Anda di halaman 1dari 57

ABSTRAK

DELLA AMELIA SANDRI. Perikanan Tangkap. Studi Ramah Lingkungan


Alat Penangkapan Ikan berdasarkan Code Of Conduct For Responsible Fisheries
di Kecamatan Aluh-aluh Kabupaten Banjar di bawah bimbingan Ir. Iriansyah,
M.Si. sebagai ketua tim pembimbing dan Ir. Irhamsyah , M.Si. sebagai anggota tim
pembimbing. Operasi penangkapan ikan berjalan lancar apabila suatu usaha
perikanan memiliki beberapa kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah
lingkungan sesuai dengan Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF).
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis alat tangkap dan tingkat
keramahan alat tangkap yang digunakan nelayan di Kecamatan Aluh –Aluh
Kabupaten Banjar.Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2021di Kecamatan Aluh–
Aluh Kabupaten Banjar. Analisis tingkat keramahan lingkungan dilakukan sesuai dengan
kriteria dari CCRF dengan menggunakan skor dari 1 – 4. Adapun jenis salat tangkap yang
terdapat di lokasi penelitian adalah Lampara (Mini Trawl), Rawai (Longline), Togo (Filter
Net), dan Jaring Insang (Gillnet). Hasil perhitungan standarisasi fungsi nilai didapatkan
bahwa alat tangkap yang memiliki skor >5,32 adalah Rawai (Longline) yaitu sebesar 6,712
dan Jaring Insang (Gillnet) sebesar 6,775 sehingga dapat dikatakan bahwa alat tangkap
tersebut tergolong ramah lingkungan. Sedangkan alat tangkap Togo (Filter Net) termasuk
dalam kategori alat tangkap yang kurang ramah lingkungan karena memperoleh skor 2,66<
(X) < 5,32, yaitu sebesar 3,9. Alat tangkap yang masuk dalam kategori tidak ramah
lingkungan adalah Lampara (Mini Trawl) dengan memperoleh skor <2,66, yaitu sebesar
0,0142.

Kata Kunci: Alat tangkap, Ramah lingkungan


ABSTRAK

DELLA AMELIA SANDRI. Capture fisheries. Study on Environmentally


Friendly Fishing Equipment based on the Code of Conduct for Responsible
Fisheries in Aluh-aluh District, Banjar Regency under the guidance of Ir.
Iriansyah, M.Si. as chairman of the guidance and Ir. Irhamsyah , M.Si. as a
member of the supervisor. Fishing operations run smoothly if a fishery business has
several criteria for environmentally friendly fishing technology in accordance with
the Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). This study aims to identify
the type of fishing gear and the level of friendliness of the fishing gear used by
fishermen in Aluh-Aluh District, Banjar Regency. The research was carried out in
May-June 2021 in Aluh-Aluh District, Banjar Regency. The analysis of the level of
environmental friendliness was carried out according to the criteria from the CCRF
using a score of 1 – 4. The types of fishing salat found in the research location were
Lampara dasar(Mini Trawl), Rawai (Longline), Togo (Filter Net), and Gillnet
(Gillnet). ). The results of the calculation of the standardization of the value function
show that the fishing gear that has a score of > 5.32 is the longline of 6.712 and the
gillnet of 6.775 so it can be said that the fishing gear is environmentally friendly.
While the Togo fishing gear (Filter Net) is included in the category of fishing gear
that is less environmentally friendly because it gets a score of 2.66 < (X) < 5.32,
which is 3.9. The fishing gear that is included in the environmentally unfriendly
category is Lampara dasar (Mini Trawl) with a score of < 2.66, which is 0.0142.

Keyword : fishing gear, environmentally friendly


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Atas
berkat rahmat dan karunia-Nya dapat menyelesaikan Laporan Skripsi yang
berjudul “Studi Ramah Lingkungan Alat Penangkapan Ikan Berdasarkan Code Of
Conduct For Responsible Fisheries Di Kecamatan Aluh –Aluh Kabupaten
Banjar”.”. Laporan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kesulitan dan kendala yang
dihadapi dalam penyusunan laporan skripsi ini. Namun, berkat dukungan dan bantuan
dari banyak pihak maka laporan skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya juga penulis berikan kepada Bapak Ir. Iriansyah, M.Si.
sebagai Ketua Tim Pembimbing Skripsi dan Bapak Ir. Irhamsyah M.Si. sebagai
Anggota Tim Pembimbing Skripsi atas ilmu, arahan, dukungan serta saran yang
diberikan dari awal penyusunan hinga akhir penulisan laporan skripsi. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Hj. Agustiana, MP. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Lambung Mangkurat,
2. Bapak Eka Anto Supeni, S.Pi., M.Si. selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah
memberikan saran serta masukan dalam penyusunan laporan penelitian skripsi ini,
3. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Perikanan Tangkap atas ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di bangku kuliah,
4. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada orangtua penulis, Sandodie Ritam dan Sri Mastuti serta adik
penulis,Denovan Avila Sandri atas semangat, dukungan dan doanya sehingga
laporan penelitian skripsi dapat disusun hingga selesai,
5. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Perikanan dan Kelautan ULM yang telah banyak
membantu dalam pengurusan kelengkapan administrasi dari awal perkuliahan hingga
tahap penyelesaian laporan penelitian skripsi,
6. Bapak-bapak nelayan di wilayah kecamatan Aluh-Aluhatas keramahan serta
kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan informasi selama penulis
melakukan penelitian skripsi,

iv
7. Sahabat penulis, Khairunnisa dan Rahmalinda Izany yang telah memberikan
bantuan dan kerjasama selama penulis melakukan penelitian
8. Teman-teman Program Studi Perikanan Tangkap Angkatan 2017 dan HIFASURIN
yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu atas segala bantuan, pengalaman,
pembelajaran dan kebersamaan yang berarti bagi penulis,
9. Seluruh pihak yang tidak dapat dicantumkan satu-persatu yang telah memberikan
saran, bantuan, doa dan motivasi dalam penulisan laporan penelitian skripsi ini.

.
Banjarbaru, April 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 4
2.1. Kriteria Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan ................................ 4
BAB 3. METODE PENELITIAN .......................................................... 8
3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................. 8
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................... 8
3.3. Metode Penelitian............................................................................... 8
3.4. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 9
3.5. Jenis Data ........................................................................................... 9
3.6. Analisis Data ...................................................................................... 10
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 16
4.1. Hasil .................................................................................................. 16
4.1.1.Identifikasi Alat Tangkap. ................................................................ 16
4.1.2.Hasil Skoring Kriteria Alat Tangkap Ramah Lingkungan .............. 20
4.2. Pembahasan ........................................................................................ 24
4.2.1. Selektifitas ....................................................................................... 24
4.2.2. Alat Tangkap ................................................................................... 28
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 33
5.1. Kesimpulan ........................................................................................ 33
5.2. Saran ................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRA

vi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
3.1. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian .................................................. 8
3.2. Alat ............................................................................................... 8
3.3. Kriteria Tingkat Keramahan Lingkungan CCRF/FAO 1995 ....... 14
4.1. Lampara (Mini trawl) ................................................................... 19
4.2. Rawai (longline) ........................................................................... 20
4.3. Togo (Filter net) ........................................................................... 20
4.4. Jaring Insang (Gillnet).................................................................. 21
4.8. Standarisasi Fungsi Nilai Alat Tangkap Di Kecamatan
Aluh-Aluh Kabupaten Banjar ...................................................... 21

vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
3.1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Aluh-Aluh
Kabupaten Banjar ......................................................................... 8
4.1. Lampara (Mini trawl) ................................................................... 16
4.2. Rawai (Longline) ......................................................................... 18
4.3. Togo (Filter net)........................................................................... 19
4.4. Jaring Insang (Gillnet) ................................................................. 21
4.5. Jaring tiga lapis (Trammel net)………………………………….... 22
4.6. Bubu (Trap)……………………………………………………..... 23
4.7. Lunta (Cast net)…………………………………………………… 24

viii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Banjar terletak antara 2 49’55” sampai dengan 3 93’38” dan


11430’20” sampai 115 35’37” Bujur Timur, serta terletak pada ketinggian 0
sampai dengan 250 m dari permukaan laut. Topografinya terdiri dari dataran
rendah (bagian barat), berbukit-bukit (bagian tengah) dan pegunungan (sebelah
timur) yang merupakan gugusan pegunungan Meratus. Wilayah dataran rendah
sebagian besar terdiri dari wilayah berawan dan sedikit rawa pantai. Wilayah
Kabupaten Banjar 4.529.85 km2, secara administratif dibagi menjadi 17
kecamatan ditambah 2 kecamatan baru yang selanjutnya dibagi dalam 288
kelurahan/desa (Dinas Perikanan Kabupaten Banjar, 2019 ).
Kabupaten Banjar mempunyai sumberdaya perikanan dan kelautan yang
sangat potensial untuk dikembangkan. Kabupaten Banjar juga termasuk salah satu
kabupaten di Kalimantan Selatan yang mempunyai potensi perairan yang lengkap,
yaitu perairan umum dan perairan laut kawasan pesisir. Potensi ini telah
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan penangkapan dan budidaya.
Kegiatan penangkapan yang dilakukan masyarakat meliputi kegiatan penangkapan
di perairan laut dan perairan umum (Rupawan, Dhariyati, Asyari, dan Rifai,
2012).
Alat penangkapan ikan sebagai sarana utama dalam usaha perikanan
tangkap diatur sedemikian rupa sehingga tidak berdampak negatif pada pengguna
sumberdaya perikanan dan lingkungan perairan serta pengguna jasa perairan
lainnya. Penggunaan alat penangkapan ikan harus memperhatikan keseimbangan
dan meminimalkan dampak negatif bagi biota lain (Putri, 2019).
Berdasarkan data statistik Dinas Perikanan Kabupaten Banjar data
penangkapan ikan yang ada di Kabupaten Banjar pada tahun 2019 yaitu Lampara
Dasar sebanyak 337 unit, Rawai Dasar sebanyak 148 unit, Togo sebanyak 379
unit. Jumlah nelayan di Kabupaten Banjar yang bekerja penuh sebagai nelayan
sebanyak 1,085 jiwa, sedangkan nelayan yang pekerjaan utamanya bukan
nelayan sebanyak 593 jiwa (Dinas Perikanan Kabupaten Banjar, 2019 )

1
2

Berdasarkan data yang didapat mengenai alat penangkapan yang ada di


wilayah Kecamatan Aluh- aluh Kabupaten Banjar sehingga perlu dilakukan
penelitian mengenai tingkat keramahan lingkungan alat penangkapan ikan yang
ada di Kecamatan Aluh- Aluh Kabupaten Banjar.
Penggunaan alat tangkap ikan ramah lingkungan sangat penting untuk
diterapkan dalam proses penangkapan ikan. Hal ini perlu dilakukan sebagai
upaya untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya ikan di masa
yang akan datang. Oleh sebab itu, untuk mewujudkannya maka perlu adanya
penilaian tingkat keramah lingkungan dari suatu alat tangkap.
Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) atau tata laksana
perikanan yang bertanggung jawab dipergunakan sebagai pedoman pelaksanaan
kegiatan perikanan secara bertanggung jawab. Pedoman ini memberi kelengkapan
bagi upaya Nasional dan Internasional untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya
laut yang lestari dan berkelanjutan. Sasaran dari CCRF ditujukan bagi para
pengambil keputusan dalam otoritas pengelolaan perikanan, termasuk perusahaan
perikanan, organisasi nelayan, serta organisasi non pemerintah yang peduli
terhadap kelestarian sumberdaya laut dan perikanan (Dahuri , 1993)
Alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan merupakan suatu alat
penangkapan ikan yang tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan,
yaitu sejauh mana alat tersebut tidak merusak dasar perairan, kemungkinan
hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi. Factor lain adalah
dampak terhadap biodiversity dan target resources yaitu komposisi hasil
tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda (Arimoto, 1999).
Monintja (2001) menyebutkan bahwa kriteria teknologi penangkapan
ikan memiliki beberapa aturan penting, yaitu: selektifitas yang tinggi, tidak
membahayakan nelayan, tidak destruktif terhadap nelayan, produksinya
berkualitas, produknya tidak tidak membahayakan konsumen, ikan buangan
minimum, tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah,
dampak minimum terhadap keanekaragaman hayati dan dapat diterima secara
sosial. Merujuk kepada pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa operasi
penangkapan ikan dapat dikatakan berjalan lancar apabila suatu usaha perikanan
memiliki beberapa kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan.
3

1.2.Rumusan Masalah

Cara lain untuk meningkatkan hasil tangkapan tanpa merusak kelestarian


sumber daya hayati perikanan dengan menggunakan alat tangkap yang ramah
lingkungan dimana alat tersebut dioperasikan. Berdasarkan latar belakang di atas
maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut :
1. Apa saja jenis alat tangkap ikan yang ada di Kecamatan Aluh-Aluh Kabupaten
Banjar?
2. Bagaimana status alat penangkapan ikan yang ada di Kecamatan Aluh-Aluh
Kabupaten Banjar berdasarkan kriteria alat tangkap yang ramah lingkungan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :


1. Mengidentifikasi jenis alat tangkap di Kecamatan Aluh-Aluh Kabupaten
Banjar?
2. Mengetahui tingkat keramahan alat tangkap yang digunakan nelayan di
Kecamatan Aluh –Aluh Kabupaten Banjar

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:


1. Sebagai sumber referensi dan bahan informasi bagi pemerintah dan instansi
terkait, sehubungan dengan pengelolaan dan pengembangan tentang alat
tangkap ramah lingkungan, dan dapat memberi solusi menggantikan alat
tangkap yang tepat dan tidak merusak lingkungan
2. Diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk masyarakat dalam upaya
pemahaman dan pengetahuan tentang alat tangkap yang ramah lingkungan,agar
sumberdaya ikan dapat berkelanjutan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kriteria Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan

Evaluasi dampak pengoperasian alat penangkap ikan minimal harus


mampu menjawab tiga dampak utama yaitu: (1) dampak terhadap lingkungan, (2)
dampak terhadap kelimpahan sumber daya dan (3) dampak terhadap target
sumber daya ikan (Wiyono,2005).
Indikator dari alat penangkapan ikan ramah lingkungan berdasarkan
petunjuk teknis Dirjen Perikanan Tangkap (2005) sebagai acuan dalam penelitian
ini, yaitu:
a. Tidak menangkap di daerah terlarang, jika tidak mengoperasikan alat tangkap
di daerah yang dilarang oleh pemerintah secara resmi seperti kawasan
konservasi.
b. Tidak membahayakan nelayan: jika dalam pengoperasiannnya tidak
membahayakan jiwa dan keselamatan nelayan.
c. Tidak menangkap spesies yang dilindungi: jika frekuensi tertangkapnya
spesies yang dilindungi relatif kecil atau tidak sama sekali
d. Mempertahankan keanekaragaman hayati: jika tidak menurunkan
keanekaragaman hayati perairan dengan tidak menangkap secara berlebihan
pada suatu spesies tertentu yang akan mengancam keberadaannya.
e. Tidak merusak fisik perairan: jika tidak merusak habitat ikan seperti terumbu
karang, alga, lamun, dan habitat fisik perairanlainnya.
f. Tangkapan berkualitas tinggi: jika secara fisik hasil tangkapan kualitas dan
mutu yang baik, seperti insang yang berwarna merah dan segar, daging masih
utuh, segar danpadat.
g. Hasil tangkapan sampingan rendah: jika hasil tangkapan sampingan yang
tertangkap bersamaan dengan hasil tangkapan utama sangat kecil atau
tidakada.
Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), dengan mengacu pada FAO
(Food Agricultur Organizaiton) pada tahun 1995, mengeluarkan suatu tata cara
bagi kegiatan penangkapan ikan yang bertanggung jawab (Code Of Conduct For
Resposible Fisheries-CCRF). Ada sembilan keriteria yang ditetapkan CCRF yang

4
5

digunakan pada teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan,yaitu:


a. Alat Tangkap Harus Memiliki Selektifitas yang Tinggi.
Alat tangkap yang selektifitas tinggi adalah diupayakan hanya dapat
menangkap ikan/biota lain yang menjadi target penangkapan saja dan ada dua
macam selektifitas yang menjadi kriteria, yaitu selektifitas ukuran dan selektifitas
jenis. Pada kriteria ini terdiri dari yang paling rendah hingga paling tinggi: Alat
menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran berbeda jauh, alat tangkap
memperoleh paling banyak tiga jenis dengan ukuran berbeda jauh, alat tangkap
memperoleh kurang dari tiga jenis dengan ukuran yang kurang lebih sama, dan
alat tangkap memproleh satu jenis saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.
b. Tidak Membahayakan Nelayan (Penangkap Ikan).
Keselamatan nelayan menjadi syarat utama penangkapan ikan, hal ini
dikarenakan keselamatan nelayan merupakan bagian penting bagi
keberlangsungan perikanan yang produktif. Penilaian resiko diterapkan
berdasarkan pada tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan
dari rendah tinggi; Alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat
kematian pada nelayan, alat tangkap dan cara penggunaannya dapat berakibat
cacat menetap (permanen) pada nelayan, alat tangkap dan cara penggunaannya
dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya sementaraa dan alat tangkap
aman bagi nelayan.
c. Menghasilkan Ikan yang Bermutu Baik.
Dalam menentukan tingkat kualitas ikan digunakan kondisi hasil
tangkapan secara morfologis (bentuknya). Penilaian dari rendah hingga tinggi:
ikan kondisi mati busuk, ikan mati, segar cacat fisik, segar dan ikan hidup. Hasil
yang tangkapan yang tidak membahayakan kesehatan konsumen karena ikan yang
ditangkap dengan peledakan bom, pupuk kimia, atau racun sianida beresiko
tercemar oleh racun. Penilaian kriteria ini dari rendah hingga tinggi yang
ditetapkan berdasarkan tingkat bahaya yang akan dialami konsumen yang harus
menjadi pertimbangan adalah: menyebabkan kematian konsumen, berpeluang
menyebabkan gangguan kesehatan konsumen, menyebabkan terjadi gangguan
kesehatan konsumen, aman dan bagi konsumen.
6

d. Hasil tangkapan yang Terbuang Minimum


Alat tangkap yang tidak selektif dapat menangkap ikan atau biota yang
bukan sasaran penangkapan (Non-target). Menggunakan Alat yang tidak selektif
akan meningkatkan hasil tangkapan sampingan, karena banyaknya jenis non-
target yang ikut tertangkap. Dimana hasil tangkapan non-target nantinya akan ada
yang dapat dimanfaatkan dan ada yang tidak. Penilaian kriteria ini ditetapkan
berdasarkan dari yang rendah hingga tinggi: Hasil tangkapan sampingan (By-
catch) terdiri dari beberapa jenis biota yang tidak laku dan ada beberapa jenis
yang laku dijual di pasar. Hasil tangkapan sampingan (By-catch) kurang dari tiga
jenis laku dijual di pasar dan berharga tinggi di pasar.
e. Alat Tangkap yang Digunakan Harus Memberikan Dampak Minimum
Terhadap Keanekaan Sumber Daya Hayati (Biodiversity).
Persyaratan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan adalah
meminimalisasi dampak terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati perairan
sebagai akibat penangkapannya. Adapun penilaian kriteria ini ditetapkan dari
yang rendah hingga tinggi; (1) Alat tangkap dan pengoprasiannya menyebabkan
kematian semua mahluk hidup yang merusak habitat, (2) pengoperasian alat
tangkap yang dapat menyebabkan kematian beberapa jenis biota dan berdampak
merusak habitat, (3) pengoprasian alat tangkap yang menyebabkan kematian
beberapa jenis biota tetapi tidak merusak habitat, aman bagi keanekaan
sumberdaya hayati yang bekelanjutan.
f. Tidak Menangkap Jenis Biota yang Dilindungi Undang-Undang atau
Terancam Punah.
Alat tangkap terhindar dari larangan dan bahayanya menangkap
ikan/biota yang dilindungi undang-undang ditetapkan seperti berikut: ikan yang
dilindungi undang-undang sering tertangkap alat, beberapa kali tertangkap, pernah
tertangkap dan tidak pernah tertangkap.
g. Diterima secara sosial
Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap, akan sangat
tergantung pada kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di suatu tempat. Ada
beberapa kriteria alat tangkap yang mudah diterima secara sosial oleh masyarakat
nelayan apabila; (1) pengoperasian yang murah, (2) secara ekonomi
7

menguntungkan, (3) tidak bertentangan dengan budaya setempat, (4) tidak


bertentangan dengan peraturan yang ada. Penilaian kriteria ditetapkan dengan
menilai dari yang rendah hingga yang tinggi; alat tangkap memenuhi satu dari
empat persyaratan di atas, alat tangkap memenuhi dua dari empat persyaratan di
atas, alat tangkap memenuhi tiga dari empat persyaratan di atas, dan alat tangkap
memenuhi semua persyaratan diatas.
Martasuganda (2005), merincikan beberapa hal penting yang harus
diperhatikan, agar dapat memenuhi kriteria teknologi penangkapan ikan yang
ramah lingkungan, antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target penangkapan atau
layak tangkap baik dari segi jenis dan ukurannya dengan membuat desain dan
kontruksi alat tangkap yang sesuai dengan jenis dan ukuran dari habitat
perairan yang akan dijadikan target tangkapan. Dengan demikian diharapkan
bisa memininumkan hasil tangkapan sampingan yang tidak diharapkan dari
spesies perairan yang dilindungi.
2. Tidak memakai ukuran mata jaring yang dilarang (berdasarkan SK. Menteri
Pertanian No.607/KPB/UM/1976 butir 3) yang menyatakan bahwa mata jaring
di bawah 25 mm dengan toleransi 5% dilarang untuk dioperasikan dimana-
mana perairan.
3. Tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan di daerah penagkapan ikan yang
sudah dinyatakan over fishing, di daerah konservasi yang dilarang, di daerah
penangkapan yang dinyatakan tercemar baik dengan logam maupun bahan
kimia lainnya.
4. Tidak melakukan pencemaran yang akan mengakibatkan berubahnya tatanan
lingkungan sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya. Sebagai contoh tidak membuang jaring bekas atau
potongan-potongan jaring serta benda-benda lain yang berupa bahan bakar
bekas pakai seperti pelumas mesin.
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Aluh-Aluh


Kabupaten Banjar
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2021 hingga Januari 2022 di
Kecamatan Aluh-Aluh Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan.

Tabel 3.1. Pelaksanaan Kegiatan Penelitian


Apr Mei Jun Des-Jan Feb Mar Apr
No Uraian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan
1
dan Konsultasi
2 Ujian Kompre
3 Penelitian
Konsultasi
4
Lapangan
Seminar dan
5
Sidang
Perbaikan dan
6 Distribusi
Laporan

8
9

3.2. Alat

Alat yang digunakan dalam pengambilan data saat berada di lapangan


seperti pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2.Alat
No. Alat Kegunaan
1. Lembar kuisioner Panduan dan sarana melakukan
wawancara
2. Pulpen Alat tulis untuk mencatat jawaban yang
diperoleh
3. Alat Tangkap Objek penelitian
4. Laptop Untuk menginput data
5. Kamera Untuk mendokumentasikan
6. Roll meter Mengukur panjang alat tangkap
7. Penggaris Mengukur mesh size

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah


menggunakan teknik Purposive sampling artinya pengambilan sampel penelitian
diambil berdasarkan kebutuhan penelitian (Sugiyono, 2018).
Menurut Nasution (2007), purposive sampling merupakan metode sampel
yang dipilih dengan cermat hingga relevan dengan penelitian, dengan begitu
dipilihlah lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Aluh-Aluh kabupaten Banjar
karena mayoritas penduduk desa setempat berprofesi sebagai nelayan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


metode survey dan wawancara. Metode survey digunakan untuk mendapatkan
data dari tempat tertentu yang alamiah, tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam
pengumpulan data, misalnya denganmengedarkan kuesioner, test, wawancara
terstruktur dan lain sebagainya (Sugiyono, 2014).
Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan umtuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap muka antara si pewawancara
10

dengan responden menggunakan alat yang dinamakan interview guide/ panduan


wawancara (Nazir, 1988)
Teknik pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder dengan
cara; (1) Observasi lapangan (survei) guna mencari informasi dan melihat alat
tangkap yang di gunakan oleh responden, (2) Penggunaan kuisioner semi terbuka
sebagai panduan dan sarana untuk melakukan wawancara dengan responden, (3)
Pengumpulan data dan informasi dari instansi terkait. Kemudian data yang sudah
dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif
kualitatif.

3.5 Jenis Data

Pengambilan data pada kegiatan penelitian ini adalah dilakukan dengan


mengambil data primer yaitu hasil observasi terhadap suatu benda, kejadian atau
kegiatan sedangkan data sekunder adalah data penilitian yang diperoleh secara
tidak langsung melalui perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti
secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli
atau data baru. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkan
secara langsung (Suryana, 2010).
2. Data Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara
membaca,mempelajari dan memahami melalui media lain yang bersumber dari
literatur, buku-buku,serta dokumen (Sugiyono, 2012).

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan selama penelitian di analisis dengan


menggunakan cara deskriptif kualitatif, yaitu metode penelitian yang bertujuan
mendeskripsikan atau menjelaskan suatu hal seperti apa adanya. Metode ini
dilakukan dengan cara menceritakan data yang diperoleh dari lapangan yang
kemudian dengan teori yang ada (Prasetya, 1999).
11

Untuk menentukan tingkat keramahan alat tangkap yang ada di


Kecamatan Aluh-Aluh dalam menunjang perikanan yang bertanggung jawab
maka dilakukan penentuan kriteria perikanan yang ramah lingkungan seperti
yang dikemukakan dalam Code of Conduct forResponsible Fisheries, FAO
(1995), Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan, DKP (2005) dan
Monintja (2000). Kriteria tersebut kemudian diberikan skor. Pemberian bobot
(skor) dari masing-masing alat tangkap terhadap kriteria ialah 1 sampai 4. Untuk
memudahkan penilaian maka masing-masing kriteria utama dipecah menjadi 4
sub-kriteria (Najamuddin dan Sudirman, 2004) yang dimodifikasi. Kriteria
tersebut sebagai berikut :
a. Selektifitas
Suatu alat tangkap dikatakan mempunyai selektifitas yang tinggi, apabila
alat tersebut didalam operasionalnya hanya menangkap sedikit spesies ikan
dengan ukuran panjang/lebar yang seragam (range 0 - 10cm). Selektifitas alat
tangkap ada 2 macam yaitu selektif terhadap spesies dan selektif terhadap
ukuran ikan yang tertangkap. Semakin selektif alat tangkap maka skor yang
diberikan semakin besar
(1) Menangkap > 5 spesies ikan dengan variasi ukuran beda
(2) Menangkap > 5 spesies ikan dengan variasi ukuran seragam
(3) Menangkap < 5 spesies dengan ukuran beda
(4) Menangkap < 5 spesies dengan ukuran seragam
b. Dampak terhadap habitat
Pemberian bobot (skor) tingkat keramahan alat tangkap terhadap habitat
didasarkan pada luasan dan tingkat kerusakannya. Merusak habitat apabila
dalam pengoperasian alat tangkap mencapai dasar perairan dan terlihatnya ciri-
ciri dasar perairan terkeruk pada alat tangkap ketika hauling. Wilayah
kerusakan luas apabila luasan wilayah operasi alat mencapai lebih dari 10 Km.
Semakin kecil dampak kerusakan terhadap habitat maka semakin besarskor
yang diberikan;
(1) Merusak habitat pada wilayah luas
(2) Merusak habitat pada wilayah sempit
(3) Merusak sebagian habitat pada wilayah sempit
12

(4) Aman bagi habitat


c. Kesegaran hasil tangkapan
Untuk menentukan tingkat kualitas ikan yang tertangkap oleh berbagai
jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil tangkapan yang teridentifikasi
secara morfologis. Kondisi ikan dominan apabila jumlahnya lebih dari 50%.
Semakin baik kualitas (kesegaran) ikan yang ditangkap maka skor yang di
berikan makin besar;
(1) Dominan ikan mati dan busuk
(2) Dominan ikan mati, segar, cacat fisik
(3) Dominan ikan mati dan segar
(4) Dominan ikan hidup
d. Keamanan bagi nelayan
Tingkat bahaya/resiko yang diterima oleh nelayan dalam mengoperasikan
alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat tangkap dan keterampilan yang
dimiliki oleh nelayan dan didasarkan pada dampakyang mungkin
diterima.Semakin aman bagi nelayan maka skor yang diberikan semakin
besar;
(1) Dapat berakibat kematian nelayan
(2) Dapat berakibat cacat permanen
(3) Gangguan kesehatan bersifat sementara
(4) Aman bagi nelayan
e. Hasil tangkapan sampingan
Suatu spesies dikatakan hasil tangkapan sampingan apabila spesies
tersebut tidak termasuk dalam target penangkapan. Hasiltangkapan
sampingan ada yang dapat dimanfaatkan dan ada pula yangdibuang ke laut
(discard). Semakin sedikit by catch dan semakin memiliki nilai fungsi yang
tinggimaka skor yang diberikan semakin besar;
(1) By catch> 3 spesies, tidak laku dijual
(2) By catch> 3 spesies, dan ada jenis yang laku dijual
(3) By catch< 3 spesies, tidak laku dijual
(4) By catch< 3 Spesies, dan ada jenis yang laku dijual
f. Dampak bagi biodiversity
13

Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula
terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut. Hal ini tergantung dari
bahan yang digunakan dan metode operasinya. Semakin kecil dampak
terhadap biodiversity maka semakin besar skor yang diberikan;
(1) Menyebabkan kematian semua spesies atau merusak habitat
(2) Menyebabkan kematian beberapa spesies, merusak habitat
(3) Menyebabkan kematian beberapa spesies, tidak merusak habitat
(4) Aman bagi biodiversity
g. Keamanan bagi spesies ikan yang dilindungi
Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yangdilindungi
apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk
menangkap spesies yang dilindungi.Semakin aman bagi ikan yang dilindungi
maka semakin besar skor yangdiberikan;
(1) Ikan dilindungi sering tertangkap
(2) Ikan dilindungi beberapa kali tertangkap
(3) Ikan dilindungi pernah tertangkap
(4) Ikan dilindungi tidak pernah tertangkap
h. Penerimaan secara sosial (Investasi rendah, menguntungkan, tidak
berpotensi konflik dan legal)
Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap tergantung pada
kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Suatu alat tangkap
dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila investasi rendah,
menguntungkan, tidak berpotensi konflik, dan legal. Investasi rendah apabila
jumlah investasi untuk pengoperasian satu unitalat < Rp. 25.000.000,-. Tidak
berpotensi konflikdilihat dari sikap dan perilaku antar pengguna alat tangkap
atau pemanfaat sumberdaya. Suatu alat tangkap legal apabila
dalampengoperasian alat tangkap sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Semakin banyak kriteria terpenuhi maka skor yang diberikan semakin besar;
(1) Memenuhi 1 dari 4 kriteria
(2) Memenuhi 2 dari 4 kriteria
(3) Memenuhi 3 dari 4 kriteria
(4) Memenuhi semua kriteria
14

Analisis tingkat keramahan lingkungan dilakukan dengan beberapa


materi pertanyaan dalam wawancara mencakup kriteria tingkat keramahan
lingkungan yang berjumlah 9 kriteria dan 36 sub kriteria yang dapat
dikuantifikasikan untuk nilai skoringnya. Berikut penilaian keramahan lingkungan
menurut Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) FAO (1995) dapat
dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Keramahan Lingkungan CCRF/FAO 1995.


No. Kriteria Sub Kriteria Skor
1 Mempunyai selektivitas Menangkap > dari 3 varian ukuran 1
yang tinggi berbeda jauh
Menangkap 3 spesies ikan dengan 2
varian ukuran berbeda jauh
Menangkap < 3 dengan ukuran 3
yang relative seragam
Menangkap ikan satu spesies 4
dengan ukuran yang relative
seragam
2 Tidak merusak habitat Menyebabkan kerusakan habitat 1
pada wilayah yang luas
Menyebabkan kerusakan habitat 2
pada wilayah yang sempit
Menyebabkan kerusakan seabgian 3
pada wilayah yang sempit
Aman bagi habitat 4
3 Menghasilkan ikan Ikan mati dan busuk 1
berkualitas Ikan mati, segar dan cacat fisik 2
Ikan mati dan segar 3
Ikan hidup 4
4 Tidak membahayakan Bisa berakibat kematian pada 1
nelayan nelayan
Bisa berakibat cacat permanen 2
pada nelayan
Hanya bersifat gangguan 3
kesehatan yang bersifat sementara
Aman bagi nelayan 4
5 Produksi tidak Berpeluang besar menyebabkan 1
membahayakan konsumen kematian pada konsumen
Berpeluang menyebabkan 2
gangguan kesehatan pada
konsumen
Relatif aman bagi konsumen 3
Aman bagi konsumen 4
6 By-catch rendah By-catch ada berapa spesies dan 1
15

tidak laku di jual di pasar


By-catch ada berapa spesies da 2
nada jenis yang laku di pasar
By-catch < dari 3 spesies dan 3
mempunyai harga yang tinggi
By-catch kurang dari tiga spesies 4
dan mempunyai harga yang tinggi
7 Dampak ke biodiversitas Menyebabkan kematian semua 1
mahluk hidup yang merusak
habitat
Menyebabkan kematian beberapa 2
spesies dan merusak habitat
Menyebabkan kematian beberapa 3
spesies tetapi tidak
merusakhabitat
Aman bagi biodiversitas 4
8 Tidak membahayakan Ikan yang dilindungi sering 1
ikan yang di lindungi tertangkap
Ikan yang di lindungi beberapa 2
kali tertangkap
Ikan yang dilindungi pernah 3
tertangkap
Ikan yang dilindungi tidak 4
pernah tertangkap
9 Diterima secara social Biaya investasi murah 1
Menguntungkan 2
Tidak bertentangan dengan 3
budaya setempat
Tidak bertentangan dengan 4
peraturan yang ada
Total 36

Untuk menentukan hasil nilai akhirnya maka digunakan analisis


standarisasi fungsinilai. Unit-unit penangkapan ikan di analisis berdasarkan
aspekkeramahan lingkungan dengan 9 kriteria. Nilai yang diperoleh dari masing-
masing kriteria berupa nilai skor, dimasukkan ke dalam fungsi nilai sesuai
dengan yang digunakan dalam penilaian berbagai kriteria. Menurut
Mangkusubroto dan Trisnadi (1987) metode fungsi nilai yang dirumuskan :
X-X0
V(x) = Xi-X0
n
V(A) = Vi(Xi)
i=1
16

Dimana:
V(x) = Fungsi nilai dari variabel X
X = Variabel X
X0 = Nilai terburuk pada kriteria X
Xi = Nilai terbaik pada kriteria X
V(A) = Fungsi nilai dari alternatif A
Vi(Xi) = Fungsi nilai dari alternative pada kriteria ke-i
Xi = Kriteria ke -i
Kriteria keramahan lingkungan alat tangkap ditentukan berdasarkan total
standar nilai dari sejumlah variabel yang digunakan. Kriteria ramah lingkungan
dalam penelitian ini ditetapkan dalam 3 kategori (Najamuddin, 2004) yang
dimodifikasi, yaitu:
• Tidak ramah lingkungan, nilai < 2,66
• Kurang ramah lingkungan, 2,66 = nilai = 5,32
• Ramah lingkungan, nilai > 5,32 dari total nilai
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil

4.1.1.Identifikasi Alat Tangkap

Hasil survey lapangan yang dilakukan terdapat 7 (tujuh) alat tangkap yang
terdapat di Kecamatan Aluh-Aluh yaitu lampara dasar (mini trawl), bubu (trap),
togo (filter net), jaring tiga lapis (trammel net), rawai (long line), lunta (cast net),
jaring insang (gill net).
Dari 7 (tujuh) alat tangkap tersebut terdapat 4(empat) alat tangkap yang
mendominasi wilayah Kecamatan Aluh-Aluh yaitu Lampara dasar (mini trawl),
Rawai (longline), Jaring insang (gillnet) dan Togo (filter net) sedangkan 3 alat
tangkap lainya yaitu bubu (trap), jaring tiga lapis (trammel net) , lunta (cast net)
tidak bisa memenuhi dari 15 sampel yang diperlukan dikarenakan ada berbagai
macam alasan seperti nelayan yang jarang menggunakan alat tangkap tersebut,
rusaknya alat tangkap akibat tidak digunakan lagi, berpindahnya nelayan dari
menggunakan bubu menjadi rawai, tidak mendapatkan hasil ketika melakukan
proses penangkapan. Berdasarkan faktor tersebut, hanya 4 dari 7 alat tangkap
yang ada di Kecamatan Aluh – Aluh yang bisa dilakukan penelitian karena dapat
memenuhi 15 sampel yang dibutuhkan.
Adapun hasil penelitian mengenai alat tangkap yang ada di wilayah
Kecamatan Aluh – Aluh sebagai berikut :

1. Lampara Dasar (Mini trawl)

Gambar 4.1. Lampara Dasar (Mini trawl)

16
17

Lampara dasar (Mini trawl) adalah alat penangkap ikanberbentuk


kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 (dua) bagian sayap pukat,
bagian square dan bagian badan serta bagian kantong pukat. Lampara dasar(Mini
trawl) termasuk dalam klasifikasi pukat hela dasar berpapan (bottom otter board
trawl). Lampara dasar termasuk dalam jenis pukat hela (trawl) dan dikenal dengan
alat tangkap yang mana hasil tangkapan utama nya adalah udang.
Lampara dasar memiliki tali selambar yang panjangnya 108 meter dengan
ukuran otter board 1,25 x 0,6 meter. Pada badan lampara dasar memiliki mesh
size 1,5 inch dan pada bagian kantong lampara dasar memiliki ukuran mesh size
yang lebih kecil yaitu dengan mesh size 1 inch. Panjang total lampara dasar
merupakan hasil penjumlahan dari panjang bagian sayap/kaki, bagian badan dan
bagian kantong pukat yang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari panjang
45-90 meter dan lebar (dalam jaring) antara 11–36 meter.
Cara pengoperasian alat tangkap lampara dasar adalah di awali dengan
penurunan alat tangkap (Setting) yang mana dimulai dengan mengikatkan
kantong lampara pada papan laying di sisi kanan dan kiri kemudian dilakukan
penurunan alat tangkap yang dilakukan di bagian buritan. Kemudian Penghelaan
lampara dasar (Towing), yang mana dilakukan dengan kecepatan 1-2 knot selama
2-3 jam pengoperasian dengan menelusuri dasar perairan. Pengangkatan lampara
dasar dilakukan dari buritan kapal dengan menarik tali penarik. Setelah tali
penarik ditarik, kemudian lampara dasar diangkat ke atas geladak kapal.
Daerah pengoperasian Lampara dasar berjarak sekitar 1-3 mil dari
fishing base. Jenis hasil tangkapan lampara dasar adalah udang windu (Panaeus
monodon), Udang Jerebung (Fenneropenaeus merguiensis) Udang Dogol
(Metapenaeus monoceros). Ikan yang tertangkap adalah Ikan Sebelah
(Psettodeserumeri) ,Gulamah (Jtrachycephalus), Kwee (Carangoides ciliarius),
Selar (Mene maculata), Alu-alu (Spyraena jello) Kapas-kapas
(Gerresfilamentosus), Kurisi (Nemipterus hexodon), Peperek (Leiognathus
equulus) dan Ikan Kuro (Elautheronema tetradactylum), Selar Kuning
(Selaroides leptolepis).
18

2. Rawai (Longline)

Gambar 4.2. Rawai (longline)

Rawai merupakan alat tangkap yang bersifat pasif yang terdiri dari tali
utama (main line), pelampung (buoy), Tali-tali cabang (branch line), bendera
(sign flag), mata pancing (hook) dan jangkar. Pengoperasian alat tangkap rawai
dilakukan oleh seorang nelayan dan biasanya 2 – 3 kali pengoperasian dalam satu
hari. Hasil tangkapan satu kali operasi ± 3 kg dan jumlah rata-rata hasil tangkapan
dalam satu hari berkisar ± 15 kg. Jika tepat pada musimnya pengoperasian alat
tangkap rawai ini dilakukan 3 – 4 kali pengoperasian dan biasanya hasil
tangkapan mencapai 30 kg.
Rawai yang digunakan nelayan di Kecamatan Aluh-Aluh Besar,
merupakan jenis rawai yang dipasang di dasar perairan secara tetap dalam jangka
waktu tertentu. Tali utama terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan panjang
410 meter dengan diameter 3 mm. Tali-tali cabang (branch line) terbuat dari nilon
monofilament dengan panjang 1 meter dengan diameter 1 mm. Tali tali cabang
(branch line) dikaitkan pada tali utama dengan jarak satu sama lain 2 meter dan
diujung tali cabang diikatkan mata pancing (hook). Mata pancing yang digunakan
bernomor 7 dengan jumlah mata pancing 200 mata per unit rawai. Pelampung
(bouy) yang digunakan adalah jeregen bekas terbuat dari bahan plastik. Untuk satu
unit rawai digunakan 2 pelampung (buoy) yang berfungsi juga sebagai pelampung
tanda atau ketika malam hari nelayan membawa bendera sebagai tanda. Pemberat
(sinker) terbuat dari tanah yang diisi ke dalam plastik seberat 1 kg dan diikatkan
pada tali pemberat sepanjang 3 meter, dimana satu unit rawai menggunakan 4
pemberat.
19

Dalam kegiatan pengoperasian rawai (longline) di Kecamatan Aluh-Aluh


metode pengoperasian rawai di mulai dari penyetingan rawai ketika sudah tiba di
lokasi pengoperasian (fishing ground) di awali dengan penurunan jangkar dan
pelampung yang diberi bendera , dilanjutkan dengan pemasangan umpan yaitu
udang jerbung dan penurunan umpan ketika semua umpan sudah terpasang
dengan cara perlahan dan satu persatu . Selanjutnya dilakukan kegitan soaking
(perendaman alat tangkap) perendaman dilakukan selama 2-4 jam kemudian di
lakukan kegiatan terkakhir yaitu hauling (penarikan alat tangkap) hauling rawai
secara berturut- turut dimulai dari penaikan tiang bendera, pelampung, tali
pelampung beserta pemberat diangkat ke atas geladak kapal, tali utama kemudian
tali cabang beserta mata pancing, sampai keseluruhan satuan pancing terangkat ke
atas geladak kapal. Satu persatu ikan hasil tangkapan yang diperoleh dilepaskan
dari mata pancing kemudian di masukkan ke dalam cool box atau ember.
3. Togo (Filter Net)

Gambar 4.3. Togo (Filter net)

Togo (Filter Net) adalah Alat tangkap yang bersifat pasif sehingga tidak
membutuhkan banyak nelayan saat pengoperasiannya. Togo (Filter Net) memiliki
bentuk yang terdiri dari sayap, badan, dan kantong. Dua buah sayap di kanan dan
kiri diikatkan pada bambu yang ditancapkan. Konstruksi togo (Filter Net) adalah
Jaring berbentuk kerucut dengan bukaan mulut jaring yang lebar, memiliki ukuran
mata jaring cukup besar, tetapi pada umumnya ukuran mata jaring tidak
ditentukan secara khusus, karena hasil tangkapan dapat berbeda-beda atau tidak
tentu sama.
20

Togo merupakan alat tangkap berbentuk kantong dimana tiap sisi kanan
dan kirinya terdapat kerangka atau tiang yang berfungsi untuk memasang jaring
togo. Tiang yang digunakan terbuat dari batang kayu palm, togo memiliki panjang
total antara 5-7 meter yang mana mulut jaring berbentuk persegi panjang dengan
ukuran 2,5-4,5 meter dengan bahan terbuat dari nylon dengan mesh size yang
terdiri dari untuk ukuran mulut 3,8 cm, ukuran 2,5 cm untuk badan dan ukuran
kantong 0,7 cm dan 0,2 cm .
Metode pengoperasian togo tergantung dari tempat nelayan togo
meletakkan tiang togonya, yaitu ada 2 metode: Memanfaatkan air turun dan
Memanfaatkan air pasang. Prinsip dari alat ini adalah pasang kemudian ditunggu
beberapa jam. Nelayan yang mengoperasikan togo terdiri dari 1 orang, dan
membutuhkan lama waktu pada saat pengoperasian adalah 2-3 jam, menunggu
saat air sampai tenang.
Jumlah tiang togo yang ada di Kecamatan Aluh-Aluh 2 tiang di kiri dan
dikanan, jenis dari tiang togo adalah dari batang nyiur. Setiap 1 nelayan
menggunakan 2 tiang untuk pengoperasian togo. Pengoperasian togo di mulai dari
jam 2-3 dini hari untuk menurunkan togo, setelah itu di diamkan selama 2-3 jam,
kemudian togo di angkat sekitar jam 5-6 pagi , pengangkatan hasil tangkapan
dilakukan 2-3 kali, setelah air sudah tenang togo dibersihkan dengan cara
membalik jaring dan menggantung di tiang togo selama 1 jam. Hasil tangkapan
yang didapat lebih dominan adalah jenis udang yaitu Udang rebon dan Udang
Bajang, sedangkan tangkapan sampingan yang sering didapat yaitu ikan bilis.
21

4. Jaring Insang (Gillnet)

Gambar 4.4 Jaring Insang (Gillnet)

Gillnet adalah jaring yang berbentuk persegi panjang, terdiri dari tali ris
atas, tali pelampung, badan jaring, tali ris bawah, dan tali pemberat. Alat tangkap
Gillnet di Kecamatan Aluh-Aluh rata-rata memiliki ukuran mata jaring atau mesh
size dari 4 -5 inchi. Panjang alat tangkap gillnet 30 meter, dengan lebar 5 meter.
Bahan pembuatan jaring berasal dari nilon. Jumlah pelampung yang digunakan
pada gillnet adalah sebanyak 40 buah dengan jenis pelampung yang ringan dan
untuk tali pelampung menggunakan tali yang terbuat dari bahan multifilament,
sedangkan untuk pemberat menggunakan timah.
Daerah penangkapan ikan gillnet berjarak 3 mil dan memerlukan waktu
tempuh ± 2 jam dari fishing base ke lokasi pengoperasiannya (fishing ground) di
laut Muara Banjar.
Cara pengoperasian Gillnet di mulai dari Setting, yaitu proses penebaran
jaring yang diawali dari penurunan pelampung tanda kemudian dilanjutkan
dengan penurunan tali ris bawah (pemberat). Setelah itu dilakukan penebaran
jaring, setelah semua jaring telah diturunkan, kapal berputar menuju pelampung
tanda pertama untuk tahap drifting . Proses drifting memerlukan waktu sekitar 3 –
4 jam. Setelah 3 – 4 jam dilakukannya proses drifting maka selanjutnya adalah
tahap penarikan (hauling), penarikan dilakukan dengan memposisikan kapal
sesuai arah angin, arah arus dan posisi jaring agar proses hauling dapat berjalan
lancar.
22

5. Jaring tiga lapis (trammel net)

Gambar 5.5 Jaring tiga lapis (Trammmel Net)

Trammel net merupakan jaring insang yang memiliki ciri khusus yaitu
terdiri dari tiga lapis jaring, dua lapis di sebelah luar ukuran mata jaring lebih
besar dari lapisan dalam. Trammel net disebut juga jaring gondrong atau jaring
tiga lapis (Jatilap) yangdioperasikan pada dasar perairan dan permukaan perairan.
Alat penangkapan ikan trammel net di Kecamatan Aluh-Aluh memiliki
panjang jaring sekitar 30-32 meter dengan tinggi jaring berkisar 4-6 meter dengan
kedalaman perairan ketika melakukan operasi penangkapan ikan berkisar 12-14
meter.
Material bahan trammel net untuk bagian badan jaring atau (inner net)
biasanya terbuat dari monofilament dan untuk bagian luar (outer net) yang
berfungsi sebagai penguat jaring pada bagian dalam dan sebagai kerangka untuk
terbentuknya kantong pada jaring bagian dalam, bahannya terbuat dari
multifilamen.
Mata jaring untuk bagian dalam (inner net) berukuran 1,75 inchi dan
ukuran outer net digunakan jaring berukuran 10 inchi. Bahan yang digunakan
untuk jaring outer net adalah nylon dan plastik untuk jaring inner net. Tali iris
menggunakan bahan tambang atau polyethylene dengan ukuran diameter 4 mm
untuk tali Ris atas dan 2,5 mm untuk bawah tali salambar terbuat dari
polyethylene dengan panjang tali selambar sekitar 130 sampai 150 M dengan
diameter 6 mm. Pelampung menggunakan bahan plastik dan gabus jumlah
pelampung pada trammel net biasanya menggunakan 42 buah per piece jaring
17

dengan panjang tiap gabus 3 cm dan diameter 4 cm. Untuk pemberat terbuat dari
timah dengan jumlah pemberat menggunakan 240 buah Jaring atau sekitar 4 Kg
dengan panjang tiap pemberat 2 cm dan diameter 1,5 cm dan untuk pelampung
tanda terbuat dari gabus dengan diberikan tambahan bendera sebagai penanda.
Dalam pengoperasian alat tangkap trammel net terdapat tiga tahap
yaitu,penurunan alat tangkap (setting) prendaman (soaking) dan penarikan
(hauling). penurunan jaring (setting) dimulai pelampung tanda tanda ujung jaring
kemudian tali selembar depan, lalu badan jaring dan yang diikatkan pada perahu
lama peremdaman (soaking) jaring trammel net didiamkan terendam dalam
perairan kurang 62 - 85 menit sedangkan penarikan jaring (hauling) urutan
penarikan mulai tali selembar belakang terhadap badan jaring, tali selembar depan
dan terakhir pelampung tanda. Hasil tangkapan utama jaring tiga lapis (trammel
net ) adalah udang dogol (Metapenaeus endeavouri) dan udang jerbung (Penaeus
merguiensis), dan untuk hasil tangkapan sampingan dari trammel net adalah ikan
Senangin (Mugil cephalus) Cumi-cumi(Loligo sp), Lemuru (Ambligaster sim)
dan Belanak (Valamugil seheli).
6. Lukah (Trap)

Gambar 4.6 Lukah (trap)

Lukah adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang
berupa jebakan, danbersifat pasif.Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan
tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Lukah merupakan alat tangkap pasif,
tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari lukah, rotan,kawat, besi,
18

jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk
tidakdapat keluar. Prinsip dasar dari lukah adalah menjebak penglihatan ikan
sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya
Metode pengoperasiannya yaitu dipasang di daerah penangkapan yang
sudah diperkirakan adanya stok ikan. Jenis tangkapan yang biasa menjadi target
lukah diantaranya ikan dasar, udang, kepiting, keong, cumi-cumi dan biota
lainnya. cara pengoperasian lukah dimulai dengan pemberian umpan pada tiap
unit lukah, selanjutnya pencarian daerah operasisambil mengamati kondisi di
sekitar perairan. Lukah dipasang di daerah yang menjadi habitat bagi target
tangkapan, seperti di perairan karang yang merupakan habitat bagi ikan karang.
Nelayan biasa nya mendiamkan dan meninggalkan alat lukah yang telah
disimpan di daerah penangkapan selama satu hari dan diangkat pada esok harinya.
Pengangkatan lukah dilakukan secara hati-hati dan perlahan agar ikandapat
beradaptasi dengan berubahnya tekanan didalam air. Setelah itu hasil tangkapan
kemudian dikeluarkan dari lukah. Waktu pemasangan dan pengangkatan alat
tangkap lukah ada yang dilakukan pagi hari,siang hari, sore hari, sebelum
matahari tenggelam. Menurutnya, lama perendaman lukah pun bervariasi, ada
yang hanya direndam beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada juga
yang direndam tiga sampai dengan empat hari.
7. Lunta (cast net)

Gambar 4.7 Lunta (cast net)


Lunta adalah alat tangkap ikan yang berbentuk kerucut yang terbuat dari
jaring bahan nylon (senar) atau jaring bahan PE, pemberat rantai timah bentuk
19

cincin berat 5 – 7 kg tergantung ukuran jala. Panjang jala antara 4 – 6 meter,


meshsize 0,5 – 2 inchi dan dilengkapi tali untuk menarik dan mengangkat jala.
Alat tangkap jala atau cash net jala terbuat dari bahan nilon multifilament
dan bisa juga terbuatddari monofilamen dengan diameter sekitar 3 sampai 5 m .
Pada bagian kaki yang diberi pemberat yang terbuat dari timah, alat tangkap jala a
biasanya dioperasikan di perairan pantai dengan kedalaman sekitar 0,5 sampai 10
meter. Pemberat pada jala terbuat dari rantai timah yang berbentuk cincin dengan
berat 5 sampai 7 kg tergantung pada ukuran jala. Panjang jala yaitu antara 4
sampai 6 m dengan massa jenis 0,5 sampai dengan 2 inch.
Cara mengoperasikan alat ini adalah dengan meletakkan sepertiga bagian
pada siku kanan atau kiri sepertiga bagian pada tangan satunya dan sepertiga
lainnya di biarkan terjuntai. Sebelum dilempar lunta terlebih dahulu diayunkan
kedepan dan kebelakang untuk mengambil ancang-ancang agar lemparan yang di
lakukan dapat mencapai tempat yang jadi sasaran, baru kemudian dilempar dan
setelah beberapa saat tali lunta ditarik secara perlahan-lahan untuk melihat hasil
tangkapan.

4.1.2 Hasil Skoring Kriteria Alat Tangkap Ramah Lingkungan

Adapun hasil scoring kriteria alat tangkap ramah lingkungan yang berada
di kecamatan Aluh – Aluh sebagai berikut :

Tabel 4.1 Lampara dasar (Mini Trawl )


Sampel Rata -
rata
No. Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Selektifitas 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2 Dampak terhadap habitat 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3 Kesegaran hasil tangkapan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

4 Keamanan terhadap 3 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3,2


nelayan
5 Produk tidak membayakan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
konsumen
6 By catch 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
20

7 Dampak terhadap 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
biodiversity
8 Keamanan terdahap ikan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
yang dilindungi
9 Diterima secara sosial 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Tabel 4.2. Rawai (Longline)


Sampel Rata
No. Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 –
Rata
1 Selektifitas 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

2 Dampak terhadap habitat 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

3 Kesegaran hasil tangkapan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

4 Keamanan terhadap 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3,8


nelayan
5 Produk tidak membayakan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
konsumen
6 By catch 3 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2,2

7 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
biodiversity
8 Keamanan terdahap ikan 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
yang dilindungi
9 Diterima secara sosial 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Tabel 4.3. Togo (Filter Net)


Sampel Rata –
Rata
No. Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

1 Selektifitas 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1,4

2 Dampak terhadap 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
habitat
3 Kesegaran hasil 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3,1
tangkapan
4 Keamanan terhadap 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3,1
nelayan
5 Produk tidak 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
membayakan
konsumen
6 By catch 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 3,2

7 Dampak terhadap 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
biodiversity
21

8 Keamanan terdahap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
ikan yang dilindungi
9 Diterima secara 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
social

Tabel 4.4. Jaring Insang (Gillnet)


Sampel Rata –
No. Kriteria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata
1 Selektifitas 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3,2

2 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
habitat
3 Kesegaran hasil 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
tangkapan
4 Keamanan terhadap 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3,7
nelayan
5 Produk tidak 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
membayakan
konsumen
6 By catch 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

7 Dampak terhadap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
biodiversity
8 Keamanan terdahap 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
ikan yang
dilindungi
9 Diterima secara 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
social
Hasil total standarisasi fungsi nilai dari jumlah variable yang digunakan
adalah sebagai berikut:

Variabel Jumlah
No. Alat
Tangkap X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 V(A)
V1(X2) V2(X2) V3(X3) V4(X4) V5(X5) V6(X6) V7(X7) V8(X8) V9(X9)
1 1 3 3,2 4 2 2 4 3
1 Lampara
0 0 0 0,142 0 0 0 0 0 0,142

3 4 3,7 3,8 4 2,2 4 4 4


2 Rawai
0,909 1 0,636 1 0 0,167 1 1 1 6,712

1,4 3 3,1 3,1 4 3,2 3 4 4


3 Togo
0,18 0,67 0 0 0 1 0,5 1 1 3,9

3,2 4 3 3,7 4 2 4 4 3
4 Gillnet
22

1 1 1,14 0,875 0 0 1 1 0,5 6,775


Tabel 4.5 Standarisasi Fungsi Nilai Alat Tangkap Di Kecamatan Aluh Aluh
Kabupaten Banjar
Hasil standarisasi fungsi nilai alat tangkap ramah lingkungan yang ada di
Kecamatan Aluh-Aluh adalah sebagai berikut :
• Lampara dasar = 0,142
• Rawai = 6,712
• Gillnet = 6,775
• Togo = 3,9

Dari hasil tebel fungsi standarisasi nilai di atas diperoleh bahwa alat
tangkap yang ada di Kecamatan Aluh- Aluh yang termasuk dalam alat tangkap
ramah lingkungan adalah alat tangkap jaring insang dan Rawai, dimana kedua
alat tangkap tersebut memperoleh nilai> 5,32 dari total nilai. Alat tangkap yang
termasuk dalam kategori alat tangkap kurang ramah lingkungan adalah togo
dimana memperoleh index nilai 2,66 = x = 5,32. Alat tangkap yang masuk dalam
golongan alat tangkap tidak ramah lingkungan adalah alat tangkap Lampara,
dimana alat tangkap tersebut memperoleh nilai < 2,66.

4.2 Pembahasan

Status alat penangkapan ikan yang ada di Kecamatan Aluh- Aluh dikaji
berdasarkan kriteria yang sudah dikemukakan dalam Code of Conduct
forResponsible Fisheries (CCRF) yaitu berdasarkan selektifitas, dampak terhadap
habitat, kesegaran hasil tangkapan, keamanan terhadap nelayan, produk tidak
membahayakan konsumen, by catch, dampak terhadap biodiversity, keamanan
terhadap ikan yang dilindungi dan diterima secara sosial.

4.2.1. Tingkat Ramah Lingkungan

1. Selektifitas
Selektifitas yang tinggi bisa diartikan bahwa alat tangkap tersebut hanya
menangkap ikan atau organisme yang menjadi sasaran penangkapan saja. Sub
penilaian selektifitas yaitu berdasarkan ukuran dan jenis tangkapan. Alat
penangkapan ikan rawai dan jaring insang memiliki tingkat selektifitas yang sama
yaitu hasil tangkapan lebih dari 3 spesies dengan ukuran yang hampir seragam.
23

Menurut Nikijuluw (2002). Alat tangkap selektif merupakan alat tangkap yang
dapat menangkap ikanyang sudah layak tangkap, baik dari segi umur maupun
ukuran. Dapatmeloloskan ikan ikan yang tidak layak tangkap, ikan yang
dilindungi, dan ikan yangtidak diinginkan tanpa melukai atau membunuhnya
(Martasuganda, 2008).
ikan yang tertangkap pada alat tangkap jaring insang ialah ikan yang
sesuai dengan ukuran mata jaring sehingga ikan yang berukuran lebih kecil dari
mata jaring dapat lolos dari alat penangkapan nya, sedangkan rawai ikan yang
tertangkap ialah ikan dengan bukaan mulut yang besar dsari ukuran mata
pancingnya dan ikan yang memilki bukaan mulut yang lebih kecil dari ukuran
mata pancing akan lolos dari penangkapanya. Jaring insang memiliki ukuran mata
jaring 8 cm dan alat tangkap rawai menggunakan ukuran mata pancing 11 .
Alat penangkapan ikan yang memiliki tingkat selektifitas yang rendah
yaitu togo dan lampara dasar, karena alat penangkapan tersebut menangkap lebih
dari 3 jenis spesies tetapi dengan ukuran yang berbeda hal ini dikarenakan oleh
konstruksi alat tangkap, seperti ukuran mata jaring yang kecil, memiliki kantong
dan cara penangkapan nya yang bersifat aktif. Lempara dasar dikatakan tidak
selektif karena bersifat aktif dan memiliki prinsip penangkapan yaitu dengan cara
ditarik serta kontruksi jaring yang memiliki ukuran mata jaring yang sangat kecil,
sehingga dapat dipastikan ikan yang tersapu dengan alat tangkap lampara akan
tertangkap.
2. Dampak Terhadap Habitat
Alat tangkap yang digunakan tidak mengakibatkan rusaknya suatu
habitat ikan yang berada di perairan tersebut, seperti kerusakan ekosistem,
termasuk lingkungan, sumberdaya perikanan dan lainya. Alat tangkap rawai , togo
dan jaring insang dinyatakan aman bagi habitat, karena hanya dioperasikan di
permukaan saja sehingga mempunyai kemungkinan yang sangat kecil dapat
merusak karang.
Alat tangkap yang dinyatakan dapat merusak habitat adalah lampara
dasar, karena alat tangkap lampara dasar merupakan alat tangkap yang
dioperasikan dengan cara ditarik sampai menyentuh dasar perairan, dikarenakan
24

target penangkapannya adalah udang, maka dapat dipastikan habitat dasar laut
akan tersapu dengan tangkap lampara dasar.
3. Kesegaran Hasil Tangkapan
Kesegaran hasil tangkapan dapat dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu
penangkapan ikan, penanganan ikan dan proses pembusukan. Ikan juga dapat
dinyatakan mati segar, hidup ,ikan mati busuk , dan ikan mati segar dan cacat fisik
bisa di lihat dari keadaan tubuhnya.
Hasil tangkapan yang memilki nilai tertinggi yaitu pada alat tangkap
rawai, karena hasil tangkapan rawai ada di dominasi dengan ikan mati segar dan
ada juga hasil tangkapan yang masih hidup, sedangkan alat tangkap jaring insang
didominasi oleh hasil tangkapan ikan yang mati, segar dan cacat karena cara
pengoperasinya yang cukup lama sehingga ikan yang tertangkap dalam keadaan
mati, segar dan ikan yang tertangkap oleh jaring insang terlilit di daerah
operculum maka ada beberapa hasil tangkapan yang mengalami cacat fisik,
Lampara dasar juga di dominasi dengan hasil tangkapan yang mati tetapi
segar karena proses penanganan ketika di atas kapal yang menyebabkan hasil
tangkapan masih terlihat segar.
4. Keamanan Terhadap Nelayan
Alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan diharapkan tidak
melukai nelayan baik itu gangguan kesehatan, cacat fisik maupun kematian ketika
melakukan proses penangkapan ikan.
Rawai termasuk alat penangkapan yang bisa dikatakan alat yang aman
terhadap nelayan tetapi ada pula nelayan yang terluka ketika melakukan proses
penurunan branch line rawai karena tersangkut mata pancing. Lampara dasar,
jaring insang dan togo termasuk alat tangkap yang memilki dampak terhadap
kesehatan nelayan yang bersifat sementara seperti terluka, terkilir. Menurut
Radarwati et al (2010) menyatakan bahwa tingkatan bahaya yang dapat diterima
oleh nelayan ketika melakukan proses pengoperasian alat tangkap tergantung
pada jenis alat tangkap dan keterampilan yang dimilki oleh nelayan dan
didasarkan pada dampak yang mungkin diterima.
5. Produk Tidak Membahayakan Konsumen
25

Ikan yang ditangkap dengan cara yang illegal seperti menggunakan bahan
peledak dan racun kemungkinan hasil tangkapan akan tercemar oleh racun.
Produk tidak membahayakan konsumen diartikan bahwa tidak terdapat dampak
yang ditimbulkan ketika konsumen mengkonsumsi hasil tangkapan ikan.
Hasil tangkapan jaring insang, rawai, togo dan lampara dasar dapat
dinyatakan aman bagi konsumen karena nelayan setempat tidak menggunakan alat
tangkapan dengan menggunakan bahan kimia peledak dan racun.
6. Hasil Tangkapan Sampingan (by catch)
Menurut Sadili et al (2015), by catch adalah bagian dari hasil tangkapan
yang bukan target penangkapan utama. By catch meliputi seluruh biota yang
bukan menjadi tujuan utama penangkapan. Alat tangkap yang tidak selektif dapat
menangkap ikan yang bukan merupakan sasaran utamanya. Ikan yang tertangkap
terdiri dari beberapa spesies, dari beberapa spesies ada yang dapat dijual dan ada
pula yang tidak laku.
Hasil tangkapan sampingan dari togo ada yang laku dijual tetapi ada
beberapa spesies yang tidak laku dijual dan memilki by catch kurang dari 3
spesies, sedangkan rawai, jaring insang dan lampara dasar memilki tangkapan
sampingan lebih dari 3 spesies dan ada yang laku untuk dijual selain dari target
utama.
7. Dampak Terhadap Biodiversity
Penangkapan ikan diharapkan tidak merusak atau mengganggu
keanekaragaman sumberdaya hayati lainya atau merusak habitat tempat tinggal
ikan yang dapat mempengaruhi hilangnya suatu spesies di perairan tersebut.
Rawai termasuk dalam golongan alat tangkap yang aman bagi
keanekaragaman sumberdaya hayati dan juga tidak merusak habitat, dikarena
teknik pengoperasian alat tangkapnya yang tidak sampai ke dasar dan merusak
habitat suatu spesies. Lampara dasar, togo dan jaring insang termasuk alat tangkap
yang dapat menyebabkan kematian pada beberapa spesies dan dapat menyebabkan
kerusakan pada habitat, hal ini dikarenakan alat tangkap tersebut memilki tingkat
selektifitas yang rendah sehingga banyak spesies lain nya di luar hasil tangkapan
utama yang tertangkap dan juga dilihat dari cara pengoperasi alat tangkapnya
26

yang di tarik dan mengngeruk dasar laut karena tangkapan utama dari alat
tangkap lampara dasar adalah ikan demersal.
8. Keamanan Terhadap Ikan yang Dilindungi
Keamanan terhadap ikan yang dilindungi yang di’maksud adalah tidak
menangkap ikan yang dilindungi dalam undang-undang ataupun hewan yang
terancam punah. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa d’i sebutkan beberapa
spesies atau biota air yang dilindungi pemerintah.
Berdasarkan dampak terhadap keamanan Ikan yang dilindungi, dari hasil
wawancara dengan nelayan di Kecamatan Aluh-Aluh. Alat penangkap seperti
rawai,jaring insang, togo dan lampara dasar tidak pernah menangkap spesies yang
dilindungi.
9. Diterima Secara Sosial
Alat tangkap dikatakan diterima secara sosial oleh masyarakat bila biaya
investasinya ‘murah menguntungkan secara ekonomi tidak bertentangan dengan
budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada, serta tidak
berpotensi untuk menimbulkan konflik antara nelayan.
Lampara dasar dan jaring insang memenuhi 3 sub kriteria dari 4 sub
kriteria yang ada, lampara dasar dan jaring insang merupakan alat tangkap
dengan biaya investasi yang rendah karena nelayan ketika melakukan kegiatan
penangkapan memerlukan biaya sekali melaut sekitar 5-8 juta yang berupa bahan
bakar minyak, dan perbekalan ketika melakukan pengoperasian. Karena hal
tersebut bisa dikatakan lempara dasar termasuk dalam sub kriteria alat tangkap
dengan biaya investasi yang rendah karena biaya yang diperlukan < Rp.25.000.00
dan untuk alat tangkap yang menguntungkan, lempira dasar termasuk
menguntungkan secara ekonomi bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap
tersebut,untuk sub kriteria tidak bertentangan dengan budaya setempat ketika
dilakukan survey ke lapangan dan melakukan wawancara terhadap 15 nelayan
jaring insang didapat bahwa 3 dari nelayan jaring insang pernah bersinggungan
dengan nelayan lempira dasar dikarenakan nelayan jaring insang beranggapan
hasil tangkapan mereka semakin sedikit dikarenakan nelayan lempara dasar yang
melakukan penangkapan secara berlebihan dan bertentangan dengan peraturan
27

yang ada atau tidak illegal, sedangkan alat tangkap seperti rawai dan togo
memenuhi 4 kriteria dari 4 sub kriteria yang ada karena rawai dan togo memiliki
investasi yang rendah yaitu hanya sebesar 60 ribu rupiah untuk biaya bahan bakar
kapal rawai sedangkan untuk togo tidak memperlukan bahan bakar dikarena
mereka menggunakan kapal dayung, untuk sub kriteria menguntungkan terhadap
nelayan alat tangkap togo dan rawai menguntungkan,dan untuk tidak berpotensi
konflik antara sesama nelayan dan tidak bertentangan dengan peraturan yang ada
atau tidak illegal alat tangkap togo maupun rawai termasuk dalam sub kriteria alat
tangkap yang tidak berpotensi konflik sesama nelayan dan tidak bertentangan
dengan peraturan yang ada.

4.2.2. Alat Tangkap

1. Lampara Dasar
Lampar dasar memiliki tingkat selektivitas yang rendah yaitu dengan
nilai skor satu. Hal ini dikarenakan lampara dasar memiliki ukuran mata jaring
yang sangat kecil sehingga hasil tangkapan yang didapat lebih daripada tiga
spesies dengan ukuran yang berbeda. Lampara juga merupakan alat tangkap yang
berpotensi menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas dengan nilai
skor 1 dikarenakan pengoperasian lampara dasar umumnya dilakukan pada dasar
perairan yang berpasir atau berlumpur dengan cara ditarik menggunakan kapal
.hasil tangkapan lampara memiliki mutu yang cukup baik yaitu dengan skor 3, hal
ini dikarenakan cara pengoperasian lampara dasar yang tidak terlalu lama
sehingga ikan yang didapat akan hidup tetapi ada pula yang mati .
Pengoperasian lampara dasar dapat menyebabkan gangguan kesehatan
yang sifatnya sementara dengan nilai skor 3,2 , yaitu nelayan dapat mengalami
luka dan terkilir. Hasil tangkapan lampara tidak membahayakan konsumen
dengan skor 4, karena cara pengoperasian alat tangkap lampara yang tidak
menggunakan bahan-bahan kimia ketika melakukan proses penangkapan
ikan,sehingga ikan hasil tangkapan lampara aman untuk dikonsumsi oleh
konsumen. Lampara memiliki hasil tangkapan sampingan lebih dari 3 spesies dan
laku dijual dengan skor 2. Cara pengoperasin lampara dasar dapat menyebabkan
kematian bagi beberapa spesies dan merusak habitat karena cara pengoperasian
28

nya dengan cara ditarik sampai menyentuh dasar perairan, karna target tangkapan
lampara dasar adalah udang, sehingga diberikan skor 2.
Lemparan dasar tidak pernah menangkap ikan atau biota laut yang
dilindungi dengan skor 4. Lampara dasar dapat diterima secara skor sosial dengan
nilai skor 3dari empat sub kriteria karena alat tangkap lampara dasar merupakan
alat tangkap dengan biaya investasi sekali pengoperasian alat tangkap nya kurang
dari Rp 25.000.00, sehingga termasuk dalam alat tangkap yang memenuhi sub
kriteria alat tangkap dengan biaya investasi rendah . Kedua menguntungkan,
lampara menguntungkan secara ekonomi bagi nelayan yang menggunakan alat
tangkap tersebut. Ketiga lampara dasar tidak berpotensi konflik, tidak
bertentangan dengan budaya setempat dan yang keempat alat tangkap lampara
dasar tidak bertentangan atau tidak illegal.
2. Jaring insang
Jaring insang memiliki selektivitas cukup tinggi yaitu dengan skor 2,7
hal ini dikarenakan hasil tangkapan yang tertangkap pada jaring insang lebih dari
3 spesies dengan ukuran yang seragam dan ada juga yang kurang dari 3 spesies
dengan ukuran yang seragam. Ukuran mata jaring dan bukaan mata jaring
mempengaruhi kemampuan gillnet dalam menyeleksi ikan yang tertangkap
karena ikan yang tertangkap memiliki ukuran yang sesuai dengan ukuran mata
jaring (mesh size) dan bentuk tubuh yang sesuai dengan ukuran bukaan mata
jaring (hanging ratio) dengan begitu ikan yang memiliki ukuran lebih kecil dari
mata jaring dan bentuk tubuh yang lebih kecil dari bukaan mata jaring memilki
kemungkinan yang sangat kecil untuk tertangkap .
Jaring insang merupakan alat tangkap yang tidak merusak habitat
sehingga diberi skor 4 dikarenakan jaring insang dioperasikan pada
permukaan(surface) sehingga memiliki kemungkinan yang sangat kecil dapat
merusak karang ataupun padang lamun. Hasil tangkapan jaring insang diberi skor
3 hal ini dikarenakan hasil tangkapan yang didapat dominan ikan mati, segar,
dikarenakan jaring ikan melakukan pengoperasian sekitar lebih dari 1-3 jam yang
memungkinkan ikan yang tertangkap akan mati segar dan juga dikarenakan dari
segi konstruksi/ bentuk alat tangkap yang dapat melukai. Jaring insang saat
pengoperasiannya mendapat skor 3,7 yaitu dapat mengakibatkan gangguan
29

kesehatan yang sifatnya sementara pada nelayan yang melakukan pengoperasian


jaring insang seperti mengalami luka dan terlilit ataupun terkilir hal ini terjadi
karena alat tangkap jaring insang masih dioperasikan secara manual (tenaga
manusia).
Hasil tangkapan jaring insang tidak membahayakan konsumen sehingga
diberi skor 4 dikarenakan pengoperasian jaring insang tidak menggunakan bahan-
bahan yang dapat membuat konsumen tidak dapat mengkonsumsi hasil
tangkapannya. Jaring insang memiliki hasil tangkapan sampingan lebih daripada 3
spesies dan laku untuk dijual dengan skor 2, hasil tangkapan jaring insang
memilki nilai ekonomis. Jaring insang pengoperasiannya dapat menyebabkan
beberapa spesies mengalami kematian tetapi tidak merusak habitat sehingga diberi
skor 3 karena jaring insang dioperasikan secara pasif sehingga apabila telah
selesai digunakan jaring akan diangkat kembali ke atas kapal, sehingga tidak akan
mengakibatkan kematian pada ikan atau menjadi ghost fishing dan dapat
berakibat kematian spesies secara terus menerus. Jaring insang tidak pernah
menangkap biota laut yang dilindungi sehingga diberi skor 4. Jaring insang dapat
diterima secara sosial dengan skor 3 karena jaring insang memenuhi 3 kriteria dari
4 kriteria yang ada yaitu jaring insang menguntungkan secara ekonomi bagi
nelayan yang menggunakan alat tangkap tersebut, jaring insang tidak bertentangan
dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada atau
lega,l dan tidak menimbulkan konflik antara nelayan setempat tetapi jaring insang
memiliki investasi yang sangat tinggi.
3. Rawai
Rawai memiliki selektivitas yang cukup tinggi yaitu dengan skor 3. Hal
ini dikarenakan bahwa ikan yang tertangkap kurang dari 3 spesies tetapi dengan
ukuran yang seragam. Tingkat selektivitas rawai dilihat dari ukuran mata
pancingnya, karena Menurut Nikijuluw (2002) ikan yang tertangkap dengan
rawai ialah ikan yang memiliki bukaan mulut yang lebih besar dari ukuran mata
pancing dan ikan yang mempunyai bukaan mulut lebih kecil dari ukuran mata
pancing akan lolos dari penangkapan. Rawai merupakan yang tidak merusak
habitat sehingga diberikan skor 4, hal ini dikarenakan rawai pada dasarnya tidak
30

dapat dioperasikan pada daerah yang berkarang ataupun daerah padang lamun
karena dapat menyebabkan mata pancing akan tersangkut .
Ikan hasil tangkapan rawai memiliki mutu yang tinggi dan didominasi
dengan ikan mati, segar namun ada pula ikan yang tertangkap masih hidup tetapi
ketika dimasukan di dalam penyimpanan akan mati karena tertindih ikan lainnya,
sehingga diberikan skor 3. Pengoperasian rawai tidak membahayakan
nelayan,tetapi ada juga yang dapat berakibat gangguan kesehatan yang sifatnya
sementara seperti terkilir ketika melakukan pengangkatan di branchline atau pun
terkait mata pancing sehingga diberikan skor 3,8. Hasil tangkapan ikan dari rawai
tidak membahayakan konsumen sehingga diberikan skor 4. Hal ini dikarenakan
ketika melakukan pengoperasian penangkapan ikan dengan rawai tidak
menggunakan bahan kimia yang dapat menyebabkan hasil tangkapan ikan aman
untuk dikonsumsi. Rawai memiliki hasil tangkapan sampingan dengan skor 2,2
yaitu hasil tangkapan sampingan lebih dari 3 spesies dan ada yang laku untuk
dijual.
Hasil tangkapan sampingan didefinisikan sebagai hasil tangkapan yang
insidental yaitu hasil tangkapan yang tidak diperkirakan sebelumnya akan
tertangkap dan ketika melakukan operasi penangkapan ikan tetapi tertangkap
secara sepintas atau kebetulan atau insidental menurut rasa (Rasdani dkk, 2001).
Rawai aman bagi keanekaragaman sumber daya hayati karena rawai tidak
menyebabkan kematian terhadap beberapa spesies dan tidak merusak habitat dan
juga hal ini disebabkan karena pengoperasian alat tangkap yang aman terhadap
habitat dan spesies yang tertangkap pula merupakan spesies yang biasa ditemui.
Rawai tidak pernah menangkap ikan yang dilindungi sehingga diberikan skor 4,
rawai dapat diterima secara sosial dan diberikan skor 4 karena memenuhi seluruh
subkriteria alat tangkap rawai memiliki nilai investasi yang rendah
menguntungkan dan tidak menimbulkan potensi konflik dan legal.
4. Togo
Togo memiliki tingkat selektivitas yang cukup tinggi yaitu dengan skor
1,4 hal ini dikarenakan sebagian nelayan mengatakan bahwa ikan yang
tertangkap lebih dari pada 3 spesies dengan ukuran yang berbeda. Togo
merupakan alat tangkap yang dapat menyebabkan kerusakan sebagian habitat
31

pada wilayah yang sempit sehingga diberian skor 3, hal ini dikarenakan cara
pengoperasian togo. Ikan hasil tangkapan togo memiliki skor yang tinggi yaitu 3,1
hal ini dikarenakan ikan yang tertangkap masih dalam keadaan mati, segar. Togo
saat pengoperasiannya dapat membahayakan nelayan sehingga diberikan hasil
atau skor 3,1 karena cara pengoperasian togo menurut nelayan dapat beresiko
terjadi kecelakaan atau gangguan kesehatan ketika melakukan pemasangan togo
yang dilakukan secara manual dengan cara nelayan harus berenang ketika
melakkan pemasangan jaring togo kepada bambu. Hasil tangkapan togo tidak
membahayakan konsumen sehingga diberikan skor 4, hal ini dikarenakan
pengoperasian alat tangkap togo tidak menggunakan bahan kimia atau hal-hal
yang dapat menyebabkan hasil tangkapan tidak layak konsumsi. Togo memiliki
hasil tangkapan sampingan kurang dari 3 spesies dan ada yang laku dijual
sehingga diberikan skor 3,2. Togo aman bagi keanekaragaman sumber daya hayati
sehingga diberikan skor 4 karena alat tangkap togo tidak menyebabkan kematian
beberapa spesies dan tidak merusak habitat. Togo tidak pernah menangkap ikan
atau biota laut yang dilindungi sehingga diberikan skor 4 togo dapat diterima
secara sosial dengan skor 4 yaitu memenuhi seluruh sub kriteria, karena alat
tangkap togo merupakan alat tangkap dengan biaya investasi yang rendah,
menguntungkan secara ekonomi bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap
togo, dan tidak bertentangan dengan budaya setempat tidak juga bertentangan
dengan peraturan yang ada atau legal dan tidak menimbulkan konflik antara
nelayan setempat.
BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:


1. Alattangkap yang terdapat di Kecamatan Aluh-Aluh ada 7 jenis yaitu lampara
dasar (mini trawl), lukah (trap), togo (filter net), jaring tiga lapis (trammel net),
rawai (longline), lunta (castnet), jaring insang (gill net) dari 7 alat tangkap
tersebut terdapat 4 alat tangkap yang mendominasi di wilayah kecamatan Aluh-
Aluh yaitu alat tangkap Lampara dasar (mini trawl), Rawai (longline), Jaring
insang (gillnet) dan Togo (trap net) sedangkan 3 alat tangkap lainya tidak bisa
memenuhi dari 15 sampel yang diperlukan karena ada berbagai macam alasan
seperi nelayan yang jarang menggunakan alat tangkap tersebut, tidak
mendapatkan hasil ketika melakukan proses penangkapan sehingga bisa
dikatakan 3 alat tangkap seperti bubu, jaring tiga lapis ,dan lunta tidak bisa
dilakukan penelitian .
2. Hasil perhitungan dari standarisasi fungsi nilai dengan nilai didapatkan bahwa
rawai dan jaring insang memiliki skor >5,32 yaitu sebesar 6,712 untuk rawai
dan 6,775 untuk jaring insang (gillnet) sehingga dapat dikatakan alat tangkap
tersebut alat yang ramah lingkungan. Togo masuk dalam kategori alat tangkap
yang kurang ramah lingkungan karena memperoleh skor 2,66 < (X) <5,32 yaitu
sebesar 3,9. Alat tangkap yang masuk dalam kategori tidak ramah lingkungan
adalah lampara dasar dengan memperoleh skor <2,66 yaitu sebesar 0,0142.

5.2 Saran

Adapun saran yang di dapat dari hasil penelitian skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Alat tangkap yang masuk dalam kategori kurang ramah lingkungan dan tidak
ramah lingkungan di harapkan dapat dilakukan perbaikan, atau modifkasi serta
inovasi agar dapat terciptanya alat tangkap yang ramah lingkungan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Arimoto, T.1999. Trends and Perspectives for Fishing Technology Research Towards the
Sustainable Development. Proceeding of 5th International Symposium on
Efficient Application and Preservation of Marine Biological Resourse. OSU
National University.

Creswel, J, W. 2009. Research Design (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan


Mixed). Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Dahuri, R. 1993. Model Pembangunan Sumberdaya Perikanan Secara Berkelanjutan.


Prosiding Simposium Perikanan Indonesia , 297-316.
Dirjen Perikanan Tangkap. 2005. Petunjuk Teknis Penangkapan Ikan Ramah
Lingkungan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta;

FAO (Food Agricultur Organizaiton)1995. CCRF (code of counduct for responsible


fisheries);

Dinas Perikanan Kabupaten Banjar, 2019. Data Statistik Tahunan Alat Penangkapan
Dikabupaten Banjar Kalimantan Selatan.

FAO. 1995. Precautionary Approach to Fishery Part:1. FAO-Fisherry Technical


Paper 350/1. FAO, Rome.

Martasuganda, S. 2005. Jaring Insang . Serial Teknologi Penangkapan Ikan


Berwawasan Lingkungan: Edisi Baru. Bogor: Jurusan Pemamfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Monintja, RD. 2001. Pemamfaatan Sumberdaya Pesisir Dalam bidang Perikanan


Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir danLaut. Institut Pertanian Bogor.
Nazir, M. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Putri, I. W. 2019. Identifikasi Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan Di Pelabuhan


Perikanan Pantai Carocok Tarusan Provinsi Sumatera Barat.
Rupawan, E Dhariyati , Asyari , M.A. Rifai, S Nawawi, Herlan , A.H. Rais, T.N.
Merlia , Ramli , M Abidin , Suhardi. 2012. Dinamkika Dan Pemanfaatan
Sumberdaya Ikan Perairan Estuari Sungai Barito Kalimantan Selatan.

Suryana, 2010, Metode Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif Dan


Kualitatif, Bandung : UPI
Sima, A M., Yunasfi., Zulham, A.H. 2013. Identifikasi Alat tangkap Ikan Ramah
Lingkungan di Desa Bagan Asahan Kecamatan Tanjung Balai. [SKRIPSI].
Universitas Sumatra Utara. Medan.

Sugiyono. 2014. Statistik Nonparametris untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Wiyono, E.S. 2005. Pengembangan Teknologi Dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan.


Lampiran 4. Lokasi Penelitian

Peta Lokasi Penelitian


Lampiran 5. Pengamatan Alat tangkap yang di Kecamatan Aluh-Aluh

Dialog dengan Nelayan Gillnet Kapal Alat Tangkap Lampara

Proses Perawatan Alat Tangkap Rawai Proses Penurunan Alat Tangkap Togo

Proses Penarikan Alat Tangkap Togo


Lampiran 6. Pengukuran dan Hasil Alat Tangkap yang ada di Kecamatan
Aluh-Aluh

Mengukur Mesh Size Alat Tangkap Pengukuran Mesh Size Bagian


Rawai Kantong Togo

Pengukuran Mesh Size Togo Hasil Tangkapan Gill Net

Hasil Tangkapan Lampara Hasil Tangkapan Alat Tangkap Togo


Lampiran 5. Pengamatan Alat tangkap yang di Kecamatan Aluh-Aluh
\
\

Anda mungkin juga menyukai