legal dan tidak menimbulkan konflik antara
nelayan setempat.
BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2 Saran
Adapun saran yang di dapat dari hasil penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Alat tangkap yang masuk dalam kategori kurang ramah lingkungan dan tidak
ramah lingkungan di harapkan dapat dilakukan perbaikan, atau modifkasi serta
inovasi agar dapat terciptanya alat tangkap yang ramah lingkungan.
33
DAFTAR PUSTAKA
Arimoto, T.1999. Trends and Perspectives for Fishing Technology Research Towards the
Sustainable Development. Proceeding of 5th International Symposium on
Efficient Application and Preservation of Marine Biological Resourse. OSU
National University.
Dinas Perikanan Kabupaten Banjar, 2019. Data Statistik Tahunan Alat Penangkapan
Dikabupaten Banjar Kalimantan Selatan.
Proses Perawatan Alat Tangkap Rawai Proses Penurunan Alat Tangkap Togo