Anda di halaman 1dari 52

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarokatuh.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. beserta

junjungan-Nya, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬karena dengan kehendak-Nya penyusunan dan

pengerjaan Laporan Usulan Penelitian ini yang berjudul “Korelasi Waktu

Fermentasi Terhadap Asam Laktat Yang Dihasilkan Pada Konsentrasi

Garam (NaCl) Yang Berbeda Terhadap Karakteristik Pikel Butternut

(Cucurbita moschata)”.

Penulis banyak memdapatkan bantuan dari berbagai pihak selama

menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Allah SWT. Yang telah memberikan kesehatan, umur, rezeki dan akal

guna menyelesaikan Laporan Usulan Penelitian ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. M. Iyan Sofyan, M.Sc. selaku pembimbing utama

yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ir. H. Dede Zainal Arief, M.Sc. selaku pembimbing

pendamping yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi

kepada penulis.

4. Ibu Ira Endah Rohima, ST., M.Si. selaku Koordinator Seminar Usulan

Penelitian dan Tugas Akhir Program Studi Teknologi Pangan Fakultas

Teknik Universitas Pasundan.


ii

5. Bapak Dr. Ir. Yusep Ikrawan, M.Sc. selaku Ketua Program Studi

Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan.

6. Keluarga besar; Oding Budiman, Encum Sumarti, dan Ibnu Rusdan

Hakim yang tidak lain adalah Ayah, Ibu, dan Adik kandung penulis yang

telah memberikan dukungan tiada akhir baik berupa moral, motivasi, dan

material juga do’a yang tak kunjung putus sehingga laporan Usulan

Penelitian ini dapat terselesaikan.

7. Adni Laisma, ST., Dian Dwi Novianti, ST., dan Amy Rachmawati yang

telah bersedia membantu penulis mengerjakan metode perhitungan yang

dibutuhkan pada laporan ini, juga support dan hiburannya yang tiada

akhir.

8. Diah Krisna Pitaloka, Rima Anisa Mawarni, Ocke Octavia, Christie

Naomi, dan Riva Fauziyyah yang selalu menghibur penulis dikala susah,

senang, berbagi tawa canda dan support yang luar biasa pada pengerjaan

laporan kali ini.

9. Rekan-rekan bimbingan Pak Dede dan Pak Iyan yang senantiasa

menemani disaat bimbingan bersama.

10. Laboran-laboran laboratorium Teknologi Pangan Universitas Pasundan,

Pak Sulaeman dan Pak Adang yang telah membantu selama penulis

melakukan analisis.

11. Juga untuk seluruh pihak yang turut serta membantu dalam penyusunan

laporan ini yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu.


iii

12. Dan untuk seluruh teman-teman seperjuangan Teknologi Pangan Fakultas

Teknik Universitas Pasundan angkatan 2014 yang telah mau membagikan

ilmu, informasi dan pengalaman yang sangat berharga.

Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga

penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca. Semoga laporan

usulan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang

membutuhkannya.

Bandung, Desember 2018

Penulis
iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian .................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 4
1.5 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 5
1.6 Hipotesa ........................................................................................................ 8
1.7 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 8
II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 9
2.1 Butternut Squash .......................................................................................... 9
2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Butternut Squash.......................................... 9
2.1.2 Manfaat butternut squash ..................................................................... 11
2.2 Fermentasi .................................................................................................. 13
2.2.1 Pengertian Fermentasi........................................................................... 13
2.2.2 Mikrobiologi Fermentasi dan sayur-sayuran ........................................ 15
2.3 Pikel ............................................................................................................ 19
2.4 Garam ......................................................................................................... 22
2.5 Asam Laktat ............................................................................................... 24
III METODELOGI PENELITIAN ................................................................... 25
3.1 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................ 25
3.1.1 Bahan .................................................................................................... 25
3.1.2 Alat........................................................................................................ 25
3.2 Metode Penelitian ...................................................................................... 25
3.2.1 Penelitian Tahap Satu ........................................................................... 26
3.2.2 Penelitian Tahap Dua ............................................................................ 26
v

3.2.3 Rancangan Respon ................................................................................ 28


3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................... 28
3.3.1 Deskripsi Penelitian Tahap Satu ........................................................... 28
3.3.2 Deskripsi Penelitian Tahap Dua ........................................................... 31
3.4 Jadwal Penelitian ....................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34
LAMPIRAN ......................................................................................................... 38
vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam setiap 100 gram Butternut squash ................. 11

Tabel 2. Syarat Mutu Saurkraut Menurut SNI 01-2600-1992 .............................. 19

Tabel 3. Pendataan Nilai Variabel Bebas dan Variabel Tidak Bebas. .................. 27

Tabel 4. Jadwal Penelitian Pembuatan Butternut pikel. ........................................ 33


vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Butternut squash.................................................................................... 9

Gambar 2. Diagram alir penelitian butternut pikel. .............................................. 32


viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Penentuan Jumlah Sel Hidup Metode Total Plate

Count (TPC) (Fardiaz,1993). ............................................................. 38

Lampiran 2. Pengujian Kadar Asam Laktat MetodeTitrasi .................................. 39

Lampiran 3. Analisis Respon pH .......................................................................... 40

Lampiran 4. Perhitungan basis dan kebutuhan bahan baku penelitian ................. 41

Lampiran 5. Biaya Penelitian dan Biaya Bahan Baku .......................................... 43


I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

1.1 Latar Belakang


Labu madu / Butternut Squash (Cucurbita moschata) atau yang dikenal

dengan nama butternut pumpkin atau gramma, adalah jenis labu musim dingin yang

tumbuh secara merambat. Berbentuk seperti kacang tanah, dan kulitnya berwarna

cokelat kekuningan dengan daging buah berwarna oranye dengan biji pada tengah

buah. Saat matang, buah ini menjadi berwarna kuning oranye tua dengan rasa yang

lebih manis dan lebih lembut.

Negara Indonesia yang mempunyai iklim tropis, labu madu dapat tumbuh

baik asalkan curah hujan mencukupi sepanjang tahun. Di Indonesia sendiri,

penanaman masal labu madu ini dilakukan dengan budidaya. Di Pulau Jawa sendiri

budidaya Labu madu terbesar ada di Kabupaten Kuningan, Kediri, dan Malang

(Badan Pusat Statistika (BPS), 2016). Di Kabupaten Kuningan sendiri hasil panen

butternut squash mencapai kurang lebih 80 ton persekali panen. Dengan penjualan

dari petani seharga Rp 25.000,- per kilogramnya. Penjualan butternut sendiri masih

dalam bentuk buah mentah, bukan dalam bentuk olahan. Baik melalui pasar ritel

maupun melalui online/media sosial. Di Indonesia sendiri, belum ada pengolahan

butternut squash secara massal/industrial.

Butternut squash dapat dikonsumsi berbagai macam lapisan masyarakat,

dari lansia hingga balita yang baru belajar memakan makanan pendamping ASI

1
2

(MP-ASI). Beberapa produk yang dapat diolah menggunakan bahan dasar butternut

squash adalah roti, donat, MP-ASI, cookies, pure, pikel, dan lainnya. Dalam upaya

peningkatan nilai tambah komoditas pertanian dan juga memperpanjang umur

simpan produk, pengolahan Butternut squash menjadi pikel dapat dijadikan salah

satu alternatif pilihan dalam rangka menganekaragamkan olahan Butternut squash.

Pengolahan bahan nabati (sayur, buah dan umbi) menjadi produk pikel

dapat memberikan nilai tambah ekonomi pada bahan nabati tersebut. Selain itu,

daya tahan simpan bahan nabati menjadi lebih lama, dapat menghasilkan cita rasa

yang lebih disukai dan pengangkutannya lebih mudah. Butternut squash merupakan

salah satu komoditi yang perlu dicoba untuk diolah menjadi pikel.

Pikel adalah hasil pengolahan buah atau sayuran menggunakan garam,

diawetkan dengan asam, dengan atau tanpa penambahan gula dan rempah-rempah

sebagai bumbu (Vaughn, 1982 dalam Yuliani dan Nurdjanah, 2009). Pikel dibuat

dengan fermentasi asam laktat, selain itu cara membuatnya yang mudah.

Fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam

amino secara anaerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat

dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya

dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri (Fardiaz, 1992). Lama fermentasi

sangat berpengaruh terhadap total asam dan pH pada hasil akhir pembuatan pikel,

semakin lama waktu fermentasi maka konsentrasi asam laktat meningkat terutama

asam laktat sehingga pH turun (Yuliani dan Nurdjanah, 2009).

Mengkonsumsi pikel atau produk hasil fermentasi asam laktat lainnya

memiliki banyak manfaat bagi tubuh yaitu untuk memperlancar proses pencernaan
3

dalam tubuh karena dalam pikel sangat banyak mengandung bakteri probiotik

(bakteri baik) seperti Lactobacillus plantarum yang bisa mengusir gas dalam perut

dan ketidaknyamanan yang terkait dengan gangguan (pencernaan) seperti buang air

besar (BAB). Selain itu pikel juga dapat mengurangi penumpukan lemak,

mengurangi resiko tekanan darah tinggi, membantu mengurangi diare akibat infeksi

tertentu, membantu meringankan sembelit, dan membantu meningkatkan

kekebalan tubuh secara keseluruhan (Anonim, 2012).

Pembuatan butternut pikel ini memerlukan proses fermentasi. Untuk

menghasilkan pikel yang baik, diperlukan ketepatan saat dilakukan pemanasan

pada proses blansir, dan ketepatan penambahan garam pada proses fermentasi.

Tekstur yang dihasilkan pada percobaan pembuatan butternut pikel ini lebih lunak

dari pikel yang lainnya. Warna yang dihasilkan pun dari warna oranye dof berubah

menjadi oranye agak transparan. Aroma yang dihasilkan terdapat aroma khas pikel

namun tercium juga bau rempah-rempah yang digunakan pada proses seperti

bawang dan jahe. Bahan yang digunakan berbeda dengan bahan yang pernah

digunakan untuk bahan baku pikel sebelumnya karena butternut ini sifatnya lebih

mudah melunak jika terkena proses suhu tinggi atau dengan adanya proses

difusi/osmosis.

Kandungan gula reduksi mempengaruhi karakter produk dan jumlah total

asam yang dihasilkan. Ketepatan penambahan kadar garam diharapkan akan

menghasilkan butternut pikel dengan asam laktat tinggi namun dengan kualitas

yang baik. Selain itu, waktu yang optimal untuk fermentasi pikel dengan bahan

baku butternut ini juga perlu dilakukan dengan tepat karena karakteristik butternut
4

sebagai bahan baku pikel berbeda dengan bahan baku untuk pikel lainnya. Sampai

saat ini penelitian pikel butternut belum ada sehingga penelitian ini perlu dilakukan

agar dapat diketahui pada kadar garam berapa dan waktu fermentasi berapa lama

untuk membuat butternut pikel ini paling optimal dan siap dikonsumsi.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi

masalah dalam penelitian ini yaitu berapa kadar garam dan lama waktu fermentasi

untuk menghasilkan karakteristik pikel butternut yang baik?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menentukan kadar

garam yang diperlukan dan waktu fermentasi yang tepat pada produk butternut

pikel.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya kadar garam

yang digunakan untuk fermentasi dan lama fermentasi pada proses pembuatan

produk butternut pikel.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah jenis produk olahan

dengan bahan dasar butternut squash ini, dapat memperkaya produk olahan pikel

sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi dan daya jual produk dari butternut

squash dan pikel, selain itu juga dapat memberikan informasi pada masyrakat

tentang potensi gizi dari butternut squash itu sendiri yang kaya akan vitamin,

mineral, protein, dan serat pangan lainnya.

Pada akhirnya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan angka

konsumsi labu madu/butternut squash di masyarakat luas dan berbagai olahannya,


5

juga lebih mengenalkan labu madu/butternut squash pada masyarakat lewat

beragam olahannya.

1.5 Kerangka Pemikiran


Karakteristik dari pikel mempunyai tekstur yang renyah khas buah dan

sayur (getas), mempunyai rasa asam, memiliki aroma khas pikel, dan mempunyai

warna yang lebih transparan atau lebih bening dari warna asli bahannya (Anonim,

2012). Kriteria yang diharapkan dari pembuatan pikel lobak adalah warna pikel

yang putih kekuningan, rasanya yang asin dan sedikit asam, teksturnya sedikit alot,

aroma khas pikel, konsentrasi garam yang diguanakan sekitar 5-8%, kandungan

asam laktatnya minimal 0,8 %, memiliki pH akhir 4, mengandung cemaran logam

seperti Pb maks. 10,0 mg/kg, Cu Maks. 30,0 mg/kg, Zn maks. 40,0 mg/kg, As maks.

250 mg/kg, Sn maks.2.0 mg/kg, cemaran mikroba maks 1,0 x 103 cfu/g (Astuti,

2006).

Beberapa bahan baku yang biasa dibuat menjadi pikel diantaranya adalah

lobak dengan waktu fermentasi 15 hari dengan kosentrasi garam 5% dan total

bakteri asam laktatnya sebesar 0,33%. Bahan lain yang biasa diolah menjadi pikel

adalah kol dengan konsentrasi garam yang paling baik sebesar 2,5% dengan waktu

fermentasi 7 hari dan asam laktat yang dihasilkan sebesar 0,0095%. Dan dengan

bahan baku ubi jalar ungu menggunakan konsentrasi garam sebesar 6% dengn

waktu fermentasi selama 12 hari dan bakteri asam laktat yang dihasilkan sebesar

0,944%. Dalam penelitian fermentasi pikel dengan bahan ubi jalar ungu,

konsentrasi garam 3% warna pikel akan berubah dari ungu menjadi pink pada hari

ke-3 dan tetap stabil pada hari ke-12 fermentasi. Kondisi ini disebabkan oleh

konsentrasi garam yang baik dalam fermentasi sayuran dan buah berkisar antara 2-
6

3% (Pederson, 1982, dan Westhoff, 1978; Winarno et al., 1980 dalam Setiawan,

2012).

Garam memegang peranan penting dalam fermentasi pikel. Garam menarik

keluarnya air dari buah yang mengandung padatan terlarut seperti protein,

karbohidrat, mineral, dan vitamin. Garam menghambat bakteri proteolitik, dan

menstimulir tumbuhnya bakteri asam laktat. Jumlah dan jenis bakteri yang tumbuh

tergantung dari konsentrasi garam (Megawati, 2017). Owens dan Mendoza (1985)

menyatakan bahwa pertumbuhan BAL dipengaruhi antara lain oleh jumlah awal

bakteri asam laktat dan mikroorganisme pesaing, suhu fermentasi dan konsentrasi

garam. Penambahan garam dengan konsentrasi yang sesuai akan mendorong

pertumbuhan bakteri asam laktat dan menekan pertumbuhan bakteri yang tidak

diinginkan (Buckle et al., 2009). Penambahan garam sangat mempengaruhi hasil

fermentasi, dengan 3 sampai 10% garam dalam kondisi anaerob akan merangsang

pertumbuhan bakteri asam laktat (Buckle et al., 1987), yang optimal

pertumbuhannya akan bergantung pada jenis BAL.

Penambahan garam dalam fermentasi bertujuan untuk menekan

pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan untuk merangsang pertumbuhan

bakteri asam laktat (Jacob, 1951 dalam Yuniarti, 1986). Kadar garam dalam larutan

harus selalu kontrol untuk menghindari tingkat produksi asam yang tidak

diinginkan. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi akan menurunkan produksi asam.

Konsentrasi garam menyebabkan bakteri asam laktat kurang dapat mengkonversi

gula dan menyebabkan pertumbuhan khamir (Etchells et al., 1975 dalam Yuniarti,

1986).
7

Penambahan garam dalam fermentasi bertujuan untuk menekan

pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan untuk merangsang pertumbuhan

bakteri asam laktat (Jacob, 1951 dalam Yuniarti, 1986). Kadar garam dalam larutan

harus selalu kontrol untuk menghindari tingkat produksi asam yang tidak

diinginkan. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi akan menurunkan produksi asam.

Konsentrasi garam menyebabkan bakteri asam laktat kurang dapat mengkonversi

gula dan menyebabkan pertumbuhan khamir (Etchells et al., 1975 dalam Yuniarti,

1986).

Lama fermentasi menunjukan bahwa semakin lama fermentasi total asam

tertitrasi makin meningkat. Ini disebabkan makin lama fermentasi makin banyak

bakteri yang terbentuk sehingga meningkatkan jumlah asam yang dibentuk. Total

asam tertinggi diperoleh pada pada lama fermentasi 24 hari, yaitu 0.32% untuk

produk pikel lobak (Kurniati, 2018). Lama waktu fermentasi terbaik pada

pembuatan pikel buncis adalah selama 15 hari dengan konsentrasi garam terbaik

adalah 15%, dimana total bakteri asam laktat tertinggi yaitu 31.103 koloni/g (Astuti,

2006).

Menurut Buckle, et al. (2009) bakteri asam laktat menghasilkan sejumlah

asam laktat sebagai hasil akhir metabolisme karbohidrat sehingga menurunkan nilai

pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Aktivitas bakteri

asam laktat meningkat seiring dengan peningkatan suhu yang mempengaruhi

pertumbuhan organisme. Bakteri asam laktat membuat suasana asam ketika

poliferasi khamir yang menghasilkan vitamin, dan metabolit lain seperti asam

amino untuk bakteri asam laktat. Pikel dalam konsentrasi garam rendah akan lebih
8

cepat mengalami perubahan warna, namun semakin cepat berubah warna seiring

dengan waktu fermentasi yang lebih cepat.

1.6 Hipotesa
Dari kerangka pemikiran diatas, dapat diambil suatu hipotesa yaitu:

1. Diduga adanya pengaruh kadar garam yang bervariasi terhadap karakteristik

butternut pikel;

2. Diduga waktu fermentasi berpengaruh kepada karakteristik butternut pikel; dan

3. Diduga kadar garam yang digunakan dan lama fermentasi terhadap jumlah asam

laktat yang dihasilkan dan kepada karakteristik butternut pikel.

1.7 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dimulai bulan Januari 2019 sampai dengan selesai dan bertempat

di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan,

Bandung.
II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan mengenai (1) Taksonomi dan Morfologi

Butternut Squash (Cucurbita moschata), (2) Fermentasi, (3) Pikel, (4) Garam, dan

(5) Asam Laktat.

2.1 Butternut Squash


2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Butternut Squash
Kedudukan tanaman butternut squash dalam sistematika tumbuhan

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub-divisi : Angiospermae (biji tertutup)

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Cucurbitales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Cucurbita

Spesies : Cucurbita moschata

Gambar 1. Butternut squash


(Sumber: Wikipedia.com)

9
10

Butternut squash sendiri berasal dari famili dan genus yang sama dengan

labu kuning namun butternut squash ini memiliki kandungan β-karoten yang lebih

tinggi, yakni 422μg tiap 100g (USDA, 2015 dalam Koh, S.H. dan Loh, S.P., 2018).

Butternut squash memiliki warna oranye kekuningan. Biji dan daging buahnya

persis seperti biji labu kuning pada umumnya, namun mempunyai kulit yang agak

keras berwarna cokelat muda. Memiliki rasa manis dan agak gurih mirip labu.

Namun mempunyai bentuk seperti buah pir dan kacang tanah, itulah yang

membedakan butternut squash dengan labu kuning (Koh, S.H. dan Loh, S.P., 2018).

Labu madu / butternut squash memiliki kandungan karbohidrat juga kaya

serat, vitamin A, C dan E dan mineral, membantu meningkatkan kekebalan tubuh

dan melawan radikal bebas. Warna oranye pada labu mengandung β -karoten tinggi,

sebuah antioksidan yang mengubah vitamin A dan membantu mengurangi risiko

kanker. Labu madu juga mengandung B-Kompleks vitamin seperti folat, niacin,

vitamin B-6 (pyridoxine), thiamin, dan asam pantotenat, dan mineral seperti

tembaga, kalsium, besi dan fosfor (Logistik BPPI, 2016).

Butternut squash dipanen tiga bulan sekali atau dalam satu tahun dapat

dipanen sebanyak empat kali. Susunan tubuh tanaman butternut squash sendiri pada

dasarnya terdiri atas: akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Butternut squash ini

termasuk pada jenis labu musim dingin (winter squash), yakni jenis labu yang besar

dan memiliki rongga dengan biji-biji besar. Memiliki masa tanam sekitar 3 bulan,

buah-buahannya dipanen menjelang musim gugur sebagai stok makanan di musim

dingin dan dapat bertahan kurang lebih hingga 5-6 bulan lamanya. Beberapa
11

tanaman yang termasuk pada winter squash yakni butternut squash, labu

parang/labu kuning, kabocha, dan labu air (Nainggolan, 2017).

Panen dilakukan ketika tanaman sudah berumur 85-90 hari. Ciri-ciri buah

yang sudah siap panen tangkai buah pada tangkal sudah berubah warna, dari hijau

ke coklatan bahkan coklat. Warna buah sudah coklat mengkilap. Untuk grading ada

2 ukuran. Grade A dengan berat 1-2 kg Grade B dengan berat 500 – 900 gram

(Akbar, 2016).

Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam setiap 100 gram Butternut squash

Nutrient Unit Value


Water g 86,41
Energy kcal 1
Protein g 1
Total lipid (fat) g 0,1
Carbohydrate g 11,69
Fiber, total dietary g 2
Sugars, total g 2,2
Calcium mg 48
Magnesium mg 34
Zinc mg 0,15
Vitamin A IU 10630
Vitamin B-6 mg 0,154
Sumber: USDA Nutrient database, 2018.

2.1.2 Manfaat butternut squash


1. Menurunkan dan mencegah tekanan darah tinggi.

Satu cangkir butternut squash mengandung hampir 500 mg kalium, yang dapat

membantu menurunkan tekanan darah karena sifatnya yang mampu menetralkan

efek natrium dalam makanan. Dengan menjaga tekanan darah tetap stabil dapat

membantu kita menghindari masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan stroke.

2. Melancarkan Sistem Pencernaan.


12

Satu cangkir butternut squash mengandung hampir 7 gram serat, yang dapat

membantu mencegah sembelit dan membantu bakteri baik di dalam usus

berkembang biak agar saluran cerna dapat terjaga dengan baik.

3. Meningkatkan Daya Penglihatan.

Butternut squash kaya akan vitamin A. Satu cangkir labu memiliki lebih dari 350

persen dari standar nutrisi harian yang direkomendasikan (RDA – recommended

daily allowance), yang mana sangat penting untuk kesehatan mata. Labu madu ini

mengandung senyawa zeaxanthin dan lutein, dua senyawa antioksidan yang dapat

melindungi mata.

4. Memperkuat Tulang.

Karena butternut squash mengandung sekitar 17 persen dari RDA untuk zat

Mangan, maka dengan mengonsumsinya dapat memperkuat struktur tulang,

membantu penyerapan kalsium, dan meningkatkan kepadatan mineral tulang

belakang. Mineral lain yang ditemukan di labu maduadalah zat besi, asam folat, dan

seng, semuanya itu berkontribusi untuk kesehatan tulang dan mencegah

osteoporosis.

5. Melindungi kulit.

Butternut squash juga mengandung hampir setengah dari dosis harian vitamin C

yang direkomendasikan, yang mana vitamin C ini berkaitan dengan kesehatan kulit.

Sebuah jurnal yang dipublikasikan di American Journal of Clinical Nutrition

meneliti hubungan antara vitamin C dan penuaan kulit pada 4025 wanita yang

berusia antara 40-74 tahun, dan ditemukan bahwa wanita yang asupan vitamin C
13

nya lebih tinggi maka kemungkinannya lebih rendah mengalami keriput dan kulit

kering.

6. Meningkatkan kekebalan tubuh.

Walaupun vitamin C mungkin tidak menyembuhkan pilek, tetapi paling tidak dapat

membantu mengurangi risiko terkena komplikasi lebih lanjut, seperti infeksi paru-

paru atau pneumonia. Hal ini juga dapat membantu melindungi kita dari berbagai

macam penyakit seperti penyakit kardiovaskular.

7. Mengurangi peradangan.

Karena kandungan antioksidannya yang tinggi, butternut squash memiliki efek

anti-inflamasi, membantu mengurangi risiko gangguan peradangan, seperti

peradangan kronis pada sendi (rheumatoid arthritis). Sebagai contoh, jurnal yang

dipublikasikan dalam jurnal Cancer Epidemiology Biomarkers and Prevention

menemukan bahwa asupan tinggi beta-cryptoxanthin (senyawa yang terkandung

dalam butternut squash) juga mengurangi resiko kanker paru-paru.

8. Membantu menurunkan berat badan.

Dengan kandungan yang kurang dari 100 kalori, 26 gr karbohidrat, dan hampir tidak

ada lemak dalam satu cangkir butternut squash, maka labu ini cocok untuk makanan

diet. Kandungan seratnya dapat memberikan perasaan kenyang sehingga kita dapat

mengontrol nafsu makan.

2.2 Fermentasi

2.2.1 Pengertian Fermentasi

Fermentasi adalah salah satu metode pengawetan yang digunakan sebelum

metode pengawetan lainnya muncul seperti pengeringan, penggunaan suhu rendah


14

dan tinggi, penggunaan bahan tambahan pangan (BTM) dan radiasi pada makanan.

Fermentasi merupakan proses terjadinya pemecahan zat-zat organik secara aerob

atau anaerob, peruraian dapat terjadi dari kompleks menjadi sederhana atau

sebaliknya dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi.

Untuk metabolismenya mikroorganisme membutuhkan zat-zat organik yang

merupakan sumber energi berupa karbohidrat, protein, lemak, mineral dan zat-zat

gizi yang terdapat dalam bahan pangan. Dalam proses fermentasi tampaknya

mikroorganisme pertama kali akan menyerang karbohidrat, kemudian protein, dan

lemak. Bahkan terjadi tingkatan penyerangan terhadap karbohidrat yaitu terhadap

gula, kemudian alkohol, dan selanjutnya terhadap asam.

Awalnya fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi-reduksi dimana zat

yang dioksidasi (pemberi elektron) maupun zat yang direduksi (penerima elektron)

adalah zat organik dengan melibatkan mikroorganisme (bakteri, kapang, dan ragi).

Zat organik yang digunakan umumnya glukosa yang dipecah menjadi aldehida,

alkohol, atau asam. Jadi fermentasi merupakan suatu proses perombakan yang

selalu dihubungkan dengan karbohidrat, padahal pengertian tersebut lebih luas lagi,

menyangkut juga perombakan protein dan lemak oleh aktivitas mikroorganisme.

Beberapa istilah fermentasi adalah sebagai berikut:

1. Proses yang menggunakan suatu senyawa (substrat) menjadi senyawa lain

(produk) oleh adanya aktivitas mikroorganisme.

2. Suatu proses yang dapat menghasilkan energi yang melibatkan molekul-

molekul organik baik sebgai donor ataupun aseptor electron.


15

3. Merupakan proses yang melibatkan kultur mikroorganisme yang bersifat

aerob atau anaerob.

4. Suatu proses pembusukan makanan.

5. Dalam kondisi yang optimum suatu mikroorganisme dapat menghasilkan

produk berupa metabolit, enzim, dan produk lain seperti biomasa.

Hampir semua jenis sayur-sayuran, termasuk sayuran buah seperti, ketimun,

tomat, dan zaitun dapat difermentasi oleh bakteri asam laktat. Semua jenis sayur-

sayuran mengandung gula dan komponen-komponen nutrisi lainnya yang cukup

sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat dan mikroba-mikrpba

lainnya. Namun demikian, sayur-sayuran yang paling populer digunakan untuk

fermentasi asam laktat adalah kubis untuk pembuatan sauerkraut serta ketimun dan

zaitun untuk pembuatan pikel. Dalam jumlah yang lebih kecil, berbagai jenis sayur-

sayuran lain seperti wortel, kembang kol, seledri, okra, lada, bawang, dan tomat

hjau juga difermentasi, khususnya untuk pikel.

2.2.2 Mikrobiologi Fermentasi dan sayur-sayuran

Sebagian besar mikroba yang terdapat pada permukaannya ketika dipanen

adalah spesies aerobic dari mikroba tanah dan mikroba air dari genus Fsedomonas,

Flavobacterium, Achromobacter, Aerobacter, Eschericia dan bacillus. Pakar-pakar

mikrobiologi jaman dahulu mengaitkan fermentasi dengan dua spesies bakteri,

yaitu spesies homofermentatif penghasil asam laktat yang disebut Bacillus

curcumeris fermentati, dan spesies heterofermentatif yang disebut Bacillus

brassicae fermentatae.
16

Sejumlah galur-galur yang dekat hubungannya telah diberikan nama yang

spesifik yang telah termasuk dalm daftar nama-nama mikroba yang telah diterima

secara umum seperti Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis di dalam

buku Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, edisi ke 6-tahun 1948. Nama

cucurmeris dan brassicae menunjukkan bahwa spesies yang pertama dianggap

fermenter ketimun dan spesies kedua dianggap fermenter kubis. Akan tetapi, studi-

studi lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut berperan pada hampir

semua fermentasi sayur-sayuran.

Sebelum tahun 1930, Orla-Jensen (1919) telah mengisolasi galur Betacoccus

arabinosaccus, yaitu sinonim dari Leuconostoc mesentoroider, dari kentang asam,

kubis asam dan adonan terigu asam. Akan tetapi, Orla-Jensen hanya tertarik untuk

mempelajari mikrobanya saja dan tidak mengaitkannya dengan fermentasi. Pada

suatu studi, dengan mengambil sample dari sauerkraut yang sedang difermentasi

setiap interval waktu 2 jam, lalu mengisolasi dan mengindentifikasi mikroba yang

terdapat didalamnya, Pederson (1930) menemukan suatu deretan mikroba yang

berperan secara berurutan pada fermentasi sauerkraut.

Bakteri yang paling awal dari fermentasi sauerkraut didominasi oleh

Leuconostoc mesenteroides dan stadium selanjutnya diselesaikan oleh

Lactobacillus brevis dan Lactobacillus plantarum. Pada temperature atau kadar

garam yang sangat tinggi, dua spesies mikroba lainnya yaitu Streptococcus faecalis

dan Pediococcus cerevesiae, juga memegang peranan. Bakteri gram negatif yang

umumnya sangat banyak terdapat pada sayur-sayuran segar, mempunyai pengaruh

yang sangat kecil pada fermentasi sayur-sayuran dengan kondisi normal.


17

Semenjak tahun 1930, Lactobacillus mesenteroides telah diakui sebagai

mikroba yang sangat penting untuk memulai proses fermentasi dari berbagai jenis

sayur-sayuran seperti ketimun, kubis, “beets”, “turnips”, “chardes”, kembang kol,

kacang hijau, tomat hijau, “Brussels sprout”, sayur-sayuran campuran (kimchi dan

pawtsay), zaitun dan lain-lain termasuk kedelai, baik dengan menggunakan garam

kering maupun dengan menggunakan larutan garam. Pada fermentasi yang lebih

lanjut, bakteri asam laktat yang berperan adalah Lactobacillus brevis, Pediococcus

cerevesiae dan Lactobacillus plantarum. Kondisi lingkungan, jumlah dan jenis

mikroba yang terdapat, kebersihan, konsentrasi dan penyebaran garam, temperature

dan penutupan akan sangat menentukan berlangsungnya fermentasi.

Apabila sayur-sayuran dipotong atau disayat pada waktu panen, sejumlah

kecil cairan protoplasma akan keluar ke permukaan bidang sayatannya. Spesies

mikroba fermentative, khususnya Leuconostoc mesenteroides dapat menggunakan

cairan ini sebagai medium yang baik untuk pertumbuhan dan pada umumnya,

pertumbuhan spesiesini menghasilkan dekstran berlendir pada permukaan bidang

sayatan sayur-sayuran. Oleh karena sifat pertumbuhannya yang demikian, pada

mulanya Leuconostoc mesenteroides hanya dikenal sebagai suatu mikroba

pembusuk pada pabrik-pabrik gula, sedangkan nilainya sebagai suatu mikroba yang

penting dan berguna dalam fermentasi makanan tidak diharapkan. Kegunaan yang

nyata dari spesies ini baru diketahui sepenuhnya setelah hasil-hasil penelitian

menunjukkan peranannya dengan lengkap dan kondisi-kondisi lingkungan yang

diperlukan untuk pertumbuhannya.


18

Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut

melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah terdapat di

permukaan daun-daun kubis. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh

fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan

menunda pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Kadar garam

yang cukup memungkinkan pertumbuhan serangkaian bakteri asam laktat dalam

urutannya yang alamiah dan menghasilkan sauerkraut dengan garam-garam yang

tepat.

Jumlah garam yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan

jaringan, tetapi juga kurang menghasilkan rasa. Terlalu banyak garam menunda

fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap dan memungkinkan

pertumbuhan khamir. Konsentrasi garam yang digunakan dalam praktikum

pembuatan sauerkraut kami adalah ± 2,5 % (merupakan konsentrasi garam yang

optimum) (Amir, Sirajudin dan Jafar, 2012).

Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan

yang dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam

makanan. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging

dan bahan pangan lainnya. Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan

pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan

sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu.

Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang

paling mudah terpengaruh walau dengan kadar yang rendah sekalipun (yaitu sampai

6%). Mikroorganisme patogenik, termasuk Clostridium botolinum dengan


19

pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi garam

sampai 10-12%. Walaupun begitu, beberapa mikroorganisme terutama jenis-jenis

Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan

terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang tidak dikehendaki (Amir,

Sirajudin dan Jafar, 2012).

2.3 Pikel

Pikel adalah hasil pengolahan buah atau sayuran dengan menggunakan garam

dan diawetkan dengan asam, atau dengan penambahan gula dan rempah-rempah

sebagai bumbu (Vaughn, (1982) dalam Wiranata, F. (2015)).

Menurut (Vaughn, (1982) dalam Wiranata, F. (2015)). Pikel terbagi menjadi

tiga jenis yaitu :

1. Dill pickle yaitu pikel yang difermentasi dalam larutan berkadar garam

rendah dan diberi daun dan rempah-rempah sebagai penambah citarasa, pikel

ini dapat langsung dikonsumsi tanpa harus diolah lagi.

2. Salt stock pickle yaitu pikel yang difermentasi dalam larutan berkadar garam

tinggi, dapat langsung dikonsumsi atau dilakukan proses desalting supaya

tidak terlalu asin dan diolah kembali menjadi pikel manis atau pikel asam.

3. Dry salting pickle yaitu pikel yang difermentasi menggunakan kristal garam

dengan konsentrasi tertentu.

Tabel 2. Syarat Mutu Saurkraut Menurut SNI 01-2600-1992

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan kemasan sebelum dan Normal


sesudah pengemasan
2. 2.1 Bau Normal dan khas Saurkraut
2.2 Rasa Normal dan khas Saurkraut
20

2.3 Warna Normal dan khas Saurkraut


2.4 Tekstur Normal dan khas Saurkraut

3.Bahan-bahan asing (pasir, Normal


tangkai, dan bongkol ati yang
tidak terpotong, serangga)
4. Bobot tuntas, %, b/b Tidak boleh ada
5. Jumlah asam laktat 0,8-1,5 %
6. NaCl, %, b/b 5-8 %
7. Cemaran logam :
7.1. Timbal (Pb), mg/kg Maks. 10,0
7.2. Tembaga (Cu), Maks. 30,0
mg/kg Maks. 40,0
7.3. Seng (Zn), mg/kg Maks. 40,0/250
7.4. Arsen (As), mg/kg Maks. 2,0
7.5. Timah (Sn), mg/kg
8. Cemaran mikroba, mg/kg Maks. 2,0
9. Angka lempeng total Koloni/g Maks. 1,0 x 101
(Sumber: SNI-01-2600-1992).

Menurut (Vaughn, (1982) dalam Wiranata, F. (2015)), Pikel dapat

diklasifikasikan menjadi empat yaitu:

1. Pikel yang difermentasi (fermented pickles), sering disebut brine pickles,

difermentasi dan diawetkan sekitar 3 minggu.

2. Fresh pack, pembuatan pikel secara cepat dengan tidak diasinkan atau

diasinkan hanya untuk beberapa jam, kemudian dikeringkan dan

dikombinasikan dengan cuka buah dan bumbu-bumbu.

3. Pikel buah (fruit pickes), buah dipanaskan dalam sirup yang diasamkan

dengan cuka buah atau jus lemon.

4. Relishes, potongan atau hancuran buah atau sayur diberi bumbu dan dimasak

dengan cuka buah.

Sedangkan menurut Anonim (2009), pikel dibedakan menjadi dua yaitu:


21

a. Pikel yang diasinkan atau yang difermentasi (Brined or fermented pickles)

Pikel ini dibuat dengan cara direndam dalam larutan garam selama 3 sampai

6 minggu. Selama perendaman, bakteri asam laktat yang tahan terhadap

garam akan mengubah karbohidrat dalam bahan baku menjadi asam laktat.

Adanya asam laktat dapat membuat pikel menjadi awet dan dapat

memberikan aroma yang baik.

b. Pikel yang dibuat secara cepat (Fresh pack pickles) Pikel yang dibuat secara

cepat ini sangat populer. Pikel ini biasanya direndam dalam larutan garam

hanya beberapa jam.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi mutu pikel diantaranya persiapan

bahan baku pikel, konsentrasi garam, lama fermentasi.

1. Persiapan bahan baku

Persiapan bahan baku juga dapat mempengaruhi mutu pikel. Jika bahan baku

terlalu lama disimpan sebelum difermentasi dapat menyebabkan bintik-bintik kecil

coklat pada pikel. Tingkat kematangan bahan baku juga harus diperhatikan karena

bahan baku yang belum matang misalnya pada pikel bawang putih dapat

menyebabkan pikel menjadi berwarna biru atau ungu (Anonim, 2009).

2. Konsentrasi garam

Konsentrasi garam berperan penting dalam proses pembuatan pikel seperti

menyeleksi mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh dan menghambat

mikroorganisme yang tidak diinginkan. Konsentrasi garam yang terlalu rendah

dapat menyebabkan mikroorganisme yang tidak diinginkan dapat tumbuh,

menyebabkan kerusakan pada pikel seperti menyebabkan pikel ketimun menjadi


22

gelap dan bau tidak enak. Konsentrasi garam yang terlau tinggi dapat membunuh

bakteri asam laktat (Anonim, 2009).

Selain konsentrasi garam, jenis garam juga mempengaruhi mutu pikel. Pikel

yang difermentasi atau yang tidak difermentasi disarankan untuk menggunakan

garam baik yang beriodium atau tidak beriodium. Garam yang mempunyai densitas

bervariasi (flake salt) tidak direkomendasikan dalam pembuatan pikel. Sedangkan

garam yang yang dikurangi kandungan ion Na+ nya (Lite salt) dapat digunakan

untuk membuat pikel yang diproses cepat (Fresh pack pickles), tetapi tidak

disarankan penggunaan garam ini untuk pikel yang difermentasi (Anonim, 2009).

3. Lama fermentasi

Lama fermentasi berpengaruh terhadap total asam dan pH akhir yang

dihasilkan, semakin lama difermentasi maka konsentrasi asam meningkat terutama

asam laktat sehingga pH rendah atau turun. Jika fermentasi terlalu cepat dapat

menyebabkan pikel mengapung dan jika fermentasi telalu lama dapat menyebabkan

pikel menjadi berkerut atau kisut (Anonim, 2009).

Banyak sayuran dan buah-buahan dapat dibuat pikel, seperti pikel ketimun,

pikel buah pear, pikel prem, pikel ubi-ubian, pikel buah persik, dan pikel kacang-

kacangan dengan keuntungan produk pikel tidak hanya dari harga, tetapi juga dari

flavor, daya simpan dan penganekaragaman produk (Anonim, 2007).

2.4 Garam

Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut

melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang telah terdapat di

permukaan daun-daun kubis. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh
23

fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan

menunda pelunakan jaringan kubis yang disebabkan oleh kerja enzim. Kadar garam

yang cukup memungkinkan pertumbuhan serangkaian bakteri asam laktat dalam

urutannya yang alamiah dan menghasilkan sauerkraut dengan garam-garam yang

tepat.

Jumlah garam yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan pelunakan

jaringan, tetapi juga kurang menghasilkan rasa. Terlalu banyak garam menunda

fermentasi alamiah dan menyebabkan warna menjadi gelap dan memungkinkan

pertumbuhan khamir. Konsentrasi garam yang digunakan dalam praktikum

pembuatan sauerkraut kami adalah ± 2,5 % (merupakan konsentrasi garam yang

optimum) (Amir, Sirajudin, dan Jafar, 2012).

Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metoda pengawetan pangan

yang dan masih dipergunakan secara luas untuk mengawetkan berbagai macam

makanan. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan ikan, daging

dan bahan pangan lainnya. Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan

pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan

sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu.

Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang

paling mudah terpengaruh walau dengan kadar yang rendah sekalipun (yaitu sampai

6%). Mikroorganisme patogenik, termasuk Clostridium batolinum dengan

pengecualian pada Streptococcus aureus, dapat dihambat oleh konsentrasi garam

sampai 10-12%. Walaupun begitu, beberapa mikroorganisme terutama jenis-jenis

Leuconostoc dan Lactobacillus, dapat tumbuh cepat dengan adanya garam dan
24

terbentuknya asam untuk menghambat organisme yang tidak dikehendaki (Amir,

Sirajudin, dan Jafar, 2012).

2.5 Asam Laktat

Laktat merupakan produk sampingan yang terbentuk ketika glukosa dipecah

secara anaerobik. Ketika tubuh kekurangan oksigen, kondisi ini akan mengarah

pada hipoksia jaringan yang memicu pemecahan glukosa dalam sel secara

anaerobik. Produk akhir dari reaksi ini adalah asam laktat (Fatonah, 2009).

Asam laktat (Nama IUPAC: asam 2-hidroksipropanoat (CH3-CHOH-

COOH), dikenal juga sebagai asam susu) adalah senyawa kimia penting dalam

beberapa proses biokimia. Asam laktat memiliki gugus karboksilat dengan satu

gugus [hidroksil] yang menempel pada gugus karboksil. Dalam air, ia terlarut lemah

dan melepas proton (H+), membentuk ion laktat. Asam ini juga larut dalam alkohol

dan bersifat menyerap air (higroskopik). Asam ini memiliki titik lebur 53 0C, Titik

didih 122 0C, Keasaman 3.86 (pKa)at 25 0C (Anonim, 2012).


III METODELOGI PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Bahan dan Alat Penelitian, (2)

Metode Penelitian, (3) Prosedur Penelitian, dan (4) Jadwal Penelitian.

3.1 Bahan dan Alat Penelitian


3.1.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah butternut squash

yang sudah siap panen (biasanya dipanen per tiga bulan sekali) yang didapat dari

Mandirancan Kabupaten Kuningan. Garam krosok, gula pasir, jahe, bawang putih,

dan merica (dibeli dari pasar Swamandiri Margaasih).

Bahan yang digunakan dalam analisis adalah oksalat, aquadest, indikator

phenolpthalein, NaOH, dan media MRSA (deMann Rogosa Sharpe Agar)

(Disediakan dari Laboratorium TP UNPAS).

3.1.2 Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan butternut pikel ini adalah pisau,

talenan, timbangan digital, jar berukuran sedang (300 ml), mangkok, kompor,

wajan, saringan.

Alat yang digunakan dalam analisis kimia adalah pH meter, spirtus, labu

Erlenmeyer, buret, statif, labu takar, pipet volumetri 5 ml, pipet volumetri 10 ml,

pipet volumetri 25 ml.

Alat yang digunakan untuk analisis mikrobiologi adalah cawan petri,

spirtus, counting chamber, dan mikroskop.

3.2 Metode Penelitian


Pelaksanaan penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua bagian yaitu

penelitian tahap satu dan penelitian tahap dua.

25
26

3.2.1 Penelitian Tahap Satu


Penelitian tahap satu ini mempunyai tujuan untuk menentukan peningkatan

jumlah bakteri asam laktat pada butternut pikel dengan konsentrasi garam yang

bervariasi yakni 2%, 4%, dan 6% dengan waktu pengamatan selama 5 hari yang

dibagi menjadi lima kali pengamatan atau dalam 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam,

dan 120 jam. Metode yang digunakan menggunakan metode TPC (Total Plate

Count) dan diamati perubahan jumlah total bakteri pada produk setiap 24 jam sekali

selama 5 hari (120 jam). Laju pertumbuhan bakteri paling efisien akan dipilih untuk

lanjut ke penelitian tahap dua.

3.2.2 Penelitian Tahap Dua


Penelitian tahap dua adalah untuk menentukan waktu fermentasi yang

paling tepat untuk produk butternut pikel. Pelaksanaannya adalah pikel dengan

konsentrasi garam terpilih difermentasi kemudian diamati pH dari butternut pikel

tersebut setiap harinya, jika pH sudah mencapai 3-4 maka dianggap waktu

fermentasi sudah mencapai titik optimum (SNI 01-2600-1992).

Pengujian secara kimia dilakukan uji asam laktat dengan metode volumetri

agar diketahui kadar asam laktat pada produk, dan uji mikrobiologi untuk

mengetahui jumlah bakteri pada produk menggunakan metode TPC (Total Plate

Count).

3.2.2.1 Rancangan Perlakuan


Rancangan perlakuan yang digunakan terdiri dari dua variabel, yakni

veriabel bebas dan variabel tidak bebas. Variabel bebas (X) yaitu lama waktu

fermentasi dengan lima taraf, yaitu (a1:0 hari, a2:3 hari, a3:6 hari, a4:9 hari, dan
27

a5:12 hari). Dan variabel tidak bebas (Y) yakni kadar garam dengan tiga taraf, yaitu

(b1:2%, b2:4%, dan b3:6%).

3.2.2.2 Rancangan Percobaan


Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Regresi

Linier sederhana dengan ulangan sebanyak dua kali.

Metode percobaan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

Y=a+bX

Koefisien-koefisien regresi a dan b untuk regresi linier dapat dihitung

dengan rumus berikut ini:

(∑ 𝑌𝑖)(∑ 𝑋𝑖 2 ) − (∑ 𝑋𝑖)(∑ 𝑋𝑖𝑌𝑖)


𝑎=
𝑛 ∑ 𝑋𝑖 2 − (∑ 𝑋𝑖)2
𝑛 ∑ 𝑋𝑖𝑌𝑖 − (∑ 𝑋𝑖)(∑ 𝑌𝑖)
𝑏=
𝑛 ∑ 𝑋𝑖 2 − (∑ 𝑋𝑖)2

Data hasil pengamatan dicatat dalam bentuk tabel variabel tak bebas dan

variabel bebas seperti pada tabel 1.

Tabel 3. Pendataan Nilai Variabel Bebas dan Variabel Tidak Bebas.


Variabel tidak bebas (Y) Variabel bebas (X)
Y1 X1

Y2 X2

Yn Xn
Sumber : Sudjana, 2005

3.2.2.3 Rancangan Analisis


Hubungan antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas akan dianalisis dengan

mencari korelasi antara kedua variabel tersebut terhadap respon yang diukur. Nilai

koefisien korelasi atau r dapat dihitung dengan rumus berikut ini:


28

𝑛 ∑ 𝑋𝑖𝑌𝑖 − (∑ 𝑋𝑖)(∑ 𝑌𝑖)


𝑟=
√𝑛{∑ 𝑋𝑖 2 − ∑(𝑋𝑖)2 }𝑛{∑ 𝑌𝑖 2 − (∑ 𝑌𝑖)2 }

3.2.3 Rancangan Respon


Rancangan Respon yang diukur dalam penelitian ini meliputi:

1. Respon Mikrobiologi

Analisis respon mikrobiologi pada penelitian pembuatan butternut pikel

dari hasil fermentasi anaerob adalah pengujian total bakteri dengan menggunakan

metode TPC (Total Plate Count) (Fardiaz, 1992).

2. Respon Kimia

Analisis respon kimia yang dilakukan pada penelitian pembuatan butternut

pikel dari hasil fermentasi anaerob adalah analisis kadar asam laktat dengan metode

titrasi asam basa dan analisis pH dengan menggunakan pH meter (Sudarmadji, S.,

Haryono, B.)

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Deskripsi Penelitian Tahap Satu
1. Pemilihan bahan baku.

Langkah pertama yang dilakukan dalam mempersiapkan bahan yang akan

digunakan yaitu butternut squash siap panen, biasanya masa panen buah ini dalam

setahun ada empat kali panen. Bahan kedua yang harus disiapkan adalah garam,

garam yang digunakan adalah garam krosok atau garam murni atau yang lebih

sering disebut dengan garam kasar karena garam tersebut tidak mengandung iodium

yang akan mempengaruhi proses fermentasi bakteri asam laktat.

2. Trimming
29

Pada proses trimming ini dilakukan pengupasan butternut squash,

tujuannya untuk memisahkan kulit dan biji atau dari zat dan bahan lain yang tidak

diperlukan.

3. Pencucian

Pencucian ini bertujuan untuk memisahkan daging butternut squash yang

melalui proses trimming dengan zat pengotornya seperti debu, kerikil halus, pasir,

atau bahkan getah yang masih menempel.

4. Reduksi ukuran

Proses reduksi ukuran atau pengecilan ukuran ini bertujuan untuk

memperluas permukaan pada saat penggaraman dan mempermudah dalam proses

pengolahan berikutnya. Ukuran yang digunakan untuk produk butternut pikel ini

adalah berbentuk kubus dengan panjang masing-masing sisi 1 cm.

5. Blansir

Bahan yang telah direduksi ukurannya kemudian dilakukan blansir pada

suhu 60-70oC selama 1-2 menit. Tujuannya untuk menghilangkan bakteri patogen

yang akan mengganggu/mengkontaminasi produk nantinya.

6. Penimbangan

Proses penimbangan ini bertujuan untuk menentukan basis dan berat awal

bahan agar tepat sesuai formulasi.

7. Penggaraman

Tahap penggaraman ini menggunakan proses penggaraman kering. Garam

yang digunakan tidak melalui pelarutan. Jadi garam hanya ditaburkan pada bahan
30

yang sudah melalui proses reduksi ukuran secara merata. Penggaraman ini

dilakukan selama 4-5 jam.

8. Pencucian

Tujuan proses ini adalah untuk menurunkan kadar garam yang tersisa saat

proses penggaraman. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali yang dimaksudkan

untuk menghilangkan residu garam yang masih tersisa dan dilakukan penirisan

untuk menurunkan kadar air setelah pencucian. Semua proses pencucian dalam

pembuatan butternut pikel ini dilakukan pada air bersih yang mengalir.

9. Pencampuran

Bahan-bahan tambahan lain seperti gula pasir, bawang putih, jahe, dan

merica yang sebelumnya sudah dihaluskan terlebih dahulu dicampurkan ke bahan

utama yang telah melalui proses penggaraman.

10. Fermentasi

Campuran bahan utama dengan bahan tambahan kemudian difermentasi

dalam jar yang telah disterilisasi dengan suhu 98-100oC dengan waktu ±1 jam dan

telah ditiriskan hingga suhu ruangan. Campuran tersebut difermentasi selama 11

hari pada suhu ruang.

11. Analisis

Analisis yang dilakukan pada penelitian tahap satu adalah analisis total

bakteri menggunakan metode Total Plate Count (TPC), dan kadar pH yang

dilaksanakan selama 24 jam sekali selama 5 hari. Diamati laju pertumbuhan

bakterinya, laju pertumbuhan bakteri yang signifikan akan dipilih ke uji lanjut tahap

ke dua.
31

3.3.2 Deskripsi Penelitian Tahap Dua

Kadar garam terpilih yang mempunyai laju pertumbuhan bakteri paling

signifikan akan dipilih dilanjutkan pada penelitian tahap dua. Penelitian tahap dua

ini terdiri dari penelitian jumlah bakteri menggunakan metode TPC (Total Plate

Count), analisis respon pH menggunakan pH meter, dan analisis asam paltat dengan

metode volumetri. Semua penelitian dilakukkan secara duplo atau dua kali

perlakuan.
32

Butternut squash

Trimming Kulit dan biji

Air bersih Pencucian I Air kotor

Reduksi ukuran
Kubus, 1cm x 1cm x 1cm

Blansir
T=60-70oC, t=1-2 menit

Penimbangan

Penggaraman
(a1=2%, a2=4%, a3=6%),
t=4-5 jam

Air bersih Pencucian II Air kotor

Penghancuran Pencampuran Jar

Fermentasi anaerob Sterilisasi


Jahe, bawang T ruangan, t=11 hari T=100oC, ±1jam
putih, dan
gula halus
Butternut pikel

Analisis TPC, Asam


laktat, dan pH

Gambar 2. Diagram alir penelitian butternut pikel.


33

3.4 Jadwal Penelitian


Tabel 4. Jadwal Penelitian Pembuatan Butternut pikel.

No. Uraian Kegiatan Minggu Ket.


1 2 3 4 5 6
1. Tahap Persiapan
Pembelian bahan baku dan penunjang
2. Persiapan Bahan Baku
Proses Pembuatan Butternut pikel
Proses fermentasi Butternut pikel
3. Persiapan Laboratorium
Uji Parameter:
Parameter Kimia
Parameter Mikrobiologi
4. Pengumpulan Data
5. Pengolahan Data
6. Bimbingan dengan Pembimbing Pendamping
7. Bimbingan dengan Pembimbing Utama
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, 1995. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi terhadap


Sifat Kimia dan Organoleptik Pikel Manis Jagung Semi (Zeamays L.).
Skripsi. Unila. Bandar Lampung.

Akbar, Reza Ali. 2016. Budidaya butternut squash. kskp.ipb.ac.id. Diakses


tanggal 1 Desember 2018.

Amir, S., S. Sirajudin, dan N. Jafar, 2012. Pengaruh Konsentrasi Garam dan
Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Protein dan Kadar Garam
Telur Asin. [Skripsi]. Program Studi Ilmu Gizi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Hasanuddin.

Anonim, 2007. Pikel. Wikipedia. Free Encyclopedia. www.wikipedia.org. Diakses


tanggal 10 September 2018.

Anonim. 2009. Pickles and Oregon State University Extension Service. SP 50-
744, Revised July 2009. 2 hlm.

Anonim. 2012. Pengawetan Pangan: Pikel mentimun/terong.


www.smallcrab.com. Diakses tanggal 10 Sseptember 2018.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official


Analytical Chemists. Washington.

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N., Sedarnawati, dan Budiyanto, S. 1989.
Analisis Pangan. IPB-Press: Bogor.

Astuti, S. M. 2006. Teknik Pelaksanaan Percobaan Pengaruh Konsentrasi


Garam dan Blanching Terhadap Mutu Acar Buncis. Buletin Teknik
Pertanian Vol.11 No.2, 2006.

Azurama. 2012. Karbohidrat. https://azurama.wordpress.com/all-about-


nurse/ilmu-gizi/karbohidrat/. Diakses : 1 oktober 2018.

Badan Statistika Nasional (BSN). 2016. Pulau Jawa Dalam Angka. 2016: Badan
Pusat Statistik Kota Bandung.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., dan Wotton, M. 2009. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adianto. UI-Press, Jakarta.

Codex. 2001. Codex Standard For Kimchi. Codex Stan 223-2001.

34
35

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Edisi


Pertama: Jakarta.

Fatonah, S., dkk. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Penambahan


Sumber Karbohidrat Terhadap Mutu Organoleptik Produk Sawi Asin.
Skripsi S1, Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB.

Hargono, Djoko. 1999. Manfaat Biji Labu (Cucurbita sp.). Untuk Kesehatan.
Media Litbangkes Volume IX Nomor 2, hal 4-5.

Koh, S.H., Loh, S.P., 2018. In Vitro Bioaccessibility of β-carotene in Pumpkin


and Butternut Squash Subjected to Different Cooking Methods.
Department of Nutrition and Dietetics, Faculty of Medicine and Health
Sciences. Universiti Putra Malaysia: Malaysia.

Kurniati, Fitri. Hodiyah, Ida., Hartoyo, Tedi., Nurfalah, Indra. 2018. Respon labu
madu (Cucurbita moschata Durch) terhadap zat pengatur tumbuh
alami dengan berbagai dosis. Agrotech Res J2(1):16-21.

Logistik Bimbingan Pupuk dan Pemupukan Indonesia. 2016. Acuan pupuk dan
pemupukan labu madu/butternut squash. http://booslem.com/budidaya-
butternut-labu-madu/. Diunduh 14 September 2018.

Megawati, Tresna. 2017. Peningkatan Kadar Asam Laktat Pada Variasi Kadar
Garam dan Lama Fermentasi Pembuatan Pikel Lobak (Raphanus
sativus L). Skripsi S1. Bandung: Program Studi Teknologi Pangan Fakultas
Teknik Universitas Pasundan Bandung.

Muchtadi, T.R. dan Ayustaningwarno, F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan


Pangan. Edisi kedua. Cv. Alfabeta Bandung.

Nainggolan, Dwi Ayu Novaria. 2017. Winter Squash. www.femina.co.id. Diakses


tanggal 10 Desember 2018.

Nurdjanah, S. dan Yuliani, N. 2009. Sensori Pikel Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
Batatas L) Yang Difermentasi Spontan pada Berbagai Tingkat
Konsentrasi Garam. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Vol. 14,
No.2 . Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Nurhayati, Nelwida, dan Berliana. 2014. Perubahan Kandungan Protein dan


Serat Kasar Kulit Nanas yang Difermentasi dengan Plain Youhurt.
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Vol XVII No. 1 Mei 2014.

Orla-Jensen, S., 1919. The Lactic Acid Bacteria. Coppenhagen: Koeniglicher Hof
Boghandel.
36

Owen, J. D. dan L. S. Mendoza. 1985. Enzimically hidrolysed and bacterycally


fermented fishery product. J. Food Microbiology.

Panda, S.H., Parmanick, M. and R. C. Ray. 2007. Lactic Acid Fermentation of


Sweet Potato (Ipomea batatas L.) Into Pickles. Journal of Food
Proccessing and Preservation 31. Hlm 83-101.

Pederson, C. S. 1982. Pickles and Sauerkraut. Di dalam Bor S. L. dan Jasper G.


W. (eds.). Commercial Vegetables Processing, hal 457. The AVI
Publishing Company, Inc., Wetsport, Conecticut.

Pelzar, M. J. dan Chan, E. C. S., 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah:


R. S. Hadioetomo, T. Imas, S. S. Tjitrosomo, dan S. L. Angka. UI-Press,
Jakarta.

Poedjiadi, A. 2005. Dasar-dasar Biokimia Pangan. Edisi pertama. Jakarta :


Universitas Indonesia (UI-PRESS).

Raharjo, S. 2009. Teknologi Pengolahan Sayur-sayuran dan Buah-buahan.


Edisi pertama. Graha ilmu. Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 1992. SNI 01-2600-1992. Sauerkraut. Badan


Standarisasi Nasional Indonesia (BSN), Jakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty Yogyakarta

Sudarmadji, S., Haryono. B, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.

Suryani, A., Hambali, E., dan Sutanto, I. A. 2004. Membuat Aneka Pikel. Penebar
Swadaya Bogor.

Tjahjadi. 2011. Teknologi Pengolahan Sayur Vol.2. Widya padjajaran.

Vaughn. 1982. Lactic Acid Fermentation of Cabbage, Cucumber, Olives, and


Other Product. In Prescott and Dunns Industrial Microbiology. Fourth
editions. AVIPublishing Co: Texas.

Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi pertama. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, A.M. Syarief. 1992. Peralatan dan Unit


Operasi Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
37

Yuniarti, T. 1986. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta:


MedPress Cetakkan Pertama.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisis Penentuan Jumlah Sel Hidup Metode Total


Plate Count (TPC) (Fardiaz,1993).
Prosedur :

Sampel sebanyak 1 gram dihaluskan lalu dilarutkan dalam 9 mL larutan

pengencer steril sehingga didapatkan pengenceran ke-1, lalu dihomogenkan.

Kemudian larutan dipipet 1 mL kedalam cawan petri steril dan tabung reaksi 2 yang

berisi 9 mL air steril. Perlakuan dilanjutkan sampai pengenceran ke 3. Kemudian

setiap cawan petri ditambahkan 10-15 mL PCA, dengan suhu 40ºC. Cawan petri

tersebut digerakkan diatas meja dengan melingkar agar media PCA merata. Setelah

PCA membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik dalam inkubator pada

suhu 37ºC selama 24-48 jam. Setelah masa inkubasi, dilakukan perhitungan total

koloni pada masing-masing pengenceran.

Perhitungan :

∑ koloni
Ʃ sel/mL = pengenceran

Ketentuan :

1. Jika < 30, ambil pengenceran yang paling pekat

2. Jika > 30, ambil pengenceran yang paling encer

3. Jika 30 < Ʃ koloni < 300, maka menggunakan rumus :


jumlah sel
mL terbanyak
A= jumlah sel
mL terkecil

Jika, A < 2 maka ambil rata-rata

Jika, A > 2 maka ambil yang paling kecil pengencerannya atau yang paling pekat

38
39

Lampiran 2. Pengujian Kadar Asam Laktat MetodeTitrasi


Prinsip: Berdasarkan jumlah NaOH yang tertitrasi oleh larutan sampel.

1. Peralatan: Buret, pipet tetes dan labu Erlenmeyer.

2. Pereaksi: Indikator Phenopthalin (PP) dan larutan NaOH 0,1 N.

3. Prosedur Kerja:

5 g sampel ditimbang dan dihaluskan kemudian dilarutkan dalam akuades

sebanyak 50 ml . Kemudian 2 tetes indicator PP ditambahkan kedalamnya dan

ditirtasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda.

Catatan: 1 mL NaOH 0,1 N sama dengan 9 mg asam laktat.


Vx9
Perhitungan: Asam laktat = W

Keterangan: W = bobot cuplikan

V = volume larutan NaOH (mL)


40

Lampiran 3. Analisis Respon pH


Prinsip : Berdasarka pada sensor probe berupa elektrode kaca (glass

electrode) dengan jalan mengukur jumlah ion H3O+ di dalam larutan.

Celupkan elektroda kedalam larutan buffer pH, keringkan dengan kertas tisu

selanjutnya bilas elektroda dengan air suling, celupkan elektroda ke dalam contoh

uji sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap, Catat hasil pembacaan

skala atau angka pada tampilan dari pH meter.


41

Lampiran 4. Perhitungan basis dan kebutuhan bahan baku penelitian


1. Formulasi

Formulasi I: Basis 250


Konsentrasi Garam 2%
2
➔ Garam = 100 𝑥 250 = 5 𝑔
91,44
➔ Butternut Squash = 𝑥 250 = 228,6 𝑔
100
1,01
➔ Jahe = 𝑥 250 = 2,525 𝑔
100
1,01
➔ Bawang putih = 𝑥 250 = 2,525 𝑔
100
2.52
➔ Gula = 𝑥 250 = 6,3𝑔
100
2.02
➔ Bubuk cabai = 𝑥 250 = 5,05 𝑔
100

Formulasi II: Basis 250

Konsentrasi Garam 4%
4
➔ Garam = 100 𝑥 250 = 10 𝑔
89,44
➔ Butternut Squash = 𝑥 250 = 223,6 𝑔
100
1,01
➔ Jahe = 𝑥 250 = 2,525 𝑔
100
1,01
➔ Bawang putih = 𝑥 250 = 2,525 𝑔
100
2.52
➔ Gula = 𝑥 250 = 6,3𝑔
100
2.02
➔ Bubuk cabai = 𝑥 250 = 5,05 𝑔
100

Formulasi III: Basis 250

Konsentrasi Garam 6%
6
➔ Garam = 𝑥 250 = 15 𝑔
100
87,44
➔ Butternut Squash = 𝑥 250 = 218,6 𝑔
100
1,01
➔ Jahe = 𝑥 250 = 2,525 𝑔
100
1,01
➔ Bawang putih = 𝑥 250 = 2,525 𝑔
100
2.52
➔ Gula = 𝑥 250 = 6,3𝑔
100
2.02
➔ Bubuk cabai = 𝑥 250 = 5,05 𝑔
100
42

2. Kebutuhan Analisis

Penelitian Tahap Satu


Analisis Jumlah (Jumlah sampel x Total Kebutuhan
pengulangan Jumlah gram
sampel) x jumlah
hari analisis
Total Plate Count 2 kali (1gram x 3sampel) x 30 gram
(TPC) 5hari = 15 gram
Analisis Respon 2 kali (1gram x 3sampel) x 30 gram
pH 5hari = 15 gram
Total 60 gram

Penelitian Tahap Dua


Analisis Jumlah (Jumlah sampel x Total Kebutuhan
pengulangan Jumlah gram
sampel) x jumlah
hari analisis
Total Plate Count 2 kali (1gram x 3sampel) x 18 gram
(TPC) 3hari = 9 gram
Analisis Kadar 2 kali (5gram x 3sampel) x 90 gram
Asam Laktat 3hari = 45 gram
Analisis Respon pH 2 kali (1gram x 3sampel) x 18 gram
3hari = 9 gram
Total 126 gram
43

Lampiran 5. Biaya Penelitian dan Biaya Bahan Baku


a. Biaya penelitian
Penelitian Tahap Satu
Pekerjaan Harga/perlakuan Jumlah Jumlah
Analisis Perlakuan
Total Plate Count Rp. 40.000 30 kali Rp. 1.200.000
(TPC)
Analisis Respon Rp. 3.000 30 kali Rp. 90.000
pH
Total Rp. 1.290.000,-

Penelitian Tahap Dua


Pekerjaan Harga/perlakuan Jumlah Jumlah
Analisis Perlakuan
Total Plate Count Rp. 40.000 10 kali Rp. 400.000
(TPC)
Analisis Respon Rp. 3.000 10 kali Rp. 30.000
pH
Analisis Kadar Rp. 15.000 10 kali Rp. 150.000
Asam Laktat
Total Rp. 580.000,-
44

b. Biaya Bahan Baku

Kebutuhan Bahan Baku dan Penunjang

Nama Bahan Harga/kg Kebutuhan (kg) Harga

Butternut Squash Rp. 25.000 1 kg Rp. 25.000

Garam Krosok Rp. 1.500 0,1 kg Rp. 150

Gula Pasir Rp. 13.000 0,05 kg Rp. 650

Jahe Rp. 30.000 0.025 kg Rp. 750

Bawang Putih Rp. 20.000 0.025 kg Rp. 500

Bubuk Cabe Rp. 55.000 0.025 kg Rp. 1.375

Total Rp. 28.425,-

Total biaya keseluruhan = Rp. 1.290.000 + Rp. 580.000 + Rp. 28.425 =

Rp.1.898.425,-

Anda mungkin juga menyukai