Anda di halaman 1dari 39

PENERAPAN SANITASI DAN HIGIENE PADA PROSES

PEMBEKUAN UDANG WINDU (Penaeus monodon)


PEALED DEVINE TAIL ON (PDTO) JENIS SHUTTER
PACK

TUGAS AKHIR

OLEH

HASPIKA
1422030457

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
2017
RINGKASAN
HASPIKA 1422030457, Penerapan Sanitasi Dan Higiene Pada Proses Pembekuan
Udang Windu (Penaeus Monodon) Pealed Devine Tail On (Pdto) jenis Shutter
Pack, dibawah bimbinganArham Rusli sebagai pembimbing I danRahmawati
Salehsebagai pembimbing II.
Udang merupakan bahan pangan yang mudah busuk (parishable food). Upaya
untuk menghambat kerusakan udang perlu dilakukan dengan tepat. Salah satu cara
untuk mencegah kemunduran mutu udang adalah dengan penerapan sanitasi dan
higiene. Penerapan sanitasi diterapkan sebagai usaha untuk mencegah adanya
kontaminasi pada produk yang diproduksi dengan cara menghilangkan atau
mengendalikan faktor-faktor yang berperan dalam memindahkan bahaya dari
penerimaan bahan baku hingga produk akhir didistribusikan. Penerapan sanitasi
dan higiene yang baik akan menghasilkan produk yangsehat dan aman, karena
bebas dari kontaminan.Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk
menganalisis proses produksi dan penerapan sanitasi dan higiene pada pembekuan
udang windupealed devine tail on (PDTO).
Penulisan tugas akhir ini berdasarkan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa
(PKPM) yang dilaksanakan pada bulan Jaunuari- Maret 2017 di PT. Bogatama
Marinusa Makassar, pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung
dan studi pustaka.
Proses pembekuan udang PDTO shutter pack yaitu, mulai dari penerimaan
bahan baku, pencucian awal (Prewashing), sortir I, penimbangan 1, pencucian 1,
pencucian II, sortasi II, pencucian III, sortasi III, VAP (vallued added product)
yaitu pengupasan kulit dan pembuangan usus, penimbangan II., pencucian IV,
penyusunan udang dalam pan, pembekuan, penimbangan III, metal detector,
pengemasan, cold storage, dan stuffing.
Sanitasi dan higiene memegang peranan penting pada proses pembekuan
udang, karena berpengaruh pada produk yang dihasilkan. Penerapan sanitasi dan
higiene meliputi, sanitasi pekerja, sanitasi dan higiene bahan baku, sanitasi dan
higiene bahan pembantu, sanitasi dan higiene peralatan produksi, sanitasi dan
higiene ruang produksi.

Kata Kunci : Sanitasi, higiene, pembekuan, udang windu, PDTO


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyeselesaikan penulisan tugas
akhir ini dengan judul “Penerapan Sanitasi Dan Higienen pada Pengolahan Udang
windu (panaeus monodon) Peeled Devine Tail on jenis Shutter Pack”. Salawat
serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad
SAW, serta para keluarga dan sahabatnaya yang telah membawa kita dari alam
kegelapan, menuju alam yang terang menderang seperti yang kita rasakan pada saat
sekarang ini. Tugas akhir ini di susun sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan studi di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kedua orang tua serta segenap
keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan moril maupun material. Penulis
juga mengucapkan kepada Bapak Dr. Arham Rusli,S.PI.M.Si sebagai pembimbing
I dan Ibu Rahmawati Saleh,S.Si,M.Si sebagai pembimbing II yang telah
meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing dalam penyusunan
laporan tugas akhir ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Ir.H,Darmawan,MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Neger


Pangkep.
2. Ibu Ir. Nurlaeli Fattah,M.Si selaku Ketua Jurusan Teknolgi Pengolahan Hasil
Perikanan.
3. Bapak Arisal selaku pembimbing lapangan Pengalaman Kerja
Praktek Mahasiswa (PKPM).
4. Seluruh Staf Dosen dan Teknisi Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
5. Pimpinan beserta Staf dan Karyawan Perusahaan Bogatama Marinusa.
6. Teman-teman yang membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis juga menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri serta menjadi sumber
informasi bagi pembaca. Amin yaa rabbal alamin

Pangkep, 27 Agustus2017

Penulis
DAFTAR ISI

TEKS HALAMAN

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI .................................................. ii

RINGKASAN.............................................................................................. iv

KATA PENGANTAR................................................................................. v

DAFTAR ISI .............................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR................................................................................. ix

DAFTAR TABEL............................................................................. ........ x

BAB I :PENDAHULUAN........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................. 1


1.2 Tujuan dan Kegunaan.................................................................. 2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3

2.1 Klasifikasi Udang Windu............................................................ 4


2.2 Komposisi Kimia Dan Nilai Gizi Daging Udang Windu............. 5
2.3 .Pengawasan Mutu Produk........................................................... 6
2.4 Persyaratan Mutu Udang .................................................. ........... 7
2.5 Kemunduran Mutu Udang................................................ ........... 10
2.6 Pembekuan Udang ........................................................... ........... 12
2.7 Produk Pembekuan Udang ............................................... ........... 16
2.8 SSOP (Standar Sanitation Operational Procedur....................... 17
2.9 GMP (Good Manufacturing Practice)......................................... 25
2.10 SMKP (Sistem Manajemen Keamanan Pangan)....................... 26
BAB III : METODOLOGI.......................................................................... 27

3.1 Waktu dan Tempat..................................................................... 27


3.2 Metode Pengumpulan Data........................................................ 27
3.3 Analisa Data............................................................................... 27
3.4 Alat dan Bahan Pengambilan Dat.............................................. 28
3.5 Teknik Pengambilan Data.......................................................... 28

BAB IV : HASIL DAN PEMBEHASAN................................................... 10

1.1 Proses Pengolahan Udang PDTO Shutter Pack.......................... 29


1.2 Penerapan Sanitasi dan Higienen................................................ 48

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 38

5.1.Kesimpulan.................................................................................. 58
5.2 Saran ............................................................................................ 58

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 59

LAMPIRAN................................................................................................ 54

DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................... 58


DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1. Udang Windu ....................................................................................... 4

2. Penerimaan Bahan Baku ...................................................................... 30

3. Pre-washing.......................................................................................... 31

4. Penyortiran I dan Penimbangan Ukuran .............................................. 32

5. Cara Pemotongan Kepala ..................................................................... 34

6. Produk Semi-IQF(Semi individual quick freezer) ................................ 32

7. Pengemasa Produk .............................................................................. 45

8. Penyimpanan di Cold Room................................................................. 46

9. Pengiriman Produk............................................................................... 47

10. Pakaian Kerja ....................................................................................... 49

11. Tempat pencucian Tangan ............................................................. .... 50

12. Pembersihan Lantai ......................................................................... ..... 55

13. Pembersihan Dinding Tempat Proses Produksi .............................. ...... 56


DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Daging Udang Windu ..................... 6

2. Persyaratan Mutu Udang Segar ............................................................. 8

3. Persyaratan Mutu Udang Beku ............................................................. 32

4. Standar Penerimaan Udang Segar Yang Belum Diproses .................... 23

5. Jumlah Standar Ukuran udang Per 454 Gram ....................................... 36

6. Standar Warna Produk Udang Windu ............................................. .......37

7. Standar Timbangan Produk 320 garam sebelu freezing........................ 39

8. Standar susunan udang ......................................................................... 41

9. Standar Timbangan Produk Setelah Dibekukan .............................. ..... 43

10. Standar Penggunaan chlorine........................................................... ..... 54


BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Udang merupakan salah satu produk hasil perikanan yang menjadi primadona

ekspor Indonesia pada saat ini. Namun udang termasuk bahan pangan yang mudah

rusak (parishable food), dan merupakan produk yang relatif beresiko terhadap

keamanan pangan (food safety). Salah satu kegiatan pengolahan udang yaitu

pembekuan. Pada proses pembekuan perlu penerapan suatu sistem pengawasan

dalam setiap tahapan proses produksi, agar dihasilkan produk udang beku yang

aman dan sehat untuk dikonsumsi tanpa mengurangi nilai gizi udang dan memenuhi

standar mutu ekspor.

Pada proses pembekuan udang, kegiatan sanitasi dan higiene memegang

peranan penting, karena berpengaruh pada produk yang dihasilkan. Untuk

mengahsilkan produk udang beku yang berkualitas dan sesuai dengan standar mutu

ekspor diperlukan penerapan sanitasi dan higiene.

Sanitasi dan higiene dalam industri perikanan dapat diartikan sebagai upaya

pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembang jasad renik pembusuk

dan pathogen dalam hasil perikanan, peralatan dan bangunan, yang dapat merusak

hasil perikanan dan membahayakan manusia (Kep. Menteri Pertanian No.

41/Kpts/lk.210/2/98)

Hal-hal yang sangat diperhatikan pada penerapan sanitasi dan higiene pada

proses pembekuan udang secara umum antara lain, penyediaan air bersih/air

minum, menjaga kebersihan dan kesehatan karyawan atau pekerja karena sangat

berpengaruh terhadap produk akhir, bahan baku juga memegang peranan penting
dalam pengolahan hasil perikanan oleh sebab itu persyaratan bahan baku tidak

berasal dari perairan tercemar bebas dari bau yang menandakan pembusukan, bahan

pembantu sangat menentukan terhadap nilai udang beku, peralatan produksi

merupakan salah satu sumber kontaminasi dalam pengolahan udang beku yang

berasal dari penggunaan wadah, dan ruang produksi diterapkan dengan

membersihkan ruangan sebelum dan setelah proses produksi.

PT. Bogatama Marinusa adalah salah satu perusahaan pengolahan udang beku

yang sangat memperhatikan keamanan dan mutu produk. Berbagai upaya yang

dilakukan seperti menjaga kebersihan karyawan dengan menggunakan pakaian

kerja, masker, penutup kepala, sepatu boot, pemeriksaan kuku, pencucian tangan

dengan sabun. Demi menjaga keamanan dan privasi perusahaan PT. Bogatama

Marinusa sama sekali tidak memberikan toleransi untuk mengambil gambar

diruangan produksi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Tugas akhir ini “menganalisis proses

produksi dan penerapan sanitasi dan higiene pada proses pembekuan udang windu

pealed devine tail on jenis shutter pack”.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan tugas akhir ini adalah untuk menganalisis proses produksi dan

penerapan sanitasi dan higiene pada proses pembekuan udang windu pealed devine

tail on jenis shutter pack”.

Kegunaan tugas akhir ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan penulis dalam suatu mekanisme kegiatan penerapan

sanitasi dan higiene pada proses pembekuan udang


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Udang Windu

Menurut Suwignyo (1994), udang windu dapat dikalsifikasikan sebagai

berikut:

Phylum : Arthropoda

Sub Phylum : Mandibula

Class : Crustaceae

Sub class : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Natantia

Famili : Penaidae

Genus : Penaeus

Species : Penaeus monodon

Gambar 1. Udang windu

Ditinjau dari morfologinya, tubuh udang windu terdiri dari dua bagian, yaitu

bagian depan dan bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala, yang

sebenarnya terdiri dari 2 bagian yaitu kepala dan dada yang menyatu. Oleh karena

itu dinamakan kepala-dada ( cepholothorax ). Bagian perut ( abdomen ) terdapat

ekor dibagian belakangnya.


Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas

(segmen ). Kepala dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri ruas dan dada

terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas. Sedangkan

bagian perut terdiri dari 6 ruas. Tiap ruas badan mempunyai sepasang anggota

badan yang beruas-beruas pula ( Mujiman, 2006).

Udang windu bersifat kanibal, yang menjadi sasaran utama adalah udang

yang sedang mengalami pergantiang kulit. Kulit udang windu tidak elastis dan

selalu berganti kulit selama pertumbuhan. Semakin cepat udang berganti kulit maka

pertumbuhan semakin cepat. Dalam habitatnya, udang windu dapat mencapai

ukuran panjang 35 cm (Murtidjo, 1992).

2.2. Komposisi Kimia Dan Nilai Gizi Daging Udang Windu

Udang merupakan hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis yang

tinggi. Komposisi kimia dari jenis udang sangat penting artinya, dilihat dari segi

manfaatnya sangat memenuhi kebutuhan gizi manusia seperti kandungan protein,

vitamin, dan mineral lainnya (Hadiwiyoto, 1993). Komposisi kimia dan nilai gizi

daging udang windu dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Komposisi Kimia Dan Nilai Gizi Daging Udang Windu

No Kandungan Satuan Komposisi

1. Air % 78,2
2. Protein % 18
3. Lemak % 0,8
4. Karbohidrat - -
5. Garam % 1,4
6. Mineral mg/gr 145-320
7. Kalsium mg/gr 40-105
8. Magnesium mg/gr 270-250
9. Fosfor mg/gr 1,6
10. Zat besi mg/gr 140
11. Natrium mg/gr 220
12. Kalium % 0,80
Senyawa
Nitrogen
Non protein
Sumber : L.A. Shelef And J.M. Jay, 1971 (Dalam Hadiwiyoto, 1993).

2.3. Pengawasan mutu produk

Pengawasan mutu produk adalah prioritas utama yang harus diberikan

terhadap mutu produk. Mutu produk yang prima adalah cermin dan jaminan

terhadap tingkat kesegeran produk. Penyesuaian untuk dikonsumsi, dan tidak

terkontaminasi sedikitpun oleh bibit penyakit yang dapat membahyakan kesehatan.

Pengawasan mutu harus dimulai sejak dari penangkapannya. Penggunaan es

yang sangat memadai, mempersingkat jangka waktu selama penangkapan dan

pembekuan, serta penggunaan peralatan pengolahan yang harus memenuhi

persyaratan higienenya untuk mencapai mutu produk yang prima.

Dalam pengolahan udang dikenal semacam aksioma. Aksioma ini

menyatakan bahwa “dari bahan baku yang baik belum tentu akan dihasilkan produk

yang baik jika cara pengolahannya tidak memadai, dan sebalilknya, dari bahan baku
yang jelek, sebaik apapun cara pengolahannya tidak akan dapat diperoleh produk

akhir yang bermutu baik”( Murty, 1991 ).

2.4. Persyaratan mutu udang

Udang adalah pangan yang sangat cepat membusuk, penanganannya harus

selalu hati-hati guna mencegah pembiakan mikroorganisme. Udang harus

dilindungi terhadap cahaya matahari dan angin yang mengeringkan, karena udang

segar atau masak/rebus cepat menurun mutunya. Hanya udang segar yang terbaik

yang boleh dibekukan. Udang segar beku setelah dilelehkan, rupa, cita rasa dan

teksturnya harus seperti yang dimiliki udang baru ditangkap (Ilyas, 1983).

2.4.1.Persyaratan Mutu Bahan Baku (Udang Segar)

Udang beku merupakan produk hasil perikanan dengan bahan baku udang

segar yang mengalami perlakuan sebagai berikut : penerimaan, pencucian I,

pemotongan atau tanpa pemotongan kepala, sortasi, pencucian II, penimbangan,

pengepakan, pengemasan dan pelabelan (SNI 01-2728.1-2006).

Persyaratan mutu udang segar yang harus dipenuhi sesuai dengan SNI 01-

2728.1-2006 adalah seperti pada Tabel 2.


Tabel 2. Persyaratan Mutu Udang Segar
Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka (1 – 9) Min 7
b. Cemaran mikroba*
- ALT Koloni/g Maks 5,0 x 10
- Escherichia coli APM/g Maks <2
- Salmonella APM/25 g Negative
- Vibrio cholera APM/25 g Negative
c. Cemaran kimia
- Kloramfenikol µg/kg Maks 0
- Nitrofuran µg/kg Maks 0
- Tetrasiklin µg/kg Maks 100
d. Filth - Maks 0

Catatan * Bila diperlukan

Udang segar adalah udang yang baru ditangkap. Ciri-ciri udang segar adalah

sebagai berikut(Purwaningsih, 1995) :

1. Rupa dan warna :bening, spesifik jenis, cemerlang, sambungan

ruas kokoh,kulit melekat kuat pada daging.

2. Bau :segar spesifik menurut jenisnya.

3. Daging : bentuk daging kompak, elastis, dan rasanya manis.

Udang yang rusak atau busuk ditandai dengan ciri-ciri sebagai

berikut(Purwaningsih, 1995) :

1. Rupa dan warna : kemerahan atau kusam, sambungan antara ruas longgar,

sudah mulai ditandai adanya bercak-bercak hitam

2. Bau : tidak segar, bau busuK.

3. Daging : lunak, kadang-kadang berlendir, rasa daging alkalis.


2.4.2. Persyaratan Mutu Produk Akhir (Udang Beku)

Udang beku merupakan produk yang ditujukan untuk ekspor sehingga harus

memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan SNI 01-2705.1-

2006 persyaratan mutu produk udang beku dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan Mutu Udang Beku


Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. Organoleptik Angka (1 – 9) Min 7
b. Cemaran mikroba*
- ALT Koloni/g Maks 5,0 x 105
- Escherichia coli APM/g Maks <2
- Salmonella APM/25 g Negative
- Vibrio cholera APM/25 g Negative
- Vibrio parahaemolitycus APM/g Maks <3
(kanagawa positif)*

c. Cemaran kimia*
- Kloramfenikol µg/kg Maks 0
- Nitrofuran µg/kg Maks 0
- Tetrasiklin µg/kg Maks 100

d. Fisika :
Suhu pusat, maks. ºC Maks -18

e. Filth Jenis/jumlah Maks 0

Sumber :SNI 01-2705.1-2006


2.5 Kemunduran Mutu Udang

Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang

berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini

terjadi secara autolisis, bakteriologis, dan oksidasi (Purwaningsih, 1995).

Penurunan secara autolisi adalah suatu proses penurunan mutu yang terjadi

karena kegiatan enzim dalam tubuh udang yang tidak terkendali sehingga senyawa

kimia pada jaringan tubuh yang telah mati terurai secara kimi. Penurunan mutu

ditandai dengan rasa, tekstur, warna, dan rupa yang berubah.

Penurunan mutu secara bakteriologis adalah suatu proses penurunan mutu

yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari selaput lendir dari

permukaan tubuh, insang, dan saluran pencernaan. Penurunanan mutu ini

mengakibatkan daging udang terurai dan menimbulkan bau busuk.

Penurunan mutu secara oksidasi biasanya terjadi pada udang yang kandungan

lemaknya tinggi. Lemak udang akan oksidasi oleh oksigen uang berada di udara

menimbulkan bau dan rasa tengik.

Kemunduran mutu udang segar sangat berhubungan dengan komposisi kimia

dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan

yang mudah bususk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan

udang segar memerlukan perhatian dan perlakuan cermat.

Susunan tubuh udang mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya,.

Bagian kepala merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan

karena bagian ini mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk.


Salah satu cara untuk menghambat proses penurunan mutu udang segaradalah

dengan pembekuan yang merupakan cara yang paling baik untukpenyimpanan

jangka panjang. Apabila cara pengolahan dan pembekuan dilakukandengan baik

dan bahan mentahnya masih segar, maka dapat dihasilkan udangbeku yang bila

dicairkan mendekati sifat-sifat udang segar (Moeljanto 1992).

 Aktivitas enzimatis

Penurunan mutu adalah suatu proses autolisis yang terkadi karena

kegiatanenzim dalam tubuh udang dan tidak terkendali sehingga senyawa pada

jaringantubuh yang tekah mati terurai secara kimia (Purwaningsih 1995).Seperti

diketahui bahwa enzim pada udang berfungsi antara lainmenguraikan protein,

karbohidrat dan lemak menjadi energy atau disimpansebagai cadangan makanan,

tetapi setelah udang mati enzim masih terusmenguraikan jaringan tubuh, sementara

pemasukan makanan dari luar terhenti, akibatnya jaringan tubuh menjadi lembek.

Selain itu, terjadi pula penguraian protein menjadi asam amino dan perubahan-

perubahan terhadap komponen flavor, warna (diskolorasi) dari warna asli mejadi

warna coklat atau hitam (black spot) yang disebabkan oleh reaksi enzimatis.

 Oksidasi

Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat dengan penurunan

suhu.Melindungi produk agar tidak berhubungan dengan udara (dibungkus),

denganpembunuhan antioksidan, mencegah kontak antara produk dengan logam-

logamberat lainnya (Ilyas 1983 dalam Irwanto 2002).

 Aktivitas mikroorganisme
Proses penurunan mutu secara mokrobiologis adalah suatu prosespenurunan

mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dariselaput lender,

insang dan saluran pencernaan (Purwaningsih 1995).Aktivitas bakteri dimulai

setelah udang mati namun demikian kegiatannyamasih terbatas karena kondisi

jaringan tubuh udang (ph dan suhu) yang belumsesuai untuk aktivitas dan

perkembangannya. Aktivitas perkembangbiakan baruberlangsung setelah terjadi

kelembekan pada daging akibat kerja enzim (prosesautolysis). Serangan bakteri

pada udang terutama tertuju pada beberapa tempatyang merupakan sumber

pembusukan yaitu selaput lender dan kulit, isi perut.

2.6 Pembekuan Udang

Secara garis besar yang dimaksud pembekuan adalah suatu cara pengambilan

panas dari suatu produk yang akan dibekukan hingga mencapai batas titik beku dari

produk tersebut, sehingga sebagian besar air yang ada pada produk baik itu yang

berupa air bebas (free water) maupun air terikat (bound water) menjadi beku.

Sementara itu menurut Ilyas (1983), yang dimaksud dengan pembekuan adalah

pengenyahan panas dari ikan atau udang segar agar suhu ikan menurun sampai -400

C atau -500 C.

Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara memperlambat

terjadinya proses penurunan mutu, baik secara autolisis, bakteriologis atau oksidasi

dengan suhu dingin. Walaupun dapat menghambat perrtumbuhan mikroorganisme

serta memperlambat reaksi kimia dan aktivitas enzim, pembekuan bukanlah cara

untuk mensterilkan udang. Oleh karena itu, sesudah udang dibekukan dan disimpan
dalam cold stotrage (ruang beku), tidak akan lepas begitu saja dari proses

penurunan mutu (Purwaningsih, 1995).

Pembekuan didasarkan pada dua prinsip yaitu:

1. Suhu yang sangat rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan

memperlambat aktivitas enzim kimiawi.

2. Pembentukan kristal es yang menurunkan ketersedian air bebas di dalam

pangan sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat.

Di industri pangan, telah dikembangkan metode pembekuan lainnya untuk

mempercepat proses pembekuan yang memungkinkan produk membeku dalam

waktu yang pendek. Pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es yang berukuran

kecil sehingga meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan.

Proses pembekuan cepat juga menyebabkan terjadinya kejutan dingin (freeze

shock) pada mikroorganisme dan tidak terjadi tahap adaptasi mikroorganisme dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme serta memperlambat reaksi kimia dan

aktifitas enzim, pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang

(Purwaningsih,1995).

Menurut Adawyah dalam Pengolahan dan Pengawetan ikan (2006) faktor-

faktor yang menentukan koefisien transfer panas keseluruhan dan waktu

pembekuan adalah sebagai berikut:

a. Jenis Frezeer

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk melewati daerah terbentuknya

kristal-kristal es, pembekuan dapat dibedakan menjadi dua macam:


1) Pembekuan cepat (quick freezing), yaitu proses pembekuan dimana thermal

arrest priod kurang dari dua jam.

2) Pembekuan lambat (slow freezing), yaitu proses pembekuan dimana thermal

arrest priod lebih dari dua jam.

Antara pembekuan cepat dan pembekuan lambat, yang dianjurkan untuk

digunakan adalah pembekuan cepat (Hadiwiyoto, 1993). Hal ini disebabkan karena

produk yang dibekukan dengan proses pembekuan lambat akan menyebabkan

kristal-kristal es yang terbentuk akan berukuran besar. Kristal es yang berukuran

besar tersebut akan merusak susunan jaringan daging dan ketika dicairkan kembali

tekstur daging menjadi kurang baik. Selain itu pembekuan lambat juga

menyebabkan pengumpulan dari garam dan enzim di dalam sel daging dalam

bentuk larutan, menyebabkan enzim menjadi lebih aktif dan membuat perubahan

tekstur dan rasa yang tidak dikehendaki.

b. Kecepatan udara

Ada beberapa jenis alat pembeku yang menggunakan aliran udara dingin

untuk membekukan produk, salah satunya adalah air blast frezeer. Di dalam air

blast frezeer, waktu pembekuan akan berkurang jika kecepatan udara ditingkatkan.

c. Suhu produk

Produk yang hendak dibekukan harus diperhatikan suhu awalnya. Hal ini

untuk memastikan bahwa pembekuan akan berjalan sempurna. Suhu produk

sebelum dibekukan haruslah rendah, karena semakin rendah suhu produk maka

semakin cepat proses pembekuan berlangsung.


d. Jenis produk

Setiap produk memiliki komposisi yang berbeda-beda, semakin tinggi

kandungan lemak produk maka semakin rendah kandungan airnya. Sebagian besar

panas yang keluar dari ikan pada proses pembekuan adalah untuk membekukan air,

jika airnya sedikit berarti sedikit pula panas yang diambil untuk membekukan

produk.

e. Tebal produk

Kemampuan udara dingin membekukan produk juga tergantung dari

ketebalan produk tersebut. Semakin tebal sebuah produk maka proses pembekuan

akan berlangsung semakin lambat, karena semakin banyak juga bagian yang harus

dibekukan jika dibandingkan dengan produk yang memiliki bagian tipis.

f. Bentuk produk

Bentuk produk dan kemasan berpengaruh terhadap waktu pembekuan.

Produk yang dikemas terlebih dahulu sebelum dibekukan, akan memiliki waktu

pembekuan yang lebih lama jika dibandingkan dengan produk yang tidak dikemas,

tetapi dari segi mutu akan lebih baik jika produk dikemas terlebih dahulu sebelum

dibekukan.

g. Luas permukaan persinggungan dan kepadatan produk

Di dalam plate frezeer persinggungan yang buruk antara produk dengan pelat

pembeku akan meningkatkan kecepatan pembekuan.


h. Teknis penanganan

Teknis penanganan seperti pengepakan produk, cara pembekuan, jenis, dan

tebal bahan pengemas dapat berpengaruh terhadap kecepatan pembekuan. Udara

yang terperangkap di antara produk dan kemasan sering menjadi penghambat

pemindahan panas yang lebih besar dari bahan pengemas itu sendiri.

Keberhasilan proses pembekuan tidak bisa dipisahkan dari

metodepembekuan yang diterapkan. Setiap metode mempunyai kelebihan dan

kekurangan masing-masing. Pemakaiannya disesuaikan dengan kebutuhan.

Hadiwiyoto (1993) dalam Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan membagi metode

pembekuan menjadi 5 macam yaitu sebagai berikut:

1) Sharp Freezing

Produk yang dibekukan diletakkan di atas lilitan pipa evaporator. Pembekuan

berlangsung lambat. Kecepatan pembekuan antara lain ditentukan oleh suhu pipa

pendingin (sebaiknya bersuhu -300C sampai -450C).

2) Air blast frezeer

Alat pendingin bertipe “air blast”. Alat pendingin ini menggunakan prinsip

penghembusan udara dingin ke dalam ruang yang digunakan untuk membekukan

produk. Penghembusan udara dingin dimaksudkan untuk membuat aliran udara

sehingga pembekuan dapat berlangsung cepat. Alat pembekuan ini biasanya

berkapasitas 6-15 ton.

3) Contact plate freezing

Membekukan produk diantara rak-rak yang direfrigrasi, dengan cara produk

dijepit diantara dua plat atau lempengan logam yang di dalamnya dialiri bahan
pendingin. Pembekuan berlangsung cepat (1,5-3 jam) dan efesien, khususnya untuk

produk-produk yang dikemas. Suhu di dalam frezeer dapat mencapai -450C atau

lebih rendah lagi (Moeljanto, 1992).

4) Immersion freezing

Membekukan produk dalam air (larutan garam) yang direfrigrasi. Pembekuan

berlangsung cepat dan sering diterapkan di kapal penangkap udang dan tuna.

5) Cryogenic freezing

Membekukan udang dengan semprotan bahan kriogen, misalnya

karbondioksida cair dan nitrogen cair. Pembekuan berlangsung cepat.

2.7 Produk Pembekuan Udang

Proses pembekuan udang merupakan salah satu cara pengawetan dan

pengolahan bahan pangan dengan mengembangkan produk yang bisa menghasilkan

nilai tambah sehingga mampu meningkatkan daya saing mutu produk dan harga

produk. Untuk memenuhi kebutuhan suatu pasar maka diperlukannya

penganekaragaman dalam bentuk pengolahan. Udang windu dapat diolah menjadi

berbagai macam produk beku yang dapat diterima oleh konsumen dari luar negeri,

seperti :

a. Heaad on (HO) yaitu udang yang dibekukan dalam keadaan utuh tanpa dikuliti

atau dipotong kepalanya.

b. Head less (HL) yaitu udang yang di bekukan sesudah dipisahkan kepalanya,

tetapi tidak dikuliti.


c. Peeled, yaitu udang-udang yang dibekukan sesudah dikupas kulitnya dan

dipisahkan kepalanya. Untuk produk peeled dibedakan lagi menjadi beberapa

macam yaitu menjadi :

1. Peeled tail on (PTO)

Adalah produk udang beku tanpa kepala dan kulit dikupas mulai ruas pertama

sampai ruas kelima sedangkan ruas terakhir dan ekor disisahkan.

2. Peeled devained tail on (PDTO)

Produk ini menyerupai PTO, tetapi pada bagian punggung udang kotoran

perut dibuang dengan cara mencungkit menggunakan cungkit mulai dari ruas

pertama atau kedua sampai ruas ke lima.

3. Peeled and devained (PND)

Produk peeled and devained (PND) adalah produk udang yang seluruh kulit

dan ekor dikupas dan dibuang kotoran perutnya.

4. Peeled undevained (PUD)

Adalah produk yang dikupas seluruh kulit dan ekor seperti pada produk PND

tetapi tidak dikeluarkan kotoran perutnya.

5. Butterfly

Adalah produk udang beku yang hampir sama dengan PDTO, kulit udang

dikupas mulai dari ruas pertama hingga ruas kelima, sedangkan ruas terakhir

dan ekor disisahkan kemudian dibagian punggung dibelah sampai bagian

perut bawahnya, dan kotoran perutnya dibuang.

6. Vallue added product (VAP)


Adalah produk udang beku yang mendapatkan perlakuan tambahan dengan

cara melakukan pemanjangan badan (stretching) menurut panjang tertentu.

2.8 SSOP (Standar Sanitation Operational Procedure)

Standar Sanitation Operational Procedure adalah prosedur pembentukan

dalam pengembangan dan pencegahan kontaminasi langsung atau pemalsuan

produk. Kunci Standar Sanitation Operational Procedure sebagai berikut:

1. Keamanan air

2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan

3. Pencegahan kontaminasi silang

4. Menjaga fasilitas pencuci tangan sanitasi dan toilet

5. Proteksi dari bahan-bahan kontaminan

6. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar

7. Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan

kontaminasi

8. Menghilangkan hama dari unit pengolahan

2.8.1 Sanitasi dan Higiene

Sanitasi merupakan pengendalian yang terencana terhadap lingkungan

produksi,bahan-bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegahpencemaran

pada hasil olah, kerusakan hasil olah,mencegah terlanggarnya nilai estetika

konsumen sertamengusahakan lingkungan kerja yang bersih dan sehat. Sedangkan

higiene adalah berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha yang

dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan.Sanitasi hasil

perikanan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan berkembang biaknya


jasad renik pembusuk dan pathogen dalam hasil perikanan dan membahayakan

manusia (siswati, 2004)

Menurut Sandra (2015), Teknik sanitasi dan higiene adalah segala kegiatan

yang berkaitan dengan upaya pemeliharaan kebersihan dan kesehatan dalam proses

produksi. Persyaratan sanitasi adalah standar kebersihan dan kesehatan yang harus

dipenuhi, termasuk standar higiene, sebagai upaya untuk mematikan atau

melakukan penencegahan hidupnya jasad renik pathogen dan mengurangi jasad

renik pembusuk lainnya agar hasil olahan perikanan yang dihasilkan dan

dikonsumsi tidak membahayakan kesehatan.

Program sanitasi dijalankan sama sekali tidak hanya mengatasi masalah

kotornya lingkungan pemrosesan bahan baku, tetapi untuk menghilangkan

kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah

terjadinya kontaminasi kembali ( Winarno, 2004 ).

Kontaminasi yang mungkin timbul berasal dari pestisida, bahan kimia,

insekta, tikus, dan pertikel-pertikel asing seperti, rambut, pecahan gelas, dan lain-

lain. Tetapi yang penting dari semua itu adalah kontaminasi mikroba (Winarno

2004).

Prinsip sanitasi adalah :

1. Membersihkan

Menghilangkan mikroorganisme sisa makanan dan tanah yang akan menjadi

media yang baik bagi pertumbuhan mikroba.


2. Pelaksanaan Sanitasi

Menggunakan zat kimia dan metode fisika (sesudah bersih) untuk

menghilangkan mikroorganisme yang tertinggal pada permukaan alat dan mesin

pengolahan makanan.

2.8.2 Penerapan Sanitasi Dan Higiene Dalam Pengolahan Hasil Perikanan

Proses produksi makanan dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang

meliputi persiapan, pengolahan dan penyajian makanan. Oleh karena itu, sanitasi

dalam proses pengolahan pangan dilakukan sejak proses penanganan bahan mentah

sampai produk makanan siap dikonsumsi. Sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan

aseptik dalam persiapan, pengolahan, penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi

lingkungan kerja. Karena keterlibatan manusia dalam proses pengolahan pangan

sangat besar, penerapan sanitasi pada personil yang terlibat didalamnya perlu

mendapatkan perhatian, karena manusia juga berpotensi menjadi salah satu mata

rantai dalam penyebaran penyakit, terutama yang disebabkan oleh mikroorgabisme,

melalui makanan.

Ruang lingkup sanitasi meliputi aspek sebagai berikut ( Suwantini, 2004) :

1) Penyediaan air bersih/air minum (water supply), meliputi hal-hal sebagai berikut:

a) Pengawasan terhadap kualitas dan kuantitas

b) Pemanfaatan air

c) Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air

d) Cara pengolahan

e) Cara pemeliharaan
2) Pengolahan sampah (refuse disposal), meliputi hal-hal berikut :

a) Cara/system pembuangan

b) Peralatan pembuangan dan cara penggunaannya serta cara

pemeliharaannya

3) Pengolahan, meliputi hal-hal sebagai berikut:

a) Pengadaan bahan baku produk.

b) Penyimpanan bahan baku produk.

c) Pengolahan produk.

d) Pengangkutan produk

e) Penyimpanan produk

f) Penyajian produk

4) Pengawasan/pengendalian serangga dan binatang pengerat (insectand rodent

control), meliputi :cara pengendalian vector.

5) Kesehatan dan keselamatan kerja, meliputi hal-hal sebagai berikut:

a) Tempat/ruang kerja

b) Pekerjaan

c) Cara kerja

d) Tenaga kerja/pekerja

Ruang lingkup hygiene tidak dapat dilepaskan dari sanitasikarena hygiene

dan sanitasi dilaksanakan secara bersamaan. MenurutSuwantini (2004) ruang

lingkup hygiene yaitu:


1) Hygiene perorangan

Hygiene perorangan mencakup semua segi kebersihan dan pribadikaryawan

(penjamah makanan). Hygiene perorangan dapat dilihatdari kebiasaan-

kebiasaan penjamah makanan seperti cara makan,mandi, pakaian yang

digunakan setiap hari, dan lain sebagainya.

2) Hygiene Produk

Ada 3 faktor yang dianggap menjadisumber pencemaran makanan yaitu

penjamah makanan, arealingkungan dimana makanan diolah lalu disajikan, dan

bahan makanan itu sendiri.

3) Hygiene Lingkungan

Kebersihan area, lingkungan, bangunan serta peralatan ruang produksi adalah

menunjang untuk menghasilkan produk yang baik, bersihjuga aman untuk dimakan.

Ruang produksi adalah suatu ruangan khususyang dipergunakan sebagai tempat

pengolahan. Ruangankhusus ini terdiri dari bagian fisik dan perlengkapan

yangdipergunakan sehingga ruangan ini dapat berfungsi dengan baiksebagai tempat

pengolahan.

a. Lantai

Lantai ditempat pengolahan yang sifatnya untuk pekerjaan basah atau tempat

bahan baku diterima, diolah, dan dikemas harus cukup kemiringannya, permukaan

lantai rata, padat, terbuat dari bahan yang kedap air, tahan lama dan pertemuan

antara lantai dan dinding dibuat melengkung dan tidak bersudut untuk memudahkan

pembersihan.
Sebaiknya lantai yang digunakan adalah keramik berwarna putih, kedap air,

dan tidak licin. Untuk menghindari adanya genangan air kemiringan dibuat 3̊C,

sehingga air mudah mengalir menuju saluran pembuangan. lantai dibersihakan

minimal sebelum dan sesudah kegiatan proses pengolahan agar bebas dari kuman

dan penyakit.

b. Dinding

Permukaan dinding bagian dalam sifatnya pekerjaan basah atau tempat basah

atau tempat bahan baku diterima, disimpan dan diolah harus kedap air, permukaan

rata serta berwarna terang. Selain itu bagian dinding sampai ketinggian 2 meter dari

lantai harus dapat dicuci dan tahan bahan kimia serta pada bagian tersebut tidak

boleh ditempatkan sesuatu yang mengganggu operasi pembersihan (Departemen

Perdagangan, 1997 ).

c. Langit-langit

Langit-langit pengolahan harus memenuhi beberapa syarat seperti permukaan

tidak retak, tidak bercelah, tidak terdapat tonjolan dan sambungan tidak terbuka,

kedap air dan tidak berwarna terang, hal ini dilakukan utuk mencegah dan

menghindari tumbuhnya jamur.

d. Pintu

Permukaan pintu pengolahan harus halus tahan karat air dan mudah

dibersihkan.

e. Ventilasi

Dalam ruang pengolahan harus mempunyai ventilasi yang cuku menjamin

sirkulasi udara, menghilangkan bau dan mencegah pengembunan.


f. Penerangan

Semua permukaan kerja dalam ruangan mendapatkan penerangan yang

merata. Lampu harus diberi diberi pelindung untuk menghindari kontak langsung

dengan produk apabila ada yang jatuh selalu dibersihkan debu dan kotornya.

g. Saluran Pembuangan

Saluran pembuangan harus berukuran cukup dan dapat mengalirkan air atau

kotoran dengan lancar. Lubang saluran dinding ruang pengolahan harus dilengkapi

dengan alat yang mencegah masuknya tikus dan binatang.

h. Toilet

Unit pengolaha harus mempunyai kamar kecil atau toilet dengan jumlah dan

kebersihan yang memadai untuk kebutuhan staf dan karyawan. Toilet harus terpisah

dengan ruang pengolahan, dibersihkan dalam interval waktu yang teratur dan

dilengkapi dengan fasilitas air bersih dan desinfektan, seperti sabun dan chlorine.

i. Tempat Cuci Tangan

Ruang pengolahan harus mempunyai sejumlah cuci tangan yang cukup

sekurang-kurangnya 1 tempat cuci tangan untuk 10 orang karyawan. Disamping itu

juga disediakan air dingin, sabun, tissue paper atau lap sekali pakai dan tempat

sampah yang tertutup.

2.8.3 Bahan Pembersih Dan Saniter

Bahan pembersih adalah suatu bahan yang dipergunakan untuk

menghilangkan sisa-sisa makanan, kotoran, debu, dan noda ( Narida, 2014 )


Bahan saniter adalah bahan kimia yang dipergunakan untukmembunuh,

meng-inaktifkan mikroorganisme yang merugikan. Jenisjenisbahan pembersih

menurut Suwantini (2004) meliputi:

1) Bahan pembersih kimia

a)Sabun; dipergunakan untuk membersihkan kain, karet, dan bulu

b)Pengkilap (polishes); dipergunakan untuk mengkilapkan

permukaan kayu dan logam

c)Abrasif; dipergunakan untuk keramik dan permukaan enamel

d)Asam; dipergunakan untuk kotoran yang susah di bersihkandiperalatan dari

logam seperti karat

e)Basa; dipergunakana untuk kotoran kerak cair yang lengketseperi lantai

kamar mandi

f)Pelarut (solvent) digunakan untukm melarutkan lemak danminyak (bensin

dan thinner)

g) Detergent; dari tumbuh-tumbuhan

2). Alat-alat Pembersih

Alat pembersih adalah alat yang digunakan untuk membawa

ataumenghilangkan kotoran berupa debu, lemak, sisa makanan dan bercak makanan

Alat pembersih antara lain:

1) Lap lembut (soft cloth)

2) Ember (bucket)

3) Sapu (broom)

4) Lap pel (floor cloth)


5) Tangkai pel (floor shek)

6) Sikat

7) Rapes

8) Kuas

2.9 GMP (Good Manufacturing Practice)

Good manufacturing practices (GMP) atau dalam bahasa Indonesia adalah

cara Produksi Makanan yang baik merupakan syarat minimun sanitasi dan

pengolahannya yang diperlukan untuk memastikan agar dihasilkan pangan yang

aman. Yang diutamakan dari GMP adalah agar tidak terjadi kontaminasi terhadap

produk selama proses produksi hingga informasi produk kekonsumen sehingga

produk aman dikonsumsi.

Adapun manfaat dari penerapan GMP sebagai berikut

1. Menjamin kualitas dan keamanan pangan.

2. Meningkatkan kepercayaan dalam keamanan produk dan produksi.

3. Mengurangi kerugian dan pemborosan.

4. Menjamin efisiensi penerapan HACCP.

5. Memenuhi persyaratan peraturan/spesifikasi/standar.

6. Meningkatkan image dan kompetensi perusahaan/organisasi.

7. Meningkatkan kesempatan perusahaan/organisasi untuk memasuki pasar

global melalui produk/kemasan yang bebas bahan beracun (kimia, fisika, dan

biologi).

8. Meningkatkamn wawasan dan pengetahuan dan pengetahuan terhadap

produk.
9. Menjadi pendukung dari penerapan sistem manajemen mutu.

2.9 SMKP (Sistem Manajemen Keamanan Pangan)

Menurut standar internasional ISO 22000;2005 mengenai sistem manajemen

keamanan pangan persyartan untuk organisasi dalam rantai pangan, merinci

beberapa kegiatan yang berfungsi menjamin keamanan pangan sepanjang rantai

pangan hingga titik akhir dikonsumsi oleh konsumen (Nurlaili dkk, 2015).

ISO 22000 adalah suatu standar internasional yang menggabungkan dan

melengkapi elemen utama ISO 9001 dan HACCP dalam hal penyediaan suatu

kerangka kerja yang efektif untuk pengembangan, penerapan, dan peningkatan

kesinambungan dari Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP). Sistem ISO

22000 diberi judul Sistem Manajemen Keamanan Pangan-Persyaratan untuk

Organisasi Sepanjang Rantai Pasokan. Pada sistem ini menyatakan bahwa bahaya

keamanan pangan dapat muncul pada semua tahap rantai makanan, sehingga

pengendalian rantai makanan sangat penting untuk dilakukan pada perusahaan.

HACCP merupakan suatu sistem mutu yang menjamin mutu dan keamanan

pangan berdasarkan konsep pendekatan yang rasional, sistematis dan

kompererensif dalam mengidentifikasi dan mengontrol setiap bahaya yang beresiko

terhadap mutu dan keamanan pangan.


BAB III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Tugas akhir ini merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan pengalaman

kerja praktek mahasiswa (PKPM) pada PT. Bogatama Marinusa yang telah

dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2017.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode penulisan yang diterapkan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah

dengan melakukan pengumpulan data yatu:

1. Pengumpulan data Primer

Data primer di peroleh dengan cara melaksanakan dan mengikuti secara

langsung kegiatan penerimaan bahan baku sampai dengan siap ekspor serta ikut

berperan aktif selama proses produksi, data primer juga diperoleh melalui tanya

jawab dengan pembimbing lapangan dan karyawan.

2. Pengumpulan data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka yang terkait dengan bidang

sanitasi dan higiene pada proses pengolahan pembekuan udang.

3.3 Analisa Data

Data dianalisa secara deskriptif dengan cara menguraikan kondisi penerapan

sanitasi dan higiene pada PT. Bogatama Marinusa dan dibandingkan dengan

penerapan sanitasi dan higiene pada industri pembekuan udang secara umum atau

sesuai standar.
3.4 Alat dan Bahan Pengambilan Data

Alat dan bahan yang digunakan pada saat pengambilan data yaitu dengan

menggunakan alat tulis menulis, dan laptop.

3.5 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data dilakukan dengan 2 cara sebagai berikut :

1. Pengambilan data secara observasi partisipan, yaitu turun langsung ke lokasi

ruang proses pengolahan pembekuan udang dengan melaksanakan dan

mengikuti secara langsung kegiatan mulai dari penerimaan bahan baku

sampai dengan siap ekspor serta ikut berperan aktif selama proses produksi.

2. Pengambilan data melalui wawancara, yaitu mengajukan pertanyaan secara

langsung kepada pembimbing lapangan serta karyawan.

Anda mungkin juga menyukai