Anda di halaman 1dari 49

FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI CAIR EKSTRAK

ETANOL DAUN RESAM (Dicranopteris Linearis)


SEBAGAI KELEMBABAN KULIT

DISUSUN OLEH :

LEWISKA SITUMORANG
1751083

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI


INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA
LUBUK PAKAM
202
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan
KaruniaNya. Sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Penelitian ini
dengan berjudul “Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Ekstrak Etanol Daun
Resam (Dicranopteris Linearis) Sebagai Kelembaban Kulit”. Penyusunan
proposal ini untuk memenuhi sebagian persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan jenjang strata-1 pada Program Studi Farmasi Institut
Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam.
Peneliti menyadari dalam menyusun proposal ini banyak mendapat
dukungan, bimbingan bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak sehingga
proposal ini dapat diselesaikan. Kepada Dosen Pembimbing saya yaitu ibu Cucu
Arum Dwi Cahya, S.Farm saya ucapkan terimakasih yang telah banyak
memberikan dukungan, pengarahan, saran, dan pengertian mulai dari awal
penyusunan penelitian ini sampai dengan terlaksananya penelitian ini.
Penulis menyampaikan ucapakan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. Johannes Sembiring, M.pd., M.Kes selaku Ketua Institut
Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam.
2. Bapak Ns. Rahmad Gurusinga, S.kep., M.Kep selaku Rektor Institut
Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam.
3. Ibu apt. Romauli Anna Teresia Marbun, S.Farm., M.Si selaku Dekan
Fakultas farmasi Institut Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam.
4. Bapak apt. Ahmad Syukur Hasibuan, S.Farm., M.Farm selaku Ketua
Program studi Farmasi Institut Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam.
5. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Farmasi Institut Kesehatan MEDISTRA
Lubuk Pakam yang telah banyak memberikan pengetahuan, bimbingan,
dan arahan selama mengikuti pendidikan.
6. Ucapan terimakasih yang tulus dan ikhlas penulis sampaikan kepada
ayahanda tercinta Edison Situmorang dan Ibunda tercinta Alm. Dahlia

i
Sinaga atas segala kekuatan dan semangat yang diberikan baik dari doa,
dukungan moral serta materi yang diberikan kepada peneliti.
7. Terima kasih kepada kakak saya tercinta Kenti Nauli Situmorang Erni
Arta Situmorang dan Asnita Situmorang yang telah memberikan dukungan
terbaik untuk setiap langkah peneliti.
8. Terimakasih untuk sahabat saya yang selalu memberikan motivasi dan
waktu yang selalu ada untuk peneliti.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak ditemukan
kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan peneliti. Akhir kata
penulis mengucapkan semoga penelitian ini berguna untuk kita semua.

Lubuk pakam, Mei 2021


Penulis

LEWISKA SITUMORANG
1751083

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum.............................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 6
2.1 Daun Resam (Dicranopteris Linearis)................................................... 6
2.1.1 Morfologi..................................................................................... 6
2.1.2 Kandungan Kimia Tanaman........................................................ 8
2.1.3 Flavonoid..................................................................................... 9
2.2 Sabun...................................................................................................... 9
2.2.1 Pengertian Sabun......................................................................... 9
2.2.2 Jenis Jenis Sabun.......................................................................... 10
2.2.3 Mekanisme Kerja Sabun.............................................................. 11
2.2.4 Kegunaan Sabun.......................................................................... 12
2.2.5 Formula Sabun............................................................................. 12
2.2.6 Komponen Pembentukan Sabun Cair.......................................... 14
2.3 Kulit....................................................................................................... 16
2.3.1 Pengertian Kulit........................................................................... 16
2.3.2 Anatomi Kulit.............................................................................. 17
2.3.3 Fungsi Kulit................................................................................. 18
2.3.4 Struktur Kulit............................................................................... 20
2.3.5 Jenis Jenis Kulit........................................................................... 22
2.4 Evaluasi Fisik Sediaan .......................................................................... 23
2.5 Evaluasi Karakteristik Kimian pH......................................................... 24
2.6 Evaluasi Stabilitas Sediaan ................................................................... 24

iii
2.7 Uji Hedonik ( Aseptabilitas).................................................................. 25
2.8 Kerangka Teori...................................................................................... 26
2.9 Kerangka Konsep................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN........................................................... 27
3.1 Rancangan Penelitian............................................................................. 27
3.2 Tempat dan waktu Penelitian................................................................. 27
3.2.1 Tempat Penelitian........................................................................ 27
3.2.2 Waktu Penenlitian........................................................................ 28
3.3 Sampel Penelitian................................................................................... 28
3.4 Metode Pengumpulan Data................................................................... 28
3.5 Prosedur Penelitian................................................................................ 29
3.6 Persiapan Bahan Uji............................................................................... 29
3.7 Pembuatan Pereaksian............................................................................ 30
3.8 Skrining Fitokimia Kandungan Metabolit sekunder ekstrak daun resam 31
3.9 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair................................................... 33
3.10 Pemerikasaan Sediaan Sabun Mandi Cair........................................... 34
3.11 Analisa Data......................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 37
LAMPIRAN ............................................................................................... 44

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

hayati tumbuhan tertinggi di dunia. Salah satu jenis tumbuhan yang banyak hidup

di hutan Indonesia adalah tumbuhan paku. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan

cormophyta berspora yang dapat hidup diberbagai habitat baik secara epifit,

terestrial, maupun aquatic, Ekoyani, 2007 dalam kutipan Julia Bety (2015)

Banyaknya tumbuhan-tumbuhan yang mengandung antioksidan

memberikan peluang bagi para peneliti untuk mengetahui lebih lanjut tentang arti

dan penggunaan sebenarnya dari antioksidan. antioksidan sangat bermanfaat bagi

kesehatan dalam pencegahan proses menua dan penyakit degeneratif (Shihabiet

all, 2002 dikutip dalam Rosiana Rizal 2017 ).

Tumbuhan paku merupakan golongan tumbuhan yang menghasilkan spora

namun sudah mempunyai berkas pengangkut, sehingga termasuk dalam tumbuhan

vaskular. Jumlah jenis tumbuhan paku cukup tinggi yaitu sekitar 10.000

(Christenhusz et al. 2011) sampai 11.000 jenis (Jeffrey 2004) yang tersebar di

berbagi tipe habitat seperti terestrial, aquatik dan epifit. Kajian mengenai

tumbuhan paku di Sumatera telah banyak dilaporkan sebelumnya di kutip dalam

Nery Sofiyanti (2020).

Radikal bebas bersifat tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron

dari molekul di sekitarnya,sehingga radikal bebas bersifat toksik terhadap molekul

biologi/sel. Radikal bebas dapat mengganggu produksi DNA, lapisan lipid pada

1
2

dinding sel, mempengaruhi pembuluh darah, produksi prostaglandin, dan protein

lain seperti enzim yang terdapat dalam tubuh (Droge, 2002 dikutip dalam Rosiana

Rizal 2017).

Daun Resam (Dicranopteris Linearis (Burm.f.) S. W. Clarke) mengandung

senyawa antioksidan seperti flavonoid yaitu kaempferol dan fenol (Adfa, 2005).

Dari pemeriksaan pendahuluan terhadap daun resam yang tumbuh disekitar

Kampus Universitas Andalas, Limau Manis, Padang, diketahui paku tersebut

memberikan reaksi positif terhadap pereaksi flavonoid. Dan ditemukannya

senyawa kaempferol 3-O-glukopiranosil 7-O-NaSO4 dari fraksi etil asetat daun

paku resam yang mempunyai aktifitas sebagai anti inflamasi, Jubahar, 2000 di

kutip dalam Rosiana Rizal (2017).

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan

luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti

respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat dan

pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet

matahari, sebagai peraba dan perasa, serta pertahanan terhadap tekanan dan

infeksi dari luar (Tranggono dan Latifah, 2007 dalam kutipan Feegy Yustika

2019).

Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit adalah

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Infeksi kulit yang disebabkan oleh

Staphylococcusaureus dapat berupa jerawat dan impetigo sedangkan

Escherichiacoli merupakan bakteri gram negatif yang sering menyebabkan infeksi


3

diare pada manusia yang dapat ditularkan melalui air maupun tangan yang kotor

(Astutiningsih dkk., 2014 dalam kutipan Feegy Yustika 2019).

Sabun cair adalah jenis sabun yang berbentuk liquid (cairan) sehingga

mudah dituangkan dan menghasilkan busa yang lebih banyak dan tampak lebih

menarik (Mabrouk, 2005).Sabun yang dapat membunuh bakteri dikenal dengan

sabun antiseptik. Sabun antiseptik mengandung komposisi khusus yang berfungsi

sebagai antibakteri. Bahan inilah yang berfungsi mengurangi jumlah bakteri

berbahaya pada kulit (Rachmawati dan Triyana, 2008 dalam kutipan Feegy

Yustika 2019).

Sabun cair memiliki banyak keuntungan dari pada sabun padat,

keuntungannya yaitu sabun cair mudah digunakan, lebih higienis, mudah dibawa

dan disimpan serta tidak mudah rusak atau kotor (Watkinson,2000 dalam kutipan

Feegy Yustika 2019).

Pemeliharaan kesehatan dan kecantikan tidak terlepas dari produk-produk

farmasi, khususnya kosmetika yang sedang diminati adalah kosmetika back to

nature, Dengan adanya pola hidup masyarakat yang cenderung “back to nature”,

tren penggunaan herbal pun semakin meningkat. Sehingga menuntut masyarakat

kembali memanfaatkan bahan yang berasal dari alam (Rismana dkk.,2014).

Salah satu tanaman yang mengandung senyawa antioksidan seperti

flavonoid yaitu kaempferol dan fenol adalah daun resam (Dicranopteris Linearis)

maka peneliti Tertarik untuk membuat penelitian tentang “Formulasi Sediaan

Sabun Mandi Cair Ekstrak Ethanol Daun Resam (Dicranopteris Linearis)

sebagai Kelembaban Kulit”


4

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah esktrak etanol daun resam (Dicranopteris Linearis) dapat

diformulasikan dalam sediaan sabut mandi cair?

2. Apakah terdapat perbedaan pH sabun dari konsetrasi 5%,10%,15% dan

20% dari ekstrak etanol daun resam (Dicranopteris Linearis)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memformulasikan ekstrak etanol daun resam (Dicranopteris

Linearis) menjadi sediaan sabun mandi cair sebagai pelembab kulit.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui ektrak ethanol daun resam dengan konsetrasi konsetrasi

5%,10%,15% dan 20% memiliki efek negative dan positif terhadap

kelembaban yang mengalami iritasi

2. Mengetahui ektrak ethanol daun resam dengan konsetrasi konsetrasi

5%,10%,15% dan 20% memiliki efek negative dan positif terhadap

kelembaban kulit yang tidak mengalami iritasi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan

Agar dapat digunakan untuk bahan bacaan mahasiswa dan mahasiswi

program studi fakultas farmasi institut kesehatan medistra lubuk pakam

untuk dasar acuan penelitian selanjutnya.


5

1.4.2 Bagi Masyarakat

Semoga dapat menambah wawasan ilmu tentang mandaat tumbuhan paku

terhadap kelembaban kulit terutama tentang formulasi sedian sabun mandi

cair ekstrak ethanol daun resam pada kelembaban kulit.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Semoga dapat digunakan sebagai penambah ilmu pengetahun dan

menjadikan hasil penelitian ini sebagai refenesi dan bisa dikembangkan

menjadi lebih sempurna.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Resam (Dicranopteris Linearis)

Gambar 1. Daun paku resam (Dicranopteris linearis (Burm. f.) Underw.


(https://manfaat.co.id/manfaat-daun-pakis)

Paku resam diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Divisi : Pteridophyta (paku-pakuan)

Kelas : Gleicheniopsida

Sub Kelas : Gleicheniatae

Ordo : Gleicheniales

Famili : Gleicheniaceae

Genus : Gleichenia

Spesies : Dicranopteris linearis (Burm. f.) C. B

2.1.1 Morfologi

1. Habitus:

a) Semak, menahun, tinggl 40-100 cm.

b) Terdapat di atas permukaan tanah.

6
7

c) Namun ada juga yang tumbuh menempel di permukaan bebatuan.

Batang merayap, sering membentuk jalinan ‘sheet’ yang rapat.

Beberapa jenis paku yang hidup di tanah, batang tersebut tumbuh sejajar

dengan tanah jadi tidak begitu kelihatan. Karena tumbuhnya menyerupai

akar, maka batangnya sering disebut rhizoma, daun paku ada yang

tunggal, ada pula yang majemuk, malahan ada yang menyirip ganda

(Nelson, 2000).

2. Daun

a) Majemuk, menjari, anak daun menyirip gasal, bentuk garis, ujung

tumpul, tepi rata

b) Panjang 3-8 cm, lebar 2-4 mm.

c) Permukaan licin, hijau.

Penjelasan lebih lengkap:

Daun panjang dengan bagian-bagian yang menyirip. Ujungnya sering

sampai lama dalam kedaan kuncup. Beberapa di antaranya bersifat sebagai xerofit

atau kremnofit misalnya G. linearis, G. leavigata (paku andam, paku resam)

sering dipakai untuk pelindung sementara pada persemaian-persemaian. Pernah

ditemukan fosil Gleicheniaceaem dari zaman Trias (Tjitrosoepomo, 2005). Tajuk

daun berbentuk pita memanjang, panjangnya 18-75 mm, licin, tepinya rata,

ujungnya tumpul dan sedikit menggulung, pada tiap taju daun umumnya terdapat

sori lebih dari satu. Sorusnya terdapat pada setiap anak daun dan penyebarannya

terbatas di sepanjang tulang daunnya. Masing – masing sorus terdiri atas kira-kira

10-15 sporangia. Paku ini termasuk jenis paku yang tidak mempunyai indusial.
8

Karenanya perkembangbiakan dengan spora sangat mudah dilakukannya (Tim

LIPI, 1980 dalam Rismana dkk.,2014).

3. Batang

Batang merayap, sering membentuk jalinan ‘sheet’ yang rapat.

Beberapa jenis paku yang hidup di tanah, batang tersebut tumbuh sejajar

dengan tanah jadi tidak begitu kelihatan. Karena tumbuhnya menyerupai

akar, maka batangnya sering disebut rhizoma, daun paku ada yang

tunggal, ada pula yang majemuk, malahan ada yang menyirip ganda

(Nelson, 2000 dalam Rismana dkk.,2014).

4. Akar

Akar membantu dalam kegiatan mengembangkan diri. Akar merupakan

akar rimpang yang disebut dengan nama rhizoma. Tunas tumbuh dari akar

rimpang ini berwarna hijau pucat yang ditutup oleh bulu-bulu berwarna

hitam.Akar rimpang merayap, adakalanya memanjat atau menggantung (Tim

LIPI, 1980 dalam Rismana dkk.,2014).

2.1.2 Kandungan Kimia Tanaman

Kaempferol murni adalah bubuk berwarna kuning. Amphoral adalah salah

satu flavonoid yang paling penting dan paling luas (mengandung struktur C6 - C3

- C6 khas). Paku resam memngandung senyawa kaempferol. Kaempferol

yangterdapat di paku resam yaitu Na - Kaempferol Sulfate dan Na kaempferol 7

-sulfate-3-glucopyranoside.

Paku resam memiliki kandungan kimia yaitu :

a. Na -Kaempferol Sulfate
9

b. Na kaempferol 7-sulfate-3-glucopyranosid (Jubahar J., et al,. 2006).

2.1.3 Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang

ditemukan di alam. Flavonoid terdapat dalam semua bagian tumbuhan tingkat

tinggi, seperti di bunga, daun, biji buah, batang, kulit batang dan akar. Flavonoid

juga dapat efektif sebagai antibakteri. Senyawa ini bekerja dengan cara

membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu

integritas membran sel bakteri (Rismana dkk.,2014).

2.2 Sabun

2.2.1 Pengertian sabun

Sabun adalah kosmetika paling tua yang dikenal manusia, dan merupakan

bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk

pengharum kulit. Sabun merupakan istilah umum untuk garam asam lemak rantai

Panjang. Sabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa), gugus R bersifat

hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik (polar)

(Rismana dkk.,2014).

Persyaratan mutu yang harus dipenuhi produk sabun menurut Standardisasi

Nasional Indonesia (1996): keadaan (bentuk, bau dan warna), pH, bobot jenis, dan

ketinggian busa. Syarat menurut SNI 06-4085-1996 dapat dilihat pada Tabel 2.2

berikut ini.

Tabel 2.2 Syarat Mutu Sabun Cair Menurut SNI 06-0485-1996

Kriteria Uji Satuan Persyaratan


Jenis Jenis D
Keadaan: Cairan Homogen Cairan Homogen
- Bentuk
10

- Bau Khas Khas


- Warna Khas Khas
pH 25oC 8-11 6-8
Alkali Bebas (dihitung % Maks,0.1 Tidak
sebagai NaOH) Dipersyaratkan
Bobot jenis, 25oC 1.01-1.10 1.01-1.10

Berdasarkan persyaratan mutu yang terbaru yaitu menurut Standardisasi

Nasional Indonesia (2017), produk sabun harus syarat yaitu : pH, total bahan

aktif, alkali bebas, asam lemak bebas dan cemaran logam.

2.2.2 Jenis Jenis Sabun

Macam Macam jenis Sabun sebagai berikut:

a. Sabun cair

Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan

minyak jarak dengan alkali (KOH) untuk meningkatkan kejernihan sabun

dapat ditambahkan gliserin atau alkohol. Keunggulan dari sabun cair yaitu

lebih praktis, mudah larut di air sehingga hemat air, mudah berbusa dengan

menggunakan spon kain, terhadap kuman bis dihindari (lebih higienis),

mengandung lebih banyak pelembab untuk kulit, dan lebih mudah

digunakan. (Watkinson,2000 dalam kutipan Feegy Yustika 2019).

b. Sabun Padat

Sabun padat biasanya mengandung sodium hydroxide yang diperlukan

untuk mengubah lemak nabati atau hewani cair menjadi sabun keras melalui

proses hidrogenasi dan sukar larut dalam air. Keunggulan sabun padat

adalah lebih ekonomis, lebih cocok untuk kulit berminyak dan lebih mudah

membuat kulit kering


11

2.2.3 Mekanisme Kerja Sabun

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang dan

ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul bersifat hidrofobik dan larut dalam

zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air.

Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun tidak sepenuhnya larut

dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel,

yakni segerombol molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok

dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Sabun memiliki dua sifat yang dapatdigunakan untuk mengemulsikan

kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Sifat pertama,

rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat nopolar, seperti tetesan-

tetesan minyak. Kemudian yang kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik

pada air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari

tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka

minyak itu tidak dapat saling bergabung, tetapi tetap tersuspensi (Fessenden dan

Fessenden, 1986).

Nilai sabun yang sesungguhnya terletak pada kemampuannya

menghilangkan mikroorganisme secara mekanis. Sabun dapat mengurangi

tegangan permukaan sehingga meningkatkan sifat pembasahan air yang di

dalamnya terlarut sabun. Air sabun dapat mengemulsikan dan menghilangkan

minyak dan kotoran. Mikroorganisme menjadi terperangkap di dalam busa sabun

dan hilang setelah dibilas dengan air. Berbagai macam zat kimia dicampurkan
12

dalam sabun untuk meningkatkan aktivitas germisidalnya (Pelezar dan Chan,

1976).

2.2.4 Kegunaan Sabun

Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran

berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini

disebabkan oleh dua sifat sabun.

1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non-polar, seperti

tetesan-tetesan minyak.

2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion

molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena

tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat

saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (Fessenden & Fessenden, 1992).

Sabun digunakan sebagai bahan pembersih kotoran, terutama

kotoran yang bersifat sebagai lemak atau minyak karena sabun dapat

mengemulsikan lemak atau minyak . Jadi sabun dapat bersifat sebagai

emulgator (Poedjaji, 2004).

2.2.5 Formula Sabun

Secara garis besar, bahan-bahan penyusun sabun terdiri dari dua bagian

yakni bahan dasar dan bahan tambahan. Bahan dasar terdiri dari pelarut atau

tempat dasar bahan lain sehingga umumnya menempati volume yang lebih besar

dari bahan lainnya. Bahan dasar memiliki fungsi utama untuk membersihkan dan

menurunkan tegangan permukaan air (Wasittaatmadja, 2007). Bahan tambahan

merupakan bahan-bahan yang sengaja ditambahkan dalam formula dengan tujuan


13

memberikan efek-efek tertentu yang diinginkan konsumen seperti melembutkan

kulit, aseptis, harum, dan lain sebagainya (Suryani dkk., 2002).

Suatu sediaan sabun cair dapat diformulasikan dengan bahan-bahan yakni:

1. Surfaktan primer yang berfungsi untuk detergensi dan pembusaan.

Secara umum, surfaktan anionik digunakan karena memiliki sifat

pembusaan yang baik. Selain itu, dapat pula digunakan surfaktan

kationik, namun surfaktan ini memiliki sifat mengiritasi khusunya pada

mata, sehingga perlu adanya kombinasi dengan surfaktan nonionik atau

amfoter (Rieger, 2000).

2. Surfaktan sekunder yang bekerja memperbaiki fungsi dari surfaktan

primer yakni dalam detergensi dan pembusaan. Beberapa jenis dari

surfaktan nonionik juga dapat digunakan karena busa yang dihasilkan

lebih banyak dan stabil (Rieger, 2000).

3. Bahan aditif yakni bahan tambahan yang dapat menunjang formula dan

memberikan karakteristik tertentu pada sediaan (Rieger, 2000). Bahan

aditif tersebut pada umumnya adalah:

a. Pengatur viskositas, sabun cair pada umumnya diaplikasikan

dengan bantuan pompa pada wadah atau dituang langsung.

Kekentalan sabun cair perlu diperhatikan karena kaitannya dengan

preparasi, pengemasan, penyimpanan, aplikasi, dan aktivitas

penghantaran (Buchmann, 2001).

b. Humektan, bahan ini dapat menambah fungsi sabun yakni

memberikan kesan lembut pada kulit. Hal tersebut dikarenakan

konsumen pada saat ini tidak hanya menghendaki sabun yang cukup
14

memiliki fungsi sebagai pembersih saja. Bahan tambahan yang dapat

digunakan yakni gliserin dan asam lemak bebas (Ertel, 2006).

Humektan yang paling sering digunakan adalah gliserin, karena ia

mampu memberikan kesan heavy dan tacky, yang biasanya sering

digunakan dengan kombinasi humektan lainnya seperti sorbitol.

Gliserin merupakan pilihan karena propilen glikol dapat menurunkan

viskositas larutan surfaktan dan memicu adanya penekanan daya busa

(Barel dkk., 2009).

c. Agen pengkelat, merupakan bahan yang dapat mengkelat ion Ca 2+ dan

Mg2+ pada saat pencucian dengan air sadah. Bahan pengkelat yang

biasa digunakan adalah EDTA (Ghaim and Volz, 2001).

d. Pengawet, merupakan bahan aditif untuk mempertahankan sediaan

sabun agar tahan terhadap jamur (Ghaim and Volz, 2001).

e. Pengharum, berfungsi menambah penerimaan sediaan oleh konsumen.

Pengharum yang digunakan tidak boleh mengganggu perubahan

stabilitas pada produk akhir (Ertel, 2006).

2.2.6 Komponen Pembentukan Sabun cair

a) Sodium Lauryl Ether Sulfate (SLES)

Sodium lauryl ether sulfate adalah surfaktan ionik yang paling banyak

digunakan untuk kosmetika atau produk-produk perawatan diri. SLES memiliki

pH 7-9, mudah mengental dengan garam. Sodium Lauryl Sulfate (SLS) lebih

mudah menyebabkan iritasi daripada lauril eter sulfat (SLES). SLS lebih baik sifat

deterjensinya daripada SLES, sedangkan kelarutan dan pembentukan busa, SLES

lebih baik daripada SLS (Fakhrunnisa, 2016).


15

b) Kokoamidopropil Betain

Alkil betain adalah turunan N-trialkil asam amino ([R1R2R3] N +

CH2COOH), yang diklasifikasikan sebagai kationik karena menunjukkan

muatan positif permanen. Kokoamidopropil disebut juga dengan surfaktan

amfoterik. Muatan positif dari betain berasal dari nitrogen kuartener

sedangkan situs anioniknya berasal dari karboksilat (betaine), sulfat

(sulfobetaine atau sultaine), atau fosfat (phospho betaine atau phostaine)

(Barel dkk., 2009).

Betain adalah surfaktan dengan sifat pembusa, pembasah dan

pengemulsi yang baik, khususnya dengan keberadaan surfaktan anionik.

Betain memiliki efek iritasi yang rendah pada mata dan kulit, bahkan

dengan adanya betain dapat menurunkan efek iritasi surfaktan anionik

(Barel dkk., 2009). Rentang penggunaan kokoamidopropil betain sebagai

co-surfaktan menurut Dahlan (2010) adalah 0,25-15%.

Gambar 2.1 Struktur Kimia Kokoamidopropil Betain

c) Gliserin

Gliserin merupakan cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, tidak

berbau, manis diikuti rasa hangat dan higroskopis. Dapat bercampur

dengan air dan dengan etanol 95% P, praktis tidak larut dalam kloroform

P, dalam eter P dan dalam minyak lemak (Ditjen POM, 1979). Gliserin

merupakan humektan (menarik uap air dari udara ke kulit) dan sering
16

ditambahkan ke lotion dan produk perawatan kulit untuk melembabkan.

Nama kimia gliserin adalah propan-1,2,3-triol, dengan rumus empiris

C3H8O3 dan bobot molekul 92,09. Gliserin memiliki beberapa manfaat

antara lain sebagai pengawet, antimikroba, kosolven, emolien, humektan,

pelarut, pemanis, plasticizer, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental,

cairan higroskopis serta rasa yang manis. Sebagai humektan dan emolien,

gliserin digunakan dalam formulasi sediaan topikal dan kosmetik.

Sebaiknya, gliserin disimpan dalam wadah kedap udara pada tempat

dingin dankering (Rowe dkk., 2009).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Gliserin

d) Na2EDTA

Disodium Edetat atau Na2EDTA merupakan kristal berwarna putih,

tidak berbau dan sedikit memilki rasa asam. Memilki kelarutan 1:11

dengan air, sedikit larut dalam etanol 95%, dan praktis tidak larut dalam

kloroform dan eter. Dalam dunia farmasi, Na2EDTA sering digunakan

sebagai agen pengkhelat untuk beberapa sediaan seperti mouthwashes,

sediaan mata, ataupun sediaan topikal dengan konsentrasi 0,005-0,1%

(Rowe dkk., 2009).


17

Gambar 2.3 Struktur Kimia Na2EDTA

2.3 Kulit

2.3.1 Pengertian Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang

melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan alat

tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu kirakira 15% dari berat tubuh

dan luas kulit orang dewasa 1,5 m2 . Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif,

serta sangat bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung

pada lokasi tubuh serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan tebalnya.

Rata-rata tebal kulit 1-2m. Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki

dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis. Kulit merupakan organ yang vital dan

esensial serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Djuanda, 2007).

2.3.2 Anatomi Kulit

Kulit merupakan organ yang tersusun dari 4 jaringan dasar (Sonny, 2013):

1. Kulit mempunyai berbagai jenis epitel, terutama epitel berlapis gepeng dengan

lapisan tanduk. Penbuluh darah pada dermisnya dilapisi oleh endotel.

Kelenjarkelenjar kulit merupakan kelenjar epitelial. 2. Terdapat beberapa jenis

jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan elastin, dan sel-sel lemak pada

dermis. 3. Jaringan otot dapat ditemukan pada dermis. Contoh, jaringan otot

polos, yaitu otot penegak rambut (m. arrector pili) dan pada dinding pembuluh

darah, sedangkan jaringan otot bercorak terdapat pada otot-otot ekspresi wajah. 4.

Jaringan saraf sebagai reseptor sensoris yang dapat ditemukan pada kulit berupa
18

ujung saraf bebas dan berbagai badan akhir saraf. Contoh, badan Meissner dan

badan Pacini.

Gambar 2.3 Struktur Kulit

Sumber : Meschaer,2010

2.3.3 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan

dengan

lingkungan. Adapun fungsi utama kulit adalah :

1. Sebagai Pelindung (Proteksi)

Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi

jaringan-jaringantubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari

gangguanpengaruh luar sepertiluka dan serangan kuman.Lapisan paling

luar darikulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan

kulittahan air.Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka

kecil,mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta

menghalaurangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.

2. Sebagai Peraba atau Alat Komunikasi


19

Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsangan sensorik yang

berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan,

dangetaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung

sarafsensasi. Kulit merasakan sentuhan, rasa nyeri, perubahan suhu,

dantekanan kulit dari jaringan subkutan, dan ditransmisikan melalui

sarafsensoris ke medula spinalis dan Otak, juga rasa sentuhan yang

disebabkanoleh rangsangan pada ujung saraf didalam kulit berbeda-beda

menurutujung saraf yang dirangsang.

3. Sebagai Alat Pengatur Panas (Termoregulasi)

Suhu tubuh seseorang adalah tetap, meskipun terjadi perubahan

suhulingkungan.Suhu normal (sebelah dalam) tubuh, yaitu suhu visera

danotak ialah 36°C, suhu kulit sedikit lebih rendah.Ketika terjadi

perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan

penyesuaianseperlunya dalam fungsinya masing-masing.Pengatur panas

adalah salahsatu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan.

Panas akanhilang dengan penguapan keringat.

4. Sebagai Tempat Penyimpanan

Kulit bereaksi sebagai alat penampung air dan lemak, yang dapat

melepaskannya bila mana diperlukan. Kulit dan jaringan dibawahnya

bekerja sebagai tempat penyimpanan air, jaringan adiposa dibawah kulit

merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama pada tubuh.

5. Sebagai Alat Absorbsi


20

Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut

dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit.Hormon yang terdapat pada

krimmuka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit

padatingkat yang sangat tipis.Penyerapan terjadi melalui muara kandung

rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit (sebecea), merembes

melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian

keberbagai organ tubuh lainnya.Kulit juga dapat mengabsorbsi

sinarUltraviolet yang bereaksi atas prekusor vitamin D yang penting

bagipertumbuhan dan perkembangan tulang.

6. Sebagai Ekskresi

Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-

kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan

membawagaram, yodium dan zat kimia lainnya. Air juga dikeluarkan

melalui kulittidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui

penguapan airtransepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak

disadari. Zat berlemak, air dan ion-ion, seperti Na+, diekskresi melalui

kulit. Produksikelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan

keasaman kulit pada pH5-6,5.

7. Penunjang Penampilan

Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang

tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan. Fungsi

lain darikulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti

kulimemerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.


21

2.3.4 Struktur Kulit

Kulit manusia terdapat 3 lapisan yaitu :

1. Epidermis (kulit ari)

Lapisan epidermis ini terdiri atas stratum korneum, stratum

lusidum,stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basalis.

Stratumkorneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan

terdiriatas beberapa lapisan sel gepeng yang mati, tidak berinti

danprotoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum

lusidum terdapat langsung dibawah stratum korneum, merupakan lapisan

sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein

eleidin lapisan ini terdapat jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum

granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng

dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel diataranya. Butir

butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai

lapisan ini.Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan

kaki.Stratum spinosum (sin. Stratum malpighi, lapisan sel prickle, lapis

akanta) terdiri atas beberapa lapis sel berbentuk poligonal dengan ukuran

bermacam-macam akibat proses mitosis.

Kita dapat mengenal dua jenis sel, yaitu:

a. Sel berbentuk kolumnar, protoplasma basifilik, inti lonjong besar,

dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel;


22

b. Sel berbentuk melanin (melanosit, clearcell) merupakan sel pucat dengan

sitoplasma basofilik, inti gelap dan mengandung badan pembentuk pigmen

(melanosom).

2. Dermis (kulit jangat)

Lapisan ini jauh lebih tebal dari pada epidermis, terbentuk oleh

jaringan elastic dan fibrosa padat dengan elemen seluler, kelenjar dan

rambut sebagai adneksa kulit. Lapisan ini terdiri atas:

a. Parspapilaris yaitu bagian yang menonjol kedalam epidermis, berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah.

b. Parsretikularis yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan

subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin dan retikulin.Dasar

(matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hiauluronat dan

kondroitin sulfat dan sel-sel fibroblast. Kolagen muda bersifat lentur namun

dengan bertambahnya umur menjadi stabil dan keras.Retikulin mirip dengan

kolagen muda, sedangkan elastis biasanya bergelombang, berbentuk amorf,

mudah mengembang dan elastis.

3. Hipodermis

Lapisan ini merupakan kelanjutan dari dermis yang mengandung jaringan

lemak, pembuluh darah dan limfa, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan

permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf

menuju lapisan kulit jangat.Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai

bantalan atau penyangga bagi organ-organ tubuh bagian dalam, dan sebagai

cadangan makanan.
23

2.3.5 Jenis-jenis Kulit

1. Kulit berminyak

Kulit berminyak memiliki ciri dimana permukaan kulit terlihat

berminyak.

2. Kulit kering dan dehidrasi

Ciri-ciri kulit kering seperti kulit terasa kasar dan kaku sekalipun

sudahdibersihkan, terasa tidak nyaman dan terlihat seperti retak, serta

terasagatal.

3. Kulit kombinasi

Kulit kombinasi ini memiliki 2 jenis kulit yaitu kulit berminyak dan kulit

kering.Pada kondisi tertentu kadang dijumpai kulit sensitif

berminyak.Kulit kombinasi terjadi jika kadar minyak di wajah tidak

merata.

4. Kulit sensitif

Untuk jenis kulit harus benar-banar hati-hati dalam pemakaian

parfum,pewarna bibir dan beberapa produk kosmetik lainnya.Ciri dan

kulitsensitif memiliki struktur kulit yang sangat tipis, gatal, kulit

kemerahan,terbakar, kering,dan mudah teriritasi.

5. Kulit normal

Kelenjar minyak pada kulit normal biasanya tidak bandel karena

minyakyang dikeluarkan seimbang, tidak berlebihan atau kekurangan.

2.4 Evaluasi Fisik Sediaan

2.4.1 Organoleptis
24

Pemeriksaan organoleptis yang dilakukan meliputi warna, bau dan

tekstur. Tekstur yang diamati adalah konsistensi dari sediaan (kaku dan

lembut).

2.4.2 Uji Homogenitas

Uji ini dilakukan dengan mengambil sedikit sediaan dan megoleskannya

pada kaca transparan, gel yang diambil yaitu gel pada bagian atas, bawah, dan

tengah dari sediaan. Setelah disebar di kaca transparan diharapkan homogenitas

terlihat dengan tidak adanya butiran besar atau adanya partikel yang tidak terlarut

dengan baik. Jika masih terlihat ada butiran-butiran, gerus kembali sampai

didapatkan sediaan yang bening penampakannya pada kaca transparan (Syamsuni,

2007).

2.4.3 Viskositas

Pengukuran viskositas sediaan dilakukan menggunakan alat viskometer cup

and bob. Pertama alat viskometer dinyalakan, kemudian sebanyak 100g peeloff

mask dimasukkan kedalam beaker gelas, kemudian memasang spindle ukuran 64

dan rotor dijalankan dengan kecepatan 30 rpm, lalu jarum penunjuk viskometer

dibaca. Jika telah konstan segera dicatat hasilnya kemudian dikalikan dengan

faktor. Berdasarkan persyaratan SNI 16-4399-1996 tentang rentang viskositas

sediaan emulgel yang memenuhi persyaratan yaitu 2000-50000 cPs. (lakukan

replikasi 3 kali) (Naibaho, 2013).

2.4.4 Daya Sebar

Penentuan kapasitas penyebaran dilakukan dengan alat sepasang lempeng

kaca dengan tebal masing-masing 3 mm. Metode penentuannya adalah dengan


25

menimbang sebanyak 2 gram diletakkan diatas kaca bening yang bagian

bawahnya ditempeli kertas milimeter dengan diameter 20 cm. Selanjutnya sediaan

ditutup dengan kaca, bagian atas penutup diberi beban mulai dari beban terkecil

sampai terbesar 0g, 1g, 2g, 3g, 4g, 5g dan seterusnya. Kemudiaan setiap

penambahan beban diamati penyebarannya. Setelah tidak ada penambahan

diameter dicatat, dilanjutkan beban berikutnya sambil ditunggu sampai tiga beban

dengan diameter konstan (lakukan replikasi 3 kali) (Naibaho et al., 2013).

2.4.5 Uji Waktu Mengering Sediaan

Pengujian waktu kering dilakukan dengan cara mengoleskan gel sebanyak 1

gram secara merata dengan cara pengolesan 7,5x7,5 cm di lengan tangan dan

diamati waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering yaitu waktu dari saat

mulai dioleskan masker hingga terbentuk lapisan yang kering dan elastis yang

dapat dikelupas dari permukaan kulit tanpa meninggalkan massa gel. Dengan

ketentuan waktu sediaan mengering tidak lebih dari 30 menit (Vieira et al, 2009).

2.5 Evaluasi Karakteristik Kimia (pH)

Dilakukan dengan menimbang 10 gram sediaan dilarutkan dalam 50 ml

aquadest dalam beaker glass, ditambahkan aquadest hingga 100 ml. Lalu diaduk

hingga merata. Larutan diukur pH nya dengan pH meter yang sudah di

standarisasi (Sudarmaji, 1984). Hasil pengukuran menunjukan target pH pada

kulit, yaitu 4,5 – 6,5 (Naibaho, 2013).

2.6 Evaluasi Stabilitas Sediaan

Metode Freeze Thaw dengan cara sampel disimpan pada suhu 40C selama

24 jam, kemudian dipindahkan ke dalam oven bersuhu 400C ± 2ºC selama 24 jam
26

(satu siklus). Uji dilakukan sebanyak 6 siklus, lalu diamati perubahan fisik yang

terjadi (apakah ada pemisahan atau tidak) selama 12 hari (Dewt et al., 2014).

2.7 Uji Hedonik (Aseptabilitas)

Uji hedonic atau penilaian kesukaan bertujuan untuk mengetahui

penerimaan responden terhadap produk yang dihasilkan. Uji hedonic merupakan

salah satu pengujian yang dilakukan untuk meminta responden mengungkapkan

tanggapan pribadinya tentangkesukaan atau ketidaksukaan terhadap produk yang

dihasilkan. Tingkat kesukaan terhadap produk merupakan penilaian yang

digunakan dalam aseptabilitas suatu sediaan. Pengujian dilakukan dengan

menggunakan tiga parameter yaitu penilaian tampilan warna, kekentalan dan

jumlah busa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu accidental

sampling. Teknik ini memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan cepat dalam

memperoleh data. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner

skala 5 yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka (2), netral (3), suka (4), dan sangat

suka (5). Jumlah responden yang digunakan sebanyak 20 orang (Sandi, 2012).
27

2.8 Kerangka Teori

Daun paku resam (Dicranopteris linearis


(Burm. f.) Underw.)

Ekstrak Daun Paku Resam Uji Stabilitas

Konsentrasi Parameter
5% 10%.15%.dan 20% Homogenitas
pH
Viskositas
Kelembaban Kulit Ketinggian dan Ksetablilan
busa
Bobot jenis
Kontrol Positif
Dan
Kontrol Negatif

2.9 Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependen

Ekstrak Daun Paku Resam


Dengan konsetrasi Uji Stabilitas Kelembaban Kulit
5%,10%,15%dan 20%
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini yang dilakukan secara eksperimental laboratorium yaitu

untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari

adanya perlakuan tertentu. Penelitian yang dilakukan adalah eksperimen

laboratorium dengan rancangan Post Test Only Control Group. Dengan rancangan

penelitian sebagai berikut:

Kelompok Negatif (0) Perlakuan (X)


Kelembaban Kulit (Y)
Kelompok Positif (I)
Keterangan :

(0) Kelompok Negatif Sebelum Perlakuan

(I) Kelompok Positif sebelum Perlakuan

(X) Perlakuan

(Y) Kelembaban Kulit

3.2 Tempat dan waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakandi Laboratorium Institut Kesehatan Medistra

Lubuk Pakam.

27
29

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2021


BULAN KEGIATAN
JADWAL
N JAN FEB MAR APR MEI JUNI
KEGIATA
o 2021 2021 2021 2021 2021 2021
N
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
1.
judul
Bimbingan
proposal
2.
(bab I, II,
III)
Konsultasi
3.
proposal
Perbaikan
4.
proposal
Sidang
5.
Proposal
Penelitian
6. dan
Analisis
Bimbingan
7. hasil
penelitian
Sidang
8.
Sekripsi

3.3 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah daun resam (Dicranopteris Linearis) dan

sukarelawan yang berjumlah 18 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

dengan cara observasi langsung. Observasi dilakukan sebelum perlakuan (pre test)

dan setelah perlakuan (post test).


30

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan penguap,

corong, gelas ukur, kertas saring, neraca analitik, beaker glass, spatula, tabung

reaksi, hotplate , rotary evaporator, cetakan sabun, dan kemasan sabun.

3.5.2 Bahan – bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Resam, etanol 96%,

asam stearat, aquades, gliserin, minyak zaitun, NaOH 10%, texapon dan TEA.

3.6 Persiapan Bahan Uji

3.6.1 Teknik pengambilan sampel

Pengambilan bahan dilakukan secara purposive yaitu diambil dari satu

daerah saja tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama didaerah lain.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini daun resam (Dicranopteris linearis)

yang di peroleh dari Sidikalang. Kab. Dairi.

3.6.2 Pengolahan Sampel Daun Resam (Dicranopteris linearis)

Pengolahan daun Resam meliputi pencucian, pengeringan, dan pembuatan

serbuk simplisia

1. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan cara daun mengkudu dicuci bersih dibawah

air mengalir.

2. Pengeringan

Pengeringan dilakukan tanpa terkena sinar matahari langsung, kemudian


31

diserbukkan.

3. Pembuatan Ekstrak Daun Resam (Dicranopteris linearis)

a. Sebanyak 500 gram serbuk simplisia daun resam direndam dengan etanol

96%. Diaduk sampai homogen, kemudian didiamkan selama 5 hari

ditempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya sambil diaduk beberapa

kali.

b. Kemudian dari hasil maserasi tersebut disaring dengan kain flannel dan

ditampung di beaker glass, hasil dari maserasi tersebut merupakan filtrat

1, sedangkan ampasnya dimaserasi lagi dan dilanjutkan dengan langkah

yang sama.

c. Selanjutnya filtrat I dan II digabungkan menjadi satu dan dipekatkan

dengan rotary evaporator sampai pelarut etanolnya habis menguap dan

hanya tinggal ekstraknya.

3.7 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan larutan pereaksi asam klorida 2N, Mayer, Bouchardat,

kloralhidrat, Lieberman-Burchard Dragendorf. (Dewt et al., 2014).

3.7.1 Pereaksi Asam Klorida (HCl) 2N

Sebanyak 16,67 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga

volume 100 ml. (Dewt et al., 2014).

3.7.2 Pereaksi asam Sulfat (H2SO4)2N

Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat dilarutkan dalam air suling hingga 100

ml.
32

3.7.3 Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 gram raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml air suling.

Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 gram kalium iodida dilarutkan dalam 10

ml air, lalu campurkan keduanya dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.

3.7.4 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 gram kalium iodida dilarutkan dalam sedikit air suling

kemudian ditambahkan 2 gram iodium, setelah semuanya larut ditambahkan air

suling hingga 100 ml. (Dewt et al., 2014).

3.7.5 Pereaksi Dragendorf

Sebanyak 0,85 g bismuth (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam

100 ml asam asetat glasial ditambahkan 40 ml air suling. Kemudian pada wadah

lain ditimbang 8 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling, lalu

campurkan kedua larutan sama banyak. Kemudian ditambahkan 20 ml asam asetat

glasial dan diencerkan air suling hingga 100 ml. (Dewt et al., 2014).

3.7.6 Pereaksi Kloralhidrat

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrat dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat

pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml.

3.8 Skrining Fitokimia Kandungan Metabolit Sekunder Ekstrak Daun

Resam (Dicranopteris linearis)

3.8.1 Pemeriksaan Alkaloid


33

Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia ditambahkan 1 ml HCl 2N dan 9 ml air

suling, dipanaskan diatas penangas air selama kurang lebih 2 menit, di dinginkan

dan disaring. Filtrat dipakai untuk melakukan uji alkaloida sebagai berikut :

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes larutan pereaksi mayer

akan terbentuk endapan putih atau kekuningan.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan denag 2 tetes pereaksi bouchardat akan

terbentuk endapan coklat sampai kehitaman.

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendorf akan

terbentuk endapan merah atau jingga.

3.8.2 Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, di

didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh

kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 100 mg serbuk magnesium dan 1 ml

HCl pekat dan 2 ml amil alcohol, kemudian dikocok dan dibiarkan memisah.

Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil

alcohol. (Dewt et al., 2014).

3.8.3 Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi

ditambahkan 10 ml air panas, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika

terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari

10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan

adanya saponin. (Dewt et al., 2014).

3.8.4 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid


34

Sebanyak 1 gram simplisia dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung

reaksi yang kering, lalu ditambahkan 10 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif

ditunjukkan dengan terbentuknya larutan warna merah untuk pertama kali lalu

berubah menjadi warna biru dan hijau. (Dewt et al., 2014).

3.8.5 Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 gram sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu

filtrate diencerkan denga air suling sampia tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan

lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida maka terjadi perubahan

warna biru atau hijau kehitaman menunjukan adanya tannin. (Dewt et al., 2014).

3.9 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair

3.9.1 Formulasi Standard

Adapun formulasi pembuatan sabun. (Chan,2016)

R/ Minyak zaitun 8ml

NaOH 10%

As. Stearat 8 gr

Texapon 6 ml

Etanol 96%

Gliserin 10 ml

TEA 15 ml

Aquadest 100 ml

3.9.2 Formulasi Modifikasi

R/ Minyak zaitun 8 ml

N NaOH 10%
35

As.Stearat 8 gr

Texapon 6ml

Etanol 96%

Ekstrak daun Resam 2,5%, 3,5%, 4,5%

Gliserin 10 ml

TEA 15 ml

Aquadest 100 ml

3.9.3 Pembuatan Formulasi Sabun padat ekstrak Daun Resam

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan (as.strearat, minyak zaitu,

NaOH, Texapon, gliserin, TEA dan aquadest), dan bahan tambahan (ekstrak

daun Resam) yang diperlukan untuk pembuatan sabun Mandi Cair.

2. Semua bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan

takaran yang dianjurkan.

3. Asam strearat dan NaOH dilebur terlebih dahuulu diatas penangas air.

4. Hasil leburan tersebut kemudian dicampurkan dengan bahan-bahan lainnya

antara lain minyak zaitun, gliserin, etanol,TEA, Texapon dan dilakukan

pengadukan secara kontiniu didalam beaker glass.

5. Tambahkan ekstrak daun Resam, dan diaduk sampai homogen.

6. Sediaan sabun mandi cair dituangkan kedalam cetakan sabun lalu dibiarkan

selama satu atau dua hari pada suhu ruang agar sabun menjadi sempurna.

7. sabun dikeluarkan dari cetakan kemudian dikemas dan dilakukan pengujian.

3.10 Pemeriksaan Sediaan Sabun Mandi Cair

Pemeriksaan sabun Mandi cair dilakukan dengan cara pemeriksaan : uji


36

organoleptis,uji Homogenesis, uji tinggi busa, uji Ph, dan uji kelembapan pada

sukarelawan.

1. Uji Organoleptis

Pengujian ini berfokus pada sediaan sabun Cair melihat secara langsung

warna,bentuk, dan bau dari sabun.

2. Uji Homogenesis

Pengujian ini berfokus pada pengolesan sediaan pada kaca objek glass, lalu

mengamati penampilan permukaan, apakah ada butiran-butiran bagian terpisah

atau tidak.

3. Uji pH

Nilai ph merupakan nilai yang menunjukan derajat keasaman suatu bahan.

Uji ph sabun padat dilakukan dengan menggunakan ph meter (dikalibrasi

dengan larutan buffer pH sabun padat yang diharapakan masuk kedalam

rentang standar Ph pada SNI 06-4085-1996, yaitu ph 8-11) cara pengujian Ph

sangat sederhana, yaitu dengan memastikan terlebih dahulu apakah ph meter

telah dikalibrasi, selanjutnya elektroda yang telah dibersihkan dengan aquadest

dicelupkan kedalam sampel sabun padat yang akan diperiksa pada suhu ruang.

Nilai ph yang muncul pada skala ph meter dibaca dan dicatat. (Naibaho, 2013).

4. Uji Tinggi Busa

Uji tinggi busa terhadap air suling bertujuan untuk mengukur kestabilan

sabun padat dalam bentuk busa. Uji tinggi busa dilakukan dengan cara

mengukur ketinggian busa yang berbentuk busa dalam gelas ukur. Sampel

sabun padat sebanyak 0,1% dalam air suling di masukkan dalam 50ml kedalam
37

gelas ukur tertutup 100ml dan diaduk selama 20detik dengan cara beraturan.

Ukur tinggi busa yang berbentuk. Kemudian didiamkan selama 5menit lalu

diukur kembali tinggi busa, tinggi busa sediaan harus berkisar 0-2cm. (Dewt et

al., 2014).

5. Uji Kelembaban Terhadap Sukarelawan

Kemampuan sediaan untuk melembabkanan kulit dilakukan sukarelawan

menggunakan alat skin analyzer dengan cara berikut : punggung tangan

terlebih dahulu dicuci dengan bersih, kemudian dikeringkan hingga benar-

benar kering. Dicek persen kelembaban kulit sebelum dioleskan sediaan sabun,

dan dicatat persentase yng ditunjukkan pada alat. Sediaan sabun dioleskan

dengan rata pada punggung tangan. Dibiarkam hingga benar-benar merata pada

kulit berkisar 15menit. Dicek kembali persen kelembaban setelah dioleskan

sediaan sabun, dicatat persentase yang ditunjukkan, dihitung rata-rata yang

diperoleh.

a. Kelompok blanko : 6 orang sukarelawan formula blanko

b. Kelompok 1 : 3 orang sukarelawan formula

c. Kelompok 2 : 3 orang sukarelawan formula

d. Kelompk 3 : 3 orang sukarelawan formula

e. Kelompok 4 : 3 orang sukarelawan formula

Keterangan :

Kelompok blanko : Kelompok Tanpa Ekstrak daun Resam

Kelompok 1 : Kelompok dengan ekstrak daun resam 5%

Kelompok 2 : Kelompok dengan ekstrak daun resam 10 %


38

Kelompok 3 : Kelompok dengan ekstrak daun resam 15 %

Kelompok 4 : Kelompok dengan ekstrak daun resam 20 %

3.11 Analisis Data

Hasil penelitian untuk uji mikrobiologi, uji Ph, uji tinggi busa dan uji kadar

air dianalisis menggunakan uji one way ANOVA dengan taraf signifikansi 95%

untuk F hitung > 0,05 dan t hitung < 0,05, sedangkan untuk uji organoleptis (uji

kesukaan) dianalisis menggunakan uji Friedman, data diolah menggunakan

statistical producy and service solution (SPSS) 16 for windows (Budiarto, 2002).
DAFTAR PUSTAKA

Adfa, M., 2005, Survey Ebotani, Studi Senyawa Flavonoid dan Uji Brine Shrimp
Beberapa Tumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai di Propinsi
Bengkulu,http://gradienfmipaunib.Files.wordpress.com/2008/07/monna-
adfa.pdf., was accessedon 30 juni 2010.

Astutiningsih, C., Setyani, W., Hindratna, H., 2014. Uji Daya Antibakteri Dan
Identifikasi Isolat Senyawa Katekin Dari Daun Teh (Camellia Sinensis L.
Var Assamica). Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas. 11(2): Halaman
50-57.

Barel, O, A., Marc Paye., Howard, Imaibach. 2009. Handbook of Cosmetic


Science and Technology, 3rd ed. New York: Informa Healthcare USA
Inc.

Budiarto, Eko. 2002. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta: Statistika Kedokteran.

Buchmann, S. 2001. Main Cosmetics Vehicles, in Barel, A.O., Paye, M.,


Maibach., H.I. 3rd Ed. Handbook of Cosmetics Science and Technology.
New York: Marcell Dekker Inc. Halaman 165.

Dahlan, Winai. 2010. Najis Cleansing Clay Liquid Soap. Bangkok: Patent
Cooperation Treaty (PTC).
http:/freepatentsonline.com/WO2010101534.html. Diakses pada 11
November 2018 pukul 12.40 WIB.

Droge. W., 2002, Free Radicals in the Physiological Control of cell Function.
Physiol Rev; 82:47-95.

Ertel, K. 2006. Cosmetics Formulation of Skin Care Product. New York: Taylor
& Francis Group. Halaman 35-36.

37
40

Ekoyani, 2007, Keanekaragaman jenis paku-pakuan (Pteridophyta) di kawasan


Hutan Lindung Gunung Bawang Kabupaten Bengkayang, Skripsi,
Universitas Tanjungpura, Pontianak

Fakhrunnisa. 2016. Formulasi Sabun Cair Minyak Nilam (Pogostemon cablin


Benth) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus aureus ATCC
25923. Skripsi. Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. 1992. Kimia Organik Jilid 2. Edisi Ke-3. Jakarta:
Penerbit Erlangga. Halaman 312.

Feggy Yustika Sitinjak 2019, “ Formulasi Sediaan CSabun Cair ektrak the Hijau
(Camellia Sinensis L. Kuntze) Merek A dan Uji Aktivitasnya terhadap
bakteri Staphylococcus aurenus dan Escherichia coli

Ghaim, J.B., and Volz, E.D. 2001. Skin Cleansing Bars, in Barel, A.O., Paye, M.,
Maibach., H.I., 3rd, Handbook of Cosmetic Science and Technology,
Marcell Dekker, Inc. New York. Halaman 485-491.

Jeffrey, P., 2004, The Use Of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl(DPPH)
For Estimating Antioxidant Activity.J. Sci. Technol; 26(2): 211-219. Narins,
D.M.C. 1996. Vitamin Dalam Krause’s Food, Nutrition and Diet Therapy.
Mahlan, L.K, hal 110-114.

Jubahar, J., 2000, Isolasi Flavonoid dari Paku Resam Gleichenia linearis (Burm)
Clarke,Tesis,FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Jubahar J., DachrIyanus, Arbain D., Bakhtiar A., Mukhtar MH., Sargent MV.
2006. A Flavonoid Sulfate from Gleichenia linearis (Burm; Clarke),
ACGC Chem. Res. Commun, 20: 6-7
Jubahar, J., 2000, Isolasi Flavonoid dari Paku Resam Gleichenia linearis (Burm)
Clarke,Tesis,FMIPA Universitas Andalas, Padang.
41

Mabrouk and Kathleen M. Pryer. Fern phylogeny inferred from 400


leptosporangiate species and 3 plastid genes.2007.

Naibaho. 2013. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Fenol dari Ekstrak Metanol Biji
Pepaya (Carica papaya Linn). (Skripsi). Gorontalo: Universitas Negeri
Gorontalo.

Nelson, Gil. 2000. The Ferns Of Florida. Florida : Pineapple Press. Inc Springer
Verlag Berlin Heidelberg

Nerry Sofyanti 2020 “ Inventarisasi tumbuhan paku (Pterindofita) di kecamatan


hulu kantan, kabupaten kuantan singing, provinsi riau, jurnal sainstekes
semnas MIPAkes UMri.

Pelczar, M., dan Chan, E.C.S. 1976. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerjemah:


Ratna Sari, dkk, Edisi I. Jakarta: UI Press. Halaman 86.

Pelczar, M., dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit
UI-Press. Halaman 117, 145-148.

Poedjaji. (2004). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Halaman 27.

Rachmawati, F.J., Triyana, S.Y. 2008. Perbandingan Angka Kuman pada Cuci
Tangan Dengan Beberapa Bahan Sebagai Standarisasi Kerja di
Laboratorium Mikrrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia. Jurnal Logika. 5(1): 2631.

Rieger, M.M. 2000. Harry’s Cosmetology, 8th Edition. New York: Chemical
Publishing Co. Halaman 641.

Rismana, E., Kusumaningrum, S., dan Bunga, O., 2014. Pengujian Aktivitas
Antiacne Nanopartikel Kitosan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana). Media Litbengkes. Vol 24(1): 19.
42

Rosiana Rizal, 2017 “ Uji Antioksidan daun paku resam (Gleichenia Linearis
(Brum.F.) S.W. Clarke) dengan Metode DPPH. Journal of
Pharmascientech, vol 01, No. 02

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Qiunn, M.E. 2009. Handbook Of Pharmaceutical
Excipients, 6th Ed, The Pharmaceutical Press, London. Halaman 134-
135, 651-653

Sandi. 2012. Ekstrak Kasar Limbah Cengkeh (Syzygium aromaticum L) Fraksi


Heksan Sebagai Larvisida Alami Terhadap Jentik Nyamuk Demam Berdarah
(Aedes aegypti Linn) Instar III Dan IV. (Skripsi). Salatiga: Universitas
Kristen Satya Wacana.

Shihabi, A., Li,WG., Miller.Jr.FG., Weintraub, NL., 2002, Antioxidant therapy for
atherosclerotic vascular disease: the promise and the pitfalls. Am J Physiol
Heart Circ Physiol; 282 (3): 797-802.

SNI. 1996. Standar Sabun Mandi Cair. SNI 06-4085-1996. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional. Halaman 2.

SNI. 2017. Standar Sabun Mandi Cair. SNI 40. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional. Halaman 2.

Sony. Pembuatan Sabun Padat dan Sabun Cair Dari Minyak Jarak. J Tek Kim.
2010;17(1):28–33.

Suryani, A., Hambali E., Rivai, M. (2002). Teknologi produksi Surfaktan. Bogor:
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Syamsuni A. Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2006.

Tranggono IR., & Latifah F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
43

Tim LIPI. 1980. Jenis Paku Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Watkinson, C. 2000. Liquid soap cleaning up in market share. Champaign: AOAC


Press.

Wasitaatmadja, S. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas


Indonesia Press.
44

Lampiran

Lembar Observasi Pengujian Sediaan

1. Uji Organoleptis

Formula Tekstur Warna Aroma


Blanko
5%
10%
15%
20%

Anda mungkin juga menyukai