Anda di halaman 1dari 46

MANAJEMEN KUALITAS AIR PEMBESARAN

UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)


PADA TAMBAK BETON DI PT. SURYA WINDU KARTIKA
BANYUWANGI, JAWA TIMUR

TUGAS AKHIR

MUHAMMAD RIZKY
11 221 32

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN


POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
PANGKEP
2014
MANAJEMEN KUALITAS AIR PEMBESARAN
UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)
PADA TAMBAK BETON DI PT. SURYA WINDU KARTIKA
BANYUWANGI, JAWA TIMUR

TUGAS AKHIR

MUHAMMAD RIZKY
11 221 32
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Studi pada
Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene dan Kepulauan

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing:

Muslimin, S.Pi., M.P Ratnawati Rifai, S.Pi., M.Si


Ketua Anggota

Diketahui oleh:

Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si Ir. Rimal Hamal, M.P


Direktur Ketua Jurusan

Tanggal Lulus : 20 Agustus 2014


RINGKASAN

MUHAMMAD RIZKY, 11 22 132. Manajemen Kualitas Air

Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Pada Tambak Beton di

PT. Surya Windu Kartika Banyuwangi, Jawa Timur Dibimbing oleh

Muslimin dan Ratnawati Rifai.

Udang vaname merupakan jenis udang introduksi.Habitat aslinya adalah


dari Amerika Latin, tersebar mulai dari perairan Mexiko sampai Peru. Di daerah
asalnya udang ini dibudidayakan secara semi intensif hingga intensif. Udang akan
tumbuh dengan baik pada lingkungan budidaya yang kualitas airnya baik, kualitas
air media budidaya berpengaruh langsung terhadap angka kehidupan udang yang
dipelihara oleh karena itu pengelolaan kualitas air media sangat diperlukan untuk
mendukung keberhasilan budidaya udang vaname.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan


dan pengalaman dalam memanajemen kualitas air pembesaran udang vaname
pada tambak beton Hasil kegiatan ini diharapkan dapat menjadi salah satu
bahan informasi yang bermanfaat mengenai teknik manajemen kualitas air
pembesaran udang vaname pada tambak beton.

Metode pengumpulan data pada Tugas Akhir ini didasari oleh pelaksanaan
Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) selama 3 bulan mulai dari 6
Februari 6Mei 2014.Data selama kegiatan diperoleh melalui pelaksanaan dan
pengamatan secara langsung dari seluruh rangkaiankegiatan,hasil wawancara
dengan pembimbing lapangan, dosen pembimbing serta berbagai literatur
pendukung yang berkaitan dengan Tugas Akhir ini melalui penelusuran pustaka.

Pelaksanaan kegiatan manajemen kualitas air budidaya udang vaname


pada tambak beton yang berlangsung di PT. Surya Windu Kartika, Banyuwangi,
Jawa Timur dengan menggunakan tambakbeton yang dilengkapi
denganTeknologi pengelolaan air dengan menumbuhkan plankton dan bakteri
menguntungkan untuk memperbaiki kualitas air serta megendalikan lingkungan
tambak. Selama kegiatan budidaya berlangsung didapatkan kisaran parameter
kualitas air sebagai berikut, Kisaran parameter kualitas air pada saat pembesaran
udang vaname adalah Oksigen Terlarut 3,2 6,68 ppm, Suhu 27 - 32 0C, pH 7,4 -
9, Salinitas 19 - 24 ppt, Bahan Organik 63,82 - 105,7 ppm, Alkalinitas146 199
ppm, Ammonium 0,1 - 3 ppm, Nitrit 0 - 0,75 ppm, Nitrat 1 - 5 ppm, Fospat 0,25 -
1,7 ppm, Plankton 2.500-16.500 sel/ml, Kecerahan 25 - 40 cm, Vibrio 274 - 1126
sel/ml. Sedangkan hasil produksi yang didapat adalah 7.259 kg dengan size 48
dan FCR 1,3.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir sebagai salah

satu syarat menyelesaikan studi pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, untuk itu patutlah

penulis memanjatkan puja dan puji syukur kepada-Nya dan kepada beberapa pihak yang telah

turut mendukung penyelesaian laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

saya haturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Muslimin, S.Pi., M.P. selaku Pembimbing pertama dan Ratnawati Rifai, S.Pi.,

M.Si. selaku pembmbing anggota yang telah memberikan motivasi, arahan dan

bimbingan mulai dari penyusunan proposal tugas akhir hingga penyelesaian

laporan tugas akhir ini.

2. Handi Widodo selaku Pembimbing Lapangan dan Manajer Teknis di PT. Surya

Windu Kartika, Unit Badean.

3. Ir. Rimal Hamal, M.P., selaku Ketua Jurusan Budidaya Perikanan

4. Ir. Andi Asdar Jaya, M.Si., selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri

Pangkep.

Akhirnya dengan tulus penulis menghaturkan terima kasih kepada

ayahanda tercinta Dedi Asril dan ibunda tercinta Yessy Sriyanti serta Pak Mufdi

Rustam yang senantiasa memberikan support berupa moril, materil serta iringan

doa hingga penyelesaian studi ini. Terima kasih kepada semua saudaraku dan

wanita terkasih karena keberadaan, pengorbanan, keikhlasan dan doamu menjadi

motivasi saya untuk selalu semangat. Kepada teman-teman seangkatan di Jurusan

Budidaya Perikanan, semua staf PT.Surya Windu Kartika dan CV.Bumindo


Aquatic, staf Laboran Politani yang tidak sempat disebut namanya, atas

partisipasi dan bantuannya dalam penyelesaian studi ini.

Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi penulis dan berguna kepada yang

memerlukannya, Amien.

Pangkep, Agustus 2014

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN............................................................................................ iii

KATA PENGANTAR .. iv

DAFTAR ISI............................................................................................ . vi

DAFTAR TABEL ..................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR............................................................................... . ix

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... x

I PENDAHULUAN ...............................................................................

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................. 3

II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................

2.1. Taksonomi ............................................................................................. 4

2.2. Morfologi............................................................................................... 4

2.3 Habitat dan Penyebaran ........................................................................ 6

2.4. Makan dan Kebiasaan Makan .............................................................. 6

2.5. Parameter Kualitas Air ......................................................................... 7

2.5.1 Parameter Kualitas Air Tambak ..................................................... 7

2.6. Pengelolaan Kualitas Air ... 20

III METODE ...........................................................................................

3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................. 24

3.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 24

3.3. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 26


3.3.1. Data Primer .................................................................................. 26

3.3.2. Data Sekunder ............................................................................... 26

3.4. Metode Pelaksanaan ............................................................................... 27

3.4.1. Persiapan Tambak ......................................................................... 27

3.4.2. Pengukuran Kualitas Air Media Budidaya .................................... 29

3.4.3. PenagananKualitas Air .................................................................. 34

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengukuran Kualitas Air .. 37

4.2 Hasil Produksi .... 48

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 50

5.2. Saran ...................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Alat Yang Digunakan Selama Proses Pengelolaan Air Budidaya


Udang Vaname ......................................................................................... 24

2. Bahan Yang Digunakan Selama Proses Pengelolaan Air Budidaya


Udang Vaname ......................................................................................... 25

3. Parameter Kimia Air Budidaya Udang Vaname. ...................................... 36

4. Parameter Fisika Air Budidaya Udang Vaname .................................. 40

5. Parameter Biologi Air Budidaya Udang Vaname.. .................................. 42

6. Hasil Produksi Udang Vaname 44


DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Morfologi Udang Vaname................................................................ 5

2. Hasil Pengukuran Oksigen Terlarut................................................. 41

3. Hasil Pengukuran pH....................................................................... 42

4. Hasil Pengukuran Kecerahan............................................................ 44

5. Hasil Pengukuran Salinitas............................................................... 45

6. Hasil Pengukuran Suhu.................................................................... 46


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Grafik Hasil Pengukuran Tinggi Air ........................................................ 56

2. Tabel Hasil Pengukuran Kimia ................................................................ 57

3. Tabel Hasil Pengukuran Bakteri ............................................................... 57


I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis

pantai terpanjang di dunia. Total potensi area pertambakan seluas 1,2 juta hekto

are dengan potensi efektif untuk budidaya udang seluas 773 ribu hekto are lebih

(Anonimous, 2013). Hal ini merupakan sebuah keuntungan besar bagi kita untuk

semakin meningkatkan hasil devisa negara melalui bidang perikanan. Komoditas

budidaya perikanan saat ini sudah menjadi primadona pangan dunia yang semakin

meningkat setiap tahun.

Udang merupakan salah satu komoditi andalan ekspor non migas dari sub

sektor perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, permintaan pasar yang

sangat tinggi, baik lokal maupun pasar internasional seperti siangapura, USA dan

Eropa. Permintaan akan udang ini dari tahun ketahun akan semakin meningkat,

hal ini merupakan salah satu alasan sehingga usaha budidaya udang vaname di

Indonesia harus mendapat perhatian dari pihak pemerintah maupun swasta.

Menurut Nurjana (2005), udang masih menjadi komoditi ekspor unggulan

karena permintaan pasar yang besar dismping itu kemampuan produks di

Indonesia juga besar karena lahannya luas, teknologi produksinya sudah dikuasai

masyarakat, dan menyerap banyak tenaga kerja atau padat karya. Berdasarkan

data nilai ekspor komoditas udang Indonesia pada semester pertama 2013 tercatat

sebesar 723,6 juta dolar AS atau 36,7 persen dari total nilai ekspor Indonesia

sebesar 1,97 miliar dolar AS.


Udang vaname yang semakin populer dikalangan petambak, karena

memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan.Selain itu udang ini mampu

hidup pada kondisi perairan, sehingga sangat sesuai untuk dilakukan penebaran

dengan kepadatan yang tinggi.Untuk menunjang kepadatan tebar tersebut maka

diperlukan daya dukung lahan dan pengelolaan yang baik.Pengelolaan secara

intensif dengan menggunakan dasar tambak berupa beton merupakan pilihan yang

tepat bagi para pengusaha tambak yang ingin melakukan penebaran tinggi dan

memperoleh hasil panen yang maksimal. Salah satu dari pengelolaan tersebut

adalah manajemen kualitas air, karena air merupakan tempat hidup yang utama

untuk udang.

Banyuwangi, Jawa Timur merupakan salah satu daerah penghasil udang

yang besar di Indonesia, ribuan hektar sepanjang garis pantai Timur Jawa ini

sudah didirikan lokasi budidaya udang vaname dengan kolam berupa beton. Dasar

kolam yang berupa beton membuat segala jenis bakteri pengurai dan plankton

harus dibuat secara buatan.Kemudian air sumber (air laut) didaerah ini sudah

sangat tercemar, yang ditandai dengan semakin keruhnya air dan dengan melihat

hasil analisa laboratorium yang menunjukkan kadar ammonia yang tinggi, ini

membuat para petambak harus mengambil air sumber yang semakin jauh dari

tahun ke tahun.

Oleh karena itu manajemen kualitas air menjadi salah satu yang harus

benar-benar dikuasai oleh operator tambak, mulai dari saat air masuk ke kolam

tandon kemudian masuk ke kolam budidaya sampai pada akhirnya dibuang ke laut

kembali.
1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk menguraikan tentangpengelolaan

kualitas air pada pembesaran udang vaname di tambak beton.

Manfaat tugas akhir ini, diharapkan dapat menjadi salah satu bahan

informasi yang bermanfaat mengenai teknik pengelolaan kualitas air pada

pembesaran udang vaname khususnya pada tambak beton.


II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi Udang Vaname

Menurut Farfante dan Kensley (1997), dalam Kordi (2007), taksonomi

udang vaname adalah sebagai berikut :

Kindom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Subphylum : Crustacea

Class : Malacostraca

Subclass : Eumalacostraca

Superorder : Eucarida

Order : Decapoda

Suborder : Dendrobrachiata

Super family : Penaeoidea

Family : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Subgenus : Penaeus

Species : Litopenaeus vannamei

2.2. Morfologi

Bentuk tubuh yaitu terbagi menjadi tiga bagian antara lain : bagian kepala

dan dada (Cephalothorax), badan (abdomen) dan ekor. Sedangkan bagian-bagian

tubuhnya terdiri dari rostrum, sepasang mata, sepasang antenna, sepasang

antennule bagian dalam dan luar, tiga buah maxiliped, lima pasang kaki jalan

(periopoda), lima pasang kaki renang (pleopoda), sepasang telson dan uropoda.

4
Udang vaname mempunyai rostrum yang menyerupai lengan pada bagian

ujung chepalothorax di atas mata dan antennule. Rostrum udang vaname

mempunyai gigi bagian atas berjumlah 22-44 buah da


dan gigi bagian bawah berjumlah

55-8 buah yang panjang melebihi tangkai antennule karapasnya


karapasnya.Morfologi
Morfologi udang

vaname dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2.
2. Morfologi udang vaname

Keterangan :

1. Cepalotorax (bagian kepala) 8. Scale antenna (sisik sungut)

2. Abdomen (bagian badan) 9. Maxilliped

3. Restrum (cucut kepa


kepala)
la) 10. Preopoda (kaki jalan)
jalan

4. Mata 11. Pleopoda (kaki renang)

5. Antenulla (sungut kecil) 12. Telson (ujung ekor)

6. Schaphoearit
phoearit (sisip kepala) 13. Pinch (capit)

7. Antenna (sungut besar) 14. Uropoda (ekor kipas)

5
2.3. Penyebaran dan Habitat

Penyebaran dan habitat udang berbeda-beda tergantung dari persyaratan

hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya. Pada umumnya udang

bersifat bentis dan hidup pada permukaan dasar laut.Adapun habitat yang disukai

oleh udang adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran antara

lumpur dan pasir. Selanjutnya menjelaskan bahwa udang vaname bersifat

euryhaline, yaitu mempunyai toleran terhadap sanilitas yang luas dan menempati

habitat yang berbeda selama hidupnya (Tricahyo, 1995)

Penyebaran udang vaname meliputi wilayah Pasifik Barat, Teluk Meksiko,

Panama, Peru, dan Ekuador. Sampai saat ini udang vaname paling banyak

dibudidayakan di negara-negara sekitar Teluk Meksiko, Amerika Serikat bagian

Selatan seperti Florida, Texas, Georgia, dan Carolina Selatan. Di Asia jenis

udang vaname banyak dibudidayakan di Taiwan (Tricahyo, 1995).

2.4. Makan dan Kebiasaan Makan

Udang termasuk golongan omnivora atau pemakan segala, beberapa

sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), phytoplankton, copepoda,

polycaeta, larva kerang dan lumut. pada udang vaname pakan dicari dan

diidentifikasi dengan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran oleh bantuan

organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setea). organ sensor ini terpusat

pada ujung anterior antenulla, bagian mulut, capit, antena dan maxilliped. adanya

sinyal kimiawi yang ditangkap, udang akan merspon untuk mendekati atau

menjauhi sumber pakan. Bila pakan mengandung senyawa organik (asam amino)

6
dan lemak maka udang meresponnya dengan cara mendekati sumber pakan

tersebut (Soleha, 2006)

2.5 Parameter Kualitas Air

2.5.1Parameter kualitas air tambak

Air merupakan media hidup bagi kultivan di tambak, ditinjau dari segi

fisik, air merupakan tempat hidup yang menyediakan ruang gerak bagi kultivan

(ikan , udang, kepiting) sedang dari segi kimia, air mempunyai fungsi sebagai

pembawa unsur-unsur hara, mineral, vitamin, dan gas-gas terlarut. Selanjutnya

dari segi biologis air merupakan media untuk kegiatan biologi dalam

pembentukan dan penguraian bahan-bahan organik. Air untuk budidaya harus

mempunyai kualitas yang baik, yaitu memenuhi berbagai persyarakan dari segi

fisika, kimia maupun biologi (Buwono, 1993).

Parameter yang digunakan dalam penentuan kualtias air untuk budidaya

adalah parameter fisika, kimia, dan biologi. Parameter fisika setidaknya meliputi

suhu, kecerahan, sedangkan parameter kimia meliputi pH, kandungan nitrat,

fosfat, oksigen terlarut, karbon dioksida, salinitas (Wardoyo, et al.

2002).Selanjutnya parameter biologi ditentukan berdasarkan diversitas dan

densitas plankton.

Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut

dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (/oo) atau

ppt (part perthousand) atau g/l. Tujuh ion utama penyusun salinitas adalah ;

sodium, potasium, kalium, magnesium, klorida, sulfat, dan bikarbonat.

Sedangkan unsur lainnya adalah fosfor, nitrogen, dan unsur mikro mempunyai

7
kontribusi kecil dalam penyusunan salinitas, tetapi mempunyai peran yang sangat

penting secara biologis, yaitu diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton (Boyd,

1990). Salinitas suatu perairan dapat ditentukan dengan menghitung jumlah kadar

klor yang ada dalam suatu sampel (klorinitas).

Salinitas menggambarkan padatan total di air setelah semua karbonat

dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan dengan klorida

dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi, 2003). Salinitas berpengaruh

terhadap reproduksi, distribusi, osmoregulasi. Perubahan salinitas tidak langsung

berpengaruh terhadap perilaku biota tetapi berpengaruh terhadap perubahan sifat

kimia air (Brotowidjoyo, et al. 1995). Udang vaname dapat tumbuh pada perairan

salinitas rendah.Diperkirakan lebih dari 30% budidaya udang di Thailand

dilakukan pada perairan bersalinitas rendah. Namun hal yang penting, air payau

tambak di Thailand merupakan air asin yang dialirkan ke darat dari kawasan

pantai sehingga mempunyai perbandingan ion yang serupa dengan air laut (Saoud

&Davis 2003). Udang vaname hidup pada perairan dengan kisaran salinitas

antara 1-40 ppt (Bray et al. 1994), serta dapat tumbuh pada perairan dengan

salinitas berkisar antara 0.5 ppt (Samocha et al. 2001) sampai 28.3 ppt (Smith &

Lawrence 1990 dalam Saoud & Davis 2003). Namun demikian menurut Tsuzuki

et al. (2000), pasca larva dan juvenil udang penaeid tidak terlalu toleran terhadap

fluktuasi salinitas yang besar.Pascalarva penaeid yang mempunyai toleransi lebar

terhadap salinitas adalah setelah PL10-PL40. Sebelum periode tersebut, petani

tidak akan mengaklimatisasikan udang ke salinitas rendah.

Pada umumnya, udang penaeid merupakan spesies eurihalin dan juvenil

udang vaname telah berhasil dipelihara pada salinitas 5-35 ppt (Sturmer

8
&Lawrence, 1989; Bray et al. 1994; Ponce-Palafox et al. 1997). Bagaimanapun,

perbedaan salinitas dapat mempengaruhi fisiologi udang dan parameter kualitas

air, misalnya laju ekskresi amonium-N lebih rendah pada 25 ppt daripada 10 ppt

atau 40 ppt (Jiang et al. 2000). Ekskresi nitrit-N juvenil Penaeus chinensis

meningkat dengan meningkatnya salinitas, pH dan tingkat amonium-N ambien,

sedangkan ekskresi amonium-N menurun dengan meningkatnya salinitas, pH dan

tingkat amonium-N ambien (Chen & Lin 1995). Kapasitas osmoregulasi udang

dari kelompok yang sama menunjukkan keragaman antar individu. Jika salinitas

media diturunkan, maka keragaman akan meningkat. Pada media isoosmotik

(salinitas 26 ppt), koefisien keragaman kapasitas osmoregulasi sebesar 2.7%,

sedangkan pada salinitas 1.5 ppt bernilai 8.2%. Perbedaan koefisien keragaman

kapasitas osmoregulasi antar invidu pada tingkat salinitas yang sama dapat

meningkat lebih dari 45.8%. Kapasitas osmoregulasi rata-rata pada individu yang

bertahan hidup setelah melalui uji stres salinitas dan suhu secara nyata lebih tinggi

dibandingkan dengan populasi awalnya.Peningkatan kapasitas osmoregulasi

tersebut dapat bertahan selama satu atau dua periode molting (Chim et al. 2003).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH menggambarkan aktifitas potensial ion hirogen

dalam larutan yang dinyatakaan sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada
+
suhu tertentu, atau pH = - log (H ). Air murni mempunyai nilai pH = 7, dan

dinyatakan netral, sedang pada air payau normal berkisar antara 7 9 (Boyd,

1990). Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena

mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan yang asam cenderung

9
menyebabkan kematian pada ikan demikian juga pada pH yang mempunyai nilai

kelewat basa. Hal ini disebabkan konsentrasi oksigen akan rendah sehingga

aktifitas pernafasan tinggi dan berpengaruh terhadap menurunnya nafsu makan.

(Ghufron dan Kordi, 2005).

Nilai pH air dipengaruhi oleh konsentrasi CO2.pada siang hari karena

terjadi fotosintesa maka konsentrasi CO2 menurun sehingga pH airnya meningkat.

Sebaliknya pada malam hari seluruh organisme dalam air melepaskan CO2 hasil

respirasi sehingga pH air menurun. Namun demikian air payau cukup ter-buffer

dengan baik sehinga pH airnya jarang turun mencapai nilai dibawah 6,5 atau

meningkat hingga mencapai nilai 9, sehingga efek buruk pada kultiv an jarang

terjadi (Boyd, 1990).

Proses penguraian bahan organik menjadi garam mineral, seperti amonia,

nitrat dan fosfat berguna bagi fitoplankton dan tumbuhan air. Proses ini akan

lebih cepat jika kisaran pH berada pada kisaran basa. Pada pH diatas 7, amonia

dalam molekul NH3 akan lebih dominan dari ion NH4+. Pada tingkatan tertentu

dapat menembus membran sel atau juga menyebabkan rusaknya jaringan insang

hiperplasia branchia (Poernomo, 1988). Peningkatan pH akan meningkatkan

konsentrasi amonia, sedang pada pH rendah terjadi peningkatan konsentrasi H2S.

Hal ini juga berarti meningkatkan daya racun dari amonia pada pH tinggi dan H2S

pada pH rendah).Kondisi perairan dengan pH ekstrim juga dapat membuat udang

tertekan, pelunakan karapas, serta kelangsungan hidup rendah. Mortalitas tinggi

pada udang terjadi pada pH perairan di bawah 6.0 sedangkan pada pH 3.0 dalam

20 jam terjadi kematian 100% (Law 1988). Mortalitas udang yang tinggi juga

dapat disebabkan karena adanya perubahan salinitas secara cepat (Tseng 1987

10
dalam Chien 1992).

Perubahan nilai pH akan mempengaruhi sebaran faktor kimia perairan, hal

ini juga akan mempengaruhi sebaran mikroorganisme yang metabolismenya

tergantung pada sebaran faktor-faktor kimia tersebut (Odum, 1994). Sebagian

besar mikroorganisme sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH

yang berbeda pada setiap jenis yang berbeda. Nilai pH mempengaruhi proses-

proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah

(Effendi 2003). Chester (1990) menyatakan kisaran pH normal di laut adalah 7,5

8,4 dan nilainya cenderung naik seiring bertambahnya salinitas.

Oksigen terlarut

Oksigen terlarut dalam air tambak berasal dari dua sumber utama yaitu

dari proses difusi gas O2 dari udara bebas saat ada perbedaan tekanan parsial di

udara dan masuk kedalam air, dan bersumber dari fotosintesa (Boyd, 1990).

Difusi gas ini dalam air dipengaruhi oleh suhu dan salinitas, difusi akan menurun

sejalan dengan meningkatnya salinitas dan suhu air. Sedangkan pengaruh

fotosintesa pada keberadaan oksigen dalam air tergantung pada kemelimpahan

phytoplankton dan kekeruhan. Plankton akan berpengaruh pada produksi dan

konsumsi oksigen sedangkan kekeruhan lebih berpengaruh pada benyaknya

produksi oksigen.

Oksigen terlarut tidak saja digunakan untuk pernafasan biota dalam air

tetapi juga untuk proses biologis lainnya. Jika oksigen terlarut dalam keadaan

minim dapat menyebebkan stres dan meningkatkan peluang infeksi penyakit.

Ketika kelarutan oksigen rendah sedangkan konsentrasi CO2 tinggi kemampuan

11
ikan, udang, kepiting dan sejenisnya dalam mengambil oksigen akan terganggu.

Bila konsentrasi oksigen terlarut < 3 mg/l, maka nafsu makan kultivan akan

berkurang dan tidak dapat berkembang dengan baik (Buwono, 1993). Pada saat
o
kadar oksigen terlarut sebesar 2,1 mg/l pada suhu 30 C udang maupun kepiting

menunjukan gejala tidak normal dengan berenang di permukaan. Sedangkan pada

kadar 3 mg/l dalam jangka panjang dapat mempengaruhi pertumbuhan udang

(Purnomo, 1988).

Kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai dua kepentingan yaitu ;

kebutuhan oksigen bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung

pada metabolisme (Ghufron dan Kordi, 2000). Penurunan kadar oksigen terlarut

dalam air dapat menghambat aktivitas biota perairan. Oksigen diperlukan untuk

pembakaran dalam tubuh. Kebutuhan akan oksigen antara spesies tidak sama. Hal

ini disebabkan adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan yang

mempunyai hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dengan

keseluruhan oksigen dalam sel darah (Effendi, 2003). Keberadaan oksigen di

perairan sangat penting terkait dengan berbagai proses kimia biologi perairan.

Oksigen diperlukan dalam proses oksidasi berbagai senyawa kimia dan respirasi

berbagai organisme perairan (Dahuri, et al. 2004). Berbagai hal yang dapat

mengurangi oksigen terlarut adalah peningkatan limbah organik yang masuk

perairan, kematian fitoplankton secara massal dan tiba-tiba, pertumbuhan

tumbuhan air yang berlebihan khususnya fitoplankton dan tumbuhan dalam air,

terjadinya stratifikasi suhu dan kemungkinan pembalikan . Konsentrasi oksigen

terlarut kritis untuk udang vaname adalah 0.65 mg/l pada budidaya superintensif

dan akan mati total pada 34.7 dan 31.8 menit apabila tidak ada sinar matahari,

12
sementara pada system budidaya udang vaname tradisional tanpa menggunakan

aerasi minimal 4.1 mg/l (Vinatea, dkk. 2009). Idealnya kebutuhan oksigen

terlarut untuk udang vaname > 4 mg/l (Liao dan Huang (1975) dalam Chien

1992); Xincai dan Yongquan (2001).

Dalam sistem perairan, keseluruhan model konsentrasi oksigen dapat

ditentukan dari keseimbangan massa dengan mengikuti persamaan yang diajukan

oleh Allen et al. (1984), yaitu perubahan DO sama dengan penambahan oksigen

dari fotosintesis, pasokan aerasi, aerasi alami, dan air masuk, serta pengurangan

dari respirasi fitoplankton, respirasi ikan, dekomposisi detritus, dan air keluar.

Laju perubahan setiap kategori tersebut dimodelkan sebagai fungsi kondisi

lingkungan eksternal dan internal (dalam kolam).

Suhu Air

Faktor abiotik yang berperan penting dalam pengaturan aktifitas hewan

akuatik adalah suhu. Suhu air mempengaruhi proses fisiologi ikan seperti

respirasi, metabolisme, konsumsi pakan, pertumbuhan, tingkah laku, reproduksi,

kecepatan detoksifikasi dan bioakumulasi serta mempertahankan hidup (Cholik,

2005). Peningkatan suhu mempengaruhi proses penting di perairan tropika,

seperti mengurangi kelarutan gas oksigen, nitrogen, karbondioksida. Disamping

itu peningkatan suhu juga berpengaruh terhadap percepatan oksidasi bahan

organik, meningkatkan kelarutan senyawa kimia dan lain-lain.Sehingga dapat

meningkatkan toksisitas senyawa beracun (ISU, 1992). Akibat lain yang

ditimbulkan dari kenaikan suhu air adalah kegagalan dalam memijah, percepatan

pertumbuhan bakteri dan tumbuhan air yang tidak dikehendaki (Carpenter dan

Maragos J.E., 1989). Kondisi perairan akan mengalami kejenuhan oksigen

13
apabila kenaikan suhu di perairan semakin cepat, akibatnya konsentrasi oksigen

terlarut dalam perairan semakin menurun. Sejalan dengan hal tersebut, konsumsi

oksigen pada biota air menurun dan dapat mengakibatkan menurunnya

metabolisme dan kebutuhan energi (Boyd, 1990).


o
Menurut Effendi (2003). Peningkatan suhu perairan sebesar 10 C, dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik

sebanyak dua sampai tiga kali lipat.Perubahan suhu juga berakibat peningkatan

dekomposisi bahan-bahan organik oleh mikroba.Suhu air sangat terkait dengan

kondisi lingkungan sekitarnya. Keberadaan mangove akan berpengaruh pada

suhu lewat peredaman sinar matahari yang masuk ke tambak. Efek peredaman ini

dipengaruhi oleh kerapatan dan luasan dari populasi mangove. Proses yang

terjadi kemungkinan sama sebagaimana peredaman masuknya cahaya karena

adanya makrofita (Boyd, 1990). Kebutuhan suhu yang optimum untuk mendapat

pertumbuhan yang baik bagi udang vaname adalah (28 30) oC (Hirono (1992)

dan kisaran hidupnya pada suhu (20 36) oC (Xincai & Yongquan, 2001).

Ammonia

Menurut Sulistinarto (2008), ammonia merupakan hasil ekskresi atau

pengeluaran kotoran udang yang berbentuk gas. Selain itu, amoniak bisa berasal

dari sisa pakan yang tidak termakan oleh udang vaname sehingga larut dalam air.

Ammonia akan mengalami proses nitrifikasi dan denitrifikasi sesuai dengan siklus

nitrogen dalam air sehingga menjadi nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) (Amri, 2006).

Pengukuran TAN bertujuan untuk mengetahui kandungan ammoniak dalam

tambak sebagai sisa hasil metabolisme udang, plankton mati, input bahan organik

serta sisa pakan yang tidak terurai. Kadar TAN maksimal dalam tambak adalah 2

14
ppm.Jika nilai TAN tinggi, berarti sisa bahan organik dalam tambak tidak terurai

dengan baik dan tambak harus segera disipon.

Alkalinitas

Parameter ini secara tidak langsung menunjukkan tingkat kesuburan

tambak karena kontribusinya dalam penyediaan CO2 untuk keperluan fotosintesis

dan HCO3 dalam penyediaan unsur penyangga (buffer). Alkalinitas diukur

dengan metode titrasi setiap 3 hari sekali. Nilai optimal alkalinitas dalam tambak

adalah 90-150 ppm (Sulistinarto, 2008)

Nitrogen (N)

Senyawa nitrogen dalam air terdapat dalam tiga bentuk utama yang berada

dalam keseimbangan yaitu amoniak, nitrit dan nitrat. Jika oksigen normal maka

keseimbangan akan menuju nitrat. Pada saat oksigen rendah keseimbangan akan

menuju amoniak dan sebaliknya, dengan demikian nitrat adalah hasil akhir dari

proses oksidasi nitrogen (Hutagalung dan Rozak, 1997). Nitrat dalam air dapat

terbentuk karena tiga proses, yakni badai listrik, organisme pengikat nitrogen, dan

bakteri yang menggunakan amoniak. Peningkatan konsentrasi amoniak

disebabkan adanya peningkatan pembusukan sisa tanaman atau hewan

(Sastrawijaya, 2004). Sumber nitrogen sukar dilacak di danau atau di sungai

karena merupakan nutrient yang dipergunakan oleh tumbuhan air dan fitoplankton

untuk fotosintesa.Nitrat (NO3) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh diatom

ditambak (Boyd, 1990).

Nitrat masuk dalam tambak lewat fiksasi oleh blue geen algae, disposisi

basah dan penambahan bahan organik. Nitrogen yang terkandung dalam bahan

15
organik akan diuraikan melalui berbagai reaksi biokimia mulai dari amonifikasi

hingga nitrifikasi dan proses pembentukan nitrat. Nitrifikasi di perairan tambak

melibatkan bakteri pengoksidasi nitrat yaitu nitrosomonas, dan nitrospira

(Feliatra, 2001) dan (Nursyirwani, 2003).Aktivitas kedua bakteri tersebut

tergantung pada konsentrasi subtrat dalam air, jika konsentrasi subtrat tinggi maka

aktivitas keduanya tinggi (Nursyirwani, 2003). Selanjutnya suhu, salinitas, DO,

pH, dan kedalaman (Feliatra, 2001) juga berpengaruh pada aktivitas keduanya.
o
Suhu optimum untuk pertumbuhan nitrospira adalah 25 35 C, sedangkan

salinitas berkisar pada 10 35 ppt. Salinitas yang tinggi akan menurunkan

aktivitas bakteri nitrifikasi, demikian juga dengan pH air yang terlalu tinggi. pH

optimum untuk bakteri nitrifikasi tersebut adalah 7,0 7,7. Oksidasi amonium

tertinggi dipertengahan kedalaman, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat

tertinggi di dasar (Feliatra, 2001). Menurut Kanna (2002) dan Winanto (2004)

menyatakan bahwa kisaran nitrat yang layak untuk organisme yang dibudidayakan

tidak kurang dari 0,25. Sedangkan yang paling baik berkisar antara 0,25 0,66

mg/l, dan kandungan nitrat yang melebihi 1,5 dapat menyebabkan kondisi

perairan terlalu subur.

Fospor (P)
-
Tumbuhan air memerlukan N dan P sebagai ion PO4 untuk pertumbuhan

yang disebut nutrient atau unsur hara makro (Brotowidjoyo et al., 1995).Fosfor

merupakan sebuah unsur hara metabolik kunci yang ketersediaanya seringkali

mengendalikan produktivitas perairan (Boyd, 1990).Fosfor dalam air berupa ion

ortofosfat yang larut, polifosfat anorganik dan fosfat organik. Polifosfat dapat

16
berubah menjadi ortofosfat melalui proses hidrolisa, sedangkan fosfat organik

melalui proses perombakan oleh aktivitas mikrobia. Menurut Sastrawijaya (2004)

di perairan fosfat berbentuk orthofosfat, organofasfat atau senyawa organik dalam

bentuk protoplasma, dan polifosfat atau senyawa organik terlarut.Fosfat dalam

bentuk larutan dikenal dengan orthofosfat dan merupakan bentuk fosfat yang

digunakan oleh tumbuhan air dan fitoplankton.Oleh karena itu dalam hubungan

dengan rantai makanan diperairan orthofosfat terlarut sangat penting. Boyd (1990)

menyatakan bahwa orthofosfat merupakan bentuk fosfor yang dimanfaatkan oleh


-
fitoplankton di perairan terdapat tiga macam bentuk ion orthofosfat yaitu H2PO4 ,
-2 3
HPO4 , PO4 , dan keseimbangannya dikendalikan oleh pH air. Pada kondisi
-
asam (pH = 5) bentuk H2PO4 merupakan ion orthofosfat yang dominan. pada pH
- -2
netral terjadi keseimbangan antara ion H2PO4 dan HPO4 , dan pada kondisi pH
-2
basa (pH = 10) didominasi oleh HPO4 , serta pada pH > 10 yang dominan adalah
3
ion PO4 . Sebaliknya ion orthofosfat dapat berubah menjadi senyawa anorganik

yang sukar larut berupa kalsium fospat, besi fospat dan aluminium fosfat.Hal ini

terjadi bila pupuk fosfat yang diberikan dan orthofosfat di lumpur dasar tambak

bereaksi dengan ion logam-logam tersebut.

Fosfat terlarut biasanya dihasilkan oleh masuknya bahan organik melalui

darat atau juga pengikisan fosfor oleh aliran air, dan dekomposisi organisme yang

sudah mati (Hutagalung dan Rozak, 1997). Kandungan fosfat 0,01 mg/l 0,16

mg/l, merupakan batas yang layak untuk normalitas kehidupan organisme

budidaya (Winanto, 2004). Konsentrasi fospor dalam air adalah agak rendah,

konsentrasi fospor terlarut biasanya tidak lebih dari 0,03 1,20 mg/l dan jika

17
melampui 1,20 mg/l air dalam kondisi yang eutrofik. Meskipun fospor dalam air

rendah konsentrasinya tetapi dari segi biologi sangat penting sehingga fospor

dikenal sebagai unsur yang membatasi produkstifitas ekosistem perairan (Limiting

factor).(Boyd, 1990).

Fosfat merupakan salah satu makronutrien bagi alga di perairan.Dalam

ekosistem perairan, fosfor berbentuk organik dan anorganik.Senyawa fosfat

mempunyai siklus terputus karena sifatnya yang reaktif, yaitu mudah terikat

sedimen tetapi sulit untuk melarut kembali ke perairan. Ketepatan konsentrasi

ortofosfat dalam air akan menstabilkan pertumbuhan fitoplankton (Goldman dan

Horne, 1983). Beberapa faktor yang bertanggungjawab terhadap siklus fosfat

meliputi pelarutan; asimilasi makrofita, alga planktonik dan bentik, bakteri dan

fungi; serta adsorpsi deposit tanah dasar (Yamada, 1983).Ortofosfat (PO43-)

merupakan fraksi fosfat yang dapat langsung diserap oleh fitoplankton dalam

fotosintesis.Pada umumnya fosfat ditemukan di perairan alami dalam konsentrasi

yang kecil.Konsentrasi fosfat sebesar 1 mg/l sudah cukup optimal bagi

pertumbuhan fitoplankton (Goldman dan Horne, 1983).Sehubungan dengan hal

tersebut, Wetzel (1975) mengelompokkan perairan berdasarkan kandungan

ortofosfatnya, yaitu perairan dengan kandungan ortofosfat 0,003-0,01mg/l

termasuk perairan oligotrofik, 0,011-0,03 mg/l termasuk perairan mesotrofik,serta

0,031-0,1 mg/l tergolong perairan eutrofik.

Diversitas& Densitas Plankton

Plankton merupakan organisme pelagis yang mengapung atau bergerak

mengikuti arus.Plankton terdiri dari dua tipe yaitu fitoplankton dan zooplankton

18
keduanya mempunyai peran penting dalam ekosistem di perairan. Fitoplankton

menduduki peringkat top tropik level, sehingga kedudukannya sangat penting

karena sebagai sumber pakan tingkat pertama (Nybakken, 1992). Produktifitas

fitoplankton dipengaruhi oleh ketersediaan nitrogen dan fospor serta makrophit.

Fitoplankton hanya bisa hidup di tempat yang mempunyai sinar yang

cukup, hal ini berkaitan dengan proses fotosintesa, sehingga fitoplankton lebih

banyak dijumpai pada daerah permukaan perairan, atau daerah-daerah yang kaya

akan nutrien. (Hutabarat dan Evans, 1995). Fitoplankton sebagai pakan alami

mempunyai peran ganda yaitu berfungsi sebagai penyangga kualitas air dan dasar

dalam mata rantai makanan di perairan atau yang disebut sebagai produsen primer

(Odum, 1979). Keberadaan plankton baik jenis maupun jumlah terjadi karena

pengaruh faktor-faktor berupa musim, nutrien, jumlah konsentrasi cahaya dan

temperatur.Perubahan-perubahan kandungan mineral, salinitas, aktivitas di darat

juga dapat merubah komposisi fitoplankton di perairan (Viyard, 1979). Indeks

keanekaragaman (Diversitas) fitoplankton yang kurang dari 1 menunjukkan

perairan tersebut berada dalam kondisi komunitas fitoplankton yang tidak stabil

akibat ketidakstabilan kondisi lingkungan perairan, bisa juga kondisi lingkungan

perairan kurang subur. Indeks keanekaragaman yang paling baik adalah > 1 (Stirn,

1981).

Pengetahuan tentang jenis-jenis fitoplankton sangat penting di dalam

pengelolaan kualitas air.Kelompok fitoplankton yang sering mendominasi

perairan darat atau kolam budidaya adalah kelompok Chlorophyta (alga hijau),

Chrysophyta (diatom dan alga emas-coklat), Cyanophyta (alga biru-hijau), serta

Pyrrophyta (dinoflagellata) (Goldman dan Horne 1983; Lin 1983).Perubahan atau

19
pergeseran dominasi antar keempat kelompok fitoplankton tersebut mengikuti

variasi perbandingan senyawa N dan P (N/P ratio) (Lin 1983).Kelompok

fitoplankton Cyanophyta dan Pyrrophyta mempunyai persamaan, yaitu dapat

berkembang cepat dalam kondisi konsentrasi nutrien yang rendah serta

kemampuan mengapung atau bergerak ke permukaan atau lapisan air bagian atas.

Kelompok Cyanophyta bergerak ke permukaan air dengan membentuk gelembung

gas di dalam selnya, sedangkan Pyrrophyta dapat bergerak aktif ke permukaan

pada siang hari dan ke bagian bawah pada malam hari (fototaksis positif)

(Goldman dan Horne 1983).

2.6 Pengelolaan Kualitas Air

Budidaya udang vaname yang sehat dengan produktivitas yang tinggi

sangat dipengaruhi oleh parameter kualitas air.

Budidaya semi intensif dan intensif dapat dibedakan dari segi

ekologinya.Siklus bloming Cyanophyta, Chlorophyta, dan Diatomae merupakan

karakteristik ekologi tambak semi-intensif.Alga tersebut merupakan dasar dari

jaring makanan di dalam tambak yang meliputi alga, zooplankton, dan udang.Alga

berfungsi untuk menyerap karbondioksida dan amonium serta menghasilkan

oksigen.Untuk itu diperlukan pengelolaan kepadatan alga yang terkait dengan

jaring makanan serta pengaturan konsentrasi oksigen minimum untuk udang yang

dicapai dengan keseimbangan pergantian air dan pemberian pakan hingga panen

(Schuur 2003).

Ekologi tambak intensif ditandai oleh produktivitas bakteri heterotrofik

yang berkombinasi dengan proses autotrofik. Sisa pakan dan ekskresi udang

dicerna bakteri sebagai bentuk dasar dari jaring makanan di tambak.Udang dan

20
organisme didalam jaring makanan pada kepadatan tinggi memerlukan aerasi

mekanik dalam rangka meningkatkan kecukupan oksigen untuk mengimbangi

respirasi bakteri dan menjaga keseimbangan aerobik dalam sistem.Walaupun

aplikasi aerasi mekanik bergantung pada kebutuhan respirasi udang, kapasitas

aerasi yang diperlukan pada tambak intensif diperkirakan secara kasar sekitar 5-20

kW/ha (Schuur, 2003) atau 1 kW untuk setiap 500 kg produksi udang (Boyd,

1998).

Manipulasi lingkungan untuk mendapatkan produksi lebih besar

memerlukan suatu pemahaman fisik dasar serta proses kimia dan biologi (Boyd

1982). Untuk memahami proses kimia, informasi nutrien terutama nitrogen dan

fosfor sangat penting. Penetapan anggaran nutrien didalam kolam merupakan

langkah dasar bagi studi kuantitatif dari efisiensi pemanfaatan pakan, kesuburan

kolam, kualitas air serta proses di dalam sedimen (Avnimelech dan Lacher, 1979).

Dalam budidaya udang tradisional, air kolam yang memburuk sering diganti

dengan air dari luar untuk memelihara kualitas air yang ideal bagi pertumbuhan

udang.Nutrien dalam air tambak dapat menyebabkan eutrofikasi perairan pantai

yang berdampak pada lingkungan sekelilingnya (Hopkins et al., 1995. Jika sisa

nitrogen (amoniak dan nitrit) yang diproduksi didalam sistem budidaya melebihi

kapasitas asimilasi perairan, maka kualitas air akan menurun yang selanjutnya

mendorong kearah terjadinya lingkungan yang beracun untuk udang (Thakur dan

Lin, 2003).

Permasalahan yang berkaitan dengan akumulasi sisa pakan dan feses dapat

bersifat akut pada kolam statis dengan sedikit pergantian air (flushing).Terjadinya

gelembung-gelembung gas metan atau bau busuk dari hidrogen sulfida merupakan

21
indikator bahwa perubahan kimia terjadi secara anoksik sehingga dapat dilakukan

tindakan remedial yang perlu (Goddard, 1996).Periode deplesi oksigen lebih

umum terjadi di dalam kolam budidaya dibandingkan dengan di tangki, kolam air

deras atau karamba. Fluktuasi oksigen terlarut disebabkan oleh laju pergantian air

yang rendah, fotosintesis, dan respirasi biomassa di dalam kolam atau kondisi

ekstrem, misalnya blooming fitoplankton. Deplesi oksigen dapat diatasi dengan

pergantian air, penggunaan aerator, atau pemberian oksigen cair murni (Boyd dan

Watten, 1989 dan Colt dan Orwicz, 1991 dalam Goddard, 1996).Penanganan dini

atau antisipasi permasalahan merupakan elemen kritis dalam menyikapi kondisi

yang berbahaya.Pemantauan konsentrasi oksigen terlarut yang dikombinasikan

dengan observasi tingkah laku udang merupakan kegiatan yang penting untuk

dilakukan dalam budidaya udang (Goddard 1996).

Penurunan alkalinitas dan pH dapat dicegah dengan penambahan kalsium

karbonat, hydrated limes dan sodium bikarbonat. Peningkatan pelarutan CaCO

oleh karbon dioksida (recarbonation) dapat meningkatkan tekanan untuk

meningkatkan laju transfer massa ke bentuk terlarut. Alkalinitas akan bertambah

melalui terbentuknya kalsium bikarbonat (Ca(HCO3)2) yang terlarut dalam air

sebagai akibat penambahan secara langsung CaCO3 padat dan karbon dioksida

yang dihasilkan dari respirasi organisme (Whangchai et al., 2004).

Ketersediaan karbon dioksida (CO2) merupakan faktor penting bagi

aktifitas fotosintesis.Pengapuran merupakan salah satu bentuk pengelolaan

lingkungan tambak. Pengapuran dilakukan untuk menekan pelepasan ion H+

melalui reaksi antara H2CO3 dengan kapur (CaCO) yang menghasilkan kalsium

bikarbonat (Ca(HCO3)2) yang larut dalam air. Pada siang hari, kalsium bikarbonat

22
berfungsi sebagai sumber CO2 bagi fotosintesis sehingga pH tidak akan

meningkat terlalu tinggi. Sistem buffer perairan tambak yang terbentuk selama 90

hari pemeliharaan telah mampu menekan fluktuasi pH harian.Aplikasi pengapuran

selama pemeliharaan telah mampu menjaga kisaran pH perairan dalam batas

toleransi udang (Budiardi 1998).Pengendalian pertumbuhan fitoplankton

merupakan salah satu faktor pengelolaan kualitas air yang penting. Menurut

(Chien 1992) untuk mengendalikan pertumbuhan fitoplankton yang sehat

sehingga ekosistem tambak menjadi stabil melalui mekanisme: 1) menekan

fluktuasi kualitas air, 2) menambah oksigen terlarut, 3) mengurangi konsentrasi

senyawa racun (CO2, NH3, NO2- dan H2S), 4) meningkatkan turbiditas air

sehingga dapat menghambat pertumbuhan alga berfilamen, mengurangi

kanibalisme pada udang, dan menstabilkan suhu air, 5) kompetisi terhadap

ketersediaan nutrien dengan mikroba dan bakteri patogen dan 6) meningkatkan

pakan alami bagi udang.

23
III METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Laporan Tugas Akhir ini berdasarkan hasil PKPM pada bulan Februari sampai

bulan Mei 2014 di Unit Tambak Beton PT. Surya Windu Kartika Banyuwangi,

Jawa Timur.

3.2 Alat dan Bahan

Tabel 1 Alat yang dipakai selama proses pengelolaan air budidaya udang vaname

No Alat Spesifikasi Kegunaan


1 Bak kerucut 200 l Wadah kultur probiotik
Sebagai tempat pakan, pupuk
.2 Baskom 50 l
dan pengapuran
3 Tong air 200 l Wadah kultur probiotik

Alat untuk mengukur oksigen


4 DO Meter 1 buah
terlarut dan suhu

5 Gayung 1l Alat untuk mengambil pakan


Hand
6 1 buah Alat untuk mengukur salinitas
Refraktometer
7 Kincir 22 unit Untuk penyuplai oksigen
Sebagai alat pemompa air dari
8 Mesin mobil 1 unit
laut ke tandon
Alat untuk melihat kandungan
9 Mikroskop 1 buah
plankton dalam air
.10 pH universal 1 buah Alat untuk mengukur pH air

Sebagai alat pemompa air dari


11 Pompa celup 10 inchi
tandon ke wadah budidaya
Untuk mempermudah pemberian
12 Rakit 1 unit treatmen
Alat untuk mengukur kecerahan
13 Sacchi Disk 1 buah
air
14 Tambak 3230 m2 Sebagai wadah budidaya

24
Lanjutan Tabel

No Alat Spesifikasi Kegunaan


Alat untuk mengukur kandungan
15 Teskit 1 buah
kimia air
Timbangan Digunakan untuk menimbang
16 200 kg
sentisimal pakan, kapur, kaporit dan pupuk
17 Tong air 1000 l Penampungan hasil kultur

Tabel 2.Bahan yang digunakan selama proses pengelolaan air budidaya udang
vaname

No Bahan Spesifik Kegunaan


1 Air laut Jernih Sebagai media budidaya
Jernih dan Untuk membersihkan alat-alat
2 Ait tawar
bersih yang telah digunakan
Sebagai bahan untuk
3 Alkohol Cair
menstrilkan peralatan
4 Bakteri siap (Protech) Bubuk Memperbaiki kualitas perairan
Bibit bakteri Bacillus
5 Cair Untuk mengurai bahan organik
sp
Penyedia unsur Ca yang
6 CaCl2 Butiran
langsung larut dalam air

7 Detox Cair Pembunuh bakteri gram negative

8 Gula Tebu Cair Penyedia unsur Carbon

9 H2 O2 Cair Penetral kandungan klor


Untuk membunuh organisme air
10 Kaporit Bubuk
dalamtandon
Penekan pertumbuhan bakteri
12 Bacillus spp Cair
vibrio
Penyedia unsur percepatan
13 Na2CO4 Bubuk
molting

Natrium Silikat Penyedia unsur Si untuk


14 Cair
(NaSiO3) fitoplankton sub kelas Diatom

25
Lanjutan Tabel

No Bahan Spesifikasi Kegunaan


Berfungsi untuk menguraikan
`15 Probiotik Cair
bahan organic
Pupuk ZA Penyedia unsur Calsium dan
16 Butiran
(Ammonium Sulfat) Posfat

Pupuk Urea
17 Butiran Penyedia unsur Nitrogen
(CO(NH2)2)
Untuk mengurai bahan
18 Thiobacillus Cair
anorganik
19 Udang vaname PL 10 Organisme yang dibudidayakan

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1. Data Primer

Data primer didapatkan dan disusun berdasarkan hasil kegiatan praktik

selama pelaksanaan PKPM di PT. Surya Windu Kartika Banyuwangi, Jawa

Timur.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dan disusun berdasarkan berbagai masukan dari

pihak, seperti Pembimbingan Lapangan, dosen pembimbing serta berbagai

literatur pendukung yang berkaitan dengan tugas akhir ini melalui penelusuran

pustaka.

26
3.4 Metode Pelaksanaan

3.4.1. Persiapan tambak

Persiapan Air Tandon

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Dilakukan pemasangan pompa berupa mesin 8 silinder dengan alkon 8 inci

sebanyak 3 buah pada ruang pompa

c. Dilakukan pemasangan paralon pada pompa kemudian paralon

dibentangkan ke laut.

d. Dilakukan penyambungan kabel pompa ke instalasi listrik, dan siap

dilakukan pemompaan air ke tendon melalui saluran air dan diberikan

strimin 30 mm.

Pemberantasan Hama

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Kaporit ditimbang sebanyak 30 ppm dan dimasukkan dalam ember atau

dengan menggunakan tricolor sebanyak 20 ppm

c. Kaporit/triclor ditebar secara merata pada petak tandon

Pengisian Air pada Media Budidaya

a. Pompa celup disambungkan dengan paralon yang ada dalam tandon

b. Ujung pipa pemasukakan diberi saringan kasa

c. Kabel pompa disambugkan ke instalasi listrik dan air tandon siap dialirkan

ke wadah budidaya

Pemasangan Kincir

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Pemberat ditempatkan pada posisi yang telah ditentukan

27
c. Kincir ditempatkan di atas pemberat dan diikat menggunakan tali

d. Kabel kincir disambungkan keinstalasi listrik dengan menggunakan obeng

dan tang

e. Kincir siap dioperasikan

Pemberantasan hama pada media budidaya

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Bestacin diambil sebanyak 2-3 ppm dan dimasukkan dalam baskom

c. Dilakukan pencampuran bestacin dengan air media dan diaduk rata

d. Dilakukan penebaran secara merata pada media budidaya

Kultur probiotik (bakteri bacillus sp)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Blong dicuci menggunakan air tawar yang bersih

c. Bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu

b. Kemudian blong diisi dengan air tawar sebanyak 150 liter

c. Pakan 1 kg, tepung terigu 1 kg, susu skim 1 kg, pupuk ZA 100 gr

d. Kemudian dicampurkan dengan bacillus sp 100 gr dan diinkubasi 24 jam

e. Setelah diinkubasi bakteri bacillus sp ditebar secara merata pada media

budidaya.

Penebaran probiotik Thiobacillus

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Ton air dicuci bersih dengan menggunakan air tawar

c. Kemudian ton di isi dengan air tawar sebayaklalu

d. Ditambahkan nutrien 2 kg dan molase 2 liter

e. Kemudian bakteri thiobacillus dimasukkan sebanyak 2 liter lalu diaduk rata

28
f. Kemudian di aerasi selama 24 jam dan bakteri sudah siap ditebar ke media

budidaya.

3.4.2. Pengukuran Parameter Kualitas Air Media Budidaya

Pengukuran DO (Disolved Oksigen)

a. DO meter disiapkan

b. Probe dimasukkan ke media budidaya

c. Tombol power ditekan untuk menghidupkan DO meter

d. Nilai DO adalah disaat nilai DO pada layar stabil (berhenti) dan dicatat

e. Tombol power ditekan untuk menghentikan operasional alat

f. Probe dicuci dengan akuades dan dikeringkan dengan menggunakan

tissue.

Pengukuran Suhu

a. DO meter disiapkan

b. Probe dimasukkan ke media budidaya

c. Tombol power ditekan untuk menghidupkan DO meter

d. Nilai suhu adalah disaat nilai suhu pada layar stabil (berhenti) dan dicatat

e. Tombol power ditekan untuk menghentikan operasional alat

f. Probe dicuci dengan akuades dan dikeringkan dengan menggunakan

tissue.

Pengukuran pH

a. pH pen disiapkan

b. Ujung pH pen dimasukkan ke dalam media budidaya

c. Tombol power pH pen ditekan untuk mengaktifkan pH meter

d. Nilai pH adalah ketika nilai pH pada layar stabil atau berhenti

29
e. Tombol power ditekan untuk menghentikan oprasional alat

f. Ujung pH pen dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue

Pengukuran Salinitas

a. Handrefrakto-meter disiapkan

b. Kaca prisma handrefraktometer ditetesi akuades dan diterawang, jika nilai

menunjukkan angka 0 lanjutkan ke langkah berikutnya. Apabila tidak

maka handrefraktometer dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan

obeng kecil pada kotak alat

c. Air sampel diambil dan diteteskan pada kaca prisma

d. Handrefraktometer diterawang untuk melihat nilai sanilitas dan hasilnya

dicatat

e. Kaca prisma dibilas dengan menggunakan akuades dan dikeringkan

dengan menggunakan tissu.

Pengukuran Nitrat (NO3)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Tabung reaksi disimpan di atas talang

c. Sampel air dimasukkan sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi yang di atas

talang

d. Ditambahkan 2X NO3 -1 kemudian dihomogenkan selama 1 menit

e. Hasilnya dibaca dan dicatat

Pengukuran Nitrit (NO2)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Tabung reaksi disimpan diatas talang

30
c. Sampel air dimasukkan sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi yang di atas

talang

b. Ditambahkan 1X NO2 -1 kemudian dihomogenkan selama 5 menit

c. Hasilnya dibaca dan dicatat

Pengukuran fospat (PO4)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Tabung reaksi disimpan di atas talang

b. Sampel air dimasukkan sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi yang di atas

talang

c. Ditambahkan 5X PO4 -1 kemudian ditambahkan 1X PO4 -2

d. dihomongenkan dan didiamkan selama 2 menit

e. Hasilnya dibaca dan dicatat

Pengukuran Amonium (NH4+)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Tabung reaksi disimpan di atas talang

Sampel air dimasukkan sebanyak 5 ml kedalam tabung reaksi yang di atas

talang

c. Ditambahkan 3X NH4 -1 kemudian ditambahkan 3X NH4 -2 dan 3XNH4 -

d. Dihomongenkan dan didiamkan selama 2 menit

e. Hasilnya dibaca dan dicatat

Pengukuran Total Organik Meter (TOM)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Sampel air diambil sebanyak 25 ml dan akuades 25 ml

31
c. Kemudian ditambahkan KMNO4 10 ml

d. Ditamhakan juga H2SO4 5 ml

e. Kemudian dimasak hingga mendidi

f. Sampel yang sudah dimasak didiamkan sampai hangat dan ditambahkan

H2C2O4 sampai bening

g. Kemudian dititrasi dengan KMNO4

h. hasil titrasi dihitung dan dicatat

Pengukuran Alkalinitas

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Sampel air diambil sebanyak 50 ml menggunakan gelas ukur dan

dimasukkan kedalan erlemeyer

c. Kemudian ditambahkan 2 tetes indikator PP

d. Di titrasi dengan H2SO4 0,02 N

b. Ditambahkan 2 tetes indikator MO

c. Kemudian dititrasai kembali dengan H2SO4 0,02 N

d. Hasil titrasi dicatat

Pengukuran Plankton

a. Alat dan bahan disiapkan dan disterilkan dengan menggunakan alkohol

b. Sampel air diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet tetes dan

dimasukkan ke dalam Haemacytometer dan sandwich-rafter lalu ditutup

dengan cover glass

c. Diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x

d. Plankton diamati dan dihitung dengan menggunakan counter berdasarkan

jenis plankton yang terlihat, lalu hasilnya dicatat.

32
Pengukuran Kecerahan

a. Sacchidisk disiapkan

b. Sacchidisk dimasukkan ke dalam media budidaya secara berlahan-lahan

c. Jika piringan seichidisk tidak terlihat maka nilai kecerahan dapat dilihat

dari ukuran yang terdapat pada seichidisk dan dicata

Pengukuran Plankton

a. Alat dan bahan disiapkan dan disterilkan dengan menggunakan alkohol

b. Sampel air diambil sebanyak 1 ml menggunakan pipet tetes dan

dimasukkan ke dalam Haemacytometer dan sandwich-rafter lalu ditutup

dengan cover glass

c. Diamati di bawah microskop dengan pembesaran 100 x

d. Plankton diamati dan dihitung dengan menggunakan counter berdasarkan

jenis plankton yang terlihat, lalu hasilnya dicatat.

Pengukuran Bakteri Bacillus

a. Alat dan bahan disiapkan lalu disterilkan dengan alkohol

b. Air sampel diambil sebanyak 1 ml dengan mengunakan pipet dan di

masukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi trisalt 9 ml

c. Sampel diambil sebanyak 0,1 ml dan di masukkan ke dalam media TCBS

lalu diratakan dengan menggunakan hotkey stick steril

d. Ujung media dibungkus dengan farafilm dan diinkubasi dalam posisi

terbalik pada suhu kamar dalam waktu ± 24 jam

e. Koloni bakteri dihitung dan dicatat.

Pengukuran Bakteri Vibrio

a. Alat dan bahan disiapkan lalu disterilkan dengan alkohol

33
b. Air sampel diambil sebanyak 1 ml dengan mengunakan pipet dan

dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi trisalt 9 ml

c. Sampel dihomogenkan menggunakan sentrifuge, apabila sampel masih

diperkirakan padat dilakukan pengenceran

d. Sampel diambil sebanyak 0,1 ml dan dimasukkan kedalam cawang petri

yang berisi NA ( nutrien agar) lalu diratakan dengan menggunakan

hotkey stick steril

e. Ujung media dibungkus dengan farafilm dan diinkubasi dalam posisi

terbalik pada suhu kamar dalam waktu ± 24 jam

f. Koloni vibrio dihitung dan dicatat.

3.4.3 Penanganan Kualitas Air

Pemupukan (ZA dan Urea)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Pupuk ditimbang sebanyak 0,5-1 ppm dan dimasukkan ke dalam ember

c. Pupuk diencerkan dengan menggunakan air media budidaya

d. Pupuk ditebar secara merata pada wadah budidaya

Pengapuran (CaCO3)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Kapur di masukkan ke dalam ember lalu ditimbang sebanyak 10-20 ppm

c. Kapur ditebar secara merata pada wadah budidaya

Aplikasi Silikat (NaSiO3)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Cairan NaSiO2 di masukkan ke dalam ember lalu ditimbang sebanyak 1-2

ppm

34
c. Cairan NaSiO2 di encerkan dan diaduk dengan air media kemudian di

tebar secara merata pada wadah media budidaya.

Aplikasi Gula Tebu (Molase)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Cairan Gula tebu di masukkan ke dalam ember lalu ditimbang sebanyak 1-

2 ppm

c. Cairan Gula Tebu di encerkan dan diaduk dengan air media kemudian di

tebar secara merata pada wadah media budidaya.

Aplikasi Detox

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Cairan Detox di masukkan ke dalam ember lalu ditimbang sebanyak 1

ppm

c. Cairan Detox di encerkan dengan air media kemudian di tebar secara

merata pada wadah media budidaya.

Aplikasi Azomite (Na2CO4)

a. Alat dan bahan disiapkan

b.Na2CO4 di masukkan ke dalam ember lalu ditimbang sebanyak 1 ppm

c. Na2CO4di tebar secara merata pada wadah media budidaya.

Aplikasi Hidrogen Peroksida (H2O2)

a. Alat dan bahan disiapkan

b. Cairan H2O2 di masukkan ke dalam ember lalu ditimbang sebanyak 1 ppm

c. Cairan H2O2 di encerkan dengan air media kemudian di tebar secara

merata pada wadah media budidaya.

Penyiponan

35
a. Alat disiapkan.

b. Selang yang telah dipasangi blok didorong masuk ke dalam pipa sentral

drain sampai tertahan.

c. Dilakukan penyiponan pada tempat yang terdapat endapan lumpur,

sampah organic, kulit udang, dan udang yang mati.

Penebaran probiotik Bacillus, spp

a. Alat dan bahan disiapkan.

b. Bakteri Bacillus, spp yang telah dikultur kemudian ditebar secara merata

pada wadah budidaya.

36

Anda mungkin juga menyukai