Anda di halaman 1dari 55

PEMBEKUAN IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus)

UTUH DENGAN METODE ABF (Air Blast Freezer)

DI CV SURYA INDAH PERKASA

TUGAS AKHIR

Oleh
RIDWAN SAPRI
1622030051

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

2019
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pangkep ….. Juli 2019

Yang menyatakan,
Ridwan Sapri
RINGKASAN

RIDWAN SAPRI, 162030051. Pembekuan Ikan Kakap Merah (Lutjanus


sanguineus) Utuh Dengan Metode ABF (Air Blast Freezer) Di CV Surya Indah
Perkasa di bawah Bimbingan Arham Rusli dan Rahmawati Saleh.

Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak, hanya dalam waktu
singkat setelah ikan ditangkap dan didaratkan sudah akan timbul proses
perubahan yang mengarah pada kerusakan. Pengolahan dan pengawetan ikan
merupakan salah satu cara untuk mempertahankan ikan dari proses
pembusukan, sehingga mampu disimpan lama sampai tiba waktunya untuk
dijadikan bahan konsumsi.
Menurut (Murniyati,2005), Pembekuan dimaksudkan untuk
mengawetkan sifat – sifat alamiah ikan. Pembekuan menggunakan suhu yang
lebih rendah, yaitu jauh di bawah titik beku ikan. Tujuan pembekuan ikan
adalah menerapkan metode unggul guna mempertahankan sifat – sifat mutu
pada ikan dengan teknik penarikan panas secara efefktif dari ikan agar suhu
ikan turun sampai pada suatu tingkat suhu rendah yang stabil, dalam arti ikan
itu hanya mengalami proses perubahan yang minimum selama proses
pembekuan, penyimpanan beku dan distribusi, sehingga dapat dinikmati oleh
konsumen akan nilai dan faktor mutunya dalam keadaan segar atau keadaan
seperti yang dimiliki produk itu sebelum dibekukan.
Tujuan PKPM ini untuk mempelajari proses pembekuan ikan kakap
merah (Lutjanus sanguine) utuh dengan metode ABF. Kelebihan dari
penggunaan air blast freezer adalah kecocokan dan keluwesannya akan
produk. Tipe pembekuan ini dapat membekukan macam produk,dengan deret
luas dalam bentuk, serta pegoprasiannya yang mudah.
Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik
kesegaran seperti kenampakan mata cerah, cemerlang bau segar, tekstur elastis,
padat dan kompak (SNI 01-2729-2006).
Pembekuan ikan kakap merah (Lutjanus sanguine) di CV. Surya Indah
Perkasa terdiri dari tahapan proses yaitu penerimaan (Reacaiving), penyortiran,
Pencucian, penimbangan, Pembekuan (Air Blast Frezeer), pelabelan,
penyimpanan beku (Cold Storage), dan pengiriman (Stuffing).
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam

karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas

akhir dengan judul “Proses Pembekuan Ikan Kakap Merah (Lutjanus

sanguineus) Utuh Dengan Metode ABF (Air Blast Freezer) di Cv. Surya Indah

Perkasa. Salam dan salawat kita curahkan kepada baginda Rasulullah

Muhammad SAW karena beliaulah yang menggulung sajadah kekafiran

dimuka bumi ini lalu membentangkan sajadah yang penuh dengan iman dan

islam.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar

besarnya kepada kedua orang tua tercinta ayahanda Sapri dan ibunda Hasriati

yang telah memberikan dukungan yang begitu luar biasa dalam hal materi

maupun dan non materi selama penulis bergelut dalam dunia pendidikan.

Terima kasih yang sebesar besarnya kepada bapak Dr. Arham Rusli, S.Pi.,M.Si

selaku dosen pembimbing I serta ibu Rahmawati Saleh, S.Si., M.Si selaku

pembimbing ke II yang telah meluangkan waktunya dalam hal membimbing

dan memberikan arahan kepada penulis.

Selain itu dalam Tugas Akhir ini tidak terlepas dari keterlibatan

berbagai pihak, sehinga penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Darmawan, M.P selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri


Pangkep.
2. Dr. Andi Ridwan Makkulawu, ST., M.Si Selaku ketua jurusan
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep
3. Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si selaku ketua jurusan Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep Periode 2016 –
2019.
4. Dosen staf pengajar Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan.
5. Purwito selaku Direktur CV. Surya Indah Perkasa yang telah
memberi kesempatan kepada kami untuk menimba ilmu.
6. Prasetiyanto selaku pembimbing lapangan yang telah membimbing
dan mengarahkan kami selama PKPM.
7. Yuni Mulyo S selaku Quality Assurance CV. Surya Indah Perkasa.
8. Karyawan dan karyawati CV. Surya Indah Perkasa yang telah
membantu meringankan tugas kami.
9. Rekan-rekan Mahasiswa Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
yang ikut serta membantu dalam pembuatan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

kami harapkan, supaya laporan ini lebih baik untuk kedepannya.

Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca

maupun untuk penulis sendiri dan seluruh instansi yang bergerak dalam

pendidikan.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pangkep,... Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI .................................................. iii

PERYATAAN ............................................................................................. iv

RINGKASAN .............................................................................................. v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................... viii

DAFTAR .................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2. Tujuan dan Kegunaan .............................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3

2.1. Deskripsi Ikan Kakap Merah ................................................... 3

2.2. Komposisi Kimia Kakap Merah ............................................... 6

2.3. Kemunduran Mutu Ikan Secara Kimia Biokimia ..................... 6

2.4. Good Manufacturing Practices (GMP) .................................... 10

2.5. Cakupan Standar GMP ............................................................ 11

2.6. Ruang Lingkup GMP ............................................................... 11

2.7. Pengertian Pembekuan............................................................. 18

2.8. Prinsip Pembekuan .................................................................. 19

2.9. Proses Pembekuan ................................................................... 20


2.10. Metode Pembekuan ................................................................. 21

2.11. Perubahan Selama Proses Pembekuan ..................................... 22

2.12. Alat Pembekuan Ikan ............................................................... 23

2.13. Waktu Pembekuan ................................................................... 24

III. METODOLOGI ................................................................................... 27

3.1. Waktu dan Tempat .................................................................. 27

3.2. Metode Pelaksanaan ................................................................ 27

3.3. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 27

3.4. Alat dan Bahan ....................................................................... 28

3.5. Prosedur Kerja ........................................................................ 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 31

1.1. Penerimaan Bahan Baku .......................................................... 31

1.2. Sortasi dan Grading ................................................................. 32

1.3. Pencucian dan Penimbangan .................................................... 34

1.4. Proses Pembekuan Ikan ........................................................... 35

1.5. Pengemasan (Packing)............................................................. 36

1.6. Ekspor ..................................................................................... 37

V. PENUTUP .............................................................................................. 39

5.1. Kesimpulan ............................................................................. 39

5.2. Saran ....................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 40

RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... 42

LAMPIRAN ................................................................................................ 43
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi Kimia Ikan Kakap Merah .................................................... 6

2. Alat Pembekuan dan Cara Pembekuanya. ............................................. 24

3. Size Ikan Kakap Merah di CV. Surya Indah Perkasa ............................ 33

4. Warna Tali raffia yang digunakan di CV,. Surya Indah Perkasa ........... 35
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Kakap Merah................................................................................. 3

2. Struktur Morfologi Ikan Kakap Merah ............................................... 4

3. Proses Pembekuan Kakap Merah .......................................................... 43


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu sumber bahan pangan yang mempunyai nilai

gizi tinggi namun, disisi lain ikan termasuk komoditi yang mudah rusak

(perishable food). Dalam mempertahankan kesegaran dan mutu ikan sebaik

dan selama mungkin, maka dilakukan pengolahan dan pengawetan ikan yang

bertujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat dan

mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan (kemunduran mutu)

dan kerusakan (Moeljanto,1992).

Berbagai cara pengawetan telah banyak dilakukan, tetapi sebagian

diantaranya tidak mampu mempertahankan sifat-sifat alami produk perikanan.

Salah satu cara pengawetan produk perikanan yang tidak mengubah sifat

alaminya adalah dengan pembekuan (Murniyati dan Sunarman, 2000).

Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan didalam suhu yang

rendah. Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan menjadi es sehingga

ikan dapat bertahan lama dan kualitasnya tetap terjaga.

Dalam proses pembekuan ikan tidak terlepas dari GMP dan SSOP demi

untuk menjamin mutu produkbeku yang dihasilkan. Dalam penerapanya,

industri pengolahan ikan diwajibkan melaksanakan PMMT (Penerapan

Manajemen Mutu Terpadu) yang meliputi penerapan GMP (Good

Manufacturing Practice) yaitu pedoman praktis cara memproduksi makanan

yang baik dan benar untuk memenuhi persyaratan produk makanan yang aman

dan bermutu dan SSOP (Sanitation Standard Operational


Procedure) yang merupakan prosedur standar penerapan prinsip pengelolaan

lingkungan yang dilakukan melalui kegiatan sanitasi dan higiene.

Terdapat banyak jenis ikan di perairan Indonesia diantara lain adalah

ikan kerapu, tomang, kakap, dan banyak jenis lainnya. Ikan kakap merah

merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomi tinggi

dengan volume produksi yang makin meningkat dari tahun ke tahun. Seiring

peningkatan hasil tangkapan tersebut, tentunya akan berdampak pada

perkembangan industri pengolahan hasil perikanan khususnya pembekuan ikan

kakap merah Utuh. Tugas akhir ini membahas tentang proses pembekuan ikan

kakap Merah dengan menggunakan metode pembekuan lambat dengan sistem

ABF ( Air Blast Frezeer) yang dilaksanakan di CV. Surya Indah Perkasa.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penulisan tugas akhir ini untuk mempelajari proses pembekuan

ikan kakap merah ( Lutjanus sanguineus)utuhdengan metode ABF ( Air Blast

Frezeer)di CV Surya Indah Perkasa.

Kegunaan tugas akhir ini sebagai salah satu sumberinformasi mengenai

proses pembekuan ikan kakap merah ( Lutjanus sanguineus) utuhdengan

motode ABF ( Air Blast Frezeer).


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ikan Kakap Merah (Lutjanus sanguineus)

Ikan kakap merah merupakan jenis ikan demersal yang memiliki nilai

ekonomis yang tinggi. Ikan Kakap hidup secara berkelompok di dasar-dasar

karang atau terumbu karang mempunyai ciri tubuh yang bulat pipih dengan

sirip memanjang sepanjang punggung. Ikan kakap banyak ditemui diperairan

Indonesia dengan jenis yang berbeda-beda diantaranya adalah ikan kakap

merah, kakap hitam, kakap kuning dan kakap putih.

Gambar 1. Ikan Kakap Merah (Lutjanus,sp.)

Kakap merah berasal dari suku Lutjanidae, sedangkan ikan kakap dari

suku Centropomidae (Saanin, 1968).

Menurut Saanin (1968), klasifikasi ikan kakap merah adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei


Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Percoidea

Famili : Lutjanidae

Genus : Lutjanus

Spesies : Lutjanus sp

Struktur morfologi atau tampilan luar dari ikan kakap (Lutjanidae)

terdiri dari kumpulan sirip (Hiu, skates, rays, dan chimaeras) sirip yang

didukung oleh tulang rawan radial yang memperpanjang dari tubuh dan

tertanam dalam jaringan daging. Hal ini mirip seperti ikan

Sarcopterygian (lungfishes dan Coelacanth) dan tergolong dalam kelompok

ikan lobus bersirip.

Gambar 2. Struktur Morfologi Ikan Kakap Merah

Pada Sarcopterygian didukung dengan tulang rawan yang dapat

tergantikan. Pada ikan Actionoptarygian (the ray-finned fishes) didukung oleh

tulang sirip yang bersinar dan tidak didukung oleh jaringan daging yang

meluas ke sirip itu sendiri. Sebuah membran yang dapat mendukung sirip ikan

yang lebih elastis dalam bermanuver. Sirip dorsal terletak dibagian pungguang

atas, pada ikan Actionoptarygian terdiri dari beberapa jenis rayed, spined, or
adipose. Kebanyakan ikan memiliki sirip punggung rayed. Sirip anal terletak

antara dubur dan anus, tidak ada tulang duri, merupakan tipe khusus dari sirip.

Namun, pada ikan jantang poeliisilid sirip anal telah dimodifikasi menjadi

organ copulatory. Sirip Caudal memiliki struktur internal yang cukup rumit

dengan tidak terdapatnya tulang duri pada bagian tersebut.

Modifikasi tulang belakang yang paling posterior menampilkan

kerangka aksial terhadap tulang ekor dari taksonomi besar dan sangat

fungsional. Area yang sempit, secara khas pada ikan yang memisahkan

jaringan otot utama dari bagian ekor dan pangkal ekor. Bentuk sirip ekor

memperlihatkan banyak peran dan fungsinya. Perbedaan ukuran lobus, dorsal

dan ventral pada sirip ekor disebut heterocercal. Sirip pelvic terletak dibagian

dada terdapat sepasang, posisinya bervariasi antar spesies, secara umum

terletak diantara posterior dan ventral ke sirip dada. Fungsi dari sirip ini

adalah untuk mengatur keseimbangan. Modifikasi secara ekstrim pada sirip ini

adalah untuk menarik ventral secara mandiri; Sirip pectoral terdiri dari

sepasang sirip tulang, letaknya pada garis pusat gravitasi berfungsi sebagai

berbalik dan sebagai penyeimbang (Moura et al. 2007. Monteiro et al. 2009.

Mayer et al. 2007).

Ikan kakap merah mempunyai badan yang memanjang, dapat mencapai

panjang 200 cm, umumnya 25-100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut

lebar, sedikit serong dan gigi-gigi halus. Bagian bawah pra-penutup insang

berduri-duri kuat. Bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi.

Ikan kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan

crustacea. Terdapat di perairan pantai, muara-muara sungai, teluk-teluk dan air


payau. Daerah penyebaran ikan kakap yaitu pantai utara Jawa, sepanjang

pantai Sumatera, bagian timur Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru Utara,

Teluk Benggala, pantai India dan Teluk Siam (Ditjen Perikanan, 1990).Ikan

kakap merah tergolong ikan demersal yang penangkapannya menggunakan

pancing, encircling net dengan rumpon, jaring insang dan trawl.

2.2. Komposisi Kimia Ikan Kakap Merah

Kakap merah merupakan salah satu ikan laut yang sangat terkenal

karena kekenyalan dan mempunyai kadar lemak rendah. Daging ikan kakap

merah lebih tebal dari pada ikan bawal, dan umumnya dijual dalam keadaan

segar. Kandungan protein ikan kakap merah cukup tinggi sedangkan

kandungan lemaknya terbilang rendah, hal ini dapat dilihat pada berikut. 1.

Komposisi Kimia ikan Kakap Merah

Komposisi Kimia Jumlah

Air 76,11

Protein 20,54

Lemak 1,46

Karbohidrat 0,36

Abu 1,33

Sumber: Afrianto (2001 dalam Intan 2006)

2.3. Perubahan Kemunduran Mutu Ikan Secara Biokimia

Setelah ikan ditangkap dan diangkat dari dalam air, ikan akan

mengalami proses kemunduran mutu. Setelah ikan mati, berbagai proses

perubahan fisik kimia dan organoleptik berlangsung dengan cepat. Semua


proses perubahan ini akhirnya mengarah kepembusukan. Meskipun keadaan

ikan tersebut masih dalam tingkat kesegaran yang maksimal, tetapi biasanya

tidak langsung dikomsumsi. Pada kenyataannya ikan dengan kesegaran yang

maksimal setelah dimasak rasanya kurang enak untuk dimakan, jika

dibandingkan dengan ikan yang telah beberapa saat mati baru dimasak. Hal itu

ada kaitannya dengan perubahan biokimiawi yang terjadi dalam daging ikan,

antara lain timbulnya senyawa-senyawa penyebab rasa enak.

Perubahan reaksi biokimia dan fisika kimia yang sangat cepat terjadi

mulai dari ikan mati sampai dikonsumsi. Urutan proses perubahan biokimiawi

yang terjadi pada ikan mati meliputi perubahan pre rigor mortis, rigor mortis

kemudian dilanjutkan perubahan akibat aktivitas enzim, aktivitas mikroba.

( Wibowo, 2014).

Tahapan rigor ditandai dengan kakunya tubuh ikan yang merupakan

hasil dari perubahan-perubahan biokimia yang kompleks didalam otot ikan.

Protein didalam otot ikan terbagiatas protein jaringan ikat, protein myofibril,

dan protein sarkoplasma. Protein sarkoplasma mudah mengalami denaturasi

dan akan melekat kuat pada permukaan miofilamen yang menghasilkan daging

dengan warna pucat. Protein sarkoplasma ikan jauh lebih stabil dari pada

protein myofibril sejenisnya. Protein myofibril pada ikan memiliki sifat lebih

besar pada stabilitas terhadap panas dan kelarutannya.

Protein dalam otot dipengaruhi oleh kombinasi keadaan yaitu suhu

tinggi dan pH rendah. Lamanya proses rigor dipengaruhi oleh kandungan

glikogen dalam tubuh ikan dan temperatur lingkungan. Padaumumnya ikan


mempunyai proses rigor yang pendek±1-7 jam setelah ikan mati (Anjarsari,

2010).

Setelah ikan mati, sirkulasi darah berhenti suplai oksigen berkurang

sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini

menyebabkan pH tubuh ikan menurun, diikuti pula dengan penurunan jumlah

adenosintri fosfat (ATP) serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan

kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigor mortis

(Junianto, 2003).

Rigor mortis terjadi pada saat siklus kontraksi-relaksasi antara myosin

dan aktin di dalam myofibril terhenti dan terbentuknya aktomiosin yang

permanen. Waktu yang diperlukan ikan untuk masuk dan melewati fase rigor

mortis ini tergantung pada spesies, kondisi fisik ikan, derajat perjuangan ikan

sebelum mati, ukuran, cara penangkapan, cara penanganan setelah

penangkapan, dan suhu selama penyimpanan (Eskinet al. 1971).

Penguraian ATP berkaitan erat dengan terjadinya rigor mortis. Pada

saat ATP mulai mengalami penurunan, rigor mortis pun mulai terjadi dan

mencapai kejang penuh (full-rigor). Energi pada jaringan otot ikan diperoleh

secara anaerobik dari pemecahan glikogen. Glikolisis (penguraianglukosa)

menghasilkan ATP dan asam laktat. Akumulasi asam laktat selain menurunkan

pH otot, juga diikuti oleh peristiwa rigor mortis (Dianty, 2012).

Pada tingkat ATP dibawah satu mikromol/gram, energi yang dihasilkan

tidak mampu mempertahankan fungsi reticulum sarkoplasma sebagai pompa

kalsium, yaitu menjagakonsentrasi ion Ca di sekitar miofilamen serendah

mungkin. Akibatnya, terjadi pembebasan ion ion Ca yang kemudian berikatan


dengan protein troponin. Kondisiini menyebabkan terjadinya ikatan elektrostat

ikan tarafilamen aktin dan miosin (aktomiosin). Proses ini ditandai dengan

terjadinya pengerutan atau kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik

(irreversible). Penurunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan

semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP lebih kecil dari

0,1mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis sempurna. Daging menjadi

keras dan kaku. Keadaan rigor mortis yang menyebabkan karakteristik

dagingalot dan keras memerlukan waktu yang cukup lama sampai kemudian

menjadi empuk kembali(Dianty, 2012).

Pada fase rigor mortis ini, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari

mula-mula pH 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada

jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada

daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein,

asam laktat, asamfosfat, TMAO, dan basa-basa menguap. Setelah fase rigor

mortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka pH daging ikan

naik mendekati netral hingga 7,5-8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah

sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawa-

senyawa yang bersifatbasa. Pada kondisi ini, pH ikan naik dengan perlahan-

lahan dan dengan semakin banyak senyawa basapurin dan pirimidin yang

terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan pH ikan (Junianto, 2003).

Setelah fase rigor mortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung

maka pH daging ikan naik mendekati netral hingga 7,7 – 8,0 atau lebih tinggi

jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan

disebabkan oleh kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa. Pada kondisi ini,
pH ikan naik dengan perlahan-lahandan dengan semakin banyak senyawa basa

yang terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan pH ikan. Proses rigor

mortis dikehendaki selama mungkin karena proses ini dapat menghambat

proses penurunan mutu oleh aksi mikroba. Semakin singkat proses rigor mortis

pada ikan maka semakin cepat ikan itu membusuk (Zakaria, 2008).

Tetapi saat fase rigor terlewati, baik protein miofoibril maupun protein

sarkoplasma akan mengalami pembongkaran oleh enzim-enzim otot titik

menjadi peptida-peptida dan asam amino bebas yang sangat berpengaruh pada

aroma dan rasa ikan. Tetapi asam-asam amino bebas ini dapat dibongkar lebih

lanjut menjadi metabolit-metabolit sederhana yang pada umumnya merupakan

penyebab bau busuk pada ikan (Fauzan, 2014).

2.4. Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practices merupakan suatu konsep manajemen

dalam bentuk prosedur dan mekanisme berproses yang tepat untuk menghasilkan

output yang memenuhi standar dengan tingkat ketidaksesuaian yang kecil. Good

Manufacturing Practices yang dalam bahasa indonesia dapat diterjemahkan

menjadi Cara Produksi yang Baik (CPB) diterapkan oleh industri khususnya

pengolahan hasil perikanan yang produknya dikonsumsi dan atau digunakan oleh

konsumen dengan tingkat resiko yang sedang sampai tinggi. GMP secara luas

berfokus dan berakibat pada banyak aspek, baik aspek proses produksi maupun

proses operasi dari personelnya sendiri. Hal yang diutamakan dari GMP adalah

agar tidak terjadi kontaminasi terhadap produk selama proses produksi hingga

informasi produk ke konsumen aman untuk dikonsumsi atau digunakan oleh

konsumen. Termasuk dalam pengendalian GMP adalah faktor fisik (bangunan,


mesin, peralatan, transportasi, konstruksi pabrik, dan lain-lain), faktor higienitas

dari personel yang bekerja dan faktor kontrol operasi termasuk pelatihan dan

evaluasi GMP.

2.5. Cakupan Standar GMP

Prinsip dasar GMP adalah mutu dan keamanan produk tidak dapat

dihasilkan hanya dengan pengujian (Inspection/testing), namun harus menjadi satu

kesatuan dari proses produksi. Oleh karena itu cakupan secara umum dari

penerapan standar GMP adalah:

1) Desain dan fasilitas

2) Produksi (Pengendalian Operasional)

3) Jaminan mutu

4) Penyimpanan

5) Pengendalian hama

6) Higiene personil

7) Pemeliharan, Pembersihan dan perawatan

8) Pengaturan Penanganan limbah

9) Pelatihan

10) Consumer Information (Education)

2.6. Ruang Lingkup GMP

Ruang lingkup GMP mencakup cara-cara produksi yang baik dari

sejak, bahan bahan baku masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan

termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Berikut ini

adalah berbagai hal yang dibahas dalam Cara Produksi Pangan yang Baik.
a. Lingkungan Sarana Pengolahan

Pencemaran pada bahan pangan dapat terjadi karena lingkungan yang

kotor. Oleh karena itu, lingkungan di sekitar sarana produksi/ pengolahan harus

terawat baik, bersih, dan bebas dari tumbuhnya tanaman liar. Mengingat

lingkungan yang kotor dapat menjadi penyebab pencemaran bahan pangan maka

dari sejak awal pendirian pabrik perlu dipertimbangkan berbagai hal yang

berkaitan dengan kemungkinan pencemaran tersebut. Untuk menetapkan lokasi

pabrik perlu dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin

dapat merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan

berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi

pangan yang diproduksi.

b. Bangunan dan Fasilitas Pabrik

Bangunan dan fasilitas pengolahan pangan harus dapat menjamin bahwa

pangan selama dalam proses produksi tidak tercemar oleh bahaya fisik, biologis,

dan kimia, serta mudah dibersihkan dan disanitasi. Bangunan secara umum harus

memenuhi hal-hal berikut ini :

 Mudah dibersihkan, mudah dilakukan kegiatan sanitasi, mudah

dipelihara dan tidak terjadi kontaminasi silang.

 Bangunan terdiri dari ruang pokok (proses produksi), ruang

pelengkap (administrasi, toilet, tempat cuci dll).

 Ruang pokok dan ruang pelengkap harus terpisah untuk

mencegah pencemaran terhadap produk pangan.

 Ruangan proses produksi : cukup luas, tata letak ruangan sesuai urutan

proses, ada sekat antara ruang bahan dan proses/pengemasan.


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan dan fasilitas adalah

antara lain.

a) Disain dan Konstruksi Pabrik

b) Kontruksi Lantai

c) Kontruksi Dinding atau Ruang Pemisah

d) Kontruksi Atap dan Langit-langit

e) Kontruksi Pintu

f) Kontruksi Jendela

g) Kontruksi Penerangan dan Ventilasi

h) Kontruksi Gudang

c. Peralatan Pengolahan

Tata letak kelengkapan ruang pengolahan diatur agar tidak terjadi

kontaminasi silang. Peralatan pengolahan yang kontak langsung dengan pangan

seharusnya disain kontruksinya dirancang sedemikian rupa untuk menjamin mutu

dan keamanan pangan yang dihasilkan. Peralatan pengolahan pangan harus

dipilih yang mudah dibersihkan dan dipelihara agar tidak mencemari pangan.

Sebaiknya peralatan yang digunakan mudah dibongkar dan bagian-bagiannya

mudah dilepas agar mudah dibersihkan. Sedapat mungkin hindari peralatan

yang terbuat dari kayu, karena permukaan kayu yang penuh dengan celah-celah

akan sukar dibersihkan. Jika mungkin gunakan peralatan yang terbuat dari

bahan yang kuat dan tidak berkarat seperti bahan aluminium atau baja tahan

karat (stainless steel). Peralatan hendaknya disusun penempatannya dalam jalur

tata letak yang teratur yang memungkinkan proses pengolahan berlangsung


secaraberkesinambungan dan karyawan dapat mengerjakannya dengan mudah dan

nyaman.

Peralatan yang dilengkapi dengan penunjuk ukuran seperti timbangan,

termometer, pengukur tekanan, pengukur aliran udara dan sebagainya hendaknya

dikalibrasi setiap periode waktu tertentu agar data yang diberikannya teliti. Dalam

mengendalikan tahap-tahap pengolahan yang kritis, kalibrasi peralatan

merupakan hal yang tidak dapat diabaikan.

d. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi

Adanya fasilitas dan kegiatan sanitasi di pabrik bertujuan untuk menjamin

bahwa ruang pengolahan dan ruangan yang lain dalam bangunan serta peralatan

pengolahan terpelihara dan tetap bersih, sehingga menjamin produk pangan

bebas dari mikroba, kotoran, dan cemaran lainnya.

 Suplai Air

Suplai air harus berasal dari sumber air yang aman dan jumlahnya cukup

untuk memenuhi seluruh kebutuhan pencucian/pembersihan, pengolahan, dan

penanganan limbah. Sumber dan saluran air untuk keperluan lain seperti untuk

pamadam api, boiler, dan pendinginan harus terpisah dari sumber dan

saluran air untuk pengolahan. Pipa-pipa air yang berbeda ini hendaknya diberi

warna yang berbeda pula untuk membedakan fungsi airnya. Air yang mengalami

kontak langsung dengan produk pangan harus memenuhi persyaratan seperti

persyaratan pada bahan baku air untuk air minum. Untuk menjamin agar air selalu

ada, sarana penampungan air disediakan dan selalu terisi air dalam jumlah

yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Wadah dalam penyimpanan air harus

padat bias sehingga tidak terdapat pori-pori yang dapat membuat air bisa meresap.
 Sarana Pembuangan Air Limbah

Pabrik harus dilengkapi dengan sistem pembuangan air dan limbah yang

baik berupa saluran-saluran air atau selokan. Sistem pembuangan air dan

limbah harus dirancang dan dibangun sedemikian rupa sehingga tidak

mencemari sumber air bersih dan produk pangan.

 Fasilitas Pencucian/Pembersihan

Proses pencucian atau pembersihan sarana pengolahan termasuk

peralatannya adalah proses rutin yang sangat penting untuk menjamin mutu dan

keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh suatu industri. Oleh karena itu,

industri harus menyediakan fasilitas pencucian/pembersihan yang memadai.

Kegiatan pembersihan dan sanitasi hendaknya dilakukan cukup sering untuk

menjaga agar ruangan dan peralatan tetap bersih. Pembersihan dapat dilakukan

secara fisik dengan cara penyikatan, penyemprotan dengan air, atau penyedotan

dengan pembersih vakum. Dapat juga pembersihan dilakukan secara kimia

dengan menggunakan deterjen, basa, atau asam, atau gabuagan dari cara fisik dan

kimia. Jika diperlukan, cara desinfeksi (pencuci hama) dapat dilakukan dengan

menggunakan deterjen, kemudian larutan klorin 100 sampai 250 ppm (mg/liter)

atau larutan iodine 20 sampai 59 ppm.

e. Sistem Pengendalian Hama

Hama berupa binatang mengerat seperti tikus, burung, serangga dan hama

lain adalah penyebab utama terjadinya pencemaran terhadap bahan pangan yang

menurunkan mutu dan keamanan produk pangan. Banyaknya bahan pangan,

terutama yang berserakan akan mengundang hama untuk masuk kedalam pabrik

dan membuat sarang disana.


Untuk mencegah serangan hama, program pengendaliannya harus

dilakukan, yaitu melalui: (1) sanitasi yang baik, dan (2) pengawasan atas

barang-barang dan bahan-bahan yang masuk kedalam pabrik. Praktek-praktek

higiene tersebut akan mencegah masuknya hama kedalam pabrik.

f. Higiene Karyawan

Fasilitas higiene karyawan harus disediakan untuk menjamin

kebersihan karyawan dan menghindari pencemaran terhadap pangan, yaitu:

 Tempat mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, handuk atau

alat pengering tangan.

 Tempat membilas sepatu yang didepan pintu masuk atau ruang ganti

sepatu & pakaian kerja.

 Tempat ganti pakaian karyawan.

 Toilet atau jamban yang selalu bersih dalam jumlah yang cukup

untuk seluruh karyawan. Jumlah toilet yang cukup adalah 1 buah

untuk 10 karyawan pertama, dan 1 buah untuk setiap penambahan

25 karyawan. Toilet atau jamban harus dilengkapi dengan sumber

air mengalir dan saluran pembuangan.Toilet hendaknya ditempatkan

pada lokasi tidak langsung berhubungan dengan ruang pengolahan.

g. Pengendalian Proses

Cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan proses pengolahan

pangan antara lain adalah sebagai berikut :

 Menetapkan persyaratan bahan mentah yang digunakan, menetapkan

komposisi bahan yang digunakan.

 Menetapkan cara-cara pengolahan yang baku secara tetap.


 Menetapkan persyaratan distribusi serta cara transportasi yang baik

untuk melindungi produk pangan yang didistribusikan.

Cara-cara tersebut di atas sesudahnya ditetapkan harus diterapkan,

dipantau, dan diperiksa kembali agar pengendalian proses tersebut berjalan

secara efektif. Dalam rangka pengendalian proses, untuk setiap produk pangan

yang dihasilkan hendaknya ditetapkan, hal-hal sebagai berikut:

 Jenis dan jumlah bahan, bahan pembantu, dan bahan tambahan

makanan yang digunakan,

 agan alir yang sudah baku dari proses pengolahan yang harus

dilakukan.

 Jenis, ukuran, dan persyaratan kemasan yang digunakan.

 Jenis produk pangan yang dihasilkan.

 Keterangan lengkap tentang produk yang dihasilkan termasuk:

nama produk, tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa, dan nomor

pendaftaran.

h. Manajemen dan Pengawasan

Lancar tidaknya kegiatan produksi suatu industridengan skala kecil,

menengah, maupun besar sangat ditentukan oleh manajemennya. Manajemen

yang baik selalu melakukan pengawasan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan di

dalam industrinya dengan tujuan mencegah terjadinya penyimpangan yang

mungkin terjadi selama kegiatan itu dilakukan. Demikian juga berhasilnya

pelaksanaan produksi di suatu industri sangat ditentukan oleh manajemen dan

pengawasan ini. Untuk tujuan pengendalian produksi yang efektif, tergantung

pada skala industrinya, dibutuhkan minimal seorang penanggung jawab


jaminan mutu yang mempunyai latar belakang pengetahuan higiene yang baik.

Yang bersangkutan bertanggung jawab penuh terhadap terjaminnya mutu dan

keamanan produk pangan yang dihasilkan. Dengan demikian tugas utamanya

adalah mengawasi jalannya produksi dan memperbaikinya jika selama produksi

terjadi penyimpangan yang dapat menurunkan mutu dan keamanan produk pangan

yang dihasilkan. Kegiatan pengawasan ini hendaknya dilakukan secara rutin dan

dikembangkan terus untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih baik.

i. Pencatatan dan Dokumentasi

Dalam upaya melakukan proses pengolahan yang terkendali, industri

pengolahan pangan harus mempunyai catatan atau dokumen yang lengkap

tentang hal-hal berkaitan dengan proses pengolahan termasuk jumlah dan tanggal

produksi, distribusi dan penarikan produk karena sudah kedaluwarsa.

Dokumentasi yang baik dapat meningkatkan jaminan terhadap mutu dan

keamanan produk pangan yang.

2.7. Pengertian Pembekuan

Pembekuan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan dengan

cara membekukan bahan pada suhu dibawah titik beku pangan tersebut.

Dengan membekunya sebagian kandungan air bahan atau dengan terbentuknya

es (ketersediaan air menurun), maka kegiatan enzim dan jasad renik dapat

dihambat atau dihentikan sehingga dapat mempertahankan mutu bahan pangan.

Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan

yang lebih baik dari pada metode lain, karena pengawetan dengan suhu rendah

(pembekuan) dapat menghambat aktivitas mikroba, mencegah terjadinya reaksi


- reaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan

pangan.Walaupun pembekuan dapat mereduksi jumlah mikroba yang sangat

nyata tetapi tidak dapat mensterilkan makanan dari mikroba (Shawyer, 2003).

Menurut Tambunan (1999), pembekuan berarti pemindahan panas dari

bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat, dan merupakan

salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk penanganan bahan

pangan. Pada proses pembekuan, penurunan suhu akan menurunkan aktifitas

mikroorganisme dan sistem enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan

pangan. Selain itu, kristalisasi air akibat pembekuan akan mengurangi kadar

air bahan dalam fase cair didalam bahan pangan tersebut sehingga

menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder enzim.

Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat

bahan. Pada pemukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada

bagian yang lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lambat (Brennan,

1981). Pada awal proses pembekuan, terjadi fase precooling dimana suhu

bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua

kandungan air bahan berada pada keadaan cair (Holdworth, 1968). Setelah

tahap precooling terjadi, fase selanjutnya terjadi pembentukan kristal es

(Heldman dan Singh,1981).

2.8. Prinsip Pembekuan Ikan

Seperti pendinginan, pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan

sifat-sifat alami ikan. Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah, yaitu

jauh dibawah titik beku ikan. Pembekuan mengubah hampir seluruh

kandungan air pada ikan menjadi es.Keadaan beku menyebabkan bakteri dan
enzim terhambat kegiatannya, sehingga daya awet ikan beku lebih besar

dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan. (Murniati dan Sunarman).

Pada suhu -12°C, kegiatan bakteri telah dapat dihentikan, tetapi proses-proses

kimia enzimatis masih terus berjalan.

Kematian bakteri dalam keadaan beku disebabkan oleh hal-hal sebagai

berikut.

a. Sebagian besar air didalam tubuh ikan telah berubah menjadi es dan

persediaan cairan menjadi sangat terbatas. Dengan demikian, bakteri

akan mengalami kesulitan untuk menyerap makanan, sehingga

hidupnya terganggu karena bakteri hanya dapat menyerap makanan

dalam bentuk larutan.

b. Cairan didalam sel bakteri yang ikut membeku mendesak dan

memecah dinding sel, sehingga menyebabkan kematian bakteri.

c. Suhu rendah itu sendiri membuat bakteri tidak tahan dan mati.

2.9. Proses Pembekuan

Tubuh ikan sebagian besar (60%-80%) terdiri atas cairan yang terdapat

di dalam sel, jaringan, dan ruangan-ruangan antar-sel. Cairan itu berupa larutan

koloid encer yang mengandung berbagai macam garam (terutama kalium fosfat

dasar) dan protein. Sebagian besar dari cairan itu (±67%) berupa free water

dan selebihnya (±5%) berupa bound water. Bound water adalah air yang terikat

kuat secara kimia dengan substansi lain dari tubuh ikan.

Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan menjadi es. Ikan mulai

membeku pada suhu antara -0,6°C sampai -2°C, atau rata-rata pada -1°C. Yang
mula-mula membeku adalah free water, kemudian disusul oleh bound water.

Pembekuan dimulai dari bagian luar, bagian tengah dan membeku paling akhir.

Pada prakteknya sangat sulit untuk membekukan seluruh cairan didalam

tubuh ikan, karena sebagian cairan itu (bound water) mempunyai titik beku

yang sangat rendah dan sulit dicapai dalam kondisi komersial (hanya dapat

dilakukan di tingkat laboratorium). Suhu dimana cairan itu membeku seluruh-

nya disebut eutecticpoint, terletak antara -55°C dan – -65°C. Pada umumnya

pembekuan sampai -12°C atau -30°C dianggap telah cukup, tergantung pada

jangka waktu penyimpanan yang direncanakan.

2.10. Metode Pembekuan

Menurut Adawiyah (2007), berdasarkan panjang pendeknya waktu

thermal arrest pembekuan dibagi menjadua yaitu.

1. Pembekuan cepat (Quick Freezing) yaitu pembekuan dengan thermal

arrest time tidak lebih dari dua jam. Pembekuan cepat menghasilkan

Kristal kecil didalam jaringan daging ikan, jika ikan beku dicairkan

maka kristal-kristal es yang mencair akan diserap kembali oleh daging

dan hanya sedikit yang mengalami drip.

2. Pembekuan lambat (Slow Freezing) pembekuan lambat yaitu

pembekuan dengan Thermal arrest time lebih dari dua jam. Pembekuan

lambat akan menghasilkan kristal yang besar-besar sehingga merusak

jaringan dan tekstur daging ikan setelah dithawing karena akan

memiliki rongga dan banyak sekali drip yang terbentuk.Pembekuan

lambat berarti waktu yang dilewati untuk berada pada kisaran tersebut
diatas lebih panjang, dan sekarang hal ini diyakini sebagai faktor

terpenting yang membedakan pembekuan cepat dan pembekuan lambat.

Beberapa tata cara dan anjuran dalam pembekuan ikan menetapkan

kecepatan pembekuan berdasarkan tebal ikan per satuan waktu. Namun,

pembekuan selalu lebih cepat pada permukaan ikan yang bersinggungan

langsung dengan medium pendingin, dan lebih lambat pada bagian tengah.

Oleh karena itu, kecepatan pembekuan merupakan rata-rata yang tidak

menunjukkan apa yang benar-benar terjadi. Kecepatan pembekuan rata-rata

berkisar antara 2 mm/jam dan 1000 mm/jam.

2.11. Perubahan Selama Proses Pembekuan

Pembekuan membutuhkan pengeluaran panas dari tubuh ikan.

Prosesnya dapat terlihat pada kurva dibawah ini, terbagi atas tiga tahapan

sebagai berikut.

1. Pada tahapan pertama suhu menurun dengan cepat hingga saat

tercapainya titik beku.

2. Tahap kedua suhu turun perlahan-lahan karena dua hal:

a) Penarikan panas dari ikan bukan berakibat pada penurunan suhu,

melainkan berakibat pada pembekuan air didalam tubuh ikan.

b) Terbentuknya es pada bagian luar dari ikan merupakan penghambat

bagi proses pendinginan dari bagian-bagian didalamnya.

3. Pada tahapan ketiga, jika kira-kira ¾ bagian dari kandungan air sudah

beku, penurunan suhu berjalan cepat kembali.


Pembekuan menyebabkan berubahnya beberapa fungsi dari protein

karena dalam perubahan ini protein kehilangan sifat alaminya (nature), maka

perubahan ini diberi nama denaturasi protein. Denaturasi tergantung pada

suhu. Jika suhu turun, denaturasi berjalan lambat. Denaturasi juga tergantung

pada konsentrasi enzim dan komponen-komponen lain. Ketika ikan membeku,

konsentrasi enzim dan komponen-komponen didalam air yang belum membeku

makin meningkat. Peningkatan konsentrasi ini mempercepat denaturasi. Jadi

ada dua faktor yang mempengaruhi kecepatan denaturasi protein, dan

keduanya bekerja saling berlawanan jika suhu ikan diturunkan (yang satu

makin lemah, yang lain makin kuat pengaruhnya). Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa aktivitas denaturasi yang terbesar terjadi pada kisaran

suhu -10C dan -2°C.

2.12. Alat Pembekuan Ikan

Alat yang digunakan untuk membekukan ikan disebut freezer. Freezer

atau alat pendingin pada umumnya bekerja dengan menyerap panas dari

produk yang didinginkan, dan memindahkan panas ke tempat lain dengan

perantaraan bahan pendingin (refrigerant), misalnya amoniak dan Freon. Jika

bahan pendingin dimasukkan kedalam suatu ruang tertutup yang diatur titik-

didihnya (dengan menurunkan tekanannya), ia akan menguap sambil menyerap

sangat banyak panas dari ruangah tersebut, sehingga ruangan itu menjadi

dingin. Tipe alat pembekuan yang sering digunakan yaitu jenis ABF (Air Blast

Frezeer) karena mampu membekukan bahan makanan dari segala sudut dengan

memanfaatkan hembusan udara secara kontinyu sehingga tidak ada perubahan

pada produk pada saat dicairkan kembali. Pembekuan dengan metode ABF
(Air Blast Frezeer) ini tergantung pada kecepatan hembusan anginya. Semakin

cepat hembusan angin yang dikeluarkan maka produk akan semakin cepat

mengalami proses pembekuan.

Selain ABF (Air Blast Frezeer), Ada beberapa alat yang juga digunakan

dalam proses pembekuan ikan. Berikut adalah jenis alat pembekuan dan cara

pengoprasianya ke produk perikanan.

3. Alat Pembekuan dan Cara Pengporasianya.

No Nama Alat Pembekuan Cara Pembekuan

1 Sharp freezer Meletakkan ikan di atas rak yang terbuat

dari pipa-pipa dingin

2 Multi-plate freezer Menjepitkan ikan diantara pelat-pelat dingin

3 Air-blast freezer Meniupkan udara dingin secara kontinyu ke

arah ikan

4 Immersion freezer Mencelupkan ikan kedalam cairan dingin

5 Spray freezer Menyemprot ikan dengan cairan dingin

2.13. Waktu Pembekuan

Waktu pembekuan adalah waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan

suhu produk dari suhu awal hingga mencapai suhu tertentu pada bagian tengah

produk. Kebanyakan tata cara pembekuan menetapkan bahwa rata-rata atau

keseimbangan suhu ikan, setara dengan suhu penyimpanan didalam cold

storage. Oleh karena itu suhu final bagian tengah ikan harus dipilih sebagai

acuan dalam menetapkan agar rata-rata suhu ikan sama dengan suhu

penyimpanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam lama proses pembekuan.

1. Jenis freezer: Jenis freezer sangat mempengaruhi waktu pembekuan.

2. Suhu kerja: Makin rendah suhu freezer, makin cepat ikan membeku.

Tetapi biaya pembekuan meningkat jika suhu kerja freezer diturunkan.

Dalam praktek, freezer dirancang untuk bekerja pada suhu beberapa

derajat dibawah suhu cold storage. Misalnya, jika suhu cold storage -

30°C, maka plate freezer umumnya bekerja pada -40°C dan air blast

freezer pada -35°C.

3. Kecepatan udara didalam air blast freezer: Hubungan antara

kecepatan udara dan waktu pembekuan menunjukkan bahwa waktu

pembekuan berkurang jika kecepatan udara ditingkatkan. Namun ini

agak rumit dan tergantung pada banyak faktor. Jika hambatan

pemindahan panas oleh lapisan udara diam, itu penting peningkatan

kecepatan udara karena akan sangat nyata memperpendek waktu

pembekuan. Apabila ukuran pengepaknya besar dan hambatan dari

ikan sendiri merupakan faktor penting, maka perubahan kecepatan

udara akan kurang berpengaruh.

4. Suhu produk sebelum pembekuan: Makin rendah suhu produk, makin

pendek waktu pembekuan. Oleh karena itu ikan harus didinginkan se-

belum pembekuan, disamping untuk mempertahankan mutu, juga

untuk mengurangi waktu pembekuan dan beban pendinginan.

Misalnya, ikan Kakap utuhberdiameter 150 mm akan beku didalam air

blast freezer dalam waktu 7 jam jika suhu awalnya 35°C, tetapi hanya
perlu 5 jam jika suhu awalnya 5°C. Oleh karena itu suhu awal harus

disebut ketika menyatakan waktu pembekuan.

5. Tebal produk: Makin tebal produk makin panjang waktu pembekuan.

Untuk produk yang tebalnya kurang dari 50 mm, bila tebalnya dilipat-

duakan, waktu pembekuannya akan lebih dari dua kali. Melipat-

duakan tebal ikan dari 100 mm. waktu pembekuannya akan berlipat

empat kali.

6. Bentuk produk: Di dalam freezer yang dirancang untuk membekukan

ikan tunggal, ikan berpenampang bulat akan membeku dalam waktu

yang lamao disbanding ikan pipih dengan tebal yang sama. Oleh

karena itu, bentuk ikan atau pengepak mempunyai pengaruh yang

nyata terhadap waktu pembekuan.

7. Luas permukaan persinggungan dan kepadatan produk didalam plate

freezer, persinggungan yang buruk antara produk dengan plate

pembeku akan meningkatkan waktu pembekuan. Penyebab Buruknya

kontak itu terjadi karena adanya es dipermukaan plate.


III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penulisan tugas akhir ini didasarkan atas Pelaksanaan Kegiatan

Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) yang betempat di CV. Surya

Indah PerkasaBalikpapanKalimantan Timurdilaksanakan pada tanggal 15

Januari 2019 - 10 April 2019.

3.2 Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan Kegiatan Pengalaman Kerja

Praktek Mahasiswa (PKPM) ini adalah Praktek secara langsung dan berperan

aktif mulai dari proses penerimaan bahan baku sampai produk diekspor, serta

melakukan tanya jawab dan pengamatan langsung selama kegiatan

berlangsung.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode penulisan yang diterapkan dalam penyusunan tugas akhir ini

dilakukan dengan pengumpulan data yaitu :

1. Pengumpulan data Primer

Data primer diperoleh dengan cara melaksanakan dan mengikuti secara

langsung kegiatan penerimaan bahan baku sampai produk diekspor serta

melakukan tanya jawab dengan pembimbing lapangan dan karyawan.

2. Pengumpulan data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan mengumpulkan data

dari buku-buku yang relevan dengan judul tugas akhir ini.


3.4 Alat dan Bahan

a. Alat

 Basket

 Trolly

 Bak Fiber

 Timbangan Digital

 Meja Sortir

 Longpan,

 Thermometer

 Karung

 Spidol Dan Kertas

 Pallet

 Bak Stainless steel (Bak Pencelupan)

 Meja Pengemasan

 Tali Raffia

 Alat Pembekuan (Air Blast Freezer)

 Ruang Penyimpanan (Cold Storage).

b. Bahan

 Ikan Kakap Merah

 Es Curai

 Air PDAM

3.5 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam Proses Pembekuan ikan kakap merah utuh dengan

metode ABF (Air Blast Freezer)yaitu :


1. Penerimaan Bahan Baku (Recaiving)

- Dilakukan pengecekan bahan baku (Suhu dan organoleptik)

- Ikan dibongkar dari mobil kemudian disusun kedalam basket

yang telah disediakan.

- Ikan dicuci dengan cara mencelupkan kedalam bakfiberyang

berisi air dingin yang ber suhu < 5°C

- Ikan dimasukkan kedalam ruang proses dengan menggunakan

trolly melalui jendela penghubung.

2. Proses pembekuan ikan

- Ikan yang dari ruang penerimaan, diberikan es curai untuk

mempertahankan kesegerannya.

- Ikan digrade berdasarkan kelas mutunya.

- Ikan disize dengan cara ditimbang per ekor.

- Ikan ditimbang keseluruhan kemudian dilakukan pencatatan.

- Untuk ikan yang berukuran besar dibuatkan stang gantungan

dengan mengikat kepala ikan dengan tali raffia. untuk ikan

yang berukuran kecil disusun kedalam longpan.

- Ikan dibawa kedalam Ruang ABF (Air Blast Freezer).

- Ikan digantung satu persatu atau disusun kedalam rak yeng

telah disediakan.

- Mesin dihidupkan.

3. Pengemasan

- Ikan dibongkar dari ruang ABF (Air Blast Freezer)

- Dilakukan pelepasan dengan longpan atau gantungan.


- Ikan ditimbang.

- Ikan dicelupkan kedalam air untuk memberikan lapisan

glazeagar tidak terjadi proses dehidrasi.

- Ikan dikemas dengan cara dililit dengan plastik tipis.

- Ikan ditimbang seberat 20 kg setelah itu dimasukkan kedalam

karung kemudian dilakukan pencatatan waktu/tanggal, jumlah

ekor ikan dalam karung, dan size ikan.

- Ikan dibawa ke cold storage untuk disimpan.

4. Ekspor

- Produk ikan beku dalam kemasan karung, disusun diatas trolly.

- Produk dikeluarkan dari cold storage.

- Produk disusun kedalam kontainer yang dilengkapi dengan

pendingin.

- kontainer yang telah berisi produk ikan beku ditutup

- Produk diekspor
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku yang diterima di CV. Surya Indah Perkasa adalah jenis ikan

tenggiri,kakap merah, kerapu, gard fish,Parrot fish, bongkok, cumi – cumi,

sotong dan lain lain. Bahan baku berasal dari wilayah pesisir Kalimantan

khususnya Balikpapan, Manggar, Samarinda, Banjarmasin dll. Penerimaan

bahan baku dari supplier dengan cara diantar langsung ke unit pengolahan

dengan menggunakan mobil pick up dalam bentuk bak fiber atau boks

sterofoam dengan kondisi tertutup untuk menghindari kontak langsung dengan

sinar matahari. Sebelum bahan baku diterima terlebih dahulu dilakukan

pengecekan untuk memastikan apakah ikan yang dibawa supliyer masih segar

atau tidak, jika telah memenuhi syarat dan standar mutu perusahaan maka

dilakukan pembongkaran.

Es yang digunakan di CV. Surya Indah Perkasa yaitu jenis es flake. ES

ini dibuat sendiri dengan menggunakan air yang telah di treatment sebelumnya

dan dibentuk dengan menggunakan mesin sehingga menghasilkan kristal-

kristal es yang halus dan tidak akan melukai ikan atau bahan baku lainnya. Es

flake digunakan untuk menjaga agar suhu ikan yang diolah stabil < 5°C dan

menjaga air di bak pencucian tetap dingin selama proses penerimaan bahan

baku.

Penerimaan bahan baku merupakan tahapan awal dari semua proses

yang akan dilakukan dalam pembekuan ikan kakap merah utuh oleh karena itu

mutu bahan baku sangat mempengaruhi produk akhir yang dihasilkan. Proses

pengolahan tidak dapat meningkatkan mutu tetapi hanya mempertahankan


mutu dan memperlambat pertumbuhan bakteri. Penyebab bahaya saat

penerimaan bahan baku yaitu adanya kontaminasi silang dengan lingkungan

atau daerah penangkapan ikan. Bahaya yang mungkin timbul seperti

kontaminasi logam berat seperti Cd, Hg dan Pb.

Proses pembongkaran ikan dilakukan dengan menggunakan basket yang

telah disediakan. Ikan disusun rapi kedalam basket kemudian dilakukan

pencucian awal dengan cara dicelupkan kedalam air dingin kedalam bak fiber.

Suhu air pencucian berada pada kisaran 0°C – -4°C. Proses pencucuian awal

bertujuan untuk mengurangi kotoran juga lendir dan darah yang menempel

pada ikan. Air yang digunakan dalam pencucian awal harus memenuhi syarat-

Air minum (Portable water) Guna mencegah kontaminasi dan penularan yang

dapat menyebabkan kemunduran mutu dari bahan baku. Air yang telah

digunakan dalam proses pencucian tidak boleh digunakan untuk kedua kalinya.

Ikan yang telah dicuci dimasukkan kedalam ruang proses melalui tirai

penghubung antara ruang proses dan ruang penerimaan bahan baku.

4.2. Sortasi dan grading

Sortasi merupakan proses pemisahan ikan yang akan dikelola menurut

jenis, ukuran dan tingkat kesegarannya sedangkan grading merupakan suatu

upaya pengelompokkan suatu jenis komoditas yang beragam menjadi beberapa

tingkat atau kelas sehingga memiliki tingkat keseragaman.Ikan yang yang

masuk dari ruang penerimaan langsung dilakukan penanganan dengan cara

menambahkan es curai kedalam basket yang berisi ikan. Penambahan es

dengan perbandingan 1 : 2 dengan ikan sudah dianggap cukup untuk menekan

pertumbuhan mikrobiologi.
Sortasi dilakukan segera mungkin sesaat setelah proses penanganan

selesai. Proses sortasi dilaksanakan diatas meja yang miring agar air mengalir

dari atas meja. Sortasi bertujuan untuk memisahkan ikan yang bermutu rendah

(Below Standard) seperti patah pada bagian ekor, daging tercabik, pecah perut

dan lain lain. Dalam sortasi terlebih dahulu dilakukan penimbagan awal,

dengan tujuan untuk mempermudah proses sortasi. Setelah proses sortasi,

dilakukan pengecekan size dengan cara menimbang ikan satu persatu dengan

menggunakan timbangan digital. Berat per ekor ikan menentukan sizenya.

Berikut adalah ukuran size ikan Kakap Merah yang diproses di CV. Surya

Indah Perkasa.

5. Size ikan Kakap Merah di CV. Surya Indah Perkasa

No Size Berat per Ekor Ikan

1. 1–2 0 Kg – 1.95 Kg

2. 2–3 1.96 Kg – 2.95 Kg

3. 3–5 2.96 Kg – 4.95 Kg

4. 5–7 4.96 Kg – 7 Kg

5. 7 Up 7 Kg keatas

Sumber CV. Surya Indah Perkasa (2019).

Proses sortasi dan granding dilakukan dengan tujuan agar produk yang

dihasilkan mendapatkan mutu, jenis, dan ukuran yang sesuai dengan standard

perusahaan.

4.3. Pencucian dan Penimbangan


Air yang digunakan dalam proses pencucian memiliki beberapa standar

agar dapat digunakan. Beberapa persyaratan yang perlu diketahui mengenai

kualitas air tersebut baik secara fisik, kimia dan juga mikrobiologi. Syarat

fisik, antara lain: air harus bersih dan tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa,

tidak berbau, suhu tidak melebihi dari 3°C dari suhu udara dan tidak

meninggalkan endapan. Syarat kimiawi, antara lain: tidak mengandung bahan

kimiawi yang mengandung racun, tidak mengandung zat-zat kimia yang

berlebihan, cukup yodium, pH air antara 6,5 – 8,5. Syarat mikrobiologi, antara

lain: tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera,

dan bakteri patogen penyebab penyakit (Setiawan dkk., 2013).

Pencucian ikan dilakukan dengan menggunakan air mengalir dengan

suhu ≤ 5°C untuk menjaga agar ikan tetap segar dan membersihkan kotoran

yang masih mengikut seperti darah dan lendir. Pencucian dengan air mengalir

akan membawa kotoran dan bahan ikutan yang bersifat fisik yang tidak

dikehendaki. Pencucian harus dilakukan seintensif mungkin sehingga

memenuhi persyaratan-persyaratan teknologi dan hygiene. Selanjutnya

dilakukan penirisan. Penirisan dilakukan dengan tujuan untuk menguragi

kandungan air pada ikan agar tidak menambah berat pada saat penimbagan.

Penimbagan dilakukandengan cara ikan diletakkan dalam long pan kemudian

dicatat berat total ikan yang diterima dan menghitung jumlah ikan berdasarkan

ukuran dan jenisnya serta sebagai pengecekan hasil sortasi. Timbangan yang

digunakan adalah timbangan digital dengan tingkat keakuratan yang tinggi

serta telah melalui proses kalibrasi secara berkala. Penimbangan dilakukan

dengan melihat bobot, jenis dan kualitas ikan. Ikan kakap merah ditimbang dan
dicatat beratnya sebagai laporan perusahaan. Setelah proses penimbangan

selesai ikan diikat dengan menggunakan tali raffia dibagian ujung mulut. Tali

raffia yang digunakan memiliki warna variasi yang berbeda tergantung size

dan mutu ikan.

Table 5. Warna tali raffia yang digunakan di CV. Surya Indah Perkasa

No Size Mutu Ikan

Fresh BS

1. 1–2 Kuning Kuning Hitam

2. 2–3 Hijau Hijau Hitam

3. 3–5 Abu-abu Abu-abu hitam

4. 5–7 Biru Biru Hitam

5. 7 Up disesuaikan disesuaikan

Sumber : CV. Surya Indah Perkasa (2019)

Sedangkan untuk ikan yang ditangkap menggunakan jaring (tidak

menggunakan pancing) diberikan tali warna merah untuk yang masih segar dan

merah hitam untuk yang BS (Below Standard).

4.4. Proses Pembekuan Ikan

Ikan yang telah diikat kemudian dimasukkan ke dalam ruang ABF (Air

Blast Freezer) untuk dibekukan. Ikan digantung berdasarkan jenis, mutu, dan

ukuranya. Untuk ikan yang berukuran kecil disusun diatas rak pembekuan.

Proses pembekuan ikan dengan menggunakan mesin ABF (Air Blast

Freezer) yaitu memanfaatkan udara sebagai media pembeku dengan cara

menghembuskan dan megedarkan udara dingin ke sekitar produk secara


kontinyu. Kelebihan dari penggunaan air blast freezer adalah kecocokan dan

keluwesannya akan produk. Tipe pembekuan ini dapat membekukan macam

produk,dengan deret luas dalam bentuk, serta pegoprasiannya yang mudah.

Kelemahan dari cara pembekuan ini dalah pengeringan produk, apalagi produk

tidak dibungkus dan kecepatan udara yang cukup tinggi dengan menggunakan

suhu -35ᵒC sampai -40ᵒC lama pembekuan sekitar 12 – 24 jam.

4.5. Pengemasan (Packing)

Pengemasan dapat diartikan sebagai usaha perlindungan terhadap

produk dari segala macam kerusakan dengan menggunakan wadah, sehingga

pengemasan bertujuan untuk melindungi atau mengawetkan produk agar

sampai ke tangan konsumen dalam keadaan baik (Suradi, 2005). Bahan

pengemas yang digunakan di CV. Surya Indah Perkasa terdiri dari kemasan

primer dan sekunder.

Kemasan primer yang digunakan terbuat dari Polyetilen (PE).

Polyetilen (PE) bersifat kuat, tembus cahaya dan yang memiliki permukaan

yang agak licin. Kemasan sekunder yang digunakan adalahkarung gula atau

karung beras yang terbuat dari serat kulit batang. Pemberiaan kemasan

sekunder bertujuan untuk menjaga produk dan mencegah kerusakan pada

kemasan primer pada saat dilakukan proses distribusi..

Ikan yang telah beku kemudiaan dikeluarkan dari ruang ABF dengan

menggunakan basket, sebelum ikan dikemas terlebih dahulu tali raffia yang

terdapat pada mulut ikan dilepas. Selanjutkan ikan dicelupkan kedalam bak air

stenleas yang berisi air dingin. Pencelupan kedalam air dingin dilakukan
dengan tujuan untuk membentuk lapisan atau selimut es sehingga melindungi

produk dari pengaruh dehidrasi dan oksidasi. Lapisan es itulah yang akan

menyublim di dalam cold storage, bukan ikan. Selimut es itu juga akan

menjauhkan permukaan ikan dari udara sehingga oksidasi dapat dikurangi.

Proses pengemasan awal dilakukan dengan menggunakan plastik

bening tipis dan elastis dengan cara melilit seluruh bagian badan ikan.

Selanjutnya ikan ditimbang lalu dimasukan kedalam karung kemudian

dilakukan pencatatan waktu, berat, nama ikan, size, jumlah perkarung dan

mutunya.Pemberian label pada produk akan memudahkan untuk dilakukan

pengecekan oleh perusahaan dan juga untuk memudahkan konsumen

mendapatkan informasi dari produk yang akan dikonsumsi. Setelah itu ikan

dimasukkan kedalam ruang cold storage untuk dilakukan proses penyimpanan.

Tahap penyimpanan merupakan akhir dari pengolahan ikan, selama menunggu

distribusi produk. Suhu ruang cold storage pada masa penyimpanan yaitu -

25°C sampai -30°C. Penataan produk dalam ruang beku diatur sedemikian rupa

agar sirkulasi udara dapat merata dan memudahkan pada saat akan dilakukan

pengiriman.

4.6. Ekspor

Produk yang pertama masuk harus keluar terlebih dahulu atau dengan

penggunaan sistem yang dikenal dengan first in first out (FIFO) yang

merupakan suatu sistem penyimpanan barang atau produk yang dilakukan

dengan sistem barang yang masuk terlebih dahulu, yang juga dikeluarkan
terlebih dahulu. Jadi, proses keluarnya produk dilakukan secara berurutan atau

sesuai kronologis penyimpanan.

Produk kemudian diangkut menggunakan kontainer yang dilengkapi

dengan pendingin. Suhu kontainer ≤ - 20°C. Pada prinsipnya kontainer

berpendingin bekerja untuk menjaga kesegaran produk yang diangkut. Pada

saat akan digunakan maka ruangan pendingin dikondisikan dengan mengatur

suhunya sesuai dengan persyaratan suhu yang dibutuhkan. Kontainer yang

digunakan dalam proses pemuatan harus dalam keadaan bersih dan kering

terbebas dari debu, benda asing dan sumber kontaminasi yang dapat

mencemari produk.

Dalam proses pemindahan produk dari cold storage kedalam kontainer

dilakukan dengan cara menyusun produk ke atas trolly dengan hati – hati untuk

menghindari kerusakan. Produk yang keluar dilakukan pencatatan waktu,

berat, dan jumlahnya. Setelah itu produk disusun rapi agar jumlah yang di

tampung dalam kontainer bisa lebih banyak.

Pengiriman dilakukan jika jumlah produk sudah dianggap cukup

banyak untuk mengisi suatu kontainer. Dalam satu bulan biasanya pengiriman

dilakukan sebanyak 5 – 6 kali dengan hitungan satu kontainer dalam satu kali

pengiriman.
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Proses pembekuan ikan dengan menggunakan mesin ABF (Air Blast

Freezer) yaitu memanfaatkan udara sebagai media pembeku dengan cara

menghembuskan dan megedarkan udara dingin ke sekitar produk secara

kontinyu. Lama waktu pembekuan ikan kakap merah yaitu 12 - 24 jam didalam

ruang ABF (Air Blast Freezer) dengan suhu -35°C hingga -40°C.

5.2 Saran

Kekurangan dalam penerapan sistem manajemen keamanan pangan atau

HACCP terletak pada program kelayakan dasar menyangkut perilaku

karyawan yang kurang disiplin (kurang sadar akan pentingnya menerapkan

sistem manajemen keamanan pangan) dan ketersediaan peralatan/sarana

kerja. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya peningkatan

kualitas sumber daya manusia di perusahaan untuk dapat meningkatkan

kedisiplinan dan kesadaran karyawan dalam bekerja.


DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara.


Jakarta.Teknologi Referigrasi Hasil Perikanan Jilid II Teknik
Pembekuan Ikan. CV. Paripurna, Jakarta.

Anjarsari B. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem danTeknologi.


Yogyakarta (ID): Penerbit Graha Ilmu.

Brennan, J.G. 1981.Food Freezing Operations. Applied Science Publishers, Ltd.


London Heldman DR, Singh RP. 1981. Food Process Engineering.
2nd ed.
Ardan Samman: Ekobiolagi ikan Kakap (Kakap Merah) http : // khairunmsp .
blogspot. com/2014/11/ ekobiologi-ikan-kakap-ikan-kakap.html.
Dianty RN. 2012. Proses Rigor PadaDaging. [Internet]. [Diakses 1 Mei 2019].
Tersedia Pada: http://this-is-me-1112.blogspot.co.id/2012/11/proses-
rigor-pada-daging.html.

Fauzan N. 2014.Penurunan Mutu Ikan. [Internet]. [Diakses 1 Mei 2019].


Tersedia Pada: http://fauzanal-abbas.blogspot.co.id/2014/03/ modul
.html.

Gagan, Ananda. 2010. Good Manufacturing Practices (Gmp) Of Food Industri


Cara Produksi Makanan Yang Baik (Cpmb). Malang.

Gunarso. Klasifikasi Ikan Kakap http: // www. Demandiri.or.id/file/iskandar


zulkarain ( Diakses pada 8 Mei 2019).

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Moura, R. L. & K. C. Lindeman. 2007. External Anatomy &


Taxonomy. Ichthyology Labolatory. Brazil 1422: 31-43.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar


Swadaya. Jakarta

Murniyati, AS. 2005. Pembekuan Ikan, SUPM Tegal, Tegal.

Murniyati dan Sunarman 2000. Pendinginan, pembekuan dan pengawetan ikan.


Kanasius. Yogyakarta.

Wibowo IR, YS Darmanto, AD Anggo. 2014. Pengaruh Cara Kematian Dan


Tahapan Penurunan Kesegaran IkanTerhadap Kualitas Pasta Ikan Nila
(Oreochromisniloticus).
J.PengolahandanBioteknologiHasilPerikanan.3(3): 95-103.
Saanin, H, 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II.
Binatjipta.Bandung.

Shawyer, M. and Pizzali. 2003. The Use of Ice on Small Fishing Vessels. [Jurnal].

Setiawan,D., Sibarani, J., Suprihatin, I. E. 2013. Perbandingan Efektifitas


Disinfektan Kaporit, Hidrogen Peroksida, Dan Pereaksi Fenton
(H2O2/Fe2+). Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied
Chemistry) Volume 1, Nomor 2.

SNI 01-2729-2006). https://www.coursehero.com/file/31169329/SNI-01-2729-


1-2006-Spesifikasi-Ikan-Segar-spesifikasi-1pdf (Diakses 20 Mei
2019).

Suradi, K. 2005. Pengemasan Bahan Pangan Hasil Ternak Dan Penentuan


Waktu Kadaluarsa. Dibawakan dalam seminar : Fasilitas Penanganan
Pengemasan Olahan Ternak. pada tanggal 5-7 Juni 2005 di Makasar
Sulawesi Selatan.

Tambunan A.H. 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan Vakum untuk Produk


Pangan. Usulan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi. Institut
Pertanian Bogor.

Zulkarnain 2007. Morfologi Ikan Kakap, Http // www. Klasifikasi Ikan Kakap
Merah. Com. Diakses 10 Mei 2019).
RIWAYAT HIDUP

NAMA : Ridwan Sapri

NIM : 1622030051

TEMPAT/TANGGAL LAHIR : Tabolang, 10 Oktober 1996

JURUSAN : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

PROGRAM STUDI : Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan

PENGALAMAN ORGANISASI : 1. Pengurus KKBM SULBAR Tahun 2019

2. Pengurus HIMATERIN Tahun 2018

PELATIHAN SEMINAR : 1. Seminar Kewirausahaan

ALAMAT : Malunda, Kec. Malunda, Kab. Majene,

Prov. Sulawesi Barat

TELEPON : 085346595863

E-MAIL : Ridwansapri777@gmail.com

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah

benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.

Pangkep, Agustus 2019

Ridwan Sapri
Lampiran 1. Gambar Proses Pembekuan Ikan Kakap Merah

1. Proses penerimaan bahan baku ikan

2. Penimbangan dan sortasi ikan

3. Pembekuan Dalam ABF (Air Blast Freezer)


4. Packing Ikan

5. Penyimpanan kedalam Coold Storage

6. Proses Loading Produk Beku

Anda mungkin juga menyukai